3.1 gambaran umum tentang tempat...

30
34 BAB III Model Pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan Model Pembelajaran Sekolah Minggu di GSJA Bukit Horeb Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil penelitian yang penulis dapatkan dari penelitian lapangan di masing-masing Sekolah Minggu. Adapun isi dari bab ini adalah model pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan model pembelajaran Sekolah Minggu di GSJA Bukit Horeb. Namun sebelumnya, ada baiknya jika penulis memulai dengan gambaran umum tentang masing-masing Gereja dan visi misi diadakannya Sekolah Minggu. 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIAN 3.1.1 Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)Tamansari 1 GPIB Tamansari Salatiga berdiri pada masa penjajahan Belanda pada tahun 1823. Pada waktu itu bangunan Gereja dipakai untuk kebaktian warga dan tentara Belanda. Tahun 1950 gedung Gereja ditutup untuk segala kegiatan. Tahun 1951 kegiatan Gereja mulai dihidupkan kembali yang dipelopori oleh Pendeta Probowinoto. Ia mengajak keluarga Martodiarjo dan Theodorus Abraham Van Emmrik untuk mengadakan kebaktian di gedung tersebut kemudian Pendeta Prabowinoto menghubungi Pendeta W. B. Warrow dari GPIB Semarang untuk melayani ibadah di Salatiga. Pada tahun 1954 ada beberapa anggota jemaat dari GKJ yang menggabungkan diri sebagai jemaat di GPIB Tamansari. Pada tanggal 14 Januari 1956 GPIB Tamansari di Salatiga diresmikan dengan melantik 4 orang Majelis yaitu Martodiarjo, Sinai Nontje, Y. Tapelatu, dan Pudjodarasnodjo. Suatu keistimewaan dari jemaat di 1 Data diperoleh dari Laporan Akhir PPL 1 Christian Petrus Ohoirat mahasiswa teologi berdasarkan wawancara dengan Pnt. Alex da Costa (Majelis Jemaat GPIB Tamansari periode 2007-2012).

Upload: vuongkhue

Post on 08-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

34

BAB III

Model Pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan Model Pembelajaran

Sekolah Minggu di GSJA Bukit Horeb

Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil penelitian yang penulis dapatkan dari

penelitian lapangan di masing-masing Sekolah Minggu. Adapun isi dari bab ini adalah model

pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan model pembelajaran Sekolah Minggu

di GSJA Bukit Horeb. Namun sebelumnya, ada baiknya jika penulis memulai dengan

gambaran umum tentang masing-masing Gereja dan visi misi diadakannya Sekolah Minggu.

3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIAN

3.1.1 Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)Tamansari1

GPIB Tamansari Salatiga berdiri pada masa penjajahan Belanda pada tahun

1823. Pada waktu itu bangunan Gereja dipakai untuk kebaktian warga dan tentara

Belanda. Tahun 1950 gedung Gereja ditutup untuk segala kegiatan. Tahun 1951

kegiatan Gereja mulai dihidupkan kembali yang dipelopori oleh Pendeta

Probowinoto. Ia mengajak keluarga Martodiarjo dan Theodorus Abraham Van

Emmrik untuk mengadakan kebaktian di gedung tersebut kemudian Pendeta

Prabowinoto menghubungi Pendeta W. B. Warrow dari GPIB Semarang untuk

melayani ibadah di Salatiga.

Pada tahun 1954 ada beberapa anggota jemaat dari GKJ yang menggabungkan

diri sebagai jemaat di GPIB Tamansari. Pada tanggal 14 Januari 1956 GPIB

Tamansari di Salatiga diresmikan dengan melantik 4 orang Majelis yaitu Martodiarjo,

Sinai Nontje, Y. Tapelatu, dan Pudjodarasnodjo. Suatu keistimewaan dari jemaat di

1 Data diperoleh dari Laporan Akhir PPL 1 Christian Petrus Ohoirat mahasiswa teologi berdasarkan

wawancara dengan Pnt. Alex da Costa (Majelis Jemaat GPIB Tamansari periode 2007-2012).

Page 2: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

35

GPIB Tamansari Salatiga ialah sejak terbentuknya sampai pada tahun 1986

pelayanannya tidak didampingi oleh seorang pendeta tetap. Seluruh kegiatan

pelayanan diatur dan dilaksakan oleh Majelis Jemaat, dengan dibantu oleh pendeta

dari Semarang.

Mulai tahun 1968-1972, jemaat GPIB Tamansari Salatiga dilayani oleh Pdt. G.

Dykema, seorang tenaga Daro Overseas Missionary Fellowship yang ditempatkan

oleh sinode GPIB. Pada periode Pdt. Dykema pelayanan Injil mulai digiatkan

sehingga nampak perkembangan dan pertambahan jemaat, tetapi pekabaran Injil

tersebut masih dalam lingkup kota Salatiga.

Seiring berjalannya waktu jumlah jemaat GPIB Tamansari bertambah dengan

berdirinya Pengajaran Tinggi Pengajar Kristen Indonesia (PTPGKI) yang sekarang

menjadi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang sebagian besar mahasiswa

dan mahasiswinya berasal dari Indonesia Timur. Kemudian majelis-majelis pada saat

itu diangkat dari tentara-tentara dari Indonesia bagian Timur yang sedang ditempatkan

di Salatiga. Sebelum pendewasaan, GPIB Tamansari terdiri dari tiga sektor/jemaat

yaitu, jemaat Ambarawa, Tambakrejo dan Kebondowo atau yang lebih sering

disingkat dengan jemaat ATK. Jemaat ATK ini sudah ada sejak 30 tahun yang lalu,

namun jemaat ini telah dilembagakan pada tanggal 14 Januari 2007, sehingga

sekarang mereka telah berdiri sendiri.

Pelayanan Kategorial yang diadakan antara lain pelayanan BPK PA (Sekolah

Minggu), PT (Persekutuan Teruna), Gerakan Pemuda, PKP (Persekutuan Kaum

Perempuan), PKB (Kaum Bapak), dan Lansia.2

2 Wawancara dengan Ibu E (Ketua 3) di GPIB Tamansari, 25 November 2011 pukul 17:30-18:00.

Page 3: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

36

3.1.2 Sejarah Sekolah Minggu GPIB Tamansari3

Pelayanan Sekolah Minggu dimulai pada tahun 1968. Para majelis

mengumpulkan anak-anak jemaat baru yang telah memberi diri untuk dibaptis. Pada

saat itu, Sekolah Minggu diadakan dirumah Bapak Edi Sukaryono, di rumah Bu Yadi

serta di Gereja yang dilayani oleh Pdt. Abraham Supriono, Ottoraria Anton Kaose

serta Ibu Essy Katesina.

Pada tahun 1972, ketika ada jemaat baru di Tambakrejo (pospel) anak-anak

jemaat itu diajak untuk mengikuti Sekolah Minggu yang diadakan pada siang hari

sebelum ibadah minggu dilakukan. Pada saat itu dari semua majelis yang ada hanya

Bapak Edi Sukaryono yang bisa mengajar Sekolah Minggu, Ibu Yadi saat itu belum

menjadi Majelis namun ikut melayani anak-anak di Sekolah Minggu.

Pada tahun 1973 selain majelis yang mengajar anak-anak, mahasiswa teologi

dan mahasiswa dari IKIP juga membantu dalam pelayanan Sekolah Minggu. Melihat

jumlah pelayan yang sudah cukup banyak dibentuklah Tim Pekabaran Injil (PI) untuk

pelayanan di Ambara, Tambakrejo, dan Kebondowo (ATK). Masing-masing

mahasiswa dari IKIP dikirim 2 orang untuk mengajar. Sebelum mengajar mereka

melakukan perkunjungan kepada jemaat, hal ini dilakukan agar ketika para majelis

datang untuk pelayanan ibaddah mereka tidak merasa ketakutan. Karena memang

pada saat itu, warga merasa takut kepada para pegawai negeri. Setelah melakukan

perkunjungan, pada hari minggu sebelum ibadah mereka mengajar anak-anak SM.

Sekolah Minggu juga diadakan di Kalimangli yang diajar oleh Mbak Lestari dan di

Kembangsari diajar oleh Deli’ Manongko.

Seiring berjalannya waktu dan dengan bertambahnya jumlah anak-anak yang

mengikuti Sekolah Minggu, pengajar di Sekolah Minggu pun lebih banyak mahasiswa

3 Wawancara dengan Bapak ES (salah satu perintis GPIB Tamansari), Selasa 24 November 2011 pukul

19:05-19:50.

Page 4: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

37

khususnya mahasiswa teologi. Pengajar yang berasal dan berdomisili di Salatiga

makin lama makin berkurang bahkan tidak ada. Pada umumnya pengajar yang

merupakan mahasiswa Teologi hanya mengajar ketika mereka mendapat tugas

praktek atau disebut dengan PPL. Sehingga pelayanan hanya dipandang sebagai suatu

kewajiban dan tugasnya sebagai mahasiswa.4 Oleh karena itu, sekarang ini sedang

dilakukan perekrutan ibu-ibu yang merasa terpanggil untuk mau bersama-sama

melayani di Sekolah Minggu yang berdomisi di Salatiga.

Sekolah Minggu tentunya perlu memiliki visi dan misi yang mengarahkan

gereja dan pengajar serta anak untuk berusaha mencapai visi misi tersebut. Visi dan

misi SM GPIB Tamansari menurut Ketua Pelkat PA bahwa visi SM yang hendak

dicapai adalah melayani anak dengan sepenuh hati sedangkan misi menjalankan

pelayanan sekreatif mungkin.5

4 Wawancara dengan Ibu E (Ketua 3) di GPIB Tamansari, 25 November 2011 pukul 17:30-18:00. 5 Wawancara dengan ketua BPK PA GPIB Tamansari (BA) di GPIB Tamansari, 02 Desember 2011 pukul

09:00-10:00.

Page 5: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

38

Gambar 3.1 Gedung GPIB Tamansari

Komentar Penulis : Gambar di atas menunjukkan gedung Gereja Tamansari

tempat ibadah minggu dan Sekolah Minggu diadakan. Dalam

gambar tersebut terdapat dua gedung yang berada dalam lokasi

yang sama. Gedung Gereja yang berada disebelah kiri merupakan

gedung gereja pertama yang berdiri sejak dibangun hingga

sekarang yang sudah mengalami beberapa kali renovasi,

sedangkan gedung gereja yang sebelah kanan merupakan gedung

gereja besar yang dibangun seiring bertambahnya jumlah jemaat.

Gedung Gereja kecil menjadi tempat diadakannya Sekolah

Minggu.

3.2 MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH MINGGU DI GPIB TAMANSARI

3.2.1 Gambaran Kegiatan Pembelajaran SM

Sama seperti Sekolah Minggu pada umumnya, SM di GPIB Tamansari diadakan

pada pagi hari pada pukul 08:00-09:00 WIB kecuali di Pospel (Pos pelayanan)

dimulai pukul 09:00-10:00WIB. Di SM anak-anak diajak untuk bernyanyi, bermain,

mendengarkan Firman, serta berdoa. Ada tiga kelas yang disediakan, yaitu kelas inri

(3-5 tahun), kelas kecil (6-9 tahun), dan tanggung (10-12 tahun).

Page 6: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

39

SM dimulai dengan menggabungkan semua anak dalam satu ruangan. Dalam

kelas ini anak-anak diajak bernyanyi, berdoa, memberikan persembahan (khusus di

Gereja Pusat) serta berdoa. Kegiatan awal ini sudah menjadi suatu kebiasaan

tersendiri yang dilakukan sejak dahulu.6

Masuk dalam pemberitaan Firman, anak dibagi menurut kelas masing-masing.

Masing-masing kelas memulai kelas dengan berdoa sebelum membaca dan

mendengarkan Firman. Kemudian pengajar bertanya mengenai cerita minggu lalu.

Ketika anak ditanya, jarang sekali anak dapat mengingat kembali apa yang mereka

dengarkan di minggu yang lalu. Pada umumnya penyampaian Firman di kelas inri dan

kecil membutuhkan waktu 5-10 menit sedangkan kelas tanggung 15-20 menit kecuali

jika pengajar menggunakan film yang tentunya membutuhkan waktu yang cukup

lama.

Dalam menyampaikan Firman, tantangan yang paling sering dihadapi oleh

pengajar adalah anak ribut dan saling mengganggu satu dengan yang lain apalagi jika

kelas dengan jumlah anak yang cukup banyak.7 Selain itu, beberapa anak kurang

fokus mendengarkan Firman yang disampaikan. Dalam hal ini pengajar hanya

menyuruh anak agar bisa diam dan fokus kepada Firman yang disampaikan.

Walaupun demikian yang namanya anak-anak untuk diam dalam waktu yang lama

tentunya akan sedikit sulit kecuali materi yang disampaikan menarik perhatian anak-

anak tersebut.8 Untuk mengetahui sejauh mana anak Sekolah Minggu mendengar dan

menyimak Firman Tuhan, pengajar mengajukan pertanyaan seputar bahan

pembelajaran yang telah disampaikan.

6 Ibid 7 Wawancara dengan DL Guru Kelas Tanggung SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 25 November 2011

pukul 16:00-17:25. 8 Wawancara dengan MM Pengurus dan Guru Batita/Balita SM GPIB Tamansari, 07 Desember 2011

pukul 17:00-18:30.

Page 7: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

40

Respon kreatif dari pengajar biasanya berupa penekanan teologis dari Firman

yang disampaikan dengan mengaplikasikannya ke dalam sebuah aktivitas untuk anak-

anak. Aktivitas yang disediakan berbeda-beda untuk tiap kelas, misalnya untuk kelas

inri aktivitas yang disediakan menggambar dan mewarnai, menempel potongan

gambar, untuk kelas kecil mereka diajak untuk membuat hasil karya yang sudah

disediakan alat dan bahannya oleh pengajar(seperti bingkai foto dari alat-alat yang

sederhana, membuat tempat sampah), mengisi TTS (Teka Teki Silang), sedangkan

untuk anak kelas tanggung mereka lebih sering ditekankan kemampuan daya ingatnya

seperti kuis (anak-anak saling berlomba untuk menjawab pertanyaan) serta membuat

kerajinan tangan.9

Pada penutup acara SM, anak-anak digabung kembali dalam kelas besar, seperti

ketika memulai SM. MC yang bertugas, melakukan evaluasi kepada anak-anak dari

masing-masing kelas. Evaluasi dilakukan dengan menanyakan kembali Firman Tuhan

yang telah mereka dengarkan.

9 Wawancara dengan DL Pengajar Kelas Tanggung SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 25 November

2011 pukul 16:00-17:25.

Page 8: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

41

Gambar 3.2 Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Minggu GPIB

Komentar penulis : Gambar ini menunjukkan kegiatan SM GPIB Tamansari.

Mulai dari kelas inri sampai tanggung dikumpul/digabung dalam kelas

besar. Mereka diberi pembinaan lewat pujian, doa, pemberitaan Firman

serta aktivitas.

3.2.2 Pendekatan yang digunakan

Di zaman sekarang ini, banyak ahli pendidikan yang menawarkan model

pembelajaran yang bervariasi. Dalam menyusun model pembelajaran, pengajar

tentunya mempunyai tugas dalam memilih dan menentukan pendekatan, strategi serta

metode apa yang sesuai dengan konteks anak yang dilayani. Pendekatan sebagai

langkah awal untuk merancang model pembelajaran menjadi sangat penting untuk

dipilih dan diterapkan oleh para pengajar. Berdasarkan hasil wawancara dengan

beberapa pangajar di GPIB Tamansari, pendekatan yang diterapkan di Sekolah

Minggu adalah pendekatan yang berpusat pada anak. Berikut ini pendapat para

Page 9: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

42

pengajar tentang pemahaman dan penerapan pendekatan tersebut yang disampaikan

oleh DL :

”Pendekatan yang diterapkan di SM adalah pendekatan yang berpusat

pada anak karena Sekolah Minggu hadir untuk anak-anak. Selain itu,

pembinaan ini dapat dilihat dari segala aktivitas dan alat peraga yang

diperuntukkan untuk pelayanan kepada anak-anak.”10

Pendapat yang sama dikemukakan oleh BA dan MM :

”Pendekatan yang berpusat pada anak karena memang SM hadir untuk

melayani anak-anak agar mereka dapat mengenal Tuhan.”11

Pendapat itu pula didukung oleh BA yang mengatakan :

”Pendekatan yang berpusat pada anak karena SM hadir untuk

memenuhi kebutuhan anak. Pendekatan ini bisa membentuk cara ajar

sesuai dengan kondisi/karakter anak-anak.” Selain itu, pendekatan ini

juga akan menciptakan relasi anak dan pengajar dapat terjalin dengan

baik, sehingga pengajar akan lebih mudah mengkomunikasikan materi

sesuai kebutuhan anak, sedangkan dari pihak anak, anak akan merasa

diperhatikan dan dihargai sehingga hal ini akan membuat anak lebih

dekat dengan kehidupan Gereja, bukan suatu kewajiban tetapi

kerinduan. 12

Pendekatan yang dipilih dan diterapkan semata-mata didasari pengharapan

akan tercapainya visi dan misi Sekolah Minggu yaitu melayani anak dengan sepenuh

hati dan menciptakan ide-ide yang kreatif yang mampu menjawab kebutuhan iman

anak-anak dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut kedalam kehidupannya sehari-

hari. 13

3.2.3 Strategi Pembelajaran

Beranjak dari pendekatan yang telah ditentukan, maka para pengajar tentunya

perlu untuk membuat rencana atau strategi pembelajaran. Perencanaan/strategi

10 Wawancara dengan DL Pengajar Kelas Tanggung SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 25 November

2011 pukul 16:00-17:25. 11

Wawancara dengan MM Penpengajars dan Pengajar Batita/Balita SM GPIB Tamansari, 07 Desember 2011 pukul 17:00-18:30.

12Wawancara dengan ketua BPK PA GPIB Tamansari (BA) di GPIB Tamansari, 02 Desember 2011 pukul 09:00-10:00.

13 Wawancara dengan ketua BPK PA GPIB Tamansari (BA) dan Pengajar Tanggung SM di GPIB

Tamansari, 02 Desember 2011 pukul 09:00-10:00.

Page 10: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

43

pembelajaran yang diterapkan di SM GPIB Tamansari disusun dalam persiapan

bersama.

Para pengajar di Sekolah Minggu GPIB Tamansari diwajibkan mengikuti

persiapan bersama yang diadakan setiap hari sabtu pukul 10:00 WIB.14

Hal ini

dilakukan atas pertimbangan bahwa para pengajar SM di GPIB Tamansari 90 persen

merupakan mahasiswa teologi, sedangkan 10 persen pemuda/jemaat.15

Namun yang

disayangkan, persiapan tersebut tidak didampingi baik majelis maupun pendeta.

Dalam persiapan tersebut, para pengajar menggunakan buku ajar yang telah

disediakan oleh Sinode GPIB sehingga para pengajar tidak perlu membuat kurikulum

sendiri. Buku ajar tersebut berupa SBA (Sabda Bina Anak) dengan berbagai

kategorial. Mulai dari SBA AI (Anak Inri), SBA AK (Anak Kecil), dan SBA AT

(Anak Tanggung). Bagi beberapa pengajar, SBA ini cukup mudah dipahami

khususnya mereka yang merupakan mahasiswa teologi, namun bagi pengajar yang

tidak berlatarbelakang teologi merasa bahasa dalam buku SBA kadang-kadang sulit

dipahami.16

Untuk itu, persiapan bersama sangat membantu dalam memahami buku

ajar yang disediakan.

Persiapan semata-mata dilakukan dengan tujuan agar para pengajar dapat

merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatu yang akan diperlukan dalam proses

pembelajaran. Adapun hal-hal yang dipersiapkan adalah materi, lagu, serta aktivitas.

Pembahasan mengenai materi dilakukan secara sharing atau diskusi, dimana masing-

masing pengajar memberikan pandangan serta masukannya tentang materi yang akan

dibawakan agar penyajian materi tersebut dapat dipahami oleh anak dengan usia

tertentu.

14 Wawancara dengan ketua BPK PA GPIB Tamansari (BA) di GPIB Tamansari, 02 Desember 2011 pukul

09:00-10:00. 15 Wawancara dengan Ibu E (Ketua 3) di GPIB Tamansari, 25 November 2011 pukul 17:30-18:00. 16

Wawancara dengan NS Guru kelas Kecil SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 06 Desember 2011 pukul 17:00-18:00.

Page 11: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

44

Selain materi, lagu-lagu atau pujian yang akan dibawakan dalam

kegiatan/acara Sekolah Minggu juga dipersiapkan. Lagu-lagu yang dipilih disesuaikan

dengan tema atau inti dari materi yang disampaikan. Sedangkan aktivitas yang akan

dipilih tergantung dari kesepakatan masing-masing pengajar. Ada yang mengikuti

aktivitas yang tertera pada buku ajar, tetapi ada juga pengajar yang lebih kreatif dalam

membuat aktivitas sendiri. Pengajar dalam hal ini mempertimbangkan jumlah serta

kecakapan anak dalam melaksanakan aktivitas tersebut.17

Gambar 3.3 Persiapan Bersama

Komentar Penulis : Gambar ini menunjukkan persiapan bersama yang

dilakukan oleh para pengajar di GPIB Tamansari. Persiapan ini

tidak didampingi baik majelis maupun pendeta. Disinilah para

pengajar yang akan memimpin pembinaan di hari minggu baik di

pusat maupun di pospel mempersiapkan baik materi, lagu-lagu

serta aktivitas yang akan dibawakan dalam kegiatan SM. Para

pengajar dibagi berdasarkan kelas-kelas yang akan dipimpin.

17

Wawancara dengan NS Pengajar kelas Kecil SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 06 Desember 2011 pukul 17:00-18:00.

Page 12: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

45

3.2.4 Metode Pembelajaran

Metode banyak ragamnya, tinggal bagaimana pengajar dapat

menyesuaikannya dengan tujuan dari pembelajaran yang hendak dicapai. Pengajar di

GPIB Tamansari pada umumnya menggunakan metode ceramah, tanya jawab,

mendongeng, bercerita dengan alat peraga (gambar, boneka, hasil alam lainnya),

bermain dan drama.

Dalam menentukan metode yang di pakai pengajar memperhatikan kecerdasan

serta usia anak. Kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak tentunya berbeda-beda.

Setiap pribadi anak-anak adalah unik. Dalam hal ini, kadang-kadang pengajar

memberikan kesempatan kepada anak dalam waktu-waktu tertentu untuk

mengekspresikan apa yang mereka senangi. Misalnya, metode drama yang digunakan

untuk membantu anak untuk mengekspresikan kecerdasan kinestik yang anak layan

miliki.18

Selain itu, menurut NC mengenai usahanya dalam membantu anak layan

dalam mengembangkan kecerdasan yang dimiliki:

”Kecerdasan adik-adik layan dapat dilihat dari gerak geriknya didalam

kelas. Ada yang suka bicara, ada juga yang suka mendengar saja. Adik-

adik yang suka bicara, biasanya saya suruh untuk menjawab pertanyaan

yang saya berikan. Pada umumnya, mereka yang memiliki kebiasaan

banyak bicara jika di suruh menjawab maka dengan senang hati mereka

akan menjawab.”19

Hal yang sama diungkapkan oleh DL yang berkata :

”Bagi saya setiap adik-adik itu memiliki kecerdasaan yang berbeda-

beda. Hal itu terlihat dari kebiasaan adik-adik yang beragam yang ada

didalam kelas. Ada yang terbiasa main, ada yang lebih suka bernyanyi,

ada yang suka bernyanyi sambil bergerak, dan lain sebagainya. Melihat

kecerdasaan yang unik yang dimiliki oleh masing-masing anak, maka

dalam hal ini saya biasa menyuruh mereka untuk berani tampil di depan

teman-teman mereka. Misalnya, yang pandai bernyanyi memimpin

18 Wawancara dengan MM Pengurus dan Guru Batita/Balita SM GPIB Tamansari, 07 Desember 2011

pukul 17:00-18:30. 19

Wawancara dengan NC pengajar SM GPIB Tamansari di GPIB Tamansari, Rabu 23 November 2011 pukul 16:15-17:00.

Page 13: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

46

pujian, atau yang pandai berhitung membantu saya untuk mencoba

menghitung jumlah teman-temannya yang ada didalam kelas.”20

Dengan demikian, pengajar dalam hal ini memiliki peranan yang cukup besar

dalam membantu anak dalam mengembangkan kecerdasan yang dimiliki oleh anak.

Selain kecerdasan anak, usia juga merupakan salah satu faktor dalam

menentukan metode yang digunakan. Metode mendongeng, bercerita dengan gambar

atau alat peraga lainnya sesuai dengan tema pembelajaran, menonton film serta

bermain merupakan metode yang paling disenangi oleh anak-anak inri (batita/balitas)

dan kecil.21

Untuk itu para pengajar kelas inri (Batita/balita) memakai metode

mendongeng dan bercerita dengan gambar atau alat peraga lainnya. Seperti yang

diungkap oleh salah satu pengajar MM :

”Metode mendongeng dan bercerita sangat bagus untuk anak balita dan batita

karena pada usia ini mereka belum bisa mengerti apa yang disampaikan

kepada mereka, melalui gambar dan benda-benda yang sehari-hari mereka

lihat akan sangat mudah ditangkap oleh anak. Dalam membawakan cerita

kepada anak-anak harus dengank mimik, suara, gerakan tubuh serta bahasa

anak-anak yang sesuai dengan dongeng atau cerita yang dibawakan. Biasanya

saya memakai buku cerita bergambar yang sesuai dengan topik yang ada

dalam SBA Inri.”22

Hal yang sama dikemukakan oleh NS :

”jika mengajar di kelas inri, saya lebih sering menggunakan metode cerita

dengan menggunakan gambar-gambar.”23

Sedangkan untuk kelas kelas kecil dan kelas tanggung, pengajar lebih sering

memakai metode ceramah. Dalam wawancara yang penulis lakukan, berikut ini

merupakan pendapat dari BA, pengajar kelas tanggung di GPIB Tamansari :

20 Wawancara dengan DL Guru Kelas Tanggung SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 25 November

2011 pukul 16:00-17:25. 21

Wawancara dengan KS dan NN anak kecil SM GPIB Tamansari Salatiga, 13 November 2011 pukul 10.15-10:25.

22 Wawancara dengan MM Penpengajars dan Pengajar Batita/Balita SM GPIB Tamansari, 07 Desember 2011 pukul 17:00-18:30.

23 Wawancara dengan NS Pengajar kelas inri dan Kecil SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 06

Desember 2011 pukul 17:00-18:00.

Page 14: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

47

“Metode ceramah merupakan metode yang sering saya pakai dalam mengajar

kelas tanggung. Metode ini bagi saya sangat cocok dengan anak-anak

tanggung karena mereka lebih senang mendengar dan sudah bisa mengerti apa

yang saya sampaikan.”24

Sama halnya dengan pendapat yang disampaikan saudari DL dan NS :

”Metode role play/drama, menonton, tetapi metode ceramah/cerita paling

sering saya, meskipun pengajar yang berbicara terus namun pengajar tetap

harus kreatif agar ada respon dari anak-anak dengan memberi mereka

pertanyaan diakhir cerita. Selain itu, waktu yang dibutuhkan relatif singkat dan

tidak memerlukan alat dan bahan yang bervariasi.”25

Sedangkan NS berpendapat :

”saya lebih sering menggunakan metode cerita dan tanya jawab. Alasan saya

memakai metode tanya jawab khususnya dalam penyampaian materi karena

metode ini dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat menjelaskan

apa yang mereka pahami. Sedangkan metode cerita, karena sudah menjadi

kebiasaan untuk menceritakan kembali cerita dalam Alkitab.”26

Metode yang diterapkan pada umumnya dilakukan di dalam kelas. Selain

memperoleh data lewat wawancara, penulis juga melakukan observasi partisipan

untuk memperkuat data yang diperoleh dengan menggambil gambar sebagai bukti.

24 Wawancara dengan BA Pengajar Tanggung SM di GPIB Tamansari, 02 Desember 2011 pukul 09:00- 25 Wawancara dengan DL Pengajar Kelas Tanggung SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 25 November

2011 pukul 16:00-17:25. 26

Wawancara dengan NS Pengajar kelas inri dan Kecil SM GPIB Tamansari di Kemiri 831 c, 06 Desember 2011 pukul 17:00-18:00.

Page 15: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

48

Gambar 3.4 metode yang digunakan

Komentar penulis : gambar ini menunjukkan metode yang digunakan oleh para

pengajar dalam menyampaikan Firman kepada anak-anak layan.

Setiap kelas disajikan dengan metode sesuai dengan usia anak. Untuk

kelas tanggung pengajar menggunakan metode tanya jawab, kelas

kecil cerita/ceramah, dan kelas inri metode cerita dengan alat peraga.

Page 16: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

49

3.3 GAMBARAN UMUM TENTANG GSJA BUKIT HOREB SALATIGA

3.3.1 Sejarah GSJA (Gereja Sidang Jemaat Allah) Bukit Horeb27

Gereja Sidang Jemaat Allah Bukit Horeb Salatiga dirintis pada pertengahan

tahun 1986 oleh Pendeta Thalia Louise Hukom. Awalnya Pendeta Thalia Loise

Hukom termotivasi oleh khotbah yang ia dengar yang terambil dari teks Yohanes 4:35

“Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan

matang untuk dituai” untuk merintis gereja Tuhan. Atas dukungan dan persetujuan

suaminya yaitu Pendeta Karel Schubert pada tahun 1986, untuk pertama kalinya

diadakan kebaktian dirumah Pendeta Karel Schubert, yang dihadiri oleh Pendeta

Karel Schubert dan Thalia Loise Hukom, serta kedua putranya dan pembantu rumah

ibu Wardi.

Beberapa waktu kemudian Pendeta Karel cuti ke Nederland dan perintisan

Gereja Tuhan ini dilanjutkan oleh Benyamin Musa. Ia aktif dalam menjalankan

penginjilan. Hal itu terbukti dari penginjilannya yang membuahkan hasil yang cukup

memuaskan dimana ada 10 jiwa/orang yang dimenangkan salah satunya keluarga

Purwadi. Tidak hanya itu, seiring dengan penginjilannya yang dilakukan terus

menerus jumlah jiwa/orang yang dimenangkan bertambah hingga 40 jiwa/orang.

Bertambahnya jumlah jiwa-jiwa baru yang telah dimenangkan di dalam

Kristus membuat para pelayan Tuhan untuk mulai memikirkan dan mencari tempat

beribadah yang mampu menampung semua jemaat Tuhan. Kemudian mereka

meminjam aula Sekolah Tinggi Teologi Berea yang berada tidak jauh dari tempat

tinggal jemaat untuk beribadah.

Seiring dengan perkembangan jemaat yang semakin meningkat. GSJA Bukit

terus meningkatkan pelayanannya mulai dari Sekolah Minggu, Remaja, Kaum Muda,

27

Wahyu Deviana, Sejarah dan Perkembangan Gereja Sidang Jemaat Allah Bukit Horeb Jl. Ki Penjawi V Salatiga,(S. Th. Skripsi, STT Satyabakti, 2003),20.

Page 17: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

50

Kaum Pria, Kaum Wanita, hingga Pinisepuh. Setelah mengalami pertumbuhan jemaat

menuju kemandirian jemaat, maka gereja membentuk penpengajars gereja dan

komisi-komisi.

3.3.2 Sejarah Sekolah Minggu GSJA Bukit Horeb28

Pelayanan anak dimulai pada tahun 1986. Selain melakukan penginjilan

kepada orang-orang dewasa, penginjilan juga dilakukan untuk anak-anak. Anak-anak

dikumpul untuk diberi pembinaan. Sekolah Minggu di mulai dengan 9 anak. Anak-

anak itu terdiri dari kedua anak Ibu Thalia Hukom dan anak-anak yang tinggal di

sekitar rumahnya. Meskipun demikian dari tahun ke tahun Sekolah Minggu

mengalami perkembangan dengan bertambahnya jumlah anak yang ikut dalam

pelayanan tersebut.

Pada permulaan perintisan belum terdapat banyak rumah-rumah di daerah

tempat tinggal ibu Thalia Hukom. Namun dikemudian hari, pemerintah membangun

rumah-rumah dinas untuk Departemen Kehakiman, perhutanan dan kemudian Satya

Wacana dengan Perumsat, dan rumah-rumah pribadi. Pertambahan rumah atau warga

yang bertempat tinggal di sekitar jalan Ki Penjawi memberi dampak bagi kemajuan

Sekolah Minggu. Bahkan selain anak-anak yang tinggal di daerah sekitar Ki Penjawi,

beberapa anak dari daerah Suko yang berjarak 400 m dari tempat Sekolah Minggu

datang untuk bersama-sama mengikuti Sekolah Minggu.

Bertambahnya jumlah anak dan jemaat membuat tempat yang semula

digunakan untuk bersekolah minggu tidak lagi memadai, maka pada tahun 1990

dibelilah sebidang tanah dibelakang rumah di jalan Ki Penjawi. Di tanah itulah

28 Wawancara dengan Pdt. KS (Gembala SM) di SM GSJA Bukit Horeb, Minggu 20 November 2011.

Page 18: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

51

dibangun gedung sederhana dengan 3 ruangan di lantai bawah dan ruangan besar

dilantai atas.

Pada tahun 1993 Bapak Karel dan Ibu Thalia Hukom mendapat tawaran dari

Compassion (saat itu bernama Yayasan Bantuan Kasih Indonesia) untuk membantu

anak-anak dari keluarga yang kurang mampu dalam pendidikan. Dari situlah,

pelayanan anak secara holistik dilakukan. Pada tahun 1996 dibelih sebidang tanah

dibelakang kuburan China dan pada tahun 1999 dimulailah pembangunan gedung

Gereja.

Dari tahun ke tahun jumlah anak-anak yang datang semakin banyak dan

mencapai 160 anak dari berbagai kalangan. Karena banyaknya anak-anak maka

tempat yang semula digunakan sudah tidak memadai lagi untuk diadakan Sekolah

Minggu. Pada saat itu, Bapak Katsoragi (Direktur Timatex dari Jepang) menawarkan

tempat kediamannya yang berada di lantai 2 untuk dipakai sebagai tempat sekolah

Minggu anak-anak.

Pada tahun 2007 mulailah dibangun gedung Pelayanan anak-anak dengan

pandangan ke masa depan. Gedung ini selain untuk Sekolah Minggu dapat di pakai

juga untuk kantor dan kegiatan aktivitas anak yang lain. Pada tahun 2009 bagian

pertama bangunan sudah selesai di bangun dan siap untuk dipakai sebagai tempat

anak-anak dan kegiatan Sekolah Minggu serta untuk kantor pelayanan.

Sekolah Minggu sebagai bagian dari pelayanan Gereja memiliki visi dan misi

yang menyatakan keberadaan/kehadirannya. Visi Sekolah Minggu adalah setiap

pengajar Sekolah Minggu akan menggunakan talenta dan kreativitasnya untuk

menyumbang kepada pembaharuan anak-anak, keluarga dan masyarakat. Sedangkan

misi Sekolah Minggu adalah Sekolah Minggu “Bukit Horeb” ada untuk menjawab

kebutuhan gereja, orang tua, dan masyarakat melalui pelayanan pengajar-pengajar

Page 19: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

52

Sekolah Minggu dengan menggunakan karunia talenta dan kreativitasnya.29

Selain itu,

SM memegang teguh nilai-nilai Gereja Sidang Jemaat Allah yaitu, kerendahan hati,

mencintai Tuhan, kejujuran dan kerajinan di sepanjang waktu.

Gambar 3.2 Gedung Kantor dan Sekolah Minggu GSJA Bukit Horeb

Komentar penulis : Gambar diatas menunjukkan kantor dan kelas-kelas

Sekolah Minggu GSJA Bukit Horeb tempat anak-anak

mendapatkan pembinaan. Didalam gambar tersebut, kantor Gereja

berada di lantai bawah sebelah kanan, sedangkan sebelah kiri

merupakan kelas-kelas untuk balita dan batita. Untuk lantai atas,

sebelah kiri kelas pratama A dan B, sedangkan yang sebelah kanan

untuk kelas Madya A dan B.

29 Pdt. Karel Schubert, Paper Visi dan Misi Sekolah Minggu GSJA Bukit Horeb,2-3.

Page 20: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

53

3.4 MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH MINGGU DI GSJA BUKIT HOREB

3.4.1 Gambaran Kegiatan Pembelajaran SM

Sekolah Minggu di GSJA Bukit Horeb diadakan disore hari pada pukul 15:30-

16:30 WIB. Anak-anak diberikan pembinaan lewat pujian, doa, serta Firman Tuhan

yang menjadi pusat dari kegiatan yang dilakukan. Melihat jumlah anak yang cukup

banyak dan perkembangan anak yang berbeda-beda, maka para pengurus membagi

kelas berdasarkan usia anak. Ada enam kelas yang disediakan, mulai dari kelas batita

(1-3 tahun), balita (4-5 tahun), pratama A (6-7 tahun), pratama B (8-9 tahun), madya A

(10-11 tahun), madya B (12 tahun).30

Untuk kelas batita/balita diawal SM, anak-anak yang baru datang diperkenalkan

dengan mainan, bermain bersama, tanya kabar dan keadaannya hari ini (menyapa anak-

anak).31

Selain itu, mereka diberikan lembar aktivitas, untuk anak batita/balita dan

pratama berupa menggambar, mewarnai, menjawab pertanyaan yang ada dalam lembar

aktivitas sedangkan untuk kelas madya berupa lembaran TTS ataupun menjawab soal-

soal. Dalam lembar ini pula anak dapat membaca rangkuman Firman Tuhan yang akan

disampaikan sehingga anak setidaknya bisa menjawab jika pengajar memberikan

pertanyaan seputar Firman yang disampaikan. Anak diberi waktu 5-10 menit untuk

menyelesaikan lembar aktivitas. Setelah itu anak diajak untuk memuji dan memuliakan

Tuhan lewat pujian. Pujian dipimpin oleh salah satu pengajar, biasanya pengajar

meminta salah seorang anak untuk memilih dan memimpin pujian yang akan

dinyanyikan dan anak yang lain memimpin doa. Hal ini dilakukan agar anak dapat

terlibat secara aktif dalam ibadah.

30 Wawancara dengan FA pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23

November 2011, Pukul 16:00-17:00. 31 Wawancara dengan RK pengajar Balita SM GSJA Bukit Horeb, 27 November 2011 pukul 16:15:16:45.

Page 21: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

54

Sebelum masuk dalam Firman, pendidik pada umumnya menanyakan kembali

cerita/Firman yang disampaikan pada minggu sebelumnya. Lamanya Firman yang

disampaikan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.

Untuk kelas batita/balita 5-10 menit, pratama 10-15 menit, dan madya 15-20 menit.

Setiap anak memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda sehingga pengajar harus

menggunakan bahasa sesederhana mungkin sehingga dipahami oleh anak-anak.

Untuk mengetahui apakah anak memahami Firman, anak diberi kesempatan

baik untuk bertanya maupun memberikan pendapatnya mengenai Firman yang

disampaikan.32

Diakhir acara SM, Pengajar memberi kesimpulan akan Firman Tuhan yang

diberitakan. Setelah itu anak-anak diajak untuk berdoa sebelum memberikan

persembahan yang telah mereka sediakan. Dan sama-sama menghafal ayat hafalan

serta diakhir dengan doa.33

32 Wawancara dengan TK pengajar Madya GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Minggu 27

November 2011, Pukul 17:30-18:15. 33

Wawancara dengan FA pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23 November 2011, Pukul 16:00-17:00.

Page 22: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

55

Gambar 3. 6 Kegiatan SM GSJA

Komentar Penulis : gambar di atas menunjukkan kegiatan SM GSJA mulai dari

aktivitas awal di masing-masing kelas, berdoa, pemberitaan Firman serta

memberikan kolekte. Dari gambar ini terlihat bahwa pengajar

mendampingi anak-anak serta memberi kesempatan kepada anak untuk

dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dilakukan

karena memang anak-anak membutuhkan pendampingan yang

mengarahkan mereka kepada tujuan akhir yang hendak dicapai.

3.4.2 Pendekatan yang digunakan

Sejak dahulu GSJA sudah memberi perhatian yang khusus terhadap

perkembangan dan pertumbuhan anak-anak jemaat dengan memberi wadah untuk

perkembangan iman anak dengan mengadakan Sekolah Minggu. Anak-anak diajar

untuk dapat meneladani Kristus. Ada empat pelayanan yang harus disediakan kepada

anak-anak baik secara internal maupun eksternal untuk menjamin Sekolah Minggu

melaksanakan misinya, antara lain : 34

34 Wawancara dengan Pdt. KS (Gembala SM),di SM GSJA Bukit Horeb, Minggu 20 November 2011.

Page 23: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

56

1. Pelayanan dengan ceritera yang Alkitabiah dan pertumbuhan anak yang

diarahkan secara sengaja.

2. Pelayanan yang membuat anak merasa dihargai dan diperhatikan.

3. Penyediaan bahan untuk mendukung pelayanan dan pengembangan

pengajar dalam mengembangkan karunia, talenta dan kreativitasnya untuk

melayani anak-anak dengan baik.

4. Mengubah kehidupan anak sehingga menjadi berkat di Gereja, Keluarga,

masyarakat.

Berdasarkan keempat pelayanan tersebut diatas, maka dalam hal ini para

pengajar menerapkan pendekatan yang berpusat pada anak. Berikut ini pendapat para

pengajar dalam menerapkan pendekatan tersebut yang dikemukakan oleh Bu H :

“Pendekatan yang berpusat pada anak, karena kita disini berusaha

untuk bagaimana agar anak benar-benar menjadi jiwa-jiwa yang takut

anak Tuhan.”35

Hal yang tidak jauh berbeda juga disampaikan oleh beberapa responden

lainnya, yaitu FA dan JK berkata bahwa :

“Tentunya pendekatan yang berpusat pada anak karena anak menjadi

subjek utama dalam pelayanan. Subjek disini berarti anak tidak hanya

pasif mendengar tetapi anak juga aktif dalam mengeluarkan pendapat,

gagasan, dan kreativitasnya dalam mengerjakan aktivitas yang

diberikan.”36

Sedangkan JK mengatakan sebagai berikut :

“ Berpusat pada anak, karena segala kegiatan disediakan untuk anak-

anak. Mulai dari bahasa yang sangat sederhana, aktivitas maupun

ruangan yang didesain untuk anak-anak. Disini, anak akan lebih aktif,

tidak hanya pengajar yang berperan, tetapi mereka juga. Misalnya,

anak dilibatkan dalam proses perenungan Firman yang disampaikan,

dengan memberi pertanyaan seputar Firman yang disampaikan.37

35Wawancara dengan Bu H wakil Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Jumat 25 November 2011 pukul

10:10-11:00. 36 Wawancara dengan FA Pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23

November 2011, Pukul 16:00-17:00. 37 Wawancara dengan JK pengajar LC SM GSJA Bukit Horeb, 04 Desember 2011 pukul 17:05-17:36.

Page 24: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

57

Pengajar dalam hal ini berusaha menciptakan suasana kelas yang tidak hanya

pengajar yang aktif tetapi anak-anak juga ikut aktif didalamnya. Sehingga visi dan

misi Sekolah Minggu dapat tercapai karena pendekatan yang berpusat pada anak akan

membuat para pengajar menggunakan talenta dan kreativitasnya dalam proses

pembelajaran dan anak akan tumbuh menjadi anak-anak yang menjadi berkat bagi

Gereja, keluarga dan masyarakat.38

Dalam mendukung penerapan pendekatan yang diterapkan dalam

menjalankan pelayanan untuk anak-anak, masing-masing kelas dipengang oleh dua

atau tiga pengajar. Setiap pengajar bertanggungjawab dalam mengenali setiap anak-

anak yang ada di kelas, hal ini bertujuan agar semua anak-anak merasa diperhatikan.

Perhatian itu akan mendorong anak untuk semakin rajin mengikuti Sekolah Minggu.

Apalagi sejak tahun 1992, ketika adanya PPA (Pusat Pengembangan Anak), keaktifan

dan kehadiran anak di Sekolah Minggu cukup menurun. Kebanyakan anak lebih

memilih untuk mengikuti PPA yang diadakan setiap dua sampai tiga kali dalam

seminggu.39

3.4.3 Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran dimulai dari persiapan. Persiapan mengajar dilakukan

secara individu. Jika persiapan dilakukan bersama tentunya membutuhkan waktu,

sedangkan yang diketahui bahwa para pengajar di SM GSJA ini sebagian besar

bekerja dan kuliah sehingga sulit untuk mencari waktu yang luang untuk mengadakan

persiapan bersama.40

38

Wawancara dengan Bu H wakil Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Jumat 25 November 2011 pukul 10:10-11:00.

39 Wawancara dengan Bu H wakil Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Jumat 25 November 2011 pukul 10:10-11:00.

40 Wawancara dengan Bu H wakil Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Jumat 25 November 2011 pukul

10:10-11:00.

Page 25: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

58

Setiap pendidik yang mendapat tugas membawa Firman diberikan buku ajar

satu minggu sebelum mengajar sedangkan untuk pengajar yang bertugas membawa

pujian cukup mempersiapkan lagu-lagu yang ada hubungannya dengan materi yang

akan disampaikan. Buku ajar yang digunakan diterbitkan oleh PT. Gandum Mas.41

Masing-masing bahan ajar berbeda-beda sesuai dengan usia/kategori tiap kelas mulai

dari kelas batita/balita, pratama dan madya. Buku ajar dilengkapi dengan flanel dan

contoh-contoh cerita yang akan membantu pendidik untuk membawakan Firman

sehingga anak tidak hanya mendengar apa yang disampaikan oleh pendidik tetapi juga

melihat gambar yang ditempel pada papan flanel yang tersedia. Setiap pendidik

mempunyai tanggungjawab untuk mengembangkan materi yang ada dalam buku ajar.

Hal ini dimaksudkan agar pendidik mampu mempresentasikan bahan ajar dengan

bahasa yang mudah dipahami oleh anak.

Persiapan yang dilakukan antara lain berdoa, mempelajari materi yang ada

dalam buku ajar dan Alkitab agar benar-benar memahami materi yang akan

disampaikan karena jika persiapannya dadakan maka kurang matang dalam arti

pelayanannya hanya setengah-setengah, mencari bahan lain yang dapat mendukung

materi atau Firman Allah kemudian melaporkannya kepada pengajar agar pengurus

dapat menyediakannya.42

Agar pelayanan dapat berjalan dengan baik dan seturut

dengan kehendak Tuhan, pengurus SM harus selalu mengingatkan para pengajar

untuk mempersiapkan materi dengan meminta pertolongan Tuhan melalui doa.43

Doa merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan Tuhan Allah. Lewat doa

seseorang dapat membangun relasi yang baik dengan Tuhan Allah. Ketika manusia

41 Wawancara dengan Pdt KS Ketua Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Minggu 20 November 2011 pukul

15.30-15:45. 42 Wawancara dengan FA Pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23

November 2011, Pukul 16:00-17:00. 43

Wawancara dengan Bu H wakil Gembala SM GSJA Bukit Horeb, Jumat 25 November 2011 pukul 10:10-11:00.

Page 26: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

59

dapat membangun relasi dengan Tuhan Allah, maka secara otomatis ia dapat

membangun relasi yang baik pula dengan sesama manusia. Oleh karena itu, sebelum

SM dimulai, para pengajar berkumpul dalam satu ruangan untuk bersama-sama

mengadakan doa bersama untuk mendoakan pelayanan yang akan dilakukan serta

mendoakan anak-anak SM.44

Gambar 3.7 Doa bersama

Komentar Penulis : Gambar ini menunjukkan kegiatan pujian dan doa

bersama yang dilakukan oleh para pengajar SM GSJA Bukit

Horeb sebelum mereka memimpin kelas masing-masing.

3.4.4 Metode Pembelajaran

Ada beberapa metode yang digunakan dalam proses pembelajaran di SM

GSJA Bukit Horeb. Metode pembelajaran yang dipakai antara lain metode bercerita

dengan menggunakan gambar/flanel/audiovisual, ceramah, tanya jawab, menonton,

44 Wawancara dengan LD pengajar SM GSJA Bukit Horeb, 13 November 2011 pukul 16:40-17:00.

Page 27: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

60

drama (role play). Metode yang dipakai disesuaikan dengan tingkat perkembangan

dan kecerdasan anak.

Metode yang dipilih dalam menyampaikan materi sangat tergantung pada jenis

cerita yang di sampaikan dan usia anak yang diajar.45

Misalnya, Firman yang

disampaikan terdapat banyak tokoh-tokoh didalamnya maka metode yang digunakan

metode drama atau role play. Bisa juga dengan metode bercerita dengan menempel

gambar tokoh dipapan flanel. Metode dengan menggunakan papan flanel merupakan

metode yang khas dipakai oleh para pengajar. Dari pengalaman penulis dibeberapa

SM, metode ini masih sangat jarang digunakan.

Gambar 3.8 Metode dengan Menggunakan Papan Flanel

Komentar Penulis : Gambar ini menunjukkan pengajar yang sedang

memimpin Firman Tuhan dengan memakai metode yang

menggunakan papan flanel.

Selain itu, memilih dan menerapkan metode secara kreatif dan bervariasi

dapat dilakukan dengan melibatkan kecerdasan ganda yang dimiliki oleh masing-

45

Wawancara dengan FA pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23 November 2011, Pukul 16:00-17:00.

Page 28: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

61

masing anak. Para pengajar menyadari bahwa masing-masing kelas terdapat beragam

kecerdasan. Ada anak yang suka musik dan bernyanyi, suka bicara, suka mengganggu

teman, suka bermain atau ada juga anak yang lebih suka mendengar. Tiap-tiap

kecerdasan ini membutuhkan perhatian yang lebih dari pengajar. Oleh karena itu,

dalam memilih dan menentukan metode pembelajaran pengajar memperhatikan dan

menimbang metode mana yang setidaknya dapat mendukung anak dalam

mengembangkan kecerdasan yang dimilikinya. Berdasarkan hasil wawancara yang

telah dilakukan penulis, berikut ini pendapat FA mengenai pemanfaatan potensi yang

dimiliki oleh anak dengan melibatkan anak dalam penerapan metode pembelajaran

adalah :

”Sebagai pengajar tentunya setiap kita paling tidak 80% mengenal anak yang

kita layani. Oleh karena itu, ketika saya memilih metode yang akan saya

gunakan saya mengingat-ingat kecerdasaan yang biasanya ditunjukkan anak

di dalam kelas. Hal ini yang cukup menantang bagi saya, dimana harus

menerapkan metode di kelas yang memiliki beragam kecerdasan. Jika saya

memakai metode tanyajawab, biasanya saya memberi kesempatan kepada

anak untuk dapat mengeluarkan pendapatnya mengenai apa yang mereka

pahami tentang Firman Tuhan yang akan atau telah disampaikan. Misalnya,

anak yang suka bicara diberikan kesempatan untuk menceritakan kembali

cerita Alkitab menurut versi dan bahasa mereka atau anak yang senang

bernyanyi dikasih kesempatan memimpin pujian.”46

Hal itu didukung pula oleh RK yang mengatakan :

”Untuk anak-anak balita yang hiperaktif dan malu-malu biasa saya lebih

memilih metode yang dimana saya mengajak anak untuk bermain dan

bernyanyi. Karena jika kita perhatikan, pada umumnya pada usia ini mereka

memang lebih senang jika diajak bernyanyi dan bermain. Selain itu

penyediaan alat-alat aktivitas seperti balok kayu, boneka, dan gambar-

gambar yang perlu diwarnai akan sangat mendukung anak dalam memilih

sendiri apa yang mereka inginkan.”47

Selain itu, TK sebagai pengajar dikelas madya menyatakan bahwa :

” Melihat setiap anak memiliki kesenangan atau kecerdasan yang berbeda-

beda bahkan unik, maka dalam proses pembelajaran biasanya saya meminta

46 Wawancara dengan FA Guru Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23 November

2011, Pukul 16:00-17:00. 47 Wawancara dengan RK pengajar Balita SM GSJA Bukit Horeb, 27 November 2011 pukul 16:15-16:45.

Page 29: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

62

anak-anak untuk dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran. Misalnya,

anak yang senang menyanyi saya beri kesempatan untuk memimpin pujian.

Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk meminta anak-anak yang

lain yang meskipun pemalu untuk di ajak mengekspresikan dirinya.”48

Metode yang dipakai oleh pengajar di masing-masing kelas berbeda-beda.

Berikut ini beberapa pendapat yang disampaikan oleh para pengajar dari kelas

masing-masing mengenai metode yang mereka pakai dalam membawakan Firman

Tuhan, seperti yang diungkapkan oleh FF :

“Metode yang sering saya pakai untuk kelas batita adalah metode

bercerita dengan alat peraga dan drama. Hal ini saya lakukan karena

anak usia ini lebih cenderung menyukai apa yang mereka lihat.”49

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh RK dalam mengajar anak

balita :

“Metode yang saya pakai adalah metode bercerita dengan gambar

seperti dengan menggunakan gambar yang ditempel pada papan flanel.

Selain itu, drama juga dapat mendukung anak-anak dalam

memperhatikan apa yang disampaikan. Disini yang berperan bukan

anak-anak tetapi kakak-kakak layan. Metode ini sangat efektif untuk

anak usia ini karena mereka lebih cepat menangkap apa yang mereka

lihat dan dengar.”50

Pada umumnya metode tersebut dilakukan di dalam kelas. Pengajar untuk

kelas pratama dan madya menggunakan metode drama, tanya jawab dan ceramah

serta metode menghafal. Selain itu, dalam proses pembelajaran pengajar memberi

kesempatan kepada kami (anak) untuk bertanya hal-hal yang belum dipahami.51

Berikut ini pendapat dari FA dan TK yang mengatakan bahwa :

“di kelas pratama metode yang saya gunakan lebih sering metode tanya jawab

dan ceramah. kecuali Firman yang saya bawakan mendukung untuk

dibawakan dalam drama, maka saya menggunakan metode drama. Hal ini saya

lakukan agar anak-anak dapat aktif dikelas. Anak-anak yang lebih aktif

berbicara di kelas saya beri kesempatan untuk mengutarakan jawabannya.

Tidak tertutup kemungkinan, saya juga memberi kesempatan kepada semua

anak untuk memberikan pendapatnya meskipun anak itu memiliki sifat

48 Wawancara dengan TK pengajar Madya GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Minggu 27

November 2011, Pukul 17:30-18:15. 49

Wawancara dengan FF pengajar Batita SM GSJA Bukit Horeb, Senin 28 November 2011 pukul 17:00-18:00.

50 Wawancara dengan RK pengajar Balita SM GSJA Bukit Horeb, Minggu 27 November 2011 pukul 16:15:16:45.

51 Wawancara dengan SF kelas Pratama SM GSJA Bukit Horeb, Minggu 20 November 2011 pukul

15.20-15:27.

Page 30: 3.1 GAMBARAN UMUM TENTANG TEMPAT PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2271/4/T1_712007020_BAB III... · Masuk dalam pemberitaan Firman, ... Masing -masing kelas memulai

63

pendiam atau pemalu. Selain itu, mereka dijuga diajak untuk dapat menghafal

ayat yang menjadi nats dari pembacaan.”52

Sedangkan TK :

”saya lebih sering memakai metode ceramah/bercerita, tanya jawab dan

drama. Metode ceramah, karena saya termasuk pandai berbicara dengan

menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh anak-anak serta menarik

perhatian anak-anak dengan pembawaan saya. Metode tanya jawab, dalam hal

ini saya ingin agar anak juga aktif dalam kelas, sedangkan drama saya pakai

jika dalam cerita/materi terdapat banyak tokoh-tokoh. Selain itu, saya juga

menerapkan metode menghafal, khususnya untuk menghafal ayat-ayat emas

atau nats dari pembacaan Alkitab yang sudah dibacakan.” 53

Gambar 3. 9 Metode yang digunakan

Komentar Penulis : Gambar ini menunjukkan metode yang digunakan oleh

para pengajar di masing-masing kelas. Ada yang menggunakan

metode tanya jawab, metode mendongeng, bermain serta metode

yang menggunakan papan flanel. Dan terlihat anak begitu antusias

dalam proses pembelajaran tersebut.

52 Wawancara dengan FA pengajar Pratama SM GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Rabu 23

November 2011, Pukul 16:00-17:00. 53

Wawancara dengan TK pengajar Madya GSJA Bukit Horeb di GSJA Bukit Horeb, Minggu 27 November 2011, Pukul 17:30-18:15.