document31

106

Click here to load reader

Upload: pustaka78

Post on 05-Dec-2014

36 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Document31

PENDIDIKAN ANAK DI LINGKUNGAN KELUARGA GELANDANGAN

(Studi Kasus di Pekojan Kelurahan Jagalan Kecamatan Semarang Tengah)

SKRISI

Diajukan dalam rangka menyelesaikan Studi Strata I

untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Nama : Ika Setyaningsih

Nim : 1214000023

Program Studi : Pendidikan Luar Sekolah S1

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI S E M A R A N G

2 0 0 5

Page 2: Document31

ABSTRAK

Ika Setyaningsih, Nim:1214000023, Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan

Pendidikan Luar Sekolah, Universitas Negeri Semarang (UNNES), Tahun 2005.

Pendidikan Anak di Lingkungan Keluarga Gelandangan (studi kasus di Pekojan

kelurahan Jagalan Kecamatan Semarang Tengah).

Salah satu masalah masyarakat yang sejak dahulu tidak dapat teratasi oleh

pemerintah yaitu adanya “Gelandangan”. Karena meledaknya urbanisasi, kota tidak

mampu menyediakan fasilitas sosial serta lapangan pekerjaan, itu semua awal dari

adanya gelandangan. Gelandangan ini datang ke kota guna untuk mengadu nasib

mereka, padahal rata-rata mereka tidak berbekal pendidikan yang cukup setara dan

mereka juga tidak mempunyai bekal keterampilan yang mereka kuasai. Banyaknya

pengangguran di kota mengakibatkan orang menggelandang sehingga mereka

membuat pemukiman tersendiri dan bertempat tinggal yang dilarang oleh

pemerintah.

Permasalahan yang diteliti yaitu(1)Bagaimana seorang gelandangan tersebut

memandang anaknya(2)Bagaimana pandangan seorang gelandangan terhadap

pendidikan formal anaknya,(3)Upaya apa yang dilakukan gelandangan dalam

mendorong anak memperoleh pendidikan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian yaitu

daerah pekojan kelurahan Jagalan Semarang Tengah. Fokus penelitian pada

bagaimana pandangan gelandangan terhadap anak mereka, pendidikan formal anak

mereka beserta upaya apa yang dilakukan oleh gelandangan dalam pendidikan anak

mereka. Data diperoleh dari sumber data berupa subjek penelitian yang terdiri dari 5

keluarga yang semuanya ada 11 subjek, semua kepala keluarga bekerja sebagai

pemulung. Melalui metode pengamatan langsung, metode wawancara dan metode

dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gelandangan memandang anak memang

mempunyai segi ekonomi itu setelah anak tersebut sudah cukup umur dan

mempunyai bekal pendidikan yang cukup, gelandangan tidak menginginkan anak

mereka yang masih kecil untuk bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah,

gelandangan menginginkan anak yang masih kecil diberi kebebasan untuk menikmati

masa kanak-kanak mereka. Gelandangan juga memandang pendidikan anak sangat

penting, terbukti dengan salah satu dari subjek atau dari anak gelandangan tersebut

yang sudah dapat menyelesaikan di bangku sekolah teknik menengah. Upaya

gelandangan dalam mendorong anak memperoleh pendidikan dengan jalan bekerja

keras serta menyekolahkan anak mereka ke desa yang mereka anggap lebih baik

lingkungan dan pergaulannya.

Kesimpulannya gelandangan memandang anak sebagai penerus generasi dan

dapat membantu orang tua dalam mencari nafkah nantinya, pada intinya anak

merupakan investasi orang tua di hari tua. Dengan begitu anak harus memiliki

pengetahuan yang luas baik dengan pendidikan formal maupun pendidikan non

formal bila anak mereka sudah besar nantinya. Gelandangan juga harus mendorong

anaknya untuk memperoleh pendidikan salah satu caranya yaitu gelandangan jangan

malas bekerja

Page 3: Document31

PENGESAHAN

Telah dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Semarang.

Pada hari : Jumat

Tanggal : 11 Februari 2005

Ketua Sekretaris

Drs. Siswanto Drs. Sawa Suryana, M.Pd. NIP. 130515769 NIP. 131413302

Penguji I Penguji II

Drs. Zudindarto, Bd.H. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd. NIP. 130345749 NIP. 131485011

Penguji III

Drs. Achmad Rifai, RC. M.Pd. NIP. 131413232

Page 4: Document31

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Dibalik kekalahan, kesusahan, pasti ada arti tersendiri. Jadi terimalah sesuatu dengan

ikhlas dan tak lupa bersyukur kepada-Nya.

Seseorang yang melakukan seribu kali kesalahan pasti seseorang tersebut pernah

melakukan kebaikan.

Kupersembahkan.

• Ayah dan Ibu tercinta

• Adikku Santo dan Tiyan

• Keluarga besar Bpk Jamin yang memotivasi aku selama ini

• Sahabatku Ani (mami) yang selama ini ikut memotivasi aku

• Almamaterku tercinta UNNES

Page 5: Document31

KATA PENGANTAR

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh

gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Semarang. Dalam pembuatan skripsi

ini tidak lepas dari kendala dan kesulitan bila tanpa bimbingan, saran dan dukungan

serta bantuan dari semua pihak yang berkaitan dengan penyusunan skripsi ini. Oleh

karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya pada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Drs. Siswanto yang telah memberikan ijin

penelitian ini.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Drs. Ahcmad Rifai RC, M. Pd yang

telah memberikan wacana keilmuan untuk penambahan wawasan kepada kami.

3. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd. selaku dosen pembimbing I, yang telah tulus,

ikhlas serta tidak henti-hentinya memberikan motivasi, membimbingan dan

pengarahan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.

4. Drs. Ahcmad Rifai RC, M.Pd. selaku dosen pembimbing II, yang telah tulus

ikhlas serta tidak henti-hentinya memberikan motivasi, membimbingan dan

pengarahan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.

5. Kepala Kelurahan Jagalan Semarang Tengah yang telah memberikan ijin

penelitian.

6. Kepada semua pihak yang telah membantu semoga Tuhan Yang Maha Kuasa

selalu melimpahkan berkat dan kasih sayangnya.

Page 6: Document31

Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan dalam penyusunan skripsi

ini, sehingga penulis harapkan adanya sumbang dan saran yang konstruktif demi

perbaikan skripsi ini serta penelitian lanjutan sangat diharapkan.

Semarang, 2005

Page 7: Document31

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................... ii

PERSETUJUAN .......................................................................................... iii

PENGESAHAN ........................................................................................... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix

BABI PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Permasalahan ........................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................. 6

D. Manfaat Penelitian ............................................................... 6

BABII KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan ............................................................................ 8

1. Pengertian Pendidikan .................................................... 8

2. Ruang Lingkup Pendidikan ............................................ 9

a. Pendidikan Informal ................................................. 10

b. Pendidikan Formal ................................................... 10

c. Pendidikan Non Formal ........................................... 10

Page 8: Document31

B. Pendidikan Anak .................................................................. 11

C. Pengertian Lingkungan ........................................................ 12

1. Lingkungan Budaya ....................................................... 13

2. Lingkungan Fisik ........................................................... 13

3. Lingkungan Sosial .......................................................... 13

4. Lingkungan Bermain Anak ……………………………. 14

D. Pendidikan Keluarga ............................................................ 14

Unsur-unsur Pendidikan Keluarga

1. Pemupukan Rasa Tanggung Jawab ................................ 15

2. Pemberian kebebasan pada Batas-batas tertentu ............ 15

3. Dorongan Keberanian yang Diberikan Kepada

Anaknya Untuk Dapat Berbuat Sesuatu yang Positif .... 15

E. Gelandangan ......................................................................... 18

1. Pengertian Gelandangan ................................................. 18

2. Karakteristik Gelandangan ............................................. 22

a. Gelandangan yang masih berhubungan

dengan masyarakat normal ...................................... 22

b. Gelandangan berkelompok dan mempunyai

Organisasi tertutup dan tegar. .......................................... 22

c. Gelandangan yang tidak mempunyai kelompok ...... 22

d. Gelandangan Tidak Mau Tatap Muka ...................... 22

3. Mengapa Menggelandang .............................................. 23

BABIII METODOLOGI PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian .......................................................... 26

2. Lokasi Penelitian .................................................................. 26

3. Fokus Penelitian ................................................................... 27

a. Anak .............................................................................. 27

b. Pendidikan Formal Anak .............................................. 27

c. Upaya Orang Tua Dalam Memotivasi Anak ................ 27

Page 9: Document31

4. Tahap-tahap Penelitian ......................................................... 27

a. Tahap Pra Lapangan ....................................................... 27

b. Tahap Penelitian/Pelaksanaan ........................................ 28

c. Tahap Akhir Penelitian .................................................. 29

5. Sumber Data ......................................................................... 29

6. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 31

a. Teknik Pengamatan ........................................................ 31

b. Teknik Wawancara ......................................................... 31

c. Teknik Dokumentasi ...................................................... 32

7. Kriteria Data Teknik Keabsahan Data ................................. 32

8. Teknik Analisis Data ............................................................ 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Gelandangan di Kota Semarang ............. 35

B. Gambaran Umum Daerah Penelitian ................................... 38

1. Letak dan Luas Kelurahan Jagalan ................................ 38

2. Sejarah Terjadinya Pemukiman Gelandangan ............... 38

3. Kependudukan ................................................................ 39

4. Tingkat Pendidikan ........................................................ 39

5. Jumlah Penduduk Menurut Agama…………………… 40

6. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ………. 40

C. Hasil Penelitian ..................................................................... 41

D. Pembahasan .......................................................................... 54

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................

A. Simpulan .............................................................................. 69

B. Saran ..................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 73

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: Document31

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran hasil wawancara

2. Lampiran surat ijin penelitian dari Pemerintah Kota

3. Lampiran foto dari hasil wawancara.

4. Lampiran peta daerah penelitian atau wilayah kelurahan Jagalan

Page 11: Document31

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar wawancara dengan informan pertama…………………… 44

2. Gambar wawancara dengan informan kedua………………………48

3. Gambar wawancara dengan informan ketiga………………………50

4. Gambar wawancara dengan informan keempat……………………54

5. Gambar wawancara dengan informan kelima……………………...56

Page 12: Document31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan moderen, Indonesia telah berkembang dengan pesat.

Beberapa fasilitas infra struktur, seperti gedung, jalan bebas hambatan, jalan raya

dan taman, telah dibangun dengan mantap dan indah. Akan tetapi hal tersebut

mengalami hambatan bagi bangsa Indonesia yang dalam tahap berkembang,

hambatan tersebut dimulai sejak adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan

sehingga bangsa Indonesia pada masa sekarang masih menghadapi pemasalahan

yang cukup kompleks, meliputi aspek politik, ekonomi, budaya, pendidikan serta

sosial

Minimnya Pendidikan Formal masyarakat Indonesia merupakan suatu

hambatan bagi bangsa Indonesia untuk berkembang maju. Berdampak negatif

terhadap keluarga tidak mampu atau keluarga golongan bawah. Dampak negatif

tersebut antara lain kemampuan keluarga dalam membiayai sekolah anaknya.

Bagi keluarga gelandangan, permasalahan yang dialami itu bersifat multi

demensional sehingga mengakibatkan kehidupannya semakin terpuruk.

Munculnya gelandangan di lingkungan perkotaan merupakan gejala sosial

budaya yang menarik. Gejala sosial ini kebanyakan dikaitkan dengan

perkembangan lingkungan perkotaan, karena didaerah kota sampai saat ini relatif

masih membutuhkan tenaga yang murah, kasar dan tidak terdidik dalam

mendukung proses perkembangannya.

Page 13: Document31

Kondisi semacam ini membuktikan bahwa semakin kuatnya dikotomi antara

kehidupan yang "resmi" kota dan kehidupan lain yang berbeda atau

berseberangan dengan kontruksi kehidupan yang resmi tersebut. Pada

kenyataannya Indonesia pada saat ini merupakan salah satu negara sedang

berkembang yang ketinggalan jauh dibandingkan dengan negara lainnya, seperti

Jepang, Korea, Cina, Malaysia dsb. Keterbelakangan itu menyangkut di bidang

ekonomi, teknologi maupun bidang pendidikan. Guna menanggula-ngi hal

tersebut khususnya dibidang pendidikan, pemerintah berupaya mengadakan atau

lebih menekankan program Pendidikaa Wajib Belajar 9 Tahun. Karena kita

sadari pendidikan diajarkan sejak anak masih kecil, jadi bahwasannya anak

adalah generasi penerus bangsa yang diharapkan mampu mendapatkan

pendidikan yang layak serendah-rendahnya setingkat SLTP sebagai bekal yang

berguna bagi masa depannya kelak, di samping itu anak dapat menikamati masa

kecilnya secara wajar dalam lingkup pergaulan yang layak. Hal ini perlu

diperhatikan agar anak dapat tumbuh dan mengembangkan kepribadianya seiring

dengan bertambahnya usia sampai berusia 16 tahun. Program tersebut

berlangsung dari tahun 1990. Program Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun yaitu

setiap anak minimal harus memiiki ijazah sampai Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama (SLTP) bukan hanya sekedar sampai bangku sekolah dasar.

Kenyataanya program tersebut hanya dapat dinikmati atau dilaksanakan

pada masayarakat golongan keluarga yang mampu, lain halnya dengan keluarga

yang tidak mampu (keluarga gelandangan), bagi mereka untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari saja mereka sudah kurang, apalagi harus untuk

Page 14: Document31

memikirkan biaya akan pendidikan bagi anaknya. Keadaan seperti inilah yang

menyebabkan negara kita semakin terbelakang, karena Sumber Daya Manusia

(SDM) yang rendah itu menjadi salah satu faktor utama mengakibatkan kita

terpuruk. Keterpurukan itu berdampak negatif pada masyarakat, misal semakin

sulitnya seseorang mencari suatu pekerjaan, karena semakin sempit serta

semakin sedikitnya lapangan kerja yang ada sehingga rakyat sebagian hidup

dalam keadaan yang tidak memiliki daya, sehingga menjadi suatu penyakit

masyarakat yaitu Gelandangan.

Masalah gelandangan merupakan salah satu dari penyakit masyarakat yang

dari dahulu tidak dapat ditemukan jalan keluarnya. Contoh dari masalah itu

misalnya pemerintah sudah berupaya mengentaskan gelandangan tersebut dari

keadaan. Kenyataannya keadaan itu akan kembali lagi seperti semula. Masalah

tersebut akan terselesaikan apabila si gelandangan serta pemerintah berupaya

penuh akan pengentasan kemiskinan tersebut.

Masalah ini berkaitan erat dengan beberapa faktor penyebab gelandangan

yang paling dominan antara lain:

1. Kemiskinan

Kemiskinan baik kemiskinan kelembagaan maupun kemiskinan pribadi.

2. Lingkungan

Lingkungan juga merupakan salah satu faktor terjadinya gelandangan.

Yang paling utama dalam masalah ini adalah gelandangan yang sudah

mempunyai keluarga serta mempunyai anak. Dari sinilah sudah tampak baik

Page 15: Document31

secara langsung maupun tidak langsung adanya "regenerasi" dari gelandangan itu

sendiri.

Umumnya keluarga gelandangan, khususnya orang tua tidak memikirkan

pendidikan anaknya dengan alasan kondisi miskin yang menimpa keluarga

tersebut. Orang tua tidak dapat memberikan bimbingan pada anak-anaknya,

padahal pendidikan serta bimbingan orang tua atau orang dewasa yang berada di

sekitar anak itu sangat dibutuhkan oleh anak pada usia pertumbuhan dan

perkembangan dalam hidup ini. Data tersebut merupakan gambaran umum, akan

tetapi juga banyak anak dari keluarga gelandangan yang dapat merasakan bangku

sekolahan.

Pengamatan peneliti selama ini menunjukkan bahwa peran orang tua sangat

dominan dalam pendidikan bagi anak. Lingkungan keluarga adalah lingkungan

yang berperan terhadap perkembangan diri pribadi anak. Di samping itu

kesadaran dalam diri anak untuk tetap bersekolah minimal sampai tingkat

pendidikan lanjutan pertama masih kurang.

Masyarakat golongan kurang mampu (gelandangan), pada dasarnya

gelandangan masih memiliki ketangguhan dan ketrampilan dasar, hanya karena

sebab-sebab yang unik mereka tidak dapat hidup dan berkehidupan sebagai

masyarakat yang pada umunya. Sebenarnya anak dari keluarga gelandangan

membutuhkan dunia bermain maupun belajar di bangku sekolah. Umumnya

banyak anak dari keluarga gelandangan yang tidak dapat mengenyam bangku

sekolah serta mendapatkan bimbingan dari orang tua mereka dapat dilihat

diberbagai tempat seperti halnya di traffic light disitu dapat dilihat banyak anak-

Page 16: Document31

anak yang berkeliaran pada jam-jam dimana semestinya anak-anak sekolah,

disisi lain ada juga sebagian yang dari keluarga gelandangan yang anaknya dapat

sekolah. Anak-anak dari keluarga gelandangan pada umumnya malah harus

berfikir bahwa yang penting ialah untuk segera dapat memenuhi kebutuhan

dasarnya yakni pangan, sandang serta papan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang tersebut, masalah yang akan peneliti angkat

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pandangan orang tua (gelandangan) terhadap anak?

2. Bagaimana pandangan orang tua (gelandangan) terhadap pendidikan anak?

3. Upaya apa yang dilakukan oleh orang tua (gelandangan) dalam mendorong

anak untuk memperoleh pendidikan?

Selama ini, 10 dari anak seorang gelandangan hanya 2/3 yang bersekolah,

maka dari itulah peneliti ingin mengetahui akan peran orang tua terhadap

pandangan maupun peran serta pendidikan anaknya. Anak yang sudah mengenal

akan pergaulan yang tidak semestinya dalam kategori yang negatif, maka mereka

akan sulit menerima pendidikan formal maupun pendidikan non formal.

Seharusnya keadaan seperti ini sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah

Daerah guna perencanaan perkembangan suatu kota agar perkembangan yang

dicapai benar- benar berhasil. Masalah yang timbul dalam penelitian ini yaitu

"Bagaimana keluarga gelandangan menyikapi akan pentingnya pendidikan

formal anak". Penelitian ini dititik pusatkan di Jl Raya Pekojan Johar, Kelurahan

Njagalan Semarang Tengah, Jawa Tengah.

Page 17: Document31

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk :

1. Secara Umum

Mengetahui kehidupan sehari-hari dari gelandangan beserta anak-anak

mereka, disini dilihat dari bagaimana gelandangan tersebut memenuhi

kebutuhan hidup yang meliputi pendapatan dan pendidikan anak mereka.

2. Secara Khusus.

a. Mengetahui pandangan gelandangan terhadap anak mereka

b. Mengetahui cara pandang gelandangan terhadap pendidikan anak

mereka.

c. Mengetahui upaya apa yang dilakukan oleh gelandangan dalam

mendorong anak mereka untuk memperoleh pendidikan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat mempunyai beberapa manfaat yang antara lainnya:

1. Manfaat Teoritis:

Memberikan tambahan kajian pengetahuan tentang suatu gejala sosial

kehidupan gelandangan.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis ini ada dua manfaat yang pertama: dapat memberikan

manfaat bagi pemerintah setempat yang berupa suatu gambaran untuk

perencanaan pembangunan kota serta guna menyukseskan Peadidikan Wajib

Belajar 9 Tahun. Manfaat yang kedua yaitu dapat memberikan manfaat bagi

keluarga gelandangan dalam mendidik anak.

Page 18: Document31

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan

1. Pengertian pendidikan

Pandangan umum tentang arti pendidikan yaitu suatu ilmu, itu

merupakan pandangan masyarakat sebagian besar, atau sering juga yang

mengartikan pendidikan merupakan kegiatan yang disengaja atau dilakukan

dengan sadar yang dilakukan oleh seseorang. Sedikit dari pengertian umum

pendidikan dapat kita jadikan suatu titik nilai yang dasar dalam arti

pendidikan. Secara Umum dan mendasar Driyakarya mengatakan bahwa :

Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan

manusia ke taraf insani itulah disebut mendidik. Pendidikan ialah

pemanusiaan manusia muda (Dirjen Dikti, 1983/1984 :19).

Pengertian dalam Dictionary Of Education menyebutkan bahwa

pendidikan ialah proses seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan

bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat ia hidup, proses

sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan

terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat

memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan

kemampuan individu yang optimal (Dirjen Dikti, 1983/1984 :19).

Ki Hajar Dewantara dalam kongres Taman Siswa yang pertama pada

tahun 1930 menyebutkan : pendidikan pada umumnya berarti daya upaya

Page 19: Document31

untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter),

pikiran (intelek), dan tubuh anak, dalam Taman Siswa tidak boleh dipisah-

pisahkan bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup,

kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan

dunianya.

GBHN Tahun 1973 disebutkan bahwa pendidikan pada hakikatnya

adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di

dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Dari uraian di atas,

maka pendidikan dapat diartikan sebagai:

a. Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan.

b. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan pada anak dalam

pertumbuhannya.

c. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu

yang dikehendaki oleh masyarakat

d. Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak menuju

kedewasaan.

2. Ruang Lingkup Pendidikan

Ketetapan MPR No. II / MPR / 1993, tentang GBHN dinyatakan

bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam

lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan adalah

tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah.

Page 20: Document31

a) Pendidikan informal

Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang

di rumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan ini berlangsung tanpa

organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang diangkat atau ditunjuk

sebagai pendidik, tanpa suatu program yang harus diselesaikan dalam

jangka waktu tertentu, tanpa evaluasi yang formal berbentuk tujuan.

Demikian pendidikan informal ini sangat penting bagi pembentukan

pribadi seseorang.

b). Pendidikan formal

Formal terdapat kata form atau bentuk. Pendidikan formal ialah

pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu, seperti

terdapat di sekolah atau universitas yang mencakup adanya perjenjangan,

program atau bahan pelajaran untuk setiap jenis sekolah, cara atau

metode mengajar di sekolah juga formal, yaitu mengikuti pola tertentu,

penerimaan murid, homogenitas murid, jangka waktu, kewajiban belajar,

penyelenggaraan, waktu belajar dan uniformitas.

c). Pendidikan non formal.

Pendidikan non formal meliputi berbagai usaha khusus yang

diselenggarakan secara terorganisasi terutama generasi muda dan juga

dewasa yang tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak

berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki

pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar.

Page 21: Document31

Uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ruang lingkup

pendidikan meliputi:

(a) Pendidikan Informal

(b) Pendidikan Formal

(c) Pendidikan Non formal

B. Pendidikan Anak

Anak adalah generasi penerus bangsa yang diharapkan mampu

mendapatkan pendidikan yang layak serendah- rendahnya setingkat Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) seperti yang dianjurkan pemerintah yaitu

Wajib Belajar 9 tahun. Pendidikan sebagai bekal yang berguna bagi masa

depannya kelak, disamping itu anak dapat menikmati masa kecilnya secara wajar

dalam lingkungan pergaulan yang baik.

Menurut Siti Rahayu Haditono cara pendidikan yang represif misalnya

cara mendidik anak dengan banyak memberikan tugas dan tututan yang dianggap

perlu bagi anak tersebut, tidak menguntungkan karena tidak bertitik tolak pada

individualitas anak hingga lalu bersifat menekan/represif (1987:150).

Kenyataannya kepentingan individu tidak selalu sesuai dengan kepentingan

masyarakat. Tetapi dalam mendidik/pendidikan anak itu memang tidaklah mudah

karena dalam hal ini agar mencapai hasil yang baik terhadap diri sang anak harus

diperhatikan atau disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak.

Page 22: Document31

Ahli anak terkemuka Markum, mengatakan "Siapapun dapat mengasuh

anak secara berhasil asalkan mengerti betul tahap-tahap dan tugas-tugas

perkembangan, sehingga dalam masing-masing tugas perkembangan dapat diajak

maju dan dipacu mencapai perkembangan yang optimal"(Paulus Mujiran,

2002:38). Kita juga harus memperhatikan akan tujuan Pendidikan itu sendiri,

yang kita tetapkan sekarang : Kita senang, apabila anak-anak itu telah berdiri

sendiri secara lain pula : jika itu mereka telah belajar berfikir sendiri, berichtiar

sendiri dan berbuat sendiri (Sugarda Purbakawatja, 1970:16). Dari situlah kita

dapat melihat akan sedikit berhasil langkah yang kita tempuh dalam

pendidikan/mendidik anak. Langkah tersebut belum dapat sepenuhnya dikatakan

berhasil.

C. Pengertian lingkungan

Lingkungan dalam pengertian umum, berarti situasi di sekitar kita. Dalam

lapangan pendidikan, arti lingkungan itu luas sekali, yaitu segala sesuatu yang

berada di luar diri anak, dalam alam semesta kita. Lingkungan ini mengitari

manusia sejak manusia dilahirkan sampai dengan meninggalnya. Antara

lingkungan dan manusia ada pengaruh yang timbal balik, artinya lingkungan

mempengaruhi manusia, dan sebaliknya, manusia juga mempengaruhi

lingkungan di sekitamya. Lingkungan tempat anak mendapatkan pendidikan

disebut dengan lingkungan pendidikan

Supaya tidak menimbulkan salah pengertian, lingkungan sering pula

disebut sebagai faktor dalam. Lingkungan sering pula disebut dengan : Milieu,

Page 23: Document31

envioronment. (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 2001:64) Sejak anak lahir di

dunia, anak secara langsung berhadapan dengan lingkungan yang ada di

sekitarnya. Lingkungan yang dihadapi anak, pada pokoknya dapat

dibedakan/dikelompokkan sebagai berikut:

1. Lingkungan Budaya

Lingkungan yang berwujud : kesusasteraan, kesenian, ilmu

pengetahuan, adat istiadat, dan lain-lainnya. Dalam keluarga, akan kita

temukan buku-buku : buku bacaan, buku ilmu pengetahuan dan mungkin juga

dapat kita temukan benda-benda seni, seperti : hiasan dinding yang berwujud

wayang kulit, kain tenun, anyam-anyaman, yang semuanya itu dapat

mempengaruhi jiwa anak, baik karena dari melihat orang-orang dewasa

sekitarnya memanfaatkan benda-benda itu sendiri : pengaruh itu diterima

anak.

2. Lingkungan fisik

Lingkungan alam sekitar anak, yang meliputi jenis tumbuh-

tumbuhan, hewan, keadaan tanah, rumah, jenis makanan, benda gas, benda

cair, dan juga benda padat.

3. Lingkungan sosial

Lingkungan ini meliputi bentuk hubungan antara manusia satu dengan

yang lainnya, maka sering pula disebut lingkungan yang berwujud manusia

dan hubungannya dengan atau antara manusia di sekitar anak. Termasuk di

dalamnya adalah : sikap atau tingkah laku antara manusia, tingkah laku ayah,

ibu, anggota keluarga yang lain, tetangga, teman.

Page 24: Document31

Keluarga merupakan miniatur dan pada masyarakat dan

kehidupannya, maka pengenalannya, maka pengenalan kehidupan keluarga

sedikit atau banyak pasti akan memberi warna pada pandangan anak terhadap

hidup bermasyarakat. Dan juga corak kehidupan pergaulan di dalam keluarga

akan ikut menentukan atau mempengaruhi perkembangan diri anak. (Abu

Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 2001:65 - 66)

4. Lingkungan Bermain Anak

Anak dalam perkembangan menuju kedewasaan akan mengalami

pergaulan secara luas dan umum dalam lingkungan tempat tinggalnya, baik

dengan teman sebaya maupun dengan orang yang lebih tua. Pergaulan atau

yang lebih dikenal dengan sosialisasi merupakan lapangan pendahuluan

pendidikan.

D. Pendidikan Keluarga

Ayat 4 pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2000 tentang Sistem Pendidikan Nasional; pendidikan keluarga merupakan

bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga

dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan

ketrampilan.

Pendidikan keluarga termasuk pendidikan informal karena pendidikan

informal adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman

sehari-hari dengan sadar ataupun tidak.

Page 25: Document31

Unsur-unsur Pendidikan Keluarga

Unsur-unsur pendidikan dalam keluarga sebagaimana ditulis oleh Thamrin

Nasution dan Nurhiljah Nasution dalam Sungaripan (2000 : 9-10) adalah:

1. Pemupukan rasa tanggung jawab

Orang tua yang selalu menanamkan tanggung jawab pada anak dalam

melaksanakan suatu tindakan / pekerjaan akan mendorong anak untuk berhati-

hati dalam bertindak dan akan membentuk watak anak untuk berani

mempertanggung jawabkan perbuatan-perbuatannya

2. Pemberian kebebasan pada batas-batas tertentu

Kebebasan yang diberikan kepada anak di sini adalah suatu kebebasan yang

tidak melebihi batas-batas normatif, suatu kebebasan anak yang masih dalam

pantauan orang tua.

3. Dorongan keberanian yang diberikan kepada anaknya untuk dapat berbuat

sesuatu yang positif.

Dorongan semangat (support) merupakan suatu yang penting, begitu

pentingnya aspek ini sehingga jika tidak ada akan menyebabkan perilaku anak

yang salah.

Pendidikan keluarga banyak pengertiannya serta banyak para ahli yang

berpendapat. Menurut Langeveled Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam

usaha membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah

usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja antara orang dewasa

dengan anak/yang belum dewasa.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan yang sebenanya itu

berlaku di dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak. Anak

merupakan mahkluk yang sedang tumbuh, oleh karena itu pendidikan penting

sekali karena mulai sejak bayi belum dapat berbuat sesuatu untuk kepentingan

dirinya, baik untuk mempertahankan hidup maupun merawat diri, semua

kebutuhan tergantung pada ibu/orang tua.

Setelah uraian pengertian Pendidikan, selanjutnya pengertian keluarga

menurut Cooley (Diknas,1980:4) Suatu kesatuan hidup yang anggota-

Page 26: Document31

anggotanya mengabdikan dirinya kepada kepentingan dan tujuan kesatuan

kelompok dengan rasa cinta kasih. Maksudnya dalam mencapai tujuan

kelompok dengan memperhatikan hak masing-masing anggota dan kemampuan

masing-masing anggotanya. Anggota-anggotanya berkewajiban tolong-

menolong.

Berdasarkan arti atau batasan mengenai bimbingan dan keluarga tersebut,

maka pengertian mengenai bimbingan keluarga adalah : bantuan yang

diberikan kepada keluarga untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab

anggota keluarga serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan demi

terlaksananya usaha kesejahteraan keluarga.

Menurut pendapat Bapak Pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara

(1939:71) mengenai pendidikan keluarga, bahwa dalam keluarga adalah "yang

pertama dan yang terpenting, oleh karena sejak timbulnya adab kemanusiaan

sampai kini, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi

pekerti dari tiap-tiap manusia". Dan dilanjutkan mulai kecil hingga dewasa

anak-anak hidup ditengah keluarganya. Pendidikan keluarga merupakan usaha

pendidikan yang terpenting, sebab sudah dimulai, sejak manusia itu lahir dan

berada dalam lingkungan keluarganya, bahkan dapat dimulai sejak manusia

dalam kandungannya, karena keluarga merupakan komunitas pertama yang

mempengaruhi terhadap anak itu sendiri.

Menurut Suryohadiprojo, (1987:96-97) mengatakan bahwa di dalam

lingkungan keluarga juga dapat dilakukan ketiga aspek pendidikan yaitu

pendidikan mental, pendidikan fisik, dan intelektual dalam intensitas yang

cukup besar. Tetapi biasanya ketiga aspek tersebut sulit bisa berjalan sama

imbangnya dalam kehidupan pada era sekarang, ketiga aspek tersebut akan

berhasil bila lingkunganpun mendukung.

Page 27: Document31

Sebuah keluarga yang paling berperan dalam pendidikan keluarga disini

ialah para orang tua lalu dibantu oleh orang dewasa yang berkewajiban dan

bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak yang berada di bawah

asuhannya. Para orang tua sebelumnya harus mempunyai niat keras untuk

mendidik anaknya untuk lebih maju dalam kehidupannya dibandingkan dengan

kehidupan orang tua sebelumnya, karena niat tersebut merupakan suatu

motivasi tersendiri dalam mendidik dan membina anak-anaknya, bila orang tua

tersebut sudah mempunyai motivasi maka dengan sendirinya akan timbul rasa

kasih sayang atau hubungan lahir batin, emosional-nasional yang bersumber

dari kekuatan Tuhan YME. Melalui rasa kasih sayang itu para orang tua

membimbing anak-anaknya, dengan memberikan pandangan tentang

kehidupan yang sudah dimulai sejak anak masih kecil (Suryohadiprojo, 1987

:97).

Sejalan dengan dua pendapat para ahli tersebut di atas, Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

Nasional, di dalam pasal 13 ayat 4, disebutkan bahwa Pendidikan Luar Sekolah

meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan yang

sejenisnya. Kemudian pasal 10 ayat 4 berbunyi : Pendidikan keluarga

merupakan bagian dari jalur Pendidikan Luar Sekolah yang diselenggarakan

dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral

dan ketrampilan.

Page 28: Document31

E. Gelandangan

1. Pengertian gelandangan

Gaya hidup pemulung jalanan atau sering disebut gelandangan sering

dianggap negatif dan kehadiran mereka dipandang sebagai suatu perma-salahan

sosial masyarakat kota. Pemerintah cenderung menyalahkan gelandangan atau

orang jalanan apabila terjadi masalah kekumuhan lingkungan kota dan

kekurang keindahan kota. Disamping itu, "kondisi hidup tidak pasti" mereka

dianggap mengurangi kenyamanan hidup masyarakat kota. Penggambaran

Murray tentang "Mitos Marginalitas" dalam kasus orang luar dan penghuni

kampung relatif cocok untuk memberi ilustrasi tentang stereotipe sebagian

besar masyarakat terhadap kelompok pemulung jalanan (Y. Argo

Twikromo,1999:5)

Kehidupan sehari-hari dikampung adalah strategi untuk bertahan hidup,

berlawanan dengan "mitos marginalitas" yang dari sudut pandang orang luar

dalam menggambarkan orang-orang, ini sebagian masa marginal yang

melimpah ruah jumlahnya dengan budaya kemiskinan, dan sebagai lingkungan

luar, kejam, dan kota......sumber pelacuran, kejahatan, dan ketidak amanan

"(Murray, 1994:18)

Pengertian gelandangan dalam buku yang berjudul gelandangan, LP3ES

menurut Wirosardjono (1998 : 66) adalah fenomena kemiskinan

sosial,ekonomi dan budaya yang dialami sebagai amat kecil penduduk kota

besar hingga menempatkan mereka pada lapisan sosial paling bawah

dimasyarakat kota. Walaupun mereka bekerja lebih keras, punya kegiatan

tertentu yang teratur dan pendapatan yang mendukung daya tahan mereka tetap

tinggal dikota, tetapi cara hidup, nilai dan norma kehidupan mereka dianggap

"menyimpang" dari nilai yang diterima masyarakat banyak.

Page 29: Document31

Umumnya golongan masyarakat kurang beruntung seringkali dianggap

pemalas, kotor, dan tidak dapat dipercaya, hal ini teryata tidak selalu benar.

Kenyataannya, mereka mempunyai pekerjaan yang relatif tetap, misalnya

mencari puntung rokok, barang bekas (pemulung), kuli kasar, kuli pelabuhan,

dan sebagainya; mereka bekerja cukup keras dan tidak malas.

Sadli (1988:125) mengatakan bahwasanya gelandangan pada

kenyataannya tidak mempunyai tempat tinggal yang pasti atau tetap;tidak

mempunyai penghasilan yang tetap;tidak mengetahui apa yang akan

dimakan untuk hari ini; tidak dapat merencanakan hari depan dirinya

ataupun anak-anaknya; tidak dapat memberikan bimbingan kepada anak-

anak yang mereka lahirkan bukan yang dibawah asuhannya, yakni

sesuatu yang dibutuhkan oleh seseorang anak sebagai makhluk yang

masih dalam usia perkembangan tertentu di dalam proses sosialisasinya.

Kedua pengertian tersebut mengandung maksud bahwa gelandangan

adalah orang yang tidak tentu tempat tinggalnya, pekerjaannya, dan arah tujuan

kegiatannya. Pengertian ini sebenarnya kurang menggambarkan kenyataan

yang ada karena kaum gelandangan sebenarnya relatif tetap dan tujuan

kegiatan yang jelas dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya salah satu

pengertian yang diberikan Muttalib dan Sudjarwo (1984:18), gelandangan

mengandung pengertian sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh

masyarakat, orang yaag disingkirkan dari kehidupan khayalak ramai, dan

merupakan cara hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan.

Menurut Sadli (1988: 131), mengemukkan bahwasannya lingkungan

keluarga yang ditandai oleh kondisi kemiskinan menghasilkan masalah anak

gelandangan. Proses sosialisasi yang berlangsung dalam lingkungan yang serba

"tidak" menyebabkan beberapa ciri khas pada anak-anak mereka.

Berbeda dengan (Rahardjo, 1988:143) "Gelandangan bukannya berasal

dari orang-orang atau keluarga gelandangan pada akhirnya bisa mengatasi

masalah mencari kerja". Mereka mencari kerja musiman, dan tidak mempunyai

Page 30: Document31

tempat tinggal dan tak berhasil mendapatkan pekerjaan yang tetap, atau mereka

kemudian membuat pemukiman- pemukiman liar di kota-kota besar. Sebagian

dari mereka kemudian memilih "Pekerjaan" dengan jalan meminta-minta,

mencari barang, bekas, mengais sampah, mencopet, menjadi tukang parkir liar,

bergabung dengan kelompok-kelompok yang berbuat kejahatan, menjadi

"Penjaga keamanan" informal dengan memungut "iuran" gelap untuk tidak

melakukan kejahatan, menjadi pelacur liar dan sebagainya.

2. Karakteristik gelandangan

Lingkungan keluarga yang ditandai oleh kondisi kemiskinan

menghasilkan masalah anak gelandangan. Laporan dari penampungan anak-

anak gelandangan di daerah RS. Fatmawati, Jakarta Selatan : ciri secara umum

akan anak gelandangan ditinjau dari segi psikologis adalah :

a. Anak-anak ini lekas tersinggung perasaannya.

b. Anak-anak ini lekas putus asa dan cepat mutung, kemudian nekad tanpa

dapat dipengaruhi secara mudah oleh orang lain yang ingin membantunya.

c. Tidak berbeda dengan anak-anak pada umumnya mereka menginginkan

kasih sayang.

d. Anak-anak ini biasanya tidak mau tatap muka, dalam arti bila mereka

diajak bicara, tidak mau melihat orang lain secara terbuka.

e. Sesuai dengan taraf perkembangannya yang masih kanak-kanak mereka

sangat labil.

f. Mereka memiliki suatu ketrampilan, namun ketrampilan ini tidak sesuai

bila diukur dengan ukuran normatif kita.

Menurut pengertian dari Biro Pusat Statistik (BPS) dalam sensus

penduduk tahun 1980, bahwa gelandangan hanya terbatas pada mereka yang

memiliki tempat tinggal di dalam kehidupan rumah tangga (RT) dan kawasan

pemukiman liar yang ada, seperti di emper-emper toko, pasar, stasiun kereta

api, terminal bis, dibawah jembatan, dan tempat lainnya. Sedangkan pengertian

Page 31: Document31

gelandangan menurut sensus penduduk tahun 1961 dan 1971, definisi

operasional dari gelandangan adalah mereka yang tidak memiliki tempat

tinggal "tetap" tidak termasuk dalam wilayah pencacahan atau blok sensus

yang ada (Sardjono,1984:60). Menurut tarafnya ada 3 macam kelompok

gelandangan yakni meliputi:

1) Gelandangan yang masih berhubungan dengan masyarakat normal.

Gelandangan ini masih berkelompok dengan gelandangan lainnya,

dan biasanya mereka menolak makanan yang ada di pembuangan sampah.

Mereka masih mengutamakan mandi, mencuci pakaian, tidur secara

berkelompok dan kelompoknya bersifat terbuka bagi gelandangan lain.

2) Gelandangan berkelompok dan mempunyai organisasi tertutup dan

tegar.

Mereka pada umumnya mengambil makanan dari tempat sampah,

tidak berhubungan dengan masyarakat normal, masih mengutamakan

mandi dan mencuci pakaian. Tetapi, mereka hanya akan tidur bersama

dengan sesama anggota organisasi mereka.

3) Gelandangan yang tidak mempunyai kelompok.

Biasanya mereka mengambil makanan dari tempat sampah, tidak mau

berkomunikasi dengan masyarakat normal. Mereka jarang mandi atau

mencuci pakaiannya, namun tidak selalu menyendiri dan tidak mempunyai

kelompok.

Menurut penelitian saraswati, dalam studi di kampung sawah Jakarta

dimana keadaan sosial ekonomi penduduknya mendekati dengan kategori

Page 32: Document31

penduduk gelandangan, menemukan beberapa finding yang cukup menarik,

yaitu:

a). Ada perasaan ketidak pastian hidup, walaupun tidak membawa

keputusasaan dan apatisme

b). Adanya rasa solidaritas dan kemampuan adaptasi yang tinggi diantara

mereka.

c). Berfungsi sub kultur kemiskinan atau sub kultur gelandangan yang berbeda

norma nilai dan perilakunya dengan yang berlaku di masyarakat luas.

d). Sikap menerima nasib dari kehidupan yang miskin.

e). Pengagungan mereka terhadap apa yang disebut kerja bebas atau kebebasan,

yaitu pekerjaan yang tidak di kendalikan oleh orang lain.

3. Mengapa menggelandang

Masa sekarang ini gejala gelandangan cenderung dipandang sebagai

gaya hidup yang negatif. Pada umumnya gejala ini dipandang sebagai gejala

sosial yang berlawanan dengan arah perkembangan kota, dimana kaum

gelandangan merupakan kelompok masyarakat yang tersingkirkan karena

kurang bisa melibatkan dan dalam proses perkembangan kota atau tidak

mempunyai kemampuan untuk bersaing dengan kelompok masyarakat lain

dilingkungan perkotaan (Y. Argo Twikromo: 8).

Berdasarkan catatan Muttalib dan Sudjarwo (1984) menggelandang dan

gelandangan justru dipandang sebagai sarana yang tepat untuk berjuang

melawan pemerintah kolonial Belanda. Namun makna positif gaya hidup

Page 33: Document31

menggelandang tersebut tidak bertahan lama. Hidup menggelandang dianggap

tidak cocok dengan norma-norma budaya masyarakat Indonesia. Dalam

konteks perkembangan kota akhir-akhir ini, kehidupan gelandangan di

konstruksikan sebagai kehidupan yang berlawanan dengan aspek-aspek

keamanan, ketertiban, kebersihan, kestabilan dan ketentraman suatu kota.

Blau (1992) menawarkan suatu interpretasi tentang gelandangan, yaitu

tidak dengan mempercayai beberapa mitos yang berhubungan dengan kondisi

gelandangan, seperti sakit mental, pemabuk dan kecanduan alkohol, dan malas,

tetapi lebih menekankan pada pilihan-pilihan yang mungkin menyebabkan

seseorang menjadi gelandangan. Pada awalnya, tidak tersedianya "ruang hidup"

bagi mereka didaerah perkotaan telah mengantarkan mereka pada suatu pilihan

hidup sebagai gelandangan. Dalam keterbatasan "ruang hidup" sebagai

gelandangan tersebut, mereka berjuang untuk sekedar dapat bertahan hidup di

daerah perkotaan dengan berbagai macam strategi, seperti menjadi pemulung,

pencopet, pencuri, pengemis, pekerja seksual, pengamen dan pengasong.

Perjuangan hidup sehari-hari mereka mengandung resiko yang cukup berat,

tidak hanya karena tekanan ekonomi, tetapi juga tekanan sosial-budaya dari

masyarakat, kerasnya kehidupan jalanan dan tekanan dari aparat ataupun

petugas ketertiban kota.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Poerwadarminta,

bergelandang adalah "berjalan kesana sini tidak tentu maksudnya". Sedang

orang gelandangan adalah "orang yang bergelandang (tidak tentu tempat

kediamannya dan pekerjaannya)". Orang gelandangan jadi yang meng-

Page 34: Document31

gelandang mungkin tidak tentu tempat kediamannya dan pekerjaannya, tetapi

"berjalan kesana sini tidak tentu maksudnya"(Umar Khayam, 1988:149).

Gelandangan yang memungut puntung rokok, pekerja "pocokan" jalan

atau bangunan, pelacur kelas paling bawah yang melacur disela-sela gerbong

kereta api atau pangkalan becak dan sebagainya, maksud dari itu semua ialah

mencari nafkah. Meskipun demikian mempunyai kediaman tetap (bahkan

konon ada yang tinggal dikediaman cukup mapan dan menyenangkan), toh

dapat dikatakan, bahwa mereka biasa dimasukkan kedalam kategori

"gelandangan"(Umar Khayam, 1988 :149-150).

Kondisi serba tidak tetap itu sendiri, baik dari sudut tempat kediaman,

pekerjaan, pendapatan maupun perjalanan, tidak atau belum menentukan

formal kategori gelandangan. Bahkan juga dengan sendirinya unsur kemiskinan

akan menentukan predikat gelandangan. Dari berbagai alasan tersebut diatas

mengapa seseorang menggelandang

Page 35: Document31

BAB III

METODE PENELITIAN

Bagian ini dipaparkan tentang: 1.Pendekatan penelitian, 2.Lokasi

penelitian,3. Fokus penelitian,4. Tahap-tahap penelitian,5. Sumber data,6.Teknik

pengumpulan data, 7. Kriteria keabsahan data, dan 8.Analisis data.

1. Pendekatan Penelitian

Supaya peneliti dapat mendiskripsikan secara jelas dan rinci serta

memperoleh data mendalam dari fokus penelitian maka penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif dengan alasan memiliki ciri-ciri tertentu

sebagaimana menurut Lincoln dan Guba (Lexy J.Moeleong, 1993: 4-8) yang

mengulas 10 ciri penelitian kualitatif yaitu:1. Dilakukan pada latar ilmiah, 2.

Manusia sebagai alat instrumen, 3. Metode kualitatif, 4. Analisis data secara

induktif,5. Arah penyusunan teori berasal dari dasar(ground theory),6. Bersifat

diskriptif, 7. Mementingkan proses dari pada hasil, 8. Ditetapkannya batas dasar

fokus, 9. Adanya kriteria khusus untuk ke absahan data, 10. Desain bersifat

sementara.

Penelitian diskriptif kualitatif memungkinkan pencarian fakta dengan

interpretasi yang tepat, memungkinkan mengkaji masalah-masalah normatif

sekaligus membuat perbandingan antar fenomena.

Page 36: Document31

2. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pekojan Johar, Kelurahan Jagalan

Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah, karena wilayahnya merupakan

salah satu daerah pemukiman kumuh di kota Semarang.

3. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah berupa upaya masyarakat pemukiman kumuh

yang didalamnya gelandangan, dalam meningkatkan pendidikan formal anak ,

dan bagaimana seorang gelandangan mendidik anaknya dalam hal proses

belajarnya.

a. Aspek Pendidikan, terdiri dari pendidikan formal dan pendidikan nonformal

1) Pendidikan formal terakhir yang dimiliki gelandangan

2) Tingkat pendidikan anaknya sekarang

3) Tujuan yang akan dicapai dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan anak

dari gelandangan

4) Pembiayaan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan sarana dan

prasarana dalam pendidikan

5) Proses pelaksanaan pemenuhan kebutuhan pendidikan

4. Tahap-tahap Penelitian

Penelitian ini meliputi tahap pralapangan, tahap pelaksanaan penelitian,

dan tahap akhir penelitian.

a. Tahap pra lapangan

Tahap ini peneliti melakukan kegiatan meliputi: 1. Konsultasi dengan

dosen pembimbing tentang tema penelitian, 2. Pemilihan lokasi (setting)

Page 37: Document31

penelitian terkait dengan tema penelitian, 3. Melakukan pra survey terlebih

dahulu ke daerah yang akan diteliti, 4. Pembuatan proposal dan instrumen

penelitian, 5. Menyiapkan instrumen penelitian dengan cara membuat

formula pertanyaan yang terkait dengan fokus penelitian, 6.Mengurus

perizinan penelitian ke dinas terkait, 7.Orientasi atau eksplorasi yang bersifat

menyeluruh (grand tour observation)

Langkah berikutnya, penulis melakukan kunjungan lapangan

pendahuluan untuk mengadakan observasi mengenai sasaran penelitian yang

bersifat umum. Kunjungan lapangan penelitian diawali dengan berkunjung ke

rumah tokoh masyarakat. Hal ini diharapkan dapat memperoleh gambaran

secara umum daerah penelitian, misalnya tentang kondisi wilayah, kebiasaan-

kebiasaan, dan karakteristik penduduk. Selanjutnya, penulis juga berusaha

untuk memperkenalkan diri dan berdiskusi tentang informasi yang terkait

dengan sasaran penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui dan

menentukan siapa yang akan dijadikan informan dan subyek penelitian.

Informan dipilih atas petunjuk tokoh masyarakat yang sudah mengetahui

karakteristik penduduk setempat.

b. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap ini penulis melakukan kunjungan lapangan kedua. Eksplorasi

pada tahap ini lebih dilakukan pada fokus penelitian yaitu upaya masyarakat

pemukiman kumuh dalam meningkatkan pemenuhan kebutuhan hidup. Selain

itu, penulis juga meneliti segala gejala masyarakat yang terkait dengan

penelitian, dan mencari informasi atau data yang dapat dijangkau pada saat

Page 38: Document31

pengamatan , yakni dengan cara wawancara atau berdiskusi dengan informan.

Penulis juga mencari data-data sekunder pada kantor kelurahan mengenai

kondisi daerah pemukiman kumuh dan kependudukan.

c. Tahap Akhir Penelitian

Tahap berikutnya setelah data terkumpul, data direduksi dan dianalisis

lebih intensif. Analisis data ini dilakukan secara terus menerus dengan

mengkaitkan masing-masing rincian atau detail konsep yang selanjutnya

dapat untuk mendiskripsikan suatu gejala yang ada.

Kegiatan Selanjutnya, berupa penyajian data. Kegiatan penyajian data

dapat dilakukan dengan mensintesis antara data yang berasal dari informan

(emik) dengan data penulis (etik). Penyajian data tersebut merupakan hasil

dari sintesis data yang berupa penyajian sementara yang menghasilkan suatu

simpulan.

Simpulan ini harus dicek kebenarannya. Cek data dilakukan secara

terus menerus dari awal hingga akhir penelitian dan membandingkan antara

informan yang satu dengan yang lain. Kemudian penulis baru menyusun

laporan sementara, setelah melalui evaluasi dengan jalan konsultasi dengan

dosen pembimbing, diteruskan dengan pembuatan laporan akhir penelitian

(finalisasi laporan penelitian).

5. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari kenyataan di lapangan melalui subyek penelitian.

Data subyek yang diperoleh dari subyek yang banyak mengetahui dan mempunyai

kemampuan lebih yang terkait dengan permasalahan yang menjadi tema penelitian.

Page 39: Document31

Pemilihan subyek tertentu, dengan sendirinya perlu dilakukan secara purposif. Dalam

proses pengumpulan data tentang suatu topik, bila variasi informasi tak muncul atau

tidak ditemukan lagi maka penulis tak perlu lagi melanjutkannya dengan mencari

informasi baru, artinya subyek bisa sangat sedikit (beberapa orang saja) tetapi bisa

juga banyak. Terdapat tiga tahap dilakukan dalam pemilihan subyek pada penelitian

ini yaitu:

a. Pemilihan subyek awal, supaya lebih produktif dapat peroleh informasi,

melalui wawancara atau observasi.

b. Pemilihan lanjutan guna memperluas informasi dan melacak segenap

informasi yang mungkin ada, yaitu dengan menggelinding kepada subyek-

subyek lanjutan sehingga segenap macam karakteristik elemen-elemen yang

diperlukan dapat diperoleh data atau informasinya.

c. Menghentikan pemilihan subyek lanjutan, sekiranya sudah tidak muncul lagi

informasi-informasi baru yang bervariasi dengan informasi-informasi yang

telah diperoleh sebelumnya.

Proses menyebarnya sampel ini memakai snow ball sampling, suatu proses

menyebarnya sampel yang seibarat bola salju, yang pada mulanya kecil, kemudian

semakin membesar dalam proses bergulir menggelindingnya (Faisal, 1990: 56-60)

Sasaran data penelitian ini yakni masyarakat pemukiman kumuh. Informan

dalam penelitian ini yaitu gelandangan tersebut serta lingkungannya antaranya dua

penjual yang ada didepan serta pojokan gang dimana penelitian ini berlangsung.

Page 40: Document31

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:1. Teknik pangamatan langsung,2. Teknik wawancara 3.

Dokumentasi (Lexy J. Moleong, 1998; 100).

Pada kegiatan ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Teknik pengamatan langsung

Teknik pengamatan langsung (structured observation), observasi yakni

pengamatan yang disertai dengan kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah

diatur kategorisasinya terlebih dahulu, dan ciri-ciri khusus dari tiap-tiap faktor

dalam kategori-kategori itu.

Materi observasi, isi dan luas situasi yang akan diobservasi umumnya

lebih terbatas. Sebagai alat untuk penyelidikan deskriptif, dan berlandaskan pada

perumusan-perumusan yang lebih khusus. Wilayah dan scope observasinya

dibatasi dengan tegas sesuai dengan tujuan penelitian, cara-cara pencatatan pada

observasi ini memberikan jawaban-jawaban, responses, atau reactions yang dapat

dicatat secara teliti.

b. Teknik Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk menjaring informasi mengenai

persoalan yang dihadapi dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data mengenai upaya masyarakat yang

meliputi aspek pendapatan, pendidikan, dan kesehatan.

Teknik wawancara ini diharapkan kejadian yang lalu dapat direkontruksi

(tatanan kota). Pertanyaan dalam wawancara ini diajukan kepada masyarakat

Page 41: Document31

dengan memperhatikan pertanyaan apa, kapan, dimana, siapa, bagaimana, dan

mengapa. Pokok-pokok materi yang ditanyakan disusun sebelumnya, kemudian

dikembangkan di lapangan disesuaikan dengan kondisi riil yang berkembang di

masyarakat. Setiap selesai melakukan wawancara kemudian dicatat dalam

catatan lapangan. Teknik ini tidak digunakan secara terangan-terangan. Hal ini

untuk menghindari kekawatiran bahkan kekuatan dari informan yang selanjutnya

berpengaruh pada kualitas dari hasil jawaban.

Alat pengumpul data ini dapat dilakukan dengan cek antara informan satu

dengan yang lain. Data melalui wawancara ini dilakukan secara terus menerus

karena untuk membandingkan antara informan yang satu dengan informan yang

lain.

c. Teknik Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi, memahami dan

memecahkan masalah tentang data yang diperlukan yang sudah tersedia di

instansi terkait. Data yang diperoleh dengan teknik ini berupa data skunder yang

berhubungan dengan data wilayah dan data penduduk sesuai monografi yang ada.

7. Kriteria dan Teknik Keabsahan data

Guna menetapkan keabsahan (trust worthiness) data diperlukan teknik

pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas triangulasi.

Denzin (1978) membedakan empat macam yaitu teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan sumber, metode, penyidik, dan teori.

Triangulasi berarti membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda

Page 42: Document31

dalam metode kualitatif (Patton, 1987: 331). Hal ini dapat dicapai dengan jalan

membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, apa yang

dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan pribadi.

Triangulasi dengan metode menurut Patton (1987: 331), terdapat dua

strategi, yaitu: pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitiaan

beberapa teknik pengumpulan data, dan pengecekan derajat kepercayaan

beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (1987: 307),

berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat

kepercayaannya dengan satu alat lebih teori. Dipihak lain, Patton (1987: 327)

berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu

dinamakannya penjelasan banding (rival explanation).

Penelitian ini menggunakan triangulasi teori dan triangulasi sumber, untuk

mengetahui upaya masyarakat pemukiman kumuh dalam meningkatkan

pemenuhan kebutuhan hidup di perkampungan melarat Jl Pekojan Johar,

Kelurahan Jagalan, Kecamatan Semarang Tengah , Jawa Tengah.

8. Teknik Analisis Data

Tindakan analisis data dilakukan secara terus menerus dari awal hingga akhir.

Berdasarkan fenomena yang terjadi, di daerah tersebut data dapat diperoleh dari dua

sumber yakni data dari subyek (emik) dan data hasil pengamatan penulis (etik). Data

atau informasi yang diperoleh dari masing-masing sumber disusun berdasarkan

golongan, tema, pola, dan sekaligus diberi makna. Selanjutnya diadakan interpretasi

Page 43: Document31

yakni dengan menjelaskan gejala-gejala yang ada mencari keterkaitan antara gejala-

gejala tersebut yang telah ditemukan di lapangan.

Fenomena masyarakat pemukiman kumuh, diusahakan bisa dicari melalui

informan yang dianggap tahu dan dijadikan sebagai data informan, penulis mencari

data sendiri dengan cara melakukan pengamatan langsung. Informasi dari subyek dan

data hasil penulis telah terkumpul. Setelah itu dicek dan recek antara data dari

subyek dan data pengamatan untuk dicari sintesisnya atau benang merahnya. Dari

hasil sintesis tersebut, kemudian dijadikan tulisan sementara. Hal ini, karena

terutama bila suatu saat terjadi penambahan atau perubahan, dan kedua karena

adanya penambahan-penambahan, setelah merasa cukup tidak terdapat perubahan-

perubahan dan penambahan maka dijadikanlah tulisan akhir.

Model analisis data akan disajikan dalam bagan seperti dibawah ini

Teknik Analisis Data

Pengumpulan

data

Reduksi

data

Kesimpulan

Penggambaran/verifiksi

Penyajian

data

Page 44: Document31

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Gelandangan di Kota Semarang.

Kota Semarang sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah tidak jauh berbeda

dengan kota-kota lain di Indonesia, yang tidak bisa menyangkal kenyataan atas

keberadaan golongan masyarakat yang sering disebut dengan istilah kaum

gelandangan. Walaupun secara fisik keberadaan mereka di lingkungan perkotaan,

akan tetapi kehadiran mereka belum secara untuh dapat diterima sebagai bagian

dari lingkungan sosial budaya kota Semarang. Gelandangan sebagai salah satu

kehidupan yang berbeda dengan kehidupan kota yang “resmi”, cenderung

ditempatkan dalam posisi yang kurang diuntungkan, bahkan dipandang sebagai

suatu kehidupan yang bercitra negatif

Upaya-upaya untuk memecahkan permasalahan gelandangan juga sudah

banyak dilakukan, baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun swasta

seperti Dinas Sosial Propinsi sebagai aparat Gubernur, Dinas Sosial Pemerintah

kota sebagai aparat Walikota, kantor wilayah Departemen Sosial Republik

Indonesia sebagai aparat menteri sosial dan lembaga swadaya masyarakat, Dinas

Sosial juga mempunyai data jumlah para gelandangan serta para pemulung yang

ada di wilayah Semarang. Pada tahun 2004 jumlah keseluruhan kurang lebihnya

ada 1.041 orang, data tersebut sewaktu-waktu dapat berubah, dibawah ini dapat

kita lihat perincian data yang diperoleh dari Dinas Sosial antara lain :

Page 45: Document31

No Kecamatan Jumlah

1 Mijen 30

2 Gunungpati 10

3 Smg Selatan 105

4 Banyumanik 51

5 Gajahmungkur 12

6 Genuk 41

7 Pedurungan 27

8 Gayamsari 57

9 Smg Timur 95

10 Candisari 30

11 Tembalang 15

12 Smg Utara 81

13 Smg Tengah 263

14 Smg Barat 67

15 Tugu 30

16 Ngaliyan 27

Jumlah 1.041

Tabel 1. Data Umum Gelandangan di Kota Semarang.

Ada beberapa upaya pemecahan masalah gelandangan yang dilakukan oleh

lembaga-lembaga diatas relatif sama yaitu upaya secara persuasive, represif,

kuratif dan preventif. Preventif merupakan upaya yang dilaksanakan secara

terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan pendidikan,

pemberian bantuan, pengawasaan, pembinaan lanjut, serta latihan ketrampilan.

Upaya represif dilakukan untuk mengurangi atau mencegah adanya gelandangan

yaitu dengan cara razia, penampungan dan pelimpahan: sedangkan upaya kuratif

Page 46: Document31

dilakukan mulai dari motivasi, bimbingan, latihan keterampilan sampai dengan

pembinaan lanjut kepada gelandangan agar dapat hidup mandiri dalam

masyarakat.

Kita lihat secara teoritis maupun pada tatanan praktek upaya yang

dilakukan oleh instansi pemerintah ataupun swasta sangat maksimal, sehingga

tidak ada salahnya bila pemerintah kota Semarang / Propinsi mengklaim telah

mengentaskan banyak gelandangan melalui program-program pengentasan yang

ada. Namun demikian tidak sedikit gelandangan yang telah ikut program itu

kemudian kembali lagi menggelandang, hal itu diakibatkan program-program

yang dilakukan atau ditawarkan kurang menyentuh kebutuhan mereka..

Kenyataan di atas tidak lepas dari persepsi yang kurang sesuai tentang

gelandangan, yang mana gelandangan mempunyai arti orang yang tidak tentu

tempat tinggalnya, pekerjaannya, dan arah tujuan kegiatannya. Persepsi tersebut

sebenarnya kurang sesuai atau kurang menggambarkan kenyataan yang ada

karena kaum gelandangan sebenarnya mempunyai pekerjaan yang relatif tetap

dan tujuan kegiatannya yang jelas dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pernyataan yang diatas sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Muttalib

dan Sujarwo dalam Argo Twikromo (1996:6), gelandangan diartikan sekelompok

orang miskin atau dimiskinkan oleh masyarakat, orang yang disingkirkan dari

kehidupan khalayak ramai, dan merupakan cara hidup agar mampu bertahan

dalam kemiskinan dan keterasingan. Konsep tersebut juga sesuai dengan obyek

penelitian yang peneliti gunakan sebagai informan, yang mana peneliti

melakukan penelitian di daerah pekojan kanjengan/pinggiran kali/sungai

Page 47: Document31

pekojan-jagalan kota Semarang. Semua informan memiliki pekerjaan yang relatif

tetap yaitu sebagai pemulung dan mereka juga memiliki tujuan hidup yang jelas.

Walaupun demikian peneliti tidak bisa memungkiri bahwa banyak juga

gelandangan kota Semarang yang berprofesi sebagai pencuri, penjambret,

pengemis, pekerja seksual, pengamen, penyemir dan sebagainya.

B. Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Letak dan Luas Kelurahan Jagalan

Kelurahan Jagalan termasuk wilayah Kecamatan Semarang Tengah,

Kota Semarang, Propinsi Jawa Tengah, menurut letak adminitratif kelurahan

Jagalan memiliki batas-batas sebagai berikut sebelah utara berbatasan dengan

kelurahan Purwodinatan, sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan

Karangkidul, sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Gabahan, sebelah

timur bersebelahan dengan Kecamatan Semarang Timur. Jarak kelurahan

Jagalan dengan pusat pemerintahan cukup dekat, jarak dari pusat

Pemerintahan Kecamatan 1 Km (satu kilometer), kelurahan Jagalan dengan

jarak dari pusat Pemerintahan Kota Administratif belum diketahui itu diambil

dari data yang ada dikelurahan Jagalan, jarak dengan Pusat Pemerintahan

Kota Semarang 2 Km (dua Kilometer), jarak dengan Ibukota Propinsi Dati I 3

Km (tiga Kilometer), jarak dengan Ibukota Negara 500 Km (lima ratus

Kilometer). Sedangkan kondisi Geografis kelurahan Jagalan yaitu ketinggian

tanah dari permukaan laut sekitar 2 M, banyaknya curah hujan 500Mm/Thn,

Topografi pada kelurahan ini dataran rendah, suhu udara rata-rata 22-32 C.

Page 48: Document31

2. Sejarah Terjadinya Pemukiman Gelandangan.

Berbicara mengenai latar belakang sebuah wilayah, kita tidak bisa

menafsirkan faktor sejarahnya. Begitu juga dengan kelurahan Jagalan yang

merupakan salah satu dari berbagai pemukiman kumuh yang ada di kota

Semarang ini.

Berdasarkan hasil penelitian ini yang didukung dengan informan yang

dapat dipercayai kevalitannya yaitu seseorang yang pertama kali membuat

pemukiman kumuh yang letaknya dari ujung pertokoan pekojan, dulunya

daerah tersebut berupa ilalang-ilalang liar dan belum diaspal seperti ini,

seseorang tersebut menebangi rumput-rumput liar tersebut dan dijadikannya

tempat tinggal sementara namun pada kenyataannya sampai sekarang malah

dengan bertambah para pendatangnya yang mempergunakan tempat tersebut

untuk tempat tinggal yang terbuat dari kardus dan plastik kalaupun ada

papan-papan.

3. Kependudukan

Jumlah penduduk kelurahan Jagalan pada bulan juni akhir berjumlah

15.285 orang, dan ada 1.653 orang kepala keluarga, namun jumlah tersebut

dipisah-pisah menurut jenis kelamin, laki-laki: 3.696 orang, perempuan :

3.120 orang, kewarganegaraan WNI ada 6.714 orang, serta WNA ada 102

orang.

4. Tingkat Pendidikan

Keadaan pendidikan masyarakat kelurahan Jagalan dibagi menjadi

dua bagian, bagian pertama yaitu lulusan pendidikan umum : Perguruan

Page 49: Document31

Tinggi atau Akademi ada 618 orang; SLTA ada 986 orang; SLTP ada 1.366

orang; SD ada 1.008 orang; belum/ tidak tamat SD 1.023 orang; Belum

sekolah ada 955 orang, bagian yang kedua yaitu SFMA dan SFMP menurut

data dari kelurahan Jagalan belum ada datanya.

5. Jumlah Pendudukan Menurut Agama

Kelurahan Jagalan ada berbagai macam jenis agama yang dianut oleh

masyarakat setempat antara lainnya : agama Islam ada 2.318 orang, agama

Kristen ada 1.325 orang, agama Khatolik ada 1.282 orrang, agama Hindu ada

715 orang, agama Budha ada 1.152 orang. Itu keseluruhan agama yang ada di

kelurahan Jagalan, dapat dilihat bahwa mayoritas agama masyarakat tersebut

ialah agama Islam walaupun daerah tersebut daerah Pecinan.

6. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Penduduk kelurahan Jagalan bermata pencaharian antara lain :

Wiraswasta ada 317 orang, sedang karyawan ada 2.625 orang, pertukangan

ada 85 orang, sebagai jasa ada 10 orang, pengusaha ada 4 orang, TNI/ POLRI

ada 5 orang, pedagang ada 142 orang, industri atau buruh ada 464 orang, dan

yang bekerja lain-lain ada 102 orang.

C. Kasus Pendidikan Keluarga Gelandangan

Temuan Informan Di Lapangan

1. Informan kesatu

Am (43 tahun) adalah inisial kepala keluarga I, Am lahir di

Cerobonan kampung Melayu dan sekarang tinggal di pinggiran sungai

Page 50: Document31

dipekojan sekitar daerah johar selama 10 tahun. Pendidikan Am Sekolah

Dasar tidak tamat, kelas 4 (empat) keluar dikarenakan terbentur biaya orang

tua yang tidak mampu untuk menyekolahkan. Dan pak Am ini sudah

berkeluarga dengan ibu Sy (35 tahun), Am dikarunia 2 orang anak. Sehari-

hari Am bekerja sebagai pemulung, dari hasil kerja Am mampu

mengumpulkan uang Rp 20.000, namun itu juga belum pasti.

Perhatian pak Am terhadap pendidikan anak pada zaman sekarang ini

juga tidak kalah pentingnya dengan orang tua pada umumnya walaupun pak

Am ini seorang pemulung yang seharusnya tidak menghiraukan akan

pendidikan, namun pada kenyataannya pak Am sangat memperhatikan akan

pendidikan anaknya. Perhatian tersebut dengan menitipkan anaknya tersebut

dengan neneknya. Pak Am berharap bahwa neneknya tersebut lebih mampu

untuk membimbing dan mengawasi anaknya tersebut, pada waktu pak Am

dan ibu Sy mencari nafkah untuk biaya hidup dan biaya sekolah anaknya,

namun pak Am juga mempunyai alas an mengapa anaknya tidak bersama pak

Am pada sekarang ini yaitu dikarena kondisi lingkungan yang begitu ramai

dan tidak selayaknya seorang anak tinggal ditempat seperti itu. Sebetulnya

rumah neneknya tersebut tidak jauh dengan lingkungan dimana pak Am

tinggal sekarang ini jadi pak Am dapat sering pulang kerumah sehingga ia

bisa memberikan nasehat-nasehat untuk memberikan motivasi atau memberi

semangat agar anak belajar dengan rajin baik dirumah maupun di sekolah.

Untuk memotivasi ditunjukkan Am dengan cara bila anaknya mendapat

rangking ia akan memberikan hadiah, Am berkata :

Page 51: Document31

Gambar 1. Wawancara dengan responden I

“ Ya, kita sebagai orang tua, kita…..ya nak kamu belajar bagus dapat

rangking saya belikan…..belikan apa pak? Sepeda, kalau nggak naik……ya

tidak saya belikan apa-apa. Sebagai orang tua semboyan orang tua “anak

pinter dapat rangking”, pinter pasti orang tua punya cita-cita. Nak kamu

sekolah yang pinter dapat rangking nanti saya belikan……apa pak? Ya

sepeda.

Sebagaimana lazimnya anak pak Am juga memberi kesempatan

kepada anak untuk bermain, berkumpul bersama teman-temannya sekolah

dan lingkungan sekitarnya bila anak tersebut ikut sama pak Am dan ibu Sy,

karena memang kadang-kadang anaknya juga pingin ikut dengan orang

tuanya ya pak Am menjemput atau om-nya yang mengantarkan kerumah pak

Am. Pak Am berpandangan lingkungan gelandangan juga ikut berpengaruh

terhadap perkembangan si anak namun juga pak Am juga tidak menutup

kemungkinan untuk memperbolehkan anaknya untuk bermain dengan teman-

temannya yang ada dilingkungan rumah pak Am, karena pak Am mempunyai

pendapat bahwa tergantung bagaimana cara mendidik anak dan juga

Page 52: Document31

tergantung bagaimana cara bergaul anak. Dalam hal membiayai sekolah pak

Am tidak begitu mendapat masalah karena anak mendapatkan bea siswa dari

pihak sekolahan.

Perjuangan sehari-hari pak Am untuk mencari biaya hidup dan biaya

untuk sekolah anaknya memanglah sangat berat, kerjanya itu dimulai dari

rumah mulai jam 8 pagi. Untuk menghemat waktu, tenaga, belum lagi harus

bersaing dengan teman-temannya yang seprofesi untuk mendapatkan tempat

yang enak dan hasil yang banyak ia harus pulang sore kadang-kadang pak

Am juga harus pulang malam. Pak Am menjelaskan bahwa :

“Nggeh persaingan, wong jenenge pumulung istilahe adu nasib, nek nasibe

sae nggeh angsale buangan nopo nggeh…nggeh sanget langsung wangsul,

nek mboten angsal nggeh mubeng mawon, nek pun sepen nggeh wangsul

mbak…”

Setiap hari pak Am harus membanting tulang dibawah terik matahari,

kehujanan, mencari barang yang masih laku dijual untuk mempertahankan

hidup dan keluarganya, dan semboyan Am adalah “waktu adalah uang”.

Hubungan dengan aparat desa dan masyarakat sekitar hampir tidak

ada masalah dan tidak dipermasalahkan, karena ia tidak pernah membuat

onar dan membuat cemar, Am menjelaskan bahwa :

“ Nggeh gampangane mboten dipermasalahkan, istilahnya kita

menempati tidak membuat onar, kita tidak memberi cemar”. Ia juga tidak

pernah dipungut biaya selama tinggal disitu, justru pihak kelurahan dan

masyarakat setempat mendukung (itu anggapan pak Am).

2. Informan ke dua

Sy (35 tahun) adalah istrinya pak Am yang lahir di Demak.

Pendidikan ibu Sy ialah sama dengan suaminya yaitu tidak tamat Sekolah

Page 53: Document31

Dasar (kelas lima keluar). Selain sebagai ibu rumah tangga Sy juga

membantu suami mencari nafkah yaitu bekerja dengan pak Bandi (bosnya

pemulung), pak Bandi ialah seseorang yang menampung barang-barang yang

dipungut dengan para pemulung dilingkungan sekitar.

Pandangan ibu Sy terhadap anak bahwa anak tidak mempunyai nilai

ekonomi atau untuk dijual / dimanfaatkan tenaganya, karena anak masih kecil

biarkan dia menikmati masa anak-anaknya dan sekolah. Anak akan ikut apa

kata orang tua, orang tua menyuruh mengerjakan sesuatu anak akan

mengerjakan, akan tetapi kalau orang tua tidak menyuruh anak akan diam

saja.

Menurut Sy tanggapan masyarakat sekitar terhadap keberdaan

gelandangan ada yang sinis dan ada yang tidak mau tahu tentang keberadaan

mereka. Ada juga yang masyarakat sekitar merangkul atau bergaul dengan

komunitas gelandangan. Kebersamaan dan kekompakan ditentukan

gelandangan pada saat perayaan 17 Agustus. Walaupun dengan alakadarnya

dan dengan iuran setiap keluarga Rp 500,00 kemudian dibelikan kerupuk,

pulpen mereka juga ikut merasakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia.

3. Informan ke tiga

Hr (35 tahun) adalah inisial kepala keluarga II, lahir di Klaten dan

juga ikut tinggal di pemukiman pak Am, sama juga dengan pak Am, pak Hr

ini sudah 10 tahun bertempat tinggal di daerah tersebut. Pendidikan sekolah

dasar tidak tamat, juga disebabkan karena ketidak mampu orang tua untuk

membiayai sekolah. Pak Hr statusnya sudah mempunyai istri dari perkawinan

Page 54: Document31

tersebut dikaruniai satu orang anak laki-laki. Pekerjaan pak Hr sebagai

pemulung, rata-rata upah tiap hari yang diterima ialah Rp. 20.000.

Perhatian besar terhadap pendidikan diberikan orang tua pada anak

sebagai generasi penerus keluarga terbukti dengan tamatnya anak satu-

satunya pada Sekolah Tingkat Menengah. Pak Hr menitipkan anaknya di desa

dengan neneknya, pak Hr menitipkan anaknya di desa supaya tidak

terpengaruh dengan pergaulan bebas kota, supaya jadi anak baik dan soleh,

pak Hr menjelaskan bahwa :

“ ya mungkin, anak saya sekolah dides agar tidak sama disini pergaulannya

itu bebas dikota, jadi anak yang baik dan soleh.”

Pengawasan juga dilakukan, setiap 2 (dua) minggu sekali ia pulang

bergantian dengan istrinya. Dalam membiayai anaknya Hr bergotong royong

dengan istrinya, karena istrinya juga ikut mencari nafkah, pak Hr juga

menjelaskan :

Gambar 2. Wawancara dengan responden II

Page 55: Document31

”ya itukan demi masa depan anak, susah apapun akan saya usahakan agar

kelak masa depan anak saya biar seperti orang-orang lain, itu tekat saya”.

Mewujudkan keinginannya, setiap hari ia bekerja sebagai pemulung

sama halnya dengan pak Am namun pak Hr berangkat jam 3 sore dan

pulangnya sekitar jam 9 atau 10 malam itu kalau badan masih kuat.

Menurut Hr pandangan masyarakat sekitar terhadap keberadaan

gelandangan tidak dipermasalahkan. Keberadaan mereka disana atas

sepengetahuan pihak kelurahan walaupun tidak resmi. Mereka juga tidak

pernah dipungut biaya.

4. Informan ke empat

R (33 tahun) adalah inisial istri pak Hr, yang lahir di kabupaten

Klaten. Pendidikan R sekolah dasar tidak tamat, selain sebagai ibu rumah

tangga juga membantu Hr bekerja sebagai buruh rumah tangga.

Dukungan terhadap pendidikan anak ditunjukkan dengan menitipkan

anak kepada neneknya yang ada di desa Klaten, anaknya dititipkan semenjak

masih sekolah dasar kelas 4 (empat) sampai sekarang sudah lulus Sekolah

Tingkat Menengah, agar tidak terpengaruh dengan lingkungan gelandangan.

Pandangan R terhadap anak, merasa kasihan dan tidak enak apabila ada anak

yang dipekerjakan oleh orang tuaya untuk mencari uang. R berpendapat

bahwa pekerjaan mencari uang ialah kewajiban orang tua sedang anak

tugasnya sekolah dan bermain. R menjelaskan :

“yo, ojo mbak men wong tuwone wae seng kerjo rekoso ora popo, seng

penting anak’e sekolah wae”. ( ya jangan mbak biar orang tuanya saja yang

bekeja berat tidak apa-apa, yang penting anak sekolah saja)

Page 56: Document31

5. Informan ke lima

Ah (18 tahun) adalah inisial seorang remaja laki-laki putra keluarga II.

Pendidikan STM, sekarang sudah lulus dari STM ia anak satu-satunya

keluarga Hr. Dukungan penuh dari kedua orang tua terhadap pendidikannya

sehingga membuat Ah belajar giat dan penuh semangat. Selama belajar di

Klaten, selain mendapat bimbingan dan arahan dari orang tua, Ah juga

mendapat bimbingan, pengawasan dan pengarahan dari pak dhenya, mbak

ponakannya, serta neneknya. Kebebasan yang diberikan anak untuk bermain

dan bergaul dengan teman-temannya, Ah menjelaskan :

Gambar 3. Wawancara dengan anak responden II

“ kadang ada, ada waktu untuk bermain dan ada waktu untuk belajar”.

Menurut pandangan Ah hidup di Semarang lebih enak karena ramai

kalau didesa sepi, selain itu di Semarang ada orang tua yang langsung

membimbing dan mengawasi.

Selama sekolah di STM Negeri Klaten, ia juga pernah mendapat

rangking, meskipun tidak dapat bea siswa dari sekolahan. Keinginan untuk

Page 57: Document31

maju, berkembang dan mewujudkan cita-cita kedua orang tua merupakan

motivasi tersendiri bagi dirinya.

6. Informan ke enam

Jt (37 tahun) adalah inisial kepala keluarga ke III, yang lahir di

Mojokerto jawa timur. Jt tinggal di pinggiran sungai daerah Pekojan

kelurahan Jagalan, sudah 3 tahun ia bertempat tinggal disitu, sebelumnya

tinggal di barutikung dan mrican. Pendidikan pak Jt adalah Sekolah Dasar itu

juga tidak tamat. Pekerjaan tiap harinya ialah sebagai pemulung dan rata-rata

penghasilannya Rp. 20.000. Dan pak Jt sudah berkeluarga dan mempunyai 2

(dua) orang anak, anak yang pertama dititipkan di desa dan anak yang kedua

ikut pak Jt dan ibu Jm.

Dukungan terhadap pendidikan anak ditunjukkan dengan adanya

pemahaman tehadap pentingnya pendidikan, sehingga sebagai orang tua ia

rela berkorban apa saja demi anaknya. Nasehat-nasehat juga diberikan untuk

memotivasi belajar anaknya. Menurut pandangan Jt tentang adanya orang tua

yang memperkerjakan anaknya untuk mencari uang tidak setuju, karena anak

masih kecil, harus sekolah dulu dan belajar dulu. Walaupun anak yang

pertama ikut neneknya di desa, namun semua biaya sekolah ditanggung orang

tua. Beruntunglah kedua anaknya mendapatkan bea siswa sehingga sedikit-

sedikit meringankan pak Jt dalam hal pemenuhan biaya sekolah anak.

Keberadaan gelandangan dipinggir sungai pekojan tidak

dipermasalahkan pihak kelurahan dan masyarakat setempat, hal itu

ditunjukkan situasi daerah pekojan selama ini aman-aman saja dan tidak

Page 58: Document31

pernah ada warga ataupun aparat desa yang melakukan penggusuran terhadap

mereka.

7. Informan ke tujuh

Jm (39 tahun) adalah inisial istri Jt, yang lahir di Semarang,

penddikannya terakhir kelas 5 (lima) Sekolah Dasar tidak tamat. Aktivitas

sehari-hari Jm sebagai ibu rumah tangga. Dengan keseharianya berada di

rumah Jm selalu mengawasi, membimbing dan memotivasi anak untuk giat

belajar sebagai wujud dukungan orang tua terhadap pendidikan anak-

anaknya. Jm mengatakan :

“ya gini mbak, kenekan akeh bocah cilik, nek mbengi yo tak kon sinau rak

ketang sedelok, bar kuwi yo dolan mbak, karang bocah cilik”.

( ya gini mbak, disinikan banyak anak kecil, kalau malam saya suruh belajar

walaupun itu hanya sebentar setelah itu bermain lagi mbak, karena anak

kecil).

Jm memandang anak itu tugasnya belajar, sekolah maka ia tidak

setuju kalau anak kecil harus bekerja mencari nafkah untuk membantu orang

tua.

8. Informan ke delapan

Dw (8 tahun) adalah inisial dari anak laki-laki keluarga ke III,

sekarang masih sekolah dasar duduk di bangku kelas 2 (dua), ia anak nomor 2

dari keluarga Jt. Dukungan penuh dari orang tua pada pendidikannya

membuat semangat tersendiri bagi Dw. Ia tidak pernah tinggal kelas

sekalipun meskipun tidak mendapat rangking. Selama belajar ia tidak pernah

mengalami kesulitan belajar karena ibunya terus membimbing dalam belajar.

Teman bermain Dw adalah anak-anak sekolah semua tidak ada yang bekerja

Page 59: Document31

untuk membantu orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan mereka.

9. Informan ke sembilan

Sr (50 tahun) adalah inisial dari kepala keluarga IV yang lahir di

Gubuk Purwodadi, agama Islam. Sr juga tinggal di pemukiman daerah

pekojan pinggiran sungai yang ikut kelurahan Jagalan, pak Sr sudah 24 tahun

bertempat tinggal di daerah tersebut. Pekerjaan sehari-hari sebagai tukang

becak yang penghasilan tiap harinya rata-rata Rp. 20.000 sampai Rp. 30.000,

dulunya pak Sr juga berkerja seperti pak Am dan pak Hr sebagai pemulung

namun dengan menabung dan adanya sedikit uang jadi dibelikannya becak.

Perhatian dan harapan besar pada anak mendorong orang tua untuk

mendidik anak dengan sebaik-baiknya, hal itu ditunjukkan oleh Sr yang tidak

ingin anak-anaknya yang masih kecil sudah bekerja seperti halnya jual koran,

ngamen dan minta-minta di Traffigh Light. Sr menjelaskan :

Gambar 4. Wawancara dengan responden IV

Page 60: Document31

“tidak, semua usahanya orang tua, semua usaha saya sendiri. Masih kecil

kok mbak, kan kasihan lagian mau kerja apa? Ya kan memandang

bocah”.Bocahkan belum berpengalaman lagian saya tidak mempunyai

pikiran seperti itu. Saya cuma berfikir moga-moga anak saya bisa sekolah

dan bisa tutuk nek (selesai) sekolah dan saya, masalah gawean iku difikir

mengko”.

Lingkungan gelandangan Sr tidak terlalu memikirkan pengaruhnya

terhadap perkembangan anak. Meskipun di desa ia punya saudara, Sr tidak

mau anak-anaknya dititipkan pada saudaranya di desa yang lebih mampu

membimbing anak-anaknya. Gelandangan pun ingin berubah hal itu

ditunjukkan oleh Sr yang semula juga bekerja sebagai pemulung sama

dengan teman-temannya. Karena kegigihan, keuletan dan keprihatinan Sr

dalam bekerja, dia bisa mengumpulkan uang untuk membeli becak.

Sungai dan jalan pekojan dilebarkan Sr sudah menetap di sana, selama

itu pula belum ada masalah dengan pihak kelurahan maupun masyarakat

sekitar tentang keberadaan gelandangan. Pihak kelurahan juga tahu

keberadaan mereka dan tidak pernah memungut biaya untuk tinggal.

10. Informan ke sepuluh

Sa (28 tahun) adalah inisial dari istri pak Sr yang lahir di Gubuk

Purwodadi, pekerjan sehari-harinya sebagai ibu rumah tangga dikarenakan

kurang lengkapnya anggota tubuh ibu Sa, dengan kondisi seperti inilah yang

menyebabkan ibu Sa malu untuk keluar-keluar rumah. Dukungan terhadap

pendidikan anak ditunjukkan dengan adanya pemahaman orang tua terhadap

pendidik. Sebagai orang tua Sa selalu menasehati agar anak merasa

diperhatikan sehingga termotivasi untuk belajar dengan rajin. Ia juga tidak

Page 61: Document31

mempunyai keinginan untuk mempekerjakan anak untuk mencari uang

dijalan. Lingkungan gelandangan di pekojan menurut Sa tidak ada pengaruh

terhadap pendidikan anak, karena lingkungan gelandangan dengan

lingkungan di luar sama saja. Tidak ada pengaruh terhadap pendidikan anak,

karena lingkungan gelandangan dengan lingkungan di luar sama saja

11. Informasi ke sebelas

Gambar 5. Wawancara dengan anak dari responden IV

Md (7 tahun) adalah inisial dari anak pertama dari SR yang lahir di

Semarang, agama Islam, pendidikan sekolah dasar sekarang duduk di kelas 1

(satu). Perhatian besar yang diberikan pada pendidikannya menjadi motivasi

tersendiri bagi Md untuk belajar dengan giat baik disekolah maupun dirumah.

Kegigihannya sudah membuahkan hasil ketika pada penerimaan rapot ia

mendapat rangking walaupun kadang juga ada kesulitan dalam belajar dan

diantara teman-teman Md tidak ada yang dipekerjakan oleh orang tuanya

untuk membantu mencari nafkah. Setelah besar nanti Md bercita-cita ingin

menjadi guru.

Page 62: Document31

C. Pembahasan.

1. Pandangan Tentang Anak.

Hasil penelitian di lapangan adalah gelandangan memandangan anak

adalah sesuatu yang sangat berharga karena anak merupakan :

a. Anak merupakan generasi penerus keluarga

Guna mencegah atau paling tidak meminimalisir gangguan yang

dapat timbul pada perkembangan anak, merupakan tanggung jawab kita

semua sebagai orang tua dan orang dewasa. Merekalah nantinya yang

menjadi penerus generasi keluarga, agar kelak keluarga tersebut dapat lebih

maju serta dapat mewujudkan cita-cita mereka. Serta yang menjadi penentu

keberhasilan pendidikan anak adalah para orang tua atau orang dewasa lain

yang berkewajiban dan bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak.

Diharapkan orang tua mempunyai niat keras untuk melihat anak-

anaknya maju dalam hidup mereka. Hal tersebut menjadi motivasi kuat

untuk mendidik dan membina anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya.

Adalah hal yang wajar jika orang tua mengharapkan anak-anak mereka

maju. Bahkan orang tua yang baik ingin melihat anak-anaknya lebih maju

dari pada dirinya sendiri. Karena ingin melihat anak-anaknya, maka orang

tua harus mempunyai perhatian yang lebih besar kepada anak-anaknya.

Perhatian tersebut dengan membekali anak dengan kecerdasan,

ketrampilan, dan kemauan, semangat yang dilandasi iman dan taqwa,

karena membina anak tidak cukup hanya memberi mereka makan yang

cukup, pakaian yang pantas, tempat berteduh yang memadahi, selain itu

Page 63: Document31

semua yang ada diatas maka satu hal yang jauh lebih penting yaitu orang

tua juga harus membekali anak dengan pendidikan baik pendidikan formal,

pendidikan non formal, serta pendidikan informal.

Umumnya ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan

dan pertumbuhan anak yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor

genetik merupakan faktor yang merupakan modal dasar dalam mencapai

hasil akhir proses tumbuh dan bekembang anak atau faktor bawaan / bakat

yang dapat dicapai anak dalam masa-masa perkembangan. Sedangkan

lingkungan merupakan faktor yang menentukan apakah bakat atau bawaan

dapat dicapai atau tidak, apabila anak hidup dalam lingkungan yang baik

akan sangat mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan anak

secara optimal, sebaliknya apabila anak hidup dalam lingkungan yang tidak

baik akan menghambat proses petumbuhan dan perkembangan anak.

Perlu juga diperhatikan dalam membentuk anak agar tumbuh dan

berkembang sesuai dengan apa yang kita harapkan adalah dengan jalan kita

harus mengetahui apa sebenarnya kita butuhkan oleh anak. Pada dasarnya

ada tiga aspek kebuthan dasar anak: (1)Pengasuhan sangat diperlukan

karena untuk memberikan ketenangan batin bagi anak, disamping itu juga

menciptakan hubungan emosional yang mendalam antara orang tua dan

anak; (2)Kasih sayang dan perhatian dari orang tua dan anggota keluarga

yang lain akan menciptakan ikatan batin yang erat, yang merupakan faktor

yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan

anak; (3)Pengasahan, yang berupa tindakan perangsangan dan latihan-

Page 64: Document31

latihan terhadap kecerdasan anak merupakan stimulasi yang berasal dari

lingkungan diluar anak. Pengasahan diperlukan untuk perkembangan

mental psiko social anak seperti budi pekerti, sopan santun, moral etika,

kecerdasan, ketrampilan, kemandirian, krativitas, kepribadian dan

produktivitas. Mujiran (2002 : 35).

Keberhasilan pengasuhan, kasih sayang dan pengasuhan anak akan

sangat tergantung pada kondisi keluarga, keharmonisan hubungan antara

ibu dan ayah, pendidikan keluarga, dan tingkat ketagwaan kepada Tuhan

YME menjadi faktor yang sangat mempengaruhi. Teman-teman sebaya

juga sangat berpengaruh pada perkembangan anak, karena dengan teman

sebaya anak akan membentuk sebuah ikatan social yang akan

menumbuhkan rasa solidaritas di antara teman.

Pengaruh teman tidak bisa dilepaskan begitu saja karena mereka

dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan dalam diri anak. Kondisi

masyarakat sekitar juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

keberhasilan dalam proses pengasuhan dan pengasahan anak. Faktor-faktor

diatas akan menjadi faktor yang mendukung proses perkembangan anak

apabila kita sebagai orang dewasa. Sebagai orang tua mampu mengarahkan

membimbing dan memdidik anak pada kehal-hal positif, kejalan yang

sesuai dengan norma, adat yang berlaku dimasyarakat.

Selama anak belum dewasa orang tua mempunyai peranan pertama

dari utama bagi anak-anaknya. Untuk membawa kepada kedewasaan, maka

orang tua harus memberi contoh yang baik karena anak suka mengimitasi

Page 65: Document31

kepada orang tuanya. Dengan contoh yang baik, anak tidak merasa dipaksa.

Memberikan sugesti kepada anak tidak dengan cara ditaktor melainkan

dengan sistem pergaulan sehingga dengan senang anak melaksanakannya.

Anak paling suka identik dengan orang tuanya, seperti anak laki-laki

terhadap ayahnya anak perempuan terhadap ibunya.

Antara anak dan keluarga belajar tukar menukar pengalaman

sehingga makin banyaklah hal-hal yang diketahui tentang baik dan buruk,

tentang hak dan kewajiban, tentang saling menyayangi, tentang hormat

menghormati dan tentang nilai-nilai keagamaan.

b. Anak merupakan investasi masa depan orang tua.

Hasil penelitian di lapangan yang diperoleh, gelandangan

memandang pendidikan anak sangat penting sekali, kebanyakan para

gelandangan mempunyai keinginan untuk menyekolahkan anak semampu

mereka paling rendah di bangku SLTP, agar kelak mempunyai masa depan

yang baik dan dapat mengangkat kehidupan orang tuanya.

Begitu banyak harapan yang orang tua inginkan kepada anak sebagai

penerus generasi untuk meralisasikan sema apa yang orang tua cita-citakan.

Ini semua agar kelak nantinya orang tua di hari tuanya mempunyai

tumpuan hidup yaitu anak. Hal ini dapat dikatakan bahwa anak merupakan

investasi orang tua di hari tuanya.

Orang tua jangan terlalu berharap sekali karena keberhasilan anak itu

juga tergantung dari bagaimana cara kita dalam mendidik anak. Pada

umumnya ada dua faktor utama yang mempengaruhi.

Page 66: Document31

c. Anak nantinya dapat membantu orang tua dalam segi ekonomi

Gelandangan tidak memandang anak mereka mempunyai segi

ekonomi pada usia anak masih relatif kecil antara umur 7-16 tahun.

Memang pada usia 7-16 tahun anak dapat membantu orang tua dengan

bekerja seperti halnya, jual koran, semir sepatu, ngamen serta minta-minta

di traffic light, tetapi bagi anak yang masih berusia 7-16 tahun sebaiknya

orang tua memberikan anak untuk menikamati masa kanak-kanak, karena

pada masa ini di mana masa anak-anak tumbuh dan berkembang. Kita

sebagai orang tua hanya bias mengawasi dan membimbing.

Gelandang juga mengharapkan nantinya, anak yang sudah dewasa

atau cukup umur serta berbekal pendidikan yang baik tidak hanya tamatan

Sekolah Dasar dapat bekerja yang lebih baik dibandingkan dengan orang

tuanya yang menggelandangan serta bekerja sebagai pemulung.

Gelandangan memandang anak yang sudah dewasa serta mempunyai bekal

pendidikan yang serta, seperti acuan oleh pemerintah yaitu Wajib Belajar 9

tahun setidak- tidaknya mempunyai nilai tambah dalam memperoleh

pekerjaan di banding dengan anak yang masih berusia 7-16 tahun serta

masih duduk di sekolah dasar.

2. Pandangan Tentang Pendidikan

Hasil yang diperoleh dalam penelitian di lapangan gelandangan

memandang pendidikan formal anak sangat penting sekali karena gelandangan

merasa pada jaman atau era sekarang ini persaingan kerja sangat berat. Yang

diutamakan dalam penerimaan tenaga kerja saat ini, seseorang harus memiliki

Page 67: Document31

bebeapa kriteria antara lain pendidikan serta seseorang harus mempunyai

keterampilan yang khusus. Gelandangan sangat sadar akan pentingnya

pendidikan bagi anak.

Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu usaha untuk dilakukan

dengan sadar dan disengaja serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh

orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak

tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus

menerus selama hidup.

Definisi di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan merupakan

(1)usaha sadar yang berarti situasi dan proses pendidikan tersebut dilaksanakan

atas kesadaran sipendidik; (2)bertanggung jawab berarti semua tindakan dan

proses pendidikan harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral

berdasarkan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku;

(3)Disengaja berarti bahwa proses pendidikan memang disengaja direncanakan

secara sistematis dan matang; (4)Orang dewasa yang berarti bahwa

pelaksanaan pendidikan haruslah orang yang sudah dewasa. Karena pergaulan

anak dengan anak bukanlah situasi pendidikan, ada unsur pendidikan di dalam

pergaulan, unsur pendidikan disitu termasuk faktor pendidikan yaitu unsur

yang berpengaruh terhadap pendidikan anak; (5)Kedewasaan yang berarti

bahwa pendidikan bertujuan mendewasakan anak baik phisik maupun

psikologisnya; (6)Terus menerus berarti pendidikan dilaksanakan secara

berkesinambungan dan tidak ada berhentinya atau pendidikan seumur hidup.

Page 68: Document31

Pendidikan merupakan masalah yang penting dalam kehidupan, bahkan

masalah pendidikan itu sama sekali tidak dapat dipisah dari kehidupan, baik

dalam kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan menjadi masalah penting dalam menentukan maju mundurnya

suatu bangsa.

Pendidikan sangat dibutuhkan bagi semua lapisan, baik yang mampu

maupun tidak mampu dari segi ekonomi. Dari situlah muncul masalah

mengapa sebagian besar dari lapisan kelompok yang dari dulu menjadi masalah

masyarakat yaitu gelandangan. Rata-rata gelandangan tidak mempunyai

pendidikan yang relative setara dengan acuan pemerintah yaitu wajib belajar 9

tahun.

Pendidikan yang tepat bagi kalangan tidak mampu maupun atau kalangan

gelandangan antaranya pendidikan yang bersifat praktis, ekonomis serta

pendidikan yang bersifat advokatif. Dilihat dari ketiga sifat pendidikan diatas

sebetulnya tiga sifat tersebut saling berkaitan maknanya. Dapat kita jabarkan

dari satu-persatu yang pertama praktis yaitu pendidikan yang bersifat cepat

dalam arti waktu yang ditempuh dalam pendidikan tidak terlalu lama, yang

kedua pendidikan yang sifatnya ekonomis yaitu pendidikan yang dari segi

biaya dapat dijangkau oleh masyarakat miskin. Sedangkan yang ketiga yaitu

pendidikan yang bersifat advokatif yaitu pendidikan yang berorientasi pada

ketrampilan atau semacam kursus.

Seperti halnya kursus-kursus tersebut sangat membantu bagi masyarakat

seperti anak-anak dari gelandangan atau masyarakat lainnya selain dari

Page 69: Document31

kalangan gelandangan. Sehingga masing-masing akan menentukan sendiri

dasar dan tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan tidak berdiri sendiri, melainkan dirumuskan atas

dasar sikap hidup bangsa dan cita-cita negara di mana pendidikan

dilaksanakan. Sikap hidup di landasi oleh norma-norma yang berlaku bagi

semua warga negara. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan

berdaulat telah meletakkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai

dasar pendidikan. Akan tetapi rumusan tujuan dari pendidikan Indonesia dari

masa kemasa selalu berubah-ubah, hal ini terjadi tidak lain karena tuntutan

perkembangan zaman ( Ahmadi dan Uhbiyati,2001:139 )

Rumusan tujuan pendidikan mengalami perubahan mulai dari tahun 1946

samapai dengan tahun 1983. Pada tahun 1980 Komisi Pembaharu Pendidikan

Nasional (KPPN) merumuskan tujuan pendidikan nasional yaitu “Membangun

kualitas manusia yang taqwa terhadap Tuhan YME dan selalu dapat

meningkatkan hubungan dengan-Nya; sebagai warga negara yang ber-

Pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti

yang luhur dan berkepribadian yang kuat; cerdas, terampil, dapat

mengembangkan dan menguburkan sikap demokratis, dapat memelihara

hubungan yang baik antara sesama manusia dan lingkungan; sehat jasmani

maupun mengembangkan daya estetika kesanggupan membangun diri dan

masyarakat”(Soedjono dalam Ahmadi dan Uhbiyati, 2001:139)

Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1983 juga dirumuskan bahwa

“Pendidikan Nasional berdasarkan atas pancasila dan bertujuan untuk

Page 70: Document31

meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan YME, kecerdasan, ketrampilan,

mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat

kebangsaan agar dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama

bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.( Ahmadi dan Uhbiyati,

2001:137).

Berdasarkan rumusan tujuan pendidikan diatas semakin mempertegas

komitmen pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan guna

mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan masa depan

bangsa yang semakin kompetetif. Namun fenomena di lapangan berjalan lain,

kritik terhadap kegiatan pendidikan banyak bermunculan baik dari masyarakat

maupun para ahli pendidikan yang lain.

Kritik muncul sebagai akibat ketidak mampuan kegiatan pendidikan

dalam hal ini sekolah dalam menyediakan tenaga siap pakai, sekolah banyak

menghasilkan sejumlah lulusan yang tidak dibutuhkan oleh pasar kerja.

Sekolah hanya mampu menghasilkan lulusan yang akhirnya hanya mampu

mencari lapangan kerja dan bukan lulusan yang mampu menciptakan lapangan

pekerjaan. Untuk menjawab kritikan-kritikan tersebut maka pemerintah

menetapkan dan memberlakukan Undang-undang tentang system Pendidikan

Nasional Nomor 20 tahun 2003, yang menggantikan Undang-undang

Pendidikan Nomor 54 tahun 1950, Undang-undang Pendidikan Nomor 12

tahun 1964 dan Undang-undang Pendidikan Nomor 2 tahun 1989. Dalam

Undang-undang system Pendidikan Nomor 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa

pendidikan dapat diselenggarakan melalui tiga jalur yaitu jalur pendidikan

Page 71: Document31

formal (sekolah), jalur pendidikan non formal (luar sekolah), serta jalur

pendidikan informal.

Baik jalur pendidikan formal, non formal, maupun informal mempunyai

fungsi dan tujuan yang sama hanya berbeda pada sifat, ciri dan

penyelenggaraannya. Dalam pendidikan formal mempunyai jenjang dan dalam

unsur waktu tertentu, diadakan ditempat tertentu, teratur sistematis,

berdasarkan aturan yang resmi yang sudah ditetapkan. Pada pendidikan

nonformal, pendidikan diselenggarakan dengan sengaja, tertib dan berencana

dilaksanakan diluar pendidikan formal.

Komponen yang diperlukan seperti tutor, pembimbing atas tutor,

fasilitator, cara atau metode penyampaian dan waktu pelaksanaan harus

disesuaikan dengan peserta didik agar dapat memperoleh hasil yang

memuaskan. Sedang pendidikan informal merupakan pendidikan yang

berlangsung di tengah keluarga yang berlangsung setiap hari tanpa ada batasan

waktu. Pada pendidikan informal kegiatannya tanpa suatu organisasi yang ketat

tanpa adanya program waktu dan tanpa adanya evaluasi. Dengan ketiga jalur

pendidikan ini diharapkan akan lebih memberikan peluang bagi program

pendidikan untuk menjalankan misi yaitu untuk memajukan kesejahteraan

umum dalam arti meningkatkan taraf hidup masyarakat. Peserta didik akan

diberikan bekal ketrampilan agar menjadi tenaga yang siap pakai dan mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri. Hingga pada akhirnya peningkatan sumber

daya manusia yang sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian,

Page 72: Document31

sosial budaya sekaligus usaha untuk menanggulangi keterbelakangan

masyarakat akan segera terwujud.

Merujuk pada Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan peraturan

Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang pembagian wewenang antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pada bidang pendidikan

penyelenggaraan pendidikan diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Otonomi

pendidikan merupakan kondisi yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat

terutama para cendikiawan. Hal ini sebagai akibat semakin merosotnya mutu

pendidikan dasar dan keterbatasan dana pemerintah untuk membiayai sektor

pendidikan.

Kelemahan sistem pendidikan yang bersifat sentralistik akan

mengakibatkan proses kegiatan belajar menjadi kaku sehingga kreatifitas

pendidik kurang berkembang. Banyak juga oknum-oknum yang memanfaatkan

atau menjadikan dunia pendidikan sebagai ajang bisnis atau proyek untuk uang

dari pada mengejar mutu.

Era otonomi pendidikan diharapkan pola pendidikan yang kaku, yang

meletakkan anak didik bukan pada sektor utama (subyek) harus diubah.

Suasana yang membuat anak didik senang untuk bersekolah, kesempatan anak

didik untuk mengemukakan ide-ide harus diciptakan dalam proses kegiatan

belajar mengajar. Transparasi keuangan dalam pengelolaan pendidikan juga

harus diutamakan untuk menjaga saling kepercayaan antara pihak sekolah,

orang tua dan masyarakat. Proses pendidikan harus melibatkan orang tua dan

Page 73: Document31

masyarakat dalam penyusunan kurikulum pendidikan, karena waktu paling

banyak anak didik justru berada di keluarga dan masyarakat.

3. Upaya Gelandangan dalam Pendidikan Anak

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa gelandangan atau orang

tua yang sangat berperan dalam mendidik anak, karena keluarga faktor yang

paling menentukan serta berpengaruh terhadap anak. Masalah lingkungan serta

masyarakat setempat merupakan faktor yang kedua bagi pertumbuhan anak.

Gelandangan juga berpendapat bahwa “orang tua mencari uang buat siapa

kalau tidak untuk anaknya”. Maka dari itu sebagian besar gelandangan yang

bertempat tinggal di kampung melarat (sebutan tempat penelitian)

menyekolahkan anaknya di desa serta ikut dengan saudaranya yang para

gelandangan anggap lebih mampu dibandingkan mereka.

Uraian diatas merupakan salah satu upaya dari sebagian besar

gelandangan untuk memperbaiki taraf pendidikan keluarga mereka, karena

dengan upaya tersebut sebagian besar gelandangan tidak menginginkan nasib

anaknya seperti mereka orang tuanya.

Alasan dari 4 subyek keluarga mengapa anak mereka dititipkan saudara

yang ada di desa yaitu disamping lingkungan yang tidak baik bagi

pertumbuhan dan perkembangan serta tempat tinggal yang tidak

memungkinkan untuk di tempati dengan anak-anak mereka disamping itu ada

juga yang mengutarakan bahwa disini nanti tidak ada yang menjaga atau

mendidik disebabkan dari 4 subyek ada 2 subyek keluarga yang istrinya juga

ikut membantu dalam mencari tambahan penghasilan keluarga.

Page 74: Document31

Laun halnya dengan 1 (satu) subyek keluarga ini yang melibatkan

langsung anak mereka dalam kehidupan mereka sehari-harinya, maksud dari

kalimat tersebut yaitu keluarga tersebut tidak menitipkan anak mereka ke

saudara mereka yang ada di desa. Alasan dari subyek tersebut yaitu ongkos

untuk pulang kampung dalam satu bulanya ada beberapa kali pulang kampung,

serta subyek tersebut tidak ekonomis bila anak mereka dititipkan di desa dan

alasan yang kedua subyek bisa mendidik dan mengawasi secara langsung

terhadap perkembangan anak mereka walaupun lingkungan tersebut mereka

sadari tidak baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Dua upaya tersebut diatas dapat dijadikan acuan bahwasanya

gelandangan tetap berupaya bagaiman untuk menyekolahkan anak atau agar

anak tetap memperoleh pendidikan yang baik. Banyak gelandangan yang

menitipkan anaknya di desa, tetapi jika dilihat dari mutu pendidikan, di kota

mutu pendidikannya jauh lebih baik dibandingkan dengan di desa. Di kota

lebih banyak pilihan dalam segi pendidikan formal maupun pendidikan non

formal, di kota banyak dibuka lembaga-lembaga perkursusan.

Orang tua harus memikirkan atau menentukan apa yang harus dilakukan

oleh anak setelah menyelesaikan Sekolah Lanjutan tingkat Pertama (SLTP),

andaikan harus sekolah formal di Sekolah Menengah harus memilih sekolah

yang mengutamakan pendidikan yang bersifat advokatif.

Setelah anak menyelesaikan sekolah formal yang setara dengan anjuran

pemerintah yaitu dengan wajib belajar 9 tahun dan melanjutkan di sekolah atau

kursus sebaiknya orang tua memberi kebebasan kepada anak dalam

Page 75: Document31

menentukan jurusan / keterampilan apa yang akan diambil nantinya. Dengan

memberi kebebasan tersebut anak akan merasa mendapat dorongan / motivasi

dari keluarganya. Karena orang tua mempunyai peranan yang besar bagi

keberhasilan pendidikan anak, termasuk dengan memberi anak kebebasan

untuk memilih dalam hal pendidikan non formal.

Tingkat pendidikan orang tua memberikan warna tersendiri bagi pola

perkembangan kepribadian anak. Orang tua yang berpendidikan rendah tidak

memiliki pengetahuan dan wawasan tentang nilai arti penting pendidikan bagi

keberhasilan kehidupn anak di masa depan disamping itu mereka juga tidak

tahu bagaimana mananamkan disiplin belajar pada anak serta bagaimana situasi

sekolah. Dari uraian tersebut maka para gelandangan berupaya untuk

memberikan pendidikan formal anak yang baik dengan cara menyekolahkan

anak mereka di desa serta menitipkan anaknya ke saudara yang lebih mampu

mendidik anak mereka dibandingan dengan orang tuanya dahulu yang terbentur

dengan masalah ekonomi, namun sekarang banyak orang tua yang berfikir akan

menyekolahkan anak mereka yang lebih tinggi dari pendidikan orang tuanya

paling tidak setara dengan acuan pemerintah yaitu Wajib Belajar 9 tahun.

Karena mereka sadar bahwa pada zaman sekarang bila tidak mempunyai

pendidikan yang setara atau baik ataupun standar dengan syarat-syarat yang

diperlukan pada perusahaan-perusahaan atau instansi-instansi pemerintahan

mereka tidak akan memperoleh pekerjaan yang jauh lebih baik dibandingkan

dengan orang tua mereka.

Page 76: Document31

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Bertitik tolak pada uraian bab IV maka pada bagian akhir dari tulisan ini penulis

memberikan simpulan sebagai berikut:

1. Pandangan Gelandangan Terhadap Anak

Pandangan gelandangan yang bertempat tinggal di perkampungan

kumuh daerah Pekojan ini memandang anak sebagai penerus orang tua.

Gelandangan memandang bahwa anak memiliki segi ekonomi, namun

gelandangan tidak menginginkan anak mereka bekerja di usia dini. Para

gelandangan menginginkan anaknya untuk mengenyam pendidikan yang

lebih tinggi dari orang tuanya. Serta semampu orang tua membiayai sekolah

mereka.

Gelandangan pada umumnya tidak setuju apabila anak mereka yang

selayaknya sekolah malah justru bekerja membantu orang tua seperti halnya

ngamen di traffic light, nyemir sepatu, jual koran. Para gelandangan tidak

menginginkan hal tersebut di atas terjadi dengan anak mereka. Karena para

gelandangan juga beranggapan bahwa pendidikan juga menentukan masa

depan anak seperti halnya mendapatkan pekerjaan yang baik serta kehidupan

yang lebih baik dari pada kehidupan orang tuanya sekarang ini. Disamping

itu anak nantinya menjadi penerus generasi keluarga serta tumpuan hari tua,

bagi orang tuanya secara tidak langsung anak merupakan investasi orang tua.

Page 77: Document31

2. Pandangan Gelandangan Terhadap Pendidikan Formal Anak.

Umumnya gelandangan sangat memperhatikan pendidikan anak

mereka, terbukti dengan salah satu anak dari subyek yang telah berhasil di

bangku STM (Sekolah Tinggi Menengah). Bukti inilah yang menegaskan

bahwa para gelandangan yang bermukim di pemukiman kumuh di daerah

Pekojan sangat mementingkan akan pendidikan anak mereka, namun ada juga

yang anaknya tidak mau sekolah sampai tinggi, karena anak beranggapan

bahwa orang tuanya tidak akan mampu untuk menyekolahkan sampai tinggi.

Gelandangan pada intinya berusaha untuk menyekolahkan anak, di

sini juga gelandangan mengharapkan ada sekolahan yang murah namun

mutunya bagus, serta dalam hal sarana mereka mendapatkan dengan gratis.

Nantinya para gelandangan juga mempunyai keinginan setelah anak-anak

mereka yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar dapat melanjutkan yang

lebih tinggi.

3. Upaya Gelandangan dalam Mendorong Anak Memperoleh Pendidikan

Gelandangan juga mengupayakan anaknya untuk tetap sekolah

walaupun penuh dengan kesederhanaan. Maksudnya mereka tidak

menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang kualitasnya baik seperti yang

ada di kota tetapi mereka lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di

sekolah yang kualitasnya kurang baik, biaya pendidikan yang murah dan

prasarana yang kurang menunjang seperti yang ada di desa. Tetapi hal ini

sudah dirasa cukup bagi mereka untuk mengupayakan pendidikan bagi anak-

anak mereka.

Page 78: Document31

Mereka beranggapan bahwa setelah mendapatkan pendidikan formal

seperti yang telah diwajibkan oleh pemerintah yaitu Wajib Belajar 9 tahun,

gelandangan membebaskan anaknya untuk mengikuti pendidikan atau

pelatihan yang cocok bagi mereka dan yang bersifat aplikatif (langsung dapat

dipraktekkan). Seperti halnya kursus-kursus atau pelatihan-pelatihan yang

dianggap berguna bagi kehidupan mereka kelak dalam mencari pekerjaan

atau bekerja.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan yang terangkum dalam simpulan

tersebut, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Pemerintah menyediakan suatu lembaga atau suatu yayasan yang

menampung anak anak dari keluarga gelandangan atau anak anak

gelandangan itu sendiri yang dalam yayasan tersebut memberikan pendidikan

formal maupun informal serta didukung dengan biaya pendidikan yang cukup

ekonomis atau dapat terjangkau bagi keluarga gelandangan.

2. Anak-anak dari keluarga gelandangan atau anak-anak gelandangan tersebut

diberikan pendidikan yang besifat advokatif.

3. Para gelandangan harus memikirkan anaknya walaupun sekarang mereka ikut

dengan saudara yang ada di desa, karena akan lebih baik anak tersebut ikut

orang tuanya sendiri. Sehingga orang tua tersebut dapat melihat

perkembangan anak secara langsung terhadap pertumbuhan anak

Page 79: Document31

4. Gelandangan harus mengedepankan pendidikan anaknya, karena pendidikan

anak jauh lebih penting dibandingkan dengan kebutuhan yang lain.

Pendidikan di sini tidak hanya pendidikan formal saja, tapi juga non formal.

Page 80: Document31

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati,2001,”Ilmu Pendidikan”,Jakarta : Rineka Cipta.

Biro Pusat Statistik, 1980, Pertumbuhan dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta:

BPS.

Cooley, 1980, “Bimbingan dan Pembinaan Keluarga”, Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Dirjen Dikti, 1983/1984

Emmy Budiartati, 1994, Pelaksanaan Pendidikan Keluarga di Lingkungan

Masyarakat Gelandangan, Jurnal PLS Semarang, IKIP.

Jang A. Muttalib dan sadjarwo, 1988, “Gelandangan dalam Kancah Revolusi”,

Jakarta, LP3ES.

Ki Hajar Dewantara, 1977, “Bagian Pertama Pendidikan”, Yogyakarta: Majelis

Luhur Persatuan Taman Siswa.

Lexy.J. Moloeng, 1998,”Metode Penelitian Kualitatif”, Bandung:Remaja Rosda

Karya.

Markum, 2002, “Pernik-pernik Pendidikan”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

M. D. Raharjo, 1988, “Potensi Sumber Daya”, Jakarta:LP3ES.

Ny. Saparinah Sadli, 1988, “Perilaku Gelandangan”, Jakarta : LP3ES.

Paulus Mujiran, 2002, “Pernik-Pernik Pendidikan”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sayadiman Suryohadiprojo, 1987,” Menghadapi Tantangan Masa Depan”, Jakarta:

PT Gramedia.

Siti Rahayu Haditono,et.all, 1987, “Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam

Berbagai Bagiannya”, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sungaripan, 2000, Hubungan Pendidikan dalam Keluarga dan Motivasi Belajar

Terhadap Prestasi Belajar Elektronika Siswa Kelas II SLTP Negeri I Winong

Kabupaten Pati. Skripsi. Strata I Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, FT

UNNES Semarang, Tidak di Terbitkan.

Soetjipto Wirosardjono, 1988, “Gelandangan dan Pilihan Kebijaksanaan

Penanggulangan”, Jakarta: LP3ES.

Page 81: Document31

Umar Khayam, 1988, “Mengapa Hidup Menggelandang”. Jakarta: LP3ES.

UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional: Fokusmedia.

Y.Argo. Twi Kromo, 1999,”Gelandangan Yogyakarta”, Yogyakarta: Penerbitan

Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Page 82: Document31

Catatan Lapangan

Observasi pertama kali:

Peneliti mengadakan observasi guna mencari lokasi atau daerah yang cocok

dengan tema penelitiannya yaitu mengenai gelandangan. Observasi dimulai pukul

19.00 berlangsung selama 2 jam ya berakhir sekitar pukul 21.00. Awalnya peneliti

beranjak di daerah pasar johar, peneliti ditemani dengan temannya. Kami berdua

pertama kali singgah di depan pasar johar tepatnya dibelakang swalayan matahari

johar, yang letaknya di bangunan kosong yang belum jadi. Kami berdua singgah

didepan pemukiman tersebut yaitu sebuah toko bola dan warung minuman, kami

bicang-bincang dengan penjualnya cukup lama akhirnya kami berdua diberi saran

untuk masuk mencoba bicara sendiri akan maksud kami berdua dan disuruh hati-hati.

Akhirnya kami berusaha masuk walaupun hati kami dipenuhi rasa takut, kami sangat

kaget sekali karena kami disambut dengan pemandangan yang tidak mengenakan

untuk dilihat mata yaitu penuh orang laki-laki yang minum-minum dan sedang

berjudi. Namun dengan keadaan yang seperti itu tidak membuat kami berdua untuk

mengurungkan niat kami semula, dengan perlahan-lahan dan sangat berhati-hati

menayakan kepada seorang ibu yang menghuni pemukiman untuk mengutarakan niat

kami yaitu menjadikan ibu menjadikan responden peneliti dalam penelitian ini.

Namun kami harus menerima kekecewaan bahwa ibu tersebut tidak mau dijadikan

informan bagi penelitian. Kami berdua pamit dengan ibu tersebut beserta orang-

orang yang berada dikerumulan tadi.

Page 83: Document31

Observasi kedua:

Peneliti bersama temannya untuk mencari daerah observasian lain, observasi

kedua dimulai pagi hari sekitar pukul 09.00 sampai sekitar pukul 11.00, peneliti

bersama temannya terus menelusuri daerah pasar johar yang ada pemukiman kumuh

atau khusus gelandangan, akhirnya peneliti menemukan tempatnya yaitu diujung

daerah pertokoaan pekojan yang letaknya ditepi sungai serta dekat dengan tempat

pembuangan sampah. Peneliti kemudian bincang-bincang sedikit dengan salah satu

yang menghuni pemukiman tersebut seseorang tersebut bernama pak bandhi yang

kebetulan sesepuh dari pemukiman itu, kami menanyakan apakah kami

diperbolehkan melakukan penelitian ini dipemukiman itu ternyata kami berdua

menerima hasil yang memuaskan karena orang tersebut langsung memberi jawaban

untuk mempebolehkan kami untuk main serta melakukan penelitian ditempat

tersebut, setelah itu kami pulang. Sekitar pukul 18.30 malem peneliti bersama

kakaknya kembali ke tempat pemukiman itu untuk melanjutkan pembicaraan atau

langsung melakukan tanya jawab langsung, dimulai dari pak bandi, dalam waktu

melangsungkan tanya jawab kebetulan ada seseorang yang berceletuk “ wah nek

koyok ngene thok yo ora enak, kudunekan ono ngombene karo surungane” peneliti

merasa tidak nyaman seketika itu lalu peneliti berusaha untuk menyuruh temannya

untuk membelikan minuman serta makanan yang kebetulan ada didepan pemukiman

tersebut, peneliti mulai menanyakan dari luar instrumen atau tema penelitian sampai

menanyakan daerah tersebut berdiri setelah dengan responden pertama lalu peneliti

melanjutkan dengan responden yang kedua, sebelum peneliti beranjak dari tempat

duduk kembali ada muncul suatu celetukan “ lho kok ngombe koyok ngene piye

Page 84: Document31

thooooo ”, peneliti merasa bingung namun peneliti tetap berlalu keresponden kedua,

peneliti merasa senang bertanya jawab dengan responden ini karena orangnya suka

bercanda namun peneliti menemukan suatu keganjalan bahwa responden yang kedua

ini tidak seutuhnya memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

oleh peneliti, kadang-kadang jawabannya berubah-ubah dan seseorang ini tidak

memberikan kebebasan kepada istrinya untuk memberikan informasi yang seutuhkan

apa yang di butuhkan oleh peneliti, setelah melakukan tanya jawab dengan

responden yang kedua peneliti melakukan tanya jawab dengan responden yang

ketiga rumah/gubugnya didepan gubuk/rumahnya responden kedua, pada saat itu

kami bincang-bincang dengan responden yang ketiga namun responden yang ketiga

dalam tanya jawab agak malas karena kondisinya yang agak capek sepelung kerja, ya

di bantu dengan istrinya yang kebetulan disampingnya, keadaannya lain dengan

keluarga responden kedua, karena keluarga responden ketiga orangnya kelihatan

santai tidak ditutup-tutupi mereka terbuka apa adanya, peneliti merasa bahwa

keluarga tersebut menerima penelitian ini karena mereka juga sangat memikirkan

pendidikan anaknya. Setelah melakukan tanya jawab peneliti berusaha untuk mencari

responden yang ke empat namun kata seseorang responden belum pulang dari

kerjanya dan istrinya juga, peneliti berusaha meneruskan perjalanan dan menelusuri

lorong-lorong kecil yang ada dipemukiman, peneliti merasa agak sedikit ragu-ragu

untuk menuju kerumah responden yang kelima karena keadaan yang kumuh, banyak

anjing dan tempatnya dekat dengan pembuangan sampah akhir, akhirnya peneliti

melakukan Tanya jawab, peneliti merasa kasihan dengan responden ini karena

Page 85: Document31

keadaan rumah yang kecil ditempati dua orang anak beserta istrinya yang cacat fisik

sehingga mengurangi gerak geriknya.

Observasi ketiga :

Peneliti melanjutkan tanya jawab seperti biasanya peneliti juga tidak lupa

dengan membawakan bingkisan makanan untuk dimakan anak-anak kecil serta

pemuda-pemuda yang sedang berkumpul memulai dari pukul 18.30 sampai dengan

21.00, namun kondisinya sangat lain karena peneliti datang dengan teman-temannya

jadi suasana tanya jawab sangat ramai sekali apalagi didukung dengan suasana sana

banyak pemuda yang kumpul-kumpul namun dalam tanya jawab responden yang

kelima tidak ikut dalam tanya jawab tersebut karena sedang tidak enak badan serta

kebetulan istrinya pulang kedesa.

Observasi ke empat:

Seperti biasa peneliti datang dengan kakanya serta tidak lupa membawakan

bingkisan, namun kali ini peneliti merasa senang sekali karena responden yang

ketiga ada anaknya yang baru datang dari desanya jadi bisa untuk memperkuat atas

jawaban-jawaban dari kedua orang tuanya (responden ketiga), setelah melakukan

tanya jawab selesai sudah namun waktunya masih sore jadinya peneliti tetap main

disitu.

Observasi kelima :

Tidak seperti bisanya peneliti kali ini lain dari seperti biasanya, peneliti

membawa beberapa bingkisan serta kamera, alasan peneliti membawa bingkisan

Page 86: Document31

karena lebaran besertaan dengan lahirnya anak dari responden kedua, jadi sekalian.

Peneliti menuntaskan petanyaan-pertanyaan yang belum terjawab dengan sempurna

oleh para responden, jadi maksudnya observasi tersebut ialah observasi yang terakhir

mudah-mudahan saja, kalau mengapa peneliti mebawa kamera karena untuk

mengambil gambar per-keluarga serta keseluruhan keadaan yang sesungguhnya

dalam penelitian ini

Page 87: Document31

Keluarga Pak Ghandi

Saya disini sudah berkeluarga, anak saya tiga saya bawa pada tahun 1981 itu

niki mboten rupo ngoten, mriki tasih alang-alang mung kulo tutupi plastik ukuran

2x3 meter, nek awan kulo gulung, wektu niku tasih ganas-ganas’e mbak, lha sekedik-

sekedik digaruk. Nek pun apik-apik’e niku digaruk, kulo nggeh prinsippe nek arep

digaruk yo garuk’o tapi yo ojo gebangeten. Memang aku manggon neng gon seng

salah, seng ora dientui karo pemerintah.

Kulo niki theng semarang pertama kali theng Patimura, dodolan Tv, radio,

jam kulo niki sagete nggeh Cuma dagang. Ggeh kulo niki dagang engkang terakhir

nggeh dodolan rosok, niki mawon pun mbade diuthik-uthik, mboten angsal manggon

theng mriki, gek usute tiyang gelandangan, gen mriku pemerintah niku ngusat-ngusut

wae.

Peneliti : Lha mbiyen ne niku ptrane niku nggeh sekolah sedanten

Responden : nggeh sekolah sedanten, engkang pertama sd kelas 1, lha bangsane

harni karo joko niku tasih alit-alit. Terus 3 tahun theng mriki kulo

lebetke tk kalih-kalihipun, TK niku theng gang lombok mriku. Lha

lulus Sd nggeh kulo karepe niku kulo ken sekolah neng SMP theng

mataram, lha pripun maleh larene mboten purun, purune niku malah

kerjo ngantos sak niki, lha niku engkang SMP niku mung Cuma

harni thok(sambil menunjuk ke arah anaknya yang bernama harni

yang kebetulan lewat dibelakang saya)

Peneliti : Tapi bapak’e kagungan keinginan kanggeh nyekolahke putrane

Page 88: Document31

Responden : Nek kulo niku cita-citane duwur, kalau anaknya tidak bisa di

anukan……. Nggeh kulo mboten saget mekso tho mbak. Kulo niku

pengene nyekolahke sak tekan-tekane lha tapi bocahe pengene kerjo

mbantu-mbantu wong tuwokangge nambah-nambah ekonomi, lha

wong tuwone rak mampu.

Namine joko engkang ragil niku dijiko bos-bos las, rebutan mbak, pernah

digowo ngantik tekan suroboyo lho mbak. Sak jane kulo niki nggeh pengen anak

kulo niku sekolah sak duwur-duwur’e, men koyok wong-wong, lha anak kulo mawon

nyerah ndelok bapakku kerjone koyok ngono lha mengko biayane sekolah piye.

Sekolah adoh, biaya pendaftarane piro lha mengko nek ketompo mbanyare sekolah

piro ……anak kulo niku nyerah.

Peneliti : Lha bapak’e niku asal pundi tho pak?

Responden : nek kulo niku asli kelahiran maduro, anak’e wong gunung mbak

Peneliti : Lha bapak’e niku theng semarang niku alasannya apa boro nopo

enten tujuan liyo…?

Responden : kulo niku ceritane dhowo banget mbak…..tapi singkate wae ya,

awal nipun niku kulo minggat saking omah marai diusir goro-goro

ngilangke wedus, pertama neng Surabaya, maduro,solo, Jakarta, lha

terakhir niki nggeh theng mriki niki mbak,ket tahun 1981 kulo theng

smarang niku dodolan koran karo ajaran moco A ki piye B ki piye,

mbiyen ki Yak’I during koyok ngene mbak….

Page 89: Document31

Hasil wawancara dengan keluarga pak Har

Peneliti : Bapak kok mempunyai fikiran untuk menyekolahkan anak bapak

setinggi-tinya padahal biaya hidup sehari-hari saja bapak merasa

kurang aplagi bapak harus memikirkan untuk biaya pendidikan juga,

menmgapa bapak tidak membiarkan anak bapak seperti bapak saja ?

Responden : ya itu kan demi masa depan anak saya mbak, susah apapun akan

saya lakukan dan saya usahakan agar kelak masa depan anak saya

biar wajar seperti orang-orang lain, itu tekat saya.

Peneliti : kemarin anak bapak sekolah didesa ikut dengan mbahe, mengapa

tidak ikut dengan bapak disini, kalau disinikan bapak dan ibu bisa

mengawasi dan mendidik secara langsung

Responden : ya mungkin gitu ya mbak, tapi anak saya, saya sekolahkan didesa itu

agar tidak sama dengan anak-anak kota disini, pergaulannya itu

bebas di kota jadi anak yang baik dan soleh

Peneliti : apa bapak merasa apabila anak bapak ikut bapak dengan lingkungan

seperti ini merasa nanti pendidikannya tidak lancar karena

terganggu dengan lingkungan yang seperti ini.?

Responden : anak saya kan satu-satunya jadi keinginan saya itu agar nanti anak

saya sukses.

Peneliti : dengan dititipkannya anak bapak dengan neneknya didesa itu apa

bapak tidak merasa lingkungan di desa itu lebih baik di banding

dengan disini….?

Page 90: Document31

Responden : ya saya percaya desa itu lebih baik pergaulannya itu baik itu

kepercayaan saya.

Anak pak Har

Peneliti : Selama ini adik mengalami belajar nggak…?

Responden : nggak

Peneliti : kalau mengalami kesulitan adik kan jauh dari orang tua ya dalam

membimbing dalam belajar selama ini siapa .?

Responden : ya mbahe kaliyan mbak’e

Peneliti : o….disana ada kakak

Responden : kakak ponakan

Peneliti : Adik disana dapat bea siswa nggak

Responden : nggak

Peneliti : apa adik….. sekarang kan sudah disemarang, menurut adik itu lebih

nyaman mana antara didesa dan di semarang ini…

Reponden : lebih enak di semarang mbak…

Peneliti : apa alasannya…

Responden : kan ada orang tua mbak yang membimbing, setidak-tidaknya ada

orang yang mengingatkan.

Peneliti : kalau disanakan yang membimbing nenek, apa disana juga diberi

leluasa pada adik nggak sama nenek….?

Responden : kadang-kadang ada, ada waktu untuk main dan ada waktu untuk

Page 91: Document31

belajar.

Peneliti : semua itu buku-buku dapat dari sekolahan atau itu beli sendiri

Responden : Dari sekolah

Peneliti : disana SD-nya Negeri/Swasta

Responden : Negeri

Peneliti : selama ini pernah dapat rangking nggak…?

Responden : pernah

Hasil wawancara Pak Suratman

Peneliti : Dulu bapak sebelum di semarang itu dimana dulu apa dari desa

langsung ke semarang ini….?

Responden : ya dari desa langsung ke semarang pada tahun 1980.

Peneliti : dulu bapak kerjanya apa, ya seperti pak amat dan pak har tapi

berhubungan ada modal dikit jadi saya belikan becak.

Responden : putranya berapa pak….?

Peneliti : dua

Peneliti : nanti bisa wawancarai anak bapak sebentar nggak pak…?

Responden : bisa…sekolah anak saya yang besar di SD kranggan sedang yang

kecil tasih Tk teng mriku gandikan

Peneliti : mengapa bapak harus menyekolahkan anak bapak, sedangkan biaya

hidup bapak aja sudah merasa pas-pasan, sekarangkan biaya untuk

sekolahkan mahal, mengapa bapak mempunyai niatan untuk

menyekolahkan anak bapak, mengapa bapak tidak membiarkan anak

Page 92: Document31

bapak untuk bekerja saja, kerja jadi apa gitu buat Bantu-bantu

bapak….?

Responden : tidak semua usahanya orang tua, semua usaha itu yang nanggung ya

saya semua, masih kecil kok mbak, kan kasihan lagian mau kerja

apa….

Peneliti : kan sekarang banyak orang tua untuk nyuruh anak-anaknnya kerja

di lampu stopan kayak jualan koran, ngamen atau malah minta-

minta…

Responden : ya kan mandang bocah, bocahkan belum berpengalaman lagian saya

tidak mempunyai fikiran seperti itu, saya Cuma berfikiran moga-

moga anak saya bisa sekolah dan bisa tutuk nek sekolah dan saya

ngajari sekolah pun ngoten nek masalah gawean kuwi.

Peneliti : anak-anak kan ikut bapak disini, mengapa bapak tidak menitipkan

anak bapak didesa, agar lebih nyaman dalam pendidikannya.

Responden : ya… didesa itu ada sedulur tapi disini saya juga mengawasi dalam

belajar, habis pulang sekolah.

Peneliti : yang mengawasi pendidikan itu ibu atau bapak

Responden : ya saya, ibu tidak tau apa-apa nulis nggak ngerti.

Page 93: Document31

Nama : Pak Amat Tanggal Wawancara : 14 Mei 2004

Umur : 34 tahun Lama Wawancara :

Asal : Semarang Penghasilan : Rp. 20.000 per/hari

Tanya : Asmanipun Bapak sinten ?

Jawab : Nggeh sampun kulo parengi ngertos tho mbak, Amat.

Tanya : Umur Bapak, pinten ?

Jawab : Sak ngertose kulo niku kelahiran tahun 1970.

Tanya : Bapak asal pundi ?

Jawab : Kulo asal Semarang, kelahiran Cerobonan Kampung Melayu.

Tanya : Bapak teng mriki sampun pinten tahun ?

Jawab : 10 tahun.

Tanya : Bapak sampun nikah ?

Jawab : Sampun…

Tanya : Bapak tamatan sekolah nopo, Pak ?

Jawab : SD mboten tamat niku, kulo kelas 4 medal.

Tanya : Bapak sampun kagungan putra nopo dereng ?

Jawab : Sampun.

Tanya : Berapa, Pak…?

Jawab : Nggeh kalih.

Tanya : Umur nipun pinten pak ?

Jawab : Lare kulo 13 tahun., engkang nomor kaleh tasih theng wetenge ibune

Tanya : Ibu asmanipun sinten, Pak ?

Page 94: Document31

Jawab : Yatik.

Tanya : Ibu asli pundi, Pak ?

Jawab : Nggeh sebut mawon Demaklah, memang wong demak. Kulo mboten

pernah wangsul.

Tanya : Bapak ting Semarang niki boro nopo kagungan tujuan ?

Jawab : Nek kulo kagungan tujuan, tujuan niku boro nggeh pados kerjo, nek

mangkeh kulo kagungan arto nggeh wangsul dusun.

Tanya : Bapak pakerjaan nipun mbhen dinane nopo….?

Jawab : Buruh.

Tanya : Buruh nipun nopo, Pak ?

Jawab : Nggeh pemulung.

Tanya : Per harinya kalau dibulatkan penghasilan ?

Jawab : Wah, penghasilan niku mboten mesti.

Tanya : Minim nipun pinten, Pak ?

Jawab : Lha, minim niku dhi rendahke nopo didhuwurke

Tanya : Nggeh , direndahke…… ?

Jawab : Nek ditinggike mengko diarani ngluwihi Pegawai Negeri, minimal

gampangane kulo damel angsal Rp 20.000,-.

Tanya : Lha, Bapak niku kerjo mangkate jam pinten ?

Jawab : Nek mangkat niku mboten mesti, nek jenenge pemulung niku katah saingan,

nggeh wonten istilahe niku mangkat gasik penghasilane lumayan, namun

nek sampun siang nggeh istilahe mboten angsal nopo-nopo …… nek kulo

niku jam 8 utowo jam 9.

Page 95: Document31

Tanya : Kondore jam pinten, Pak…….?

Jawab : Nggeh kulo niku sak angkatan kulo wangsul sak ubengan wangsul sonten

kulo timbang aken ngoten.

Tanya : Lha niku daerah pencarian Bapak pertama-tama saingan kaleh rencang-

rencang nopo pados lahan piyambak-piyambak ?

Jawab : Nggeh persaingan, wong jenenge pemulung istilahe adu nasib, nek nasib’e

sae nggeh angsal buangan nopo nggeh saget langsung wangsul, nek mboten

angsal buangan nggeh mubeng mawon nek sampun sepen nggeh wangsul.

Tanya : Engkang dipendeti Bapak milih-milih nopo mboten, nopo kerdus…, nopo

plastik…… ?

Jawab : Pokok’e sing payu, nggih kulo beto.

Tanya : Kundure paling gasik jam pinten ?

Jawab : Jenenge pemulung, nek kebak nggeh kulo wangsul mboten kenal waktu,

sing penting waktu adalah uang.

Tanya : Pak, pertama kali merantau, pertama kali boro saking dusun, sak derenge

teng pundhi riyen, Pak ?

Jawab : Nggeh langsung teng mriki, mbak.

Tanya : Masalah tempat tinggal di sini itu bagaimana Pak keadaannya? Yang

sebenarnya di lingkungan sekitar ?

Jawab : Enak

Tanya : Dengan penduduk setempat ?

Jawab : Tidak masalah, malah diberi dukungan

Tanya : Terus di pihak kelurahan mengetahui nggak, kalau di sini ada tempat tinggal

Page 96: Document31

Jawab : Mengetahui mbak.

Tanya : Bapak Resmi ?

Jawab : Ya … disebut resmi …. Ya resmi, disebut tidak resmi ya tidak resmi.

Tanya : Tapi Pak Lurah mengetahui …. ?

Dukungan berupa bagaimana, apa memperbolehkan atau …?

Jawab : Inggih, gampangane mboten dipermasalahkan ….

Istilahnya kita menempati kita tidak membuat onar. Kita tidak memberi

cemar.

Tanya : Dipungut biaya nggak pak ?

Jawab : Nggak.

Tanya : Putra Bapak sekolah nggak, Pak ?

Jawab : Sekolah.

Tanya : Yang pertama ?

Jawab : Kelas 3 SD

Tanya : Terus Bapak itu mengenai pendidikan anak Bapak, diserahkan ke Ibu

semuanya, apa Bapak juga ikut mengawasi …. ?

Jawab : Ya sebagai orang tua mengawasi

Tanya : Terus Bapak mempunyai cita-cita nggak, kalau anaknya untuk sekolah lebih

tinggi?

Jawab : O …. Sebagai orang tua harus mempunyai cita-cita, harus anaknya

mempunyai cita-cita yang tinggi lah.

Page 97: Document31

Tanya : Itu Pak, kalau lingkungan seperti itu mempengaruhi nggak dengan

keberadaan pendidikan anak, dibandingkan dengan dulu Bapak di pedesaan,

Bapak?

Jawab : Ya kita tinggal kemampuan orang tua ya mbak, pendidikan orang tua

bagaimana, pergaulan anak itu bagaimana, yang penting kita orang tua harus

mendukung.

Tanya : Terus cara belajar anak sepanjang pengetahuan Bapak selama ini

bagaimana?

Jawab : Kalau anak saya jam 7 belajar sebentar, setelah itu saya suruh bermain

sebentar.

Tanya : Terus ada hambatan nggak, Pak ? Dalam membiayai anak Bapak di

sekolah?

Jawab : Dalam hambatan membiayai sekolah, itu kalau kira-kira ada hambatan ada

yang bantu nggak…

Tanya : Ya… nanti setiap sekolah ada beasiswa, Pak…?

Jawab : Memang mbak setiap sekolah ada beasiswa, orangkan anak sekolah punya

pendidikan yang bagus pastikan dapat beasiswa….ya kalau orang tua tidak

mampukan pasti ada yang bantu, nanti kalau saya bilang o….. ini tidak

dapat bantuan……ya dapat bantuan……mbak.

Tanya : Pak, cara Bapak memberi semangat pada anak agar anak rajin belajar itu

bagaimana, Pak…apa nanti kamu dapat ranking nanti kami kasih apa gitu ..?

Jawab : Ya, kita sebagai orang tua kita……ya nak kamu belajar bagus dapat ranking

saya belikan …… belikan apa Pak. Sepeda, kalau nggak naik……ya tidak

Page 98: Document31

saya belikan apa-apa, sebagai orang tua …….semboyan orang tua “anak

pintar dapat ranking, pintar pasti orang tua pun nggeh sampun ngertos

sisilah barang-barang engkang sae. Kulo kagungan ngiyup teng

griyo….namun tiyang sepah kulo kagungan hajatiku garwane Pak Amat

nggeh……?

Tanya : Asmanipun Ibu sinten ?

Jawab : Sugiyati.

Tanya : Umur Ibu pinten ?

Jawab : 35 tahun.

Tanya : AsPutranipun kalih, Bapak kalau pagi-siang/sore cari uang, Ibu yang lha

pengawasan anak belajar itu dimana…….?

Jawab : Nggeh mboten niku ikut cari nafkah ?

Jawab : Iya.

Tanya : Tapi, Bu juga dapat mengawasi lho Bu, tempat tinggalnya kan dekat dengan

Pak Bandhi

Jawab : Jauh.

Tanya : Teng mriki, ndak enten tiyang sinis, Pak ?

Jawab : Nggeh tanggapane ngenten mbak, istilahe tiyang mriki ngraosaken sinis

niku nggih, diarani sinis nggeh sinis, diarani mboten nggeh mboten.

Kebanyakan tiyang mriki sok kadang, kemampuan tiyang niku kadang,

nggeh nggauli tiyang mriki ngrakul, nek pas kagungan nggeh petal…..

Tanya : Nek mriki nggeh, Pak, misal nek enten kegiatan kampung mriki di ikut

sertakan mboten, Pak ?

Page 99: Document31

Jawab : Nek mriki……… enten kegiatan kados 17-an niku, nek tiyang mriki

diadakan piyambak, mboten ngikuti RT/RW. Kita sebagai bangsa Indonesia

harus wajib menghormati dan harus merayakan kados wong-wong

liyane….Piye sesuk 17-an diperingati lomba yo….. sekedar sederhana

sajalah …..anak-anak dilombake……..makan krupuk…….hadiah’e pulpen,

nggeh nek Suro, nggeh ngoten ……tumbas roti Rp. 3.000 digelar melik-

melik terus jam 10 tilem mboten nopo-nopo…….tapi niku tiyang

mriki…….kulo mboten ngerti nek wong liyo………niku tahun mbiyen nek

sak niki marai salonne bar digawani balek ndeso……tapi rame meriah.

Tanya : Tapi mriki lingkungan larene sekolah sedanten, Pak ?

Jawab : Nggeh nek istilahe lare kulo sekolah………kaleh larenipun Pak Man

sekolah…….nggeh niku larene Pak Ranto niku mboten sekolah, nggeh

mboten purun sekolah, niku tiyang sepuhe mboten merhathek’e………niku

nek karepe Ibu’e pengen nyekolahke larene, berhubung Bapak niku mboten

merhathek’e………. kadang niku diunekke kaliyan Pak Bandhi kok “To,

kowe kalah karo Pak Man, lha anak’e Pak Man sekolah kok anakmu ora

sekolah”, lha wong Pak Man iso merhathek’e sekolah, mosok kowe ora iso

merhathek’e sekolah” ngoten…….

Tanya : Bu, nek putrane ……..anak mempunyai segi ekonomi nggak, Bu ?

Jawab : Ya, ndak.

Tanya : Maksudnya habis sekolah itu mbantu orang tua maksudnya kalau anak itu

masih Sekolah Dasar ?

Jawab : Dolan, niku wong dikandhani angel kok, mbak.

Page 100: Document31

Tanya : Tapi, menurut Ibu bisa mbantu orang tua ?

Jawab : Nek, dikongkon ngumbai yo mangkat, tapi nek ora dikongkon yo ora

mangkat, ora ngerti karepe dhewe.

Tanya : Tapi menurut Ibu biarkan anak itu bermain ?

Jawab : Ya, belajar.

Tanya : Lha habis belajar kan bermain gitu ……….kalau disuruh kerja cari uang itu

bagaimana, Bu ?

Jawab : Ya jangan, kasihan.

Page 101: Document31

Nama : Bapak Haryadi Tanggal Wawancara :

Umur : 35 Tahun Nama Wawancara :

Asal : Klaten Penghasilan : Rp. 20.000/hari

Tanya : Pak nama Bapak Siapa, Pak ?

Jawab : Haryadi

Tanya : Asal nipun pundi, Pak ?

Jawab : Klaten

Tanya : Lha, umur nipun Bapak ?

Jawab : 35 tahun.

Tanya : Udah nikah nopo dereng ?

Jawab : Udah.

Tanya : Pak sak niki masalah pendidikan, Bapak tamatan apa ?

Jawab : SD belum tamat, SD kelas 6 udah keluar, mau kelulusan keluar, sebab

faktor biaya.

Tanya : Faktor biaya juga, Pak ?

Jawab : Iya.

Tanya : Bapak tinggal teng mriki sampun pinten tahun ?

Jawab : 10 tahun.

Tanya : Sampun kagungan putra, Pak ?

Jawab : sampun.

Tanya : Umur anak, Bapak ?

Jawab : 18 tahun.

Page 102: Document31

Tanya : Lha Bapak theng Semarang boro nopo enten tujuan ?

Jawab : Boro dan masalah kerjaan.

Tanya : Bapak pekerjaan tiap harinya nopo, Pak ?

Jawab : Pemulung.

Tanya : Sami kaliyan Pak Amat, nggeh ?

Jawab : nggeh, sami.

Tanya : Bapak berangkat kerja jam berapa ?

Jawab : Saya biasa berangkat kerja dari jam 3 sore sampai kalau badan kuat ya

sampai jam 9 ndhalu/10 ndhalu.

Tanya : Tiap harinya upah Bapak engkang diterima minim pinten ?

Jawab : Soal upah belum tentu, itu kan masalah rejeki itu bisa lebih dari Rp 10.000,-,

kadang kurang, kadang sampai Rp 20.000,-.

Tanya : Niki masalah tempat tinggal disini diketahui kelurahan, Pak ?

Jawab : Ya, diketahui sih diketahui, tetapi tidak resmi.

Tanya : Pak, disini dipermasalahkan masyarakat setempat tidak ?

Jawab : Mboten mbak.

Tanya : Dipungut biaya tidak, untuk tinggal di sini ?

Jawab : Oh, tidak ada.

Tanya : Masalah pendidikan anak, anak Bapak sekolah kelas berapa ?

Jawab : STM kelas 3 teng Klaten.

Tanya : Sekarang udah mau lulus nggeh, Pak ?

Jawab : Iya, mbak.

Page 103: Document31

Tanya : Mengenai pendidikan itu kok anak Bapak sampai STM itu masalah biaya

bagaimana, Pak ?

Jawab : Iya, itu gotong royong dengan istri, istri saya kan bekerja, kalau saya

sendiri, saya rasa juga tidak kuat, susah payah.

Tanya : Bapak mempunyai cita-cita untuk anak, untuk menjadi bagaimana kelak… ?

Jawab : Supaya anak saya bekerja dengan baik, bisa melebihi orang tuanya

kehidupan nantinya.

Tanya : Masalah niki Pak, cara mendidik anak dalam belajar itu bagaimana, Pak,

dipantau terus tiap harinya atau bagaimana…….?

Jawab : Saya kan tiap dua minggu istri saya pulang lalu giliran 2 minggu lagi saya

yang pulang dan rumah itu saya titipkan sama kakak saya.

Tanya : Jadi dalam pengawasan pendidikan itu diawasi oleh Kakak Bapak ?

Jawab : Iya.

Tanya : Disana lingkungan sama seperti, sini gak, Pak ?

Jawab : Nggak, pedesan, perkampungan.

Setelah wawancara dengan Bapak Hariyadi, sebetulnya ingin wawancara

dengan istrinya, berhubungan pada saat itu istrinya sedang istirahat maka, peneliti

membuat janji pada hari sabtu tanggal Mei 2004, pada pukul 18.30.

Tanya : Ibu garwane Pak Hariyadi nggeh …?

Jawab : Ya…mbak.

Tanya : Umur nipun Ibu pinten ?

Jawab : 33 tahun

Page 104: Document31

Tanya : Asal pundi, Bu ?

Jawab : Klaten, mbak.

Tanya : Ibu nyambut damel nopo, Bu ?

Jawab : Buruh, niku mbak. Buruh nipun rumah tangga.

Tanya : Nggeh ngewangi Bapak pados arta nggeh…. ?

Jawab : Nggeh……

Tanya : Lha Ibu tamatan kelas pinten ?

Jawab : Kelas 5 SD ora tamat.

Tanya : Lha Ibu masalah mendidik anak nggeh, Bu….?

Cara nipun Ibu mendidik anak pripun ?

Jawab : Sing ndidik Bapakne, nek tak didik angel koyok ngono kae mbak, marai

bocah lanang.

Tanya : Putrane pinten, Bu ?

Jawab : Setunggal, mbak.

Tanya : Umur’e pinten ?

Jawab : 18 tahun.

Tanya : Sak niki kelas pinten nggeh, Bu ?

Jawab : Mbade lulus niki ….. ?

Tanya : Kok saget duwur nggeh ? Lha Ibu niku kagungan cita-cita nopo mboten

kanggeh larenipun ?

Jawab : Nggeh gadhah, mbak.

Tanya : Terus niku, putranipun Ibu teng mriki mboten… ?

Jawab : Nggeh teng Klaten, mbak ?

Page 105: Document31

Tanya : Ket kelas pinten niku, Bu ?

Jawab : Ket kelas 4 SD.

Tanya : Lha niku sak derenge teng Klaten putrane dalam pengawasane Ibu nopo

mboten

Jawab : Nganu riyen, niku tumut Mbok Dhene, lha sak niki kan sampun gedhe,

nggeh teng griyo piyambak.

Tanya : Berarti teng mriko Ibu’e kagungan griyo ?

Jawab : Yo, elek-elek’an sih mbak.

Tanya : Terus menurut Ibu, nggeh Bu? Pandangan Ibu terhadap anak itu bagaimana?

anak itu mempunyai segi ekonomi nopo mboten ?

Jawab : Punya.

Tanya : Kan ada Bu, sebuah kasus, itu anak habis sekolah disuruh mencari uang

untuk membantu orang tuanya, misalnya dengan mengamen di lampu merah

atau jualan koran. Pandangan ibu gimana …?

Jawab : Ya, tidak enak mbak !

Tanya : Maksudnya gimana, Bu ?

Jawab : Yo nek iso kerjo liyane wae.

Tanya : Gini buk, anak itu masih duduk di Sekolah Dasar, nek wonten orang tua

yang kayak gitu, menurut Ibu gimana ?

Jawab : Yo, ojo mbak men wong tuwo wae sing kerjo rekoso ora popo, seng penting

anak’e sekolah wae.

Tanya : Ibu pernah menerima laporan dari Sekolah, anak’e mboten mlebet, nopo

dalam pembelajaran ?

Page 106: Document31

Jawab : Mboten pernah niku, mbak…?