341-344, johnly alfreds rorong

17
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 C - 341 ANALISIS FITOKIMIA LIMBAH PERTANIAN DAUN CENGKIH (Eugenia aromatica) SEBAGAI BIOSENSITIZER UNTUK FOTOREDUKSI BESI Johnly Alfreds Rorong )1 Sudiarso )2 Budi Prasetya )2 Jeany Polii-Mandang )3 Edi Suryanto )3 [email protected] 1. Department of Chemistry, FMIPA University of Sam Ratulangi, Jl. Kampus Unsrat Kleak Manado. and Doctorate Program, University of Brawijaya, Jl. Veteran Malang East Java 65145. 2. Doctorate Program, Postgraduate Program, University of Brawijaya, Jl. Veteran Malang. Jawa Timur. 65145. 3. Doctorate Program, Postgraduate Program, University of Sam Ratulangi Jl. Kampus Unsrat Kleak Manado. North Sulawesi. 95115. ABSTRAK Telah dilakukan analisis total fenolik, flavonoid dan tannin pada daun cengkih (Eugenia aromatica). Penelitian ini dilakukan beberapa tahap, meliputi : persiapan sampel, ekstraksi maserasi dengan pelarut tertentu, evaporasi dan analisis fitokimia yaitu total fenolik, flavonoid dan tannin dengan reagen tertentu dan menggunakan metode spektrofotometri ultra violet visible (UV-Vis) pada panjang gelombang; fenolik: 750nm; flavonoid: 415nm dan tannin: 520nm. Analisis fitokimia yaitu analisis senyawa fenolik, flavonoid, tanin dan analisis konsentrasi besi tereduksi. Analisis fenolik; flavonoid; dan tannin, secara berturut- turut: menggunakan uji Folin Ciocalteu 50%; aluminium klorida 2% yang terlarutkan dalam etanol; larutan vanillin 4% dalam methanol. Hasil analisis sampel daun cengkih menunjukkan bahwa konsentrasi fenolik yang diekstrak dengan akuades dan pelarut metanol 40%; 60% dan 80%, secara berturut-turut, sebesar: 17,51; 19,72; 19,49 dan 19,40mg as. galat/kg sampel. Konsentrasi fenolik yang terendah dan tertinggi terdapat pada ekstrak dengan pelarut akuades dan metanol 60%. Hasil analisis flavonoid dengan akuades dan pelarut metanol 40%; 60% dan 80%, secara berturut- turut, sebesar: 4,49; 3,62; 4,36 dan 4,06mg kuersetin/kg sampel. Konsentrasi flavonoid yang terendah dan tertinggi terdapat pada ekstrak dengan pelarut metanol 40% dan aquades. Hasil analisis tanin terkondensasi dengan akuades dan pelarut metanol 40%; 60% dan 80%, secara berturut-turut, sebesar: 0,26; 0,19; 0,52 dan 0,70mg katekin/kg sampel. Konsentrasi tannin terkondensasi terendah dan tertinggi terdapat pada ekstrak dengan pelarut metanol 40% dan 80%. Konsentrasi Fe +2 yang terbentuk melalui proses fotoreduksi besi dengan ekstrak daun cengkih. Sampel yang digunakan yaitu ekstrak dengan pelarut akuades, metanol 40, 60 dan 80%. Larutan tanpa ekstrak sebagai sensitizer dan ekstrak yang tidak dicahaya sebagai kontrol. Hasil yang diperoleh secara berturut-turut: 20,89; 22,56; 21,94 dan 22,94; 6; dan 0,33ppm. Kata kunci : Fitokimia, limbah pertanian, daun cengkih, biosensitizer, fotoreduksi besi. PENDAHULUAN Indonesia terkenal dengan kekayaan alam yang melimpah baik flora dan fauna. Daerah Sulawesi Utara kaya akan sumber daya alam dengan kekayaan keanekaragaman hayati dan memiliki lingkungan tempat tumbuh kembang yang sangat menunjang bagi pertumbuhan dan perkembangan flora dan fauna tersebut. Di Sulawesi Utara, produk- produk alami sebagai sisa atau bagian akhir dari proses kehidupan flora, seperti batang kayu,daun-daunan, belum diolah dan dimanfaatkan dan diolah menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia tetapi hanya dibiarkan jatuh

Upload: lamngoc

Post on 17-Jan-2017

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 341

ANALISIS FITOKIMIA LIMBAH PERTANIAN DAUN CENGKIH (Eugenia aromatica) SEBAGAI BIOSENSITIZER

UNTUK FOTOREDUKSI BESI

Johnly Alfreds Rorong)1 Sudiarso)2 Budi Prasetya)2 Jeany Polii-Mandang)3Edi Suryanto)3 [email protected]

1. Department of Chemistry, FMIPA University of Sam Ratulangi, Jl. Kampus Unsrat Kleak Manado.

and Doctorate Program, University of Brawijaya, Jl. Veteran Malang East Java 65145.

2. Doctorate Program, Postgraduate Program, University of Brawijaya, Jl. Veteran Malang. Jawa Timur. 65145.

3. Doctorate Program, Postgraduate Program, University of Sam Ratulangi Jl. Kampus Unsrat Kleak Manado. North Sulawesi. 95115.

ABSTRAK

Telah dilakukan analisis total fenolik, flavonoid dan tannin pada daun cengkih (Eugenia aromatica). Penelitian ini dilakukan beberapa tahap, meliputi : persiapan sampel, ekstraksi maserasi dengan pelarut tertentu, evaporasi dan analisis fitokimia yaitu total fenolik, flavonoid dan tannin dengan reagen tertentu dan menggunakan metode spektrofotometri ultra violet visible (UV-Vis) pada panjang gelombang; fenolik: 750nm; flavonoid: 415nm dan tannin: 520nm. Analisis fitokimia yaitu analisis senyawa fenolik, flavonoid, tanin dan analisis konsentrasi besi tereduksi. Analisis fenolik; flavonoid; dan tannin, secara berturut-turut: menggunakan uji Folin Ciocalteu 50%; aluminium klorida 2% yang terlarutkan dalam etanol; larutan vanillin 4% dalam methanol.

Hasil analisis sampel daun cengkih menunjukkan bahwa konsentrasi fenolik yang diekstrak dengan akuades dan pelarut metanol 40%; 60% dan 80%, secara berturut-turut, sebesar: 17,51; 19,72; 19,49 dan 19,40mg as. galat/kg sampel. Konsentrasi fenolik yang terendah dan tertinggi terdapat pada ekstrak dengan pelarut akuades dan metanol 60%. Hasil analisis flavonoid dengan akuades dan pelarut metanol 40%; 60% dan 80%, secara berturut-turut, sebesar: 4,49; 3,62; 4,36 dan 4,06mg kuersetin/kg sampel. Konsentrasi flavonoid yang terendah dan tertinggi terdapat pada ekstrak dengan pelarut metanol 40% dan aquades. Hasil analisis tanin terkondensasi dengan akuades dan pelarut metanol 40%; 60% dan 80%, secara berturut-turut, sebesar: 0,26; 0,19; 0,52 dan 0,70mg katekin/kg sampel. Konsentrasi tannin terkondensasi terendah dan tertinggi terdapat pada ekstrak dengan pelarut metanol 40% dan 80%. Konsentrasi Fe+2 yang terbentuk melalui proses fotoreduksi besi dengan ekstrak daun cengkih. Sampel yang digunakan yaitu ekstrak dengan pelarut akuades, metanol 40, 60 dan 80%. Larutan tanpa ekstrak sebagai sensitizer dan ekstrak yang tidak dicahaya sebagai kontrol. Hasil yang diperoleh secara berturut-turut: 20,89; 22,56; 21,94 dan 22,94; 6; dan 0,33ppm. Kata kunci : Fitokimia, limbah pertanian, daun cengkih, biosensitizer, fotoreduksi besi.

PENDAHULUAN Indonesia terkenal dengan kekayaan

alam yang melimpah baik flora dan fauna. Daerah Sulawesi Utara kaya akan sumber daya alam dengan kekayaan keanekaragaman hayati dan memiliki lingkungan tempat tumbuh kembang yang sangat menunjang bagi pertumbuhan dan perkembangan flora dan

fauna tersebut. Di Sulawesi Utara, produk-produk alami sebagai sisa atau bagian akhir dari proses kehidupan flora, seperti batang kayu,daun-daunan, belum diolah dan dimanfaatkan dan diolah menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia tetapi hanya dibiarkan jatuh

Page 2: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 342

bertebaran dan berserakan sampai membusuk secara alami.

Menurut Sri Wahyuni (2009) limbah pertanian merupakan sumber bahan organic yang tersedia dalam jumlah banyak dan secara terus menerus diproduksi, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah pertanian dihasilkan selama proses produksi di lapangan, pada waktu panen dan pascapanen. Limbah pertanian mengandung bahan organic yang mengandung senyawa metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer berupa karbohidrat, lemak, protein dan metabolit sekunder adalah senyawa bioaktif, obat, antioksidan dan senyawa metabolit sekunder lainnya yang dapat berfungsi, sebagai sensitizer alami.

Bahan organic dari limbah pertanian masih dapat diuraikan menjadi bentuk lain dengan cara aerob maupun anaerob. Limbah pertanian berbagai jenis daun mengandung bahan dasar atau sumber utama komponen fenolik, flavonoid dan tannin yang melimpah, justru dapat diolah kembali menjadi bahan biosensitizer yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan kesuburan tanah oleh bantuan cahaya matahari. Limbah pertanian yaitu berbagai jenis daun apabila tertimbun di atas permukaan tanah, oleh pekerjaan mikroba dalam tanah akan menyebabkan proses pelapukan dengan membutuhkan waktu yang panjang. Pemanfaatan limbah berbagai jenis daun dilakukan dengan cara mengolah limbah secara kimiawi menjadi bahan organik yang mengandung bahan sensitizer alami dapat disebut biosensitizer. Bahan biosensitizer dapat diperoleh dengan mengekstrak berbagai jenis daun dan dianalisis secara fitokimia sehingga menghasilkan senyawa fenolik, flavonoid dan tanin dengan menggunakan reagen tertentu dan oleh bantuan sinar ultra violet (UV) dari cahaya matahari.

Tanaman memerlukan makanan (plant nutrient) yang disebut unsur hara tanaman, tanaman menggunakan bahan anorganik untuk memperoleh energi bagi pertumbuhannya dan berbeda dengan manusia yang dapat menggunakan bahan organik sebagai bahan makanan. Keberadaan unsur hara di alam, yang dapat diserap oleh tanaman sangat mempengaruhi produksi suatu tanaman, seperti unsur karbon, hidrogen, dan oksigen yang diperoleh dari udara dan air yang

merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Adapun unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan terdiri dari unsur hara makro, yang memiliki enam (6) jenis unsur, yakni; nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan belerang (S) sedangkan unsur hara mikro, yang memiliki tujuh (7) jenis unsur, yakni; boron (B), tembaga (Cu), seng (Zn), molybdenum (M), klor (Cl), mangan (Mn) dan besi (Fe). Menurut Foth (1984) ketersedian unsur hara dalam tanah yang dimanfaatkan oleh tumbuhan bergantung pada senyawa faktor atau humus dan pH tanah. Fungsi unsur hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabilatidak terdapat suatu unsure hara tanaman, kegiatan metabolisme akan tergganggu bahkan berhenti sama sekali.

Tanaman yang kekurangan atau ketiadaan suatu unsur hara akan menampakan gejala pada suatu organ tertentu yang spesifik yang disebut gejala kekahatan, dan gejala kekahatan ini akan hilang apabila unsur hara pada tanaman ditambahkan ke dalam tanah atau melalui daun. Gejala defisiensi besi mula-mula muncul pada daun muda, dan berkembang pada lembaran antara tulang dan daun dan pada akhirnya dapat meliputi seluruh daun, yang hampir menyerupai gejala kekurangan magnesium (Mg). Warna daun yang mengalami defisiensi besi akan menjadi kekuning-kuningan dan warna tulang daun menjadi lebih gelap sehingga warna lamina dan tulang daun menjadi lebih kontras. Pada tanaman tertentu, warna daun pucuk menjadi keputih-putihan. Untuk tanaman serelia yang memiliki daun, padi berserat berbentuk lanset, gejala defisiensi menjadi berselang-seling, warna kuning dan hijau memanjang sejajar dengan tulang daun. Pada proses pengapuran yang berlebihan akan terjadi defisiensi besi karena pH diatas netral mengurangi ketersediaan dan kelarutan besi.

Nilai pH (keasaman) tanah merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi kelarutan suatu unsur dalam tanah. Bila tanah memiliki keasaman yang tinggi akan mempengaruhi ketersediaan beberapa unsur hara, yang dapat menyebabkan peningkatan kelarutan aluminium (Al) dalam tanah, yang akan mengakibatkan toksik bagi tanaman. Chandler dan Silva (1974) menyatakan bahwa konsentrasi nitrogen, fosfor dan kalium pada daun kedelai akan berkurang dengan adanya

Page 3: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 343

peningkatan konsentrasi aluminium. Sedangkan Foth (1984) menyatakan bahwa keracunan aluminium akan mengurangi penyerapan unsur hara, salah satunya adalah unsur besi (Fe). Unsur besi memegang peranan penting dalam sistem enzimatik pada sintesis klorofil. Bila terjadi defisiensi besi akan menimbulkan gejala klorosis pada daun tanaman akan berwarna kuning terang, dan akan terlihat pada daun yang lebih muda. Pada area di antara urat daun sebagian besar akan terpengaruh dan urat daun tetap berwarna gelap, kondisi ini disebut klorosis (Foth,1984).

Secara umum tanaman mengambil besi dalam bentuk ion Fe2+ dari alam, tetapi ketersediaan besi di alam dalam bentuk ion Fe3+. Oleh karena itu ion Fe3+ harus direduksi lebih dahulu menjadi ferro (Fe2+), agar dapat berasosiasi dengan suatu senyawa factor (Brown,1969). Reaksi reduksi dan oksidasi (redoks) logam dapat terjadi pada hampir semua jenis tanah. Kondisi reaksi redoks logam dalam tanah akan mempengaruhi stabilitas senyawa-senyawa mangan dan besi. Menurut Aiken dkk. (1985) senyawa faktor dalam tanah dapat diklasifikasikan menjadi 3 fraksi yaitu: (1) humin; fraksi yang tidak larut dalam larutan asam maupun basa, (2) asam humat; fraksi yang larut dalam basa dan mengendap dengan pengasaman (3) asam fulvat; fraksi yang larut dalam larutan asam maupun dalam larutan basa. Menurut Flaig dkk. (1975) senyawa faktor atau senyawa humat memiliki kemampuan untuk mereduksi beberapa ion logam yang mudah teroksidasi. Dalam senyawa humat banyak terdapat gugus yang dapat dijadikan sebagai donor elektron, seperti gugus OH- pada senyawa fenol dan

gugus yang dapat bertindak sebagai akseptor elektron, yaitu gugus kuinon. Pada reaksi fotosintesis, tanaman mengumpulkan karbon yang ada di atmosfir yang memiliki kadar yang rendah, bila karbon berikatan dengan air dari udara akan diubah menjadi bahan organik oleh bantuan sinar matahari membentuk klorofil.

Tingkat oksidasi dan banyaknya spesies besi berada dalam suatu larutan merupakan fungsi pH larutan. Pada pH asam dan pH netral, spesies besi berada sebagai ion Fe+2dan ion FeOH+, sedangkan pada pH basa, ion Fe+2 dan ion FeOH+ akan menunjukan pengurangan konsentrasi, dan pada pH di atas 10, keberadaan ion Fe+2 dan ion FeOH+ sudah tidak ada dalam larutan (Baes dan Mesmer, 1976; Blesa dan Matijevic, 1989). Ion Fe+2 dalam larutan air akan membentuk spesies ion kompleks heksa akuo ferat [Fe(H2O)6]+2 yang berwarna hijau pucat pada pH asam, dan bersifat mudah teroksidasi oleh udara membentuk ion Fe+3 atau spesies [Fe(H2O)6]+3. Kecenderungan spesies Ion Fe+2 teroksidasi menjadi ion Fe+3 dalam udara terbuka, dapat diamati berdasarkan harga potensial elektrodanya.Hidrolisis ion Fe+2akan membentuk ion FeOH+ akan semakin mudah terjadi dalam larutan sedikit asam atau netral daripada dalam larutan asam. Dengan demikian kompleks hijau akan lebih cepat terbentuk dalam larutan sedikit asam atau netral dengan kenaikan konsentrasi ion FeOH+. Oksidasi spesies Fe+2 dapat terjadi dalam larutan asam maupun basa dengan Eo masing-masing berharga 0,46 V dan 0,56 V. Reaksi oksidasi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

2 Fe+2 + 1/2O2 + 2H+ 2Fe+3 + H2O Eo = 0,46 V Fe(OH)2 + OH- 1/2Fe2O3.3H2O + e- Eo = 0,56 V

Dalam larutan basa, kecepatan

oksidasi spesies Fe2+lebih tinggi daripada dalam larutan asam.Pada kondisi alkalis, larutan Fe2+ dengan konsentrasi rendah akan mengalami hidrolisis membentuk spesies-spesies mononuklir. Ion Fe2+ akan terhidrolisis menjadi ion FeOH+ pada pH 8, dan pada pH 10 dan akan terjadi pengendapan Fe(OH)2 yang pada kondisi asam akan larut kembali menjadi ion Fe+2 dan FeOH+. Pada pH di atas 10 akan terbentuk spesies-spesies anionic

Fe(OH)3-. Untuk larutan Fe+2 dengan

konsentrasi yang tinggi, larutan akan menjadi jenuh oleh endapan Fe(OH)2, pada pH ≤ 10. Spesies Fe+2 yang ada berupa kationik, dan pada pH > 10 akan terbentuk spesies Fe+2anionic (Blesa dan Matijevic, 1989). Dalam larutan netral dan sedikit asam, terdapat anion-anion tertentu, spesies Fe+2 dapat teroksidasi dalam udara membentuk kompleks hijau (green complex). Kompleks hijau tersebut akan terendapkan sebagai

Page 4: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 342

OH

OCH3 CH2-CH3=CH2

endapan hijau (green rush). Jenis kompleks hijau yang terbentuk bergantung pada jenis anion yang ada dan perbandingan mol antar spesies Fe+2dan Fe+3.Dalam larutan netral atau sedikit asam yang mengandung ion SO4

2-, ion FeOH+akan teroksidasi oleh udara membentuk kompleks hijau I dengan rasio Fe+2: Fe+3= 2 : 1. Kompleks hijau [II] yang mempunyai rasio Fe+2: Fe+3= 1 : 1, akan terbentuk dari proses oksidasi udara terhadap ion FeOH+ dalam media netral atausedikit asam yang mengandung ion Cl-. Selanjutnya kompleks hijau I dan kompleks hijau II akan terendapkan sebagai endapan hijau I dan hijau II (Baes dan Mesmer, 1976).

Interaksi ion logam baik divalen maupun trivalen dengan gugus fungsional

dalam senyawa fenolik dengan medium air pada pH mendekati 7, dapat berlangsung melalui salah satu atau lebih dari mekanisme reaksi yang ditunjukan pada gambar 2 (Schnitzer, 1986; Stevenson, 1994). Menurut Suryanto (2008) senyawa eugenol dengan rumus kimia C3H5C6H3(OH)OCH3 merupakan senyawa fenolik yang memiliki beberapa gugus fungsi seperti alil, hidroksida dan metoksi. Adanya gugus fungsi tersebut sehingga senyawa eugenol dapat ditransformasikan menjadi beberapa senyawa turunan yang bermanfaat langsung atau menjadi bahan dasar untuk pembuatan senyawa lain.

OH Produk turunan (derivate) dari tanaman, baik yang edible dan non edible mengandung sejumlah besar fitokimia seperti senyawa fenolik seperti asam fenolat, flavonoid, tannin, lignin dan senyawa yang non fenolik seperti karotenoid, vitamin C (asam askorbat) yang memiliki substansi antioksidan dan aktivitas antiradical bebas, efek antikarsinogenik dan antimutagenik dan berpotensi sebagai antiproliferatif. Senyawa fenolik telah terbukti sebagai pelindung dalam melawan efek bahaya radikal bebas dan dapat menurunkan resiko penyakit kanker, jantung koroner, stroke, artheroclerosis, osteoporosis, inflamasi dan penyakit neurodegenerative lain yang berhubungan dengan stress.Selain itu senyawa fenolik juga memiliki sifat-sifat multifungsional seperti dapat berperan sebagai reduktan (penangkal radikal bebas), pengkhelat logam dan kuenser oksigen singlet. Mekanisme reaksi antara ion logam dengan fenolik (Gambar 2).

Ikatan antara logam transisi dengan senyawa fenolik mulai terjadi pada situs yang menghasilkan ikatan yang kuat melalui

pembentukan struktur khelat. Ikatan yang lebih lemah terjadi setelah situs-situs yang kuat mengalami penjenuhan.Stevenson (1994) juga menyatakan bahwa dengan bertambahnya konsentrasi ion logam, karakter ionik pada ikatan yang terbentuk antara ion logam dengan senyawa fenolik akan meningkat. Beberapa peneliti terdahulu melaporkan bahwa senyawa fenolik memiliki kemampuan untuk mereduksi suatu ion logam yang ada dalam keadaan teroksidasi. Reduksi ion molybdenum (Mo) oleh senyawa fenolik. Sebagian ion-ion MoO4

2-dalam larutan akan direduksi oleh senyawa fenolik menjadi Mo5+. Baik ion MoO4

2-maupun Mo5+, keduanya teradsorbsi oleh senyawa fenolik melalui mekanisme pertukaran ion. Senyawa fenolik dapat mereduksi V+5 menjadi V+4 dan Hg+2 menjadi Hgo. Interaksi senyawa fenolik dengan agen terlarut, tidak hanya menghasilkan reduksi dari spesies dalam bentuk anion menjadi kation, tetapi juga reduksi kation menjadi kation (Goodman dan Cheshire (1982).

Gambar 1. Struktur Eugenol

Page 5: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 342

Mekanisme reaksi antara ion logam dengan senyawa fenolik.

O

OOH

Gambar 2. Mekanisme reaksi antara ion logam dengan senyawa fenolik.

Analisis konsentrasi senyawa fenolik

dilakukan untuk mengetahui potensi biosensitizer dalam suatu ekstrak. Total senyawa fenolik dalam ekstrak tumbuhan atau dalam limbah pertanian, ditentukan berdasarkan kemampuan senyawa fenolik dalam ekstrak yang dapat bereaksi dengan asam fosfomolibdat-fosfotungstat dalam reagen Folin-Ciocalteu yang berwarna kuning akan mengalami perubahan warna menjadi warna biru (Suryanto, 2008). Menurut Markham (1988) diperkirakan sekitar 2% dari produksi karbon sebagai hasil fotosintesis pada tumbuhan diubah menjadi senyawa flavonoid atau senyawa turunannya.Sebagian besar

senyawa tannin juga berasal dari flavonoid.Jadi flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar, karena senyawa flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau. Suryanto (2008) senyawa flavonoid memiliki efek terhadap kesehatan yakni dapat mencegah pendarahan kulit sekaligus sebagai antibiotic alami, seperti terdapat pada daun rumput macan (Lantana camara L).Senyawa flavonoid dapat diesktraksi dengan menggunakan air panas atau etanol yang menghasilkan warna merah yang menandakan adanya flavonoid sebagai akibat reduksi oleh asam klorida dan magnesium.

Gambar 3. Struktur Flavonoid

Page 6: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 341

Senyawa tanin dibagi menjadi dua golongan senyawa dan tiap golongan senyawa dapat memberikan reaksi warna yang berbeda terhadap senyawa ferriklorida (FeCl3) 1%. Golongan senyawa tanin terhidrolisis akan mengasilkan warna biru kehitaman dan tanin terkondensasi akan menghasilkan warna hijau kehitaman. Pada saat penambahannya

diperkirakan senyawa FeCl3 akan bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang terdapat pada senyawa tanin, hasil reaksi itulah pada akhirnya dapat menimbulkan warna. Penggunaan senyawa FeCl3 secara meluas untuk mengidentifikasi senyawa fenolik termasuk tanin.

Pengaruh radiasi sinar matahari

terhadap kecepatan reduksi pada senyawa mangan oksida dan besi. Reduksi mangan oksida (MnO2) oleh senyawa fenolik yang di ekstraksi dari air laut akan dipercepat dengan adanya radiasi sinar matahari (Sunda, dkk.,). . Selanjutnya Walte dan Morel (1984) juga telah mempelajari pelarutan fotoreduktif koloid oksida besi dalam suatu air natural dengan dan tanpa adanya senyawa fenolik terlarut. Hasilnya menunjukan bahwa keberadaan senyawa fenolik terlarut dapat mempercepat

reaksi pelarutan fotoreduktif oksida besi. Menurut Harborne (1987) komponen organik dapat berfungsi sebagai agen pengkhelat logam karena adanya satu gugus kaboksil dan dua gugus hidroksil yang berdekatan bereaksi dengan ion logam membentuk suatu kompleks yang stabil. Potensi tersebut ditunjukkan oleh posisi gugus hidroksilnya yang mampu menangkap radikal bebas dengan cara mengkhelat Fe sekaligus menstabilkan Fe. Menurut Pizzi (1981) ion kromat dan dikromat tidak hanya terfiksasi dengan cepat pada

HO

OH

OHOH

OH

OA

B

katekin

B

AO

OH

OHOH

OH

HO

OH

HO

leukoantosianidin

OHOH

COOH

HO HO

C=O

OHOH

OOH

OHHOOC

O

O

C

OHOH

asam galat

asam digalat asam elagat

O

O

OHHO

Gambar 4. Struktur Tannin

Page 7: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 342

limbah kayu tetapi juga membantu fiksasi garam-garam tembaga seperti yang terjadi pada Cu-Cr-Ar (CCA) pada proses pengawetan kayu. Perlakuan impregnasi kayu dengan larutan krom trioksida dapat meningkatkan kestabilan karena bersifat tahan air (water resistance) dan menolak air (water repellency). Karena tanin dapat mengkompleks ion logam berat/ion Fe+3.

Menurut Hamid (2008) tanaman cengkih (Eugenia aromatica) memiliki banyak kandungan kimia yang bersifat sebagai antimikroba, baik pada bagian batang, bunga dan daun. Kandungan eugenol pada tumbuhan cengkih terutama pada daunnya mencapai 88.500 ppm – 90.000 ppm. Daun cengkih memiliki kandungan yang sama dengan kuncup bunga, berbeda pada daun cengkih yang memiliki kandungan eugenol cukup rendah. Kuncup bunga cengkih mengandung minyak atsiri 15 - 20 %, eugenol 85 - 95 %, sedikit eugenol asetat, B-kariofilena, B-kariofilena oksida, B-humulena, B-humulena epoksida, kuersetin, turunan-turunan kemferol, zat-zat tanin, asam-asam fenolik karboksilat (seperti asam galat, asam prokatekuat, dsb), sedikit sterol dan sterol glikosida, furfural, metil amil keton, dan vanillin.

Mulyana (1997) daun cengkih berwarna hijau muda atau kuning terasa tebal dan kuat, namun ada juga berwarna hijau tua sampai kehitam-hitaman. Pada permukaan daun akan berwarna lebih tua dan mengkilat sedangkan sebelah dalam berwarna pekat. Daun yang berwarna kemerah-merahan menandakan daun tersebut masih muda sedangkan bila daun sudah tua akan berubah menjadi gelap. Daun cengkih terasa tebal dan mengkilat mengandung zat minyak, sehingga tak akan banyak menerima air untuk lebih

memudahkan pemasakan makanan yang dikirim melalui akar.

Mustika dan Rachmat (1994) tepung bunga dan daun cengkih mempunyai efektifitas yang sama dengan pestisida sintetik terhadap nematoda Radopholus similis dan Meloydogine incognita. Nurdjannah (1991) untuk membuat minyak daun cengkih biasanya digunakan daun-daun yang jatuh, sehingga harganya jauh lebih murah bila dibandingkan bunga cengkih. Minyak daun cengkih yang disuling dengan uap air mengandung 74 - 76% eugenol dan 0,15 - 0,24% eugenol acetate. Guenther (1990) komposisi kimia lainnya dari daun cengkih belum diteliti secara mendalam namun pada umumnya kandungannya lebih rendah dibandingkan minyak cengkih.

Daun cengkeh belum termanfaatkan secara maksimal dan masih dianggap limbah yang kurang berguna. Padahal daun cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri 1 - 4%, dengan kandungan minyak atsiri tersebut memungkinkan untuk dilakukan penyulingan minyak yang terkandung di dalamnya, sehingga limbah tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Minyak atsiri sangat dibutuhkan dalam berbagai industri seperti: industri parfum, kosmetik, farmasi/obat-obatan, industri, makanan dan minuman. Untuk makanan dan minuman minyak atsiri digunakan untuk flavour es krim, permen, dan pasta gigi. Untuk industri farmasi dan kosmetik minyak atsiri digunakan untuk balsam, sabun mandi, shampo, obat luka/memar, dan parfum. Sebagian besar minyak atsiri yang diproduksi oleh petani diekspor. Beberapa komoditas aromatik minyak atsiri adalah sebagai berikut: nilam 64%, kenanga 67%, akar wangi 26%, serai wangi 12%, pala 72%, cengkeh 63%, jahe 0,4% dan lada 0,9% (Nuryoto, dkk. 2011).

Page 8: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 342

Gambar 5. Daun Cengkih di Perkebunan Penduduk Kelurahan Papakelan Tondano (Koleksi

Pribadi)

Sepengetahuan penulis belum banyak

yang melakukan penelitian tentang fotoreduksi logam besi oleh bantuan senyawa humat sebagai donor electron. Oleh karena itu penulis berupaya mengungkap tentang fotoreduksi logam besi dengan menggunakan senyawa fenolik, flavonoid dan tanin dari limbah daun cengkih sebagai donor electron dalam pembentukan biosensitizer untuk fotoreduksi besi.

Berdasarkan latar belakang disusun rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Berapa jumlah konsentrasi senyawa fenolik, flavonoid dan tanin dalam limbah daun cengkih?

2. Berapa besar efektifitas ekstrak fenolik, flavonoid, dan tanin yang mampu menyerap sinar ultra violet (UV) sehingga dapat berperan sebagai donor electron dalam pembentukan biosensitizer pada fotoreduksi ion Fe3+→Fe2+ dalam tanah ?.

Tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui konsentrasi

senyawa fenolik, flavonoid dan tanin dalam limbah daun cengklih pertanian seperti tanaman jerami padi dengan menggunakan instrument spektrofotometer UV-Vis.

Page 9: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 342

2. Untuk mengetahui efektifitas ekstrak fenolik, flavonoid, dan tanin yang mampu menyerap sinar ultra violet (UV) sehingga dapat berperan sebagai donor electron dalam pembentukan biosensitizer pada fotoreduksi ion Fe3+→Fe2+ tanah.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian dan lingkungan untuk pemanfaatan senyawa fenolik, flavonoid dan tanin pada berbagai tumbuhan hijau yang dapat berperan sebagai biosensitizer untuk proses fotoreduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ .

2. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi pada pengelolaan tanah dan air dengan menggunakan senyawa fenolik, flavonoid dan tanin yang diisolasi dari bahan alam seperti limbah pertanian.

BAHAN DAN

METODE Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah daun cengkih yang diambil dari areal perkebunan di kelurahan Papakelan kecamatan Tondano Timur Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Sampel dikeringanginkan, diblender dan diekstrak secara maserasi dan dievaporasi. Bahan kimia yang digunakan sesuai kebutuhan analisis, seperti :aquades, CH3OH, reagen Folin Ciocalteu 50 %. larutan ܰܽଶܥଷ 2%, larutan aluminium klorida 2%, HCL pekat, C2H5OH, larutan vanillin 4%. Alat yang digunakan adalah kotak cahay untuk fotoreduksi dan spektrofotometer UV-Vis.

Operasional penelitian ini dilakukan selama tujuh (7) bulan yaitu bulan Februari sampai September 2011. Penelitian di laboratorium Kimia Advance FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado dan Laboratorium Kimia Balai Riset dan Standarisasi Industri (Baristand) Manado. Prosedur Ekstraksi Pelarut Secara Maserasi

Prosedur ekstraksi pelarut secara maserasi sebagai berikut ; sebanyak 5 gram sampel serbuk daun diekstraksi secara maserasi

dengan campuran pelarut yaitu : 50 ml H2O panas dan 50 ml CH3OH pada konsentrasi : 40; 60dan 80% dalam erlenmeyer selama 24 jam, dan disaring. Filtrat yang diperoleh dituangkan ke dalam wadah gelas arloji untuk menguapkan pelarut. Ekstrak sampel pekat ditimbang dan dilarutkan dengan metanol pada berbagai konsentrasi. Selanjutnya ekstrak disimpan pada suhu kamar sebelum dilakukan analisis.

.

Analisis Konsentrasi Fenolik, Flavonoid dan Tannin

Analisis konsentrasi fenolik dalam ekstrak ditentukan menurut metode Folin Ciocalteu (Conde. Et., 1997). Larutan ekstrak sebanyak 0.1 mL di masukkan ke dalam tabung reaksi dan di tambah dengan 0,1 mL reagen Folin Ciocalteu 50 %. Campuran tersebut divorteks selama 3 menit dan di tambahkan dengan 2 mL larutan ܰܽଶܥଷ 2%. Selanjutnya campuran diinkubasi dalam ruang gelap selama 30 menit.

Analisis secara kualitatif senyawa flavonoid menggunakan metode Meda et al. (2005). Sebanyak 2 mL sampel ditambahkan dengan 2 mL aluminium klorida 2% yang telah dilarutkan dalam etanol, kemudian divorteks. Analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa flavonoid dapat dilihat pada gambar 8.

Analisis secara kualitatif senyawa tanin pada sampel ditentukan menurut metode Julkunen-Titto (1985). Sebanyak 0,1 mL larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang dibungkus dengan aluminium foil, kemudian ditambahkan dengan 2 mL larutan vanillin 4% (b/v) dalam methanol dan divorteks. Selanjutnya larutan ditambahkan dengan 1 mL HCL pekat dan divorteks lagi.

Menurut Hardjono dalam Rorong (1996), analisis secara spektrofotometri UV-Vis adalah suatu metode analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan pengukuran absorbansi senyawa kimia terhadap radiasi energi tertentu dengan menggunakan sinar monokromatik. Metode spektrofotometri UV-Vis didasarkan pada pengukuran intensitas sinar yang diserap oleh suatu larutan, yang sebanding dengan konsentrasi senyawa tersebut. Bila seberkas cahaya UV-Vis dikenakan pada senyawa, elektron pada tingkat dasar dipromosikan ke tingkat tereksitasi dan sebagian energi cahaya

Page 10: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 343

yang sesuai dengan panjang gelombang diserap. Karena energi tingkat dasar dan tingkat tereksitasi untuk tiap-tiap senyawa berbeda-beda, maka setiap senyawa akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Apabila seberkas cahaya dilewatkan melalui larutan dengan tebal b cm, cahaya yang masuk setelah keluar dari larutan, intensitasnya akan berkurang karena adanya

cahaya yang diserap oleh partikel-partikel di dalam larutan. Apabila cahaya yang masuk mula-mula memiliki intensitas sebesar I0, maka setelah melalui larutan setebal b cm, intensitasnya menjadi It. Berkurangnya intensitas cahaya dalam larutan berbanding langsung dengan konsentrasi dan tebal larutan, dan dirumuskan sebagai berikut:

Log It/I0 = -k c b/2,303 ……………………………………(1)

apabila : It/I0 = T, k/2,303 = a dan log T = -a b c maka : log I/T = a b c apabila : log I/T = A maka persamaannya menjadi : A = a b c …………………………...……(2) Persamaan (5) dikenal sebagai hukum Lambert-Beer. Dimana : A = Absorbansi T = Transmitansi a = Absorptivitas b = Tebal kuvet (cm) c = Konsentrasi (mg/L)

Spektrum serapan konsentrasi tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang sangat encer dengan pembanding blanko spelarut serta menggunakan spektrofotometer yang merekam otomatis. Senyawa tak berwarna diukur pada panjang gelombang 200 sampai 400 nm, sedangkan senyawa berwarna pada panjang gelombang 400 sampai 700 nm. Bahan sampel yang diperlukan hanya sedikit saja karena sel spektrofotometri baku (1 x 1 cm) hanya dapat diisi 3 mL larutan. Pelarut yang banyak digunakan untuk spektroskopi UV ialah etanol 95% karena kebanyakan golongan senyawa larut dalam pelarut tersebut. Pelarut lain yang sering digunakan ialah air, metanol, heksana, minyak bumi, dan eter. HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi Fenolik Konsentrasi total fenolik daun

cengkih yang diekstrak dengan dua jenis pelarut yaitu akuades dan metanol. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi fenolik daun cengkih yang diekstrak dengan pelarut metanol 40% sebesar 19,72mg as. galat/kg sampel, diikuti oleh ekstrak dengan pelarut metanol 60% sebesar 19,49mg as. galat/kg sampel, kemudian ekstrak dengan pelarut metanol 80% sebesar 19,40mg as. galat/kg sampel dan konsentrasi total fenolik yang terendah terdapat pada ekstrak dengan pelarut akuades yaitu sebesar 17,51 mg as.galat/kg sampel. Konsentrasi total fenolik yang tinggi pada ekstrak dengan pelarut metanol 60% mungkin disebabkan sebagian senyawa fenolik dalam daun cengkih lebih banyak larut dalam sistem tersebut (Gambar 6).

Page 11: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 342

Gambar 6. Konsentrasi fenolik (mg. asam galat/kg. sampel) daun cengkih yang diekstrak dengan

pelarut akuades, metanol 40, 60 dan 80%.

Konsentrasi fenolik dalam daun cengkih diukur dengan standar asam galat (mg/kg). Penggunaan asam galat sebagai larutan standar dikarenakan senyawa asam galat mempunyai gugus hidroksil dan ikatan rangkap yang terkonjugasi pada masing-masing cincin benzene yang menyebabkan senyawa ini sangat efektif untuk membentuk senyawa kompleks dengan reagen Folin-Ciocalteu, sehingga reaksi yang terjadi lebih sensitif dan intensif (Julkunen-Tiito, 1985). Konsentrasi fenolik dalam ekstrak ditentukan berdasarkan kemampuan senyawa fenolik dalam ekstrak daun cengkih yang bereaksi dengan asam fosfomolibdat-fosfotungstat dalam reagen Folin-Ciocalteu (berwarna kuning) yang menghasilkan senyawa kompleks yaitu molibdenum-tungstat berwarna biru. Warna kuning pada reagen Folin-Ciocalteu akan mengalami perubahan warna menjadi warna biru karena adanya reaksi dengan ekstrak. Semakin tua intensitas warna larutan menunjukkan total senyawa fenolik dalam ekstrak semakin besar (Julkunen-Tiito, 1985). Hasil absorbansi yang diperoleh dikonversi dalam konsentrasi (mg/kg) dengan menggunakan larutan standar asam galat. Konsentrasi larutan standar asam galat yang digunakan adalah 30, 60, 90, 120 dan 150 mg/kg, diperoleh persamaan garis linear y = 0,0049x + 0,0605 dengan koefisien korelasi (R2) 0,9977.

Analisis konsentrasi fenolik bertujuan untuk mengetahui potensi senyawa fenolik dari daun cengkih untuk mereduksi Fe+3 menjadi Fe+2 dalam suatu sampel. Tinggi rendahnya konsentrasi total fenolik dalam sampel ekstrak daun cengkih berhubungan langsung dengan aktivitasnya sebagai penyumbang elektron dalam fotoreduksi Fe+3. Aiken et al. (1985), mengindikasikan bahwa senyawa fenolik memiliki kemampuan untuk mereduksi beberapa ion logam teroksidasi. Senyawa fenolik banyak terdapat gugus yang dapat dijadikan sebagai donor elektron, seperti gugus OH fenol (Gambar 7).

Ikatan antara logam transisi dengan senyawa fenolik mulai terjadi pada situs yang menghasilkan ikatan yang kuat melalui pembentukan struktur kelat. Ikatan yang lebih lemah terjadi setelah situs-situs yang kuat mengalami penjenuhan. Konsentrasi ion logam, karakter ionik pada ikatan yang terbentuk antara ion logam dengan senyawa fenolik akan meningkat.

17.51

19.7219.49 19.4

16

16.5

17

17.5

18

18.5

19

19.5

20

Akuades Metanol 40% Metanol 60% Metanol 80%

Kons

entr

asi

Feno

lik

(mg.

asa

m g

alat

/kg

sam

pel)

Ekstrak Cengkeh

Page 12: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 342

O-

O-

OH

O

HO

OH

O

HO

O

MO

OOH

HO O

OO

HO O

M

+ M2+ + H+

+ M2+ + H+

Gambar 7. Mekanisme reaksi antara ion logam dengan senyawa fenolik (Saragih, 2002).

Konsentrasi Flavonoid

Konsentrasi total flavonoid daun

cengkih yang diekstrak dengan dua jenis pelarut yaitu akuades dan metanol. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi total flavonoid daun cengkih yang diekstrak dengan pelarut akuades sebesar 4,49 mg kuersetin /kg sampel, diikuti oleh ekstrak dengan pelarut metanol 60% sebesar 4,38mg kuersetin/kg sampel,

ekstrak dengan pelarut metanol 80% sebesar 4,06mg kuersetin/kg sampel dan konsentrasi total flavonoid yang terendah terdapat pada ekstrak dengan pelarut metanol 40% sebesar 3,62 mg kuersetin /kg sampel. Konsentrasi total flavonoid yang tinggi pada ekstrak dengan pelarut akuades mungkin disebabkan sebagian senyawa flavonoid dalam daun cengkih lebih banyak larut dalam sistem tersebut (Gambar 8).

Gambar 8. Konsentrasi flavonoid (mg. kuersetin/kg. sampel) daun cengkih yang diekstrak dengan

pelarut akuades, metanol 40, 60 dan 80%. Konsentrasi flavonoid dinyatakan

sebagai ekuivalen kuersetin dalam mg/kg ekstrak. Hasil absorbansi yang diperoleh dikonversi dalam konsentrasi (mg/kg) dengan menggunakan larutan standar kuersetin. Konsentrasi larutan standar

kuersetin yang digunakan adalah 0, 5, 10, 15 dan 20 mg/kg, diperoleh persamaan garis linear y = 0,0278x – 0,0022 dengan koefisien korelasi (R2) 0,9992. Dari persamaan tersebut diperoleh nilai slope yaitu 0,0278. Nilai tersebut digunakan

4.49

3.62

4.384.06

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

Akuades Metanol 40% Metanol 60% Metanol 80%

Kons

entr

asi

Flav

onoi

d(m

g ku

erse

tin/

kg sa

mpe

l)

Ekstrak Daun Cengkeh

Page 13: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 342

untuk menentukan konsentrasi total flavonoid dalam ekstrak.

Menurut Sudarmadji et al. (1989), pada dasarnya bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang memiliki sifat polaritas yang sama. Senyawa organik dari bagian tanaman mempunyai afinitas yang berbeda-beda terhadap sifat polaritas pelarut yang digunakan untuk mengekstrak. Oleh sebab itu, untuk mengekstrak senyawa-senyawa antioksidan yang terkandung dalam jaringan tanaman sebaiknya digunakan pelarut yang berbeda-beda tingkat polaritasnya. Tingkat polaritas akan menentukan hasil ekstraksi dan aktifitas antioksidan yang terkandung dalam ekstrak. Konsentrasi Tanin Terkondensasi

Konsentrasi tanin terkondensasi daun cengkih yang diekstrak dengan dua jenis pelarut yaitu akuades dan metanol. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi tanin terkondensasi daun cengkih yang diekstrak dengan pelarut metanol 80% sebesar 0,70mg katekin /kg sampel, diikuti oleh ekstrak dengan pelarut metanol 60% sebesar 0,52mg katekin /kg sampel, ekstrak dengan pelarut akuades sebesar 0,26mg katekin /kg sampel dan konsentrasi tanin terkondensasi yang terendah terdapat pada ekstrak dengan pelarut metanol 40% yaitu sebesar 0,19 mg katekin/kg sampel. Konsentrasi tanin terkondensasi yang tinggi pada ekstrak dengan pelarut metanol 80% mungkin disebabkan sebagian senyawa tanin terkondensasi dalam daun cengkih lebih banyak larut dalam sistem tersebut (Gambar 9).

Gambar 9. Konsentrasi tanin terkondensasi (mg.katekin/kg. sampel) daun cengkih yang

diekstrak dengan pelarut akuades, metanol 40, 60 dan 80%.

Larutan ekstrak yang diperoleh dianalisis kemampuan fotoreduksinya menggunakan larutan yang mengandung Fe+3. Konsentrasi Fe+2 yang terbentuk melalui proses fotoreduksi ekstrak daun cengkih. Sampel yang digunakan yaitu ekstrak akuades, metanol 40, 60 dan 80%. Larutan tanpa ekstrak sebagai sensitizer dan ekstrak tanpa cahaya digunakan

sebagai kontrol. Ekstrak dengan pelarut metanol 80% menunjukkan peningkatan produksi Fe+2 sebesar 22,94ppm tertinggi jika dibandingkan dengan ekstrak dengan pelarut metanol 40% sebesar 22,56ppm, ekstrak dengan pelarut metanol 60% sebesar 21,94ppm dan ekstrak dengan pelarut akuades sebesar 20,89ppm. Larutan tanpa ekstrak sebagai sensitizer

0.260.19

0.52

0.7

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

Akuades Metanol 40% Metanol 60% Metanol 80%

Kons

entr

asi

Tani

n Te

rkon

dens

asi

(mg

kate

kin/

kg s

ampe

l)

Ekstrak Cengkeh

Page 14: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 342

hanya memproduksi Fe+2 sebesar 6ppm dan ekstrak tanpa cahaya sebesar 0,33ppm

(Gambar 10).

Gambar 10. Fotoreduksi daun cengkih yang diekstrak dengan pelarut akuades, metanol 40, 60 dan

80% . KESIMPULAN

Untuk sampel daun cengkih konsentrasi total fenolik yang terendah dan tertinggi terdapat pada ekstrak dengan pelarut akuades dan metanol 40% yaitu sebesar; 17,51 dan 19,72mg as.galat/kg sampel. Konsentrasi flavonoid yang terendah dan tertinggi terdapat pada ekstrak dengan pelarut metanol 40% n dan aquades yaitu sebesar; 3,62 dan 4,49mg kuersetin/kg sampel. Konsentrasi tannin terkondensasi terendah dan tertinggi terdapat pada ekstrak dengan pelarut metanol 40% dan 80% yaitu sebesar; 0,19 dan 0,70mg katekin/kg sampel.

Konsentrasi Fe+2 yang terbentuk melalui proses fotoreduksi besi dengan ekstrak daun cengkih. Sampel yang digunakan yaitu ekstrak dengan pelarut akuades, metanol 40, 60 dan 80%. Larutan tanpa ekstrak sebagai sensitizer dan ekstrak yang tidak dicahaya sebagai kontrol. Hasil yang diperoleh secara berturut-turut: 20,89; 22,56; 21,94 dan 22,94; 6; dan 0,33ppm. SARAN

Perlu dilakukan analisis total fenolik, flavonoid dan tanin serta

fotoreduksi besi pada limbah pertanian lainnya. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Dinas Pertanian, Peternakan

dan Perkebunan Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Tondano-Manado.

Aiken, G. R., D.M. McKnight, R.L. Wershaw., dan P. MacCarthy, 1985. Humic Substances in Soil Sediment and Water : Geochemistry, Isolation, and Characterization. John Willey & Sons, New York.

Balfas, R: Potensi Minyak Daun Cengkih sebagai Pengendali Planococcus Minor (Mask.) (Pseudococcidae; Homoptera) pada Tanaman Lada 85Clauser Press), Ltd, Bungay, Suffolk, Great Britain. 1354 p.

Brown, J. C., 1969. Agricultural Use of Synthetic Metal Chelates. Soil Sci. Soc. Am. Proc., (33).

Burda, S. Oleszek, W. 2001. Antioxidant and Antiradikal Activities of Falvonoid.J. Agric Food Chem (49).

Cook, N.C.,SaMMAN, S., 1996. Flavonoids, Chemistry, Metabolism, Cardioprotective Effect and Dietary Sources.Nutr. Biochem. (7).

20.8922.56 21.94 22.94

6

0.330

5

10

15

20

25

Akuades Metanol 40% Metanol 60% Metanol 80% Tanpa Eritrosin

Tanpa Cahaya

Kons

entr

asi

Fe+2

Tanpa ekstrak Tanpa

cahaya

Tanpa cahaya

Metanol80%

Metanol40%

Metanol60%

Aquades

Page 15: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 342

Cotton, F. A., dan Wilkinson, G., 1989. Kimia Organik Dasar. (Terjemahan : Soharto, S., 1989), Cetakan Kedua, UI Press, Jakarta.

Day, R.A.Jr., A.l., Underwood, 1998. Quantitative Analysis. Prentice-hall, Inc. Terjemahan: Sopyan (2001): Analisis Kuantitatif. Sixth Edition. Erlangga. Jakarta.

Eary, l. E., dan Ray, D., 1991. Chromate Reduction by Subsurface Soils Under Acidic Conditions. Soil Sci. Soc. Am. J., (55)

Flaig, W., Beuteelspacher, H., dan Rietz, E., 1975. Chemical Composition and Physical Properties of Humic Substances. (dalam : Gieseking, J.E., 1975, "Soil Components") Speingerverlag, New York.

Flores-Velez, L. M., Guitierrez-Ruiz, E., Reyes-Salas, O., Cram-Heydrich, S., dan Baeza-Reyes, a., 1995. Specciation of Cr(VI) in soil Extract by Polarographic Methods. Inter. J. Environ. Anl. Chem., 61 : 177-187.

Foth, H.D., 1984. Fundamental of Soil Science. Jhon Willey & Sons, New York.

Gandjar, I.G., Rochman, A.,2007. Kimia Farmasi Analisis. Cet.2. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Goodman, B. A ., and M V Chesshire. 1982. Reduction of Molybdate by Soil Organik Matter : EPR evidence for formation of Both Mo(V) and Mo(III). Nature, 299 : P: 618-620.

Guenther, E., 1990. Minyak Atsiri. Jilid IV B. Penerjemah S. Ketaren. Universitas Indonesia. Hamid, H. 2008. Pengaruh Filtrat Daun

Cengkih (Syzygium Aromaticum) Terhadap Kelulushidupan Ikan Gurami (Osphronemus Gourami) Yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas Hydrophilla. http://id.Zaifbio.wordpress.com [01 september 2009].

Harbone, J.B., 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan K. Phmawinata dan I. Soediro, ITB. Bandung.

Hardjono, S.,1985. Spektroskopi. Liberty. Yogyakarta.

Ho, S.H., L.P.L. Cheng, K.Y. Sim and H.T.W. Tan., 1994. Potential of cloves (Syzygium aromaticum (L) Merr. and Perry as a grain protectent against Tribolium castanum (Herbst) and Sitophilus zeamais Motsch. Postharvest Biology and Technology 4: 179-183.

Jacobson, L. 1945. Iron in the leaves and chloroplasts of some plants in relation to their chlorophyll content. Plant Physoil. (20).

Julkunen-Tiitto, R. 1985. Phenolics Constituens in the Leaves of Northern Willows: Methods for the Analysis of Certain Phenolics.J. Agric. Food Chem. (33).

Kojong, N., Monintja, J., Wehantow, F., Paendong, E., 2010. Phytochemical Analysis And Free Scavenging Activity From Tuis (Nicolaia speciosa, HORAN). J. Chemstry Progress. FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado. ISSN: 1979-5920 Volume 3 Nomor 1.

Landon, J.R. (Ed.) Booker Tropical Soil Manual. A Book For Soil Survey And Agriculture Land Evaluation In The Tropics And Sub Tropics. Booker Agr. Int. Ltd. England.

Lehninger., Nelson, N.L.,Cox, M.M. (2000). Principles of Biochemistry. New York: Worth Publisher.

Markham, K.R., 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Divisi Kimia Departemen Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Industri. Petone Selandia Baru. Penerbit ITB Bandung.

Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition Of Hinger Plants. Academic Press Hacourt Brace Jovanovich. Publisher. London.

Mastika, I. M., 2011. Potensi Limbah Pertanian Dan Industri Pertanian Untuk Makanan Ternak. Udayana University Press. Bukit Jimbaran Bali.

Meda, A.,Lamien, C. E., Romito, M., Millogo, J., Nacoulma, O. G. 2005. Determination of the Total Phenolic, Flavonoid, and Proline Contents in Burkina Fasan Money, as well as their Radical Scavenging Activity. J. Food Chem. (91).

Page 16: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 343

Mengel, K.,dan E. Kirby. 1987. Principles Of Plant Nutrition. International Potash Inst. Bern Switzerland.

Mursyidi, A., 1990. Analisis Metabolit Sekunder. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Mulyana, W., 2002. Bercocok Tanam Cengkih. Aneka Ilmu. Semarang.

Mulyono, HAM., 2006. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Bumi Aksara Cet. II Jakarta.

Mustika, I., dan A. Rachmat, 1994. Efikasi Beberapa Produk Cengkih Terhadap Nematode Lada. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 1 – 2 Desember 1993. hal. 49-55.

Manohara, D., D. Wahyuno dan Sukamto, 1994. Pengaruh Tepung dan Minyak Cengkih terhadap Phytophthora, Rigidoporus dan Sclerotium. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Pene Tanaman Rempah dan Obat, 1 – 2 Desember 1993. hal. 19-27.

Nuryoto., Jayanudin., dan R. Hartono., 2011. Karakterisasi Minyak Atsiri dari Limbah Daun Cengkeh. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” .Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Yogyakarta ISSN 1693 – 4393.

Paendong, E. 2008. Analisis Fitokimia dan Aktivitas Penangkal Radikal Bebas dari Tumbuhan Tuis (Nicolaia speciosa, horan). [skripsi]. FMIPA UKIT. Manado.

Rorong, J.A. 1996. Analisis Asam Benzoat dan Sorbat Sebagai Bahan Pengawet pada Berbagai Bahan Pangan Secara Spektrofotometri UV-Vis. Thesis, Program Pasca Sarjana, UGM, Yogyakarta.

Rorong, J.A., dan Suryanto, E., 2001. Isolasi Antioksidan Fenolik Dari Oleoresin Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC). Media Publikasi Ilmu Pertanian. Eugenia Vol 7. No 1.

Rorong, J.A.,2008. Analisis Aktivitas Antioksidan Dari Daun Cengkih

(Eugenia carryophyllus) dengan Metode DPPH. J. Chemstry Progress. FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado. ISSN: 1979-5920 Volume 1 Nomor 2.

Rosmakham dan Yuwono.,2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Saragih, B.C., 2002. Isolasi Asam Humat dan Aplikasinya Sebagai Sensitizer Dalam Fotoreduksi Fe(III). Program Pasca Sarjana, UGM, Yogyakarta.

Skogerboe, R. K., dan Wilson, S. A., 1981. Reduction of Ionic Species by Fulvic Acid. J. Anal. Chem., (53).

Stevenson, F. J., 1994, Humus Chemistry : Genesis, Composition, Reactions, John Willey & Sons Inc., New York.

Sudarmadji, dkk., 1989. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sunda, W. G., Huntsman, S.A., dan Harvey, G. R. 1983. Photoreduction of Manganise Oxides in Seawater and its Geochemical and Biological Implications. Nature, 301 : 234-236.

Suryanto, E., C. Anwar. 2008. Sintesis

Antioksidan 4,6-dialil-2-Metoksifenol Dari Alil Eugenol Melalui Penataan Ulang Claisen. J. Chemstry Progress. FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado. ISSN: 1979-5920. Volume 1 Nomor 1.

Suryanto, E., 2008. Kimia Oksigen Singlet : Sensitizer, Cahaya dan Reaktivitasnya Terhadap Asam Lemak Tak Jenuh. J. Chemstry Progress. FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado. ISSN: 1979-5920. Volume 1 Nomor 2.

Suryanto, E., 2010. Singlet Oxygen Quenching Activities of Phenolic Extract From Lemon Grass Leaves (Cymbopogon citratus Stapf). J. Chemstry Progress. FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado. ISSN: 1979-5920 Volume 3 Nomor 1.

Tombe, M., A. Nurawan dan Sukamto, 1994. Penelitian Penggunaan Daun Cengkih Dalam Pengendalian Penyakit Busuk Batang Vanili. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan

Page 17: 341-344, Johnly Alfreds Rorong

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

C - 344

Obat, 1 – 2 Desember 1993. hal. 28-36.

Winarno, F.G., 1985. Penggunaan Limbah Tanaman Pangan. Dalam Monografi Pertama Limbah Hasil Pertanian. Ed: F.G. Winarno, et.al. 1985. Kantor Menteri Muda Urusan Produksi Pangan. Jakarta.

Wiratno, 1994. Penelitian Pendahuluan Pengaruh Beberapa Konsentrasi Eugenol Terhadap Mortalitas Stegobium Paniceum. Prosiding

Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 1 – 2 Desember 1993. hal. 56-59.

Wittbrodt, P. R., and, C. D., Palmer. 1995. Effects of Temperature, Ionic Strength, Background Electrolytes, and Fe(II) on the Reduction of Hexavalent Chromium by Soil Humic Substance. J. Environt. Sci. Technol., 30 P : 2470-2477.