4 hasil dan pembahasan 4.1. kertas tanpa aditif 4.1.1...

17
24 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1. Pembuatan kertas Metode pembuatan kertas dilakukan berdasarkan hasil optimasi dari penelitian sebelumnya (Wisastra, 2007) dengan modifikasi tanpa melakukan tahap penghilangan lemak. Secara keseluruhan, metode pembuatan kertas pada penelitian ini bersifat aman terhadap keselamatan kerja dan ramah lingkungan. Metode ini juga relatif murah dan mudah untuk diterapkan di masyarakat. Tahap penghilangan air melalui penjemuran di bawah sinar matahari dipilih karena memberikan hasil pengeringan lebih merata dibandingkan dengan hasil pengeringan menggunakan oven (Wisastra, 2007). Proses ini menghilangkan air dalam albedo markisa konyal dengan reduksi rata-rata 80,44% terhadap massa albedo awal (data lengkap pada Lampiran A). Pada penelitian ini proses pembuatan kertas dimodifikasi dengan tidak melakukan tahap penghilangan lemak. Albedo markisa konyal yang sudah dihilangkan air rata-rata mengandung lemak sebesar 0,911% dan dapat dihilangkan dengan ekstraksi menggunakan campuran pelarut toluen dan etanol 2:1 sebanyak 300 mL selama 9 jam untuk satu kali proses pembuatan kertas (Wisastra, 2007). Maka, modifikasi ini dapat meminimalkan penggunaan reagen dan merupakan efisiensi kerja. Secara kasat mata, kertas yang dihasilkan tanpa tahap penghilangan lemak berwarna sama dengan kertas yang dihasilkan melalui tahap penghilangan lemak. Namun, kertas yang dihasilkan tanpa tahap penghilangan lemak relatif lebih elastis dan lebih tahan air dibandingkan kertas yang dihasilkan melalui tahap penghilangan lemak. Struktur molekular lemak merujuk pada analisis bahwa karena lemak mengandung banyak rantai hidrokarbon tidak jenuh yang strukturnya relatif linear sehingga bersifat fleksibel dan berkontribusi pada elastisitas. Rantai hidrokarbon juga bersifat hidrofob berkontribusi pada sifat ketahanan lebih tinggi terhadap air dibandingkan kertas yang dihasilkan melalui tahap penghilangan lemak.

Upload: vuliem

Post on 29-Jul-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

24

4 Hasil dan Pembahasan

4.1. Kertas Tanpa Aditif

4.1.1. Pembuatan kertas

Metode pembuatan kertas dilakukan berdasarkan hasil optimasi dari penelitian sebelumnya

(Wisastra, 2007) dengan modifikasi tanpa melakukan tahap penghilangan lemak. Secara

keseluruhan, metode pembuatan kertas pada penelitian ini bersifat aman terhadap

keselamatan kerja dan ramah lingkungan. Metode ini juga relatif murah dan mudah untuk

diterapkan di masyarakat.

Tahap penghilangan air melalui penjemuran di bawah sinar matahari dipilih karena

memberikan hasil pengeringan lebih merata dibandingkan dengan hasil pengeringan

menggunakan oven (Wisastra, 2007). Proses ini menghilangkan air dalam albedo markisa

konyal dengan reduksi rata-rata 80,44% terhadap massa albedo awal (data lengkap pada

Lampiran A).

Pada penelitian ini proses pembuatan kertas dimodifikasi dengan tidak melakukan tahap

penghilangan lemak. Albedo markisa konyal yang sudah dihilangkan air rata-rata

mengandung lemak sebesar 0,911% dan dapat dihilangkan dengan ekstraksi menggunakan

campuran pelarut toluen dan etanol 2:1 sebanyak 300 mL selama 9 jam untuk satu kali

proses pembuatan kertas (Wisastra, 2007). Maka, modifikasi ini dapat meminimalkan

penggunaan reagen dan merupakan efisiensi kerja.

Secara kasat mata, kertas yang dihasilkan tanpa tahap penghilangan lemak berwarna sama

dengan kertas yang dihasilkan melalui tahap penghilangan lemak. Namun, kertas yang

dihasilkan tanpa tahap penghilangan lemak relatif lebih elastis dan lebih tahan air

dibandingkan kertas yang dihasilkan melalui tahap penghilangan lemak. Struktur molekular

lemak merujuk pada analisis bahwa karena lemak mengandung banyak rantai hidrokarbon

tidak jenuh yang strukturnya relatif linear sehingga bersifat fleksibel dan berkontribusi pada

elastisitas. Rantai hidrokarbon juga bersifat hidrofob berkontribusi pada sifat ketahanan lebih

tinggi terhadap air dibandingkan kertas yang dihasilkan melalui tahap penghilangan lemak.

Page 2: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

25

Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan senyawa lain dalam albedo

markisa konyal, terutama lignin. Keberadaan lignin menyebabkan warna coklat pada kertas

dan mengurangi elastisitas kertas sehingga harus dihilangkan. Lignin merupakan matriks

berupa polimer yang mengelilingi kerangka serat selulosa dan menyebabkan dinding sel

tumbuhan bersifat kuat dan kaku (Lehninger, 1982).

Selama proses pulping, pelarut menjadi semakin berwarna gelap karena semakin banyak

lignin yang terhidrolisis dan terlarut, lihat Gambar 4-1 A. Proses pulping dilakukan dengan

pemanasan selama 3,5 jam yang merupakan waktu optimum untuk menghidrolisis lignin

secara sempurna. Pemanasan tidak dilakukan dengan waktu lebih lama untuk menghindari

terjadinya degradasi selulosa menjadi rantai polisakarida lebih pendek yang bersifat rapuh.

Pada akhir proses pulping diperoleh pelarut berwarna coklat pekat (black liquor) yang

warnanya tidak berubah lagi, lihat Gambar 4-1 B.

Gambar 4-1 Perubahan warna pelarut selama proses pulping Gambar A menunjukkan pelarut menjadi berwarna coklat setelah pulping selama 30 menit.

Gambar B menunjukkan pelarut berwarna coklat pekat (black liquor) setelah pulping selesai

Pulping menggunakan pelarut asam asetat dan asam klorida (HCl) yang merupakan katalis

sebagai asam kuat yang mengontrol reaksi hidrolisis lignin. Reaksi ini merupakan pemutusan

ikatan kovalen antara lignin dan selulosa (Froass et.al., 1996). Berdasarkan usulan

mekanisme yang dibuat (Gambar 4-2), adanya ion hidrogen dari HCl memungkinkan

penyerangan dari elektron bebas pada oksigen sehingga ikatan glikosidiknya menjadi lemah

dan putus menghasilkan suatu molekul glukosa dan monomer lignin berupa alkohol.

Page 3: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

26

OOCH3

OMe

R

HORO

H2C

OH

H+

OMe

R

CH2

O

OOCH3

OMe

R

HORO

H2C

OH

CH2

O+

CH2

HO+OOCH3

HORO

CH2+

OH

H

Gambar 4-2 Usulan mekanisme reaksi pada proses pulping

Setelah disaring, padatan pulp kering rata-rata diperoleh 67,01% (b/b) terhadap massa albedo

sampel (data lengkap pada Lampiran A). Sebagian besar pulp dihasilkan berwarna coklat

(Gambar 4-3 A), menunjukkan masih terdapat lignin pada selulosa. Meskipun telah

terhidrolisis, monomer alkohol hasil hidrolisis lignin dapat membentuk ikatan hidrogen

dengan gugus hidroksi pada selulosa sehingga sulit dipisahkan dan menyebabkan pulp masih

berwarna coklat. Maka, dilakukan tahap bleaching untuk menghilangkan lignin sehingga

diperoleh selulosa murni dengan warna lebih cerah (Gambar 4-3 B).

Gambar 4-3 Pulp Gambar A menunjukkan pulp setelah pulping dan disaring.

Gambar B menunjukkan pulp setelah bleaching dan disaring.

Pada penelitian ini bleaching menggunakan hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat

mengoksidasi alkohol membentuk asam karboksilat. Selanjutnya, asam karboksilat dapat

mengalami reaksi esterifikasi dengan alkohol lignin yang tersisa. Terjadinya esterifikasi

Page 4: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

27

monomer lignin menyebabkan ikatan hidrogen antara selulosa dan lignin putus. Selain

larutan hidrogen peroksida, digunakan juga larutan NaOH sebagai katalis. Namun,

penggunaan basa harus dibatasi untuk menghindari peningkatan pH karena selulosa dapat

terdegradasi pada pH tinggi. Degradasi selulosa akan mengakibatkan serat menjadi rusak dan

berwarna coklat.

Perlu dicatat bahwa hidrogen peroksida merupakan bahan kimia yang cenderung bersifat

tidak stabil. Penyimpanan pada keadaan yang tidak tepat dan dalam waktu cukup lama

menyebabkan hidrogen peroksida sangat mudah terdekomposisi. Pengaruh penggunaan

hidrogen peroksida yang sudah terdekomposisi serta kondisi reaksi yang kurang sesuai,

seperti waktu pemanasan atau pengadukan yang kurang sempurna, menghasilkan kertas

masih berwarna kecoklatan (Gambar 4-4 A). Sebaliknya, penggunaan hidrogen peroksida

yang masih baik dan kondisi reaksi bleaching yang sempurna menghasilkan kertas yang

berwarna putih lebih cerah (Gambar 4-4 B).

Gambar 4-4 Hasil bleaching kertas tanpa aditif Gambar A menunjukkan kertas berwarna kecoklatan karena penggunaan H2O2 yang sudah

terdekomposisi dan proses bleaching yang kurang sempurna. Gambar B menunjukkan kertas berwarna putih karena penggunaan H2O2 yang masih baik dan proses bleaching yang sempurna.

Dengan menggunakan mesin kertas, proses pencetakan dilakukan dari suspensi pulp yang

terdiri atas 99% air (Catalyst, 2008). Namun, hal tersebut tidak memungkinkan untuk

dilakukan pada skala laboratorium karena proses pengeringan yang sulit. Suspensi dengan

konsentrasi pulp basah 5% (b/v) terhadap air memerlukan waktu pengeringan lebih dari dua

minggu. Suspensi dengan konsentrasi pulp basah 10% (b/v) terhadap air memerlukan waktu

pengeringan selama satu minggu. Sedangkan suspensi dengan konsentrasi pulp basah 15%

(b/v) terhadap air memerlukan waktu pengeringan selama satu hari pada kondisi cuaca hujan

atau mendung dan hanya memerlukan waktu pengeringan sekitar 12 jam pada kondisi cuaca

panas. Maka, proses pencetakan selanjutnya dilakukan dengan konsentrasi pulp basah 15%

(b/v) terhadap air.

Selain itu, proses pencetakan secara langsung di atas kaca menghasilkan kertas kering yang

sangat menempel pada permukaan kaca sehingga sulit dilepaskan. Proses pencetakan secara

langsung di atas mika juga memberikan hasil yang sama. Proses pencetakan dan pengeringan

Page 5: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

28

harus dilakukan di atas kaca atau mika yang dilapisi plastik tipis. Proses ini menghasilkan

lembaran kertas dengan ketebalan 0.04-0.07 mm.

4.1.2. Karakterisasi

Analisis foto permukaan secara mikroskopik dengan SEM memperlihatkan struktur kertas

secara mikroskopik. Dari struktur penampang melintangnya, kertas diketahui terdiri atas

banyak lapisan serat, seperti ditunjukkan pada Gambar 4-13 C. Semakin tebal kertas yang

dicetak, semakin banyak jumlah lapisan seratnya. Lapisan serat ini juga menentukan sifat

mekanik kertas. Semakin rapat dan kompak lapisan-lapisan serat, semakin baik kekuatan

kertas.

Karena proses pencetakan dan pengeringan dilakukan secara manual, kertas dihasilkan

dengan struktur kedua sisi permukaan yang berbeda. Sisi bawah kertas memiliki struktur

permukaan lebih halus (Gambar 4-5 A dan B). Sedangkan sisi atas kertas memiliki struktur

permukaan kurang halus (Gambar 4-6 A dan B). Hal ini disebabkan perbedaan perlakuan

pada proses pencetakan dan pengeringan kertas.

Gambar 4-5 Hasil SEM permukaan bawah kertas tanpa aditif

Gambar A menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali dan Gambar B dengan perbesaran 2000 kali. Kertas memiliki struktur permukaan bawah yang lebih halus.

Gambar 4-6 Hasil SEM permukaan atas kertas tanpa aditif Gambar A menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali dan Gambar B dengan perbesaran

2000 kali. Kertas memiliki struktur permukaan atas yang kurang halus.

Page 6: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

29

Sisi bawah kertas mengalami tekanan mekanik ketika roller dilewatkan pada proses

pencetakan kertas. Adanya permukaan datar berupa kaca atau mika selama proses

pengeringan juga menyebabkan susunan serat menjadi rapat dan teratur. Permukaan kertas

menjadi lebih halus. Sedangkan sisi atas kertas hanya dibentuk sekali dengan roller

kemudian dibiarkan di udara terbuka hingga kertas kering. Penguapan air melalui pori kertas

menyebabkan permukaan bagian atas menjadi tidak rapat dan membentuk jalinan serat yang

kurang teratur. Kemungkinan masuknya debu atau kotoran berukuran mikro dari udara juga

berkontribusi terhadap kehalusan permukaan kertas. Hasil ini sangat berbeda dengan kertas

komersial yang diproses menggunakan suatu mesin kertas. Kedua sisi permukaan kertas

komersial diperoleh sama halus karena sama-sama dicetak dengan dilewatkan pada

serangkaian roller dan dikeringkan secara gravitasi, pengisapan, dan pemberian tekanan

(Paperonline.org, 2007).

Karakterisasi uji tarik terhadap kertas dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelenturan

kertas. Hasil uji tarik ditunjukkan pada Tabel 4-1. Nilai stress menunjukkan kekuatan

mekanik kertas dengan membandingkan gaya yang dibutuhkan untuk merobek kertas

terhadap luas daerah putus pada kertas. Semakin tinggi nilai stress menunjukkan semakin

tinggi kekuatan mekaniknya. Kertas yang dihasilkan tanpa tahap penghilangan lemak

memiliki nilai stress 25,41 N/mm2. Sedangkan kertas yang diproses dengan penghilangan

lemak memiliki nilai stress 26.65 N/mm2 (Wisastra, 2007). Nilai stress kertas tanpa proses

penghilangan lemak dan kertas dengan proses penghilangan lemak berbeda tidak terlalu

signifikan dan lebih tinggi dibandingkan kertas tulis komersial (HVS) yang memiliki nilai

stress sebesar 21 N/mm2. Maka, secara umum kertas yang berasal dari albedo markisa

konyal dapat dinyatakan memiliki kekuatan mekanik lebih tinggi dibandingkan kertas tulis

komersial.

Tabel 4-1 Hasil uji tarik kertas tanpa aditif

jenis kertas stress (N/mm2)

strain (%)

modulus elastisitas (N/mm2)

HVS 21 1.26 1666.67 dengan penghilangan lemak 26.65 1.7 1567.76 tanpa penghilangan lemak 25.41 1.03 2466.74

Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata berdasarkan data dan perhitungan pada Lampiran B

Kelenturan kertas dinyatakan dengan modulus elastisitas yang merupakan perbandingan

stress dan strain. Namun, karena keterbatasan kemampuan alat, hasil uji tarik adalah nilai

pada saat putus sehingga modulus elastisitas yang diperoleh adalah modulus elastisitas pada

saat putus. Kertas tanpa penghilangan lemak memiliki nilai modulus elastisitas sangat tinggi,

Page 7: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

30

yaitu 2466.74 N/mm2, jauh lebih tinggi dibandingkan kertas dengan penghilangan lemak

maupun kertas tulis komersial.

Karena sudah berbentuk lembaran tipis, karakterisasi spektrum inframerah dilakukan secara

langsung terhadap kertas, tidak menggunakan pelet KBr. Namun, analisis tidak dapat

dilakukan dengan baik pada daerah panjang gelombang 3100-3500 cm-1 dan 1000-1200 cm-1

karena dihasilkan puncak-puncak serapan dengan transmitan di bawah 0%. Kemungkinan

terbesar hal ini karena kertas relatif lebih tebal dari pelet KBr sehingga tidak ada radiasi

inframerah yang diteruskan ke detektor. Pembuatan kertas yang lebih tipis tidak

memungkinkan karena kesulitan proses pencetakannya, yaitu sulit melepas lembaran kertas

dari permukaan kaca, serta kertas akan memiliki kekuatan mekanik yang rendah. Hasil

spektrum inframerah kertas (Lampiran C) menunjukkan puncak-puncak khas selulosa,

seperti dirangkum pada Tabel 4-2.

Tabel 4-2 Data spektrum inframerah kertas tanpa aditif

panjang gelombang (cm-1) gugus fungsi

~3400 -OH 2899 C-H 1246 C-O-C 1201 C-O-H

~1000 karbon siklik

4.2. Pembuatan Kertas dengan Penambahan Aditif dan Karakterisasinya

4.2.1 Kitin

Serbuk kitin yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil isolasi dari udang yang

tidak diketahui jenisnya sehingga tidak dapat ditentukan metode pelarutan yang tepat.

Kelarutan kitin juga dipengaruhi oleh derajat deasetilasinya. Derajat deasetilasi kitin dihitung

dengan membandingkan jumlah gugus –NH2 terhadap gugus –OH sebagai pembanding yang

diperoleh berdasarkan nilai absorbansi pada spektrum inframerah (Lampiran B) sehingga

dapat disimpulkan bahwa kitin ini memiliki derajat deasetilasi 55.13%.

Dengan metode penambahan jalur A, kitin ditambahkan langsung ke pulp siap cetak.

Suspensi tidak terbentuk homogen karena perbedaan kepolaran; kitin bersifat nonpolar

sedangkan pulp bersifat sedikit polar dan tidak dapat dimediasi oleh air yang bersifat polar.

Suspensi bahkan menjadi sangat lengket dan sulit dicetak, menghasilkan gumpalan pada

daerah-daerah tertentu dan hanya berupa lapisan tipis yang setelah proses pengeringan terjadi

Page 8: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

31

penguapan dan meninggalkan lubang. Kertas dihasilkan berlubang seperti ditunjukkan pada

Gambar 4-7.

Gambar 4-7 Kertas dengan aditif kitin 1% dengan metode penambahan jalur A

Dengan metode penambahan jalur B, kitin terlebih dahulu harus dilarutkan dalam pelarut

yang sesuai. Karena tidak diketahui asal kitin yang digunakan dalam percobaan ini, maka

kitin dicoba dilarutkan dalam larutan asam asetat, asam format, dan LiCl-DMAC. Pemilihan

pelarut ini didasarkan atas pelarut yang umum digunakan dalam melarutkan kitin. Namun,

meski memiliki derajat deasetilasi cukup tinggi untuk ukuran kitin, kelarutan kitin ini tetap

sangat terbatas. Kitin ini tidak larut dalam asam asetat, asam format, maupun dalam LICl-

DMAC seperti ditunjukkan pada Gambar 4-8. Selanjutnya, penambahan aditif kitin dengan

metode B tidak diproses hingga diperoleh kertas karena diperkirakan akan menunjukkan

hasil yang sama dengan hasil yang diperoleh melalui metode A.

Gambar 4-8 Kitin tidak larut di larutan LiCl - DMAC

Dengan metode penambahan jalur C, kitin diharapkan berinteraksi dan dapat membentuk

suspensi homogen bersama komponen pulp lain. Namun, pulp akhir diperoleh masih

mengandung serbuk-serbuk kitin yang tetap terlihat secara makroskopik. Permukaan kertas

yang dihasilkan memiliki tekstur kasar dan cenderung rapuh (Gambar 4-9).

Page 9: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

32

Gambar 4-9 Kertas dengan aditif kitin 1% dengan metode penambahan jalur C

Gambar A menunjukkan kertas secara keseluruhan. Gambar B menunjukkan permukaan kertas yang masih tampak serbuk-serbuk kitin tidak homogen.

Berdasarkan ketiga metode yang dilakukan, penambahan aditif kitin jalur C memberikan

hasil lebih baik dibandingkan dengan jalur A dan B. Namun, kertas yang dihasilkan dengan

metode penambahan jalur C ini tidak menunjukkan peningkatan sifat-sifat fisik

dibandingkan dengan kertas tanpa aditif. Berdasarkan penelitian lain, Nishiyama et.al.

menyarankan modifikasi kitin dengan reaksi alkilasi atau asetilasi untuk selanjutnya dibuat

dope dan didispersikan ke dalam suspensi pulp serta perlu penambahan sejumlah besar aditif

lain untuk meningkatkan kekuatan ikatan yang relatif lemah antara kitin dan selulosa,

misalnya penggunaan aditif urea sebagai agen pembentuk ikatan hidrogen (Nishiyama,

et.al., 1977).

4.2.2 Kitosan

Dengan metode penambahan jalur A, serbuk kitosan ditambahkan langsung ke pulp siap

cetak. Pulp dengan aditif kitosan tidak membentuk suspensi homogen. Kertas dihasilkan

masih mengandung butiran-butiran besar serbuk kitosan, seperti ditunjukkan pada Gambar

4-10 A. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan, semakin banyak serbuk

kitosan yang terdapat pada kertas. Selain tekstur permukaannya yang tidak halus, kertas juga

menjadi sangat rapuh.

Serbuk kitosan dicoba dilarutkan dalam asam asetat dan asam format tetapi tidak dicoba

dilarutkan di larutan LiCl-DMAC karena lebih mahal dan lebih sulit proses penyiapannya.

Serbuk kitosan dapat larut di asam asetat maupun asam format. Untuk penelitian ini dipilih

asam asetat karena lebih murah, tidak berbau menyengat, dan lebih aman dibandingkan asam

format. Pengadukan kitosan selama beberapa jam dalam larutan asam asetat 1%

menghasilkan dope yang larut sempurna dan sudah jenuh pada konsentrasi kitosan 2,5%

(b/v) terhadap volume total sehingga menjadi tidak homogen di atas konsentrasi tersebut.

Page 10: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

33

Penambahan dope kitosan pada pulp siap cetak menghasilkan suspensi cukup homogen.

Namun, setelah dicetak dan dikeringkan, kertas dihasilkan memiliki tekstur permukaan yang

relatif kasar karena masih mengandung serbuk kitosan, seperti ditunjukkan Gambar 4-10 B.

Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan, semakin banyak serbuk kitosan yang

terdapat pada kertas. Mekipun demikian, kitosan pada kertas ini berukuran lebih kecil

dibandingkan pada kertas dengan metode A.

Metode penambahan jalur C menghasilkan tekstur permukaan kertas paling baik. Pulp yang

ditambahkan dope kitosan dalam asam asetat membentuk suspensi homogen, baik pada

konsentrasi kitosan 1%, 2%, maupun 5% b/b terhadap massa albedo sampel. Secara

makroskopik, kertas yang dihasilkan juga tidak terlihat adanya serbuk kitosan, seperti

ditunjukkan pada Gambar 4-10 C. Permukaan kertas tetap memiliki tekstur halus meskipun

konsentrasi kitosan ditingkatkan. Tekstur permukaan kertas ini sama halus dengan kertas

yang diproses tanpa penambahan aditif.

Gambar 4-10 Kertas dengan aditif kitosan 1% dibandingkan kertas tanpa aditif

Gambar A menunjukkan permukaan kertas yang tidak halus dan rapuh dengan metode penambahan kitosan jalur A. Gambar B menunjukkan permukaan kertas lebih halus dengan metode penambahan kitosan jalur B. Gambar C menunjukkan permukaan kertas paling halus dan rapuh dengan metode

penambahan kitosan jalur C. Gambar D menunjukkan permukaan kertas tanpa aditif.

Terkait dengan metode B dan C tersebut, dapat dianalisis bahwa dalam larutan asam asetat

1%, kitosan yang mengandung gugus amino dan gugus hidroksi menjadi berperan sebagai

polikation. Sedangkan pulp hasil bleaching mengandung gugus hidroksil, gugus aldehid, dan

gugus asam karboksilat yang dapat mengalami self dissosiation sebagai contact ion pair

Page 11: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

34

sehingga pulp cenderung bersifat sebagai polianion. Karena muatan positif pada larutan

kitosan cukup kuat, kitosan teradsorpsi sangat cepat pada serat yang bermuatan negatif.

Adsorpsi ini diketahui merupakan interaksi elektrostatik, selain adanya beberapa

kemungkinan interaksi lain antara kitosan dan serat selulosa.

Karakterisasi

Hasil analisis SEM menunjukkan kitosan ditemukan cukup banyak pada salah satu

permukaan kertas, yaitu pada permukaan atas (Gambar 4-11 A dan B), tetapi tidak

ditemukan sama sekali pada permukaan bawah kertas (Gambar 4-12 A dan B). Hal ini dapat

dianalisis bahwa telah terjadi adsorpsi ke permukaan kertas. Kitosan teradsorpsi,

berinteraksi, dan hanya terlihat pada area tertentu, yaitu area yang mengandung partikel lain

bukan selulosa (fines) yang memiliki daerah permukaan BET (Brunauer-Emmett-Teller)

lebih luas dan muatan permukan lebih tinggi dibandingkan serat selulosa. Selain adsorbsi ke

permukaan serat, kitosan membentuk kompleks dengan karbohidrat lain, seperti

hemiselulosa dan glukosa. Kompleks tertahan pada permukaan substrat. Secara umum,

fenomena fisikokimia ini membantu pembentukan kertas dan meningkatkan kekuatan kertas

(Li, et.al., 2004).

Namun demikian, ketidakberadaan partikel kitosan di permukaan bawah tidak mendukung

teori di atas. Dengan adsorpsi permukaan, seharusnya kitosan juga terdapat di permukaan

bawah. Analisis lain yang mungkin berlaku adalah perbedaan massa jenis kitosan dengan

pulp sehingga kitosan cenderung naik ke permukaan selama proses pengeringan.

Gambar 4-11 Hasil SEM permukaan atas kertas – kitosan

Gambar A menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali dan Gambar B dengan perbesaran 2000 kali terhadap kertas dengan aditif kitosan 1% melalui metode penambahan jalur C. Lingkaran

merah menunjukkan beberapa kitosan yang teradsorbsi pada permukaan kertas

B

Page 12: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

35

Gambar 4-12 Hasil SEM permukaan bawah kertas – kitosan

Gambar A menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali dan Gambar B dengan perbesaran 2000 kali terhadap kertas dengan aditif kitosan 1% melalui metode penambahan jalur C. Hasil ini

tidak menunjukkan adanya kitosan.

Interaksi antara kitosan dan substrat selulosa merupakan adsorpsi yang dapat terjadi melalui

lima kemungkinan (Li, et.al., 2004). Interaksi pertama adalah ikatan hidrogen yang terjadi

karena adanya hydrogen binding site pada permukaan substrat selulosa dan segmen kitosan,

yaitu antara gugus hidroksi pada selulosa dengan gugus hidroksi pada kitosan serta antara

gugus hidroksi pada selulosa dengan gugus amino pada kitosan. Interaksi kedua adalah

interaksi elektrostatik yang muncul pada berbagai komponen suspensi pulp akibat

penambahan kitosan sebagai polielektrolit kation yang diadsorbsi melalui sisi bermuatan

negatif pada pulp. Interaksi ketiga adalah gaya van der waals yang selalu terjadi secara alami

pada sistem koloid. Interaksi keempat adalah ikatan kovalen akibat reaksi antara gugus

amino primer dari kitosan dan gugus aldehid pada substrat selulosa membentuk ikatan imino.

Interaksi kelima adalah agregasi atau asosiasi yang terjadi melalui dua mekanisme, yaitu

flokulasi patch dan jembatan interpartikel.

Dengan perhitungan derajat asetilasi berdasarkan absorbansi spektrum inframerahnya

(Lampiran B), kitosan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki derajat deasetilasi

77.44%. Adsorpsi kitosan ke permukaan substrat semakin tinggi dengan meningkatnya

derajat deasetilasi kitosan. Peningkatan derajat deasetilasi berarti kitosan memiliki lebih

banyak gugus –NH2 dibandingkan gugus NHCOCH3. Banyaknya gugus –NH2 menyebabkan

hydrogen binding site makin banyak sehingga memungkinkan ikatan hidrogen antara kitosan

dan selulosa terbentuk lebih banyak. Selain itu, terjadi penurunan interaksi ikatan hidrogen

intramolekuler yang sebelumnya terjadi antara gugus asetamido dan hidroksimetil dalam

kotosan sehingga kerangka molekul kitosan menjadi lebih fleksibel. Kedua hal ini akhirnya

meningkatkan kecenderungan terjadinya adsorpsi kitosan ke permukaan selulosa.

Hasil uji tarik ditunjukkan pada Tabel 4-3. Kertas yang dihasilkan melalui metode

penambahan kitosan jalur A dan B memiliki nilai stress jauh lebih rendah dibandingkan

dengan kertas tanpa aditif maupun dengan kertas HVS karena kertas tidak diperoleh

homogen sehingga cenderung tidak stabil dan rapuh. Sedangkan kertas yang dihasilkan

Page 13: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

36

melalui metode penambahan kitosan jalur C memberikan hasil jauh lebih baik dibandingkan

dengan kertas tanpa aditif maupun dengan kertas HVS karena kitosan teradsorpsi homogen

dan berinteraksi kuat dengan komponen pulp sehingga membentuk susunan serat yang rapat

dan kompak.

Kertas yang ditambahkan kitosan dengan metode jalur C sebanyak 5%, 2%, dan 1% masing-

masing memiliki nilai stress 27,22%, 30,62%, dan 35%, relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan kertas tanpa aditif dan kertas HVS komersial. Data tersebut menyimpulkan bahwa

penambahan kitosan memprkuat kekuatan tarik dari kertas namun demikian semakin tinggi

konsentrasi kitosan yang ditambahkan, kekuatan mekaniknya tidak menjadi semakin baik,

melainkan semakin menurun. Jika terlalu banyak kitosan ditambahkan, maka semakin

banyak residu kitosan yang tidak teradsorbsi sempurna sehingga sistem menjadi tidak stabil,

termasuk karena kelebihan muatan positif dari larutan kitosan. Nilai optimum penambahan

kitosan untuk percobaan ini tidak dilakukan karena keterbatasan bahan baku dan waktu

penelitian.

Meskipun memiliki kekuatan mekanik paling tinggi, kertas yang mengandung kitosan 1%

dengan metode penambahan jalur C ini memiliki elastisitas lebih rendah dari kertas tanpa

aditif yang dihasilkan dari penelitian ini namun tetap bernilai lebih tinggi dibandingkan

kertas tanpa lemak yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya (Wisastra, 2007). Sebaliknya,

kertas dengan kekuatan mekanik lebih rendah, yaitu kertas yang ditambahkan kitosan 1,5%

dengan metode jalur C memiliki elastisitas tinggi 2456.14 N/mm2, hampir mendekati nilai

elastisitas kertas tanpa aditif 2466,74 N/mm2. Nilai modulus elastisitas secara keseluruhan

tidak menunjukkan hasil yang linear terhadap konsentrasi kertas sehingga memerlukan data

lebih banyak untuk penentuan konsentrasi optimumnya. Namun, karena keterbatasan waktu

dan bahan baku penelitian, penentuan kondisi optimum ini pun belum dapat dilakukan.

Tabel 4-3 Hasil uji tarik kertas dengan aditif kitosan

jenis kertas stress (N/mm2)

strain (%)

modulus elastisitas (N/mm2)

HVS 21 1.26 1666.67 tanpa aditif 25.41 1.03 2466.74 kitosan 1%, jalur A 14.7 0.95 1547.37 kitosan 0.5%, jalur B 15.68 0.7 2240 kitosan 1%, jalur B 14 0.83 1686.75 kitosan 1.5%, jalur B 14 0.57 2456.14 kitosan 1%, jalur C 35 1.88 1861.7 kitosan 2%, jalur C 30.62 2.49 1229.92 kitosan 5%, jalur C 27.22 1.85 1471.47

Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata berdasarkan data dan perhitungan pada Lampiran B

Page 14: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

37

Hasil pengamatan secara visual, kertas yang mengandung aditif kitosan dihasilkan lebih

tebal sehingga memerlukan waktu pengeringan lebih lama. Analisis SEM menunjukkan

bahwa kertas dengan aditif kitosan memiliki lebih banyak lapisan serat yang tersusun lebih

rapat (Gambar 4-13 A dan B) dibandingkan lapisan serat pada kertas tanpa aditif (Gambar

4-13 C). Hal ini dapat dihubungkan dengan kekuatan kertas dengan aditif kitosan yang lebih

baik dibandingkan kertas tanpa aditif.

Gambar 4-13 Hasil SEM penampang melintang kertas – kitosan Gambar A menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali dan Gambar B dengan perbesaran 1000 kali terhadap kertas dengan aditif kitosan 1% dengan metode penambahan jalur C. Gambar C

menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali terhadap kertas tanpa aditif. Kertas yang mengandung kitosan memiliki struktur penempang melintang lebih tebal dan rapat.

Hasil karakterisasi spektrum inframerah (Lampiran C) kertas dengan aditif kitosan

menunjukkan puncak-puncak hampir sama dengan spektrum inframerah kertas tanpa aditif.

Perbedaan paling jelas dari spektrum inframerah kertas dengan aditif kitosan adalah terdapat

puncak medium pada panjang gelombang 1643 cm-1 yang merupakan daerah serapan –NH2

amina primer dari kitosan. Puncak ini berbeda dengan puncak tajam pada panjang

gelombang 1643 cm-1 pada spektrum inframerah kertas tanpa aditif yang menunjukkan

adanya CO2. Puncak CO2 muncul akibat proses pengukuran yang tidak dilakukan dengan

vakum.

Uji ketahanan terhadap air dilakukan secara sederhana dengan mencelupkan kertas ke dalam

air dan dibandingkan waktu setiap kertas mulai rusak. Semakin lama waktu yang dibutuhkan

maka kertas semakin tahan terhadap air. Meskipun sangat bergantung terhadap objektivitas

pengamat dan kondisi pengamatan, uji ini relatif valid karena dilakukan secara teliti dan

Page 15: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

38

dalam kondisi pengamatan yang relatif sama dengan lima kali pengulangan. Hasil uji

ketahanan terhadap air ditunjukkan pada Tabel 4-4 (data lengkap pada Lampiran A). Kertas

tanpa aditif memiliki ketahanan terhadap air paling tinggi dibandingkan kertas HVS maupun

kertas dengan aditif kitosan dan semakin berkurang dengan bertambahnya konsentrasi

kitosan sehingga kertas dengan aditif kitosan melalui metode penambahan jalur C

menunjukkan nilai relatif lebih baik pada konsentrasi kitosan 1%.

Tabel 4-4 Hasil uji ketahanan terhadap air

jenis kertas waktu rata-rata (menit)

HVS 40.6 kertas tanpa aditif 51.2

kertas dengan aditif kitosan 1% jalur C 43.2

kertas dengan aditif kitosan 2% jalur C 42.2

kertas dengan aditif kitosan 5% jalur C 40.8

Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata berdasarkan data pada Lampiran A

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penambahan aditif kitosan pada kertas dari

albedo markisa konyal meningkatkan kekuatan mekanik dan elastisitas kertas. Aditif kitosan

1% yang ditambahkan pada awal pulping setelah dilarutkan dalam asam asetat menghasilkan

kertas dengan kekuatan mekanik paling tinggi. Hasil penelitian ini sinergi dengan hasil

penelitian Antal, et.al. dan Li, et al yang menyatakan bahwa kitosan meningkatkan sifat-sifat

mekanik kertas, ketahanan terhadap air, tidak berbahaya bagi makhluk hidup, termasuk dapat

digunakan untuk keperluan medis, dan bersifat biodegradable. Secara umum disimpulkan

bahwa penambahan kitosan 1% dianjurkan untuk memperoleh kertas yang kuat. Namun, jika

kekuatan mekanik kertas tidak terlalu menjadi pertimbangan, maka pilihan terbaik adalah

kertas yang dibuat tanpa aditif dan tanpa proses penghilangan lemak yang memiliki nilai

elastisitas dan ketahanan terhadap air lebih tinggi.

4.2.3 Agar-agar

Adanya pektin dalam kertas diperkirakan berperan terhadap peningkatan sifat-sifat fisik

kertas. Namun, senyawa pektin sulit diperoleh sebagai produk komersil di pasaran. Sebagai

ganti senyawa pektin, pada penelitian ini digunakan agar-agar dan karagenan yang lebih

mudah diperoleh dan dikenal masih termasuk kelompok senyawa pektin. Namun,

Page 16: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

39

penambahan agar-agar dan karagenan sebagai aditif kertas ternyata tidak sesuai dengan hasil

yang diharapkan.

Serbuk agar-agar tidak larut di air dingin. Maka, penambahan aditif agar-agar dengan metode

penambahan jalur A tidak membentuk suspensi pulp homogen karena masih mengandung

banyak serbuk agar-agar. Proses pembuatan kertas dengan metode ini tidak berhasil

dilakukan.

Dengan metode penambahan jalur B, serbuk agar-agar dalam air dingin dipanaskan sebentar

hingga larut. Namun, proses ini dengan sangat cepat menyebabkan larutan agar-agar berubah

menjadi gel sehingga tidak dapat dicampur dengan pulp. Bentuk gel juga tidak

memungkinkan penentuan secara tepat konsentrasi larutan agar-agar yang ditambahkan.

Maka, proses pembuatan kertas dengan metode ini pun tidak berhasil dilakukan.

Dengan metode penambahan jalur C, pulp dihasilkan cukup homogen. Namun, pulp sulit

dicetak. Setelah proses pengeringan cukup lama, kertas dihasilkan dengan lubang relatif

banyak (Gambar 4-14 A, B dan C). Permukaan kertas memiliki tekstur kasar disebabkan

permukaan lembaran kertas yang tidak merata ketika dicetak dalam keadaan basah. Jika

diteliti secara mikroskopik, terlihat pulp membentuk gumpalan pada daerah-daerah tertentu

dan gel yang tidak mengandung pulp berkumpul pada daerah lain Kertas ini juga sangat

rapuh sehingga tidak dapat dianalisis kekuatan mekaniknya.

Gambar 4-14 Kertas dengan aditif agar-agar melalui metode penambahan jalur C

Gambar A menunjukkan kertas dengan aditif agar-agar 1%, Gambar B dengan agar-agar 2%, Gambar C dengan agar-agar 5%.

4.2.4 Karagenan

Seperti hasil yang diperoleh dengan aditif agar-agar, kertas dengan aditif karegenan pun

tidak dihasilkan baik, baik melalui metode penambahan jalur A, jalur B, maupun jalur C.

Karagenan bahkan lebih sulit diolah dibandingkan agar-agar. Ketika dipanaskan, karagenan

dalam air sangat mudah membentuk gel. Karagenan lebih sulit dicetak dan menghasilkan

kertas yang lebih berlubang. Dengan bertambahnya konsentrasi karagenan, pulp menjadi

Page 17: 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1 ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-iisfatmawa-31072-5... · Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan

40

semakin sulit diolah, dan semakin tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai aditif

kertas dari albedo markisa konyal.

Gambar 4-15 Kertas dengan aditif karagenan melalui metode penambahan jalur C

Gambar A menunjukkan kertas dengan aditif karagenan 1% dan Gambar B dengan karagenan 2%.

Hasil karakterisasi spektrum inframerah kertas dengan aditif karegenan (Lampiran B)

memperlihatkan puncak-puncak yang hampir sama dengan spektrum inframerah kertas

dengan aditif agar-agar. Namun, kertas dengan aditif karagenan memiliki puncak serapan

inframerah pada panjang gelombang 1201 cm-1 yang merupakan daerah serapan khas untuk

gugus S=O. Puncak ini tidak muncul pada spektrum inframerah kertas dengan aditif agar-

agar karena berbeda dengan karagenan, agar-agar tidak mengandung gugus ester sulfat.