2ketebalan lapisan permukaan

6
2.6. Ketebalan Lapisan Permukaan Ketebalan lapisan yang terbentuk dapat di cari dengan cara sebagai berik 1. Dengan cara mengukur ketebalan lapisan pada foto yang telah di a kemudian dibandingkan dengan ketebalan yang telah diketahui pembesaran yang sama yang digunakan pada saatpengamatandan pengambilan foto. Dalam hal inimikroskop hanya digunakan untuk mengamati ketebalan dari pelapisan. (Suarsana,2008) ....................... …………………….. Dimana : T = Tebal lapisan yang dicari (mm) Tf = Tebal pembanding pada foto (mm) Ts = Tebal pembanding (diketahui) (mm) Tfs = Tebal lapisan yang di ukur pada foto (mm) Z = Pembesaran yang digunakan mikroskop . !ara kedua adalah dengan cara matematis" dengan formula sebagai ber : #enurut $o%enheim &&&&&&&.. Dimana : T = Tebal yang terbentuk (cm) W = m 'm 1 = #assa lapisan yang terbentuk (gr) P = #assa enis pelapis (gr cm * ) A = $uas permukaan setelah dilapisi (cm ) #enurut +. +. ,aleh &&&&&&

Upload: bimo-hakim

Post on 05-Nov-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anodes

TRANSCRIPT

2.6. Ketebalan Lapisan PermukaanKetebalan lapisan yang terbentuk dapat di cari dengan cara sebagai berikut:

1. Dengan cara mengukur ketebalan lapisan pada foto yang telah di ambil kemudian dibandingkan dengan ketebalan yang telah diketahui dengan pembesaran yang sama yang digunakan pada saat pengamatan dan pengambilan foto. Dalam hal ini mikroskop hanya digunakan untuk mengamati ketebalan dari pelapisan. (Suarsana,2008)

.......................

..

Dimana :

T= Tebal lapisan yang dicari (mm)

Tf= Tebal pembanding pada foto (mm)

Ts= Tebal pembanding (diketahui) (mm)

Tfs= Tebal lapisan yang di ukur pada foto (mm)

Z= Pembesaran yang digunakan mikroskop

2. Cara kedua adalah dengan cara matematis, dengan formula sebagai berikut :

Menurut Lowenheim

..

Dimana :

T= Tebal yang terbentuk (cm)

W= m2-m1= Massa lapisan yang terbentuk (gr)

P= Massa jenis pelapis (gr/cm3)A= Luas permukaan setelah dilapisi (cm2)

Menurut A. A. Saleh

Dimana :

T= Ketebalan lapisan yang terbentuk (in)

H= Waktu pelapisan (jam)

C= Rapat arus listrik (A/in2)

A= Luas peermukaan specimen yang telah terlapisi (in2)

F= Faktor (0,199) untuk 2.6.1 Kecerahan lapisan

Penampilan lapisan dekoratif merupakan suatu hal yang penting tetapi seringkali dinilai secara subjektif. Sehingga dalam pengamatan suatu lapisan yang mengamati kecerahan, penilaiannya diserahkan secara subjektif kepada keputusan pengawas. Dalam penelitian ini, penentuan tingkat kecerahan menggunakan iluminasi cahaya. Kuat penerangan atau ilumunasi didefinisikan sebagai banyaknya fluks cahaya yang mengenaisatu satuan luas permukaan yang mendapat penerangan. Jika sumber cahaya tidak berwujud titik melainkan berwujud suatu luasan/permukaan, maka banyaknya fluks cahaya yang dipancarkan sudah tentu sebanding dengan luas permukaan sumber cahaya itu dan begitu pula intensitas cahanya. Pengukuran intensitas cahaya, yakni yang lazim disebut foto metri, dilakukan dengan membandingkan intentasi cahaya sumber cahaya yang akan ditentukan intentasinya dengan intensitas cahaya dari sumber cahaya standart yang memang sudah tertentu intensitasnya, yakni dengan membandingkan iluminasi yang diberikan oleh keduanya pada suatu tabir. (Suarsana,2008)Intensitas cahaya

..

Iluminasi

.

Keterangan :

F= Fluks cahaya (lumen)

= Sudut ruang (sr)

A= Luas permukaan yang memperoleh penerangan (m2)2.2.6. Tembaga

Tembaga murni jarang dipergunakan, kecuali untuk keperluan alat-alat listrik atau alat penukar panas. Ini disebabkan antara lain karena harganya yang cukup mahal dan kekuatan tidak begitu tinggi. Tembaga memang mudah membentuk paduan dengan logam-logam lain. Alloy utamanya adalah perunggu 9dengan seng) dan kuningan (dengan timah). Ada pula alloy lain misalnya aluminium-kuningan, tembaga-berilium. Tembaga bersifat liat, lunak, ulet. Tidak terlalu terokdasi oleh udara, bila terjadi terbentuk panita (hjau) terdiri atas hidroksokarbonat dan hidroksosulfat. Reaksi dengan sulfide (gas,lembab) juga sedikit, tetapi terbentuk tarnish (film noda/bercak) yang menyulitkan untuk disolder. Itulah sebabnya pada alat komunikasi tembaga masih sering diplat timah (atau timah-timbel). (Suarsana,2008)2.4. Metode HAS

Dalam pembuatan material matrik komposit (MMCs) proses yang digunakan adalah proses dengan metode HAS. Metode HAS adalah metode kombinasi antara infiltrasi spontan dengan pengadukan. Dengan menggabungkan dua metode tersebut dapat mengurangi kelemahan-kelemahan material, sehingga dapat memperoleh material yang berkualitas tinggi.

Keuntungan metode ini adalah tanpa melakukan pengontrolan yang ketat selama proses fabrikasi berlangsung dan peralatan yang digunakan tidak terlalu rumit. Proses fabrikasi dalam metode ini menggunakan proses infiltrasi yang disertai pengadukan susunan matrik dan penguat yang dipanaskan dalam temperatur tertentu dalam lingkaran nitrogen sehingga terjadi pembasahan dan dilanjutkan dengan pengadukan.

2.4.1. Pembuatan komposit Alabu dasar batubara dengan metode HAS

Pada proses ini proses pembuatan komposit matrik logam (MMCs) menggunakan metode HAS dengan proses pengadukan dengan temperatur 560C selama 1 menit tiap 5 menit dengan waktu tahan selama 1,5 jam.

Gambar 2.4.1. Alat pembuat komposit metode HAS

Tabel 2.3. Keterangan gambar

Keterangan Gambar

1. Motor listrik6. Cetakan logam

2. Lubang muatan7. Batang penyumbat

3. Elemen pemanas8. Batang pengaduk

4. Logam cair9. Krusibe

5. Thermocouple 10. Lubang saluran gas nitrogen

Keuntungan metode HAS adalah :

1. Tidak memerlukan kontrol yang ketat

2. Dapat diproduksi secara masal

3. Dapat dilakukan oleh menengah kebawah karena tidak memerlukan investasi yang besar.

2.5.Aplikasi komposit untuk keperluan dekoratif

Gambar 2.5 Aplikasi komposit pada piston

Material aluminium tinggal 8% di kerak bumi (Verstraeten., 2008). Permintaan di seluruh dunia untuk aluminium berkembang 29 juta ton per tahun, untuk 22 juta ton aluminium baru dan 7 juta ton daur ulang skrap aluminium. Penggunaan aluminium daur ulang secara ekonomi dan lingkungan sangat menarik (Francis., 2012). Dibutuhkan 14.000 kWh untuk menghasilkan 1 ton aluminium baru, sebaliknya dibutuhkan hanya 5% untuk daur ulang per ton aluminium. Tidak ada perbedaan kualitas antara paduan aluminium murni dan daur ulang, membuat penggunaanya aluminium paling banyak digunakan setelah baja (Aalco., 2013). Kebutuhan aluminium di Indonesia per tahun mencapai 200.000-300.000 ton dengan harga US$ 1.951,50 per ton (Agus., 2013).

Penggunaan aluminium pada industri otomotif terus meningkat sejak tahun 1980. Banyak komponen otomotif yang terbuat dari paduan aluminium, diantaranya piston, blok mesin, cylinder head, valve dan lain sebagainya (Budinski., 2001). Piston merupakan salah satu dari spare part untuk kendaraan bermotor yang sangat vital dan sering dilakukan pergantian setiap overhould (Solechan, 2010). Kerusakan piston diakibatkan oleh keausan dikarenakan kondisi kerja piston menahan suhu tinggi, tekanan besar dan gaya gesek kontinyue dalam jangka waktu lama (Nurhadi, 2010). Menyebabkan komponen piston perlu dilakukan penggantian sesuai penggunaan (Fuad 2010). Piston terbuat dari paduan aluminium dan silikon memiliki daya tahan terhadap korosi, abrasi, ulet, dan kekuatan tinggi tetapi kekerasan rendah (Cole., 1995). Beberapa inovasi telah dikembangkan dalam pembuatan piston melalui proses pengecoran,diantaranya pengecoran gravitasi, cetak tekan (squeeze casting), stircasting, metalurgi serbuk dancentrifugal casting (Zamheri., 2011). Kelemahan hasil pengecoran gravitasi yaitu banyak porositasdan kekuatan rendah (Radimin, 2012). Proses metalurgi serbuk dari segi impuriti dan energi sangatrendah tetapi proses dan perlakuan terhadap serbuk rumit (Toto., 2009). Pengecoran squeezecasting dapat meminimalkan porositas,penyusutan, kekuatan mekanik tinggi, hemat logam, biayarendah dan bentuk akhir mendekati dimensi yang diinginkan (Shoujiang, 2007).Kekuatan dan keuletan aluminium masih dibawah standar piston, sehingga perlu diciptakanmaterial yang lebih unggul (Fuad.,2010). Material unggul didapat dari penggabungan dua ataulebih material, dan sering disebut komposit (Martin, 2011). Komposit matrik aluminium (AMCs)banyak digunakan dalam pembuatan piston (Carli., 2012). Komposit terdiri dari paduan aluminium dan silikon karbida (SiC). Aluminium sebagai matrik dan SiC sebagai penguat (reinforced), biasanya dalam bentuk partikulat atau serat. Untuk piston komposit memiliki campuran matrik 88%dan penguat 12%, dapat meningkatkan kekuatan sifat mekanik 100 % (Mahadevan, 2008). Batascampuran volume fraksi penguat tidak boleh lebih dari 30%, karena dapat menyebabkan kerapuhandan aliran cor rendah (M.K. Surappa., 2003). Sedangkan diameter partikel SiC semakin kecil akanmeningkatkan kekerasan dan mengurangi keausan piston (Fuad Abdillah,2014)