4 hasil dan pembahasan - perpustakaan digital itb · air digunakan sebagai media penghantar ......
TRANSCRIPT
4 Hasil dan pembahasan
4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit
Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi
dilakukan dengan teknik difraksi sinar-X. Difraktogram dari serbuk bentonit ditampilkan
pada Lampiran A.1. Hasil interpretasi pada Lampiran B.1 menunjukkan bahwa serbuk
bentonit mengandung mineral-mineral dengan komposisi seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Hasil interpretasi menunjukkan bahwa muscovite adalah mineral yang paling banyak
terdapat di dalam serbuk bentonit yang dipergunakan. Struktur muscovite ditunjukkan pada
Gambar 4.1.
Tabel 4.1 Komposisi serbuk bentonit
No. Mineral % berat
1. Montmorillonite 14,7
2. Bentonit 14,7
3. Kuarsa 7,6
4. Muscovite 31,5
5. Beidellite 14,7
6. Illite 16,8
Secara umum, mineral-mineral yang terdapat di dalam bentonit terdiri dari lapisan alumina
dengan struktur oktahedral yang berada di antara dua lapisan silika dengan struktur
tetrahedral. Muatan yang tidak seimbang di dalam struktur ini menyebabkan terbentuknya
rongga. Kemudian, rongga ini diisi dengan kation yang bersifat dapat dipertukarkan.
24
Gambar 4.1 Struktur Muscovite [Nelson, 2006]
Mineral-mineral yang terdapat dalam bentonit memiliki ruang di antara lapisan-lapisan
kristalnya. Gambar 4.2 menunjukkan pengaruh penambahan air terhadap struktur bentonit.
Air dan molekul polar lain dapat menembus masuk di antara lapisan-lapisan ini sehingga kisi
kristal mengalami pengembangan. Dengan terjadinya pengembangan ini maka volum
bentonit menjadi semakin besar, jarak antarunit menjadi semakin besar, dan permukaan
menjadi semakin luas.
a) b)
Gambar 4.2 Pengaruh penambahan air terhadap struktur bentonit a) bentonit kering dan b) bentonit ditambah air [Origins of Life]
4.2 Sintesis silicalite-1
Dalam sintesis silicalite-1, pertama-tama dibuat tiga larutan reaktan yaitu larutan 1
(Na2SiO3.9H2O + NaOH + H2O), larutan 2 (NaCl + H2O) dan larutan 3 (H2SO4 + TBAB +
H2O). Padatan Na2SiO3.9H2O digunakan sebagai sumber ion SiO4- dan ion Na+ yang
menyusun struktur silicalite-1. NaOH digunakan sebagai sumber ion OH- yang berfungsi
sebagai basa kuat. Proses pelarutan reaktan memerlukan suasana basa karena larutan silikat
bersifat asam. Asam dan basa dalam larutan akan membentuk garam yang larut dalam air.
lapisan tanah liat
lapisan tanah liat
molekul air
25
Jumlah NaOH yang digunakan dapat mempengaruhi ukuran kristal. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Lee et al, diketahui bahwa ukuran kristal zeolit akan semakin besar jika
jumlah NaOH yang ditambahkan ke dalam reaktan semakin banyak [Lee, 2005].
Tetrabutilamonium bromida (TBAB) digunakan sebagai pengarah pertumbuhan struktur dan
pembentuk pori pada silicalite-1. Dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Masuda
et al digunakan tetrapropilamonium bromida sebagai kerangka cetak (template). Perbedaan
kerangka cetak yang digunakan pada sintesis silicalite-1 ini mempengaruhi ukuran kristal
dan ukuran partikel silicalite-1 yang terbentuk. Tetrabutilamonium bromida memiliki ukuran
yang lebih panjang daripada tetrapropilamonium bromida. Dengan ukuran kerangka cetak
yang semakin panjang maka ukuran partikel zeolit yang terbentuk menjadi semakin kecil dan
ukuran pori menjadi semakin besar [Aubert, 2002]. Ukuran partikel zeolit dapat diperbesar
dengan cara menambah waktu reaksi [Lee, 2005]. NaCl digunakan untuk menambah jumlah
ion Na+. Ion Na+ ini mempengaruhi alkalinitas larutan. Alkalinitas merupakan hal yang
penting dalam proses sintesis zeolit karena alkalinitas berpengaruh pada proses pembentukan
dan pertumbuhan inti kristal zeolit [Li, 2007]. Ion Na+ juga bertindak sebagai pengarah
pertumbuhan struktur zeolit jika tidak ada ion TBA+. Air berfungsi sebagai pelarut. Selain
itu, dalam reaksi hidrotermal air juga berfungsi sebagai media penghantar tekanan.
Ketiga larutan reaktan yang dibuat dalam proses sintesis silicalite-1 dicampur dan diaduk
dengan menggunakan pengaduk magnetik selama 48 jam. Hal ini dilakukan agar proses
pengadukan menghasilkan campuran yang homogen. Larutan reaktan yang digunakan untuk
sintesis zeolit harus berupa larutan yang homogen, satu fasa dan amorf. Dalam sintesis
zeolit, sifat reaktan ini dapat mendukung proses pembentukan kristal pada temperatur yang
relatif lebih rendah. Dalam sintesis jenis zeolit yang lain, dapat digunakan temperatur sampai
ribuan derajat.
Selama proses pengadukan, ketiga larutan reaktan mengalami proses pengendapan bersama
(ko-presipitasi) sehingga menghasilkan suatu campuran yang sedikit lebih kental (seperti
gel) daripada larutan sebelum pencampuran. Gel ini terbentuk sebagai akibat dari proses ko-
polimerisasi ion silikat. Pada tingkat kejenuhan gel yang tinggi, pertumbuhan inti kristal
terjadi lebih banyak. Dengan menggunakan metode pengendapan bersama, derajat
kehomogenan larutan menjadi semakin tinggi dan laju reaksi menjadi semakin cepat. Dalam
proses sintesis silicalite-1, diketahui bahwa gel tidak terbentuk jika pengadukan dilakukan
kurang dari 48 jam. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengendapan bersama belum
sempurna. Jika campuran yang belum membentuk gel ini direaksikan dalam bom
hidrotermal maka silicalite-1 pun tidak terbentuk.
26
Setelah proses pengadukan, gel direaksikan di dalam bom hidrotermal. Reaksi dilakukan
pada suhu 200 oC selama 72 jam. Reaksi yang terjadi adalah:
Na2SiO3 (aq) + NaOH (aq)
↓ T kamar
(Naa(SiO2)c NaOH H2O (dalam bentuk gel)
↓ 200 oC
Nax(SiO2)y m H2O (kristal zeolit)
Metode sintesis hidrotermal menggunakan bom autoclave yang terbuat dari baja. Dalam
metode ini, reaksi sintesis dilakukan dengan menggunakan air sebagai pelarut. Air digunakan
pada tekanan dan temperatur di atas titik didih normalnya. Pada tekanan ini, reaktan larut
sebagian di dalam air sehingga reaksi dapat terjadi. Air digunakan sebagai media penghantar
tekanan. Jika reaksi dilakukan tanpa air maka metode sintesis hidrotermal ini hanya dapat
dilakukan pada temperatur tinggi [West, 1984].
Zeolit hasil sintesis diharapkan berupa silicalite-1. Untuk mengetahui jenis zeolit hasil
sintesis, dilakukan karakterisasi dengan menggunakan teknik difraksi sinar-X. Kemudian,
puncak-puncak pada difraktogram zeolit hasil sintesis dibandingkan dengan puncak-puncak
pada difraktogram silicalite-1 yang dihasilkan pada penelitian Kessler [Guth, 1986].
Difraktogram zeolit hasil sintesis dan silicalite-1 tersebut ditunjukkan pada Lampiran A.2.
Dengan membandingkan difraktogram keduanya, secara kualitatif dapat dilihat bahwa
puncak-puncak pada difraktogram zeolit hasil sintesis muncul pada daerah 2θ yang mirip
dengan puncak-puncak pada difraktogram silicalite-1 hasil sintesis Kessler.
Hasil interpretasi dari difraktogram silicalite-1 hasil sintesis ditunjukkan pada Lampiran B.2.
Dari hasil interpretasi, dapat diketahui bahwa zeolit hasil sintesis terdiri dari silicalite-1 dan
kuarsa. Puncak-puncak yang berwarna merah menunjukkan puncak silicalite-1. Sementara
itu, puncak-puncak yang berwarna biru menunjukkan puncak kuarsa. Komposisi silicalite-1
dalam zeolit hasil sintesis adalah 78,0 % berat, sedangkan kuarsa adalah 22,0 % berat.
4.3 Pembuatan membran komposit
Pembuatan membran komposit silicalite-1 terdiri dari tiga tahapan, yaitu pembuatan material
pendukung membran bentonit, pelapisan zeolit jenis silicalite-1 pada permukaan material
pendukung membran kemudian dikeringkan dan di-sinter di dalam tungku pembakar.
27
4.3.1 Pembuatan material pendukung membran bentonit
Pada awal proses pembuatan material pendukung membran dilakukan penentuan komposisi
yang tepat antara bentonit dan pelarut air. Penentuan komposisi ini bertujuan untuk
mendapatkan material pendukung membran yang kuat (tidak mengalami keretakan) dan
tidak bergelombang. Material pendukung membran bentonit dibuat dengan empat
perbandingan komposisi bentonit dan air, yaitu 10:8, 10:7, 10:6 dan 10:5. Dari keempat
komposisi ini, ditemukan bahwa jika perbandingan bentonit dan air semakin besar maka
material pendukung membran akan semakin kuat. Sebaliknya, jika perbandingan bentonit
dan air semakin kecil maka material pendukung membran akan semakin rapuh.
Dalam proses pemanasan material pendukung membran bentonit diperlukan suatu perlakuan
panas. Walaupun bentonit termasuk material keramik yang tahan pada suhu tinggi namun
bentonit dalam keadaan basah sangat peka terhadap perubahan suhu. Proses pemanasan dan
sintering harus dilakukan dengan laju pemanasan tertentu. Laju pemanasan terhadap material
pendukung membran bentonit baik dalam proses pemanasan dengan oven maupun sintering
dengan tungku pembakar ditunjukkan pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.
Gambar 4.3 Perlakuan panas terhadap material pendukung membran bentonit dengan menggunakan oven
36 3650
110 110
200200
250
0
50
100
150
200
250
300
0 20 40 60
Tem
pera
tur (
o C)
waktu (jam)
5oC/menit
36oC selama 15 jam
5oC/menit
5oC/menit
110oC selama 24 jam
5oC/menit
1oC/menit
250oC selama 12 jam
2o/menit
5 oC/menit
36 oC/menit
5 oC/menit
5 oC/menit
110 oC selama 24 jam
5 oC/menit
1 oC/menit
250 oC selama 12 jam
2 oC/menit
28
Gambar 4.4 Perlakuan panas terhadap material pendukung membran bentonit dengan menggunakan tungku pembakar
Proses pemanasan tahap pertama dilakukan di dalam oven pada suhu 36 oC sampai dengan
250 oC. Pemanasan pada suhu 36 oC sampai dengan 110 oC berfungsi untuk menguapkan
pelarut air yang terdapat di dalam material pendukung membran bentonit. Pemanasan pada
suhu 110 oC sampai dengan 250 oC berfungsi untuk menguapkan kristal air yang terjebak di
antara kisi-kisi kristal material pendukung membran bentonit. Proses pemanasan tahap kedua
dilakukan di dalam tungku pembakar dengan suhu yang lebih tinggi. Pemanasan pada suhu
25 oC sampai dengan 110 oC digunakan untuk menguapkan pelarut air. Sintering pada suhu
250 oC sampai dengan 400 oC dilakukan untuk menguapkan kristal air yang terjebak di
dalam kisi-kisi kristal material pendukung membran bentonit. Sintering pada suhu 400 oC
sampai dengan 900 oC berfungsi untuk membentuk pori-pori pada material pendukung
membran bentonit [Muller, 1992].
Selama proses pengeringan dan sintering, luas permukaan material pendukung membran
bentonit mengalami penyusutan. Sebelum pemanasan di dalam oven, material pendukung
membran bentonit yang dibuat memiliki diameter 3,20 cm dan ketebalan 2,0 mm. Setelah
proses pemanasan di dalam oven, diameter material pendukung membran bentonit menyusut
sebanyak 0,50 cm. Setelah proses sintering, diameter material pendukung membran bentonit
menyusut sebanyak 0,20 cm. Diameter material pendukung membran bentonit setelah proses
pemanasan dan sintering adalah 2,50 cm sedangkan ketebalannya tidak berubah.
Selama proses sintering, terjadi penyusutan akibat terbentuknya ikatan antarpartikel.
Pembentukan ikatan antarpartikel ini terjadi akibat adanya aliran massa melalui mekanisme
difusi pada wujud padatan (solid state diffusion). Ada dua faktor yang mempengaruhi aliran
0
100
250250
502502
702702
802900 900
00
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
‐400 100 600 1100
Tem
pera
tur (
o C)
waktu (menit)
20oC/menit
7oC/menit
4oC/menit
2oC/menit
900oC selama 6 jam
2oC/menit
2 oC/menit
7 oC/menit
4 oC/menit
2 oC/menit
900 oC selama 6 jam
2 oC/menit
massa, yait
diberikan t
dapat terjad
untuk lepas
Ketika ad
mendorong
dan memb
permukaan
antarpartik
energi per u
massa yang
yang beruk
Gambar 4
Difraktogra
pada Lamp
membran b
puncak pad
pendukung
membran b
bentonit. In
material pe
dengan sin
4.3.2 Pe
Tahap sela
jenis silica
digunakan
saringan b
tu mobilitas p
terhadap mat
di bila energ
s dari kisi aw
da peningka
g terjadinya a
entuk pori y
n bebas, alir
el menyebab
unit volum m
g lebih besar
kuran kecil m
.5 Pengaruh
am serbuk b
piran A.4 m
bentonit dap
da difraktogr
g membran b
bentonit jug
ntensitas yan
endukung m
tering maka
elapisan sili
anjutnya dala
alite-1 di atas
amilum seba
erukuran 18
partikel dan
terial sehing
gi atom sama
walnya menuj
atan tempera
aliran massa
yang beruku
ran sepanjan
bkan ukuran
menjadi lebih
r untuk mem
memiliki luas
perlakuan pa
bentonit dan
memiliki bany
pat dilihat te
ram serbuk b
bentonit. Int
a lebih tingg
ng lebih ting
membran ben
pengotor-pe
icalite-1
am pembuata
s material pe
agai pengika
80 mesh. Uk
tegangan [G
gga terjadi pe
a dengan atau
uju kisi yang
atur, atom-a
a. Akibat alir
uran kecil. A
ng batas bu
partikel men
h kecil. Partik
mbentuk ikata
s permukaan
anas pada str
material pen
yak perbedaa
erjadinya per
bentonit yang
tensitas pun
gi daripada
ggi dan perg
ntonit bersif
engotor dalam
an membran
endukung m
at. Sebelum d
kuran partike
German, 1996
ergerakan at
u lebih besar
baru.
atom berger
ran massa in
Aliran massa
utir atau ali
njadi lebih be
kel yang beru
an antarpartk
yang lebih b
ruktur mater
ndukung mem
an. Dalam d
rgeseran pun
g tidak ditem
ncak pada d
intensitas pu
geseran punc
fat lebih sta
m serbuk ben
n komposit si
membran bent
ditambah am
el yang keci
6]. Selama pr
tom-atom. Pe
daripada en
rak lebih c
i partikel me
a ini terdiri d
iran melalui
esar sehingga
ukuran kecil
kel. Hal ini t
besar [Germa
ial
mbran bento
difraktogram
ncak. Selain
mukan pada d
difraktogram
uncak pada
cak ini menu
abil akibat s
ntonit menjad
ilicalite-1 ad
tonit. Dalam
milum, silical
il menyebab
roses sinterin
ergerakan at
nergi yang dib
cepat dan
enjadi saling
dari aliran s
i kisi krista
a luas permu
l membutuhk
erjadi karena
an, 1996].
onit yang ditu
m material pe
itu, banyak
difraktogram
material pe
difraktogram
unjukkan SiO
sintering. Se
di terdekomp
dalah pelapis
m proses pela
lite-1 disarin
bkan luas pe
29
ng, panas
tom-atom
butuhkan
tegangan
g menarik
sepanjang
al. Ikatan
ukaan dan
kan aliran
a partikel
unjukkan
endukung
k puncak-
m material
endukung
m serbuk
O2 dalam
elain itu,
posisi.
san zeolit
apisan ini
ng dengan
ermukaan
30
menjadi besar sehingga daya absorpsi menjadi besar. Amilum mengandung sejumlah gugus
hidroksi dalam strukturnya. Gugus hidroksi ini membentuk ikatan hidrogen dengan atom-
atom oksigen dari silikat dan aluminat dalam silicalite-1 dan material pendukung membran
bentonit. Dengan sintering, terjadi aliran massa sehingga terjadi ikatan antarpartikel antara
partikel silicalite-1 dengan material pendukung membran bentonit. Difusi padatan oleh aliran
massa ini menyebabkan silicalite-1 dapat terikat di atas material pendukung membran
bentonit.
4.3.3 Sintering dalam tungku pembakar
Tahap terakhir dalam pembuatan membran komposit silicalite-1 adalah sintering dalam
tungku pembakar. Sintering dilakukan pada suhu 400 oC selama 10 jam. Sintering ini
berfungsi untuk menghilangkan kerangka cetak TBAB. Gambar pada Lampiran A.4
menunjukkan difraktogram membran komposit silicalite-1 yang telah dipakai untuk proses
filtrasi. Intensitas SiO2 yang semakin tinggi menunjukkan SiO2 dalam membran komposit
silicalite-1 bersifat lebih stabil akibat sintering.
4.4 Kinerja membran
Pertama-tama, dilakukan pengukuran fluks air terhadap 3 material pendukung membran
bentonit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui homogenitas material pendukung membran
bentonit. Pengukuran fluks dilakukan pada tiga laju alir, yaitu 157,6, 218,4, dan 283,4 L/jam.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat filtrasi dengan aliran tangensial. Filtrasi
dengan menggunakan sistem ini dilakukan untuk mencegah terjadinya gejala polarisasi
konsentrasi dan penyumbatan pori membran yang biasanya terjadi pada filtrasi dengan
sistem filtrasi aliran laminar (dead-end filtration) [Sibarani, 1994]. Teknik pemisahan
dengan sel filtrasi aliran laminar (dead-end filtration) memberikan aliran larutan umpan yang
tegak lurus terhadap membran sehingga memungkinkan bagi partikel-partikel yang
dilewatkan terakumulasi di atas permukaan membran [Sibarani, 1994]. Hal ini menyebabkan
adanya perbedaan konsentrasi di atas permukaan membran dengan konsentrasi larutan dalam
fasa ruah. Akibatnya, terjadi perubahan pada karakter membran, yaitu fluks permeat menjadi
turun dengan pertambahan waktu. Efek polarisasi konsentrasi tidak dapat dihilangkan namun
dapat dikurangi dengan cara memberikan laju alir umpan yang besar dan bersifat turbulen di
atas permukaan membran [Sibarani, 1994].
Sel filtrasi aliran tangensial merupakan alternatif yang digunakan untuk mengurangi gejala
polarisasi konsentrasi dan penyumbatan pori pada membran. Sel filtrasi ini mempunyai arah
31
aliran umpan yang sejajar dengan permukaan membran sehingga dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya pengendapan oleh partikel-partikel yang dilewatkan di atas
permukaan membran. Aliran tangensial mempunyai laju alir umpan yang besar sehingga
fluks permeat juga besar [Sibarani, 1994].
Gambar 4.6 Pengaruh laju alir terhadap fluks air material pendukung membran bentonit 1, 2 dan 3
Data pengukuran fluks air ketiga material pendukung membran bentonit dapat dilihat pada
Lampiran E.1. Grafik aluran fluks air terhadap laju alir memperlihatkan bahwa fluks air
semakin bertambah dengan semakin besarnya laju alir. Hal ini terjadi karena laju alir yang
besar memberikan gaya dorong yang besar sehingga fluks air juga bertambah. Perbedaan
fluks air terhadap laju alir untuk ketiga material pendukung membran bentonit tidaklah
bermakna sehingga pembuatan material pendukung membran bentonit bersifat reproducible.
Gambar 4.7 Pengaruh laju alir terhadap fluks air membran silicalite-1 1 dan membran silicalite-1 2
R² = 0,979
R² = 0,941
R² = 0,9810
10
20
30
40
50
60
70
80
0 100 200 300
Fluk
s (L/m
2jam)
Laju alir (L/jam)
material pendukung membran bentonit 1
material pendukung membran bentonit 2
material pendukung membran bentonit 3
R² = 0,999
R² = 0,960
8,20
8,40
8,60
8,80
9,00
9,20
9,40
0 100 200 300
Fluk
s (L/m
2jam)
Laju alir (L/jam)
membran komposit silicalite‐1 1
membran komposit silicalite‐1 2
membran komposit silicalite-11 membran komposit silicalite-1 2
32
Data pengukuran fluks air membran komposit silicalite-1 ditunjukkan pada lampiran E.2.
Pengukuran fluks air dilakukan terhadap dua membran komposit silicalite-1. Gambar 4.7
menunjukkan pengaruh laju alir terhadap fluks air pada membran komposit silicalite-1.
Grafik aluran fluks air membran komposit silicalite-1 sebagai fungsi laju alir
memperlihatkan bahwa fluks air semakin bertambah dengan semakin besarnya laju alir.
Seperti dalam kasus material pendukung membran bentonit, untuk membran komposit
silicalite-1 juga berlaku prinsip bahwa laju alir yang semakin besar menyebabkan gaya
dorong juga semakin besar sehingga fluks air bertambah. Perbedaan fluks air terhadap laju
alir untuk kedua membran komposit silicalite-1 tidak bermakna sehingga pembuatan
membran komposit silicalite-1 juga bersifat reproducible.
Fluks air material pendukung membran bentonit dan membran komposit silicalite-1 berbeda
secara bermakna. Fluks air pada material pendukung membran bentonit jauh lebih besar
daripada fluks air pada membran komposit silicalite-1. Hal ini menunjukkan bahwa material
pendukung membran bentonit memiliki ukuran pori yang lebih besar daripada membran
komposit silicalite-1. Hal ini didukung dengan hasil foto SEM pada Gambar 4.13 dan
Gambar 4.14 yang memperlihatkan bahwa material pendukung bentonit memiliki struktur
yang rapat namun memiliki rongga yang berukuran makro. Sementara itu, lapisan silicalite-1
di bagian atas material pendukung membran bentonit memiliki rongga yang berukuran
mikro.
Gambar 4.8 Perbandingan antara fluks air material pendukung membran bentonit dan membran silicalite-1
Selanjutnya, dilakukan pengujian permselektivitas untuk mempelajari % rejeksi terhadap ion
Cu2+. Pengukuran % rejeksi terhadap ion Cu2+ dilakukan dengan material pendukung
R² = 0,981
R² = 0,993
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 50 100 150 200 250 300
Fluk
s air (L/m
2jam)
Laju alir (L/jam)
material pendukung membran bentonit
membran silicalite‐1membran silicalite-1
33
membran bentonit dan membran komposit silicalite-1. Data hasil pengukuran konsentrasi ion
Cu2+ dalam larutan umpan dan larutan permeat sebagai fungsi waktu ditunjukkan pada
Lampiran G.1 dan Lampiran G.2.
Gambar 4.9 Pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu2+ pada material pendukung membran bentonit
Hasil pengukuran pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa dengan menggunakan material
pendukung membran bentonit konsentrasi umpan menurun secara drastis selama perubahan
waktu percobaan. Material pendukung membran bentonit dapat mengabsorpsi logam berat
melalui dua mekanisme yang berbeda, yaitu melalui pertukaran kation dan melalui
pembentukan kompleks dengan gugus Si-O- dan Al-O- [Stylianou, 2007]. Oleh karena itu,
terjadi penurunan konsentrasi ion Cu2+ dalam larutan umpan. Karena ion Cu2+ lebih banyak
terjebak di dalam material pendukung membran bentonit maka konsentrasi ion Cu2+ dalam
larutan permeat juga ikut mengalami penurunan. Penurunan konsentrasi ion Cu2+ dalam
larutan umpan secara drastis disebabkan karena material pendukung membran bentonit
memiliki pori berukuran mikro dan makro yang lebih besar ukurannya dibandingkan ukuran
partikel ion Cu2+. Hal ini menyebabkan ion Cu2+ dapat dengan mudah masuk ke pori dalam
material pendukung membran bentonit namun kemudian terjebak di dalamnya. Selain itu,
absorpsi ion Cu2+ ditunjukkan dengan konsentrasi ion Cu2+ dalam larutan permeat ditambah
dengan konsentrasi ion Cu2+ larutan umpan lebih kecil daripada konsentrasi ion Cu2+ awal.
R² = 0,999
R² = 0,937
0
20
40
60
80
100
0 100 200
[Cu2
+] (pp
m)
waktu (menit)
larutan umpan
larutan permeat
34
Gambar 4.10 Pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu2+ pada membran komposit silicalite-1
Gambar 4.10 menunjukkan perubahan konsentrasi ion Cu2+ baik dalam larutan umpan
maupun dalam larutan permeat dalam proses filtrasi dengan menggunakan membran
komposit silicalite-1. Dengan menggunakan membran komposit silicalite-1 juga terjadi
penurunan konsentrasi umpan. Namun, penurunan konsentrasi larutan umpan ini tidak terlalu
drastis. Hal ini terjadi karena pori pada material pendukung membran bentonit berukuran
mikro dan makro sedangkan pada membran komposit silicalite-1 pori bentonit yang
berukuran mikro dan makro ini dilapisi dengan silicalite-1 pada bagian atanya sehingga
ukuran pori menjadi lebih kecil. Pori yang berukuran lebih kecil ini menyebabkan larutan
umpan lebih tertahan.
Pada silicalite-1, perbandingan Si/Al memiliki nilai yang sangat besar. Dengan
meningkatnya perbandingan Si/Al maka jumlah kation yang dimiliki oleh zeolit semakin
sedikit. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan muatan antara aluminat dan silikat di dalam
zeolit menjadi minimal sehingga jumlah rongga yang terbentuk menjadi sedikit. Oleh karena
itu, silicalite-1 tidak besifat sebagai penukar kation [Khrisna, 2001]. Mekanisme pemisahan
ion Cu2+ kemungkinan didukung oleh sifat silicalite-1 sebagai saringan molekul, tidak
berkaitan dengan sifat zeolit pada umumnya sebagai penukar kation. Jadi, penurunan
konsentrasi dalam larutan umpan terjadi akibat ion Cu2+ banyak terjebak di dalam pori
membran komposit silicalite-1.
Ion Cu2+ dapat berpermeasi ke dalam membran komposit silicalite-1 melalui dua
mekanisme, yaitu difusi permukaan dan transpor melalui rongga kisi kristal di dalam
membran komposit silicalite-1. Setelah masuk ke dalam membran komposit silicalite-1, ion
Cu2+ dan air diam di tengah saluran mikro dan permeasi ion melalui difusi permukaan dapat
diabaikan [Li, 2007].
R² = 0,998
R² = 0,936
0
20
40
60
80
100
0 100 200
[Cu2
+] (pp
m)
waktu (menit)
larutan umpan
larutan permeat
35
Di dalam pori berukuran mikro terdapat gaya antarmolekul. Transpor air di dalam pori
berukuran mikro sangat bergantung pada keterbasahan permukaan (surface wettability) dan
kekasaran dinding pori. Keterbasahan permukaan bergantung pada kandungan alumunium di
dalam struktur zeolit. Dengan adanya ion alumunium yang bergabung di dalam struktur
zeolit, gugus hidroksil lebih banyak terbentuk pada permukaan membran sehingga potensi
untuk mengabsorpsi molekul air menjadi lebih besar. Perbandingan Si/Al yang kecil juga
dapat menghasilkan muatan permukaan dengan densitas yang besar sehingga banyak kation
yang masuk untuk menyeimbangkan muatan ini. Kation-kation yang mengisi pori zeolit
dapat berkoordinasi dengan molekul air dan meningkatkan afinitas air pada permukaan
membran zeolit [Li, 2007]. Karena di dalam silicalite-1 tidak terdapat ion alumunium maka
permukaan bersifat hidrofob sehingga air sulit untuk masuk. Dengan demikian, fluks air
maupun fluks larutan Cu2+ dalam membran komposit silicalite-1 menjadi lebih kecil.
Gambar 4.11 Pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu2+ pada (a) material pendukung membran bentonit dan (b) membran silicalite-1
Gambar 4.11 menunjukkan pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu2+ pada material
pendukung membran bentonit dan membran komposit silicalite-1. Pada grafik ditunjukkan
bahwa % rejeksi ion Cu2+ dengan menggunakan material pendukung membran bentonit terus
mengalami penurunan sedangkan % rejeksi ion Cu2+ dengan menggunakan membran
komposit silicalite-1 terus mengalami peningkatan. Ini disebabkan oleh adanya lapisan
silicalite-1 yang ada di atas material pendukung bentonit yang ikut membantu proses
pemisahan. Lapisan silicalite-1 menyebabkan struktur membran menjadi lebih kompak
sehingga ion Cu2+ lebih tertolak.
Gambar 4.12 menunjukkan penampang melintang dari membran komposit silicalite-1. Batas
di antara material pendukung membran bentonit dengan lapisan silicalite-1 terlihat dengan
jelas. Bagian di sebelah kiri menunjukkan bagian permukaan silicalite-1 sedangkan bagian di
sebelah kanan menunjukkan material pendukung membran bentonit.
R² = 1
0102030405060
0 50 100 150 200
% re
jeks
i ion
Cu2+
waktu (menit)
R² = 0,985
0
20
40
60
80
0 50 100 150 200
% re
jeks
i ion
Cu2+
waktu (menit)a) b)
36
Gambar 4.12 Penampang melintang membran komposit silicalite-1
Gambar 4.13 menunjukkan penampang muka lapisan silicalite-1 yang berada di bagian atas
material pendukung bentonit. Lapisan silicalite-1 memiliki rongga berukuran mikro. Adanya
rongga berukuran mikro dan sifat hidrofobik dari silicalite-1 menyebabkan fluks air maupun
fluks garam pada membran komposit silicalite-1 menjadi lebih kecil daripada material
pendukung membran bentonit. Namun, fluks yang kecil menyebabkan selektivitas membran
menjadi lebih baik daripada material pendukung membran bentonit. Oleh karena itu, nilai %
rejeksi dengan membran komposit silicalite-1 terus mengalami peningkatan.
Gambar 4.13 Penampang muka silicalite-1
Gambar 4.14 menunjukkan penampang muka dari material pendukung membran bentonit.
Material pendukung membran bentonit memiliki struktur yang rapat namun memiliki banyak
rongga yang berukuran baik mikro maupun makro. Rongga berukuran makro disebabkan
oleh teknik pencetakan yang dilakukan tanpa pemberian tekanan. Rongga berukuran makro
menyebabkan pada pengukuran baik fluks air maupun fluks garam pada material pendukung
membran bentonit menunjukkan nilai yang lebih besar daripada membran komposit
silicalite-1.
37
Gambar 4.14 Penampang muka material pendukung membran bentonit a) perbesaran 500x dan b) perbesaran 2000x
Dari hasil karakterisasi EDX yang ditunjukkan pada Lampiran H dapat diketahui bahwa
lapisan silicalite-1 lebih banyak mengandung ion Cu2+ (0,24%) daripada material pendukung
membran bentonit (0,19%). Ini menunjukkan bahwa ketika dilakukan proses filtrasi, ion
Cu2+ banyak terjebak di dalam rongga berukuran mikro pada silicalite-1 sehingga pada saat
mulai memasuki daerah material pendukung membran bentonit, jumlah ion Cu2+ telah
banyak berkurang. Dengan adanya kandungan ion Cu2+ dalam material pendukung membran
bentonit maka dapat diketahui bahwa dalam material pendukung membran bentonit juga
terjadi absorpsi ion Cu2+. Walaupun di dalam material pendukung membran bentonit terdapat
rongga berukuran makro namun material pendukung membran bentonit memiliki struktur
yang rapat dan memiliki banyak rongga berukuran mikro. Dengan banyaknya rongga ini,
dapat terjadi absorpsi melalui aktivitas pertukaran kation dan pembentukan kompleks dengan
jaringan Si-O- maupun Al-O-.
a) b)