4. analisis data 4.1. gambaran umum subjek penelitian 4.1 ... · yang lengkap dan modern, mulai...
TRANSCRIPT
52
Universitas Kristen Petra
4. ANALISIS DATA
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
4.1.1. Sejarah Singkat Hotel Midtown Surabaya
Hotel Midtown yang berlokasi di Jl. Basuki Rachmat 76 Surabaya
ini mulai didirikan pada bulan Maret 2012 dan dibangun oleh PT. Wahana
Dian Kentjana. Asal mula hotel ini didirikan dipelopori oleh tiga orang
yang sejak dulu bergerak di bidang hotel, yaitu Roy, Roni, dan Kenneth
Wibisono. Hotel ini didirikan karena mereka melihat perkembangan hotel
di Surabaya yang kian maju pesat. Sebelumnya tiga orang tersebut telah
membangun sebuah hotel yang sudah lama dikenal di Surabaya, yaitu Java
Paragon Hotel dan Somerset Hotel. Lalu melihat perkembangan hotel-
hotel yang sangat maju di daerah tengah kota, akhirnya mereka
merencanakan untuk mendirikan sebuah hotel dengan sebutan Midtown
yang artinya middle town. Sesuai dengan letaknya yang strategis di pusat
kota, hotel ini membidik kalangan pebisnis maupun sektor bisnis di area
tengah kota. Hotel berbintang tiga setinggi 18 lantai yang baru saja
melakukan soft opening pada bulan Maret 2012 memiliki 200 kamar
dengan design yang modern, yaitu stylist minimalis.
Pada awalnya hotel ini belum terlalu dikenal oleh sebagian
masyarakat Surabaya, namun semakin berjalannya waktu, keberhasilan
hotel ini terlihat dari banyaknya tamu-tamu yang menginap tidak hanya
dari masyarakat Surabaya, tetapi berasal dari berbagai kota di Indonesia.
Kemewahan arsitektur bergaya minimalis ditunjang dengan fasilitas hotel
yang lengkap dan modern, mulai dari empat type kamar tamu, restaurant
yang memiliki ciri khas Indonesia, ruang meeting, serta keramahan
layanan staff akan menjadikan daya tarik bagi tamu-tamu yang datang.
Visi dan misi Hotel Midtown disesuaikan dengan konsep interior design
mereka yang bergaya modern, terjangkau, dan memiliki kualitas, serta
pelayanan yang sangat tinggi.
53
Universitas Kristen Petra
4.1.2. Identitas Hotel Midtown Surabaya
4.1.2.1. Profil Hotel Midtown Surabaya
Nama hotel : Hotel Midtown Surabaya
Alamat : Jl. Basuki Rachmat 76, Surabaya 60262
Telepon : 031-531 5399
Fax : 031-531 5389
Provinsi : Jawa Timur
Email : [email protected]
Website : http://www.midtownindonesia.com/
Gambar 4.1. Foto Hotel Midtown Surabaya
Sumber : Company Profile Hotel Midtown, 2012
4.1.2.2. Logo Hotel Midtown Surabaya
Gambar 4.2. Logo Hotel Midtown Surabaya
Sumber : Data perusahaan, 2012
Logo diatas menggunakan background hitam yang dimaksudkan
dapat mencerminkan Hotel Midtown yang berkelas (classy). Tulisan
nama “Midtown” berwarna emas dimaksudkan melambangkan
kemewahan. Logo tersebut menunjukkan Hotel Midtown yang simple
54
Universitas Kristen Petra
namun merupakan hotel yang berkelas dan mewah bagi setiap segmen
masyarakat.
4.1.3. Visi dan Misi Hotel Midtown Surabaya
4.1.3.1. Visi Hotel Midtown Surabaya
Visi Hotel Midtown adalah “Hotel berkelas namun terjangkau
dan bergaya modern dengan penekanan ketelitian, kualitas, kemewahan,
serta tingkat personalized service yang tinggi”.
“Classy yet affordable, modern and stylish hotel with great
emphasize to details, quality, luxury and high level personalized
service”.
4.1.3.2. Misi Hotel Midtown Surabaya
Berdasarkan visi yang ada di atas, misi yang harus dijalankan
oleh Hotel Midtown adalah “Menjadi salah satu the leading hotel brands
di Indonesia dan sekitarnya, dikenal dengan gaya kontemporer terunik
dan menetapkan untuk menjadi nama hotel yang paling diminati di setiap
segmen, dimana kepuasan tamu adalah tujuan utama kami”.
“To be one of the leading hotel brands in Indonesia and beyond;
recognized with its contemporary and stylish hotel, and striving to be the
preferred brand in each segment that we serve where guest’s satisfaction
is our ultimate goal”.
55
Universitas Kristen Petra
4.1.4. Struktur Organisasi Hotel Midtown Surabaya
Bagan 4.1. Struktur Organisasi
Sumber : Public Relations Hotel Midtown Surabaya, 2012
Asst. General Manager
Secretary
FAM Sales &
Marketing
Manager
F&B
Marketing
Asst. HRM Room
Division
Manager
ME
Coordinator
Cost
Control
Account
Receiva
ble
IT
Income Audit
Night Audit
Account Payable
Purchasing
Store Keeper
Senior Sales
Executive
Public
Relations
Duty
Manager
FO Admin
FO Supervisor
Receptionist
Reservation
Telepon Operator
Bellboy
Driver
Valet (Outsource)
First Cook
FB Admin
FB Captain
Cashier
Bartender
Waiter/Waitress
Security
Coordinator
HR Admin Techni
cian
General Manager
Admin Sales Executive
Graphic Designer
56
Universitas Kristen Petra
4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
Sebelum melakukan pengumpulan data dengan cara membagikan
kuesioner kepada 101 karyawan hotel Midtown Surabaya, peneliti terlebih
dahulu melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap item-item pertanyaan
kepada 30 karyawan hotel Midtown. Melalui jawaban-jawaban 30 orang
karyawan hotel Midtown tersebut nantinya akan diolah dengan menggunakan
program SPSS for windows 17.0. Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap
item-item pertanyaan yang ada di kuesioner dapat dilihat lebih jelas pada
tabel berikut ini.
4.2.1. Uji Validitas
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Hambatan Komunikasi
Dimensi Pertanyaan Korelasi Pearson
(r hitung)
r tabel Keterangan
Hambatan
Teknis
Hambatan 1 .678** 0.361 Valid
Hambatan 2 .650** 0.361 Valid
Hambatan 3 .692** 0.361 Valid
Hambatan
Semantik
Hambatan 4 .815** 0.361 Valid
Hambatan 5 .622** 0.361 Valid
Hambatan 6 .541** 0.361 Valid
Hambatan 7 .742** 0.361 Valid
Hambatan
Perilaku
Hambatan 8 .741** 0.361 Valid
Hambatan 9 .745** 0.361 Valid
Hambatan 10 .659** 0.361 Valid
Hambatan 11 .603** 0.361 Valid
Hambatan 12 .752** 0.361 Valid
Hambaran 13 .566** 0.361 Valid
Hambatan 14 .726** 0.361 Valid
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Uji validitas merupakan sebuah alat pengumpul data yang
digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya sebuah kuesioner
57
Universitas Kristen Petra
(Singarimbum & Effendi, 1995, p.123). Metode uji validitas ini dilakukan
dengan metode korelasi Pearson (Priyatno, 2011, p.42). Cara menghitung
uji validitas ini, yaitu dengan mengkorelasikan masing-masing skor
pertanyaan dengan skor total item < 0,05 (Singarimbum & Effendi, 1995,
p.123). Uji validitas ini dilakukan pada 30 responden. Nilai r tabel pada
taraf signifikansi = 0,05 dengan N (jumlah responden) = 30 adalah 0,361.
Suatu kuesioner dikatakan valid, jika pertanyaan pada kuesioner mampu
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jika
nilai korelasi (r hitung) lebih besar dari r tabel, maka item kuesioner
tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya jika nilai korelasi (r hitung) lebih
kecil dari r tabel, maka item kuesioner tersebut dinyatakan tidak valid
(Singarimbum & Effendi, 1995, p. 124).
Berdasarkan tabel uji validitas di atas dapat dilihat bahwa semua
item kuesioner yang ada mulai dari dimensi hambatan teknis, hambatan
semantik, dan hambatan perilaku dinyatakan valid. Hal ini dikarenakan r
hitung > r tabel atau di atas 0,361. Dapat dikatakan bahwa item-item
kuesioner ini layak dan sah mengukur yang diukur peneliti, yaitu pengaruh
hambatan komunikasi terhadap kinerja karyawan hotel Midtown Surabaya.
Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Kinerja Karyawan
Dimensi Pertanyaan Korelasi Pearson
(r hitung)
r tabel Keterangan
Quantity of
work
Kinerja 1 .511** 0.361 Valid
Quality of
work
Kinerja 2 .658** 0.361 Valid
Kinerja 3 .653** 0.361 Valid
Job
Knowledge
Kinerja 4 .849** 0.361 Valid
Kinerja 5 .869** 0.361 Valid
Kinerja 6 .785** 0.361 Valid
Cooperation Kinerja 7 .708** 0.361 Valid
Dependability Kinerja 8 .746** 0.361 Valid
58
Universitas Kristen Petra
Initiative
Kinerja 9 .812** 0.361 Valid
Kinerja 10 .569** 0.361 Valid
Kinerja 11 .605** 0.361 Valid
Kinerja 12 .729** 0.361 Valid
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Melalui tabel uji validitas kinerja karyawan di atas, diketahui
bahwa masing-masing item pertanyaan kuesioner dinyatakan valid.
Pengukuran uji validitas ini juga dilakukan pada 30 responden untuk
mengukur sah atau tidaknya sebuah kuesioner. Hal ini dapat dilihat dari
perhitungan r hitung > r tabel atau di atas 0,361. Dapat dikatakan setiap
pertanyaan dalam kuesioner kinerja karyawan mampu mengukur
penelitian ini. Mulai dari dimensi quantity of work, quality of work, job
knowledge, cooperation, dependability, dan initiative terlihat semua sah
atau valid.
4.2.2. Uji Reliabilitas
Tabel 4.3. Hasil Uji Reliabilitas Hambatan Komunikasi
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.765 15
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Uji reliabilitas merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel dan apakah data-
data yang telah terkumpul dapat diandalkan. Suatu kuesioner dikatakan
reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Nazir, 1998, p.89). Pengukuran
reliabilitas ini menggunakan cara one shot atau sekali saja dan kemudian
hasilnya akan dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur
korelasi antar jawaban pertanyaan. Metode uji reliabilitas yang digunakan
59
Universitas Kristen Petra
dalam penelitian ini menggunakan Cronbach’s Alpha. Instrumen atau alat
ukur dikatakan reliable jika koefisien Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6
(Nazir, 1998, p.89).
Berdasarkan tabel hasil uji reliabilitas di atas dapat diketahui
bahwa semua instrumen dalam dimensi hambatan komunikasi dikatakan
reliable karena memiliki koefisien Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6 atau
diatas 0,6, yaitu 0,765. Jadi, alat ukur yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini dapat diandalkan dan konsisten dari waktu ke waktu.
Tabel 4.4. Hasil Uji Reliabilitas Kinerja Karyawan
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.768 13
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan hasil uji reliabilitas kinerja karyawan di atas dapat
dilihat bahwa nilai koefisien Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6, yaitu
0,768, artinya reliable atau dapat diandalkan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa alat ukur yang digunakan dalam dimensi kinerja
karyawan dapat diandalkan dan konsisten jika dilakukan kembali pada
waktu yang akan datang.
4.3. Deskripsi Data
4.3.1. Deskripsi Identitas Responden
Pendeskripsian mengenai identitas responden dalam penelitian ini
akan dijelaskan berdasarkan faktor-faktor demografis, yaitu jenis kelamin
responden, usia responden, departemen kerja responden, lama menjadi
karyawan tetap, pentingnya kegiatan komunikasi, dan seberapa seringnya
melakukan komunikasi dengan karyawan yang lain. Penjelasannya dapat
dijabarkan dalam tabel-tabel berikut ini.
60
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.5. Jenis Kelamin Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 63 62.4 62.4 62.4
Perempuan 38 37.6 37.6 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Dari hasil perhitungan data di atas dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki dengan total
63 orang atau 62,4%. Sedangkan perempuan berjumlah 38 orang atau 37,6%.
Berdasarkan data jumlah karyawan yang diperoleh dari Human Resources
Department (HRD) Hotel Midtown Surabaya, 4 Juli 2013 diketahui bahwa
karyawan laki-laki jumlahnya lebih banyak daripada karyawan perempuan.
Hal ini dapat dilihat dari jumlah karyawan laki-laki dengan prosentase 63%
atau 139 orang, sedangkan perempuan memiliki prosentase 37% atau 81
orang dari total seluruh karyawan Hotel Midtown sebanyak 220 orang
(Dokumen Human Resources Department, 2013).
Banyaknya responden laki-laki yang menjadi karyawan Hotel
Midtown Surabaya dikarenakan realitas yang ada di masyarakat Indonesia
menunjukkan bila dunia kerja banyak didominasi oleh laki-laki, sedangkan
perempuan lebih banyak beraktivitas di sektor domestik (kegiatan rumah
tangga) seperti memasak, mencuci, dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan
yang dikatakan Narwoko dan Suyanto (2004, p.322) bahwa masyarakat
Indonesia masih menganut budaya patriarkhi, dimana peran perempuan dalam
dunia kerja hanya sebagai second person. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa memasuki dunia kerja yang bertujuan untuk mencari penghasilan
merupakan tugas utama bagi laki-laki. Begitu pula yang terjadi di Hotel
Midtown Surabaya, mayoritas karyawannya berjenis kelamin laki-laki.
61
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.6. Usia Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 20-29 tahun 51 50.5 50.5 50.5
30-39 tahun 37 36.6 36.6 87.1
40-49 tahun 11 10.9 10.9 98.0
50-59 tahun 2 2.0 2.0 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden berusia 20-29 tahun dengan jumlah 51 orang atau 50,5%. Sebagian
lainnya berusia 30-39 tahun dengan total 37 orang atau 36,6%, responden
yang berusia 40-49 tahun ada 11 orang atau 10,9%, dan hanya 2 orang atau
2% yang berusia 50-59 tahun. Banyaknya responden yang berada pada
kisaran usia 20-29 tahun termasuk dalam usia produktif, dimana seseorang
telah memasuki dunia kerja. Seperti yang dikatakan Hurlock (2004, p.265)
bahwa umur 20-29 tahun termasuk dalam kategori masa dewasa dini dan usia
produktif, dimana individu mempunyai keinginan untuk memiliki status
sosial yang lebih baik dan memiliki harta banyak dengan memasuki dunia
kerja. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa pada usia tersebut
individu mulai meninggalkan kegiatan yang hanya mencari hiburan semata
dan lebih memikirkan masa depan.
Menurut hasil wawancara dengan Human Resources Department pada
tanggal 4 Juli 2013 (Sari, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun) mengatakan
bahwa kriteria karyawan Hotel Midtown Surabaya berada kisaran usia antara
20-60 tahun. Karyawan yang berada dalam umur tersebut adalah mereka yang
sudah siap memasuki dunia kerja yang nyata. Banyaknya karyawan yang
berada di usia 20-29 tahun dikarenakan karyawan tersebut mulai giat bekerja
untuk mencari pengalaman kerja dan siap mencari uang untuk kehidupan
mendatang. Mereka yang telah lulus SMA maupun SMK tidak lagi
62
Universitas Kristen Petra
melanjutkan sekolahnya, tetapi ada yang langsung bekerja. Namun, ada pula
karyawan yang setelah lulus S1 baru bekerja.
Selain itu, banyaknya responden yang berumur 20-29 tahun
merupakan usia transisi dari usia remaja menuju dewasa dini, dimana
individu sudah mempunyai kematangan berpikir untuk memasuki dunia kerja.
Usia karyawan lainnya berumur 30-39 tahun juga merupakan usia produktif
kerja, begitu pula umur 40-49 tahun, kemudian 50-59 tahun yang merupakan
kategori karyawan produktif. Dapat dikatakan seluruh karyawan dalam
penelitian ini memiliki kategori karyawan yang produktif dalam dunia kerja.
Tabel 4.7. Depertemen Kerja Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Divisi Sales & Marketing 7 6.9 6.9 6.9
Divisi Finance & Accounting 12 11.9 11.9 18.8
Divisi Rooms 40 39.6 39.6 58.4
Divisi Food & Beverage 42 41.6 41.6 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui responden yang berada
di divisi Food & Beverage Marketing memiliki jumlah yang paling banyak,
yaitu 42 responden atau 41,6%, diikuti oleh divisi Rooms sebanyak 40
responden atau 39,6%, divisi Finance & Accounting terdiri dari 12 responden
atau 11,9%, dan divisi Sales & Marketing sebanyak 7 responden atau 6,9%.
Pada tingkatan dasar, sistem organisasi adalah manusia dan departemen yang
membuat organisasi menjadi hidup dan tumbuh (Miller, 2009, p.59). Alasan
pemilihan empat divisi ini dikarenakan peneliti mensinyalir adanya hambatan
komunikasi yang tampak antar karyawan dalam divisi yang telah disebutkan
di atas. Selain itu pemilihan divisi tersebut karena dalam organisasi,
keseluruhan divisi merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan.
63
Universitas Kristen Petra
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan dari tiap
divisi yang memiliki kedudukan yang setara. Karena peneliti mengamati
komunikasi yang terjadi secara horizontal. Responden dalam divisi di atas
saling melakukan komunikasi dan memberikan informasi dari satu karyawan
kepada rekan kerja yang lain. Sebuah organisasi akan mencapai tujuannya,
apabila komunikasi yang efektif dilakukan dengan baik dalam setiap
karyawannya. Keberadaan departemen yang ada sangat penting untuk
menyalurkan informasi maupun pesan yang ada untuk memperlancar jalannya
pekerjaan. Setiap departemen memiliki tugas dan tujuan yang berbeda,
dimana mereka saling bekerja sama untuk memajukan organisasi. Oleh
karena itu diperlukan komunikasi yang efektif dalam departemen yang
terkait.
Tabel 4.8. Lama Masa Kerja Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1-3 bulan 11 10.9 10.9 10.9
4-6 bulan 5 5.0 5.0 15.8
7-9 bulan 13 12.9 12.9 28.7
Lebih dari 10 bulan 19 18.8 18.8 47.5
Satu tahun 53 52.5 52.5 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dilihat lama masa kerja responden
mulai berdirinya Hotel Midtown Surabaya yang sudah memasuki 1 tahun 5
bulan ini. Mayoritas responden yang bekerja di Hotel Midtown Surabaya
memiliki masa kerja 1 tahun dengan jumlah 53 karyawan atau 52,5%.
Responden yang telah bekerja selama lebih dari 10 bulan sebanyak 19 orang
atau 18,8%. Sedangkan responden yang bekerja selama 7-9 bulan sebanyak
13 orang atau 12,9%, responden yang bekerja selama 4-6 bulan sebanyak 5
64
Universitas Kristen Petra
orang atau 5% saja, dan responden yang baru bekerja selama 1-3 bulan
terdapat 11 orang atau 10,9%.
Banyaknya responden yang telah bekerja selama 1 tahun menjadikan
responden melakukan komunikasi secara terus menerus kepada karyawan
yang satu dengan yang lainnya. Dimana responden saling mengenal antar
karyawan dan dapat menjalin hubungan yang baik dalam organisasi tersebut.
Selain itu terdapat pula responden yang baru bekerja selama 1-3 bulan, yaitu
11 responden. Menurut Head of Human Resources Department, 4 Juli 2013
(Sari, 32 tahun, lama kerja 1 tahun) menyatakan mereka yang baru bekerja 1-
3 bulan adalah karyawan yang baru mulai beradaptasi dengan lingkungan
kerjanya. Mereka mulai mengenal karyawan yang satu dengan yang lainnya
dan belajar melakukan komunikasi yang efektif dengan rekan sekerja.
Tabel 4.9. Pentingnya Kegiatan Komunikasi Organisasi Hotel Midtown
Surabaya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat penting 69 68.3 68.3 68.3
Penting 32 31.7 31.7 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden menjawab kegiatan komunikasi organisasi di Hotel Midtown
Surabaya sangat penting. Hal ini tampak dari jawaban responden dengan total
69 orang atau 68,3% dari 101 karyawan yang menyatakan sangat penting.
Sedangkan sebagian lainnya menjawab penting dengan jumlah 32 karyawan
atau 31,7%. Menurut Mc. Farland dalam Wursanto (2005, p.153) menyatakan
bahwa komunikasi merupakan interaksi atau proses hubungan saling
pengertian antar manusia. Ayatullah (2003, p.23) menyatakan bahwa
organisasi merupakan salah satu konteks penting dalam komunikasi. Suatu
organisasi tidak dapat dipungkiri selalu melakukan komunikasi dengan
65
Universitas Kristen Petra
berbagai pihak untuk mencapai tujuannya. Tanpa adanya komunikasi, maka
sebuah lembaga akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam pengelolaannya.
Pentingnya kegiatan komunikasi organisasi di Hotel Midtown karena
setiap karyawan dalam tiap divisi saling bergantung dan berkomunikasi
antara satu dengan yang lainnya untuk menyampaikan pesan. Menurut hasil
wawancara dengan salah satu responden yang menjawab sangat penting
kegiatan komunikasi organisasi, 4 Juli 2013 (Ani, usia 34 tahun, masa kerja 1
tahun, staff divisi Sales & Marketing) menyatakan bahwa komunikasi adalah
hal yang mendasari manusia untuk menyampaikan pesan atau informasi
dalam suatu organisasi karena dengan adanya komunikasi yang efektif dapat
memperlancar jalannya pekerjaan dalam organisasi.
Komunikasi organisasi memiliki kontribusi untuk menciptakan
hubungan, baik individu maupun organisasi untuk mencapai tujuan yang
beragam (Shockley, 2012, p.16). Komunikasi organisasi terjadi antara orang-
orang yang melakukan pekerjaannya dengan orang lain dan hubungan
interpersonal. Selain itu, pentingnya kegiatan komunikasi organisasi juga
terjadi diantara orang-orang yang memiliki bahasa yang berbeda dan
memiliki perspektif budaya yang berbeda. Organisasi merupakan wadah yang
mempekerjakan karyawan yang berasal dari berbagai latar belakang
pendidikan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, dan kebudayaan yang
berbeda (Liliweri, 2002, p.22). Dapat dikatakan bahwa komunikasi organisasi
terjadi di seluruh jaringan dari orang-orang yang mencari untuk mendapatkan
berbagai tujuan dalam interaksi sehari-hari. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa komunikasi dalam organisasi adalah hal yang sangat
penting untuk menyampaikan pesan maupun informasi dengan sesama rekan
kerja.
66
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.10. Frekuensi Responden dalam Berkomunikasi dengan Karyawan
Lain Selama Satu Hari
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat sering 61 60.4 60.4 60.4
Sering 40 39.6 39.6 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel di atas, diketahui mayoritas responden sangat sering
melakukan komunikasi dengan karyawan yang lain selama satu hari dalam
masa kerja. Dapat dilihat dari jumlah responden yang menjawab sangat sering
dengan total 61 orang atau 60,4% dan responden yang menjawab sering
sebanyak 40 orang atau 39,6%. Melalui jawaban responden seringnya
melakukan komunikasi dapat diketahui betapa pentingnya komunikasi dalam
suatu organisasi. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa
komunikasi dalam organisasi adalah suatu proses penyampaian informasi,
ide-ide, diantara para anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wursanto, 2005, p.157).
Semakin sering individu melakukan komunikasi dalam dunia kerja
akan semakin lancar dalam melakukan setiap pekerjaan. Hal ini dikarenakan
dalam sebuah organisasi pasti melakukan komunikasi agar tidak terjadi
kesalahpahaman atau salah pengertian antar karyawan yang ada. Komunikasi
merupakan salah satu unsur penting yang menandai kehidupan di dalam suatu
organisasi (Suranto, 2005, p.55). Ketika sebuah organisasi itu berharap dapat
bekerja dalam sebuah manajemen yang efisien, maka di dalamnya harus
dilakukan langkah-langkah komunikasi internal secara terencana. Komunikasi
dapat digunakan untuk mengubah, mempertahankan, dan meningkatkan
kemajuan sebuah organisasi. Oleh karena itu, sebagian besar responden dalam
penelitian ini sangat sering melakukan komunikasi dengan sesama rekan kerja
lainnya dalam waktu kerja.
67
Universitas Kristen Petra
4.3.2. Deskripsi Frekuensi Jawaban
4.3.2.1. Deskripsi Data Variabel Hambatan Komunikasi (X)
Komunikasi atau berkomunikasi itu kelihatannya mudah, tetapi
sebenarnya tidak lepas dari berbagai kendala atau hambatan dalam
pelaksanaannya (Rudy, 2005, p.22-23). Seringkali dijumpai dalam suatu
organisasi terjadi salah pengertian antara satu anggota dengan anggota
lainnya atau antara atasan dengan bawahannya mengenai pesan yang
mereka sampaikan dalam berkomunikasi (Masmuh, 2010, p.80).
Komunikasi yang terjadi dalam organisasi Hotel Midtown
Surabaya juga tidak berjalan dengan efektif. Ditemui beberapa hambatan
komunikasi yang terjadi di empat divisi, yaitu divisi Sales & Marketing,
divisi Finance & Accounting, divisi Rooms, dan divisi Food & Beverage
Marketing. Effendy (2003, p.45) menyatakan hambatan komunikasi
secara konseptual bisa didefinisikan sebagai “Hal-hal yang menjadi
penghambat dalam proses komunikasi”.
Hambatan komunikasi dapat dilihat melalui tiga dimensi, yaitu
hambatan teknis, hambatan semantik, dan hambatan perilaku. Berikut
penjelasan dari hasil kuesioner mengenai variabel hambatan komunikasi.
1. Hambatan Teknis
Tabel 4.11. Sarana dan Prasarana dalam Proses Komunikasi Lengkap
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 34 33.7 33.7 33.7
Setuju 51 50.5 50.5 84.2
Tidak setuju 16 15.8 15.8 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan jawaban responden dari tabel 4.11 di atas dapat dilihat
bahwa sebagian besar responden menjawab setuju bahwa sarana dan
prasarana yang ada dalam proses komunikasi lengkap, yaitu sebanyak 51
68
Universitas Kristen Petra
orang atau 50,5%. Sedangkan 34 orang atau 33,7% menjawab sangat setuju
mengenai kelengkapan peralatan yang ada di Hotel Midtown Surabaya.
Namun terdapat 16 responden atau 15,8% yang menjawab tidak setuju
mengenai kelengkapan sarana dan parasarana yang ada.
Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah adanya kelengkapan
telepon, facsimile, televisi, dan komputer yang dapat menguhubungkan
seluruh jaringan dalam organisasi. Kurangnya sarana dan prasarana yang ada
dapat menghambat komunikasi yang terjadi antar karyawan (Wursanto, 2005,
p.171). Sarana dan prasarana yang tidak mendukung dalam proses
komunikasi merupakan dimensi hambatan komunikasi yang pertama, yaitu
hambatan yang bersifat teknis.
Saat ini perkembangan teknologi telekomunikasi semakin maju dan
berkembang, seperti yang ada di dalam organisasi Hotel Midtown, fasilitas
yang digunakan dapat dikatakan lengkap. Sarana yang diperlukan dalam
proses komunikasi seperti telepon terdapat di setiap kantor divisi masing-
masing, yaitu divisi Sales & Marketing¸ Finance & Accounting, Rooms, dan
Food & Beverage Marketing. Begitu pula komputer yang digunakan untuk
menyampaikan pesan melalui email, penggunaan facsimile juga terdapat di
setiap kantor untuk menyampaikan pesan secara tertulis. Hal ini didukung
melalui hasil wawancara dengan Nila, usia 24 tahun, masa kerja 8 bulan, staff
divisi Rooms, 4 Juli 2013 yang menjawab setuju dengan alasan sebagai
berikut.
“Selama ini, saya merasa sarana dan prasarana yang ada di Hotel
Midtown dapat memenuhi karyawan dalam bekerja karena adanya
komputer, telepon, dan facsimile di tiap divisi cukup membantu kami
untuk melakukan komunikasi yang efektif. Tanpa adanya kelengkapan
sarana tersebut, maka kami akan kesulitan untuk menyampaikan pesan
dalam organisasi ini. Secara keseluruhan alat komunikasi yang ada
sudah lengkap”.
Namun, tidak menutup kemungkinan terdapat 16 responden yang
menjawab tidak setuju, artinya sarana dan prasarana yang ada belum lengkap.
Menurut salah satu jawaban responden yang menjawab tidak setuju (Andi,
69
Universitas Kristen Petra
usia 26 tahun, masa kerja 10 bulan, staff divisi Rooms, 5 Juli 2013)
mengatakan demikian.
“Menurut saya sarana dan prasarana di sini masih kurang lengkap.
Sarana seperti handy talkie yang dapat dibawa ke mana-mana oleh
beberapa karyawan ketika berada di luar ruangan atau kantor belum
tersedia banyak. Padahal handy talkie merupakan salah satu alat
komunikasi yang penting untuk berkomunikasi di perusahaan yang
besar ini, sehingga jika terdapat sebuah event dapat tetap
berkomunikasi dengan baik. Di samping itu, sarana seperti telepon
dan komputer sudah dilengkapi di setiap kantor”.
Melalui jawaban responden di atas, secara keseluruhan fasilitas yang
ada sudah lengkap, hanya sebagian kecil dari mereka yang menjawab kurang
lengkap. Dalam hal ini tidak mengganggu komunikasi dalam organisasi
tersebut. Tidak terlihat hambatan komunikasi yang terjadi karena sarana dan
prasarana yang digunakan. Penggunaan fasilitas yang ada dapat membantu
kelancaran komunikasi antara karyawan yang satu dengan yang lainnya.
Jika kita melihat hakikat komunikasi sebagai suatu sistem, maka
gangguan komunikasi bisa terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur yang
mendukungnya, termasuk faktor lingkungan dimana komunikasi itu terjadi
(Cangara, 2006, p.113). Liliweri (2006, p.96) mendefinisikan sebagai
demikian, hambatan atau gangguan berkomunikasi adalah pengaruh dari
dalam maupun luar individu atau lingkungan yang merusak aliran atau isi
pesan yang dikirimkan atau yang diterima. Dalam hal ini, keterbatasan
fasilitas dan peralatan komununikasi di masa lalu merupakan penyebab utama
timbulnya hambatan komunikasi (Wursanto, 2005, p.171). Namun, dari hasil
wawancara dengan responden, sarana dan prasarana yang ada tidak
menghambat proses komunikasi yang terjadi.
70
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.12. Keahlian dan Kecakapan Responden dalam Menyampaikan
Pesan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 25 24.8 24.8 24.8
Setuju 35 34.7 34.7 59.4
Tidak setuju 41 40.6 40.6 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas
responden tidak memiliki keahlian dan kecakapan dalam menyampaikan
pesan kepada karyawan lain. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang
menjawab tidak setuju sebanyak 41 orang atau 40,6%, responden yang
menjawab setuju sebanyak 35 orang atau 34,7%, dan responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 25 orang atau 24,8%. Dengan kata lain,
sebagian besar dari responden tidak dapat menyampaikan pesan dengan
cukup jelas. Penguasaan teknik dan metode berkomunikasi yang ada tidak
dimiliki oleh sebagian responden dalam penelitian ini. Hal ini dapat
mengganggu komunikasi yang terjadi antara karyawan satu dengan yang lain.
Alasan responden yang menjawab tidak setuju dikarenakan mereka
tidak memiliki cara yang tepat untuk mengerjakan sesuatu dan tidak memiliki
kecakapan dalam menyampaikan pesan. Teknik berkomunikasi dalam
menyampaikan pesan kepada pihak lain juga tidak dapat berjalan dengan
baik, sehingga informasi yang disampaikan tidak dapat diterima dengan cepat
dan tepat oleh penerima informasi. Melalui hasil wawancara dengan salah
satu responden yang menjawab tidak setuju (Anita, usia 28 tahun, masa kerja
10 bulan, staff divisi Rooms, 4 Juli 2013) mengatakan demikian.
“Saya memang tidak yakin bahwa saya memiliki keahlian dan
kecakapan dalam berkomunikasi, tidak seperti karyawan lain yang
dapat berkomunikasi dengan jelas. Sering kali terjadi kesalahpahaman
karena menyampaikan pesan yang tidak sesuai atau tidak jelas.
Sebagai contoh yang pernah saya alami, pada saat saya
71
Universitas Kristen Petra
menyampaikan pesan mengenai tagihan atau billing kepada staff divisi
Finance & Accounting, saya tidak dapat menjelaskan dengan benar,
sehingga penerima pesan bisa bingung atau terjadi salah pengertian.
Apa yang saya sampaikan tidak dimengerti dengan jelas, bahkan
terkadang ditanggapi berbeda dengan yang dimaksud. Tidak semua
individu memiliki kecakapan berbicara, sehingga apa yang ingin
disampaikan tidak bisa disampaikan dengan jelas dan baik. Hal ini
yang dapat menghambat proses komunikasi”.
Teknik berkomunikasi menjadi kelengkapan bagi setiap individu agar
lawan bicara dapat mengerti dengan jelas pesan apa yang dimaksud dan
diterima dengan benar. Dapat pula dikatakan secara singkat bahwa teknik
komunikasi adalah kecakapan dalam berkomunikasi (Wursanto, 2005, p.171).
Hambatan komunikasi ini juga terjadi karena responden tidak menggunakan
cara dengan tepat, sehingga proses komunikasi tidak akan mencapai sasaran
yang diharapkan, kemudian secara tidak langsung akan mengalami hambatan
komunikasi.
Di sisi lain, 35 responden lainnya menjawab setuju, artinya mereka
memiliki teknik berkomunikasi yang baik, sehingga pada saat menjelaskan
sesuatu atau informasi kepada rekan kerja lainnya dapat dipahami dengan
jelas. Salah satu responden yang menjawab setuju (Lani, usia 34 tahun, masa
kerja 1 tahun, staff divisi Sales & Marketing, 4 Juli 2013) menjelaskan
sebagai berikut.
“Saya sudah bekerja hampir 10 tahun di bidang perhotelan. Selama
saya bekerja, saya selalu dapat menyampaikan informasi maupun
pesan dengan baik ke sesama rekan kerja lainnya. Seperti pada saat
saya berbicara dengan front office, saya dapat menjelaskan pesan
dengan baik mengenai bookingan kamar tamu, sehingga karyawan
lain juga dapat menyerap pesan itu dengan benar. Cara berkomunikasi
yang tepat merupakan hal yang penting dalam dunia kerja”.
Dilihat dari jawaban responden di atas, selisih sedikit antara
responden yang menjawab tidak setuju dan setuju. Hal ini dikarenakan
beberapa dari mereka memang tidak memiliki cara yang tepat untuk
menyampaikan pesan. Namun karyawan lain yang sudah memiliki banyak
pengalaman di dunia kerja, memiliki keahlian dalam berkomunikasi. Secara
keseluruhan, responden dalam penelitian ini lebih banyak yang tidak
72
Universitas Kristen Petra
menguasai teknik dan metode berkomunikasi, sehingga menyebabkan
komunikasi terhambat. Seperti yang dikatakan Wursanto (2005, p.171)
apabila komunikator kurang mempertahankan atau tidak mempergunakan
teknik yang tepat, maka komunikasi akan mengalami hambatan. Miller (2009,
p.183) mengatakan penyebab hambatan komunikasi dikarenakan komunikasi
yang sangat payah (poor communication). Tidak hanya dilihat melalui
fasilitas yang ada, tetapi teknik dan metode berkomunikasi yang tidak lancar
juga dapat menghambat komunikasi.
Tabel 4.13. Responden Melakukan Komunikasi dalam Kondisi yang Baik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 16 15.8 15.8 15.8
Setuju 37 36.6 36.6 52.5
Tidak setuju 39 38.6 38.6 91.1
Sangat tidak setuju 9 8.9 8.9 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan hasil jawaban responden dari tabel 4.13 di atas, dapat
dilihat sebanyak 39 orang atau 38,6% responden tidak setuju dalam
melakukan komunikasi dengan kondisi yang baik. Responden yang
menjawab sangat tidak setuju berjumlah 9 orang atau 8,9% dan responden
yang menjawab setuju dengan jumlah yang cukup banyak, yaitu 37 orang
atau 36,6%, sebagian kecil responden menjawab sangat setuju dengan jumlah
16 orang atau 15,8%. Melalui hasil jawaban responden di atas terlihat bahwa
sebagian besar responden tidak dapat melakukan komunikasi dalam kondisi
yang baik. Kondisi fisik yang tidak memungkinkan terjadinya komunikasi
dapat menyebabkan hambatan komunikasi.
Dalam indikator ini, kondisi fisik dapat dilihat melalui tiga macam,
yaitu kondisi fisik manusia, kondisi fisik yang berhubungan dengan waktu
atau situasi/ keadaan, dan kondisi peralatan (Wursanto, 2005, p.173).
73
Universitas Kristen Petra
Responden yang menjawab tidak setuju di sini, artinya mereka tidak dapat
melakukan komunikasi yang lancar dikarenakan kondisi fisik yang
mengganggu terjadinya proses komunikasi. Seperti dalam kondisi fisik
manusia, keadaan fisik komunikan maupun komunikator yang kurang sehat
dapat menyebabkan komunikasi tidak lancar, sehingga menghambat proses
komunikasi. Begitu pula kondisi fisik yang berhubungan dengan waktu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Mira, usia 36 tahun, masa kerja 6
bulan, staff divisi Food & Beverage Marketing, 4 Juli 2013 mengatakan :
“Saya beberapa kali terganggu ketika berbicara dalam situasi yang
ramai. Pada saat saya berbicara melalui telepon dengan Era dari divisi
Sales & Marketing dalam keadaan yang ramai, pesan itu tidak
tersampaikan dengan baik karena suasana yang gaduh dapat membuat
komunikasi menjadi tidak fokus. Saya berbicara harus mengulang-
ulang dan Era juga tidak mendengar dengan jelas”.
Selain itu, hasil wawancara dengan Mira, usia 36 tahun, staff divisi
Food & Beverage Marketing menambahkan bahwa kondisi fisik yang terlalu
lelah pada saat sore hari, ketika berbicara antar karyawan yang telah
menerima banyak pekerjaan, kemudian diajak berbicara pada sore hari dapat
menyebabkan komunikasi tidak dapat diterima dengan baik. Hal ini sering
terjadi pada responden dalam penelitian ini. Hal lain yang dapat menghambat
proses komunikasi adalah kondisi peralatan yang rusak, seperti telepon dan
komputer yang rusak dapat menghambat proses komunikasi ke seluruh
karyawan yang lain.
Kondisi fisik yang paling sering terjadi menurut hasil wawancara
dengan salah satu staff divisi Sales & Marketing (Bayu, usia 36 tahun, masa
kerja 10 bulan, 4 Juli 2013) dikarenakan kondisi waktu atau situasi yang ada.
Hal ini didiukung oleh jawaban responden sebagai berikut.
“Menurut saya, komunikasi yang paling sering terganggu dikarenakan
waktu berbicara pada saat pagi hari atau baru datang di kantor dengan
pada saat sore hari atau mau pulang kerja akan terasa berbeda. Karena
pada saat pagi hari pikiran masih baru dan belum terlalu banyak beban
pekerjaan, tetapi setelah siang menuju sore hari akan semakin banyak
pekerjaan yang harus dikerjakan, sehingga berbicara di sore hari akan
membuat komunikasi tidak tersalurkan dengan baik”.
74
Universitas Kristen Petra
Dengan kata lain dari hasil jawaban responden di atas dapat dikatakan
bahwa pesan yang disampaikan juga tidak dapat diterima dengan baik karena
kondisi waktu yang tidak memungkinkan. Dalam mendukung sebuah
efektivitas pesan diperlukan suatu kondisi yang mendukung. Seperti yang
dikatakan Wilbur Schramm (Effendy, 2003, p.42), yaitu apa yang disebut
“the condition of success in communication”, yakni kondisi yang harus
dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan dapat menghasilkan
tanggapan yang sesuai dan dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja.
Apabila kondisi fisik tidak memenuhi, maka komunikasi akan terhambat dan
secara tidak langsung pesan yang ada tidak bisa diterima dengan baik.
Namun tidak semua responden dalam penelitian ini menjawab tidak
setuju. Terdapat 37 responden yang menjawab setuju dan 16 responden
mengatakan sangat setuju, artinya mereka selalu berbicara dengan kondisi
fisik yang baik, suasana yang mendukung, dan tidak pernah terjadi kerusakan
pada fasilitas yang ada. Responden yang menjawab setuju pun bukan berarti
tidak pernah mengalami hambatan komunikasi karena kondisi fisik, tetapi hal
itu tidak terlalu berpengaruh terhadap komunikasi yang ada. Dengan
demikian proses komunikasi yang terjadi berjalan dengan lancar. Dapat
dilihat dari hasil wawancara dengan Irena, usia 32 tahun, masa kerja 1 tahun,
staff divisi Finance & Accounting, 4 Juli 2013 mengatakan demikian.
“Pengalaman saya selama ini selalu melakukan komunikasi dengan
baik. Apabila saya berbicara melalui telepon maupun tatap muka
secara langsung dengan rekan kerja selalu dalam situasi yang tenang
dan tidak mengganggu komunikasi di antara kami. Jadi pesan yang
disampaikan pun dapat diterima dengan jelas. Kadang-kadang juga
kondisi waktu atau situasi yang tidak tepat dapat menghambat proses
komunikasi, tetapi masih bisa ditangani”.
Melalui hasil jawaban responden di atas, sebagian besar dari mereka
sering terganggu komunikasinya dikarenakan kondisi fisik yang tidak tepat.
Hasil jawaban responden selisih sedikit antara yang menjawab tidak setuju
dan setuju. Hal ini dikarenakan beberapa responden yang menjawab setuju
masih dapat mengontrol komunikasi mereka ketika berada dalam suasana
yang ramai atau mengganggu, sedangkan sebagian besar lainnya tidak dapat
75
Universitas Kristen Petra
melakukan komunikasi dengan fokus karena kondisi dan situasi yang
mengganggu tersebut. Sesuai dengan teori yang dikatakan Wursanto (2005, p.
172) bahwa kondisi fisik manusia, kondisi waktu, dan kondisi peralatan yang
tidak sesuai dapat menghambat proses komunikasi. Hal ini juga terjadi di
dalam organisasi Hotel Midtown, sehingga sebagian besar responden
melakukan kegiatan komunikasi dalam situasi yang tidak mendukung.
2. Hambatan Semantik
Tabel 4.14. Responden Tidak Terdapat Salah Ucap dalam Menyampaikan
Informasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 28 27.7 27.7 27.7
Setuju 29 28.7 28.7 56.4
Tidak setuju 44 43.6 43.6 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.14 di atas, sebagian besar responden pernah
terdapat salah ucap dalam menyampaikan informasi. Hal ini terlihat dari
jawaban responden yang paling banyak menjawab tidak setuju dengan total
44 orang atau 43,6%. Artinya sebagian besar responden pernah mengucapkan
kata-kata atau kalimat yang salah pada saat berbicara dengan rekan sekerja.
Hal ini seringkali terjadi karena setiap manusia dapat terjadi salah ucap dalam
menyampaikan informasi. Responden yang menjawab setuju sebanyak 29
orang atau 28,7% dan 28 orang atau 27,7% menjawab sangat setuju.
Menurut hasil analisis pada saat wawancara dengan salah satu staff
Rooms pada tanggal 5 Juli 2013 (Vica, usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun)
mengungkapkan bahwa komunikasi antar staff sekerja sering terjadi salah
ucap dalam menyampaikan informasi. Seperti pada saat penyampaian
informasi mengenai program promo terbaru awal tahun 2013, divisi Sales &
Marketing memberitahukan kepada karyawan di reservation tentang promo
76
Universitas Kristen Petra
tersebut dan terdapat salah ucap dari nama promo yang ada. Hasil wawancara
dapat dilihat sebagai berikut.
“Pada saat promo awal tahun baru, seharusnya promo di tipe kamar
Groovy, tetapi Sales & Marketing mengatakan di tipe kamar Splendid,
sehingga menyebabkan hambatan komunikasi karena terdapat salah
ucap dan menyebabkan salah pengertian”.
Selain itu, hambatan komunikasi horizontal antar staff juga sering
terjadi karena salah menyampaikan informasi mengenai menu makanan,
sehingga informasi yang disampaikan tidak dapat dipahami jelas oleh
penerima pesan. Effendy (2002, p.13) mengatakan salah ucap atau salah tulis
dapat menimbulkan salah pengertian (misundestanding) atau salah tafsir
(misinterpretation) yang pada gilirannya dapat menimbulkan salah
komunikasi (miscommunication).
Beberapa responden lainnya menjawab setuju sebanyak 29 orang atau
28,7% dan sangat setuju sebanyak 28 orang atau 27,7%. Artinya sebagian
responden lainnya tidak terdapat salah ucap dalam menyampaikan informasi.
Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang tidak pernah
melakukan salah ucap (Santi, usia 29 tahun, masa kerja 6 bulan, staff divisi
Finance & Accounting, 5 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.
“Saya dalam melakukan pekerjaan selalu berhati-hati dalam
menyampaikan pesan agar tidak terjadi kesalahan mengucapkan kata-
kata. Saya tidak pernah memberikan informasi yang salah kepada
rekan kerja yang lainnya, pesan yang disampaikan diucapkan dengan
bahasa yang baik dan benar”.
Informasi adalah hasil dari proses intelektual seseorang. Proses
intelektual adalah mengolah/ memproses stimulus yang masuk ke dalam diri
individu melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak/pusat syaraf
untuk diolah/diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman
yang dimiliki seseorang. Setelah mengalami pemrosesan, stimulus itu dapat
dimengerti sebagai informasi (Wiryanto, 2005, p.29). Beberapa dari
responden menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam menyampaikan
77
Universitas Kristen Petra
pesan, sehingga pesan yang ada dapat dimengerti dengan baik oleh penerima
pesan.
Bahasa adalah alat komunikasi yang efektif, tetapi bahasa juga dapat
menjadi hambatan komunikasi apabila yang digunakan tidak dimengerti oleh
orang lain atau terjadi salah ucap (Wursanto, 2005, p.175). Kesalahan bahasa
dapat menyebabkan hambatan komunikasi, hal ini termasuk dalam dimensi
hambatan semantik. Semantik dapat diartikan sebagai suatu studi tentang
pengertian. Pengertian dapat diungkapkan melalui bahasa, baik bahasa lisan
(melalui ucapan, bahasa badan) maupun bahasa tertulis. Jadi yang dimaksud
hambatan semantik adalah hambatan yang disebabkan kesalahan dalam
menafsirkan, kesalahan dalam memberikan pengertian terhadap kata-kata,
bahasa, kalimat, dan kode-kode yang dipergunakan dalam proses komunikasi
(Wursanto, 2005, p.175). Weaver (1958, p.26) menekankan bahwa hambatan
semantik merupakan jarak informasi semantik (semantic information-
distance).
Sebagian besar responden dalam penelitian ini sering terjadi salah
ucap, sehingga banyak dari mereka yang menjawab tidak setuju dalam
kuesioner tersebut. Sesuai dengan yang dikatakan Wursanto (2005, p.173)
bahwa terdapat salah ucap dalam penyampaian informasi dengan karyawan
lain dapat menyebabkan hambatan komunikasi.
Tabel 4.15. Responden Menggunakan Bahasa yang Komunikatif
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 46 45.5 45.5 45.5
Setuju 53 52.5 52.5 98.0
Tidak setuju 2 2.0 2.0 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Dari data tabel di atas, hampir semua responden menjawab setuju dan
sangat setuju dalam penggunaan bahasa sehari-hari yang komunikatif.
78
Universitas Kristen Petra
Responden yang menjawab setuju terdapat 53 orang atau 52,5%, responden
yang menjawab sangat setuju berjumlah 46 orang atau 45,5%, namun hanya
terdapat 2 orang atau 2% yang menjawab tidak setuju. Sebagian besar
responden dalam penelitian ini menggunakan bahasa yang komunikatif,
sehingga mudah dimengerti oleh penerima pesan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Human Resources Department
pada tanggal 4 Juli 2013 (Sari, umur 29 tahun, masa kerja 1 tahun)
mengatakan bahwa bahasa yang digunakan sehari-hari sangat dianjurkan
dalam komunikasi. Hal ini dikarenakan bahasa merupakan alat bantu manusia
untuk berkomunikasi. Jika tidak menggunakan bahasa yang komunikatif,
maka akan mengganggu jalannya komunikasi itu sendiri. Pemaknaan dan
penafsiran pesan yang ada dapat disalah artikan oleh penerima pesan. Dengan
begitu juga dapat mengganggu pekerjaan yang ada.
Hasil jawaban responden yang menjawab setuju didukung oleh
wawancara dengan salah satu responden, Odi, usia 29 tahun, masa kerja 1
tahun, staff divisi Rooms, 4 Juli 2013 mengatakan sebagai berikut.
“Saya selalu menggunakan bahasa yang komunikatif saat berbicara
dengan teman kerja, atasan, bawahan, maupun dengan para tamu yang
ada. Pentingnya penggunaan bahasa yang komunikatif agar dapat
dimengerti dengan jelas oleh seluruh lawan bicara dan mengurangi
kesalahpahaman yang terjadi”.
Seluruh responden di sini selalu berusaha berbicara dengan bahasa
yang mudah dimengerti, meskipun ada 2 responden yang tidak setuju. Dari
hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab tidak setuju
(Jordan, usia 24 tahun, masa kerja 4 bulan, staff divisi Food & Beverage
Marketing, 4 Juli 2013) mengatakan demikian.
“Pada saat berbicara saya menggunakan bahasa yang baik dan benar,
tetapi kadang-kadang saya menggunakan bahasa slang atau bahasa
gaul yang mungkin hanya dimengerti oleh beberapa orang tertentu
saja. Bahkan saya juga menggunakan bahasa Jawa yang kadang tidak
dimengerti oleh orang-orang yang berasal dari budaya lain”.
79
Universitas Kristen Petra
Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang penting digunakan
dalam komunikasi (Liliweri, 1997, p.145). Salah penggunaan bahasa bisa
menyebabkan hambatan komunikasi. Hambatan adalah faktor yang
menyebabkan di penerima merasakan suatu perubahan dalam informasi/
rangsangan yang tiba. Pengaruh bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan
tingkah laku seseorang. Pengaruh/ efek juga dapat diartikan perubahan/
penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang
sebagai akibat penerimaan pesan (Mulyana, 2003, p.155). Gangguan bahasa
merupakan salah satu hambatan komunikasi. Penggunaan kata-kata maupun
kalimat yang salah dapat menyebabkan arti yang berbeda bagi penerima
pesan (Wursanto, 2005, p.175).
Secara keseluruhan hampir 97% responden dalam penelitian ini
menggunakan bahasa sehari-hari yang komunikatif dalam berbicara.
Wursanto (2005, p.173) mengatakan jika bahasa yang digunakan tidak sesuai
dengan bahasa sehari-hari yang komunikatif, maka hambatan komunikasi
dapat terjadi. Namun, melalui jawaban seluruh responden, mereka selalu
menggunakan bahasa sehari-hari yang benar, sehingga tidak menyebabkan
hambatan komunikasi.
Tabel 4.16. Responden Menggunakan Pemilihan Kata yang Tepat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 42 41.6 41.6 41.6
Setuju 57 56.4 56.4 98.0
Tidak setuju 2 2.0 2.0 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Dari tabel 4.16 terlihat dari 101 responden, 57 responden atau 56,4%
menjawab setuju dalam penggunaan pemilihan kata yang tepat, 42 responden
atau 41,6% menjawab sangat setuju, dan terdapat 2 responden atau 2% yang
menjawab tidak setuju. Responden yang menjawab setuju dan sangat setuju
80
Universitas Kristen Petra
adalah mereka yang menggunakan bahasa yang komunikatif dan pemilihan
kata yang tepat, sehingga dalam melakukan komunikasi, tidak terdapat salah
pengertian.
Melalui hasil wawancara dengan responden yang menjawab setuju
pada tanggal 4 Juli 2013 (Luna, usia 30 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi
Finance & Accounting) mengatakan seperti dibawah ini.
“Saya dalam berbicara selalu memperhatikan kata-kata yang
digunakan agar tidak terjadi salah pengertian dengan rekan kerja. Jadi,
bahasa yang digunakan selalu menggunakan kata-kata yang tepat dan
sesuai agar mudah dipahami”.
Kesalahan pemilihan kata dapat menyebabkan gangguan dalam
komunikasi. Dalam hambatan sering terjadi miscomunication. Hal ini
dikarenakan pemilihan kata yang tidak tepat atau karena kata tersebut
memiliki arti yang berbeda. Namun, hambatan seperti ini dapat
diminimalisasikan melalui pemilihan kata yang tepat, apabila melakukan
komunikasi dengan masyarakat dari budaya yang berbeda dan mengurangi
penggunaan kalimat slang (Chaney & Martin, 2004, p.49).
Responden yang menjawab tidak setuju adalah mereka yang seringkali
menggunakan bahasa slang, sehingga kata yang diucapkan berbeda dari
bahasa Indonesia yang formal. Berdasarkan analisis dari hasil wawancara
dengan responden yang menjawab tidak setuju pada tanggal 4 Juli 2013
(Jordan, usia 24 tahun, masa kerja 4 bulan, staff divisi Food & Beverage
Marketing) mengatakan alasan mereka yang menggunakan kata-kata tidak
tepat dikarenakan latar belakang lingkungan mereka yang menggunakan kata-
kata slang. Misalnya, pada saat berbicara dengan karyawan yang lain
menggunakan kata-kata “geje”, kata-kata yang dimaksud adalah tidak jelas
atau tidak dimengerti, tetapi bisa saja orang lain tidak mengerti arti dari kata-
kata yang diucapkan. Hal ini yang dapat membuat orang lain salah paham dan
komunikasi menjadi terhambat.
Namun, secara keseluruhan dapat dikatakan responden dalam
penelitian ini menggunakan pemilihan kata yang tepat. Tidak banyak dari
81
Universitas Kristen Petra
responden yang menggunakan kata-kata slang, sehingga hambatan
komunikasi tidak terjadi dalam indikator ini.
Tabel 4.17. Responden Tidak Terjadi Kesalahpahaman Saat Berbicara
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 30 29.7 29.7 29.7
Setuju 17 16.8 16.8 46.5
Tidak setuju 53 52.5 52.5 99.0
Sangat tidak setuju 1 1.0 1.0 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan data di atas dapat dilihat mayoritas responden sering
melakukan kesalahpahaman pada saat berbicara dengan karyawan yang lain.
Terlihat dari hasil kuesioner yang menjawab tidak setuju sejumlah 53 orang
atau 52,5%, responden yang menjawab sangat tidak setuju jumlahnya hanya 1
orang atau 1%, dan responden yang menjawab setuju terdiri dari 17 orang
atau 16,8%, serta yang menjawab sangat setuju berjumlah 30 orang atau
29,7%.
Hasil analisis responden yang menjawab tidak setuju mengatakan
bahwa komunikasi seringkali tidak lancar. Terdapat kalimat yang bisa
dimaknai berbeda oleh tiap orang. Kesalahan dalam memberikan pengertian
terhadap bahasa sangat fatal membuat penerima pesan salah paham terhadap
makna yang diberikan. Bahasa tubuh yang sama belum tentu memiliki arti
yang sama, tergantung masalah yang dihadapi atau yang sedang terjadi.
Misalnya, menggelengkan kepala tidak selalu mempunyai arti tidak setuju,
tetapi dapat juga dipergunakan untuk menunjukkan rasa kagum, rasa heran,
rasa jengkel dan sebagainya. Sama halnya pada saat seseorang berbicara
dengan orang lain yang memiliki arti berbeda, penerima pesan juga dapat
menerima pesan dengan arti berbeda pula (Wursanto, 2005, p.175).
82
Universitas Kristen Petra
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu responden
yang menjawab tidak setuju (Vica, usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun, staff
divisi Rooms, 5 Juli 2013) mengatakan kesalahpahaman dapat terjadi karena
penerima pesan tidak paham terhadap isi pesan yang disampaikan. Pada saat
menyambut acara Tahun Baru 2013 yang diselenggarakan di Hotel Midtown
pada bulan Januari 2013, divisi Sales & Marketing membuat sebuah paket
Tahun Baru 2013 yang terdiri dari satu kamar dan paket makan siang. Ketika
informasi tersebut disampaikan kepada HOD divisi Rooms, HOD tersebut
mengatakan telah mengerti. Ternyata pada saat tamu Hotel ingin
menggunakan paket tersebut, HOD ini mengatakan kepada seluruh staff yang
lain bahwa diberikan paket makan malam. Seharusnya tidak ada paket makan
malam, sehingga terjadi kesalahpahaman antara karyawan satu dengan yang
lainnya dan membuat komunikasi terhambat. Kejadian seperti ini seringkali
terjadi dalam sebuah organisasi, adanya salah pengertian terhadap pesan yang
diberikan. Hal ini didukung dengan wawancara responden sebagai berikut.
“Saya seringkali melihat kesalahpahaman yang terjadi antar karyawan
dikarenakan pesan yang disampaikan salah dimengerti atau tidak
dipahami dengan benar. Seperti pada kejadian menyambut acara tahun
baru 2013 tersebut, dimana komunikan tidak menangkap dengan jelas
maksud pesan yang disampaikan, sehingga pemahaman yang diterima
tersebut berbeda dengan yang disampaikan. Hal ini lah yang membuat
komunikasi terhambat”.
Selain itu, kesalahpahaman juga terjadi karena latar belakang
pendidikan dan pengalaman sosial responden yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Kesalahan dalam menangkap pengertian terhadap
bahasa dapat terjadi karena perbedaan latar belakang pendidikan (education
background) maupun latar belakang sosial (social background) (Wursanto,
2005, p.176).
Di sisi lain, hasil wawancara dengan responden yang juga menjawab
tidak setuju (Rusli, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales &
Marketing, 4 Juli 2013) menjelaskan pada saat staff divisi Sales & Marketing
meminta breakdown total tagihan salah satu kamar tamu kepada divisi
Finance & Accounting karena suatu hal, terkadang mereka memberikan total
83
Universitas Kristen Petra
tagihan cashier yang menyebutkan totalnya saja, tetapi tidak diberikan
penjabaran selama tamu menginap. Hal seperti ini yang terkadang sering
terjadi karena mereka tidak mengerti pesan yang dimaksud dan pengalaman
sebelumnya tidak semua staff tersebut berpengalaman di bidang hotel. Oleh
karena itu sering terjadi kesalahpahaman yang memiliki arti berbeda pada
saat berbicara. Kesalahpahaman juga sering terjadi karena karyawan yang
satu dengan yang lainnya tidak melakukan over handle dari pekerjaan yang
diberikan. Bahkan pesan yang ada sering tidak disampaikan kepada teman
yang lainnya dikarenakan lalai karena banyaknya pekerjaan yang harus
diselesaikan.
Namun, terdapat 30 responden yang menjawab sangat setuju.
Alasannya dikarenakan mereka tidak sering terjadi kesalahpahaman, artinya
pesan yang disampaikan dapat dicerna dengan baik dan disalurkan dengan
baik ke karyawan yang lain agar tidak terjadi kesalahpahaman. Dari hasil
wawancara dengan salah satu responden yang menjawab setuju (Dita, usia 26
tahun, masa kerja 6 bulan, staff divisi Food & Beverage Marketing, 5 Juli
2013) mengatakan sebagai berikut.
“Saya selama ini melakukan komunikasi dengan efektif, tidak terjadi
kesalahpahaman yang fatal. Hal ini dikarenakan setiap pesan yang
saya terima selalu saya cerna dengan baik dan jika ada yang kurang
jelas, saya akan meminta untuk menjelaskannya kembali”.
Dalam suatu organisasi biasanya karyawan berasal dari latar belakang
yang beraneka ragam, memiliki pendidikan yang berbeda satu sama lain, dan
pengalaman mereka yang tidak bisa disamakan. Oleh karena itu salah
pengertian akan sering terjadi (Robbins, 1996, p.75). Gangguan merupakan
suatu faktor yang sangat kuat yang menyebabkan hilangnya atau
berkurangnya konstruksi pesan yang dibangun oleh pengirim, serta daya maju
suatu pesan dari pengirim kepada penerima dan kembali lagi kepada pengirim
(Liliweri, 1997, p.145). Gangguan bahasa sangat mengganggu komunikasi
menjadi tidak jelas yang pada akhirnya membuat kesalahpahaman terhadap
pesan yang disampaikan. Jika pesan yang disampaikan tidak dapat dimengerti
dengan baik, maka individu akan menerima makna pesan tersebut berbeda.
84
Universitas Kristen Petra
Sebaliknya, jika individu dapat menangkap pesan yang diberikan dengan
jelas, maka kesalahpahaman dapat dihentikan.
Secara keseluruhan, hambatan semantik merupakan salah satu
hambatan komunikasi yang paling sering terjadi. Terdapat salah ucap dapat
membuat kesalahpahaman dalam komunikasi. Mayoritas responden dalam
penelitian ini sering terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Sesuai
dengan yang diungkapkan Wursanto (2005, p.175) bahwa kesalahan dalam
menangkap pengertian terhadap bahasa dapat membuat kesalahpahaman yang
menyebabkan hambatan komunikasi.
3. Hambatan Perilaku
Tabel 4.18. Responden Tidak Berprasangka Buruk Terhadap Rekan Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 9 8.9 8.9 8.9
Setuju 38 37.6 37.6 46.5
Tidak setuju 42 41.6 41.6 88.1
Sangat tidak setuju 12 11.9 11.9 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan hasil kuesioner dari tabel 4.18 di atas dapat diketahui
bahwa mayoritas responden menjawab memiliki prasangka buruk terhadap
rekan kerja ketika berbicara. Dapat dilihat sebanyak 42 orang atau 41,6%
menjawab tidak setuju dengan pernyataan di atas, 12 orang atau 11,9%
menjawab sangat tidak setuju, sedangkan 38 responden atau 37,6% menjawab
setuju, dan 9 orang atau 8,9% menjawab sangat setuju. Responden yang
menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju adalah mereka yang memiliki
prasangka buruk pada saat melakukan komunikasi dengan rekan kerja.
Melalui wawancara dengan salah satu responden yang menjawab tidak
setuju (NN, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales & Marketing,
4 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.
85
Universitas Kristen Petra
“Dalam setiap pekerjaan, pasti masing-masing individu memiliki
prasangka buruk dengan rekan sekerja, entah itu rasa kurang percaya
maupun curiga. Saya pun demikian, ketika berbicara dengan rekan
sekerja kadang-kadang memiliki prasangka buruk karena pernah
memiliki rasa kurang percaya sebelumnya. Hal ini juga dapat
menghambat komunikasi yang ada menjadi tidak lancar”.
Prasangka buruk yang dimiliki individu saat berbicara dapat
menghambat proses komunikasi yang disebut hambatan perilaku. Hambatan
perilaku disebut juga hambatan kemanusiaan, yaitu hambatan yang
disebabkan berbagai bentuk sikap atau perilaku, baik dari komunikator
maupun komunikan (Wursanto, 2005, p.176).
Tidak semua responden memiliki prasangka buruk, terdapat 38
responden lainnya yang tidak memiliki prasangka buruk. Dari hasil
wawancara dengan salah satu responden yang menjawab setuju (NN, usia 29
tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting, 4 Juli 2013)
mengatakan sebagai berikut.
“Saya tidak memiliki prasangka buruk dengan teman sekerja karena
adanya saling percaya dalam melakukan setiap pekerjaan, sehingga
komunikasi yang saya lakukan akan berjalan dengan normal”.
Sebagian besar responden memiliki prasangka buruk yang
menyebabkan hambatan perilaku. Hambatan perilaku ini juga dapat disebut
faktor psikologis. Faktor psikologis ini sering kali menjadi hambatan dalam
komunikasi. Ini berkaitan dengan kondisi psikologis komunikan. Komunikasi
akan sulit berhasil, jika komunikan sedang bersedih, bingung, marah, kecewa,
juga berkaitan dengan prasangka. Prasangka merupakan salah satu hambatan
berat bagi kegiatan komunikasi karena orang yang berprasangka belum apa-
apa sudah menentang komunikator. Terlebih bagi mereka yang memiliki
prasangka yang sudah berakar, seseorang tidak akan dapat berpikir secara
objektif dan apa yang dilihat dan didengarnya selalu akan dinilai negatif
(Effendy, 2002, p.11).
Apabila dalam proses komunikasi masing-masing pihak (antara
komunikator dengan pihak komunikan) mempunyai pandangan yang negatif,
86
Universitas Kristen Petra
buruk, curiga, maka komunikasi tidak akan berhasil. Dalam komunikasi
dituntut adanya pengertian bersama (common experience) antara kedua belah
pihak. Namun pada kenyataannya, melalui hasil wawancara dengan Human
Resources Department pada tanggal 4 Juli 2013 (NN, usia 29 tahun, masa
kerja 1 tahun) secara umum terdapat prasangka buruk yang dimiliki satu
karyawan dengan karyawan lain pada saat berbicara. Hal ini dikarenakan
pengalaman mereka sebelumnya yang memiliki pengalaman buruk dengan
lawan bicara, sehingga pada saat melakukan komunikasi terdapat perasaan
yang kurang baik. Selain itu juga disebabkan oleh aspek antropologis dan
sosiologis yang dapat terjadi dalam ras, bangsa, suku bangsa, agama, politik,
kelompok, dan apa saja yang bagi seseorang merupakan suatu perangsang
disebabkan dalam pengalamannya pernah diberi kesan yang tidak enak.
Jadi, melalui hasil pembagian kuesioner dengan responden diketahui
bahwa sebagian besar responden memiliki prasangka buruk dengan karyawan
lain yang membuat terjadinya hambatan komunikasi.
Tabel 4.19. Responden Tidak Memiliki Rasa Kecurigaan Saat Berbicara
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 25 24.8 24.8 24.8
Setuju 23 22.8 22.8 47.5
Tidak setuju 37 36.6 36.6 84.2
Sangat tidak setuju 16 15.8 15.8 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Data dari tabel 4.19 di atas dapat dilihat bahwa responden sebanyak
37 orang atau 36,6% menjawab tidak setuju terhadap pernyataan “Tidak
Memiliki Rasa Kecurigaan Saat Berbicara”, responden yang menjawab sangat
tidak setuju sebanyak 16 orang atau 15,8%, sedangkan 25 responden atau
24,8% menjawab sangat setuju, dan 23 responden atau 22,8% menjawab
87
Universitas Kristen Petra
setuju. Artinya, sebagian besar responden memiliki rasa curiga pada saat
berbicara dengan karyawan yang lain.
Seperti hasil wawancara dengan salah satu staff divisi Finance &
Accounting yang menjawab tidak setuju (Budi, usia 36 tahun, masa kerja 1
tahun, 4 Juli 2013) mengatakan bahwa dalam berkomunikasi pasti setiap
orang memiliki rasa curiga. Hal ini didukung oleh hasil wawancara sebagai
berikut.
“Saya tidak setuju bahwa setiap orang tidak memiliki rasa curiga.
Pada saat menyampaikan pesan kepada rekan kerja lainnya, kita dapat
memiliki rasa curiga apakah orang yang diajak berbicara tersebut
dapat mengerti isi pesan atau tidak, bisa menyampaikan pesan dengan
jelas atau tidak, bahkan kadang-kadang memiliki rasa curiga apakah
teman sekerja ini bisa diajak kerjasama dalam pekerjaan atau tidak”.
Selain itu terdapat beberapa responden yang menjawab sangat tidak
setuju. Didukung melalui hasil wawancara pada tanggal 4 Juli 2013 (Jessica,
usia 24 tahun, masa kerja 3 bulan, staff divisi Sales & Marketing)
mengatakan demikian.
“Rasa curiga dalam dunia kerja itu bisa dimiliki oleh setiap pribadi
individu. Saya pun memiliki rasa curiga dengan teman sekerja karena
kecurigaan itu dibangun dari beberapa pengalaman sebelumnya. Pada
saat berbicara dengan rekan kerja lainnya, saya bisa timbul rasa curiga
apakah mereka mengerti omongan yang saya maksud dan bisa
diandalkan dalam bekerja”.
Hal-hal semacam ini yang dapat menghambat proses komunikasi
karena seseorang telah memiliki rasa kecurigaan terlebih dahulu sebelum
melakukan komunikasi.
Di sisi lain, beberapa responden menyatakan tidak memiliki rasa
curiga kepada sesama rekan kerja. Hal ini dikarenakan dari hasil wawancara
yang mewakili jawaban responden setuju (Vica, usia 26 tahun, masa kerja 1
tahun, staff divisi Rooms, 5 Juli 2013) mengatakan demikian.
“Saya memiliki kepercayaan terhadap karyawan yang lain, sehingga
dapat menyampaikan informasi tanpa ada perasaan yang kurang baik.
Setiap individu memiliki pemikiran yang berbeda. Terdapat individu
88
Universitas Kristen Petra
yang sangat hati-hati dalam melakukan komunikasi, sehingga tidak
mau berbagi informasi dengan temannya karena ada rasa curiga
dengan teman tersebut. Namun, sejauh ini saya tidak memiliki rasa
curiga dengan rekan sekerja”.
Rasa curiga juga merupakan sebuah prasangka yang ada dalam diri
individu. Apabila seseorang berbicara dengan rasa curiga, maka komunikasi
juga bisa terhambat karena adanya prasangka yang kurang baik sebelumnya.
Prasangka yang didasarkan pada emosi adalah suatu pendapat atau anggapan
terhadap sesuatu yang tidak berdasarkan pada nalar (Wursanto, 2005, p.176).
Rasa curiga bisa dimiliki oleh setiap orang pada saat berbicara.
Adanya rasa curiga dalam komunikasi dapat menghambat komunikasi
yang ada karena tidak bisa menyampaikan pesan dengan nyaman. Mayoritas
responden dalam penelitian ini memiliki rasa kecurigaan dengan rekan
sekerja. Hambatan ini juga sering terjadi dalam sebuah organisasi. Jadi,
sesuai dengan teori yang dikatakan Wursanto (2005, p.176) bahwa rasa curiga
yang dimiliki seseorang dapat menjadi salah satu hambatan komunikasi.
Tabel 4.20. Responden Memiliki Kepercayaan Pada Karyawan Lain
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 27 26.7 26.7 26.7
Setuju 24 23.8 23.8 50.5
Tidak setuju 35 34.7 34.7 85.1
Sangat tidak setuju 15 14.9 14.9 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan data tabel 4.20 di atas, terlihat perbedaan tipis antara
responden yang menjawab setuju dan tidak setuju. Responden yang
menjawab sangat setuju berjumlah 27 orang atau 26,7% dan responden yang
menjawab setuju berjumlah 24 orang atau 23,8%. Responden yang paling
banyak tampak dari jawaban tidak setuju dengan total 35 orang atau 34,7%
89
Universitas Kristen Petra
dan responden yang menjawab sangat tidak setuju, yaitu 15 orang atau
14,9%.
Dari hasil wawancara dengan responden yang menjawab tidak setuju
(Budi, usia 36 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting, 4
Juli 2013) menyatakan bahwa responden tidak memiliki rasa kepercayaan
pada karyawan lain. Hal ini disebabkan sebagian dari mereka memiliki
prasangka yang kurang baik, seperti rasa curiga, negatif, dan kurang percaya.
Pernyataan ini didukung dari hasil wawancara sebagai berikut.
“Saya merasa hal yang wajar, jika seseorang memiliki rasa kurang
percaya terhadap orang lain. Pada saat saya berbicara dengan rekan
kerja untuk melakukan serah terima pekerjaan, kadang-kadang dari
dalam diri saya merasa kurang percaya, sehingga saya menjadi takut
untuk mempercayai orang tersebut dalam bekerja. Pada akhirnya
komunikasi yang ada sedikit terhambat”.
Melalui hasil wawancara dengan responden yang menjawab sangat
setuju (Vica, usia 26 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Rooms, 4 Juli
2013) mengatakan demikian.
“Selama saya bekerja, saya selalu memiliki rasa kepercayaan dengan
rekan kerja. Rasa percaya memang dibutuhkan dalam diri masing-
masing individu. Namun tidak semua orang dapat dengan mudah
mempercayai orang lain. Sejauh ini, saya tidak mendapati masalah
dengan rekan kerja yang lain, sehingga saya bisa mempercayai rekan
sekerja”.
Tidak jauh berbeda dengan analisis sebelumnya yang menyatakan
bahwa beberapa karyawan Hotel Midtown memiliki rasa curiga yang pada
akhirnya memiliki rasa kurang percaya terhadap karyawan lain. Penyebab
timbulnya perasaan seperti ini dikarenakan mereka memiliki pengalaman
yang kurang baik sebelumnya, sehingga muncul rasa kurang percaya. Lalu
sebelumnya juga mereka pernah melihat bagaimana karyawan lain bekerja
tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga pada saat berbicara tanpa rasa
percaya sepenuhnya terhadap rekan sekerjanya. Hal ini dapat menghambat
proses komunikasi yang ada karena tidak dapat menjalin komunikasi dengan
90
Universitas Kristen Petra
baik. Hambatan perilaku bisa terjadi karena adanya rasa ketidakpercayaan
antara komunikator dengan komunikan (Wursanto, 2005, p.177).
Tabel 4.21. Responden Memberikan Kesempatan Kepada Karyawan Lain
Untuk Menyampaikan Gagasan dan Ide
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 47 46.5 46.5 46.5
Setuju 54 53.5 53.5 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan data tabel 4.21 di atas dapat diketahui bahwa seluruh
responden mau memberikan kesempatan kepada karyawan lain untuk
menyampaikan gagasan dan ide-ide yang ada pada saat rapat maupun
mengenai suatu hal dalam organisasi. Dari data di atas dapat dilihat total
responden yang menjawab sangat setuju berjumlah 47 orang atau 46,5% dan
responden yang menjawab setuju berjumlah 54 orang atau 53,5%. Dalam hal
ini seluruh responden mau berbagi dengan karyawan yang lain untuk
menyampaikan ide-ide dan gagasan yang perlu dibicarakan bersama.
Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab
setuju (Jodi, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance &
Accounting, 5 juli 2013) mengatakan demikian.
“Saya selalu ingin bekerja sama dengan karyawan lain dalam
melakukan setiap pekerjaan. Oleh karena itu, saya selalu memberikan
kesempatan kepada karyawan lain untuk menyampaikan gagasan atau
ide yang ada untuk kemajuan perusahaan”.
Hambatan komunikasi dapat terjadi apabila responden tidak mau
mengalah dan tidak mau memberikan kesempatan kepada rekan kerja lainnya
untuk mengkomunikasikan gagasan yang ada dengan sesama rekan kerja
maupun atasan. Hal ini dapat menyebabkan suasana menjadi tidak nyaman
dan terlalu formal, sehingga hubungan menjadi kaku. Secara tidak langsung
91
Universitas Kristen Petra
komunikasi yang terjadi antara karyawan satu dengan yang lainnya juga tidak
berjalan dengan lancar (Wursanto, 2005, p.177).
Dari data responden dalam penelitian ini, hambatan komunikasi tidak
terjadi dalam hubungan yang kaku, sehingga responden mau memberikan
kesempatan yang sama dengan karyawan yang lain. Suasana yang ada
berjalan dengan baik, tidak ada suasana yang represif sama sekali.
Tabel 4.22. Responden Mau Menerima Perubahan Terhadap Lingkungan
Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 16 15.8 15.8 15.8
Setuju 29 28.7 28.7 44.6
Tidak setuju 44 43.6 43.6 88.1
Sangat tidak setuju 12 11.9 11.9 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.22 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas
responden tidak mau menerima perubahan terhadap lingkungan kerja yang
ada. Sebanyak 44 responden atau 43,6% menjawab tidak setuju, 12 responden
atau 11,9% lainnya menjawab sangat tidak setuju, sedangkan sebagian
responden lainnya menjawab setuju dengan total 29 responden atau 28,7%,
dan 16 responden atau 15,8% menjawab sangat setuju.
Dari hasil wawancara dengan Human Resources Department pada
tanggal 5 Juli 2013 (Sari, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun) mengatakan
bahwa ada beberapa staff dari divisi Rooms, Food & Beverage Marketing,
Sales & Marketing, dan Finance & Accounting yang tidak mau menggunakan
sistem dan tata kerja yang baru. Apa yang telah dilakukan dari pekerjaan
sebelumnya tetap digunakan hingga sekarang. Seperti yang dikatakan HRD
dalam wawancara tersebut sebagai berikut.
92
Universitas Kristen Petra
“Secara umum yang saya lihat, masih ada beberapa karyawan yang
tidak mau merubah cara kerja mereka yang lama. Masih saja mereka
menggunakan cara mereka sendiri karena sudah terbiasa dan tidak
mau mencoba yang baru. Padahal metode kerja yang baru kadang
lebih mudah daripada yang lama”.
Hal ini yang dapat membuat komunikasi menjadi tidak berjalan
dengan efektif karena adanya perbedaan pikiran antara karyawan satu dengan
yang lain. Responden yang tidak mau menerima perubahan tata kerja yang
baru memiliki pemahaman yang berbeda dengan karyawan lain yang telah
menggunakan tata kerja baru. Hambatan komunikasi seperti ini sering terjadi
dalam sebuah organisasi. Dengan banyaknya karyawan yang beraneka ragam
pasti terdapat beberapa orang yang tetap menggunakan metode kerja lama.
Sebagai contoh dari hasil analisis responden, pada saat group SCTV
yang datang di Surabaya mengadakan pertemuan dengan para media massa di
ruang meeting Hotel Midtown Surabaya, seluruh divisi seharusnya membuat
sebuah memo yang dapat disebarkan melalui email internal karyawan.
Dengan begitu hal-hal yang perlu disiapkan dapat dimengerti dan dipahami
secara tertulis oleh karyawan yang lain. Namun kadang-kadang masih ada
beberapa orang yang mau menyampaikan informasi secara langsung atau face
to face dengan karyawan lain. Dari sini terlihat bahwa beberapa responden
dalam penelitian ini tidak mau menggunakan tata kerja yang baru, tetapi
masih menggunakan tata kerja yang lama karena dianggap lebih mudah. Hal
seperti ini yang dapat menghambat komunikasi karena belum tentu karyawan
yang diajak berbicara pun mengerti dengan jelas pesan-pesan yang
disampaikan.
Hal ini didukung oleh wawancara dengan salah satu responden yang
menjawab tidak setuju (Toni, usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi
Finance & Accounting, 5 Juli 2013) sebagai berikut.
“Metode kerja bagi saya merupakan cara kerja yang paling efektif
buat saya. Selama bekerja saya menyelesaikan pekerjaan dengan cara
saya sendiri yang saya anggap paling nyaman. Kadang saya tidak mau
mengikuti cara kerja yang baru karena saya merasa cara kerja yang
telah saya lakukan lebih efektif”.
93
Universitas Kristen Petra
Sebagian responden yang menjawab setuju (Nila, usia 28 tahun, masa
kerja 1 tahun, staff divisi Rooms 5 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.
“Saya dalam bekerja mau mengikuti aturan dan sistem kerja yang ada.
Jika dalam lingkungan organisasi terdapat tata kerja yang baru, saya
mau mengubah cara kerja yang lama dan belajar dengan yang baru.
Hal ini juga dapat menambah pengalaman saya dalam bekerja”.
Secara keseluruhan masih banyak responden dalam penelitian ini yang
tidak mau menerima perubahan terhadap lingkungan kerja yang baru.
Hambatan lain yang sering timbul dalam organisasi adalah adanya sementara
karyawan/pegawai yang tidak mau menerima perubahan metode kerja karena
menganggap metode kerja yang lama adalah metode kerja yang sudah baik
dan mudah (Wursanto, 2005, p.177). Metode kerja yang baru adalah hal yang
asing baginya. Ketidakmauan untuk menerima metode kerja yang baru dari
sementara orang/pegawai/pejabat dapat dipandang sebagai kegagalan
pimpinan dalam melakukan komunikasi dengan para bawahan. Pimpinan
dianggap tidak berhasil memberikan pengertian kepada para bawahannya
terhadap pentingnya perubahan metode kerja.
Tabel 4.23. Responden Mau Menyebarkan Informasi Kepada Karyawan
Lain
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 39 38.6 38.6 38.6
Setuju 62 61.4 61.4 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Dari data di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden mau
menyebarkan informasi kepada karyawan lain apabila terdapat informasi
penting yang perlu diketahui seluruh staff organisasi. Terlihat dari total
responden sebanyak 39 responden atau 38,6% menjawab sangat setuju dan
94
Universitas Kristen Petra
sebagian besar lainnya menjawab setuju dengan total 62 responden atau
61,4%.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu responden yang
menjawab setuju (Budi, usia usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi
Finance & Accounting, 5 Juli 2013) mengatakan demikian.
“Saya mau menyampaikan informasi kepada karyawan lain yang perlu
untuk diketahui. Dalam bekerja, kita selalu membutuhkan orang lain
untuk bekerja sama melakukan pekerjaan. Setiap informasi yang ada
harus disebarkan kepada karyawan lainnya agar seluruhnya
mengetahui informasi terbaru dalam organisasi dan pekerjaan dapat
berjalan dengan normal”.
Hambatan komunikasi dapat terjadi juga apabila antar karyawan tidak
mau menyebarkan informasi kepada karyawan yang lain. Jika hal ini terjadi,
maka komunikasi tidak akan berjalan sesuai dengan yang diinginkan karena
informasi yang ada tidak disalurkan kepada rekan kerja yang lain, sehingga
dapat menyebabkan kesalahpahaman antar karyawan. Buchholz (2001)
menyatakan bahwa informasi adalah hal yang sangat penting dalam
komunikasi. Ketidaksuksesan dalam pengiriman informasi bisa merupakan
suatu hambatan. Hambatan ini bisa menyebabkan kegagalan dalam rapat,
kerjasama dengan rekan sekerja, dan penyelesaian tugas.
Namun secara keseluruhan hambatan komunikasi tidak terlihat dalam
hal ini karena dari hasil jawaban responden menyatakan bahwa seluruh
responden mau menyampaikan informasi kepada karyawan yang lain. Dapat
dikatakan informasi yang ada disalurkan dengan baik, sehingga komunikasi
antara satu dengan yang lainnya tetap terjaga.
95
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.24. Responden Mau Mendengarkan Pendapat Orang Lain dan Tidak
Mementingkan Diri Sendiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat setuju 50 49.5 49.5 49.5
Setuju 51 50.5 50.5 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan data tabel 4.24 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas
responden menjawab setuju dan sangat setuju bahwa mereka mau
mendengarkan pendapat karyawan lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
Responden yang menjawab setuju berjumlah 50 responden atau 49,5% dan
responden yang menjawab setuju berjumlah 51 responden atau 50,5% dari
101 karyawan.
Melalui hasil wawancara dengan responden yang menjawab setuju
(Erni, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales & Marketing, 4 Juli
2013) mengatakan sebagai berikut.
“Saya mau berbagi informasi dengan rekan kerja yang lain dan mau
mendengarkan pendapat mereka. Karena pendapat setiap orang dapat
membantu untuk memberikan masukan dalam pekerjaan saya. Apabila
ada yang salah, saya bisa diberi tahu bagaimana yang benar dan
banyak hal baru yang saya dapat”.
Hambatan komunikasi bisa terjadi pada individu apabila memiliki
sifat egosentris. Sifat yang egosentris adalah sifat yang mementingkan diri
sendiri, kurang memperhatikan kepentingan orang lain. Pegawai yang
mempunyai sifat egosentris biasanya kurang pandai menjalin kerjasama
dengan pegawai yang lain karena pegawai tersebut kurang berkomunikasi
(Wursanto, 2005, p.178). Segenap informasi yang diterima hanya untuk
kepentingan sendiri, tidak disebarkan atau tidak diteruskan kepada pihak lain,
walaupun pihak lain sangat membutuhkan. Sifat seperti ini sulit diatasi karena
pada dasarnya sifat seperti ini merupakan sifat bawaan sejak lahir.
96
Universitas Kristen Petra
Melalui jawaban responden dalam penelitian ini, mereka tidak ada
yang bersifat egois, semua mau membagi informasi yang ada kepada
karyawan yang lain dan mau memberikan kesempatan kepada karyawan lain
untuk mengkomunikasikan gagasan maupun ide yang ada dalam organisasi.
Hambatan komunikasi yang terlihat dalam hambatan perilaku ini lebih kepada
prasangka buruk yang dimiliki responden, sehingga terdapat rasa saling
curiga dan rasa tidak percaya terhadap karyawan yang lain.
4.3.2.2. Deskripsi Data Variabel Kinerja Karyawan (Y)
Menurut Bernardin dan Russel (1993, p.379), kinerja
didefinisikan sebagai berikut: “Performance is defined as the record of
outcomes produces on a specified job function or activity during a
specified time period”. Ini berarti kinerja merupakan suatu keluaran yang
dihasilkan oleh karyawan yang merupakan hasil dari pekerjaan yang
ditugaskan dalam suatu waktu atau periode tertentu.
Kinerja karyawan dapat dilihat melalui delapan dimensi, yaitu
quantity of work, quality of work, job knowledge, creativeness,
cooperation, dependability, initiative, dan personel qualities. Penjabaran
hasil kuesioner mengenai variabel kinerja karyawan akan dijelaskan
sebagai berikut.
1. Quantity of Work
Tabel 4.25. Responden Dapat Menyelesaikan Jumlah Pekerjaan yang Telah
Ditentukan (Deadline)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 45 44.6 44.6 44.6
Setuju 37 36.6 36.6 81.2
Sangat setuju 19 18.8 18.8 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
97
Universitas Kristen Petra
Berdasarkan data tabel 4.25 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas
responden tidak dapat menyelesaikan jumlah pekerjaan yang telah ditetapkan
sesuai deadline yang ada. Dapat dilihat dari jawaban responden yang
menjawab tidak setuju sebanyak 45 orang atau 44,6%, responden yang
menjawab setuju sebanyak 37 orang atau 36,6%, dan responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 19 orang atau 18,8%.
Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab
tidak setuju (Rusli, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales &
Marketing, 4 Juli 2013) mengatakan demikian.
“Pekerjaan yang ada memang sering kali tidak dapat selesai sesuai
dengan waktu yang ditentukan karena banyak hal yang
mempengaruhinya. Pertama, kendala komunikasi yang tidak efektif,
sehingga pesan tidak sampai dengan jelas, akhirnya pekerjaan menjadi
tertunda. Selain itu juga banyak pekerjaan lain yang harus selesai
lebih dulu dengan batas waktu yang sama”.
Sebagian responden yang menjawab setuju (Budi, usia 36 tahun, masa
kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting, 4 Juli 2013) mengatakan
sebagai berikut.
“Selama ini saya dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu,
walaupun kadang bisa lebih dari batas waktu yang ditentukan, tetapi
hampir setiap pekerjaan yang penting saya selesaikan lebih dahulu”.
Secara umum, berdasarkan hasil analisis responden yang menjawab
tidak setuju dikarenakan beberapa faktor, yaitu banyaknya pekerjaan lain
yang harus diselesaikan lebih dahulu, kendala komunikasi yang tidak lancar,
sehingga menyebabkan pekerjaan harus terhenti, dan ketidaklancaran sistem
operasional yang ada dalam organisasi. Hal ini yang dapat menghambat
jumlah pekerjaan individu dalam organisasi tidak sesuai dengan deadline
yang diberikan. Dengan begitu kinerja individu akan terhambat pula.
Jassawalla and Sashittal (1999, p.53) mengatakan bahwa optimisme
untuk mencapai sukses memerlukan kolaborasi dalam tim (“Jassawalla &
Sashittal note with regard to collaborative temas, although they are formed
with great optimism, few are managed for success”). Pada kenyataannya,
98
Universitas Kristen Petra
antar karyawan sering terjadi kesalahpahaman yang menghambat kinerja
individu, kolaborasi dalam tim belum berjalan dengan lancar.
Kinerja menurut Sutrisno (2009, p.164) adalah hasil upaya seseorang
yang ditentukan oleh kemampuan karakteristik pribadinya, serta persepsi
terhadap perannya dalam pekerjaan itu. Setiap individu dituntut untuk
memiliki kinerja yang baik dalam setiap pekerjaan. Namun kadang-kadang
terdapat beberapa hal yang membuat kinerja seseorang tidak berjalan dengan
baik.
Seperti hasil wawancara yang dijelaskan oleh Human Resources
Department pada tanggal 4 Juli 2013 (Sari, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun)
mengatakan bahwa kinerja setiap individu berbeda satu sama lain. Tidak
selamanya kinerja karyawan selalu tinggi dilihat dari hasil yang diperoleh,
namun kadang-kadang kinerja karyawan menurun dikarenakan hal-hal
tertentu, yaitu kesalahan teknis dalam mengerjakan pekerjaan yang diberikan,
sehingga harus melakukan revisi berulang kali agar mendapat approval dari
atasan. Seringnya terjadi hambatan komunikasi dikarenakan pesan yang
disampaikan tidak dapat diterima dengan baik oleh karyawan lain, sehingga
menyebabkan pekerjaan terhambat.
Dari hasil jawaban kuesioner, terlihat bahwa mayoritas responden
seringkali tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan deadline. Hal
ini dikarenakan beberapa hambatan komunikasi tersebut. Jumlah pekerjaan
yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan disebut quantity
of work (Gomes, 1995, p.142). Jika individu dapat menjalankan perannya
dalam pekerjaan dengan baik, dapat dikatakan kinerja individu tersebut
tinggi. Sebaliknya, jika individu tidak dapat menjalankan perannya dengan
baik dalam suatu pekerjaan yang ditentukan, maka kinerja individu akan
menurun.
99
Universitas Kristen Petra
2. Quality of Work
Tabel 4.26. Responden Memiliki Hasil Kerja Sesuai dengan Penugasan yang
Diberikan Atasan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 44 43.6 43.6 43.6
Setuju 37 36.6 36.6 80.2
Sangat setuju 20 19.8 19.8 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan hasil jawaban kuesioner di atas dapat dilihat bahwa
mayoritas responden memiliki hasil kerja tidak sesuai dengan penugasan
yang diberikan atasannya. Responden yang menjawab tidak setuju sebanyak
44 orang atau 43,6% dari 101 responden, 37 responden atau 36,6% menjawab
setuju, dan hanya 20 responden atau 19,8% menjawab sangat setuju. Dalam
hal ini sebagian besar responden tidak dapat mengerjakan pekerjaannya
sesuai dengan penugasan yang diberikan atasannya.
Alasan responden menjawab tidak setuju didukung dari hasil
wawancara dengan responden (Erni, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun, divisi
Sales & Marketing, 4 Juli 2013) menyatakan demikian.
“Pada saat Manager Sales & Marketing menyuruh saya membuat
laporan bulanan mengenai occupancy kamar hotel Midtown selama
satu bulan, saya langsung membuatnya tanpa bertanya lagi, karena
saya berpikir hanya membuat seperti biasa. Ternyata apa yang saya
buat salah dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Atasan juga tidak
menjelaskan sebelumnya. Akibatnya pekerjaan tertunda, sehingga
tidak dapat diselesaikan tepat waktu”.
Dari hasil analisis responden yang menjawab tidak setuju dikarenakan
mereka tidak mengerti tugas yang diberikan oleh atasan. Kadang-kadang
responden tidak memahami maksud dan tujuan tugas yang diberikan,
sehingga tidak dapat diselesaikan dengan semestinya dan tepat waktu. Selain
100
Universitas Kristen Petra
itu tingginya kesalahpahaman yang terjadi antara karyawan yang satu dengan
yang lainnya menyebabkan pekerjaan tidak terlaksana dengan baik.
Responden yang lain juga ada yang menjawab setuju dan sangat
setuju. Alasan responden menjawab setuju (Vica, usia 34 tahun, masa kerja 1
tahun, staff divisi Rooms, 5 Juli 2013) mengatakan bahwa mereka
mengerjakan pekerjaan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dan
sesuai dengan tugas-tugas yang diberikan atasannya. Seluruh responden yang
ada mengerjakan pekerjaannya tidak asal-asalan, mereka harus mengikuti
SOP (Standard Operational Procedure) yang ada dan sesuai dengan job
description masing-masing divisi.
Namun kebanyakan dari responden dalam penelitian ini memiliki
kualitas kerja yang kurang baik. Kinerja responden yang kurang baik ini
dapat menurunkan prestasi kerja mereka sendiri. Penilaian kinerja karyawan
juga dilihat melalui kualitas kerja karyawan. Quality of work merupakan
kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
kesiapannya (quality of work) (Gomes, 1995, p.142). Terlihat dalam
penelitian ini, mayoritas responden tidak mencapai kualitas kerja yang sesuai
dengan penugasannya.
Tabel 4.27. Responden Mencapai Hasil Kerja Sesuai dengan Target dan
Tanggung Jawab yang Diberikan Atasan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 41 40.6 40.6 40.6
Setuju 38 37.6 37.6 78.2
Sangat setuju 22 21.8 21.8 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
tidak dapat mencapai hasil kerja sesuai dengan target dan tanggung jawab
yang diberikan atasan. Sebanyak 41 responden atau 40,6% menyatakan tidak
101
Universitas Kristen Petra
setuju dengan pernyataan di atas, 38 responden atau 37,6% menjawab setuju,
dan 22 responden atau 21,8% menjawab sangat setuju.
Menurut hasil wawancara dengan responden yang menjawab tidak
setuju (Rusli, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, divisi Sales & Marketing
Hotel Midtown Surabaya, 6 Juli 2013) mengatakan bahwa tidak selalu
pekerjaan yang mereka lakukan mencapai target. Hal utama yang harus
dilihat berkaitan dengan komunikasi yang ada dalam organisasi. Apabila
komunikasi selalu berjalan dengan lancar dan kerjasama antar organisasi
berjalan dengan baik, maka pekerjaan akan dapat mencapai target. Pada
kenyataannya, komunikasi antar karyawan yang satu dengan yang lain sering
terjadi kesalahpahaman, sehingga pekerjaan yang ada tidak sesuai dengan
target yang diharapkan. Selain itu kesalahan teknis juga dapat menjadi
penyebab tidak tercapainya target yang diharapkan. Pernyataan ini didukung
dari hasil wawancara sebagai berikut.
“Pekerjaan yang diberikan tidak selalu dapat mencapai target karena
kesalahpahaman yang terjadi antar karyawan masih tinggi dan
kerjasama yang ada masih belum kompak. Seperti yang kita lihat,
semua hotel di Surabaya saat ini bersaing untuk mendapatkan tamu
agar kamar hotel penuh 100%, tetapi karena adanya kesalahpahaman
dengan pihak reservasi membuat tamu hotel yang awalnya sudah pasti
menginap, dianggap cancel karena tidak adanya kerjasama atau over
handle dengan teman kerja yang lain. Kamar hotel yang harusnya bisa
100% pada akhirnya tidak bisa maksimal”.
Tanpa adanya komunikasi yang baik, maka dapat menghambat
seluruh pekerjaan yang ada. Secara tidak langsung kinerja masing-masing
individu menjadi menurun. Dalam melakukan setiap pekerjaan juga
dibutuhkan kerjasama antar karyawan. Kerjasama adalah hal yang sangat
penting dalam sebuah organisasi. Kerjasama adalah kemampuan seorang
tenaga kerja untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam
menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga
mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya (Bernardin dan
Joyce, 1993, p.380). Sama halnya dengan pentingnya komunikasi. Davis dan
Newstorm (1985, p.151) menyatakan apabila komunikasi efektif, ia dapat
mendorong timbulnya prestasi kerja yang lebih baik dan kepuasan kerja.
102
Universitas Kristen Petra
Hasil analisis responden terlihat bahwa komunikasi yang terhambat
menyebabkan responden tidak dapat mencapai kualitas kerja yang baik.
Alasan responden yang menjawab setuju (Budi, usia 36 tahun, masa
kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting, 6 Juli 2013) mengatakan
demikian.
“Saya selalu berusaha untuk mencapai hasil kerja sesuai dengan target
yang ditentukan. Karena itu merupakan tanggung jawab setiap
karyawan dalam perusahaan. Oleh karena itu, saya selalu melakukan
pekerjaan dengan baik agar mencapai target yang diharapkan”.
Seseorang yang dapat mencapai target dalam pekerjaannya memiliki
prestasi kerja yang baik. Prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai oleh
seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan
kepadanya (Bernardin dan Joyce, 1993, p.379). Selain itu, karyawan juga
harus dapat bertanggung jawab dalam setiap pekerjaan yang diberikan oleh
atasannya. Rata-rata manusia belajar dalam suatu kondisi tidak hanya untuk
menerima, tetapi juga mencari tanggung jawab (Miller, 2009, p.41). Namun
dari jawaban responden yang ada mayoritas dari mereka tidak dapat mencapai
target yang maksimal. Perbedaan tipis antara responden yang menjawab tidak
setuju dan setuju. Hal ini dikarenakan responden yang tidak dapat mencapai
target sering mengalami kesalahpahaman karena komunikasi yang tidak
efektif, sehingga tidak dapat memberikan yang terbaik dalam setiap
pekerjaannya.
103
Universitas Kristen Petra
3. Job Knowledge
Tabel 4.28. Responden Mampu Memahami Tugas yang Diberikan oleh
Atasan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 40 39.6 39.6 39.6
Setuju 37 36.6 36.6 76.2
Sangat setuju 24 23.8 23.8 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan hasil jawaban responden dari tabel 4.28 di atas dapat
dilihat sebagian besar responden menjawab tidak setuju bahwa mereka
mampu memahami tugas-tugas yang diberikan oleh atasan dan bersedia
melakukannya tepat waktu. Responden yang menjawab tidak setuju
berjumlah 40 orang atau 39,6%, responden yang menjawab setuju sebanyak
37 orang atau 36,6%, dan yang menjawab sangat setuju dengan total 24 orang
atau 23,8%. Dari jawaban responden dapat diketahui bahwa mereka tidak
terlalu memahami tugas-tugas yang diberikan atasan dan tidak dapat
menyelesaikannya tepat waktu.
Dalam melakukan kinerja yang baik, seseorang harus dapat memiliki
pengetahuan yang luas dan dapat mengerti setiap pekerjaan yang diberikan.
Menurut Gomes (1995, p.142) penilaian kinerja karyawan dapat dilihat dari
luasnya pengetahuan (job knowledge) mengenai pekerjaan dan
keterampilannya.
Seperti hasil wawancara dengan salah satu responden pada tanggal 6
Juli 2013 (Rini, usia 37 tahun, masa kerja 10 bulan, staff divisi Rooms)
menyatakan bahwa beberapa karyawan tidak dapat menyelesaikan tugas tepat
waktu dikarenakan tidak mengerti tugas apa yang diberikan. Pernyataan ini
dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai berikut.
“Penyebab utama hal ini karena komunikasi yang kurang lancar dan
tidak dimengerti oleh komunikan, sehingga tugas yang diberikan tidak
104
Universitas Kristen Petra
dipahami dengan baik dan tidak dapat diselesaikan tepat waktu.
Kinerja karyawan dalam responden ini menjadi menurun karena tidak
mengerti penjelasan yang diberikan dan pekerjaan menjadi tidak
sesuai”.
Salah satu responden yang menjawab tidak setuju (Awan, usia 28
tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Rooms, 6 Juli 2013) mengatakan
demikian.
“Saya kadang juga tidak memahami dengan baik tugas yang
diberikan, sehingga terjadi kesalahan mengerjakan tugas itu. Hal ini
terjadi karena kadang saya tidak tahu informasi terbaru dalam
organisasi dan tidak paham dengan benar pesan yang disampaikan,
sehingga menyebabkan saya tidak mengerti dengan tugas yang ada”.
Namun, tidak seluruh responden menjawab tidak setuju, terdapat
responden yang menjawab setuju. Artinya mereka mengerti tugas yang
diberikan dan memiliki pengetahuan yang luas, sehingga dapat
menyelesaikannya tepat waktu. Seperti hasil wawancara dengan salah satu
responden yang menjawab setuju (Lucy, usia 30 tahun, masa kerja 1 tahun,
staff divisi Finance & Accounting, 6 Juli 2013) mengungkapkan sebagai
berikut.
“Saya mampu memahami tugas-tugas yang diberikan atasan dan
menyelesaikannya tepat waktu. Karena pesan yang disampaikan dapat
saya cerna dengan baik dan jika ada yang tidak jelas saya akan
tanyakan langsung. Saya juga berusaha mengetahui informasi terbaru
dalam organisasi agar pengetahuan saya lebih luas”.
Pada dasarnya, kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat
individual, karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang
berbeda-beda dalam mengerjakan tugas pekerjaannya. Kinerja karyawan
bergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha dan kesempatan/
peluang yang diperoleh (Bernardin dan Joyce, 1993, p.379). Melalui jawaban
responden ini terdapat 40 orang yang tidak mampu memahami tugas yang
diberikan. Hal ini dikarenakan mereka tidak mengerti apa yang disampaikan
oleh atasan maupun rekan kerjanya dan tidak dapat menguasai tugas yang
105
Universitas Kristen Petra
diberikan. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki tidak terlalu
luas. Secara garis besar, kinerja responden dalam penelitian ini menjadi tidak
baik.
4. Creativeness
Tabel 4.29. Responden Bersedia Mengkomunikasikan Gagasan atau Ide
Kepada Rekan Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Setuju 41 40.6 40.6 40.6
Sangat setuju 60 59.4 59.4 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.29 di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden
bersedia mengkomunikasikan gagasan atau ide kepada rekan kerja lainnya.
Dari total 101 responden, sebanyak 60 orang atau 59,4% menjawab sangat
setuju dan 41 responden atau 40% lainnya menjawab setuju. Penilaian kinerja
karyawan tidak hanya dilihat dari quantity of work, quality of work, dan job
knowledge saja, tetapi juga dilihat dari creativeness. Dalam hal ini seluruh
responden mau mengkomunikasikan gagasan dan ide-ide yang ada kepada
atasan maupun rekan kerja lainnya.
Komunikasi merupakan keniscayaan dalam kehidupan organisasi.
Ketika sebuah organisasi berharap dapat bekerja dalam sebuah manajemen
yang efisien, maka di dalamnya harus dilakukan langkah-langkah komunikasi
internal secara terencana (Suranto, 2005, p.55). Komunikasi dapat digunakan
untuk mengubah, mempertahankan, dan meningkatkan kemajuan sebuah
perusahaan.
Menurut hasil wawancara dengan salah satu responden pada tanggal 5
Juli 2013 (Putu, usia 41 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Food &
Beverage Marketing) mengatakan bahwa pada saat melakukan briefing
bersama staff divisi yang lain, masing-masing responden yang memiliki ide
106
Universitas Kristen Petra
atau gagasan mau mengkomunikasikannya bersama, sehingga mendapat suatu
keputusan bersama. Dengan demikian pekerjaan yang ada dapat dilakukan
sesuai target, sehingga kinerja individu dapat mencapai optimal. Pernyataan
hasil wawancara ini dapat dilihat sebagai berikut.
“Saya dalam melakukan pekerjaan selalu ingin melakukan yang
terbaik. Apabila saya memiliki ide yang baru maupun saran-saran
untuk kemajuan perusahaan, saya bersedia mengkomunikasikannya
kepada rekan kerja yang lain agar mendapat suatu keputusan yang
benar”.
Kreativitas yang ada dalam diri individu dapat meningkatkan kinerja
atau prestasi kerja masing-masing individu. Apabila responden tidak mau
atau tidak berani mengkomunikasikan gagasan atau ide yang ada, maka
suasana kerja menjadi kurang nyaman. Secara tidak langsung penilaian
terhadap kinerja karyawan kurang memadai.
Sebaliknya apabila seluruh responden mau mengkomunikasikan
gagasan, ide, kritik, dan saran kepada rekan kerja yang lain, maka kualitas
kerja akan membaik. Setiap orang memiliki gagasan atau pemikiran yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu komunikasi dalam
sebuah organisasi sangat dibutuhkan agar mendapat keputusan yang baik dan
apa yang dibicarakan bisa terencana dengan baik. Kreativitas setiap
responden dalam bekerja sangat dibutuhkan. Creativeness adalah keaslian
gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul (Gomes, 1995, p.142).
Sesuai dengan teori di atas, responden dalam penelitian ini bersedia
memberikan ide dan gagasannya kepada rekan kerja yang lain.
107
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.30. Responden Mampu Mengkomunikasikan Persoalan yang Timbul
dan Bertindak Menyelesaikannya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 56 55.4 55.4 55.4
Setuju 24 23.8 23.8 79.2
Sangat setuju 21 20.8 20.8 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan hasil jawaban kuesioner dari tabel 4.30 di atas, diketahui
sebagian besar responden tidak mampu mengkomunikasikan persoalan yang
timbul dan tidak dapat bertindak untuk menyelesaikannya. Responden yang
menjawab tidak setuju sebanyak 56 orang atau 55,4%, responden yang
menjawab setuju sebanyak 24 orang atau 23,8%, dan responden yang
menjawab sangat setuju sejumlah 21 orang atau 20,8%.
Alasan responden yang menjawab tidak setuju dapat dilihat melalui
hasil wawancara dengan Santi, usia 27 tahun, masa kerja 8 bulan, staff divisi
Food & Beverage Marketing, 5 Juli 2013 sebagai berikut.
“Saya mau menyampaikan informasi penting kepada rekan kerja
lainnya, tetapi saya tidak yakin dapat mengkomunikasikan persoalan
yang muncul dalam organisasi. Saya juga tidak dapat bertindak untuk
menyelesaikannya. Karena belum tentu apa yang saya bicarakan itu
dapat diterima oleh orang lain. Bisa saja mereka memiliki pemikiran
yang berbeda, sehingga malah menjadi salah paham. Saya pun tidak
terlalu pandai untuk mengkomunikasikan sesuatu yang berkaitan
dengan masalah yang terjadi dalam organisasi”.
Beberapa responden yang menjawab setuju dapat dilihat dari hasil
wawancara dengan Lani, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales
& Marketing, 5 Juli 2013 sebagai berikut.
108
Universitas Kristen Petra
“Jika dalam organisasi terdapat persoalan yang harus dibicarakan
bersama, saya dapat mengkomunikasikannya kepada karyawan yang
lain. Dengan tujuan persoalan yang muncul tersebut segera diatasi”.
Secara umum, alasan responden yang menjawab tidak setuju
dikarenakan mereka tidak memiliki keyakinan untuk mengkomunikasikan
persoalan yang timbul dalam organisasi. Misalnya, dalam pekerjaan yang
dilakukan terdapat kesalahpahaman yang ada, tetapi responden tersebut tidak
mau mengkomunikasikan masalah yang terjadi, sehingga menghambat
komunikasi dan kinerja yang ada. Kreativitas yang dimiliki setiap individu
dalam pekerjaannya sangat dibutuhkan. Menurut Gomes (1995, p.142),
kreativitas individu dalam mengkomunikasikan persoalan yang timbul dan
mau menyelesaikannya merupakan salah satu penilaian kinerja karyawan.
Dalam hal ini tidak semua responden memiliki kreativitas seperti itu.
Responden yang mau mengkomunikasikan persoalan adalah mereka yang
mau memberikan gagasan dan pemikirannya dengan benar dan berani
mengungkapkan persoalan yang ada. Responden yang menjawab tidak setuju
bukan berarti mereka tidak mau memberikan gagasan atau ide yang ada.
Mereka mau memberikan gagasan atau ide yang ada kepada karyawan lain,
tetapi tidak bersedia menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Hal seperti ini
dikarenakan faktor teknik berkomunikasi yang tidak dimiliki oleh tiap
responden. Penilaian kinerja karyawan akan tampak pada saat individu tidak
dapat mengkomunikasikan persoalan yang ada. Dengan demikian dapat
dikatakan responden dalam penelitian ini tidak mampu menyelesaikan setiap
persoalan yang ada.
109
Universitas Kristen Petra
5. Cooperation
Tabel 4.31. Responden Bersedia Melakukan Komunikasi yang Baik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 7 6.9 6.9 6.9
Setuju 46 45.5 45.5 52.5
Sangat setuju 48 47.5 47.5 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan data tabel 4.31 di atas dapat dilihat mayoritas responden
bersedia melakukan komunikasi yang baik dengan karyawan lain dalam
organisasi. Terlihat dari jawaban responden yang menjawab sangat setuju
sejumlah 48 orang atau 47,5%, responden yang menjawab setuju sejumlah 46
orang atau 45,5%, dan sebagian kecil responden menjawab tidak setuju
dengan total 7 responden atau 6,9%.
Dari hasil wawancara dengan Human Resources Department pada
tanggal 6 Juli 2013 (Sari, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun) mengatakan
secara umum karyawan yang satu dengan yang lain mau menjalin kerja sama
yang baik melalui komunikasi yang baik. Hal ini tampak ketika ada event
yang dilakukan Hotel Midtown, seperti pada saat acara Valentine’s day,
seluruh staff bersedia melakukan komunikasi yang efektif demi kelancaran
event yang ada. Walaupun demikian ada hambatan komunikasi yang terjadi
karena kesalahpahaman yang terjadi dan pesan yang tidak dipahami antara
komunikator dan komunikan. Namun, dalam melakukan kerja sama, seluruh
karyawan bersedia melakukannya.
Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab
sangat setuju (Bayu, usia 36 tahun, masa kerja 10 bulan, staff divisi Sales &
Marketing, 6 Juli 2013) mengatakan demikian.
“Saya bersedia untuk melakukan komunikasi yang efektif dengan
karyawan yang lain. Terlebih melakukan kerjasama yang baik antar
rekan sekerja. Pekerjaan yang dilakukan bersama-sama akan cepat
110
Universitas Kristen Petra
selesai dan hasilnya memuaskan. Jika tidak mau melakukan kerjasama
yang baik, maka nantinya pekerjaan akan menjadi tidak maksimal”.
Alasan responden yang menjawab tidak setuju hanya sebagian kecil,
yaitu sebanyak 7 responden. Dari hasil wawancara dengan salah satu
responden yang menjawab tidak setuju (Indra, usia 28 tahun, masa kerja 8
bulan, staff divisi Rooms, 6 Juli 2013) mengatakan demikian.
“Saya tidak setuju melakukan kerjasama dengan karyawan lain jika
saya memiliki rasa kurang percaya dengan rekan sekerja. Melalui
pengalaman saya sebelumnya, saya sudah mempercayai teman kerja
saya dalam melaksanakan acara perusahaan. Ternyata orang itu tidak
bisa dipercaya, pekerjaan yang ada tidak dikerjakan dan tidak mau
ikut berpartisipasi. Akhirnya, pekerjaan saya menjadi terhambat.
Namun, jika saya percaya dengan rekan sekerja itu, maka saya mau
menjalin komunikasi yang baik dengannya”.
Penilaian kinerja karyawan juga dilihat melalui kesediaan melakukan
komunikasi yang baik. Gomes (1995, p.142) menyatakan bahwa penilaian
kinerja karyawan dilihat dari cooperation, artinya kesediaan untuk bekerja
sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi). Kesediaan melakukan
komunikasi yang efektif di sini maksudnya adalah antar karyawan dalam
organisasi bersedia untuk bekerja sama melakukan pekerjaan yang terbaik
melalui komunikasi. Organisasi yang berfungsi dengan baik, ditandai oleh
adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai komponen.
Senantiasa terjadi komunikasi, kerjasama, saling koreksi, dan terdapat sistem
pembagian tugas antar komponen tersebut (Suranto, 2005, p.56). Terlihat dari
jawaban responden, mayoritas responden mau melakukan komunikasi yang
baik dengan rekan sekerja.
111
Universitas Kristen Petra
6. Dependability
Tabel 4.32. Responden Dapat Diandalkan dan Dipercaya dalam Melakukan
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Setuju 46 45.5 45.5 45.5
Sangat setuju 55 54.5 54.5 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan data dari tabel 4.32 di atas dapat dilihat mayoritas
responden dapat diandalkan dan dipercaya dalam melakukan pekerjaan yang
diberikan atasannya. Hal ini tampak dari jawaban responden yang
menyatakan sangat setuju sejumlah 55 orang atau 54,5% dan responden yang
menjawab setuju sejumlah 46 orang atau 45,5%.
Melalui hasil wawancara dengan responden yang menjawab sangat
setuju (Lani, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales &
Marketing, 6 Juli 2013) mengatakan seperti di bawah ini.
“Saya dalam melakukan pekerjaan selalu memiliki tanggung jawab
dalam menjalankannya. Saya tidak mau mengerjakan asal-asalan,
sehingga pekerjaan saya dapat diselesaikan dengan hasil yang baik.
Semaksimal mungkin saya akan menjadi yang terbaik”.
Salah satu penilaian kinerja karyawan menurut Gomes (1995, p.142)
adalah dependability, yaitu kesadaran dan dapat diandalkan dalam hal
kehadiran dan penyelesaian kerja. Pentingnya kesadaran individu dalam
menyelesaikan pekerjaan merupakan kewajiban setiap karyawan untuk
kemajuan perusahaan. Dalam hal ini seluruh karyawan Hotel Midtown yang
menjadi responden penelitian ini dapat diandalkan dan dipercaya untuk
menyelesaikan pekerjaan yang diberikan. Mereka diberi tanggung jawab
penuh untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan atasan.
112
Universitas Kristen Petra
Tanggung jawab karyawan merupakan kesanggupan seorang tenaga
kerja dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya
dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu, serta berani memikul resiko atas
keputusan yang telah diambilnya atau tindakan yang dilakukannya (Bernardin
dan Joyce, 1993, p.381). Secara keseluruhan dari jawaban responden dalam
hal ini dapat diandalkan dan dipercaya, mereka memiliki tanggung jawab
dalam menyelesaikan pekerjaannya. Penilaian kinerja karyawan yang kurang
baik, apabila mereka tidak bisa diandalkan dalam setiap pekerjaannya.
Namun dalam hal ini seluruh responden memiliki kinerja yang baik, artinya
mereka bisa diandalkan dan dipercaya oleh atasan dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
7. Initiative
Tabel 4.33. Responden Semangat Melaksanakan Tugas Baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Setuju 43 42.6 42.6 42.6
Sangat setuju 58 57.4 57.4 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa seluruh responden memiliki
semangat untuk melaksanakan tugas baru yang diberikan atasannya. Seluruh
responden menjawab setuju dengan total 43 orang atau 42,6% dan sangat
setuju dengan total 58 orang atau 57,4%. Artinya responden dalam penelitian
ini memiliki rasa initiative.
Melalui hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab
sangat setuju (Budi, usia 36 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance &
Accounting, 5 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.
“Saya semangat melaksanakan tugas baru yang diberikan atasan.
Setiap tugas yang ada, saya kerjakan dengan baik agar cepat selesai.
113
Universitas Kristen Petra
Selain itu tugas yang baru juga menambah pengalaman saya dalam
bekerja dan memberi semangat yang baru untuk ke depannya”.
Penilaian kinerja karyawan baik atau tidak juga dilihat melalui
dimensi initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan
dalam memperbesar tanggung jawabnya (Gomes, 1995, p.143). Dari hasil
analisis jawaban responden dapat diketahui bahwa mayoritas dari mereka
tetap semangat dalam melaksanakan tugas baru, meskipun banyak hambatan
atau gangguan yang sering terjadi dalam organisasi maupun pekerjaannya.
Mereka tetap bekerja sesuai dengan apa yang ditugaskan dan sebisa mungkin
menyelesaikan dengan baik.
Kinerja adalah bagaimana suatu organisasi mengambil seseorang
untuk bekerja dan melakukannya dengan baik. Kinerja bukan merupakan
hasil dari tindakan atau kegiatan, tetapi kegiatan itu sendiri (Campbell et al.,
1993, p.40). Kinerja karyawan sangat penting dilihat untuk memajukan
perusahaan dan karyawan itu sendiri. Dari penilaian kinerja ini, karyawan
dalam responden penelitian ini memiliki semangat untuk terus bekerja.
Tabel 4.34. Responden Mau Menyampaikan Saran Secara Terbuka Kepada
Atasan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 4 4.0 4.0 4.0
Setuju 50 49.5 49.5 53.5
Sangat setuju 47 46.5 46.5 100.0
Total 101 100.0 100.0
Saran : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan jawaban responden dari tabel 4.34 di atas diketahui
bahwa mayoritas responden menjawab setuju dengan pernyataan di atas.
Responden mau menyampaikan saran secara terbuka kepada atasan tentang
suatu hal dalam organisasi yang perlu dibenahi atau dirundingkan. Sebanyak
114
Universitas Kristen Petra
50 orang atau 49,5% menjawab setuju, 47 responden atau 46,5% menjawab
sangat setuju, dan hanya 4 orang atau 4% yang menjawab tidak setuju.
Dari hasil wawancara dengan responden yang menjawab setuju
(Budiarto, usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Food & Beverage
Marketing, 4 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.
“Saya mau menyampaikan saran-saran yang perlu saya
komunikasikan kepada atasan maupun rekan kerja pada saat rapat atau
briefing. Saran dari setiap orang dapat membangun organisasi agar
menjadi lebih baik. Saran-saran yang disampaikan secara terbuka
dapat saling melengkapi agar tujuan perusahaan dapat tercapai”.
Alasan responden menjawab setuju karena seluruh responden mau
menyampaikan saran maupun gagasan atau ide yang ada kepada atasan dan
sesama karyawan. Karena hal ini dapat mempermudah mereka dalam
melaksanakan pekerjaannya. Selain itu suasana dalam pekerjaan juga dapat
berjalan dengan baik. Apabila ada saran yang perlu dibicarakan, seluruh
karyawan mau bekerja sama untuk mengkomunikasikannya.
Namun terdapat 4 responden yang menjawab tidak setuju. Hasil
wawancara dengan responden yang menjawab tidak setuju (Iwan, usia 26
tahun, masa kerja 4 bulan, staff divisi Rooms, 4 Juli 2013) mengatakan
demikian.
“Saya jarang menyampaikan saran kepada atasan mengenai
pembenahan yang ada dalam organisasi. Hal ini dikarenakan saya
tidak memiliki keberanian untuk mengkomunikasikannya. Secara
pribadi, saya tidak terlalu pandai melakukan komunikasi dengan
atasan maupun rekan kerja”.
Penilaian kinerja dalam hal ini dinilai dari sisi initiative, yaitu
karyawan memiliki semangat baru dan mau menyampaikan saran-saran
secara terbuka mengenai hal-hal dalam organisasi yang perlu dibenahi
(Gomes, 1995, p.143). Inisiatif sangat dibutuhkan dalam upaya
menyelesaikan suatu pekerjaan. Tanpa inisiatif dan kreativitas suatu
pekerjaan tidak akan tercapai atau terselesaikan tujuannya secara efektif dan
efisien (Suranto, 2005, p.59). Pada saat rapat maupun briefing bersama
115
Universitas Kristen Petra
seluruh staff dan atasan, responden mau menyampaikan saran secara terbuka
tentang keperluan dalam organisasi. Dengan kemauan untuk
mengkomunikasikan sesuatu, maka kinerja seseorang akan meningkat.
Sebaliknya jika karyawan tidak mau mengkomunikasikan sesuatu, maka
pekerjaan akan tidak efektif dan kinerja mereka akan menurun.
Secara keseluruhan, responden dalam penelitian ini mau
menyampaikan saran secara terbuka mengenai pembenahan dalam organisasi
kepada atasan. Penilaian kinerja karyawan dari sisi initiative tiap individu
dapat dikatakan baik.
8. Personel Qualities
Tabel 4.35. Responden Bersikap Ramah Kepada Sesama Rekan Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Setuju 51 50.5 50.5 50.5
Sangat setuju 50 49.5 49.5 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan data tabel 4.35 di atas dapat diketahui bahwa seluruh
responden memiliki sikap ramah kepada sesama rekan kerja. Hal ini dapat
dilihat dari jawaban responden yang menjawab setuju sebanyak 51 orang atau
50,5% dan responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 50 orang atau
49,5%.
Melalui hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab
setuju (Erni, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales &
Marketing, 4 Juli 2013) mengungkapkan sebagai berikut.
“Dalam lingkungan kerja, setiap individu seharusnya memiliki sikap
yang ramah kepada sesama rekan kerja. Hal ini dikarenakan dalam
organisasi bertemu dengan banyak orang dan kita membutuhkan rekan
kerja untuk bekerja sama. Saya selalu menghormati dan menghargai
rekan kerja yang lain agar suasana kerja menjadi lebih baik serta
menumbuhkan persaudaraan yang tinggi”.
116
Universitas Kristen Petra
Penilaian kinerja juga dilihat berdasarkan personel qualities. Gomes
(1995, p.143) menjelaskan personel qualities menyangkut kepribadian,
kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi. Dalam hal ini
terlihat bahwa seluruh responden memiliki personel qualities yang baik,
sehingga dapat meningkatkan kinerja yang ada. Jika karyawan tidak memiliki
personel qualities yang baik, maka dapat menurunkan kinerja karyawan.
Dikarenakan individu yang tidak memiliki keramah tamahan dengan sesama
karyawan dan memiliki kepribadian yang buruk, tidak dapat bekerja sama
dengan rekan kerja lainnya. Secara tidak langsung tidak dapat menjalin
komunikasi yang baik. Apabila komunikasi dalam perusahaan tidak berjalan
dengan lancar, maka akan menurunkan kinerja karyawan yang nantinya akan
berdampak pada perusahaan.
Sebaliknya, bila hubungan antar personal itu baik sebagai suatu tim,
maka secara tidak langsung akan menjadi sebuah kekuatan atau sinergi.
Orang-orang yang memiliki relasi yang baik akan menjadi kuat dan
terpercaya daripada yang lain (Putnam, 1986, p.255).
Komunikasi dan keberhasilan dalam organisasi memiliki hubungan
yang signifikan. Memiliki komunikasi yang baik berarti meningkatkan
kinerja karyawan (Suranto, 2005, p.55). Secara umum, jawaban responden
dalam penelitian ini memiliki sikap kepribadian yang baik, sehingga memiliki
kinerja yang baik pula.
Tabel 4.36. Responden Memiliki Jiwa Kepemimpinan di Tempat Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Setuju 44 43.6 43.6 43.6
Sangat setuju 57 56.4 56.4 100.0
Total 101 100.0 100.0
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan hasil jawaban kuesioner di atas dapat dilihat mayoritas
responden memiliki jiwa kepemimpinan di tempat kerja, seperti memberikan
117
Universitas Kristen Petra
petunjuk kerja kepada karyawan lain yang tidak mengerti. Responden yang
menjawab setuju sebanyak 44 orang atau 43,6% dan responden yang
menjawab sangat setuju sebanyak 57 orang atau 57%. Artinya seluruh
responden memiliki kinerja yang baik karena memiliki personel qualities
yang tinggi.
Dari hasil wawancara dengan responden yang menjawab sangat setuju
(Budi, usia 36 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting, 6
Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.
“Saya mau berbagi informasi dengan rekan sekerja. Jika ada teman
yang kurang mengerti, saya mau memberi petunjuk yang benar.
Dengan begitu kita dapat saling bertukar pikiran dan belajar bersama
dalam menyelesaikan pekerjaan yang ada. Saya juga bersedia untuk
menyampaikan masukan-masukan yang dibutuhkan kepada rekan
kerja. Saling membantu dalam bekerja akan membuahkan hasil yang
optimal”.
Dilihat dari jawaban responden, seluruhnya mau membantu karyawan
yang lain dan bekerja sama dalam menyelesaikan pekerjaan yang ada. Dapat
dikatakan seluruh responden memiliki kesadaran yang tinggi sebagai
karyawan yang baik. Acuan perasaan karyawan (emotional labor) dalam
pekerjaan yang dikehendaki menunjukkan perasaan/ jiwa yang sungguh-
sungguh dalam menjalankan perannya untuk mencapai tujuan yang
diharapkan (Hochschild, 1983, p.199). Dengan demikian responden dapat
melakukan pekerjaan dengan baik dan benar karena antara karyawan yang
satu dengan yang lain dapat saling bekerja sama. Kinerja karyawan akan
menurun apabila individu tidak memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi di
tempat kerja. Hal ini dikarenakan masing-masing individu tidak mau saling
membantu dan melakukan komunikasi yang baik. Secara umum, seluruh
responden memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi dengan mau membantu
rekan kerja dan bekerja bersama untuk menyelesaikan pekerjaannya.
118
Universitas Kristen Petra
4.4. Tingkat Hambatan Komunikasi dan Kinerja Karyawan Hotel Midtown
Surabaya
Hambatan komunikasi terjadi jika terdapat sesuatu yang menganggu
salah satu unsur komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak dapat
berlangsung secara efektif (Effendy, 2003, p.45). Untuk dapat mengetahui
hambatan komunikasi dilihat melalui 3 indikator dan 14 pertanyaan. Sama
halnya dalam organisasi, dibutuhkan penilaian terhadap kinerja karyawan.
Mangkunegara (2010, p.9) mendefinisikan kinerja karyawan adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan
dalam melaksanakan tugasnya dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan dilihat melalui 8
indikator dan 12 pertanyaan.
Dalam penelitian ini untuk dapat menggolongkan apakah hambatan
komunikasi dan kinerja karyawan bernilai tinggi atau rendah, maka
digunakan interval kelas yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
Penilaian skor interval di bawah ini dilihat melalui tingkat tinggi dan
rendah. Skor 1 sebagai nilai terendah dan skor 5 sebagai nilai tertinggi.
Dengan demikian interval setiap kategori ditetapkan sebagai berikut:
Interval = nilai tertinggi - nilai terendah
Jumlah interval
Interval = 5 – 1 = 4 = 2
2 2
Jadi, interval terhadap masing-masing kategori adalah sebagai berikut:
Tabel 4.37. Kategori Mean Dari Skor Interval
Interval Kategori
1,00 – 3,00 Rendah
>3,00 Tinggi
Sumber: Olahan Peneliti, 2013
119
Universitas Kristen Petra
Apabila nilai rata-rata (mean) terdapat dalam rentang 1,00 – 3,00,
maka nilainya adalah rendah. Apabila nilai rata-rata (mean) terdapat dalam
rentang >3,00, maka bernilai tinggi.
Tabel 4.38. Tingkat Hambatan Komunikasi Hotel Midtown Surabaya
Indikator Item Pertanyaan Mean Kategori
Hambatan
Teknis
Sarana dan prasarana dalam proses
komunikasi lengkap
2 Rendah
Keahlian dan kecakapan responden
dalam menyampaikan pesan
3 Tinggi
Responden melakukan komunikasi
dalam kondisi yang baik
3 Tinggi
Hambatan
Semantik
Responden tidak terdapat salah ucap
dalam menyampaikan informasi
3 Tinggi
Responden menggunakan bahasa yang
komunikatif
2 Rendah
Responden menggunakan pemilihan
kata yang tepat
2 Rendah
Responden tidak terjadi
kesalahpahaman saat berbicara
3 Tinggi
Hambatan
Perilaku
Responden tidak berprasangka buruk
terhadap rekan kerja
3 Tinggi
Responden tidak memiliki rasa
kecurigaan saat berbicara
3 Tinggi
Responden memiliki kepercayaan
pada karyawan lain
3 Tinggi
Responden memberikan kesempatan
kepada karyawan lain untuk
menyampaikan gagasan dan ide
2 Rendah
Responden mau menerima perubahan
terhadap lingkungan kerja
3 Tinggi
Responden mau menyebarkan
informasi kepada karyawan lain
2 Rendah
120
Universitas Kristen Petra
Responden mau mendengarkan
pendapat orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri
2 Rendah
Sumber : Olahan Peneliti, 2013
Tabel 4.38 menunjukkan tingkat hambatan komunikasi dalam
organisasi Hotel Midtown Surabaya. Dapat dilihat dari 14 komponen
pernyataan yang ada, 8 diantaranya bernilai tinggi dan 6 yang bernilai rendah.
Ke-8 pernyataan yang bernilai tinggi itu karena nilai rata-rata setiap
pertanyaan berada dalam nilai 3 (interval >3,00). Pernyataan yang bernilai
rendah berada dalam nilai 2 (interval 1,00 – 3,00).
Tabel 4.39. Tingkat Kinerja Karyawan Hotel Midtown Surabaya
Indikator Item Pertanyaan Mean Kategori
Quantity of
work
Responden dapat menyelesaikan
jumlah pekerjaan yang telah
ditentukan (deadline)
3 Rendah
Quality of
work
Responden memiliki hasil kerja sesuai
dengan penugasan yang diberikan
atasan
3 Rendah
Responden mencapai hasil kerja sesuai
dengan target dan tanggung jawab
yang diberikan atasan
3 Rendah
Job
Knowledge
Responden mampu memahami tugas
yang diberikan oleh atasan
3 Rendah
Creativeness
Responden bersedia
mengkomunikasikan gagasan atau ide
kepada rekan kerja
1 Tinggi
Responden mampu
mengkomunikasikan persoalan yang
timbul dan bertindak
menyelesaikannya
3 Rendah
Cooperation Responden bersedia melakukan 2 Tinggi
121
Universitas Kristen Petra
komunikasi yang baik
Dependability Responden dapat diandalkan dan
dipercaya dalam melakukan pekerjaan
1 Tinggi
Initiative
Responden semangat melaksanakan
tugas baru
1 Tinggi
Responden mau menyampaikan saran
secara terbuka kepada atasan
2 Tinggi
Personel
Qualities
Responden bersikap ramah kepada
sesama rekan kerja
2 Tinggi
Responden memiliki jiwa
kepemimpinan di tempat kerja
1 Tinggi
Sumber : Olahan Peneliti, 2013
Tabel 4.39 menunjukkan tingkat kinerja karyawan dalam organisasi
Hotel Midtown Surabaya. Dapat dilihat dari 12 komponen pernyataan yang
ada, 5 item pernyataan bernilai rendah dan 8 pernyataan lainnya bernilai
tinggi. Ke-5 pernyataan yang bernilai rendah itu karena nilai rata-rata setiap
pertanyaan berada dalam nilai 3 dan 4 (interval >3,00). Sedangkan pernyataan
yang bernilai tinggi berada dalam nilai 1 dan 2 (interval 1,00 – 3,00). Dalam
perhitungan interval kinerja karyawan dilihat berkebalikan dengan interval
hambatan komunikasi. Hal ini dikarenakan kinerja karyawan bernilai positif,
sehingga interval 1,00 – 3,00 bernilai tinggi, sedangkan >3,00 bernilai
rendah.
Tabel 4.40. Tingkat Hambatan Komunikasi dan Kinerja Karyawan Hotel
Midtown Surabaya
Indikator Nilai rata-rata (mean) Kategori
Hambatan Teknis 3 Tinggi
Hambatan Semantik 3 Tinggi
Hambatan Perilaku 3 Tinggi
Quantity of Work 3 Rendah
Quality of Work 3 Rendah
Job Knowledge 3 Rendah
122
Universitas Kristen Petra
Creativeness 2 Tinggi
Cooperation 2 Tinggi
Dependability 1 Tinggi
Initiative 2 Tinggi
Personel Qualities 2 Tinggi
Sumber : Olahan Peneliti, 2013
Tabel 4.40 menunjukkan nilai rata-rata keseluruhan setiap indikator
hambatan komunikasi dan kinerja karyawan. Dapat dilihat bahwa indikator
hambatan komunikasi, yaitu hambatan teknis, semantik, dan perilaku
mendapatkan nilai tinggi. Nilai rata-rata dari keseluruhan hambatan
komunikasi adalah angka 3 yang menunjukkan nilai tinggi. Hal ini berarti
hambatan komunikasi di Hotel Midtown Surabaya mempunyai tingkat yang
tinggi. Melalui hasil analisis jawaban kuesioner, sebagian besar responden
tidak memiliki keahlian berkomunikasi yang efektif, sering terjadinya salah
ucap dalam menyampaikan informasi, sering kali terjadi kesalahpahaman
antar karyawan, memiliki prasangka buruk dari tiap individu, dan tidak mau
menerima perubahan lingkungan kerja yang baru.
Nilai rata-rata kinerja karyawan Hotel Midtown Surabaya bernilai
tinggi dan rendah. Indikator kinerja karyawan yang rendah terlihat dari
quantity of work, quality of work, dan job knowledge dengan angka 3 (dilihat
berkebalikan dengan interval hambatan komunikasi). Sedangkan indikator
kinerja karyawan yang tinggi terlihat dalam creativeness, cooperation,
dependability, initiative, dan personel qualities dengan angka 1 dan 2 (dilihat
berkebalikan dengan interval hambatan komunikasi). Hal ini membuktikan
bahwa kinerja karyawan yang rendah dikarenakan responden tidak dapat
menyelesaikan jumlah pekerjaan sesuai dengan deadline, tidak dapat
menyelesaikan tugas sesuai dengan target dan tanggung jawab yang diberikan
atasan, dan tidak mampu memahami tugas yang diberikan atasan. Dengan
demikian dikatakan bahwa kinerja karyawan rendah.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa hambatan komunikasi yang terjadi
di Hotel Midtown Surabaya dikatakan tinggi dan kinerja karyawan menjadi
rendah. Namun demikian terdapat beberapa kinerja karyawan yang tinggi.
123
Universitas Kristen Petra
4.5. Analisis Tabulasi Silang (Crosstab)
Analisis crosstab atau tabulasi silang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara baris dan kolom. Variabel baris dan kolom adalah variabel
independen dan data yang digunakan berskala nominal atau ordinal, tetapi
tidak diukur tingkatannya (Priyatno, 2011, p.141). Dalam penelitian ini,
peneliti melakukan tabulasi silang terhadap karakteristik (identitas) responden
dengan hambatan komunikasi dan kinerja karyawan. Identitas responden yang
digunakan adalah jenis kelamin, usia responden, departemen kerja, lama masa
kerja, dan frekuensi berkomunikasi. Berikut adalah analisis mengenai hasil
tabulasi silang antara hambatan komunikasi dan kinerja karyawan dengan
identitas responden.
Tabel 4.41. Tabulasi Silang I
Jenis Kelamin * Hambatan Komunikasi Crosstabulation
Hambatan Komunikasi
Total Rendah Tinggi
Jenis Kelamin Laki-laki Count 18 45 63
% within Jenis Kelamin 28.6% 71.4% 100.0%
Perempuan Count 16 22 38
% within Jenis Kelamin 42.1% 57.9% 100.0%
Total Count 34 67 101
% within Jenis Kelamin 33.7% 66.3% 100.0%
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.41 di atas, terlihat bahwa mayoritas responden
karyawan laki-laki dan perempuan memiliki tingkat hambatan komunikasi
yang tinggi dalam melakukan interaksi dengan rekan kerja. Dapat dilihat
sebanyak 45 orang (71,4%) dari 63 karyawan laki-laki memiliki hambatan
komunikasi yang tinggi. Hanya 18 orang (28,6%) yang memiliki hambatan
komunikasi rendah. Begitu pula dengan karyawan perempuan sebanyak 22
orang (57,9%) dari 38 responden mempunyai hambatan komunikasi yang
tinggi. Sedangkan 16 orang (42,1%) lainnya memiliki hambatan komunikasi
124
Universitas Kristen Petra
yang rendah. Namun, hambatan komunikasi yang paling besar sering terjadi
pada kaum laki-laki.
Pada dasarnya, terdapat perbedaan cara berkomunikasi antara laki-laki
dan perempuan. Kaum laki-laki lebih suka berbicara tentang topik yang tidak
berhubungan dengan orang (impersonal) dan jarang sekali mengakui jika
mereka memiliki masalah keuangan. Mereka cenderung menjunjung tinggi
kebebasan tanpa kekangan dan kadang membuat keputusan tanpa berdiskusi
dengan orang lain. Kaum laki-laki lebih suka langsung pada pokok
permasalahan atau melakukan satu kepentingan yang dituju (Liaw, 2005,
p.41). Berbeda dengan kaum perempuan. Gaya komunikasi kaum perempuan
lebih mementingkan perasaan dalam hal tutur kata. Mereka cenderung
mengutamakan kehangatan persahabatan daripada urusan bisnis yang kaku
dan dingin. Selain itu, perempuan lebih lambat melakukan tindakan daripada
laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan selalu ingin melihat berbagai sisi
terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan (Liaw, 2005, p.40).
Mengacu pada teori tersebut, perempuan lebih berhati-hati dalam
mengucapkan kata-kata, sehingga pada saat berbicara lebih mementingkan
perasaan agar tidak terjadi kesalahpahaman dengan orang lain. Sedangkan
laki-laki, lebih cepat bertindak pada saat berbicara, sehingga kadang mereka
langsung mengucapkan kalimat tanpa berpikir terlebih dahulu. Hal ini yang
dapat membuat komunikasi tidak efektif dan terjadi kesalahpahaman dengan
orang lain. Dengan begitu, hambatan komunikasi akan terjadi. Data di atas
menunjukkan bahwa laki-laki lebih sering terjadi hambatan komunikasi.
Seperti dari analisis sebelumnya, terlihat sering sekali karyawan laki-laki
terjadi salah paham maupun salah mengucapkan informasi dengan rekan kerja
yang lain.
Komunikasi memiliki arti yang jauh lebih besar bagi seorang
perempuan. Sedangkan, tindakan adalah lebih penting bagi kaum laki-laki
untuk menemukan kejernihan mental dan mengungkapkan perasaannya
(Gray, 2000, p.99-100).
125
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.42. Tabulasi Silang II
Usia * Hambatan Komunikasi Crosstabulation
Hambatan Komunikasi
Total Rendah Tinggi
Usia 20-29 tahun Count 18 33 51
% within Usia 35.3% 64.7% 100.0%
30-39 tahun Count 13 24 37
% within Usia 35.1% 64.9% 100.0%
40-49 tahun Count 2 9 11
% within Usia 18.2% 81.8% 100.0%
50-59 tahun Count 1 1 2
% within Usia 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 34 67 101
% within Usia 33.7% 66.3% 100.0%
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Seperti yang sudah dijelaskan peneliti di analisis identitas responden
berdasarkan usia, responden yang memiliki umur 20-29 tahun adalah mereka
yang mulai memasuki dunia kerja dan meninggalkan dunia hiburan. Hurlock
(2004, p.265) mengatakan bahwa umur 20-29 tahun termasuk dalam kategori
masa dewasa dini dan usia produktif, dimana individu mempunyai keinginan
untuk memiliki status sosial yang lebih baik dan memiliki harta banyak
dengan memasuki dunia kerja. Dapat diketahui bahwa responden yang berada
di lingkungan kerja yang baru akan banyak melakukan komunikasi dengan
rekan kerja yang lainnya. Hambatan komunikasi dalam penelitian ini
memiliki kategori tinggi pada mayoritas responden yang berusia 20-29 tahun.
Hal ini didukung dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang
menjawab tidak memiliki keahlian dan kecakapan berkomunikasi (Anita, usia
28 tahun, masa kerja 10 bulan, staff divisi Rooms, 4 Juli 2013) mengatakan
demikian.
126
Universitas Kristen Petra
“Saya memang tidak yakin bahwa saya memiliki keahlian dan
kecakapan dalam berkomunikasi, tidak seperti karyawan lain yang
dapat berkomunikasi dengan jelas. Sering kali terjadi kesalahpahaman
karena menyampaikan pesan yang tidak sesuai atau tidak jelas”.
Dari hasil wawancara di atas, dapat dilihat bahwa rentang umur 20-29
tahun akan sering mengalami komunikasi yang tidak efektif karena tidak
memiliki keyakinan dalam melakukan komunikasi yang jelas. Hal ini
dibuktikan dengan hasil tabel 4.42 di atas bahwa hampir seluruh responden
pada usia 20-29 tahun (33 orang) paling tinggi hambatan komunikasinya.
Hanya terdapat 18 orang (35,3%) yang hambatan komunikasinya rendah. Di
sisi lain, responden pada usia 30-39 tahun (24 orang) juga memiliki hambatan
komunikasi yang tinggi, terdapat 13 orang (35,1%) yang memiliki kategori
rendah. Responden pada usia 40-49 tahun (9 orang) juga memiliki hambatan
komunikasi yang tinggi, hanya 2 orang (18,2%) yang rendah. Begitu pula
pada responden yang berusia 50-59 tahun (1 orang) juga memiliki hambatan
komunikasi yang tinggi dan 1 orang (50%) lainnya dalam kategori rendah.
Namun, tidak menutup kemungkinan responden yang semakin dewasa
umurnya akan semakin mengerti dalam menyampaikan pesan dengan jelas.
Terlihat dari tabel di atas bahwa responden yang berusia 40-49 tahun dan 50-
59 tahun juga memiliki hambatan komunikasi yang tinggi. Meskipun mereka
juga memiliki hambatan komunikasi yang rendah dikarenakan lebih efektif
dalam menyampaikan pesan dan pengalaman kerja mereka lebih banyak,
sehingga komunikasi yang dilakukan sehari-hari lebih komunikatif. Secara
kesluruhan, baik umur 20-60 tahun tidak lepas dari hambatan komunikasi.
127
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.43. Tabulasi Silang III
Departemen * Hambatan Komunikasi Crosstabulation
Hambatan Komunikasi
Total Rendah Tinggi
Departemen Sales & Marketing Count 3 4 7
% within Departemen 42.9% 57.1% 100.0%
Finance & Accounting Count 6 7 13
% within Departemen 46.2% 53.8% 100.0%
Rooms Count 13 26 39
% within Departemen 33.3% 66.7% 100.0%
Food & Beverage Count 12 30 42
% within Departemen 28.6% 71.4% 100.0%
Total Count 34 67 101
% within Departemen 33.7% 66.3% 100.0%
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.43 di atas, maka dapat diketahui bahwa seluruh
karyawan yang berasal dari Departemen Sales & Marketing, Finance &
Accounting, Rooms, dan Food & Beverage Marketing memiliki tingkat
hambatan komunikasi yang tinggi dalam organisasi Hotel Midtown Surabaya.
Namun hambatan komunikasi yang paling tinggi terdapat dalam departemen
Food & Beverage Marketing sebesar 71,4% (30 orang), sedangkan sisanya
28,6% (12 orang) dalam hambatan komunikasi yang rendah.
Pada dasarnya, fungsi Internal Communications dilakukan untuk
setiap karyawan saling berbagi informasi, menyalurkan pengetahuan, dan
mengembangkan hubungan. Selain itu juga berfungsi meningkatkan
komitmen karyawan, rasa memiliki perusahaan, kesatuan identitas, dan
dukungan untuk tercapainya tujuan perusahaan (Verghese, 2012, p.7).
Seluruh karyawan dalam Hotel Midtown Surabaya harus melakukan
komunikasi yang efektif untuk menyampaikan pesan maupun informasi ke
seluruh departemen agar seluruhnya dapat mengetahui informasi yang baru.
Dengan begitu, pekerjaan mereka juga akan berjalan dengan lancar.
128
Universitas Kristen Petra
Seringnya komunikasi yang tidak efektif pada departemen Food &
Beverage Marketing dikarenakan pertama, jumlah karyawan di departemen
ini paling banyak. Selain itu menurut hasil wawancara dengan salah satu
responden dari staff divisi Food & Beverage Marketing pada tanggal 5 Juli
2013 (Putu, usia 41 tahun, masa kerja 1 tahun) mengatakan bahwa hambatan
komunikasi sering terjadi dikarenakan pesan yang disampaikan tidak sampai
ke seluruh karyawan lainnya, sehingga terjadi miscommunication atau salah
paham yang menyebabkan komunikasi terhambat. Hal seperti ini harus
diminimalisir dengan cara saling bekerja sama mengingatkan penyampaian
pesan satu sama lain dan melakukan rapat kecil agar seluruh karyawan
mengetahuinya.
Hambatan komunikasi juga banyak terjadi pada departemen Rooms
sebesar 66,7% (26 orang) dalam kategori tinggi, sedangkan 33,3% (13 orang)
dalam kategori rendah. Hal ini didukung dari hasil wawancara dengan
responden pada tanggal 5 Juli 2013 (Vica, usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun,
staff divisi Rooms) menyatakan bahwa komunikasi yang tidak efektif
dikarenakan sebagian besar dari mereka tidak memahami pesan yang
dimaksud, sehingga kesalahan menafsirkan pesan yang ada membuat
komunikasi terhambat. Di sisi lain, setiap departemen lainnya juga terjadi
hambatan komunikasi dikarenakan hal tersebut.
Selain departemen yang telah disebutkan di atas, karyawan dalam
departemen Finance & Accounting juga memiliki hambatan komunikasi yang
tinggi sebesar 53,8% (7 orang) dan sebagian lainnya, yaitu 46,2% (6 orang)
dalam kategori rendah. Pada departemen Sales & Marketing, hambatan
komunikasi yang tinggi sebesar 57,1% (4 orang) dan sisanya sebesar 42,9%
(3 orang) memiliki hambatan komunikasi yang rendah. Secara keseluruhan
hampir seluruh departemen memiliki hambatan komunikasi yang tinggi.
129
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.44. Tabulasi Silang IV
Lama Masa Kerja Responden * Hambatan Komunikasi Crosstabulation
Hambatan Komunikasi
Total Rendah Tinggi
Lama Masa Kerja
Responden
1-3 bulan Count 3 8 11
% within Lama Masa Kerja
Responden
27.3% 72.7% 100.0%
4-6 bulan Count 0 5 5
% within Lama Masa Kerja
Responden
.0% 100.0% 100.0%
7-9 bulan Count 2 11 13
% within Lama Masa Kerja
Responden
15.4% 84.6% 100.0%
Lebih dari 10 bulan Count 9 10 19
% within Lama Masa Kerja
Responden
47.4% 52.6% 100.0%
Satu tahun Count 20 33 53
% within Lama Masa Kerja
Responden
37.7% 62.3% 100.0%
Total Count 34 67 101
% within Lama Masa Kerja
Responden
33.7% 66.3% 100.0%
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.44 di atas dapat dilihat bahwa tingginya hambatan
komunikasi berada pada mayoritas responden yang memiliki masa kerja satu
tahun, yaitu sebanyak 33 orang (62,3%). Kemudian disusul dengan responden
yang memiliki masa kerja lebih dari 10 bulan, yaitu 10 orang (52,6%), lalu
responden yang memiliki masa kerja antara 7-9 bulan sebanyak 11 orang
(84,6%), responden yang memiliki masa kerja antara 4-6 bulan sebanyak 5
orang (100%), dan responden yang berada pada masa kerja antara 1-3 bulan
sejumlah 8 orang (72,7%).
130
Universitas Kristen Petra
Responden yang memiliki masa kerja 1 tahun adalah karyawan tetap
yang telah bekerja dalam waktu yang lama dan sering melalukan komunikasi
antara karyawan yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Human Resources Department pada tanggal 1 Oktober
2013 mengatakan bahwa karyawan yang telah bekerja selama 1 tahun akan
sering berkomunikasi daripada karyawan yang masih baru beradaptasi. Hal
ini dikarenakan antara karyawan satu dengan yang lainnya saling mengenal
lebih dekat, sehingga kegiatan komunikasi organisasi dalam Hotel Midtown
sering dilakukan. Dari sini dapat dilihat bahwa karyawan yang memiliki masa
kerja lama akan semakin sering melalukan komunikasi dan hambatan
komunikasi menjadi tinggi. Responden yang berada pada masa kerja antara 1-
3 bulan dan 4-6 bulan masih mulai mengenal lingkungan kerjanya, sehingga
hambatan komunikasi yang ada tidak terlalu tinggi. Secara keseluruhan,
responden yang semakin lama bekerja, hambatan komunikasi akan semakin
tinggi.
Tabel 4.45. Tabulasi Silang V
Frekuensi Berkomunikasi * Hambatan Komunikasi Crosstabulation
Hambatan Komunikasi
Total Rendah Tinggi
Frekuensi Berkomunikasi Sangat sering Count 23 38 61
% within Frekuensi
Berkomunikasi
37.7% 62.3% 100.0%
Sering Count 11 29 40
% within Frekuensi
Berkomunikasi
27.5% 72.5% 100.0%
Total Count 34 67 101
% within Frekuensi
Berkomunikasi
33.7% 66.3% 100.0%
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
131
Universitas Kristen Petra
Berdasarkan tabel 4.45 di atas diketahui bahwa responden yang sangat
sering dan sering melakukan komunikasi, maka hambatan komunikasinya
semakin tinggi. Dapat dilihat melalui tabel di atas, responden yang sangat
sering melakukan komunikasi dengan karyawan lain selama satu hari
memiliki hambatan komunikasi yang tinggi sebanyak 38 orang (62,3%).
Sama halnya dengan responden yang sering melakukan komunikasi dengan
karyawan lain selama satu hari memiliki hambatan komunikasi yang tinggi
sebanyak 29 orang (72,5%).
Responden di sini adalah karyawan yang frekuensi berbicara atau
berinteraksi dengan karyawan lain selama satu hari sangat sering dan sering,
sehingga muncul kesalahpahaman yang terjadi antara satu dengan yang
lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Human Resources Department
pada tanggal 1 Oktober 2013 mengatakan bahwa semakin manusia sering
melakukan komunikasi, maka tidak dipungkiri muncul hambatan komunikasi.
Seperti yang terjadi antara staff Sales & Marketing dengan staff Finance &
Accounting, dimana setiap hari mereka saling berinteraksi untuk
membicarakan suatu hal karena dalam organisasi seluruh divisi saling
bergantung. Pada akhirnya kadang muncul rasa tidak kesepakatan antara staff
yang satu dengan yang lainnya dan menimbulkan hambatan komunikasi.
Tabel 4.46. Tabulasi Silang VI
Jenis Kelamin * Kinerja Karyawan Crosstabulation
Kinerja Karyawan
Total Rendah Tinggi
Jenis Kelamin Laki-laki Count 55 8 63
% within Jenis Kelamin 87.3% 12.7% 100.0%
Perempuan Count 34 4 38
% within Jenis Kelamin 89.5% 10.5% 100.0%
Total Count 89 12 101
% within Jenis Kelamin 88.1% 11.9% 100.0%
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
132
Universitas Kristen Petra
Berdasarkan data tabel 4.46 di atas diketahui bahwa mayoritas
responden laki-laki dan perempuan memiliki kinerja karyawan dalam
tingkatan rendah. Sebanyak 55 karyawan laki-laki memiliki kinerja dalam
kategori rendah, hanya 8 orang yang memiliki kinerja tinggi. Responden
perempuan sebanyak 34 orang memiliki kinerja yang rendah, hanya 4 orang
yang kinerjanya tinggi. Terlihat dari data yang ada bahwa kinerja karyawan
berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan memiliki kinerja yang rendah.
Meskipun demikian, responden laki-laki jumlahnya lebih banyak yang
memiliki kinerja rendah.
Hal ini tampak dari cara berkomunikasi kaum laki-laki yang lebih
suka langsung pada pokok permasalahan atau melakukan satu kepentingan
yang dituju (Liaw, 2005, p.41). Berbeda dengan kaum perempuan yang lebih
banyak memikirkan dan mencari tahu sesuatu terlebih dahulu daripada
bertindak dengan cepat. Dapat dikatakan bahwa perempuan dalam bertindak
lebih lama daripada laki-laki (Liaw, 2005, p.42). Namun, dari hasil analisis
tabel 4.41 di atas, dijelaskan bahwa kaum laki-laki paling besar hambatan
komunikasinya, sehingga kinerja karyawannya menjadi rendah.
Kinerja karyawan dalam penelitian ini dikatakan rendah, walaupun
ada juga yang tinggi, baik karyawan laki-laki dan perempuan. Namun, kinerja
karyawan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Bukan berarti
perempuan memiliki kinerja yang buruk, tetapi dalam realitas yang ada di
masyarakat Indonesia menunjukkan bila dunia kerja banyak didominasi oleh
laki-laki, sedangkan perempuan lebih banyak beraktivitas di sektor domestik
(kegiatan rumah tangga) (Narwoko dan Suyanto, 2004, p.322). Oleh karena
itu, karyawan laki-laki akan lebih bekerja keras daripada karyawan
perempuan. Kebanyakan responden dalam penelitian ini didominasi oleh laki-
laki, sehingga kinerja karyawan laki-laki hasilnya lebih tinggi daripada
perempuan. Secara keseluruhan, kinerja karyawan laki-laki maupun
perempuan dalam penelitian ini dikatakan rendah.
133
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.47. Tabulasi Silang VII
Usia * Kinerja Karyawan Crosstabulation
Kinerja Karyawan
Total Rendah Tinggi
Usia 20-29 tahun Count 41 10 51
% within Usia 80.4% 19.6% 100.0%
30-39 tahun Count 35 2 37
% within Usia 94.6% 5.4% 100.0%
40-49 tahun Count 11 0 11
% within Usia 100.0% .0% 100.0%
50-59 tahun Count 2 0 2
% within Usia 100.0% .0% 100.0%
Total Count 89 12 101
% within Usia 88.1% 11.9% 100.0%
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa kinerja karyawan yang
rendah berada dikisaran usia 20-29 tahun, yaitu sebanyak 41 orang, sebagian
lainnya 10 orang dalam kategori tinggi. Kinerja karyawan yang berada di usia
30-39 tahun sebanyak 35 orang dalam kategori rendah, sedangkan 2 orang
lainnya dalam kategori tinggi. Kinerja karyawan pada usia 40-49 tahun
dengan jumlah 11 orang dikatakan rendah. Begitu pula kinerja karyawan yang
berada pada usia 50-59 tahun berjumlah 2 orang dalam kategori rendah.
Seperti yang dijelaskan dalam analisis identitas usia responden bahwa
usia 20-29 tahun adalah masa produktif, dimana individu mulai melepaskan
masa mudanya dan menuju dunia kerja. Namun pada usia tersebut juga
ditemukan banyak hambatan komunikasi yang menyebabkan kinerja
karyawan menjadi tidak dapat mencapai target yang diharapkan. Hal ini
didukung dengan hasil wawancara oleh salah satu responden (Erni, usia 29
tahun, masa kerja 1 tahun, divisi Sales & Marketing, 4 Juli 2013) menyatakan
demikian.
134
Universitas Kristen Petra
“Pada saat Manager Sales & Marketing menyuruh saya membuat
laporan bulanan mengenai occupancy kamar hotel Midtown selama
satu bulan, saya langsung membuatnya tanpa bertanya lagi, karena
saya berpikir hanya membuat seperti biasa. Ternyata apa yang saya
buat salah dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Atasan juga tidak
menjelaskan sebelumnya. Akibatnya pekerjaan tertunda, sehingga
tidak dapat diselesaikan tepat waktu”.
Melalui jawaban responden dapat dikatakan bahwa dalam dunia kerja
usia 20-29 tahun dapat terjadi kesalahpahaman atau salah pengertian dalam
menangkap pesan yang akhirnya menghambat pekerjaan individu. Individu
yang berada pada usia 30-39 tahun juga memiliki kinerja yang rendah. Seperti
hasil wawancara dengan salah satu responden (Rusli, usia 34 tahun, masa
kerja 1 tahun, staff divisi Sales & Marketing, 4 Juli 2013) mengatakan
demikian.
“Pekerjaan yang ada memang sering kali tidak dapat selesai sesuai
dengan waktu yang ditentukan karena banyak hal yang
mempengaruhinya. Pertama, kendala komunikasi yang tidak efektif,
sehingga pesan tidak sampai dengan jelas, akhirnya pekerjaan menjadi
tertunda. Selain itu juga banyak pekerjaan lain yang harus selesai
lebih dulu dengan batas waktu yang sama”.
Secara keseluruhan, kinerja karyawan dalam penelitian ini dikatakan
rendah, terutama responden yang berusia 20-29 tahun memiliki kinerja yang
rendah. Responden yang berada dalam usia 40-60 tahun juga memiliki kinerja
yang rendah.
135
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.48. Tabulasi Silang VIII
Departemen * Kinerja Karyawan Crosstabulation
Kinerja Karyawan
Total Rendah Tinggi
Departemen Sales & Marketing Count 5 2 7
% within Departemen 71.4% 28.6% 100.0%
Finance & Accounting Count 10 3 13
% within Departemen 76.9% 23.1% 100.0%
Rooms Count 33 6 39
% within Departemen 84.6% 15.4% 100.0%
Food & Beverage Count 41 1 42
% within Departemen 97.6% 2.4% 100.0%
Total Count 89 12 101
% within Departemen 88.1% 11.9% 100.0%
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Melalui data tabel 4.48 di atas, terlihat bahwa departemen Food &
Beverage Marketing, Rooms, Finance & Accounting, dan Sales & Marketing
memiliki kinerja karyawan yang rendah. Terlihat dari hasil prosentase yang
memiliki kinerja karyawan paling rendah terdapat di departemen Food &
Beverage Marketing sebesar 97,6% (41 orang), hanya 2,4% (1 orang) yang
kinerjanya tinggi. Diikuti dengan departemen Rooms dengan prosentase
84,6% (33 orang) yang memiliki kinerja rendah dan hanya 15,4% (6 orang)
dalam kategori tinggi. Departemen Finance & Accounting juga memiliki
ketegori rendah dengan total 76,9% (10 orang), hanya 23,1% (3 orang) yang
kinerjanya tinggi. Departemen Sales & Marketing dengan jumlah 71,4% (5
orang) dalam kategori rendah dan 28,6% (2 orang) dalam kategori tinggi.
Penilaian kinerja karyawan juga penting dilihat dari masing-masing
departemen dalam sebuah organisasi. Tujuan penilaian kinerja karyawan
adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi melalui
peningkatan kinerja sumber daya manusia organisasi (Mangkunegara, 2010,
p.10). Alasan kinerja karyawan yang paling rendah berada di departemen
136
Universitas Kristen Petra
Food & Beverage Marketing dikarenakan jumlah karyawan dalam
departemen ini sebanyak 42 orang. Dimana komunikasi yang dilakukan
antara satu karyawan dengan karyawan yang lainnya kadang-kadang tidak
efektif, sehingga pesan yang disampaikan tidak dipahami oleh seluruh
karyawan yang menyebabkan pekerjaan mereka menjadi salah. Selain itu juga
tidak adanya over handle dengan karyawan yang lain, sehingga kinerja
mereka menjadi menurun.
Seperti hasil wawancara yang diungkapkan oleh salah satu responden
pada tanggal 5 Juli 2013 (Santi, usia 27 tahun, masa kerja 8 bulan, staff divisi
Food & Beverage Marketing) mengatakan sebagai berikut.
“Selama saya bekerja pasti adanya miscommunication antara
karyawan satu dengan yang lain. Apalagi dalam divisi ini jumlah
karyawannya tidak sedikit. Kadang yang menghambat pekerjaan
menjadi tidak selesai dikarenakan pesan yang disampaikan tidak
disalurkan dengan teman yang lain, sehingga tidak semua karyawan
mengerti informasi terbaru maupun pesanan tamu. Disamping itu juga
adanya pemahaman yang berbeda dalam melakukan pekerjaan yang
membuat pekerjaan itu tidak selesai tepat waktu.”
Melalui jawaban responden terlihat bahwa setiap karyawan dalam
departemen ini seringkali tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan tepat
dikarenakan komunikasi yang tidak sampai ke karyawan yang lain. Sama
halnya dengan departemen Rooms juga memiliki jumlah karyawan yang
cukup banyak, yaitu 40 orang. Seperti yang dikatakan salah satu responden
pada tanggal 6 Juli 2013 (Vica, usia 37 tahun, masa kerja 10 bulan, staff
divisi Rooms) menyatakan bahwa beberapa karyawan tidak dapat
menyelesaikan tugas tepat waktu dikarenakan tidak mengerti tugas apa yang
diberikan. Pernyataan ini dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai berikut.
“Penyebab utama hal ini karena komunikasi yang kurang lancar dan
tidak dimengerti oleh komunikan, sehingga tugas yang diberikan tidak
dipahami dengan baik dan tidak dapat diselesaikan tepat waktu.
Kinerja karyawan dalam responden ini menjadi menurun karena tidak
mengerti penjelasan yang diberikan dan pekerjaan menjadi tidak
sesuai”.
137
Universitas Kristen Petra
Begitu pula yang terjadi dalam departemen Sales & Marketing dan
Finance & Accounting. Seluruh responden sebagian besar berusaha
meningkatkan kinerja mereka menjadi lebih baik lagi agar tujuan perusahaan
juga mencapai hasil yang diharapkan. Namun dalam divisi yang telah
disebutkan di atas, terlihat adanya kinerja karyawan yang rendah dikarenakan
dengan banyaknya karyawan dalam divisi ini kadang membuat kerjasama
yang ada kurang baik.
Tabel 4.49. Tabulasi Silang IX
Lama Masa Kerja Responden * Kinerja Karyawan Crosstabulation
Kinerja Karyawan
Total Rendah Tinggi
Lama Masa Kerja
Responden
1-3 bulan Count 11 0 11
% within Lama Masa Kerja
Responden
100.0% .0% 100.0%
4-6 bulan Count 5 0 5
% within Lama Masa Kerja
Responden
100.0% .0% 100.0%
7-9 bulan Count 13 0 13
% within Lama Masa Kerja
Responden
100.0% .0% 100.0%
Lebih dari 10 bulan Count 16 3 19
% within Lama Masa Kerja
Responden
84.2% 15.8% 100.0%
Satu tahun Count 44 9 53
% within Lama Masa Kerja
Responden
83.0% 17.0% 100.0%
Total Count 89 12 101
% within Lama Masa Kerja
Responden
88.1% 11.9% 100.0%
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
138
Universitas Kristen Petra
Melalui tabel 4.49 di atas diketahui bahwa mayoritas responden yang
memiliki masa kerja satu tahun memiliki kinerja karyawan yang rendah, yaitu
sebanyak 44 orang (83%). Kemudian responden yang memiliki masa kerja
lebih dari 10 bulan memiliki kinerja karyawan yang rendah sebanyak 16
orang (84,2%). Responden yang berada pada masa kerja 7-9 bulan sebanyak
13 orang (100%) memiliki kinerja karyawan yang rendah, responden yang
berada pada masa kerja 4-6 bulan sebanyak 5 orang (100%) juga memiliki
kinerja karyawan yang rendah. Begitu pula responden yang berada pada masa
kerja antara 1-3 bulan sebanyak 11 orang (100%) memiliki kinerja karyawan
yang rendah.
Hal ini sesuai dengan tabel 4.45 yang menyatakan semakin sering
komunikasi dilakukan akan semakin banyak hambatan komunikasinya. Dari
situ kinerja karyawan menjadi terganggu karena adanya hambatan
komunikasi. Hal ini didukung dengan hasil wawancara dengan salah satu
responden (Rusli, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales &
Marketing, 4 Juli 2013) mengatakan demikian.
“Pekerjaan yang ada memang sering kali tidak dapat selesai sesuai
dengan waktu yang ditentukan karena banyak hal yang
mempengaruhinya. Pertama, kendala komunikasi yang tidak efektif,
sehingga pesan tidak sampai dengan jelas, akhirnya pekerjaan menjadi
tertunda. Selain itu juga banyak pekerjaan lain yang harus selesai
lebih dulu dengan batas waktu yang sama”.
Melalui hasil wawancara di atas dapat dikatakan bahwa komunikasi
yang tidak lancar menyebabkan hambatan komunikasi, sehingga membuat
kinerja karyawan menjadi menurun. Responden yang memiliki masa kerja
satu tahun masih sering terjadinya hambatan komunikasi, sehingga
mempengaruhi kinerja karyawan yang ada. Begitu pula responden yang
berada pada masa kerja lebih dari 10 bulan, dimana komunikasi yang terjadi
antara satu karyawan dengan karyawan lainnya sering tidak lancar dan
menyebabkan rendahnya kinerja individu.
139
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.50 Tabulasi Silang X
Frekuensi Berkomunikasi * Kinerja Karyawan Crosstabulation
Kinerja Karyawan
Total Rendah Tinggi
Frekuensi Berkomunikasi Sangat sering Count 54 7 61
% within Frekuensi
Berkomunikasi
88.5% 11.5% 100.0%
Sering Count 35 5 40
% within Frekuensi
Berkomunikasi
87.5% 12.5% 100.0%
Total Count 89 12 101
% within Frekuensi
Berkomunikasi
88.1% 11.9% 100.0%
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Berdasarkan tabel 4.50 di atas terlihat responden yang sangat sering
berkomunikasi dan sering berkomunikasi selama satu hari dengan karyawan
yang lain. Dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kinerja karyawan
rendah terdapat pada responden yang sangat sering melakukan komunikasi
dengan karyawan lain selama satu hari dengan jumlah 54 orang (88,5%).
Begitu pula dengan responden yang sering melakukan komunikasi selama
satu hari memiliki kinerja rendah dengan jumlah 35 orang (87,5%).
Komunikasi sangat penting dalam kehidupan organisasi. Setiap divisi
dalam organisasi saling beketergantungan, sehingga komunikasi yang
dilakukan akan semakin sering. Semakin seringnya komunikasi terjadi, maka
tidak dapat dihindarkan adanya hambatan komunikasi antar karyawan. Seperti
terjadinya kesalahpahaman atau kalimat yang tidak dimengerti antara
karyawan yang satu dengan yang lain menyebabkan perbedaan makna atau
arti yang dimaksudkan, sehingga pekerjaan akan terhambat dan kinerja
individu menjadi tidak maksimal. Dari data di atas, dilihat mayoritas
responden yang sering melakukan komunikasi, memiliki kinerja yang rendah.
140
Universitas Kristen Petra
4.6. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear
sederhana karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
hambatan komunikasi terhadap kinerja karyawan Hotel Midtown Surabaya.
Regresi linear sederhana adalah alat yang digunakan untuk mengukur satu
variabel dependen dan satu variabel independen (Sujarweni & Endrayanto,
2012, p.83). Dari penelitian ini akan dicari indikator hambatan komunikasi
(X) yang paling mempengaruhi kinerja karyawan (Y).
Sebelumnya, peneliti melakukan analisis korelasi spearman terlebih
dahulu untuk melihat hubungan antara variabel hambatan komunikasi dengan
kinerja karyawan. Korelasi merupakan salah satu statistik inferensial yang
akan menguji apakah dua variabel atau lebih mempunyai hubungan atau tidak
(Sujarweni & Endrayanto, 2012, p.59). Seluruh perhitungan regresi linear
sederhana akan dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows
version 17.0. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh beberapa output yang
masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut.
Tabel 4.51. Korelasi Antara Variabel Hambatan Komunikasi dan Variabel
Kinerja Karyawan
Hambatan
Komunikasi
Kinerja
Karyawan
Hambatan Komunikasi Pearson Correlation 1 -.483**
Sig. (2-tailed) .000
N 101 101
Kinerja Karyawan Pearson Correlation -.483** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Dari tabel korelasi di atas, ditemukan bahwa ada hubungan yang
terjadi antara dua variabel yang diteliti, yaitu sebesar 0,483. Angka ini dapat
141
Universitas Kristen Petra
diinterpretasikan bahwa hubungan yang terjadi antara variabel hambatan
komunikasi dengan variabel kinerja karyawan adalah sedang atau cukup. Hal
ini didasarkan pada pendapat Sugiyono (2002, p.216) bahwa kisaran angka
antara 0,40 – 0,599 mempunyai hubungan yang sedang atau cukup kuat.
Dengan mempunyai hubungan yang cukup kuat, maka hambatan komunikasi
mempunyai keterkaitan dengan kinerja karyawan yang terjadi di Hotel
Midtown Surabaya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 4.52. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien
Interval koefisien Keterangan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang/ cukup
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat
Sumber : Sugiyono, 2002, p.216
Berdasarkan hasil korelasi di atas terlihat bahwa variabel hambatan
komunikasi memiliki hubungan yang cukup kuat dengan variabel kinerja
karyawan. Hal ini dikarenakan dari hasil jawaban kuesioner yang ada bahwa
hambatan komunikasi terjadi karena adanya hambatan teknis, semantik, dan
perilaku. Dimana responden mengalami beberapa hambatan komunikasi
karena kurangnya keahlian dan kecakapan dalam menyampaikan pesan,
melakukan komunikasi dalam kondisi yang tidak mendukung, sering terjadi
salah ucap dalam menyampaikan informasi, adanya kesalahpahaman yang
terjadi antar karyawan, memiliki prasangka buruk, saling curiga, kurang
percaya antar karyawan, dan tidak mau menerima perubahan terhadap metode
kerja yang baru. Dari sini membuat kinerja karyawan menjadi terganggu
karena komunikasi yang tidak lancar menghambat pekerjaan yang ada.
Melalui hasil wawancara dengan Human Resources Department pada
tanggal 4 Juli 2013 (Sari, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun) mengatakan
bahwa komunikasi yang tidak efektif dapat mengganggu jalannya pekerjaan
142
Universitas Kristen Petra
individu. Misalnya, kesalahpahaman yang terjadi dikarenakan responden
salah memahami pesan yang disampaikan, sehingga kinerja karyawan
menjadi tidak sesuai dengan tugas yang diberikan atasan dan tidak dapat
mencapai target yang diharapkan.
Begitu pula dari hasil jawaban responden yang mengatakan bahwa
sebagian besar tidak dapat menyelesaikan jumlah pekerjaan sesuai dengan
deadline yang telah ditentukan. Hal ini dikarenakan pekerjaan mereka
terganggu karena komunikasi antara satu karyawan dengan lainnya tidak
lancar yang menyebabkan pekerjaan menjadi tertunda. Seperti hasil
wawancara dengan responden, pada saat Manager Sales & Marketing
menyuruh salah satu staff divisi Sales & Marketing membuat laporan bulanan
mengenai occupancy kamar hotel Midtown selama satu bulan, staff tersebut
tidak mengerti bagaimana membuat laporan itu dan pada akhirnya terjadi
kesalahan pembuatan laporan. Akibatnya pekerjaan tertunda dan tidak dapat
diselesaikan tepat waktu.
Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan
pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim.
Kenyataannya, sering kita gagal saling memahami. Sumber utama
kesalahpahaman dalam komunikasi adalah cara penerima menangkap makna
suatu pesan berbeda dari yang dimaksud oleh pengirim, karena pengirim
gagal mengkomunikasikan maksudnya dengan tepat (Supratiknya, 1995,
p.34). Dengan adanya komunikasi yang tidak efektif dalam organisasi, maka
berhubungan dengan kinerja karyawan itu sendiri. Terlihat dari fenomena
yang terjadi bahwa komunikasi sangatlah penting demi kelancaran pekerjaan
tiap individu, ketidaklancaran komunikasi menyebabkan kinerja karyawan
menjadi terhambat. Sebaliknya kinerja individu yang tidak baik juga
disebabkan karena komunikasi yang tidak efektif dalam organisasi. Dari sini
dapat dikatakan antara variabel hambatan komunikasi dan variabel kinerja
karyawan memiliki hubungan yang cukup kuat.
Setelah mengetahui keterkaitan hubungan antara variabel hambatan
komunikasi dengan variabel kinerja karyawan yang cukup kuat. Selanjutnya
akan dilakukan analisis regresi linear sederhana untuk melihat ada pengaruh
atau tidak antara dua variabel tersebut.
143
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.53. Coefficient Variabel Hambatan Komunikasi (X) dengan Kinerja
Karyawan (Y)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 61.147 2.082 29.376 .000
Hambatan Komunikasi -.345 .063 -.483 -5.482 .000
a. Dependent Variable: Kinerja Karyawan
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Dari tabel di atas, didapat persamaan regresi linear sederhana yang digunakan
adalah :
Y = a + bX
Y = 61.147 - .483 X
Dimana : Y = Kinerja Karyawan
X = Hambatan Komunikasi
Sesuai dengan persamaan regresi linear yang diperoleh, maka model
regresi tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
1. Harga koefisien konstanta sebesar 61.147. Hal ini berarti apabila
ada nilai dari hambatan komunikasi (X), maka tingkat kinerja
karyawan Hotel Midtown Surabaya (Y) sebesar 61.147.
2. Harga koefisien b = -.483, berarti apabila nilai hambatan
komunikasi (X) mengalami kenaikan sebesar satu poin, maka
tingkat variabel kinerja karyawan (Y) akan menurun sebesar -
48,3%.
3. Regresi linear sederhana dalam penelitian ini disebut regresi linear
negatif karena jika variabel hambatan komunikasi (X) mengalami
kenaikan, maka variabel kinerja karyawan (Y) mengalami
penurunan. Sebaliknya, jika variabel hambatan komunikasi (X)
144
Universitas Kristen Petra
mengalami penurunan, maka variabel kinerja karyawan (Y)
mengalami kenaikan (Y).
4. Berdasarkan interval koefisien korelasi pada tabel 4.37, ditemukan
bahwa variabel hambatan komunikasi (X) memiliki pengaruh yang
cukup kuat terhadap kinerja karyawan (Y) Hotel Midtown
Surabaya.
Tabel. 4.54. Output Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .483a .233 .225 3.318
a. Predictors: (Constant), Hambatan Komunikasi
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa harga koefisien korelasi R =
0,483, yang berarti lebih besar dari 0. Dengan demikian dapat dinyatakan ada
hubungan yang bersifat pengaruh antara variabel hambatan komunikasi (X)
terhadap variabel kinerja karyawan (Y). Hal demikian tidak cukup untuk
menjelaskan bahwa X benar-benar berpengaruh terhadap Y, sehingga perlu
pembuktian tentang signifikansi hubungan tersebut (Sudarmanto, 2005,
p.203). Hasil R Square yang terlihat dalam kolom di atas adalah 0,233. R
Square biasanya disebut dengan koefisien determinasi. Dalam penelitian ini,
berarti sebesar 23,3% kinerja karyawan Hotel Midtown Surabaya dipengaruhi
oleh hambatan komunikasi.
Hal ini tampak dari fenomena yang terjadi dalam organisasi Hotel
Midtown, dimana hambatan komunikasi dikarenakan hambatan teknis,
semantik, dan perilaku mempengaruhi quality of work, quantity of work, dan
job knowledge tiap individu dalam organisasi. Dilihat dari hasil jawaban dan
wawancara dengan responden, sebagian besar menjawab bahwa mereka yang
tidak memiliki keahlian dan kecakapan dalam menyampaikan pesan, tidak
dapat mengirim pesan dengan baik, hasilnya dapat terjadi salah ucap dan
muncul kesalahpahaman yang ada. Dari kesalahpahaman yang ada ini
145
Universitas Kristen Petra
membuat kinerja individu menjadi terhambat karena pesan yang disampaikan
tidak sesuai dengan apa yang dimaksud, sehingga harus melakukan pekerjaan
ulang dengan benar. Tugas yang diberikan menjadi tidak sesuai dengan apa
yang ditugaskan atasannya dan tidak mencapai target dengan maksimal.
Berdasarkan hasil analisis wawancara dengan responden dalam
penelitian ini mengatakan bahwa hambatan teknis sering terjadi karena tidak
memiliki keahlian dan kecakapan dalam menyampaikan pesan kepada rekan
kerja lainnya dan tidak dapat melakukan komunikasi dalam kondisi yang
baik. Sebagai contoh, pada saat menyampaikan pesan dalam suasana ramai
atau kondisi yang lelah, maka komunikasi tidak akan berjalan efektif.
Responden yang tidak dapat menyampaikan pesan dengan baik kepada
karyawan lain juga mengganggu komunikasi yang ada, sehingga
mempengaruhi pekerjaan yang dilakukan tiap individu. Pekerjaan menjadi
tidak efektif dan tidak dapat sesuai dengan deadline yang ditentukan. Rina,
usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun, divisi Rooms pada tanggal 5 Juli 2013
mengatakan bahwa sering terjadi kesalahpahaman dalam menyampaikan
pesan dikarenakan suasana yang tidak mendukung, sehingga pesan yang
disampaikan tidak jelas. Hal ini menyebabkan pekerjaan menjadi salah dan
tidak sesuai dengan target yang diharapkan, sehingga mempengaruhi kinerja
karyawan menjadi menurun. Individu juga tidak dapat memahami tugas-tugas
yang diberikan atasannya.
Seringnya terjadi salah ucap dan kesalahpahaman dalam
berkomunikasi juga mempengaruhi kinerja karyawan menjadi menurun.
Seperti hasil wawancara dengan responden pada tanggal 5 Juli 2013, Rina,
usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun, divisi Rooms memberi contoh pada saat
acara malam tahun baru 2013, Hotel Midtown menjual paket kamar dengan
makan siang. Pada saat divisi Sales & Marketing menyampaikan pesan
tersebut kepada kepala bagian Rooms ternyata kepala bagian itu salah
memahami pesan yang ada. Ia menyampaikan pesan kepada karyawan lain
bahwa para tamu mendapat makan malam bukan makan siang. Pada saat
malam tahun baru tiba, seluruh tamu menjadi salah paham, mereka tidak
menggunakan makan siang yang diberikan, tetapi menunggu makan malam.
Saat itu suasana menjadi kacau, banyak tamu yang complaint dan seluruh
146
Universitas Kristen Petra
staff harus melakukan evaluasi untuk membenahinya. Pekerjaan mereka
menjadi tidak efektif dan tidak berjalan sesuai dengan target yang ditentukan.
Komunikasi yang terhambat mempengaruhi kinerja karyawan tersebut.
Selain itu, karyawan yang memiliki prasangka buruk, rasa curiga, dan
saling tidak percaya juga dapat menghambat komunikasi yang ada.
Responden menjadi tidak mau percaya untuk menyampaikan pesan kepada
karyawan lain, dengan begitu pekerjaan individu menjadi tidak seluruhnya
berjalan dengan baik. Karena adanya prasangka buruk sebelumnya yang
menyebabkan tidak ada rasa kepercayaan diantara rekan kerja. Pekerjaan
yang seharusnya dapat dilakukan bersama-sama dengan baik, tidak dapat
dilakukan dengan waktu yang tepat karena rasa curiga dan kurang percaya
yang ada antar karyawan.
Sebagian responden dalam penelitian ini juga tidak mau menerima
perubahan terhadap lingkungan kerja yang baru, sehingga dapat
mempengaruhi kinerja karyawan. Dari hasil wawancara dengan Human
Resources Department pada tanggal 5 Juli 2013 (Sari, usia 29 tahun, masa
kerja 1 tahun) mengatakan bahwa ada beberapa staff yang tidak mau
menggunakan sistem dan tata kerja yang baru. Mereka masih menggunakan
tata kerja yang lama, sehingga pekerjaan yang ada tidak dapat diselesaikan
dengan cepat. Sebagian dari mereka juga tidak mau mengkomunikasikan
persoalan yang ada dalam organisasi, sehingga komunikasi yang ada tidak
dapat disampaikan seluruhnya dengan efektif. Dengan demikian, kinerja
karyawan menjadi tidak tepat waktu, tidak berjalan dengan baik, dan pada
akhirnya mengalami penurunan.
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa hambatan komunikasi
mempengaruhi kinerja karyawan Hotel Midtown Surabaya. Apabila
hambatan komunikasi tinggi, maka kinerja karyawan menurun. Dilihat dari
fenomena yang terjadi dalam penelitian ini, hambatan komunikasi memiliki
pengaruh sebesar 23,3% terhadap kinerja karyawan. Sesuai dengan teori yang
diungkapkan Effendy (2003, p.45) ada banyak hambatan yang bisa merusak
komunikasi. Suranto (2005, p.57) mengatakan dengan adanya komunikasi
yang baik akan meningkatkan kinerja organisasi. Sebaliknya, apabila tidak
ada komunikasi, maka koordinasi akan terganggu.
147
Universitas Kristen Petra
4.7. Pembuktian Hipotesis
Pengujian hipotesis digunakan untuk menentukan apakah suatu
hipotesis adalah pernyataan yang beralasan dan harus diterima, atau tidak
beralasan sehingga harus ditolak (Sujarweni & Endrayanto, 2012, p.104). Uji
hipotesis yang digunakan adalah Uji T secara parsial untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel tidak bebas.
Dasar penerimaan dan penolakan hipotesis berdasarkan uji T dapat diketahui
dengan cara membandingkan signifikansi t hitung dengan 5% atau 0,05.
Pembuktian hipotesis dengan menggunakan t hitung dengan ketentuan
di bawah ini :
1. Jika thitung < ttabel, maka H0 diterima, H1 ditolak, artinya tidak ada
pengaruh variabel hambatan komunikasi terhadap variabel kinerja
karyawan.
2. Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak, H1 diterima, artinya ada
pengaruh variabel hambatan komunikasi dengan variabel kinerja
karyawan.
Adapun rumus yang digunakan adalah :
thitung = bi
se (bi)
thitung = 61.147
0,05 (61.147)
= 61.147
3,1
= 19.724
Keterangan :
thitung : t hasil perhitungan
bi : koefisien regresi variabel independen
se : standard error 0,05
148
Universitas Kristen Petra
Berdasarkan hasil yang didapat dari thitung adalah 19.724, sedangkan
ttabel dengan tingkat signifikansi 5% dalam penelitian ini adalah 1.6487.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa thitung > ttabel, yaitu 19.724 > 1.6487.
Artinya, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel hambatan komunikasi terhadap kinerja karyawan
Hotel Midtown Surabaya. Pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa H0
ditolak, H1 diterima kebenarannya.
Pengujian hipotesis juga dapat dilihat melalui hasil perhitungan
menggunakan SPSS for windows 17.0, yaitu :
Tabel 4.55 Perhitungan Uji T
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 61.147 2.082 29.376 .000
Hambatan Komunikasi -.345 .063 -.483 -5.482 .000
a. Dependent Variable: Kinerja Karyawan
Sumber : Olahan Peneliti (2013)
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai t hitung sebesar 29.376 dengan
taraf signifikansi 0,000. Nilai signifikansi t hitung ini lebih kecil dari 0,05
(standard error), sehingga ada pengaruh antara variabel hambatan
komunikasi terhadap kinerja karyawan Hotel Midtown Surabaya. Kriteria
perhitungan uji T, yaitu jika thitung > ttabel, maka terdapat pengaruh yang
signifikan antara dua variabel tersebut. Dari hasil tersebut, maka hipotesis
awal (HO) ditolak keberadaannya dan hipotesis alternatif (H1) disimpulkan
terbukti (diterima kebenarannya).
4.8. Pengaruh Hambatan Komunikasi terhadap Kinerja Karyawan Hotel
Midtown Surabaya
Berdasarkan hasil analisis yang telah dijabarkan di atas, secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa hambatan komunikasi berpengaruh
149
Universitas Kristen Petra
terhadap kinerja karyawan Hotel Midtown Surabaya, baik secara individu
maupun tim kerja. Komunikasi merupakan hal yang penting di dalam
organisasi, khususnya dalam industri perhotelan. Organisasi merupakan
wadah daripada sekelompok orang (group of people) yang mengadakan
kerjasama untuk mencapai tujuan (Wursanto, 2005, p.41). Pada penelitian ini,
organisasi dilihat sebagai sebuah sistem, dimana berfokus pada pengaturan
bagian-bagian, hubungan antar bagian, dan dinamika hubungan tersebut yang
menumbuhkan kesatuan atau keseluruhan. Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa di dalam organisasi, seluruh bagiannya saling beketergantungan
(Miller, 2009, p.57). Organisasi di Hotel Midtown terdiri dari beberapa divisi
yang diteliti, yaitu divisi Sales & Marketing, Finance & Accounting, Food &
Beverage Marketing, dan Rooms. Dimana seluruh divisi tersebut saling
bergantung dan berkaitan satu sama lain. Komunikasi yang terjadi antara satu
karyawan dengan karyawan yang lain dalam divisi tersebut dinamakan
komunikasi organisasi.
Pada kenyataannya, komunikasi yang terjadi antar staff divisi tersebut
tidak berjalan dengan lancar. Ditemukan beberapa hambatan komunikasi
yang terjadi dalam komunikasi horizontal di Hotel Midtown Surabaya.
Hambatan komunikasi merupakan pengaruh dari dalam maupun dari luar
individu atau lingkungan yang merusak aliran atau isi pesan yang dikirimkan
atau yang diterima (Liliweri, 2006, p.96). Berdasarkan hasil analisis dari
jawaban responden, ditemukan bahwa hambatan komunikasi yang sering
terjadi dikarenakan beberapa hal, yaitu hambatan teknis, hambatan semantik,
dan hambatan perilaku.
Dari sisi hambatan teknis, responden tidak memiliki penguasaan
teknik dan metode berkomunikasi dalam menyampaikan pesan kepada rekan
kerja lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan penyampaian pesan yang
seringkali terganggu karena mereka tidak memiliki cara yang tepat untuk
mengerjakan sesuatu dan tidak memiliki kecakapan dalam menyampaikan
pesan. Keahlian penyampaian pesan sangat penting dalam organisasi agar
informasi yang disampaikan dapat diterima dengan cepat dan mudah
(Wursanto, 2005, p.171). Tetapi tidak semua individu memiliki keahlian dan
kecakapan dalam berkomunikasi. Responden dalam penelitian ini juga
150
Universitas Kristen Petra
seringkali melakukan komunikasi dalam kondisi yang kurang baik, seperti
pada tabel 4.13 dikatakan bahwa kondisi fisik yang kurang sehat dapat
menghambat proses komunikasi. Begitu pula kondisi fisik yang berhubungan
dengan waktu. Pada saat salah satu staff divisi Food & Beverage Marketing
berbicara melalui telepon dengan staff divisi Sales & Marketing dalam
keadaan yang ramai, pesan bisa tidak tersampaikan dengan baik karena
suasana yang gaduh dapat membuat komunikasi menjadi tidak fokus. Selain
itu juga karena kondisi fisik yang terlalu lelah pada saat sore hari, ketika
berbicara antar karyawan yang telah menerima banyak pekerjaan, kemudian
diajak berbicara pada sore hari dapat menyebabkan komunikasi tidak dapat
diterima dengan baik. Hambatan teknis tersebut sangat menghambat proses
komunikasi.
Dari sisi hambatan semantik juga sangat sering terjadi antar karyawan
satu dengan yang lainnya di Hotel Midtown Surabaya. Hambatan semantik
yang sering terjadi dikarenakan responden sering terjadi salah ucap dalam
menyampaikan informasi, sehingga terjadi kesalahpahaman. Hambatan ini
disebabkan kesalahan menafsirkan pesan, kesalahan dalam memberikan
pengertian terhadap bahasa (kata-kata, kalimat, dan kode) yang dipergunakan
dalam proses komunikasi (Wursanto, 2005, p.171). Kata-kata memiliki
makna yang berbeda antara seseorang dengan orang lain. Kadang-kadang arti
sebuah kata tidak berada pada kata itu sendiri, tetapi pada kita. Umur,
pendidikan, lingkungan kerja, dan budaya adalah hal-hal yang secara nyata
dapat mempengaruhi bahasa yang dipakai atau mendefinisikan sesuatu
(Masmuh, 2010, p.82). Terjadi salah ucap dalam menyampaikan pesan dan
kesalahpahaman yang terjadi menyebabkan pekerjaan terhambat karena pesan
yang disampaikan tidak tepat dan sesuai.
Selain itu, hambatan perilaku juga menyebabkan gangguan dalam
komunikasi. Melalui hasil jawaban responden, komunikasi terhambat karena
mereka memiliki prasangka buruk, rasa curiga, dan ketidakpercayaan pada
saat berkomunikasi dengan rekan sekerja. Hal ini disebabkan dari faktor
pengalaman individu yang sebelumnya memiliki kejadian kurang baik,
sehingga pada saat berbicara komunikator maupun komunikan akan memiliki
pemikiran yang kurang baik dahulu. Ini yang menyebabkan komunikasi tidak
151
Universitas Kristen Petra
akan berhasil. Disamping itu, responden juga tidak mau menerima perubahan
terhadap lingkungan kerja yang baru. Artinya, responden sebagian besar
masih menggunakan metode lama dan tidak mau menggunakan metode baru.
Jika hal demikian terjadi, maka dapat terjadi kesalahpahaman dalam
melakukan komunikasi dan pekerjaan itu sendiri.
Dengan adanya komunikasi yang tidak efektif atau tidak lancar, maka
akan mengganggu sebuah pekerjaan yang dilakukan individu atau karyawan
dalam organisasi. Dengan kata lain kinerja karyawan dalam organisasi juga
akan menurun. Penilaian kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai
kegiatan harus dilakukan organisasi untuk meningkatkannya (Hariandja,
2007, p.195) Menurut Handoko (1987, p.135) menyatakan bahwa kinerja
adalah ukuran terakhir keberhasilan seorang karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Berdasarkan jawaban kuesioner yang diisi responden, kinerja
karyawan Hotel Midtown juga mengalami penurunan dilihat dari 3 indikator
yang paling dominan dari 8 indikator, yaitu quality of work, quantity of work
dan, job knowledge. Hal ini dikarenakan adanya komunikasi yang terhambat,
sehingga mempengaruhi kinerja karyawan. Secara umum, responden
menyatakan dengan adanya kondisi atau suasana yang tidak mendukung
dalam berkomunikasi akan menyebabkan pesan yang disampaikan tidak dapat
dicerna dengan baik. Kemudian dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam
memaknai pesan yang ada. Secara tidak langsung akan dapat mengganggu
pekerjaan menjadi tidak efektif dan pada akhirnya tidak mencapai target yang
diinginkan. Kesalahan mengucapkan kalimat dapat membuat pekerjaan salah,
sehingga harus membenahi dan pekerjaan yang ada tidak dapat diselesaikan
tepat waktu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan staff divisi Rooms, Rina, usia 39
tahun, masa kerja 1 tahun mengatakan bahwa kesalahpahaman yang terjadi
karena pesan yang disampaikan tidak dimengerti dengan baik, dapat
menghambat pekerjaan yang ada menjadi tidak dapat mencapai target dan
deadline yang ditentukan. Selain itu hasil kerja yang telah ditugaskan tidak
dapat dilakukan dengan baik. Responden yang tidak mengerti atau menguasai
152
Universitas Kristen Petra
pekerjaan yang diberikan juga dapat menurunkan kinerja karyawan. Sebagai
contoh pada saat karyawan yang satu menjelaskan event yang akan dilakukan
di Hotel Midtown kepada karyawan yang lain, ternyata karyawan tersebut
salah memaknai pesan yang ada, dan memberikan informasi yang salah
kepada rekan kerja lainnya. Pada akhirnya, seluruh pekerjaan menjadi salah,
harus melakukan revisi, dan tidak dapat selesai sesuai waktunya.
Responden juga tidak mampu memahami tugas-tugas yang diberikan.
Dengan kata lain tidak memiliki pengetahuan yang luas. Hal ini yang dapat
menurunkan kinerja karyawan. Gomes (1995, p.142) mengatakan bahwa
penilaian kinerja karyawan yang baik harus memiliki quality of work¸
quantity of work, dan job knowledge. Pada kenyataanya, responden dalam
penelitian ini tidak dapat melakukannya dengan baik dikarenakan komunikasi
yang terhambat. Komunikasi merupakan salah satu unsur penting yang
menandai kehidupan dalam suatu organisasi. Ketika organisasi itu berharap
dapat bekerja dalam sebuah manajemen yang efisien, maka di dalamnya mesti
dilakukan langkah-langkah komunikasi internal secara terencana (Suranto,
2005, p.55).
Hubungan antara komunikasi dengan kinerja karyawan secara
sederhana dapat dideskripsikan bahwa efektivitas komunikasi akan
meningkatkan kinerja organisasi. Karena semua pekerjaan dalam organisasi
pada kenyataannya saling berhubungan. Kurang baiknya kinerja sebuah divisi
akan berpengaruh negatif pada divisi lain, serta terhadap organisasi itu
sendiri. Komunikasi meningkatkan keharmonisan kerja dalam organisasi.
Sebaliknya, apabila tidak ada komunikasi, maka koordinasi akan terganggu.
Akibatnya disharmonis yang akan mengganggu proses pencapaian target dan
tujuan organisasi (Suranto, 2005, p.57).
Pada penelitian ini, tingkat hambatan komunikasi secara keseluruhan
melalui skala interval dinyatakan tinggi dilihat dari hambatan teknis,
semantik dan perilaku. Tingkat kinerja karyawan melalui skala interval
memiliki kategori rendah dan tinggi. Kinerja karyawan yang rendah terlihat
dari quality of work, quantity of work, dan job knowledge, sedangkan
indikator lainnya dalam kategori tinggi. Dari hasil uji regresi linear sederhana
terlihat bahwa hambatan komunikasi mempengaruhi kinerja karyawan Hotel
153
Universitas Kristen Petra
Midtown sebesar 23,3%. Dengan demikian dikatakan bahwa hambatan
teknis, semantik dan perilaku mempengaruhi quality of work, quantity of
work, dan job knowledge karyawan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan HRD (Sari, usia 29 tahun, masa
kerja 1 tahun) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
hambatan komunikasi terjadi secara keseluruhan dikarenakan latar belakang
pendidikan yang berbeda, latar belakang pengalaman kerja yang berbeda, dan
pimpinan yang kurang melakukan pengawasan secara ketat terhadap
bawahannya. Setiap orang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
Perbedaan latar belakang yang merupakan suatu gap dapat menimbulkan
hambatan komunikasi (Masmuh, 2010, p.85). Hal ini tampak karena
seringnya terjadi kesalahpahaman karena pendidikan yang berbeda dan
pengalaman kerja yang tidak sama. Metode kerja yang digunakan tiap orang
juga tidak sama, ada yang tetap menggunakan metode kerja yang lama, ada
juga yang baru. Hal-hal seperti ini seringkali terjadi dalam organisasi.
Selain itu, sikap tidak peduli pemimpin organisasi juga merupakan
penghambat dalam proses komunikasi organisasi. Seperti adanya keragu-
raguan yang dimiliki oleh pimpinan, sehingga tidak mampu memberikan
ketegasan pada bawahannya. Akibatnya, saling menutup diri tidak ada
keterbukaan antara atasan dan bawahan (Masmuh, 2010, p.93). Fairhurst
(1993, p.334) berargumentasi bahwa kebijakan yang konvensional
menyarankan bahwa manajemen senior yang tidak nampak sebagai
pendukung dalam upaya perubahan atau ketika visi manajemen senior tidak
efektif menyumbangkan pemikiran kepada orang lain di dalam organisasi
yang sesungguhnya dapat mengubah upaya menuju keberhasilan.
Beberapa penyebab munculnya hambatan komunikasi dalam sebuah
organisasi juga dijelaskan oleh Miller (2009, p.183), yaitu kurangnya
dukungan manajemen (lack of management support), memaksakan perubahan
yang terjadi dalam lingkungan kerja (top manager forcing change), tindakan
yang tidak konsisten dari manajer kunci (inconsistent action by key
managers), memiliki ekspektasi yang tidak realistis (unrealistic expectation),
kurangnya partisipasi dalam semua anggota tim (lack of meaningful
participation), komunikasi yang sangat payah (poor communication), tujuan
154
Universitas Kristen Petra
program yang tidak jelas (purpose of program was not clear), dan tanggung
jawab yang tidak teridentifikasi seperti seharusnya (responsibility for change
not properly identified). Pada penelitian ini beberapa penyebab hambatan
komunikasi yang disebutkan di atas menyebabkan komunikasi antar
karyawan menjadi terhambat.
Hambatan komunikasi yang terjadi di atas sangat mempengaruhi
kinerja karyawan Hotel Midtown Surabaya. Namun, kinerja karyawan dapat
menjadi optimal jika terdapat komunikasi yang efektif antara atasan dengan
bawahan. Hal ini didukung dengan pernyataan Jablin
(1987, p.344) yang mengungkapkan bahwa komunikasi antara atasan-
bawahan menghabiskan waktu 1/3 hingga 2/3 waktu mereka untuk berbicara
(“Probably one of the most consistent findings in superior-subordinate
communication research is that supervisors spend from one-third to two-third
of their time communicationg with subordinates”). Dari hasil analisis regresi
linear sederhana dari tabel 4.53 di atas, dapat diketahui jika hambatan
komunikasi tinggi, maka kinerja karyawan rendah. Sebaliknya, jika hambatan
komunikasi menurun, maka kinerja karyawan akan meningkat menjadi lebih
baik. Jadi, hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh antara hambatan
komunikasi terhadap kinerja karyawan Hotel Midtown Surabaya.