3. metoda penelitian 3.1 survey dan wawancara · sedangkan pada fly ash ngoro berbentuk tidak...

12
17 Universitas Kristen Petra 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara Dalam penelitian ini fly ash yang digunakan berasal dari sisa pembakaran batu bara berasal dari PLTU di Ngoro, Mojokerto, Jawa Timur, di mana kami telah melakukan survey lokasi dan menerima keterangan lebih mendalam mengenai PLTU ini. PLTU di Ngoro yang kami kunjungi ini merupakan PLTU milik perusahaan swasta yang bernama SPS Corporate, sedangkan PLTU tersebut bernama Sinergy Power Source. Sinergy Power Source memberi daya untuk lima kompleks industri di kawasan Ngoro tersebut, yaitu meliputi PT Mekabox International, PT Sun Paper Source, PT Superior Prima Sukses, PT Sopanusa Tissue, dan PT Star Paper Supply. PT Sinergy Power Source memiliki dua turbin dengan daya sebesar 15 MW pada tiap turbinnya, memberikan total daya 30 MW . PT Sinergy Power Source memiliki 3 boiler, salah satunya dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada kegiatan sehari-harinya, boiler yang dipakai oleh PT Sinergy Power Source adalah 2 boiler, di mana 1 boiler dipersiapkan standby, sebagai cadangan agar jika ada 1 boiler yang bermasalah, boiler cadangan dapat dimanfaatkan, agar total daya tetap bertahan pada 30MW. Gambar 3.1 Boiler pada PT Sinergy Power Source

Upload: others

Post on 05-Nov-2020

38 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

17 Universitas Kristen Petra

3. METODA PENELITIAN

3.1 Survey dan Wawancara

Dalam penelitian ini fly ash yang digunakan berasal dari sisa pembakaran

batu bara berasal dari PLTU di Ngoro, Mojokerto, Jawa Timur, di mana kami telah

melakukan survey lokasi dan menerima keterangan lebih mendalam mengenai

PLTU ini. PLTU di Ngoro yang kami kunjungi ini merupakan PLTU milik

perusahaan swasta yang bernama SPS Corporate, sedangkan PLTU tersebut

bernama Sinergy Power Source. Sinergy Power Source memberi daya untuk lima

kompleks industri di kawasan Ngoro tersebut, yaitu meliputi PT Mekabox

International, PT Sun Paper Source, PT Superior Prima Sukses, PT Sopanusa

Tissue, dan PT Star Paper Supply. PT Sinergy Power Source memiliki dua turbin

dengan daya sebesar 15 MW pada tiap turbinnya, memberikan total daya 30 MW .

PT Sinergy Power Source memiliki 3 boiler, salah satunya dapat dilihat

pada Gambar 3.1. Pada kegiatan sehari-harinya, boiler yang dipakai oleh PT

Sinergy Power Source adalah 2 boiler, di mana 1 boiler dipersiapkan standby,

sebagai cadangan agar jika ada 1 boiler yang bermasalah, boiler cadangan dapat

dimanfaatkan, agar total daya tetap bertahan pada 30MW.

Gambar 3.1 Boiler pada PT Sinergy Power Source

Page 2: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

18 Universitas Kristen Petra

Teknik pembakaran yang digunakan PT Sinergy Power Source adalah

CFB, yang merupakan salah satu tipe dari teknik FBC. Gambar 3.2 yang diambil

dari penelitian Gayan et al., (2004), akan membantu penjelasan kami akan sistem

CFB.

Gambar 3.2 Diagram Skematik Reaktor CFB CIEMAT (Gayan et al., 2004)

CFB merupakan salah satu sistem di mana batu bara sebagai material yang

dibakar, diangkut dari tempat penampungan memakai belt conveyor ke dalam

tempat penampungan, yang kemudian disalurkan ke coal feeder yang dapat dilihat

pada Gambar 3.2 ditunjukkan dengan angka 3. Coal feeder kemudian

menyemburkan batu bara tersebut ke dalam pembakar yang ditunjukkan dengan

angka 5 pada Gambar 3.2. Pada dasar boiler yang biasa disebut bed, dialiri udara

melalui pipa-pipa yang terdapat pada bed tersebut. Pipa diatur sedemikian rupa

sehingga udara yang keluar dari pipa terdistribusi secara merata pada bed . Udara

pada bed ini akan membuat batu bara melayang pada boiler . Batu bara pada boiler

ini dibakar dengan suhu berkisar antara 760 - 950º C. Suhu pada pembakar dijaga

agar tidak melebihi 950º C, karena apabila melebihi suhu tersebut, maka abu hasil

pembakaran akan meleleh dan membuat buntu saluran udara.

Abu hasil bakaran akan melayang ke atas pada boiler, abu yang masih

berukuran besar akan ditangkap oleh cyclone, yang ditunjukkan dengan angka 6

pada Gambar 3.2, yang kemudian akan dikembalikan ke bagian pembakaran di

Page 3: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

19 Universitas Kristen Petra

bawah. Karena sistem pembakaran yang seperti inilah, bottom ash yang dihasilkan

oleh proses pembakaran ini sangat rendah. Abu yang sudah cukup halus akan

dimasukkan ke dalam Electrostatic Precipitator (ESP). ESP berupa lempengan-

lempengan yang bermuatan untuk menangkap fly ash yang terbang ke dalam ESP

tersebut. Setelah lempengan penuh oleh fly ash yang menempel, lempengan

tersebut akan dipukul sehingga lempengan bermuatan netral, dan membuat fly ash

yang menempel berjatuhan pada penampung di bawahnya. Penampung inilah yang

kemudian akan membawa fly ash ke dalam tempat penampungan fly ash yang dapat

dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Tempat Penampungan Fly Ash PT Sinergy Power Source

Sekitar 650 ton batu bara diolah tiap harinya. Batu bara yang dipakai berasal

dari Kalimantan, dengan sumber tambang yang berbeda-beda. Dengan sumber batu

bara yang berbeda-beda, maka berbeda pula kualitas batu baranya, dan

menghasilkan fly ash dan bottom ash yang berbeda pula. Dari 650 ton batu bara

yang diolah, dapat menghasilkan sekitar 40 ton fly ash tiap harinya, sedangkan

bottom ash hanya sekitar 1 ton per harinya. Fly ash dari PT Sinergy Power Source

saat ini hanya dimanfaatkan sebagai raw material grade oleh pabrik Semen Gresik

dan Holcim. Perlu diketahui sebelumnya bahwa pemanfaatan fly ash yang masuk

pada pabrik semen akan dipisah menjadi dua grade, yaitu cement grade dan raw

material grade. Jika fly ash yang dikirimkan memenuhi syarat-syarat untuk dapat

menjadi pengganti semen yang baik, maka fly ash tersebut akan dimasukkan ke

Page 4: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

20 Universitas Kristen Petra

dalam cement grade, sedangkan fly ash yang tidak memenuhi syarat akan

digolongkan menjadi raw material grade.

Sampai saat ini ̧fly ash dari PT Sinergy Power Source hanya dapat dipakai

sebagai raw material grade oleh pabrik semen. Salah satu alasan yang dijelaskan

pada kami adalah syarat klorin = 0% pada fly ash untuk mencapai cement grade,

sedangkan fly ash PT Sinergy Power Source memiliki kandungan klorin > 0%. Oleh

karena itu, penelitian untuk pemanfaatan fly ash PT Sinergy Power Source sebagai

pengganti semen perlu dilakukan, mengingat minimnya pemanfaatan pada fly ash

ini.

3.2 Material

3.2.1 Fly Ash

Pada penjelasan subbab sebelumnya, telah dijelaskan bahwa fly ash yang

kami gunakan dalam penelitian ini merupakan fly ash yang berasal dari PT Sinergy

Power Source, yang memakai sistem pembakaran CFB. Perlu diingatkan

sebelumnya bahwa sistem pembakaran CFB merupakan salah satu jenis sistem

pembakaran FBC, di mana batu bara akan disirkulasi secara terus menerus sampai

terbakar habis pada boiler. Fly ash produk FBC memiliki kandungan kimia yang

berbeda jika dibandingkan dengan fly ash produk PCC. Fly ash produk PCC

umumnya dapat digolongkan menjadi kelas F, kelas N, dan kelas C berdasarkan

kandungan kimia di dalamnya, yang diatur pada ASTM C 618, seperti pada Tabel

2.1. Fly ash produk FBC pada umumnya tidak memiliki kandungan kimia seperti

yang telah diatur pada ASTM C 618, maka fly ash produk FBC tidak dapat secara

umum digolongkan menjadi fly ash tipe C ataupun F, seperti fly ash produk PCC.

Fly ash produk CFB umumnya memiliki kadar CaO yang tinggi, hal ini

dikarenakan penambahan material limestone sebagai penangkap sulfur yang

dilepaskan dari hasil pembakaran. Tabel 3.1 menunjukkan hasil tes XRF pada fly

ash CFB PT Sinergy Power Source. Pada fly ash PT Sinergy Power Source tidak

terdapat kadar CaO yang tinggi, sehingga dapat kami duga bahwa PT Sinergy

Power Source tidak menambahkan material limestone sebagai penangkap sulfur.

Kadar LOI yang rendah disebabkan oleh sistem sirkulasi dari CFB sendiri, karena

Page 5: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

21 Universitas Kristen Petra

abu yang masih berukuran besar ditangkap dan dikembalikan oleh cyclone,

sehingga batu bara dapat terbakar dengan lebih efisien.

Tabel 3.1 Hasil Tes XRF Fly Ash Ngoro

No. Parameter Unit Test Result

1. SiO2 % wt 48,94

2. Al2O3 % wt 35,11

3. Fe2O3 % wt 5,99

4. TiO2 % wt 1,93

5. CaO % wt 2,20

6. MgO % wt 1,34

7. K2O % wt 0,95

8. Na2O % wt 0,40

9. SO3 % wt 0,15

10. MnO2 % wt 0,07

11. P2O5 % wt 0,14

12. L O I % wt 2,50

13. SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 % wt 90,04

Gambar 3.4 Foto SEM dari Fly Ash PCC (kiri) (Chindaprasirt et al., 2011) dan Fly

Ash PLTU Ngoro (kanan)

Selain perbedaan pada kandungan kimianya, fly ash produk FBC memiliki

perbedaan bentuk partikel dibandingkan dengan fly ash produk PCC. Hal ini

ditunjukkan pada hasil tes foto SEM seperti pada Gambar 3.4. Bentuk partikel dari

fly ash produk PCC terlihat menyerupai bola akibat dari temperatur yang tinggi,

sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh

temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu bara tidak meleleh

sepenuhnya, dan menghasilkan bentuk yang tidak beraturan. Partikel yang tidak

Page 6: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

22 Universitas Kristen Petra

beraturan ini membuat fly ash Ngoro membutuhkan lebih banyak air agar campuran

dengan fly ash FBC lebih lecak (Chindaprasirt et al., 2011).

3.2.2 Agregat

Sample yang diteliti dalam penelitian ini berupa mortar, sehingga agregat

yang digunakan dalam penelitian ini hanya agregat halus saja, yakni pasir

Lumajang. Pasir yang didapat harus dalam keadaan kering terlebih dahulu, lalu

dilakukan gradasi sesuai standar ASTM (ASTM C778-13, 2014) seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 3.2. Gradasi diterapkan untuk setiap sampel mortar benda

uji. Setelah itu, pasir yang digunakan juga dipastikan dalam keadaan SSD

(Saturated Surface Dry).

Tabel 3.2 Standard Sand Requirements (ASTM C778-13, 2014)

Characteristic 20-30 Sand Graded

Sand

Grading, percent passing sieve:

1,18 mm (No. 16) 100 100

850 μm (No. 20) 85 to 100

600 μm (No. 30) 0 to 5 96 to

100

425 μm (No. 40) 65 to 75

300 μm (No. 50) 20 to 30

150 μm (No. 100) 0 to 4

Difference in air content of

mortars made with washed and

unwashed sand, max, % air

2 1,5

Source of Sand Ottawa, IL or

LeSuer, MN

Ottawa,

IL

3.2.3 Alkali Activator

Sebagai beton geopolimer tentu dibutuhkan alkali aktivator sebagai salah

satu dari komponen utama. Larutan alkali activator yang kami gunakan dalam

penelitian ini adalah sodium hidroksida (NaOH) padat, yang kemudian akan

dicampur dengan air menjadi larutan NaOH dengan konsentrasi 8M sampai 14M

dan sodium silikat. Sodium silikat yang digunakan ada dua jenis dengan kandungan

yang berbeda seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3. Pemakaian dua macam sodium

Page 7: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

23 Universitas Kristen Petra

silikat yang berbeda dikarenakan terbatasnya jumlah sodium silikat yang tersedia

pada laboratorium Universitas Kristen Petra, sehingga kami membeli lagi di toko

yang sama. Hal yang perlu diperhatikan adalah saat pencampuran NaOH ke dalam

air suling, karena selanjutnya yang terjadi adalah larutan akan segera bereaksi

menghasilkan panas yang tinggi. Maka dari itu larutan NaOH didiamkan terlebih

dahulu semalam baru dilakukan pengecoran.

Tabel 3.3 Kandungan Kimia Sodium Silikat

Sodium Silikat I Sodium Silikat II

Na2O+SiO2 (%) 58 39

Air (%) 42 61

3.3 Alat Yang Digunakan

Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan yaitu, antara lain: sekop,

kapi, ember, bor pengaduk, meja penggetar, oven, gelas ukur, timbangan digital,

dan vicat needle. Alat diperiksa kembali kebersihannya sebelum digunakan, agar

tidak mempengaruhi hasil penelitian. Bor pengaduk digunakan untuk membantu

pencampuran komponen agar tercampur merata dan cepat. Bekisting yang

digunakan berukuran 5x5x5 cm. Sebelum adonan beton geopolymer dituang ke

dalam bekisting, minyak goreng dioleskan sebagai release agent pada bekisting

untuk memastikan bekisting tidak lengket dengan sample. Setelah itu barulah

adonan boleh dituang ke dalam bekisting. Setelah dilakukan mixing dan curing pada

suhu ruangan, sampel mortar akan dilakukan uji tekan pada umur 7, 14 dan 28 hari.

Vicat needle digunakan untuk mengukur setting time pasta geopolimer dengan cara

mengukur kedalaman jarum yang masuk ke pasta geopolimer.

3.4 Mix Design

Mix Design 1 dengan kode campuran A sampai C mengacu pada penelitian

sebelumnya (Erlando, Frengki, & Hardjito, 2017) dimana alkali activator yang digunakan

adalah kombinasi antara larutan NaOH dan sodium silikat. Larutan NaOH

disiapkan dalam 3 konsentrasi, yaitu 8M, 10M, 14M. Perbandingan larutan sodium

silikat (Na2SiO3) dengan sodium hidroksida (NaOH) padat adalah 2,5 dan

menggunakan sodium silikat I seperti yang ditunjukan pada Tabel 3.4. Sedangkan

Page 8: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

24 Universitas Kristen Petra

pada Mix Design 2 dengan kode campuran D dan E berfokus pada perbandingan

massa Si:Al. Perbandingan massa Si:Al yang digunakan adalah tetap yakni 3.

Perbandingan fly ash:pasir sebesar 1:2 (Erlando et al., 2017).

Tabel 3.4 Mix Design 1

Kode

Campuran

Fly

Ash

(gr)

Pasir

(gr)

Larutan NaOH Sodium Silikat

Konsentrasi NaOH

(solid) (gr) Air (gr)

Na2O+SiO2

(58%) (gr) Air (42%) (gr)

A1 300 600 8M 48 133,5 69,6 50,4

A2 300 600 10M 60 124,5 87 63

A3 300 600 14M 84 115,5 121,8 88,2

B1 300 600 8M 57,6 160,2 83,52 60,48

B2 300 600 10M 72 149,4 104,4 75,6

B3 300 600 14M 100,8 138,6 146,16 105,84

C1 300 600 8M 67,2 186,9 97,44 70,56

C2 300 600 10M 84,0 174,3 121,8 88,2

C3 300 600 14M 117,6 161,7 170,52 123,48

Mix Design 1 ditunjukkan pada Tabel 3.4. Untuk perhitungan kebutuhan

NaOH sebagai contoh memakai sampel A1, membutuhkan NaOH dengan

konsentrasi 8 Molar. Dari NaOH(solid) kami dapat menghitung jumlah kebutuhan

sodium silikat. Dengan mengacu pada perbandingan massa sodium

silikat/NaOH(solid)=2,5 maka 𝑆𝑜𝑑𝑖𝑢𝑚 𝑠𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑡 = 2,5𝑥𝑁𝑎𝑂𝐻(𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑).

Setelah meneliti dan menganalisa hasil kuat tekan dari mix design awal,

kami mencoba untuk membuat mix design baru, yang kami sebut dengan Mix

Design 2. Tabel 3.5 menunjukkan mix design 2 dengan sodium silikat tetap.

Mix Design 2 ini kami lakukan karena kami ingin meneliti lebih lanjut

mengenai kekuatan tekan tertinggi yang dapat dicapai dengan fly ash Ngoro ini..

Perhitungan kebutuhan NaOH sama dengan Mix Design 1. Untuk kebutuhan

sodium silikat pada Mix Design 2 menyesuaikan perbandingan massa Si:Al = 3.

Perbandingan massa Si:Al = 3 dipakai sebagai pembuktian bahwa kuat tekan mortar

geopolimer dipengaruhi oleh rasio tersebut. Mix Design 2 ini kami coba dengan

memakai molaritas yang lebih rendah, yaitu 6M-8M, dengan tujuan menemukan

Page 9: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

25 Universitas Kristen Petra

kekuatan tertinggi dengan molaritas sekecil mungkin, dan berdasarkan pada mix

design awal, 8M merupakan molaritas terkecil untuk mencapai kekuatan tekan yang

tinggi, sehingga 14M tidak dipakai lagi dalam mix design 2. Pada Mix Design 2,

sodium silikat yang digunakan adalah sodium silikat II.

Tabel 3.5 Mix Design 2

Kode

Campuran

Fly

Ash

(gr)

Pasir

(gr)

Larutan NaOH Sodium Silikat

Konsentr

asi

NaOH

(solid)

(gr)

Air

(gr)

Na2O+SiO2

(39%) (gr)

Air

(61%)

(gr)

D1 300 600 6M 36 139,5 44,32 69,32

D2 300 600 7M 42 136,5 44,32 69,32

E1 300 600 6M 43,2 167,4 44,32 69,32

E2 300 600 7M 50,4 163,8 44,32 69,32

E3 300 600 8M 57,6 160,2 44,32 69,32

F 300 600 8M 48 133,5 65,03 101,71

Setelah melakukan analisa dan membandingkan hasil pada Mix Design 1

dan 2, kami menemukan bahwa kandungan sodium silikat yang dipakai berbeda.

Pada Mix Design 2, kami memakai sodium silikat yang berbeda dengan Mix Design

1, dengan asumsi kadar sodium silikat yang ada sama dengan Mix Design 2, yaitu

58% sodium silikat dan 42% air dengan catatan bahwa sodium silikat pada kedua

mix design ini berasal dari toko yang sama. Setelah pencarian data lebih lanjut, kami

menemukan bahwa kadar sodium silikat untuk Mix Design 2 hanyalah 39%, dengan

sisa 61% adalah air.

Dengan pedoman kadar sodium silikat yang baru, kami mencoba membuat

sampel dengan kode campuran F. Sampel F memakai konsentrasi larutan NaOH

8M dengan mempertimbangkan bahwa molaritas tersebut merupakan yang terbaik

dalam menghasilkan kuat tekan tinggi pada Mix Design 1. Jumlah sodium silikat

didapat dari perhitungan serupa dengan sampel D dan E dengan perbandingan Si:Al

= 3, dan kadar sodium silikat 39%. Mix Design untuk sampel F ditunjukkan pada

Tabel 3.5.

Page 10: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

26 Universitas Kristen Petra

3.5 Benda Uji

3.5.1 Bekisting

Bekisting yang digunakan berbentuk kubus dengan ukuran 5x5x5 cm

dengan jumlah 3 buah tiap bekistingnya seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Bekisting Kubus Berukuran 5x5x5 cm

3.5.2 Prosedur Pembuatan Mortar Geopolimer

(a)

(b)

Gambar 3.6 Prosedur Pencampuran Geopolimer

Adapun prosedur untuk pembuatan mortar geopolimer yakni ditunjukkan

dalam Gambar 3.6 (a) dan (b). Dimana pada prosedur (a) larutan NaOH dengan

Sodium silikat dicampur terlebih dahulu lalu dicampurkan ke fly ash dan terakhir

dimasukan pasir. Pada prosedur (b) fly ash dicampurkan terlebih dahulu dengan

larutan NaOH kemudian dicampur dengan sodium silikan dan terakhir dimasukan

pasir. Prosedur ini dipilih karena berdasarkan penelitian sebelumnya, prosedur (b)

memiliki reaksi yang lebih lambat dari prosedur (a) (Erlando et al., 2017). Sebelum

proses pembuatan dimulai material dan peralatan disiapkan terlebih dahulu sesuai

Fly Ash NaOH + Sodium Silikat Pasir

Fly Ash + NaOH Sodium Silikat Pasir

Page 11: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

27 Universitas Kristen Petra

dengan mix design. Dari setiap prosedur dibuatlah mortar geopolimer, saat mortar

dituang ke dalam bekisting dilakukan pemadatan dengan meja vibrator, selanjutnya

Mortar yang telah dicetak dilakukan curing pada suhu ruang selama 7, 14, 28 hari.

3.6 Pengujian Sampel

3.6.1 Pengujian Kuat Tekan Mortar Geopolimer

Pengujian kuat tekan mortar geopolimer dilakukan setelah mortar mencapai

umur 7, 14 dan 28 hari. Mortar Geopolimer diuji dengan menggunakan alat tes

tekan di Laboratorium Beton Universitas Kristen Petra berdasarkan

ASTM:C109M-02, (2007). Sebelum diuji, dilakukan test kepadatan untuk

mengetahui density mortar.

3.6.2 Pengujian Setting Time Pasta Geopolimer

Pengujian setting time pasta geopolimer dilakukan dengan menggunakan

alat vicat needle. Pengujian ini dilakukan pada suhu ruangan dan terlebih dahulu

dilakukan pencatatan waktu yaitu saat larutan alkali mulai ditambahkan ke dalam

fly ash. Pasta geopolimer yang sudah tercampur kemudian diratakan di dalam mold

dan diletakkan di bawah alat vicat needle. Pengujian setting time dilakukan dengan

melepaskan jarum alat vicat needle pada pasta geopolimer dan dilakukan

pembacaan. Initial setting time dicapai saat angka yang terbaca pada vicat needle

menunjukkan angka 25 mm.

3.6.3 Pengujian workability

Flow table test dilakukan untuk melihat workability/flowability dan plastic

viscosity pada campuran mortar. Pengujian ini dilakukan sebelum dicetak di dalam

bekisting. Tolok ukurnya adalah dengan memakai flow diameter (diameter aliran)

yang terjadi. Pengujian dilakukan dengan cara menuangkan campuran yang baru

dibuat ke dalam mold yang diletakkan di atas piringan flow table hingga penuh dan

permukaan paling atas diratakan. Mold kemudian diangkat dan alat flow table

diketuk sebanyak 25 kali dalam waktu 15 detik, lalu flow diameter diukur. Semakin

besar diameter yang didapatkan maka flowability semakin tinggi. Segregasi yang

Page 12: 3. METODA PENELITIAN 3.1 Survey dan Wawancara · sedangkan pada fly ash Ngoro berbentuk tidak beraturan, yang diakibatkan oleh temperatur yang lebih rendah, sehingga partikel batu

28 Universitas Kristen Petra

terjadi pada campuran dapat dilihat ketika air mengalir terlebih dahulu saat mold

diangkat.