4. bab iii - digilib.uns.ac.id/potensi...1 sultan hamengku buwono i mengembangkan sarana perdagangan...
TRANSCRIPT
BAB III
PENGEMBANGAAN OBYEK WISATA MALIOBORO
A. Perkembangaan Malioboro
Malioboro yang menjadi salah satu simbol bagi kota Yogyakarta telah
mengalami banyak perubahan. Melihat malioboro sekarang menunjukkan
kemajuan yang ada di Malioboro dari segi fisik sudah banyak perubahan.
Namun perubahan tersebut tidak mengurangi suasana pada waktu lampau
yang pernah ada, misalnya keteduhan sepanjang jalan kawasan malioboro.
Meskipun malioboro menjadi tempat berdagang pada masa lampau maupun
sekarang, tetapi ada suasana lain yang tidak bisa ditemui ditempat lain,
setidakya ada sentuhan kultural. Malioboro pada tahun 1936 menunjukan
perubahan pada masa lampau dan sekarang, dan ini artinya Malioboro dan
sekitarnya telah mengalami banyak perubahan. Apalagi jika melihat
Malioboro tahun 1949 pada saat Republik Indonesia belum lama merdeka,
Malioboro telah mengalami perubahan, padahal hanya selisih 13 tahun.
Malioboro pada masa lampau setidaknya bisa membuka ingatan masa silam
menyangkut Malioboro dan menaruhnya pada realitas malioboro masa
sekarang (http://jadul.blogspot.com/2008/06/malioboro-jogja-1936.html).
Jalan Malioboro membentang sebagai sumbu imajiner yang
menghubungkan antara Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung
Merapi, jalan ini terbentuk menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah Sri
1
Sultan Hamengku Buwono I mengembangkan sarana perdagangan melalui
sebuah pasar tradisional semenjak tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun,
tempat itu masih bertahan sebagai suatu kawasan perdagangan bahkan
menjadi salah satu ikon Yogyakarta yang terkenal. Malioboro merupakan
sejarah, serpihan kenangan masa lampau kita ketika mengenang kota
Yogyakarta. Sebuah jalan pada kota ini adalah suatu kumpulan kenangan yang
tergabung secara kolektif bagi penghuninya. Malioboro bukan saja hanya
menyimpan kisah para sastrawan di kota Yogyakarta era 1970-an yang dengan
hatinya memupuk sastrawan-sastrawan seperti Linus Suryadi, Korie Layun
Rampan, Emha Ainun Nadjib dan masih banyak yang lainnya. Tata kota
dalam kebudayaan Jawa bukan saja berarti fungsi tapi juga bermakna berbagai
macam struktur pola pikir orang Jawa yaitu kekuasaan, harmoni dan kepekaan
terhadap alam.
Jalan lurus Malioboro merupakan gambaran bagaimana seorang raja
Jawa yang memiliki hubungan horisontal kepada rakyatnya. Malioboro
sebagai tempat berbisnis bagi kelompok Tionghoa yang dimasa lalu memiliki
sejarah hubungan naik turun dengan kekuasaan Kesultanan Yogyakarta. Di
Kotagede, kaum Tionghoa tidak diperbolehkan berdagang karena memang
sudah ada mayoritas pebisnis pribumi seperti kelompok Kalang dan kelompok
pedagang santri (Muslim) yang melingkar dalam organisasi Muhammadiyah.
Di tengah kota kelompok Tionghoa ini menjadikan Malioboro sebagai daerah
modal untuk mengembangkan bisnisnya
( http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism- of-interest/malioboro/ ).
2
B. Daya Tarik Obyek Wisata Malioboro
Dalam pengelolaan kepariwisataan secara umum, Obyek dan Daya
Tarik Wisata (ODTW) memberikan makna penting bagi kesinambungan suatu
kawasan wisata, disamping sarana dan prasarana pendukung, serta
publikasinya. Kejelian didalam melihat potensi wisata sangatlah penting agar
tercipta keragaman ODTW di suatu kawasan, serta mengemasnya menjadi
ODTW yang unggul, dan menarik untuk dikunjungi wisatawan. Penanganan
ODTW memerlukan keseriusan pihak pengelola kawasan wisata, baik didalam
menggali potensi ODTW yang ada maupun upaya pengelolaannya. Dalam
pengelolaan ODTW, maka pemahaman sifat atau karakteristik ODTW sangat
diperlukan guna mencari bentuk pengelolaan yang tepat. Didalam penyusunan
RIPPOW (Rencana Induk Pembangunan Pariwisata dan Objek Wisata) juga
diperlukan di dalam pengelolaan kepariwisataan secara berkelanjutan, agar
dicapai fungsi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan.
Obyek wisata Malioboro terletak di Jalan Malioboro, Daerah Istimewa
Yogyakarta dan hanya sekitar 800 meter dari Keraton Yogyakarta. Jalan
Malioboro membentang dari hotel Garuda sampai ke Ketandan, memasuki
kawasan ini wisatawan tidak dipungut biaya. Tempat yang setiap hari ramai
oleh pengunjung tersebut harus dibangun secara sinergis khususnya dalam hal
sadar wisata sehingga kawasan ini tidak mengalami kejenuhan minat di
kalangan wisatawan dengan memperbanyak atraksi wisata dan sense of
tourism yang kontinue, maka Malioboro akan tetap dikenang dan dikunjungi
3
banyak wisatawan. Dinas Pariwisata propinsi DIY akan terus menggelar
Festival di Malioboro untuk menarik wisatawan yang berkunjung. Festival di
Malioboro ini tidak hanya untuk mengangkat citra pariwisata Yogyakarta,
tetapi juga kesempatan untuk membangun sinergitas antar pelaku pariwisata
di Yogyakarta. Karena Malioboro kini milik banyak orang termasuk
masyarakat luar Jogja yang memiliki ikatan emosional dengan Malioboro di
masa lalu. Malioboro yang indah, tertib, nyaman sekaligus ramah lingkungan.
Tidak hanya parade wisata dan budaya, festival lain juga telah digelar seperti
pameran kuliner dan atraksi musik yang menghibur. Moh. Halim selaku
penanggung jawab acara dalam rapat awal di aula dinas pariwisata jalan
Malioboro no. 56 pada tanggal 15 April 2009 berharap kegiatan festival
seperti ini akan memberi gairah baru suguhan pariwisata yang mendidik,
menghibur sekaligus nyaman untuk dinikmati bagi semua masyarakat.
Sebagai ikon pariwisata, kawasan Malioboro sangat layak untuk diangkat
dalam sebuah festival yang lebih besar ( http://www.mediaindonesia.com ).
Berbagai atraksi seni budaya, festival dan pameran yang telah
dilaksanakan di Malioboro untuk menarik wisatawan antara lain:
1. Pentas kesenian reguler
Mulai tanggal 19 April 2008 yang lalu diselenggarakan pentas seni reguler
yang menampilkan potensi kesenian di wilayah maupun komunitas yang
ada di Kota Yogyakarta. Pentas ini dimulai pada pukul 19.00 sampai 21.00
WIB dengan mengambil beberapa titik di sepanjang Malioboro. Sebagai
4
penampilan awal dilaksanakan di bangunan eks LIBI Taman Abu Bakar
Ali dan depan Benteng Vredeburg.
2. Pentas Seni Reguler
Dinas Parsenibud kembali menggelar pentas seni reguler di Kawasan
Malioboro pada malam minggu, 26 April 2008. Kesenian yang
ditampilkan adalah kesenian berbasis religi dari Kelurahan Gowongan.
3. Pameran Seni Rupa Rai Gedhek
Pameran ini dibuka pada tanggal 23 Juni hingga 3 Juli 2009 di Bentara
Budaya Yogyakarta (BBY). Pada pameran ini, para perupa menampilkan
karyanya baik berupa lukisan, instalasi, maupun patung. Bentara Budaya
Yogyakarta mengadakan pameran seni rupa dengan melibatkan sekitar 30
perupa dari Yogyakarta dan Jakarta. Dalam pameran bertema ”Rai
Gedheg” ini, para perupa menyoroti fenomena munculnya orang- orang
yang kehilangan rasa malu.
4. Pawai seni dan budaya HUT LPK Tari Natya Lakshita
Tanggal 14 Maret 2009, di kawasan Malioboro dilangsungkan
pawai/karnaval seni dan budaya. Karnaval ini salah satu bentuk atraksi
wisata yang semakin gencar diadakan di Yogyakarta, khususnya di
kawasan Jalan Malioboro. Untuk pawai kali ini, kegiatan diselenggarakan
dalam rangka HUT LPK Tari Natya Lakshita Pawai ini dimulai dari
kawasan Lapangan Parkir Abu Bakar Ali sebelah ujung utara Jalan
Malioboro dan berakhir di Monumen Satu Maret.
5
5. Pekan budaya Tionghoa Yogyakarta
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta yang dilaksanakan mulai tanggal 5
sampai 9 Februari 2009 bertempat di Ketandan, Malioboro Yogyakarta.
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta disamping sebagai perayaan
datangnya tahun baru Imlek juga bertujuan untuk melestarikan dan
memperkenalkan budaya etnis Tionghoa terutama yang ada di Yogyakarta.
6. Jogja Kuliner Expo 2008
Pemerintah Kota Yogyakarta menggelar Festival Makanan Tradisional ke-
9 tahun 2008 yang dikemas dalam event bertajuk Jogja Kuliner Expo
2008. Gelaran yang menampilkan Seminar Boga (21/8/2008 di Hotel
Garuda), Bazar & Bursa Makanan di halaman Plaza SO 1 Maret (22-
24/8/2008 jam 09.00-21.00 WIB), Senam Massal (24/8/2008 jam 06.00
WIB) di jalan Malioboro sampai A. Yani, dan Festival Makanan
(24/8/2008 jam 07.00-17.00 WIB) di Benteng Vredeburg. Event ini digelar
untuk mengangkat makanan khas yang bisa ditemui di Jogja.
7. Jogja Java carnaval
Jogja Java carnaval diadakan pada tanggal 25 Oktober 2008, merupakan
event yang menampilkan night carnaval dengan mengambil lokasi di
Malioboro. Event ini diharapkan dapat diikuti oleh masyarakat
internasional khususnya negara yang memiliki hubungan kerjasama
dengan Kota Yogyakarta.
6
8. Yogyakarta Gamelan Festival 2009
Event tahunan Yoyakarta Gamelan Festival yang ke 14 di gelar pada
tanggal 16, 17 dan 18 juli 2009. Tempat penyelenggaraan event ini di
Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta kawasan Malioboro.
9. Festival Kesenian Yogyakarta 2008
Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) diadakan selama bulan Juni sampai
dengan Agustus 2008 untuk yang ke-20 kalinya. Acara ini merupakan
rangkaian berbagai atraksi kesenian, bukan hanya kesenian yang dimiliki
oleh Yogyakarta, namun juga kota-kota lain, bahkan termasuk dari negara
lain. Festival Kesenian Yogyakarta diadakan dari tanggal 7 Juni sampai 7
Agustus 2008.
10. Festival Kesenian Yogyakarta 2009
http://www.flickr.com/photos/yanrf/3610141966/Festival Kesenian
Yogyakarta 2009 (FKY XXI 2009) diselenggarakan mulai tanggal 7
hingga 30 Juni 2009. Disemarakkan dengan Pasar Seni di Benteng
Vredeburg dan dimeriahkan beragam acara seni budaya lainnya.
11. Gebyar Budaya Nusantara
Gebyar Budaya Nusantara menyuguhkan berbagai kesenian dari seluruh
nusantara berlangsung selama 5 hari mulai tanggal 29 Oktober 2008
sampai tanggal 2 November 2008. Kegiatan dilaksanakan di Plasa
Monument SO 1 Maret Jl. A. Yani Yogyakarta yang menampilkan
kesenian daerah dari seluruh pelosok nusantara seperti daerah Bangka,
DKI Jakarta, Madura, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau,
7
Sulawesi tengah, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan, Jawa
Barat, Bali, NTT, Nangro Aceh Darussalam, Papua dan lain-lain yang
dimulai pukul 19.00 WIB. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Pemerintah
Kota Yogyakarta bekerjasama dengan Ikatan Pelajar dan Mahasiswa
Daerah yang sedang belajar di Yogyakarta.
Dengan adanya penampilan atraksi wisata secara terus menerus dengan
rutin diharapkan Kota Yogyakarta semakin banyak dikunjungi wisatawan
yang nantinya akan memperpanjang lama tinggal wisatawan di Kota
Yogyakarta (http://pariwisata.jogja.go.id/index/extra.arsip/32/2/42).
Ujung jalan Malioboro yang satu terhubung dengan jalan Mangkubumi
dan dibatasi oleh stasiun kereta api Tugu dan ujung satunya lagi terhubung
dengan jalan Ahmad Yani. Dalam areal kawasan Malioboro dan sekitarnya
banyak lokasi lain yang dapat dikunjungi misalnya Keraton Jogjakarta, Pasar
Beringhardjo, Benteng Vredeburg, Gedong Senisono, Museum Sono Budoyo
dan lainnya. Saat ini Malioboro bisa dikatakan sebagai jantung keramaian kota
Jogja, karena banyaknya pedagang dan pengunjung. Kawasan yang sangat
ramai baik di dua sisi jalan yang berkoridor maupun pada jalan kendaraan
walaupun satu arah dari jalan Mangkubumi akan tetapi berbagai jenis
kendaraan melaju dan memenuhi di jalan tersebut serta tidak mengherankan
kalau terjadi kemacetan. Dari kendaraan tradisional seperti becak,
dokar/andong/delman, sepeda, gerobak maupun kendaraan bermesin seperti
mobil, taxi, bis kota, angkutan umum, sepeda motor dan lainnya.
8
Kawasan Malioboro juga sebagai salah satu kawasan wisata belanja
andalan kota Yogyakarta. Kawasan Malioboro meliputi jalan Sosrowijayan,
jalan Ahmad Yani, jalan Perwakilan sampai jalan Kepatihan yang didukung
oleh adanya pertokoan, rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tidak
ketinggalan para pedagang kaki limanya. Di obyek ini juga disemarakkan
dengan nama barang merk terkenal dan ada juga nama-nama barang lokal.
Barang yang diperdagangkan dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan
barang elektronika, mebel dan lain-lain. Disini juga menyediakan aneka
kerajinan, misalnya kerajinan bambu, gantungan kunci, lampu hias, hiasan
rotan, wayang, ayaman, blangkon (topi khas Jawa/Jogja), kerajinan perak,
gerabah, kain batik, kerajinan kayu, kulit, tas dan lain sebagainya. Terdapat
pula tempat penukaran mata uang asing, bank, hotel bintang lima hingga tipe
melati. Untuk menelusuri jalan Malioboro tersebut bisa dengan berjalan kaki
dari ujung ke ujung pada dua sisi jalan, atau dengan menggunakan
dokar/delman/andong dan becak khas Jogja.
Di siang hari kawasan Malioboro sangat ramai pengunjung baik warga
sekitar maupun wisatawan luar daerah, terlebih lagi bila musim liburan
sekolah tiba atau pada hari libur nasional yang cukup panjang. Jalan
Malioboro dari ujung ke ujung hanya berjarak tidak lebih dari satu kilometer ,
dan pada dua sisinya banyak toko, kantor, rumah makan dan mall serta pusat
perbelanjaan. Menariknya lagi banyak sekali pedagang kaki lima yang berjajar
dibawah koridor jalan yang memayungi dari terik panas matahari maupun
9
hujan. Keramian ini dimulai sejak pagi hingga pukul sembilan malam (
Wawancara dengan Wahyudi, 3 Juni 2009 ).
Malioboro memang sengaja dibangun di jantung kota Yogyakarta oleh
pemerintah Kolonial Hindia-Belanda di awal abad ke-19 sebagai pusat
aktivitas perekonomian dan pemerintahan. Kawasan ini secara simbolis juga
berfungsi untuk menandingi dominasi kekuasaan Sultan Mataram melalui
kemegahan keratonnya. Untuk tujuan tersebut, didirikanlah Benteng
Vredeburg pada tahun 1765 yang kini menjadi museum dan arena wisata
publik, Istana Karisidenan Kolonial, gedung Agung di tahun 1832 M, Pasar
Beringharjo, Hotel Garuda (tempat menginap dan berkumpul para elite
kolonial ketika itu) dan kawasan pertokoan (perekonomian) Malioboro itu
sendiri. Posisi semua bangunan tersebut berada di depan (utara) alun-alun
yang menjadi halaman keraton. Bangunan-bangunan bersejarah peninggalan
kolonial yang terletak di kawasan Malioboro tersebut menjadi saksi perjalanan
kota yang disebut kota pelajar ini dari masa ke masa. Kawasan ini
direncanakan akan menjadi sebuah kawasan pedestrian agar mengurangi
kemacetan kendaraan bermotor dan polusi udara dalam kota (Wawancara
dengan Wahyudi, 3 Juni 2009).
Sebagai kawasan wisata, Malioboro menyajikan berbagai variasi
aktivitas berbelanja. Mulai dari cara-cara berbelanja tradisional khas
Malioboro, hingga bentuk-bentuk aktivitas belanja modern. Beragam cara
berbelanja khas Malioboro salah satunya ialah proses tawar-menawar berbagai
cenderamata yang dijajakan oleh pedagang kaki lima yang berjajar di
10
sepanjang trotoar di kawasan ini. Seringkali para pedagang menawarkan
souvenir maupun barang dagangan lainnya dengan harga yang tinggi.
Misalnya dengan harga Rp 50.000, tawaran seperti ini harus disusul dengan
proses tawar-menawar dari wisatawan. Sehingga, harga dapat turun drastis
hingga pedagang melepasnya dengan harga Rp 10.000 saja. Hal ini juga dapat
wisatawan lakukan ketika mengunjungi Pasar Tradisional Beringharjo yang
masih satu area dengan Malioboro. Inilah keunikan dari tradisi wisata belanja
di Malioboro (Wawancara dengan Anisa, 3 Juni 2009).
Di toko-toko sekitar kawasan Malioboro wisatawan juga dapat
membeli barang-barang yang diinginkan tanpa ada proses tawar-menawar. Di
sini terlihat bahwa Malioboro juga hadir sebagai kawasan perbelanjaan
modern. Malioboro dekat dengan obyek wisata yang lain seperti obyek-obyek
wisata sejarah yang berada di sekitar Malioboro di antaranya adalah Keraton
Yogyakarta dan alun-alunnya, Masjid Agung, Benteng Vredeburg, Museum
Sonobudoyo, dan Kampung Kauman. Untuk wisata arsitektur peninggalan
kolonial di Yogyakarta yang masih dapat disaksikan seperti Gedung Societet
(sekarang menjadi Taman Budaya), Hotel Inna Garuda, Bank Indonesia, dan
Bank BNI‘46. Kemudian dua obyek wisata belanja tradisional yang dekat
kawasan ini yaitu Pasar Ngasem dan Pasar Beringharjo. Selain itu, bagi
wisatawan yang gemar membaca, kawasan ini juga menyediakan perpustakaan
umum milik Pemerintah Provinsi DIY.
Selain berbagai keragaman suasana di Malioboro, wisatawan juga
dapat menyaksikan kekhasan lain Malioboro berupa puluhan becak dan
11
andong wisata khas Yogyakarta yang diparkir paralel di sebelah kanan jalan di
jalur lambat kawasan ini yang siap mengantar wisatawan berkeliling
Malioboro dan sekitarnya. Di sebelah kiri jalan, wisatawan dapat melihat
ratusan sepeda motor diparkir berjajar di sepanjang trotoar Malioboro yang
menjadi tanda bahwa Malioboro adalah kawasan ramai pengunjung. Saat
pusat perbelanjaan telah mulai tutup, namun denyut kehidupan kawasan
Malioboro tidak pernah berhenti karena sudah siap digantikan oleh warung-
warung lesehan yang menggelar dagangannya. Ketika malam hari tiba,
Malioboro menyuguhkan kepada wisatawan nuansa makan malam dengan
berbagai pilihan menu di warung-warung lesehan khas Yogyakarta yang
berjejer rapi di tepi jalan Malioboro.
Untuk bermalam di sekitar Malioboro juga sangat mudah mendapatkan
penginapan dari hotel tipe melati hingga hotel berbintang lima. Mulai dari
hotel berbintang lima dengan harga sewa kamar per malamnya mencapai
ratusan ribu bahkan jutaan hingga motel-motel atau homestay yang harga sewa
tiap kamarnya hanya berkisar Rp 20.000 per malam. Bagi yang berminat
menginap, wisatawan dapat mencarinya di sekitar Jalan Mangkubumi, Jalan
Dagen, Jalan Sosrowijayan, Jalan Malioboro, Jalan Suryatmajan, dan Jalan
Mataram. Atau mencari penginapan di bagian barat kawasan ini, yakni Jalan
Ngasem yang terletak di dekat Pasar Burung Ngasem dan daerah Wijilan yang
letaknya tidak jauh dari obyek Malioboro. Para wisatawan dapat menikmati
hari-hari liburannya di kota Jogja hingga larut malam. Mereka juga dapat
menikmati hidangan di warung lesehan di sepanjang jalan Malioboro,
12
makanan yang disediakan dan ditawarkan dari jenis makanan mulai dari
angkringan (warung berbentuk gerobak yang menyediakan makanan lokal)
yang letaknya di utara Stasiun Tugu dan sepanjang jalan Malioboro, masakan-
masakan khas Yogyakarta seperti gudeg, nasi goreng, lalapan, ayam goreng
dan sebagainya yang disajikan dengan suasana lesehan. Berbagai masakan
Cina, sampai fastfood atau masakan-masakan Barat seperti steak, beef
lasagna, dan lain-lain dalam restoran atau cafe-cafe yang ada di sekitar
Malioboro.
Saat menikmati hidangan yang disajikan, wisatawan akan dihibur oleh
musik dari pedagang dan pengamen jalanan yang cukup banyak mulai dari
yang hanya sekedar membawa gitar maupun yang membawa peralatan musik
lengkap. Ada sebuah perhatian khusus bagi wisatawan yang ingin menikmati
warung lesehan yaitu dengan menanyakan terlebih dahulu harga makanan
yang ingin dipesan sebelum ada sebuah tagihan yang kurang berkenan dihati,
sampai-sampai hal ini menjadi perhatian khusus dari pemerintah daerah yaitu
dengan menggantung papan di kawasan Malioboro yang bertuliskan
“Mintalah daftar harga sebelum anda memesan”. Carilah warung makan yang
dianggap wajar dalam memberi harga dari sebuah hidangan makan dan
minuman yang disajikan, memang perbuatan menaikan tarif yang tidak wajar
ini sangat menurunkan citra warung lesehan yang ada di kawasan Malioboro.
Fasilitas yang menunjang di kawasan ini tak hanya berupa akomodasi
dan tempat makan saja, melainkan juga pos informasi bagi wisatawan, polisi
pariwisata, tempat ibadah, kios-kios money changer, ATM, kios telepon,
13
warung internet, tempat parkir yang luas sampai Stasiun Kereta Api Tugu.
Jika wisatawan ingin membeli oleh-oleh untuk sanak keluarga di rumah,
cukup berkunjung di sekitar Jalan Mataram atau di sebelah barat Malioboro
yang menyediakan berbagai macam makanan khas Jogja, seperti bakpia,
geplak, yangko, dan puluhan jenis keripik.
Malioboro menjadi kawasan andalan pariwisata di Yogyakarta,
wisatawan memiliki banyak pilihan transportasi yang sesuai untuk sampai di
Malioboro. Wisatawan dapat menggunakan bus kota (menggunakan jalur 4)
dan bus Transjogja (trayek 3A atau 3B). Semua jenis bus ini dapat ditemui di
terminal pusat Giwangan atau halte-halte yang ada di seputar Jogja. Tarif bus
kota saat ini Rp 2.000, sedangkan untuk bus Transjogja sebesar Rp 3.000
(April 2008). Ada pula taksi yang bisa dijadikan pilihan lain bagi wisatawan,
baik pesan via telephon dari penginapan maupun mencari di jalan sekitar
Yogyakarta. Jika ingin menikmati suasana Kota Yogyakarta, maka bisa dipilih
andong wisata maupun becak untuk berkeliling menikmati indahnya
Malioboro.
Potensi obyek wisata Malioboro dilihat dari pendekatan 4A antara lain:
1. Atraksi
Atraksi yang menjadi daya tarik wisata dapat digolongkan menjadi:
Daya tarik alam, Daya tarik budaya, dan Daya tarik buatan manusia. Atraksi
alam adalah berupa panorama keindahan alam yang menakjubkan seperti
gunung, lembah, sungai, air terjun, danau, waduk, pantai. Atraksi budaya
14
berupa hasil olah budi manusia seperti kesenian, peninggalan sejarah dan
adat istiadat masyarakat. Sedangkan atraksi atau daya tarik buatan adalah
daya tarik yang diciptakan oleh manusia. Atraksi wisata yang ada di obyek
wisata Malioboro adalah Festival kesenian seperti pementasan seni budaya,
Festival Kesenian Yogyakarta 2009, Pentas Seni Reguler, tari jathilan, reog
dan lainnya. Selain itu, pentas gamelan juga dijadwalkan tampil di areal
parkir Abubakar Ali dan acara musik tradisional yang diadakan di halaman
Dinas Pariwisata Propinsi Yogyakarta pada waktu tertentu.
2. Aksesibilitas
Aksesibilitas atau disebut juga keterjangkauan obyek merupakan
jarak tempuh dan waktu yang diperlukan untuk mencapai obyek. Malioboro
yang letaknya sangat strategis yaitu di pusat kota Yogyakarta, sehingga
obyek wisata ini mudah dijangkau, sarana yang diperlukan wisatawan
mudah ditemukan, misalnya ada transportasi darat seperti bus, kereta api
Pramex, sepeda motor. Ada transportasi udara seperti pesawat terbang dari
kota masing-masing kemudian turun di bandara Adisucipto Jogja yang
selanjutnya naik transportasi lokal untuk menuju Malioboro. Transportasi
lokal disediakan bus Trans Jogja, angkuta, becak, andong untuk menuju ke
Malioboro. Jalan yang dilewatipun sudah sangat baik dan nyaman. Jarak
obyek ini dari kota Solo sekitar 80 km, dengan waktu tempuh 2 jam dari
pusat kota Solo. Dapat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor, bus
dan kereta api Pramex jurusan Jogja. Jika dari Semarang dapat
menggunakan transportasi bus jurusan Jogja. Kemudian dari arah barat juga
15
dapat menggunakan transportasi bus. Untuk wisatawan dari luar kota dapat
menggunakan transportasi bus maupun pesawat terbang yang nanti turun di
bandara Adisucipto Jogja kemudian selanjutnya naik transportasi lokal
untuk menuju Malioboro.
3. Amenitas
Di obyek wisata Malioboro juga tersedia fasilitas-fasilitas seperti:
penginapan, restoran, tempat hiburan, transportasi lokal, fasilitas perbankan,
fasilitas kesehatan, tourist information center, Dispampar (polisi pariwisata),
toilet umum, tempat parkir dan sebagainya. Beberapa hotel di kawasan
Malioboro yaitu: Hotel Garuda, Hotel Istana Batik Yogyakarta di Jl. Pasar
Kembang No. 29 Yogyakarta, Hotel Grage Yogyakarta di Jl. Sosrowijayan
No. 242 Yogyakarta, hotel Melia Purosani, Hotel Ibis Malioboro, Hotel
Mataram Yogyakarta, Hotel Grage Yogyakarta, dan FM Cafe & Resto di Jl.
Sosrowijayan No. 10 Yogyakarta. Tanggapan dan tingkah laku masyarakat
sekitar Malioboro yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai
pedagang tersebut sangat ramah dan menyenangkan sehingga akan membuat
wisatawan merasa senang, betah dan ingin kembali mengunjunginya.
4. Aktifitas
Di Malioboro aktifitas yang dapat dilakukan adalah belanja, belajar
melukis, belajar membatik, memahat, bersepeda santai pada waktu pagi dan
sore hari, aktifitas wisatawan beberapa diantaranya dapat dilakukan dengan
cara membeli paket wisata. Selain itu, pengunjung yang datang biasanya
hanya untuk bersantai menikmati pemandangan dan keramaian Malioboro.
16
C. Potensi Yang Dapat Dikembangkan di Malioboro
Sebagai Daya Tarik Wisata
Kawasan Malioboro yang setiap hari sangat ramai aktivitas masyarakat
harus memiliki hubungan sinergis antar para pelaku wisata di kawasan itu
khususnya konsep sadar wisata. Agar wisatawan tidak jenuh saat berkunjung
ke kawasan Malioboro, perlu diperbanyak atraksi wisata dan membangun
rasa cinta pariwisata secara kontinue, sehingga Malioboro akan tetap dikenang
dan dikunjungi banyak wisatawan.
Dinas Pariwisata DIY menggelar Festival Malioboro 2009 yang
tujuannya tidak saja mengangkat citra pariwisata kota Yogyakarta, tetapi juga
kesempatan menjalin hubungan yang sinergis antar para pelaku pariwisata di
daerah ini. Malioboro milik masyarakat, termasuk masyarakat di luar
Yogyakarta. Mereka bahkan memiliki ikatan emosi dengan Malioboro di
masa lalu. Karena itu dalam festival yang akan ditonjolkan adalah suasana
yang indah, tertib, nyaman sekaligus ramah lingkungan kepada wisatawan.
Festival ini diharapkan mampu memberikan gairah baru di bidang pariwisata
terutama pariwisata yang mendidik, menghibur sekaligus nyaman untuk
dinikmati semua kalangan masyarakat. Festival Malioboro akan
diselenggarakan setiap hari Sabtu. Ini sebagai salah satu kegiatan untuk
memperkenalkan kegiatan wisata di Yogyakarta khususnya seputar seni dan
budaya di kawasan Malioboro setiap akhir pekan pada sore hari. Kegiatan ini
akan berkoordinasi dengan instansi terkait termasuk Dinas Pariwisata Kota
17
Yogyakarta. Dalam festival tersebut akan digelar parade wisata dan budaya,
pameran kuliner, serta pentas musik yang menghibur masyarakat. Sejumlah
seniman asal Yogyakarta akan dihadirkan untuk memeriahkan festival
tersebut.
Kawasan Malioboro akan diperkaya dengan berbagai pementasan seni
budaya untuk menambah daya tarik bagi wisatawan mancanegara dan
nusantara yang berkunjung ke kota Yogyakarta. Panggung hiburan dibangun
di empat titik di kawasan Malioboro untuk pementasan seni budaya seperti tari
jathilan, reog dan lainnya setiap akhir pekan atau pada hari-hari tertentu.
Selain itu, pentas gamelan dijadwalkan tampil di areal parkir Abubakar Ali.
Berbagai atraksi seni budaya akan disuguhkan pada waktu-waktu tertentu
untuk wisatawan mancanegara. Pentas seni reguler juga akan diselenggarakan
secara berkelanjutan yang menampilkan potensi kesenian di wilayah maupun
komunitas yang ada di Kota Yogyakarta. Pentas ini mengambil beberapa titik
di sepanjang Malioboro. Sebagai penampilan awal, dilaksanakan di bangunan
eks LIBI Taman Abu Bakar Ali dan depan Benteng Vredeburg.
Upaya menata Malioboro dengan kemasan seni budaya itu merupakan
langkah konkret pemerintah kota dalam mendukung pelaksanaan Visit
Indonesia Year (VIY) 2008 yang lalu dan menjadikan Yogyakarta sebagai
kota pariwisata berbasis budaya. Dengan penataan ini diharapkan Malioboro
tidak hanya dikenal dengan tempat lesehan, pusat cenderamata dan wisata
belanja, tetapi juga menjadi pusat atraksi seni budaya di kota Yogyakarta.
18
Suguhan atraksi seni budaya ini tidak hanya akan ditampilkan di kawasan
Malioboro tetapi juga di objek wisata potensial lainnya di kota Yogyakarta.
Setiap objek wisata akan ditata sedemikian rupa terutama tempat untuk
mementaskan kegiatan seni budaya. Dinas Parsenibud kota Yogyakarta akan
menyusun berbagai kegiatan wisata untuk menarik wisatawan nusantara dan
mancanegara. Misalnya untuk menarik wisatawan mancanegara akan
dikembangkan kegiatan wisata minat khusus dan wisata budaya seperti
membatik, membuat wayang kulit (menyungging) serta atraksi budaya lain
yang selama ini sudah menjadi tradisi masyarakat ( Wawancara dengan Bisri
Romli, 4 agustus 2009 ).
D. Usaha Pengembangan Malioboro Sebagai Salah Satu
Aset Wisata di Kota Yogyakarta
1. Pembenahan kawasan Malioboro
Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Yogyakarta berencana lebih
mengembangkan sekaligus membenahi wisata malam yang berada di
sepanjang jalan Malioboro, perencanaan membuat dan menata area parkir
umum agar mampu menampung lebih banyak wisatawan dan tertata dengan
rapi, penambahan toilet umum, penataan kios-kios, pengarahan dan
pembinaan bahasa inggris kepada para tukang becak, peningkatan sadar
wisata dan sapta pesona kepada para pelaku pariwisata. Pengembangan
Malioboro sebagai kawasan pedestrian (pejalan kaki) mulai diseriusi
19
kembali. Pemkot Yogyakarta bersama Pemprop DIY, Kraton Yogyakarta,
serta PT Kereta Api (KA) merealisasi rencana pengembangan kawasan
pedestrian tersebut. Untuk mendukung kawasan pedestrian, maka diperlukan
daya tampung parkir yang cukup besar. Rencana ke depan, kawasan parkir
tersebut dialihkan tempatnya, yakni akan dibangun di bawah Stasiun Tugu
Yogyakarta karena kawasan parkir untuk menampung para pejalan kaki
yang akan masuk ke Malioboro, rencananya dibangun di bawah Stasiun
Tugu. Diharapkan pada tahun ini atau setidaknya tahun depan sudah ada
perkembangan yang bisa dilihat dari rencana pembangunan kawasan
pedestrian tersebut.
Khusus untuk Stasiun Tugu, salah satu alternatifnya akan dijadikan
kawasan multi fungsi yang nantinya ada semacam pusat belanja,
perkantoran, penghubung transportasi antarmoda, pusat parkir dan
sebagainya tanpa harus mengganggu keberadaan bangunan fisik yang secara
heritage harus dilindungi dan dilestarikan. Rencana Pemkot Yogyakarta
menjadikan Malioboro sebagai kawasan pedestrian akan dilakukan secara
bertahap dan disesuaikan dengan keinginan masyarakat sekitarnya. Tahap
awal dimulai dari kawasan sekitarnya, seperti jalan Abubakar Ali yang akan
dipasang paving block. Pemkot Yogyakarta tidak ingin memaksakan
program tersebut dengan melakukan perubahan drastis, tetapi dilakukan
secara bertahap agar masyarakat memahami rencana menjadikan kawasan
Malioboro sebagai kawasan pedestrian.Setelah kawasan jalan Abubakar Ali
20
selesai ditata, akan dilanjutkan ke jalan Ahmad Yani dan sekitar kawasan
Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta.
Selain pembangunan parkir, penataan Malioboro juga terus
dilakukan. Seperti para PKL maupun pedagang lesehan Malioboro. PKL
harus berizin, juga diwajibkan mematuhi aturan-aturan yang ada. Misalnya
masalah tarif jual makanan di lesehan, PKL sudah diminta memasang tarif di
papan secara jelas, sehingga pembeli mendapatkan kepastian harga dan tidak
ada lagi wisatawan yang mengeluh karena dithuthuk harganya (harga
dinaikkan). Kalau tidak mau mematuhi, para pedagang akan ditertibkan,
bahkan sanksi terberatnya tidak boleh berjualan di Malioboro.
Kebijakan ini diambil karena jika ada pedagang yang curang di
Malioboro, tentu akan memperburuk wisata di Malioboro. Wisata malam di
Malioboro juga akan dibenahi, termasuk wisata kuliner yaitu lesehan dan
pentas-pentas seni yang diadakan di sudut-sudut Malioboro. Keseriusan
pemerintah kota menata Malioboro sehingga dapat lebih dikembangkan
sebagai kawasan wisata malam yang menarik, dengan menata lampu-lampu
jalan. Penataan lampu jalan tersebut akan membuat wajah Malioboro
menjadi lain dan lebih menyenangkan ketika malam hari. Selain membenahi
wisata malam, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya juga terus
menginformasikan berbagai kalender acara, seperti rencana kegiatan di
Taman Sari atau Keraton Yogyakarta, FKY dan lain sebagainya (
Wawancara dengan Bisri Romli, 4 agustus 2009 ).
21
2. Sarana transportasi di obyek Malioboro
Selain pengembangan tersebut, juga dilakukan mempercantik
tampilan sarana transportasi tradisional seperti becak dan andong. Usaha
mempercantik tampilan sarana angkutan tradisional itu akan melibatkan
sejumlah industri pariwisata di Yogyakarta, khususnya hotel, restoran dan
kafe yang ada di Malioboro dan tempat wisata lainnya di Yogyakarta. Pihak
hotel dan restoran berinisiatif memberikan warna-warni pada becak agar
tampilan becak lebih menarik bagi wisatawan. Pihak hotel, retoran dan kafe
boleh memasang logonya di badan becak tersebut. Dibutuhkan kerja sama
yang baik dari masing-masing pihak dan sudah mendapat persetujuan
sejumlah industri pariwisata di Yogyakarta. Begitu juga bagi pengemudi
becak dan penarik andong, busananya harus diatur dengan rapi.
Pihak industri wisata juga diberi kesempatan untuk menyiapkan
busana khusus bagi para penarik becak dan andong. Kemudian, pihak
industri wisata harus memasang logo-logo usaha kepariwisataannya di
busana yang dikenakan para penarik becak atau penarik andong. Mereka
para penarik andong dan becak harus diberi tips jika datang ke hotel
membawa tamu hotel untuk menginap. Ini kerja sama yang baik, dan bahkan
kerja sama seperti ini telah diterapkan sejumlah industri cendera mata atau
kuliner di Yogyakarta. Jadi, jika ada penarik becak atau andong membawa
tamu ke lokasi jualan kaos khas Yogyakarta seperti Dagadu, atau kue-kue
khas Yogya lainya seperti bapia pathok dan lain-lain pasti pengelola industri
cendera mata dan kaus khas Yogyakarta itu akan memberi oleh-oleh khusus
22
untuk penarik becak dan andong ( Wawancara dengan Wahyudi, 3 Juni 2009
).
Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Yogyakarta bekerjasama
dengan JTTC ( Jogja Tourism Training Center UGM ) pada tahun 2008
mengadakan pembekalan pariwisata bagi 1000 tukang becak. Kegiatan
pembekalan dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 di Aula Kelurahan
Sosromenduran selama 7 hari dan diikuti oleh 350 orang pengemudi becak,
sedangkan pada bulan Nopember 2008 dilaksanakan selama 13 hari
bertempat di Museum Sonobudoyo Yogyakarta dan diikuti 650 orang
pengemudi becak. Pembekalan ini bertujuan untuk memberikan tambahan
wawasan tentang bagaimana seharusnya seorang pengemudi becak dalam
melayani wisatawan, baik etika, penampilan diri, cara memberikan
informasi maupun berkomunikasi. Dengan dilaksanakannya pembekalan
pariwisata, para pengemudi becak diharapkan dapat bersikap lebih ramah
kepada wisatawan, mengetahui obyek-obyek wisata, tempat-tempat
penjualan cinderamata dan informasi publik lainnya. Disamping itu juga
dapat bersikap profesional, jujur, toleran dan berpenampilan menarik,
sehingga wisatawan mendapatkan rasa aman, nyaman dan merasa
terlindungi.
Para pengemudi becak juga akan mendapatkan fasilitas berupa
sebuah ID Card, Rompi dan sertifikat pelatihan. Disamping itu, pengemudi
becak dapat benar-benar memahami Obyek dan Daya Tarik Wisata yang ada
di Yogyakarta, serta memahami Sapta Pesona Pariwisata. Pembekalan
23
merupakan upaya Pemerintah untuk lebih memberdayakan pengemudi becak
dan menghilangkan kesan yang kurang baik terhadap pengemudi becak
yang selama ini ada di masyarakat maupun wisatawan ( Wawancara dengan
Bisri Romli, 4 agustus 2009 )
3. Bidang seni dan budaya
Pariwisata di kota Yogyakarta menjadi lokomotif perekonomian karena
menyumbang 38 persen dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD), di antaranya
dari pajak restoran atau hotel. Karena menjadi lokomotif ekonomi, pemerintah
kota berharap agar seluruh elemen pariwisata di Yogyakarta dapat memberikan
pelayanan yang baik kepada wisatawan yang berkunjung. Pada 2008 yang lalu,
Dinas Pariwisata Seni dan Budaya kota Yogyakarta menargetkan jumlah
wisatawan yang berkunjung 1.450.000 wisatawan. Hingga akhir September,
sudah tercatat satu juta wisatawan, ditambah 100.000 wisatawan selama 10 hari
libur Lebaran pada Oktober tahun yang lalu. Diharapkan untuk tahun ini agar
lebih meningkat dengan adanya berbagai atraksi wisata pendukung, baik atraksi
seni budaya reguler, kuliner, maupun festival budaya yang lain. Kondisi wilayah
di kota Yogyakarta yang sempit bila dibandingkan kabupaten lain di Provinsi
DIY membuat pemerintah kota harus memutar otak untuk memaksimalkan
potensi yang sudah ada karena peluang untuk menambah tempat wisata sangat
kecil. Yang bisa dilakukan sekarang adalah mengintensifkan tempat wisata yang
ada.
24