2821-6185-2-pb

Upload: irmakhan

Post on 24-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 2821-6185-2-PB

    1/8

    Abstrak

    Filariasis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kota Pekalongan, dan tercatat 1 kelurahanmerupakan daerah endemis filariasis. ujuan penelitian ini untuk mengetahui aktor aktor yangberhubungan dengan praktik pencegahan filariasis di kelurahan Kertoharjo. Jenis penelitian iniadalah penelitian analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectionalyang dilakukanpada tahun 2012. Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 72 orang yang ditentukan secara randomsampling. Hasil penelitian ini diperoleh ada hubungan dengan praktik pencegahan filariasis yaitutingkat pendidikan (p=0,041), jenis pekerjaan (p= 0,047), tingkat pengetahuan (p=0,000), sikap(p=0,000), persepsi (p=0,000) dan dukungan kepala keluarga (p=0,000). Sementara yang tidak adahubungan dengan praktik pencegahan filariasis yaitu umur (p=0,476), jenis kelamin (p= 0,570),tingkat pendapatan (p=0,113), sosialisasi pengobatan massal (p=0,769), dukungan PE (p=0,220)dan memelihara hewan ternak (p=0,997).

    PRACTICE OF FILARIASIS PREVENTION

    Abstract

    Elephantiasis was still being a problem for Pekalongan citizen and one village is endemic filariasis.Te purposed of the study was to find out the factors related to preventive action toward elephantiasis.Tis research was analytic research used cross sectional research design that began in 2012. Samplewas taken using random sampling which finds 72 peoples. Te result of the study found that were acorrelation between elephantiasis preventive action with education level (p=0,041), occupation (p=0,047), knowledge level (p=0,000), behavior (p=0,000), perception (p=0,000) and patriarch support(p=0,000). Mean while there is no correlation between the preventive actions with age (p=0,476), sex(p= 0,570), income rate (p=0,113), therapy socialization (p=0,769), PE support (p=0,220) and keep-ing cattle (p=0,997).

    2013 Universitas Negeri Semarang

    ISSN 1858-1196

    KEMAS 8 (2) (2013) 190-197

    Jurnal Kesehatan Masyarakat

    http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

    PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS

    Dina Agustiantiningsih

    Klinik Aisyah Cabang logosari Semarang, Indonesia

    Ino Artikel

    Sejarah Artikel:Diterima September 2012Disetujui Oktober 2012Dipublikasikan Januari 2013

    Keywords:Elephantiasis; PreventiveAction; finger blood survey;taking elephantiasis medicine

    Alamat korespondensi:

    Jalan Graha Mukti Raya SemarangE-mail: [email protected]

  • 7/25/2019 2821-6185-2-PB

    2/8

    Dina Agustiantiningsih / KEMAS 8 (2) (2013) 190-197

    191

    itu juga dilakukan pengobatan massal bagi ke-lurahan yang hasil M Rate-nya >1 % salah sa-tunya yaitu di Kelurahan Kelurahan Kertoharjo(4,18%). Pada tahun 2011, diadakan surveidarah jari dan pengobatan massal kelurahan,kelurahan Kertoharjo hasil M Rate-nya >1 %yaitu sebesar 3,5% dan pada tahun 2012, hasilsurvei darah jari dan pengobatan massal di ke-lurahan Kertoharjo menurun menjadi 2,4%.Walaupun menurun, kelurahan kertoharjotetap dinamakan sebagai daerah endemis ka-rena M Ratenya >1 % selama 3 tahun bertu-rut-turut. Pada tahun 2012 proporsi partisipasimasyarakat dalam program Pemberian ObatMassal Pencegahan Filariasis mengalami penu-runan menjadi 3111 (89,47%) dari 3477 jumlah

    penduduk. Partisipasinya tidak sesuai dengantarget sasaran yaitu 97,98%.

    Pencegahan Filariasis dapat dilakukandengan cara membersihkan tempat-tempatperindukan nyamuk, menutup barang-barangbekas, menguras tempat-tempat penampun-gan air, penyemprotan massal, menggunakanpelindung diri saat bekerja dikebun misalnyamenggunakan baju lengan panjang, menggu-nakan obat anti nyamuk, menggunakan kelam-bu di saat tidur, tidak keluar di saat malam

    hari, menutup ventilasi dengan kawat kasa, danmenggunakan obat nyamuk bakar maupunsemprot atau mengolesi kulit dengan obat antinyamuk (Agrawal, 2006; Jaoko, 2006).

    Studi pendahuluan pada masyarakatKelurahan Kertoharjo, didapatkan hasil seban-yak 20% masyarakat tidak meminum obat saatpengobatan massal karena eek samping yangditimbulkan dari obat sehingga mereka me-milih tidak meminum obat tersebut, yang tidakmemakai obat anti nyamuk saat keluar malam

    66,67%, tidak menggunakan kelambu saat tidur80%, tidak memasang kawat kasa pada ventilasi80%, 96,6% melakukan 3M dan pembersihangot disekitar rumah.

    Berdasarkan latar belakang tersebutpeneliti bermaksud mengkaji tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan PraktikPencegahan Filariasis Di Kelurahan KertoharjoKecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalon-gan ahun 2012.

    Pendahuluan

    Filariasis (penyakit kaki gajah) adalahpenyakit menular yang disebabkan oleh cacingfilariasis yang menyerang saluran dan kelen-

    jar getah bening yang ditularkan oleh berba-gai jenis nyamuk (Daniel, 2007; David, 2007).ingkat endemis filariasis di Indonesia ber-dasarkan hasil survey darah jari terakhir padatahun 1999 masih tinggi dengan microfilaria(M) rate 3,15 (0,5-19,64%). Sampai dengantahun 2004 di Indonesia diperkirakan 6 jutaorang terineksi filariasis dan dilaporkan lebihdari 8.243 diantaranya menderita klinis kro-nis filariasis. Secara keseluruhan jumlah kasusfilariasis di Indonesia sampai tahun 2008 men-

    galami peningkatan 11.699 penderita.Propinsi Jawa engah merupakan

    provinsi yang terdapat kasus filariasis denganjumlah kasus dari tahun ke tahun semakin ber-tambah. Secara kumulati, jumlah kasus Fila-riasis pada tahun 2011 sebanyak 537 penderita.ahun 2011 ada 141 kasus baru yang ditemu-kan di 9 kabupaten/kota. Salah satu Kota yangmemiliki banyak kasus filariasis adalah KotaPekalongan sebanyak125 kasus.

    Pada tahun 2010, kasus filariasis di Kota

    Pekalongan berjumlah 63 penderita yang terdi-ri dari 55 kasus klinis dan 8 kasus kronis. Padatahun 2011 kota pekalongan mengalami pen-ingkatan jumlah kasus menjadi 117 penderitayang terdiri dari 110 kasus klinis dan 7 kasuskronis. Pada tahun 2012 jumlah kasus filariasismenjadi 66 penderita yang terdiri dari 59 kasusklinis dan 7 kasus kronis yang diambil darisampel 4 kelurahan yaitu kelurahan Kertohar-

    jo, Jenggot, Pabean dan Banyurip. Pada surveipemeriksaan darah jari dari tahun 2009 sampai

    2012 di Kecamatan Pekalongan Selatan, tercatatada 1 Kelurahan yang endemis filariasis yaituKelurahan Kertoharjo yang berada dibawahwilayah kerja puskesmas Pekalongan Selatan.Pada tahun 2009, di kelurahan Kertoharjo ter-dapat 18 kasus yakni sebanyak 17 kasus klinisfilariasis dan 1 kasus kronis. Pada tahun 2010,di Kelurahan Kertoharjo terdapat sebesar 27kasus klinis filariasis. Pada tahun 2011 terdapat27 kasus filariasis.

    Dari hasil survei darah jari tahun 2010dilakukan penatalaksanaan kasus positi, selain

  • 7/25/2019 2821-6185-2-PB

    3/8

    Dina Agustiantiningsih / KEMAS 8 (2) (2013) 190-197

    192

    Metode

    Jenis penelitian ini adalah penelitianExplanatory Research dengan menggunakanrancangan penelitian

    cross sectional, dengan

    melibatkan populasi sebanyak 3477 penduduk.Kriteria inklusi yang menjadi sampel adalahmasyarakat yang tercatat sebagai pendudukKelurahan Kertoharjo dan umur lebih dari 13tahun.

    Sampel minimal dalam penelitian ini se-banyak 72 orang. eknik pengambilan sampelmenggunakan simple random sampling, dananalisid data menggunakan uji chi square, sertainstrumen yang digunakan dalam penelitianini adalah kuesioner.

    Hasil dan Pembahasan

    Bentuk praktik pencegahan FilariasisDistribusi bentuk praktik pencegahan

    Filariasis di Kelurahan Kertoharjo, dapat disa-jikan pada abel 1.

    Berdasarkan abel.1 diketahui bahwa re-sponden yang menutup rapat badan (memakaibaju panjang dan celana panjang) saat keluarrumah pada malam hari, terbanyak adalahdengan memakai obat anti nyamuk oles ataulotion saat keluar rumah. Dan bentuk praktikpencegahan yang paling sedikit dilakukan ada-lah dengan menutup rapat badan (memakaibaju dan celana panjang) saat keluar rumahpada malam hari.

    Hubungan antara umur dengan praktik

    pencegahan FilariasisBerdasarkan hasil uji statistik Chi Square

    diperoleh nilai p= 0,476 (p>0,05) maka Ho di-terima, yang berarti bahwa tidak ada hubun-

    gan antara umur dengan praktik pencegahanfilariasis. Dari 6 responden kelompok umurremaja(12-25 tahun) yang melakukan prak-tik pencegahan kurang 50%, yang melakukanpraktik pencegahan cukup 33,3% dan yangmelakukan pencegahan baik 16,7%. 43 re-sponden kelompok umur dewasa (26-45 tahun)

    Tabel 1. Distribusi Bentuk praktik pencegahan Filariasis

    NoBentuk Praktik Pencegahan

    Filariasis

    Ya idak Jumlah

    n % n % N %

    1Menutup rapat badan (memakaibaju panjang dan celana panjang)saat keluar rumah pada malam hari

    58 80,6 14 14 72 100

    2Memakai obat anti nyamuk olesatau lotion saat keluar rumah padamalam hari

    9 12,5 63 87.5 72 100

    3 Memakai kelambu saat tidur 17 23,6 55 76,4 72 100

    4

    Setiap tidur menyalakan obat

    nyamuk 59 81,9 13 18,1 72 100

    5Membersihkan semak-semakdisekitar rumah

    25 34,7 47 65,3 72 100

    6Membersihkan saluran gotdisekitar rumah seminggu dua kali

    10 13,9 62 86,1 72 100

    7 Kawat kasa pada ventilasi rumah 10 13.9 62 86,1 72 100

    8 Mengikuti tes survei darah jari 51 70,8 21 29,2 72 100

    9Meminum obat saat diadakan

    pengobatan massal

    54 75 18 25 72 100

  • 7/25/2019 2821-6185-2-PB

    4/8

    Dina Agustiantiningsih / KEMAS 8 (2) (2013) 190-197

    193

    yang melakukan praktik pencegahan kurang39,5%, yang melakukan praktik pencegahancukup 39,5% dan yang melakukan pencegahanbaik 20,9% dan 23 responden kelompok umurlansia (46-65 tahun) yang melakukan praktikpencegahan kurang 47,8%, yang melakukanpraktik pencegahan cukup 47,8% dan yangmelakukan pencegahan baik 4,3%. Kelompokumur remaja dan dewasa merupakan kelom-pok penduduk yang memiliki kebiasaan danaktivitas yang cenderung kontak langsung den-gan vektor.

    Menurut penelitian di lapangan, ditemu-kan bahwa tidak ada perbedaan antara praktikpencegahan terhadap penyakit Filariasis antararesponden yang masih berumur muda dengan

    yang sudah tua. Hal ini mungkin disebabkanoleh adanya aktor lain selain umur, yang jugamerupakan aktor intern (bawaan) yang mele-kat pada individu. Individu mempunyai siatkhas yang mencakup: berpikir, kecerdasan,persepsi, emosi, motivasi, tanggapa, inisiati,yang dapat mempengaruhi tiap individu dalammengolah rangsangan dari luar.

    Hubungan antara jenis kelamin dengan prak-

    tik pencegahan filariasis

    Berdasarkan hasil uji statistik Chi Squarediperoleh nilai p= 0,570 (p> 0,05) maka Hoditerima, yang bahwa tidak ada hubunganantara jenis kelamin dengan praktik pencega-han filariasis. Dalam penelitian ini dari 29 re-sponden berjenis kelamin laki-laki yang mel-akukan praktik pencegahan filariasis kurang41,4% yang melakukan praktik pencegahancukup 37,9% dan yang melakukan pencegahanbaik 20,7% sedangkan 43 responden berjeniskelamin perempuan yang melakukan praktik

    pencegahan filariasis kurang 44,2% yang mel-akukan praktik pencegahan cukup 44,2% danyang melakukan pencegahan baik 11,6%. Laki-laki maupun perempuan mempunyai risikoyang sama besar dalam penularan filariasis.Hal ini tergantung dalam perilaku sehari-haridalam upaya pencegahan penyakit filariasis.

    Hubungan antara tingkat pendidikan dengan

    praktik pencegahan filariasisBerdasarkan hasil uji statistik Chi Square

    diperoleh nilai p= 0,041 (p < 0,05) maka Ho di-tolak, yang berarti bahwa ada hubungan antara

    tingkat pendidikan dengan praktik pencega-han filariasis. ingkat pendidikan yang palingbanyak ditemukan adalah lulusan SD dan SMPsebanyak 76,4%, SMA sebanyak 16,7% dantidak sekolah sebanyak 6,9%. Dari 5 respondenkelompok tidak sekolah yang melakukan prak-tik pencegahan kurang 100%, yang melakukanpraktik pencegahan cukup 0% dan yang mel-akukan pencegahan baik 0%. 55 respondentingkat pendidikan SD dan SMP yang melaku-kan praktik pencegahan kurang 38,2% yangmelakukan praktik pencegahan cukup 41,9%dan yang melakukan pencegahan baik 12,7%.12 responden tingkat pendidikan SMA yangmelakukan praktik pencegahan kurang 41,7%yang melakukan praktik pencegahan cukup

    25% dan yang melakukan pencegahan baik33,3%.

    Dalam penelitian ini didapatkan bahwajika pendidikan meningkat belum tentu prak-tik pencegahan penyakit filariasis menjadi lebihbaik, karena biasanya orang yang sudah ber-pendidikan tinggi merasa bahwa dirinya sudahtahu tetapi dalam kenyataannya dia tidak tahu,akibatnya tindakannya menjadi tidak ada atautidak baik. Berpendidikan tinggi seharusnyamempunyai kebiasaan yang tinggi dalam mel-

    akukan pencegahan. Karena semakin tinggitingkat pendidikan maka semakin cepat pe-nyerapan inormasi yang didapatkan. ingkatpendidikan berpengaruh pada perubahan si-kap dan perilaku hidup sehat.

    Hubungan antara jenis pekerjaan dengan

    praktik pencegahan filariasisBerdasarkan hasil uji statistik Chi Square

    diperoleh nilai p= 0,047 (p < 0,05) maka Ho di-tolak, yang berarti bahwa ada hubungan antara

    jenis pekerjaan dengan praktik pencegahan fil-ariasis. Dari 5 responden yang bekerja sebagaipedagang yang melakukan praktik pencegahankurang 100% yang melakukan praktik pencega-han cukup 0% dan yang melakukan pencega-han baik 0%, sedangkan 54 responden yangbekerja sebagai buruh yang melakukan praktikpencegahan kurang 37% yang melakukan prak-tik pencegahan cukup 50% dan yang melaku-kan pencegahan baik 13%. 6 responden yangbekerja sebagai wiraswasta yang melakukanpraktik pencegahan kurang 46,2% yang mel-akukan praktik pencegahan cukup 23,1% dan

  • 7/25/2019 2821-6185-2-PB

    5/8

    Dina Agustiantiningsih / KEMAS 8 (2) (2013) 190-197

    194

    yang melakukan pencegahan baik 30,8%.Responden yang bekerja sebagai buruh

    sering bekerja lembur pada malam hari. Kebi-asaan bekerja lembur pada malam hari tersebutdapat meningkatkan intensitas kontak dengan

    vektor filariasis. Artinya terjadi peningkatantindakan pencegahan penyakit filariasis jikapekerjaan yang dilakukan responden tidak di-lakukan pada siang hari sebaliknya jika peker-

    jaan yang dilakukan pada malam hari maka tin-dakan pencegahan terhadap penyakit rendah.

    Hubungan antara tingkat pendapatan den-

    gan praktik pencegahan filariasisBerdasarkan hasil uji statistik Chi Square

    diperoleh nilai p= 0,113 (p > 0,05) maka Ho

    diterima, yang berarti bahwa tidak ada hubun-gan antara tingkat pendapatan dengan prak-tik pencegahan filariasis. Dari hasil penelitiandilapangan, didapatkan 32 responden dengantingkat pendapatan rendah yang melakukanpraktik pencegahan kurang 43,8% yang mel-akukan praktik pencegahan cukup 50% danyang melakukan pencegahan baik 6,2% sedan-gkan 40 responden dengan pendapatan tinggiyang melakukan praktik pencegahan kurang42,5% yang melakukan praktik pencegahan

    cukup 35% dan yang melakukan pencegahanbaik 22,5%.

    Pendapatan yang tinggi memungkinkanorang untuk melaksanakan kegiatan-kegia-tan atau kebutuhan lainnya lebih baik, karenacukupnya dana yang mereka miliki. Dalam halpemberantasan filariasis tidak ada perbedaandalam hal sasaran pengobatan baik yang me-miliki status ekonomi tinggi maupun rendah.Semua masyarakat rentan untuk terineksifilariasis apabila tinggal di daerah endemis se-

    hingga semua masyarakat dari semua golonganekonomi hendaknya mengikuti program pem-berantasan ini mengingat obat anti filariasistidak dijual bebas di apotik dan obat filariasisdibagikan secara bersamaan setahun sekali se-bagai pencegahan filariasis (Wynd, 2007). Se-hingga tida ada perbedaan antara tingkat pen-dapatan terhadap praktik pencegahan penyakitfilariasis.

    Hubungan antara tingkat pengetahuan den-

    gan praktik pencegahan filariasisBerdasarkan hasil uji statistik Chi Square

    diperoleh nilai p= 0,000 (p < 0,05) maka Hoditolak, yang berarti bahwa ada hubunganantara pengetahuan dengan praktik pencega-han filariasis. Dalam penelitian ini dari 27re-sponden kelompok pengetahuan rendah yangmelakukan praktik pencegahan kurang 100%yang melakukan praktik pencegahan cukup 0%dan yang melakukan pencegahan baik 0%. 31responden kelompok pengetahuan cukup yangmelakukan praktik pencegahan kurang 9,7%yang melakukan praktik pencegahan cukup90,3% dan yang melakukan pencegahan baik0%. 14 responden kelompok pengetahuan baikyang melakukan praktik pencegahan kurang14,3% yang melakukan praktik pencegahancukup 39,5% dan yang melakukan pencegahan

    baik 78,6%.Upaya pencegahan yang dilakukan den-

    gan meningkatkan pengetahuan masyarakatmelalui kegiatan penyuluhan yang aplikatidan sederhana dilakukan seperti menghindarikontak dengan vektor penyakit filariasis yaitunyamuk, diantaranya menggunakan kelambu,menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa,dan menggunakan antinyamuk. (Yudi Syuha-da, 2012 : 98).

    Hubungan antara sikap dengan praktikpencegahan filariasis

    Berdasarkan hasil uji statistik Chi Squarediperoleh nilai p= 0,000 (p < 0,05) maka Ho di-tolak, yang berarti bahwa ada hubungan antarasikap dengan praktik pencegahan filariasis.Dari 31 responden kelompok sikap rendahyang melakukan praktik pencegahan kurang100% yang melakukan praktik pencegahancukup 0% dan yang melakukan pencegahanbaik 0%. 30 responden kelompok sikap cukup

    yang melakukan praktik pencegahan kurang0% yang melakukan praktik pencegahan cukup30% dan yang melakukan pencegahan baik 0%.11 responden kelompok sikap baik yang mel-akukan praktik pencegahan kurang 0% yangmelakukan praktik pencegahan cukup 0% danyang melakukan pencegahan baik 100%.

    Dengan adanya pengetahuan yang baik,maka akan mempengaruhi terbentuknya sikapyang baik pula sehingga akan mampu menan-gani masalah kesehatan yang dihadapi baiksecara individu maupun secara kelompok. Si-kap yang kurang baik dari masyarakat tentang

  • 7/25/2019 2821-6185-2-PB

    6/8

    Dina Agustiantiningsih / KEMAS 8 (2) (2013) 190-197

    195

    penyakit filariasis kemungkinan disebabkankarena kurangnya pengetahuan dan tingkatpendidikan yang dimiliki oleh masyarakat dansosialisasi yang kurang dari petugas kesehatantentang penyakit filariasis dan pencegahannya(Sabesan; 2006; Graham, 2005).

    Hubungan antara persepsi dengan praktik

    pencegahan filariasisBerdasarkan hasil uji statistik Chi Square

    diperoleh nilai p= 0,000 (p < 0,05) maka Ho di-tolak, yang berarti bahwa ada hubungan antarapersepsi dengan praktik pencegahan filariasis.Dari 27 responden kelompok persepsi rendahyang melakukan praktik pencegahan kurang100% yang melakukan praktik pencegahan

    cukup 0% dan yang melakukan pencegahanbaik 0%. 31 responden kelompok persepsicukup yang melakukan praktik pencega-han kurang 6,7% yang melakukan praktikpencegahan cukup 93,3% dan yang melakukanpencegahan baik 0% dan 14 responden kelom-pok persepsi baik yang melakukan praktikpencegahan kurang 0% yang melakukan prak-tik pencegahan cukup 25,4% dan yang melaku-kan pencegahan baik 84,6%.

    Persepsi dipengaruhi oleh pengalaman

    pengalaman orang tersebut. Pengalaman disinimeliputi pengalaman sehat-sakit. Orang sehatcenderung sulit untuk berpartisipasi dalamprogram kesehatan. Hal ini dipengaruhi olehpengetahuan dan konsep sehat sakit yang dimi-likinya.

    Hubungan antara sosialisasi pengobatan

    massal dengan praktik pencegahan filariasisBerdasarkan hasil uji statistik Chi Square

    diperoleh nilai p= 0,796 (p > 0,05) maka

    Ho diterima, yang berarti bahwa tidak adahubungan antara sosialisasi pengobatan mas-sal dengan praktik pencegahan filariasis. Hasilpenelitian dilapangan menunjukkan bahwadari 51 responden tidak mengikuti sosialisasipengobatan massal yang melakukan praktikpencegahan kurang 23% yang melakukan prak-tik pencegahan cukup 41,2% dan yang mel-akukan pencegahan baik 13,7%. Sedangkan 21responden yang mengikuti sosialisasi pengob-atan massal yang melakukan praktik pencega-han kurang 38,1% yang melakukan praktikpencegahan cukup 42,9% dan yang melakukan

    pencegahan baik 19%.Sosialisasi pengobatan massal meru-

    pakan inti dari kegiatan pengobatan massalfilariasis agar orang mau minum obat filariasissebagai salah satu pencegahan filariasis. Pengo-batan massal filariasis merupakan upaya untukmelindungi masyarakat dari transmisi penu-laran filariasis tidak terkecuali pada masyarakatyang sehat, maka perlu dijelaskan mengapaorang yang menjadi sasaran pengobatan mas-sal filariasis harus minum obat filariasis. Perludijelaskan pula ada kemungkinan terjadinyaeek samping obat filariasis setelah minum obatfilariasis pada masyarakat. Masyarakat tanpapenjelasan inormasi tentang pengobatan mas-sal filariasis mungkin tidak mau minum obat

    filariasis, dan mereka menjadi berisiko dalamtransmisi penularan filariasis.

    Hubungan antara dukungan kepala keluarga

    dengan praktik pencegahan filariasisBerdasarkan hasil uji statistik Chi Square

    diperoleh nilai p= 0,000 (p < 0,05) maka Hoditolak, yang berarti bahwa ada hubunganantara dukungan kepala keluarga dengan prak-tik pencegahan filariasis. Dari 42 respondenyang mendapatkan dukungan kepala kelu-

    arga rendah yang melakukan praktik pencega-han kurang 52,4% yang melakukan praktikpencegahan cukup 40,5% dan yang melakukanpencegahan baik 0%. 16 responden yang men-dapatkan dukungan kepala keluarga cukupyang melakukan praktik pencegahan kurang50% yang melakukan praktik pencegahancukup 43,8% dan yang melakukan pencegahanbaik 6,2%. 14 responden yang mendapatkandukungan kepala keluarga baik yang melaku-kan praktik pencegahan kurang 7,1% yang mel-

    akukan praktik pencegahan cukup 42,9% danyang melakukan pencegahan baik 50%

    Dukungan kepala keluarga yang dapatdiberikan kepada anggota keluarganya dipen-garuhi oleh latar belakang pendidikan kepalakeluarga dan anggota keluarga yang lainnya.Semakin tinggi tingkat pendidikan atau peng-etahuan seseorang maka akan semakin eektipula dukungan keluarga yang diberikan. Salahsatunya didalam keluarga yang memberikandukungan keluarga adalah seorang kepala ke-luarga (ayah atau ibu) yang memiliki tugas un-tuk mengambil keputusan dalam hal apa pun.

  • 7/25/2019 2821-6185-2-PB

    7/8

    Dina Agustiantiningsih / KEMAS 8 (2) (2013) 190-197

    196

    Kemampuan kepala keluarga yang dituntutmampu mengambil keputusan yang tepat un-tuk keluarganya, karena dukungan kepala ke-luarga dibutuhkan dalam partisipasi mencegah

    meluasnya penularan filariasis.

    Hubungan antara dukungan Tenaga Pelak-

    sana Eliminasi (TPE) dengan praktik

    pencegahan filariasisBerdasarkan hasil uji statistik Chi

    Square diperoleh nilai p= 0,220 (p > 0,05)maka Ho diterima, yang berarti bahwa tidakada hubungan antara dukungan kepala ke-luarga dengan praktik pencegahan filariasis.Hasil penelitian dilapangan didapatkan Dari13 responden kelompok dukungan pelaksanaeliminasi (PE) rendah yang melakukan prak-tik pencegahan kurang 46,2% yang melakukanpraktik pencegahan cukup 53,8% dan yangmelakukan pencegahan baik 0%. Sedangkan59 responden kelompok dukungan pelaksanaeliminasi (PE) cukup yang melakukan prak-tik pencegahan kurang 42,4% yang melakukanpraktik pencegahan cukup 39% dan yang mel-akukan pencegahan baik 18,6%

    Dalam pelaksanaan pengobatan mas-sal, dinas kesehatan dibantu oleh PE yaitu

    tenaga pelaksana eliminasi Filariasis karenawilayah sasaran pengobatan yang sangat luas.Setiap PE bertanggungjawab terhadap 20-30keluarga. enaga Pelaksana Eliminasi bertugasmendistribusikan obat, melaksanakan kartupengobatan, melaporkan adanya eek sampingdan membantu melaksanakan penyuluhan.

    Hubungan antara memelihara hewan ternak

    dengan praktik pencegahan filariasisBerdasarkan hasil uji statistik Chi Square

    diperoleh nilai p= 0,997 (p > 0,05) maka Hoditerima, yang berarti bahwa tidak ada hubun-gan antara memelihara hewan ternak denganpraktik pencegahan filariasis. Dari 9 respondenkelompok yang memelihara hewan ternak yangmelakukan praktik pencegahan kurang 55,6%yang melakukan praktik pencegahan cukup33,3% dan yang melakukan pencegahan baik11,1%. Sedangkan 63 responden kelompokyang tidak memelihara hewan ternak yang mel-akukan praktik pencegahan kurang 41,3% yang

    melakukan praktik pencegahan cukup 42,9%dan yang melakukan pencegahan baik 15,9%.

    Hewan ternak yang dipelihara olehpenduduk setempat seperti kambing, kerbau

    dan sapi ternyata tidak mempunyai pengaruhterhadap penyebaran filariasis. Culex quin-

    quesfasciatus sebagai nyamuk vektor filariasismerupakan nyamuk anthropofilic. Sehinggawalaupun banyak penduduk yang mempunyaihewan ternak akan tetapi kecenderungan un-tuk menggigit manusia lebih besar. Sehingga

    hewan ternak tidak dapat digunakan sebagaibarier terhadap gigitan nyamuk Cx. Quinques-fasciatus. Sehingga, memelihara hewan ter-nak tidak bisa dijadikan sebagai upaya dalam

    pencegahan filariasis.

    Penutup

    Ada hubungan antara tingkat pendidi-kan, jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan, si-kap, persepsi, dan dukungan kepala keluarga

    dengan praktik pencegahan filariasis. idak adahubungan antara umur, jenis kelamin, tingkatpendapatan, sosialisasi pengobatan massal dari

    Dinas Kesehatan, dukungan tenaga pelaksanaeliminasi (PE) dan memelihara hewan ternakdengan praktik pencegahan filariasis.

    Ucapan Terimakasih

    Ucapan terima kasih disampaikan kepa-

    da Kepala Puskesmas Pekalongan, Kepala Ke-lurahan Kertoharjo dan masyarakat kelurahanKertoharjo sehingga penelitian ini dapat berja-lan dengan lancar.

    Dafar Pustaka

    Agrawal, Lt Col Vk. 2006. Lymphatic Filariasis In

    India: Problems, Challenges And New Ini-tiatives.Medical Journal Armed Forces India,62(4): 359362

    Daniel, A Boakye. 2007. Monitoring LymphaticFilariasis Interventions: Adult MosquitoSampling, And Improved Pcr Based PoolScreening Method For Wuchereria BancrofiInection In Anopheles Mosquitoes. FilariaJournal, 6: 13

    David, G Addiss. 2007. Morbidity Management InTe Global Programme o Eliminate Lym-phatic Filariasis: A Review O Te Scientific

    Literature. Filaria Journal, 6: 2Graham, Andrea L. 2005. Malaria-Filaria Coinec-

  • 7/25/2019 2821-6185-2-PB

    8/8

    Dina Agustiantiningsih / KEMAS 8 (2) (2013) 190-197

    197

    tion In Mice Makes Malarial Disease MoreSevere Unless Filarial Inection Achieves Pa-tency.J Infect Dis.,191(3): 410-421

    Jaoko, Walter G. 2006. Filarial-Specific AntibodyResponse In East Arican Bancrofian Fila-

    riasis: Effects O Host Inection, Clinical Dis-ease, And Filarial Endemicity.Am J rop MedHyg, 75(1): 97-107

    Sabesan, Shanmugavelu. 2006. Delimitation OLymphatic Filariasis ransmission Risk Ar-

    eas: A Geo-Environmental Approach. FilariaJournal, 5: 12

    Wynd, Shona. 2007. Socio-Cultural Insights AndLymphatic Filariasis Control Lessons FromTe Pacific. Filaria Journal, 6: 3

    Yudi Syuhada, dkk. 2012. Studi Lingkungan Ru-mah dan Perilaku Masyarakat Sebagai Fak-tor Risiko Keajadian Filariasis di KecamatanBuaran dan irto Kabupaten Pekalongan.Ju-rnal Kesehatan Lingkungan indonesia, 11(1)