2744
DESCRIPTION
PTK MATEMATIKATRANSCRIPT
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CTL (Contextual
Teaching and Learning) TERHADAP PENALARAN
MATEMATIKA PADA MATERI KOMPOSISI FUNGSI DAN
INVERS FUNGSI PADA SISWA KELAS XI IA SMA NEGERI 1
SEMARANG TAHUN AJARAN 2006/2007
SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1
Untuk Mnecapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Tri Murtono
4101403600
Pendidikan Matematika
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVESITAS NEGERI SEMARANG
2007
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa isi skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dirujuk
dalam skripsi ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.
Semarang, ……………………..
ii
PENGESAHAN
Skripasi yang berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran CTL
(Contextual Teaching and Learning) Terhadap Penalaran Matematika Pada
Materi Komposisi Fungsi dan Invers Fungsi Pada Siswa Kelas XI IA SMA Negeri
1 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007.”
Telah dipertahankan di hadapan siding Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. pada:
Hari : Rabu.
Tanggal : 29 Agustus 2007
Panitia Ujian
Ketua
Drs. Kasmadi Imam S, M.S NIP. 130781011
Sekretaris
Drs. Supriyono, M.Si NIP. 130815345
Pembimbing Utama
Drs. Moh Chotim, M.S NIP. 130781008
Pembimbing Pendampng
Drs. Sugiman, M.Si NIP. 131813673
Ketua Penguji
Dra. Sunarmi, M.Si NIP. 131763886
Anggota Penguji
Drs. Moch. Chotim, M.S NIP. 130781008
Anggota Penguji
Drs. Sugiman, M.Si
NIP. 131813673
ii
iv
ABSTRAK
Tri Murtono. 2007. Keefektifan Model Pembelajarn CTL (Contextual Teaching
And Learning) Terhadap Penalaran Matematika Pada Materi Komposisi Fungsi dan Invers Fungsi Pada Kelas XI IA SMA Negeri 1 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007.
Kata kunci: Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning) Mengingat objek matematika abstrak, maka dalam pembelajaran matematika dimulai dari objek yang konkret sehingga konsep matematika dapat dipahami secara baik oleh peserta didik. Jika dikaitkan dengan kemampuan peserta didik untuk menggunakan daya nalarnya dalam memecahkan masalah yang ada, maka diharapkan peserta didik dapat memecahkan permasalahan yang ada dalam kehidupan seharo-hari. Oleh karena itu dibutuhkan suatu alternatif untuk mengembangkan pembelajaran, salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning). Dari hal tersebut muncul permasalahan lebih efektif mana antara pembelajaran menggunakan model pembelajaran CTL dengan pembelajaran konvensional pada materi Komposisi Fungsi dan Invers Fungsi..
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih efektif mana antara pembelajaran menggunakan nodel pembelajaran kooperatif CTL dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional terhadap penalaran matematika pada materi komposis fungsi dan invers fungsi pada siswa kelas XI IA SMA Negeri 1 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IA SMA Negeri 1 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007, dengan jumlah siswa seluruhnya 190 yang terbagi 5 kelas, sampel penelitian ini diambil dengan teknik cluster random sampling, kelas XI IA - 2 sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI IA - 1 sebagai kelompok kontrol yang masing-masing terdiri dari 38 siswa.
Data awal dalam penelitian ini adalah hasil nilai ulangan blok peserta didik kelas XI IA semester 2 pada materi suku banyak. Dari data tersebut diperoleh kedua kelompok baik eksperimen maupun kontrol mempunyai variansi dan rata-rata yang sama secara statistik. Setelah kelompok eksperimen diberi perlakuan dan kelompok kontrol dengan tetap menggunakan pembelajaran konvensional, maka kedua kelompok diberi tes. Berdasarkan hasil tes pada ke dua kelompok, diperoleh rata-rata nilai kelompok kontrol adalah 76,315, dan rata-rata kelompok eksperimen adalah 80,526. Berdasarkan uji perbedaan rata-rata dengan uji pihak kanan diperoleh thitung sebesar 2,759 sedang ( )( ) 67.17495,0 == tttabel , jadi nilai thitung > ttabel sehingga nilai Ho ditolak. Dengan kata lain rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan kelompok kontrol pada materi komposis fungsi dan invers fungsi.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran CTL lebih efektif daripada pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Untuk itu peneliti menyarankan agar pembelajaran dengan model pembelajaran CTL dapat diterapkan serta dikembangkan dan digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika khususnya dan pembelajaran lain pada umumnya.
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Keberhasilan ini tentu saja tidak dapat terwujud tanpa bimbingan,
dukungan dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs. Kasmadi Imam Supardi MS., Dekan FMIPA Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan ijin guna melakukan penelitian.
3. Drs. Supriyono, M.Si., Ketua Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri
Semarang.
4. Bapak Drs. Moch. Chotim, M. Si. Dan Bapak Drs. Sugiman, M.Si. yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Suprihadi, SE, M.Pd Kepala SMA Negeri 1 Semarang yang telah memberikan
ijin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.
6. Bapak Musta`in, guru bidang studi matematika SMA Negeri 1 Semarang atas
waktu dan bimbingannya dalam membantu peneliti dalam melaksanakan
penelitian.
7. Seluruh guru dan pegawai SMA Negeri 1 Semarang yang telah bersedia
bekerja sama dalam penelitian skripsi ini.
vii
8. Siswa-siswi SMA Negeri 1 Semarang yang telah bersedia bekerja sama dalam
penelitian skripsi ini.
9. Bapak dan Ibu atas doa, sholat malam dan bantuan finansialnya.
10. Sahabat-sahabatku yang telah memebrikanku semangat dan dukungannya.
11. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan bagi
penyusunan skripsi ini
Akhirnya, semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan mendapat
balasan dari Allah SWT. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat
sebagaimana adanya.
Semarang, Juli 2007
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
1. “Bacalah dengan menyebut nama TuhanMu, Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan TuhanMu Yang
Maha Pemurah, Yang telah mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia
telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al
’Alaq: 1-5)
2. “….. Katakanlah: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-
orang yang tidak mengetahui?”, Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran”. (Q.S. Az Zumar (39): 9)
3. ”Tak ada satu orangpun di dunia ini yang mampu menghentikan langkahmu
untuk memnggapai impianmu.” (Peneliti, Tri Murtono).
4. ”Jadikan impian dan harapanmu sebagai sumber kekuatan untuk bertahan
dalam mengarungi hidup di dunia ini.” (Peneliti, Tri Murtono)
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini saya persembahkan buat:
1. Bapak dan Ibu yang selalu menyayangiku dan mendoakanku.
2. Seluruh Keluarga besar di rumah yang telah memberikan sumbangan
doanya.
3. Orang-orang yang telah mengajariku baik ilmu agama maupun pengetahuan.
4. Teman-teman seperjuangan pendidikan matematika ’03.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
PENGESAHAN ............................................................................................... ii
PERNYATAAN............................................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Permasalahan ........................................................................... 6
C. Penegasan Istilah...................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian ................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS ...................................... 10
A. Landasan Teori......................................................................... 10
a. Pengertian Belajar .............................................................. 10
b. Pengertian Pembelajaran.................................................... 13
c. Model Pembelajaran CTL.................................................. 16
d. Penalaran Matematika........................................................ 32
e. Kajian Teori ....................................................................... 34
B. Kerangka Berpikir.................................................................... 39
C. Hipotesis Penelitian.................................................................. 40
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 41
A. Populasi dan Sampel ................................................................ 41
B. Variabel Penelitian ................................................................... 42
C. Rancangan Penelitian ............................................................... 42
D. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 44
x
E. Metode Analisis Perangkat Tes................................................ 45
F. Metode Analisis Data............................................................... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 57
A. Hasil Penelitian ........................................................................ 57
B. Pembahasan.............................................................................. 66
BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................ 70
A. Simpulan .................................................................................. 70
B. Saran......................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 73
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Nilai .................................................................................... 74
Lampiran 2. Analisis Validitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran
dan Reliabilitas Test...................................................................... 79
Lampiran 3. Perhitungan Validitas ................................................................... 80
Lampiran 4. Perhitungan Daya Pembeda ......................................................... 81
Lampiran 5. Perhitungan Tingkat Kesukaran ................................................... 82
Lampiran 6. Perhitungan Reliabilitas ............................................................... 83
Lampiran 7. Uji Normalitas Data Nilai Ulangan Blok Kelas XI IA - 1 ............ 84
Lampiran 8. Uji Normalitas Data Nilai Ulangan Blok Kelas XI IA - 2 ............ 85
Lampiran 9. Uji Kesamaan Dua Varians........................................................... 86
Lampiran 10. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Dua Pihak...................................... 87
Lampiran 11. Uji Normalitas Data Nilai Tes Penalaran Matematika
Kelompok Eksperimen.................................................................. 88
Lampiran 12. Uji Normalitas Data Nilai Tes Penalaran Matematika
Kelompok Kontrol ........................................................................ 89
Lampiran 13. Uji Kesamaan Dua Varians .......................................................... 90
Lampiran 14. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata ...................................................... 91
Lampiran 15. Silabus........................................................................................... 92
Lampiran 16. RPP Kelompok Eksperimen Pertemuan Ke 1............................... 95
Lampiran 17. RPP Kelompok Eksperiemn Pertemuan Ke 2............................... 98
xii
Lampiran 18. RPP Kelompok Eksperiemn Pertemuan Ke 3............................. 101
Lampiran 19. RPP Kelompok Kontrol Pertemuan Ke 1.................................... 104
Lampiran 20. RPP Kelompok Kontrol Pertemuan Ke 2.................................... 107
Lampiran 21. RPP Kelompok Kontrol Pertemuan Ke 3.................................... 110
Lampiran 22. Kunci Jawaban RPP .................................................................... 113
Lampiran 23. Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba ........................................................ 119
Lampiran 24. Soal Tes Uji Coba ....................................................................... 120
Lampiran 25. Kunci Jawaban Soal Tes Uji Coba ............................................. 121
Lampiran 26. Kisi-Kiui Soal Tes Penalaran Matematika.................................. 125
Lampiran 27. Soal Tes Penalaran Matematika ................................................. 126
Lampiran 28. Kunci Jawaban Tes Penalaran Matematika................................. 127
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Model Pembelajaran CTL Dengan model
Pembelajaran Konvensional................................................................ 29
Tabel 2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Eksperimen ................... 63
Tabel 3. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Kontrol.......................... 65
Tabel 4. Tabel Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Eksperimen ................ 131
Tabel 5. Tabel Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Kontrol ....................... 133
Tabel 6. Tabel Nilai Chi_Kuadrat ................................................................... 134
Tabel 7. Daftar Kritik Uji F............................................................................. 135
Tabel 8. Daftar Kritik Uji T ............................................................................ 137
..
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Pendidikan adalah proses pengembangan daya nalar, keterampilan, dan
moralitas kehidupan pada potensi yang dimiliki oleh setiap manusia. Suatu
pendidikan dikatakan bermutu apabila proses pendidikan berlangsung secara
efektif, manusia memperoleh pengalaman yang bermakna bagi dirinya dan
produk pendidikan merupakan individu-individu yang bermanfaat bagi
masyarakat dan pembangunan bangsa.
Dunia pendidikan saat ini memusatkan mutu pendidikan pada
peningkatan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang didalamnya terdapat
guru dan peserta didik yang memiliki perbedaan kemampuan, keterampilan,
filsafat hidup, dan lain sebagainya. Adanya perbedaan tersebut menjadikan
pembelajaran sebagai proses pendidikan memerlukan siasat, pendekatan,
metode, dan teknik yang bermacam-macam sehingga peserta didik dapat
menguasai materi dengan baik dan mendalam. Penguasaan peserta didik
terhadap suatu materi dapat dilihat dari kecakapan yang dimiliki peserta didik
yang salah satunya adalah peserta didik menggunakan daya nalarnya untuk
memecahkan suatu masalah yang ada.
Mengingat objek matematika abstrak, maka dalam pembelajaran
matematika dimulai dari objek yang konkret sehingga konsep matematika
dapat dipahami betul oleh peserta didik, apalagi jika dikaitkan dengan
2
kemampuan peserta didik untuk menggunakan daya nalarnya dalam
memecahkan masalah yang ada. Untuk itulah, Depdiknas (2002:6)
menyatakan bahawa ”Materi matematika dan penalaran matematika
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika
dipahamai melalui penalaran dan penalaran dilatih melalui belajar materi
matematika.”
Namun kenyataanya sebagian besar peserta didik belum mampu
menghubungkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan yang digunakan
atau dimanfaatkan. Hal ini disebabkan karena penggunaan sistem
pembelajaran yang yang kurang tepat yaitu peserta didik hanya diberi
pengetahuan secara lisan (ceramah), sedangkan peserta didik membutuhkan
konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Karena
belajar matematika yang diberikan tidak hanya transfer pengetahuan tetapi
sesuatu yang harus dipahami oleh peserta didik yang akan diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Belajar matematika akan lebih bermakna jika peserta
didik mengalami sendiri apa yang dipelajari daripada hanya mengetahui secara
lisan saja.
Pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan kurikulum baru yaitu
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang harapannya pendidikan di
Indonesia mampu melahirkan anak–anak bangsa yang handal, terampil dan
siap beradaptasi pada perkembangan yang ada. Kurikulum ini dirancang
dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain, tujuan pendidikan
nasional, struktur keilmuan, psikologi perkembangan anak dan tuntutan
3
kebutuhan masyarakat. Menurut tujuan pendidikan nasional, sebagaimana
yang tercantum dalam UU Nomor 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Cakap dan berilmu
merupakan aspek kognitif, berakhlak mulia, sehat, beriman dan bertakwa
merupakan aspek afektif, sementara itu kreatif dan mandiri merupakan aspek
psikomotorik. Berdasar tujuan pendidikan nasional diatas kurikulum baru,
sistem pembelajaran dan penilaian (assessment) pada semua jenjang
pendidikan harus mencerminkan ketiga aspek ranah perkembangan anak
tersebut.
Kemudian pada tahun 2006 Pemerintah menyempurnakan kurikulum
2004 yang dirasa masih banyak kekurangannya dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan kurikulum operasional yang
dikembangkan berdasarkan standar isi dan standar kompetensi. Salah satu
tujuan pembelajaran matematika adalah menggunakan penalaran pada pola
dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
Implikasi penerapan KTSP pada peserta didik yang paling nampak
adalah pada sistem pembelajaran dan penilaiannya. KTSP sebagai kurikulum
4
berbasis kompetensi tidak semata-mata meningkatkan pengetahuan peserta
didik, tetapi kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran
(Permendiknas No. 22/2006). Oleh karena itu, pembelajaran dan penilaiannya
harus mengedepankan ketiga ranah aspek perkembangan anak tersebut. Model
pembelajaran dan penilaian yang cocok dan pas adalah model pembelajaran
CTL (Contextual Teaching and Learning).
Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan
masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk
menguasai konsep matematika. Dengan peserta didik dapat menguasai materi
maka peserta didik diharapakan dapat menggunakan daya nalarnya umtuk
memecahkan suatu masalah yang ada.
.Model pemebeljaran CTL merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan
dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki
dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan membuat hubungan
antara pengetahuan atau konsep yang telah dimiliki oleh siswa serta
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mudah
memahami konsep. Dengan model pembelajaran CTL maka siswa akan
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa
semata. Strtegi lebih dipentingkan daripada hasilnya. Sehingga pengetahuan
5
dan ketrampilan yang diperloh datang dari proses penemuan sendiri dan bukan
dari “apa kata guru”.
Pendekatan kontekstual merupakan strategi yang dikembangkan
dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna, tanpa
harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dengan siswa diajak
bekerja dan mengalami, siswa akan mudah memahami konsep suatu materi
dan nantinya diharapkan siswa dapat menggunakan daya nalarnya untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang ada.
Peneliti melihat bahwa peserta didik mengalami banyak kesulitan pada
materi pokok komposisi fungsi dan invers fungsi. Kenyataan ini dapat dilihat
dari hasil belajar pada pokok bahasan ini pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu
masih banyak peserta didik yang belum mencapai batas tuntas yang telah
ditentukan. Kesulitan yang dialami dikarenakan kurangnya pemahaman dan
kekurangtertarikan peserta didik pada pelajaran matematika. Salah satu faktor
kekurangtertarikan peserta didik adalah suasana kelas yang pasif serta
sebagian peserta didik terlanjur menganggap bahwa matematika adalah
pelajaran yang sulit sehingga kecenderungan kelas menjadi tegang, karena
itulah diperlukan guru yang aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran
sehingga peserta didik dapat menguasai materi dan mencapai tujuan
pembelajaran yang ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini mengangkat judul sebagai
berikut: “KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CTL (Contextual
Teaching and Learning) TERHADAP PENALARAN MATEMATIKA
6
PADA MATERI KOMPOSISI FUNGSI DAN INVERS FUNGSI PADA
SISWA KELAS XI IA SMA NEGERI 1 SEMARANG TAHUN AJARAN
2006/2007.”
B. Permasalahan.
Berdasarkan dari uraian dan pokok-pokok pemikiran di atas maka
permasalahan yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah lebih efektif
manakah antara model pembelajaran CTL dengan pembelajaran konvensional
yang diterapkan oleh guru SMA Negeri 1 Semarang terhadap penalaran
matematika pada materi Komposisi Fungsi dan Invers Fungsi.
C. Penegasan Istilah
Agar terdapat kesamaan pengertian tentang istilah-istilah yang
berkaitan dengan penulisan skripsi ini, maka perlu adanya penegasan istilah
sebagai berikut:
1. Keefektifan
Keefektifan berasal dari kata dasar efektif. Efektif berarti baik
hasilnya, dapat membawa hasil, dan berhasil guna (Poerwadarminta, 2002:
219). Sedangkan keefektifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
keberhasilan dalam penggunaan model pembelajaran CTL. Dikatakan
efektif jika kemampuan penalaran matematika siswa lebih tinggi jika guru
menerapkan model pembelajaran CTL dibandingkan model pembelajaran
konvensional.
7
2. Metode Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
Pembelajaran CTL adalah konsep belajar dimana guru
menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan
dan ketrampilan dari konteks yang terbatsi sedikit demi sedikit dan dari
proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah
dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
3. Penalaran Matematika.
Penalaran adalah suatu kegiatan berfikir khusus dimana terjadi
suatu penarikan kesimpulan dimana pertanyaan disimpulkan dari beberapa
premis. (Depdiknas, 2003: 6). Penalaran dapat diartikan sebagai hal
mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan
dengan perasaan atau pengalaman (Poerwadarminta, 2002: 786).
D. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengam model
pembelajaran CTL lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan
pembelajaran konvensional terhadap penalaran matematika bagi siswa SMA
Negeri 1 Semarang pada materi pokok Komposisi Fungsi dan Invers Fungsi
Yang nantinya dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
muncul pada kehidupan nyata.
8
E. Manfaat Penelitian.
1. Manfaat Praktis.
a. Memberikan informasi kepada guru di SMA mengenai melaksanakan
model pembelajaran CTL.
b. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada para guru dan siswa
dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.
c. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan.
2. Manfaat Teoritis.
a. Sebagai khasanah bacaan tentang “Keefektifan model pembelajaran
CTL terhadap penalaran matematika”.
b. Sebagai bahan acuan dibidang penelitian yang sejenisnya dan sebagai
pengembangan penelitian lebih lanjut.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
1. Bagian awal terdiri atas: Halaman Judul, Lembar Pengesahan, Pernyataan,
Motto dan Persembahan, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, dan Daftar
Lampiran.
2. Bagian pokok terdiri dari beberapa bagian yaitu:
BAB I PENDAHULUAN, berisi tentang Latar Belakang, Perumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan
Istilah, Sistematika Penulisan Skripsi.
BAB II LANDASAN TEORI, berisi tentang Landasan Teori, Kerangka
Berpikir, Hipotersis Penelitian.
9
BAB III METODE PENELITIAN, berisi tentang Populasi dan Sampel,
Variabel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis
Instrumen, Teknik Analisis Data.
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN, berisi tentang
Data Hasil Penelitian dan Pembahasan.
BAB V PENUTUP, berisi tentang Kesimpulan dan Saran.
3. Bagian akhir terdiri atas: Daftar Pustaka dan Lampiran.
10
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
a. Pengertian Belajar
“Belajar” pernah dipandang sebagai proses penambahan
pengetahuan. Bahkan pandangan ini mungkin hingga sekarang masih
berlaku bagi sebagian orang di negeri ini. Akibatnya, “mengajar” pun
dipandang sebagai proses penyampaian pengetahuan atau keterampilan
dari seorang guru kepada para siswanya.
Pandangan semacam itu tidak terlalu salah, akan tetapi masih
sangat parsial, terlalu sempit, dan menjadikan siswa sebagai individu-
individu yang pasif, reseptif. Oleh sebab itu, pandangan tersebut perlu
diletakkan pada perspektif yang lebih wajar sehingga ruang lingkup
substansi belajar tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga
keterampilan (dalam pengertian luas, yakni keterampilan untuk
hidup/life skills), nilai, dan sikap. Berkaitan dengan ini, Gagne (1977)
mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku
yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat,
atau nilai dan perubahan kemampuannya yakni peningkatan
kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja).
Perubahan tingkah laku tersebut harus dapat bertahan selama jangka
waktu tertentu. Dengan demikian, belajar pada dasarnya dapat
11
dipandang sebagai suatu proses perubahan positif-kualitatif yang
terjadi pada tingkah laku siswa sebagai subyek didik akibat adanya
peningkatan pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap, minat, apresiasi,
kemampuan berpikir logis dan kritis, kemampuan interaktif, dan
kreativitas yang telah dicapainya. Konsep belajar demikian
menempatkan manusia yang belajar tidak hanya pada proses teknis,
tetapi juga sekaligus pada proses normatif. Hal ini amat penting agar
perkembangan kepribadian dan kemampuan belajar (siswa,
mahasiswa, peserta pelatihan) terjadi secara harmonis dan
optimal.(Depdiknas, 2004: 3)
Sementara itu belajar merupakan proses internal yang kompleks.
Hal ini karena melibatkan seluruh aspek mental, yang meliputi ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari segi guru, proses belajar
tersebut dapat diamati secara langsung, artinya proses internal siswa
dapat diamati dan dipahami oleh guru. Proses belajar tersebut terlihat
melalui perilaku siswa ketika mempelajari bahan ajar. Perilaku
tersebut merupaka respon siswa terhadap tindakan belajar dan
mengajar dari guru.
Selain pengertian tersebut, ada beberapa definisi belajar menurut
para ahli , antara lain :
1. Morris L. Bigge, mengemukakan: “Belajar adalah perubahan yang
menetap dalam kehidupan sesorang yang tidak diwariskan secara
genetis ”;
12
2. Ahmad Mudzakir , dkk, mengemukakan :” Belajar adalah suatu
usaha atau perbuatan yang dilakukan secara sungguh- sungguh dan
sistematis serta mendayagunakan semua potensi yang dimiliki
baik fisik, mental maupun dana, panca indera, otak dan anggota
tubuh yang lain. Demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti
intelegensi bakat, motivasi, minat dsb”;
3. Stephert dan Ragan dalam Catharina Tri Anni, 2004:3,
mengemukakan :”Belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu pereubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan”;
4. Marle J. Moskowitz dan Arthur R, Orgel, mengemukakan :
“Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil langsung dari
pengalaman dan bukan akibat dari hubungan- hubungan dalam
system syaraf yang dibawa sejak lahir”;
5. James O. Whittaker, mengemukakan: “ Belajar dapat didefinisikan
sebagai proses yang menimbulkan atau merubah perilaku melalui
latihan atau pengalaman”;
6. Aaron Quinn Sartain, dkk, mengemukakan : “Belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku sebagai hasil
pengalaman”;
7. W.S. Winkel, mengemukakan: “Belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
13
lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap”.
(Darsono, 2000: 3- 4).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan – tujuan itu diterima oleh
masyarakat, tujuan merupakan salah satu aspek dari situasi belajar;
2. Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri;
3. Di dalam mencapai tujuan, murid senantiasa akan menemui
kesulitan, rintangan, dan situasi- situasi yang tidak menyenangkan;
4. Hasil belajar yang utama adalah tingkah laku yang bulat;
5. Kegiatan-kegiatan dan hasil–hasil belajar dipersatukan dan
dihubungkan dengan tujuan dan situasi belajar;
6. Murid mereaksi suatu aspek dari lingkungan yang bermakna
baginya;
7. murid diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam
lingkungan itu.
b. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau
proses membelajarkan subyek didik/pembelajar yang direncanakan
atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar
subyek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
secara efektif dan efisien.(Depdiknas, 2004: 7)
14
Beberapa pendapat lain tentang penegertian pembelajaran antara
lain.
1. Secara umum, pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa
berubah ke arah yang lebih baik. (Darsono, 2000 :24)
2. Secara khusus, pengertian pembelajaran adalah sebagai berikut:
a) Menurut aliran Behavioristik, pembelajaran adalah usaha guru
membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan
menyediakan lingkungan (stimulus);
b) Menurut pandangan Kognitif, pembelajaran adalah cara guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar
dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari;
c) Menurut pandangan Gestalt, pembelajaran adalah usaha guru
untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa
sehingga siswa lebih mudah mengorganisirnya menjadi
gestalt (pola bermakna);
d) Menurut pandangan Humanistik, pembelajaran adalah
memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan
pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
(Darsono, 2000 : 24 -25)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pembelajaran
dapat dikemukakan sebagai:
15
1. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara
sistematis;
2. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa
dalam belajar;
3. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik
secara fisik maupun psikologis;
4. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan
menantang bagi siswa;
5. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan
menarik;
6. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan
menyenangkan bagi siswa.
Dalam Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2006 disebutkan
tujuan pembelajaran matematika agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
16
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
c. Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
a. Pengertian
Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang dewasa ini
mulai berkembang pesat baik materi maupun kegunaan. Hal ini
dikarenakan perlunya mengkondisikan keberagam keperluan dan
kemajuan teknologi. Perkembangan ini diiringi dengan adanya
pembaruan dalam kurikulum dalam pembelajaran disekolah dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan.
Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran saat ini mulai
bermunculan penemuan atau pengembangan strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran yang saat ini berkembang adalah strategi
pemebelajaran dengan pendekatan kontekstual. Di Belanda
pembelajaran ini dikenal dengan nama Realistic Mathematics
17
Education (RME) sedangkan di Amerika lebih dikenal dengan
sebutan Contextual Teaching and Learning (CTL).
Pendekatam kontekstual adalah pendekatan dengan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajukan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa
membuat hubungan antara yang dimiliki dan penerapannya dalam
kehidupan (Nurhadi. 2004: 1)
Pembelajaran matematika kontekstual adalah pemeblajaran
matematika dengan pendekatan kontekstual. Proses pemeblajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
menyelami bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Proses
pengembangan konsep dan gagasan pembelajaran matematika
kontekstual bermula dari dunia nyata.
Menurut Nurhadi (2004: 12) disebutkan tentang beberapa
terjemahan definisi pembelajaran kontekstual sebagai berikut.
1. Sistem CTL merupakan proses pendidikan yang bertujuan
membantu siswa melihat makna dalam bahan pekerjaan yang
mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari yaitu dengan kontek lingkungan,
pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan
tersebut system CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan
komponen utam CTL yaitu melakukan hubungan yang
bermakna, menegerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara
18
belajar sendiri, bekerja sama, mencapai standar yang tinggi dan
asemen autentif.
2. Ada tujuh yang mencirikan konsep CTL yaitu kebermaknaan,
penerapan itensi, berfikir tingkat tinggi, kurikulum yang
digunakan harus standar, berfokus pada budaya, keterlibatan
siswa.aktif dan asetmen autentif.
Kesimpulan dari pembeljaran CTL adalah konsep
belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas
dan mendorong siswa membuat hubungan antara penegetahuan
yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan dari konteks yang terbatasi sedikit demi sedikit dan
dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk
memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota
masyarakat.
b. Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Menurut Nurhadi (2004:31) ada tujuh komponen utama
yang mendasari penerapan pembelajaran konteksrual di kelas.
Komponen-komponen tersebut yaitu konstruktivisme, menumukan,
bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian
sebenarnya. Ketujuh komponen tersebut dapat diterapkan tanpa
harus mengubah kurikulum yang ada, bidang studi apa saja dan
kelas yang bagaimanapun keadaanya
19
Secara proposi ketujuh komponen pembelajaran
kontekstual sebagai berikut.
1. Konstruktivisme
Teori belajar tentang konstruktivisme menyatakan
bahwa siswa harus memebangun pengetahuan didalam benak
mereka sendiri. Setiap pengetahuan dapat dikuasai dengan baik
jika siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan di dalam
pikirannya. konstruktivisme merupakan landasan berfikir atau
filosofis pendekatan CTL yaitu pengetahuan dibangun oleh
manusia secara sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks terbatas dan tidak secara tiba-tiba.
Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang
siap diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata. Oleh karena itu pengetahuan menjadi proses
mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam
pandangan konstruktivisme, strategi lebih diutamakan dari pada
kemampuan siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut
dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori
20
konstrktivitasme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan
mengambil suatu informasi yang bermanfaat menjadi milik
mereka sendiri sehingga siswa menjadi pusat kegiatan, bukan
guru.
Dalam proses pembentukan pengetahuan, baik
perspektif personal maupun perspektif sosial kultural
sebenarnya sama-sama menekankan kepentingannya keaktifan
siswa dalam belajar, hanya yang satu lebih menekankan
keaktifan individual, sedangkan yang lain menekankan
pentingnya lingkungan sosial cultural. Tugas guru adalah
menfasilitasi proses pembentukan pengetahuan dengan
a. Menjadikan pengajar bermakna dan relevan bagi siswa.
b. Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan
idenya sendiri.
c. Menyadarkan agar menerapkan strategi mereka sendiri
dalam belajar.
Pembelajaran menekankan pemahaman sendiri secara
aktif, kreatif, dan produktif dari pengalaman atau pengetahuan
terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.
2. Menemukan (Inkuiriy)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran berbasis CTL atau pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan ketrampilan siswa
21
diperoleh bukan dari hasil mengingat seperangkat fakta tetapi
hasil dari penemukan sendiri. Guru selalu merancang kegiatan
yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang
diajarkannya. Siklus inquiri: merumuskan masalah, observasi,
bertanya, mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data
dan penyimpulan
3. Bertanya (Questioning)
Questioning atau bertanya adalah salah satu strategi
pembentukan pendekatan CTL. Bagi guru bertanya dipandang
sebagai kegiatan untuk mendorong siswa mengetahui sesuatu,
mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, membimbing
dan menilai kemampuan siswa. Bagi siswa bertanya merupakan
kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
berbasis inkuiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan
apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada
aspek yang belum diketahui.
Dalam pembelajaran kegiatan bertanya berguna untuk:
a. menggali informasi, baik administrasi maupun akademik.
b. mengecek pemahaman siswa
c. membangkitkan respon kepada siswa
d. mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
e. mengetahui hal- hal yang sudah diketahui siswa.
22
f. memfokuskan perhatian siswa pada suatu yang
dikehendaki.
g. untuk memebangkitkan pertanyaan dari siswa.
h. untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Pada semua aktivitas belajar questioning dapat
diterapkan antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan
guru, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan orang lain
yang didatangkan ke kelas. Aktifitas bertanya juga dapat
ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok,
ketika menemukan kesulitan, dan ketika mengamati.
4. Permodelan (Modelling)
Modeling atau permodelan adalah kegiatan pemberian
model dengan tujuan untuk membahasakan gagasan yang kita
fikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan
para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita
inginkan. Sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan
adalah model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara
mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga,
contoh surat, cara melafalkan Inggris, atau guru memberi
contoh cara mengerjakan sesuatu sehingga guru menjadi model
tentang bagaimana belajar. Guru bukan satu-satunya perancang
model, model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
23
5. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar adalah kegiatan pembelajaran yang
difokuskan pada aktivitas berbicara dan berbagai pengalaman
dengan orang lain. Aspek kerjasama dengan orang lain untuk
menciptakan pembelajaran yang lebih baik untuk memberikan
ruang seluas-luasnya bagi siswa untuk membuka wawasan,
berani mengemukakan pendapat yang berbeda dengan orang
lain pada umumnya, dan berani berekspresi serta
berkomunikasi dengan teman sekelompok atau teman sekelas.
Hal ini berarti hasil pembelajaran diperoleh dengan kerjasama
dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing“ antara
teman kelompok dan antara yang tahu dengan tidak tahu.
Dalam kelas CTL, guru selalu melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam
kelompok yang anggotanya heterogen, guru juga melakukan
kolaborasi dengan mendatangkan ahli kedalam kelas.
Dalam masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih
yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
Seseorang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi
informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus
meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
Kegiatan saling belajar ini dapat terjadi jika tidak ada pihak
yang dominan dalam komunikasi, tidak ada yang merasa segan
24
untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu,
semua pihak mau saling mendengarkan. Prakteknya dalam
pembelajaran terwujud dalam pembentukan kelompok kecil,
pembentukan kelompok besar, mendatangkan ahli, bekerja
dalam kelas sederajat, bekerja kelompok dengan kelas
diatasnya, dan bekerja dengan masyarakat.
6. Refleksi
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru
dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa yang sudah
dilakukan dimasa lalu. Siswa menyimpan apa yang telah
dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru yang
merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan
sebelumnya. Reflkeksi merupakan respon terhadap kejadian,
aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan
yang diperoleh siswa diperluas melaui konteks pembelajaran,
yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu
siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.
Implementasinya pada akhir pembelajaran guru menyisakan
waktu sebentar agar siswa melakukan refleksi berupa :
a. pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
b. catatan atau jurnal dibuku siswa.
c. kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.
25
d. diskusi.
e. hasil karya
7. Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data
yang dapat memberi gambaran pengembangan belajar siswa.
Gambaran itu perlu diperoleh guru agar bisa memastikan
bahwa siswa mengalamim proses belajar yang benar. Apabila
data yang dikumpulkan guru untuk mengidentifikasikan bahwa
siswa mengalami kemacetan dalam belajar , maka guru segera
mengambil tindakan yang tepat agar siswa tebebas dari
kemacetan belajar. Penilaian dilakukan secara terintegrasi dari
kegiatan pembelajaran. Data yang dikumpulkan harus dari
kegiatan yang nyata yang dikerjakan siswa pada proses
pembelajaran. Jika guru ingin mengetahui perkembangan siswa
maka guru harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat
siswa melakukan kegiatan atau percobaan.
Penilaian autentik didasarkan pada pengetahuan dan
ketrampilan yang diperoleh siswa. Beberapa karakteristik
penilaian autentik antara lain:
a. dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran
b. dapat digunakan untuk formatif dan sumatif.
c. yang diukur adalah ketrampilan dan penampilannya, bukan
mengingat fakta.
26
d. berkesinambungan.
e. terintegrasi.
f. dapat digunakan sebagai feed back
Menurut Zahorik (1995) dalam buku Depdiknas (2002: 7) ada
lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran CTL
yaitu:
a. pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (Activating Knowledge).
b. pemerolehan pengetahuan baru (Acquiring Knowledge) dengan
cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian
memperhatikan detailnya.
c. pemahaman pengetahuan (Understanding Knowledg), yaitu dengan
cara menyusun: hipotesis, melakukan sharing dengan orang lain
agar mendapat tanggapan dan atas dasar tanggapan itu konsep
direvisi dan dikembangkan.
d. mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledg).
e. melakukan refleksi (relfekting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan tersebut.
Sedangkan dalam The Nortwest Regional Education
Laboratory USA mengidentifikasikan adanya 6 kunci dasar
pembelajaran CTL sebagai berikut.
1 Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penilaian
pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa didalam
27
mempelajari isi materi pelajaran. Pembelajaran dirasakan terkait
dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat
pembelajaran, jika mereka merasakan berkepentingan untuk
belajara demi kehidupannya dimasa mendatang. Prinsisp ini sejalan
dengan pembelajaran bermakna (meaningful learning) yang
diajukan oleh Ausubel.
2 Penerapan pengetahuan adalah kemampuan siswa untuk
memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan
kehidupan dan fungsi dimasa sekarang atau dimasa depan.
3 Berfikir tingkat tinggi: siswa diwajibkan untuk memanfaatkan
berfikir kritis dan berfikir kreatifnya dalam pengumpulan data,
pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu masalah.
4 Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: isi
pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, provinsi,
nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
dunia kerja.
5 Reponsif terhadap budaya: guru harus memahami dan menghargai
nilai, kepercayaan dan kebiasaan siswa, teman pendidik dan
masyarakat tempat ia mendidik. Ragam individu dan budaya suatu
kelompok serta hubungan antar budaya tersebut akan
mempengaruhi pembelajaran dan sekaligus akan berpengaruh
terhadap cara mengajar guru. Setidaknya ada 4 hal yang perlu
diperhatikan didalam pembelajaran CTL, yaitu individu siswa,
28
kelompok siswa baik sebagai tim atau keseluruhan kelas, tatanan
sekolah dan besarnya tatanan komunitas kelas.
6 Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian
(misalnya penilaian proyek/tugas terstruktur, kegiatan siswa,
penggunaan portofolio, rubric, daftar cek, pedoman observasi, dsb)
akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya.
(Depdiknas, 2002: 11-12).
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil
belajar peserta didik. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;
c. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan pasal 22 ayat (2) dijelaskan
bahwa teknik penilaian hasil belajar pada jenjang sekolah dasar
dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan
perseorangan atau kelompok. Sehingga penilaian hasil belajar
ditinjau dari tekniknya dibagi menjadi dua yaitu tes dan non
tes.
29
c. Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan
Tradisional (Behaviorisme/Strukturalisme)
Tabel 1
No Pendekatan CTL Pendekatan Tradisional
1 Siswa secara aktif terlibat
dalam proses pembelajaran
Siswa adalah penerima
informasi secara pasif
2 Siswa belajar dari teman
melalui kerja kelompok,
diskusi, saling mengoreksi
Siswa belajar secara
individual
3 Pembelajaran dikaitkan de-
ngan kehidupan nyata dan
atau masalah yang disimu-
lasikan
Pembelajaran sangat abs-
trak dan teoritis
4 Perilaku dibangun atas ke-
sadaran diri
Perilaku dibangun atas
kebiasaan
5 Ketrampilan dikembangkan
atas dasar pemahaman
Ketrampilan dikembang-
kan atas dasar latihan
6 Hadiah untuk perilaku baik
adalah kepuasan diri
Hadiah untuk perilaku
baik adalah pujian atau
nilai (angka) rapor.
7 Seseorang tidak melakukan
yang jelek karena dia sadar
hai itu keliru dan merugikan
Seseorang tidak mela-
kukan yang jelek karena
dia takut hukuman
8 Bahasa diajarkan dengan
pendekatan komukatif, yakni
siswa diajak menggunakan
bahasa dalam konteks nyata
Bahasa diajarkan dengan
pendekatan structural ru-
mus diajarkan sampai
paham, kemudian dilatih-
kan (dril)
9 Pemahaman rumus dikem- Rumus itu ada di luar diri
30
bangkan atas dasar skemta
yang sudah ada dalam diri
siswa
siswa, yang harus di-
terangkan, diterima, di-
hafalkan, dan dilatih
10 Pemahaman rumus relative
berbeda antara siswa yang
satu dengan lainnya, sesuai
dengan skemata siswa
(ongoing process of
development)
Rumus adalah kebenaran
absolute (sama untuk
semua orang). Hanya ada
dua kemungkinan, yaitu
pemahaman rumus yang
salah atau pemahaman
rumus yang benar
11 Siswa menggunakan ke-
mampuan berfikir kritis,
terlibat penuh dalam
mengupayakan terjadinya
proses pem-belajaran yang
efektif, ikut bertanggung
jawab atas terjadinya proses
pem-belajaran yang efektif,
dan membawa skemta
masing-masing ke dalam
proses pembelajaran.
Siswa secara pasif
menriman rumus atau
kaidah (membaca, me-
ndengarkan, mencatat,
menghafal) tanpa mem-
berikan kontribusi ide
dalam proses pem-
belajaran.
12 Pengetahuan yang dimiliki
manusia dikembangkan oleh
manusia itu sendiri. Manusia
menciptakan tau mem-
bangun pengetahuan dengan
cara memberi arti dan
memahami pengalamannya.
Pengetahuan adalah pe-
nangkapan terhadap se-
rangkaian fakta, kon-sep,
atau hokum yang berada
di luar diri manusia.
13 Kerena ilmu pengetahuan itu
dikembangkan (dikonstruk-
Kebenaran bersifat abso-
lut dan pengetahuan ber-
31
si) oleh manusia sendiri,
sementara manusia selalu
mengalami peristiwa baru,
maka pengetahuan itu tidak
pernah stabil, selalu
berkembang (tentave dan
incomplete)
sifat final.
14 Siswa diminta bertanggung-
jawab memonitor dan
mengembangkan pembe-
lajaran mereka masing-
masing
Guru adalah penentu
jalannya proses pem-
belajaran
15 Penghargaan terhadap pe-
ngalaman siswa sangat di-
utamakan
Pembelajarn tidak mem-
perhatikan pengalaman
siswa
16 Hasil belajar diukur dengan
berbagai cara proses bekerja
hasil karya penampilan,
rekaman, tes, dll
Hasil belajar diukur
dengan tes
17 Pembelajaran terjadi diber-
bagai tempat, konteks, dan
setting
Pembelajaran hanya ter-
jadi dalam kelas
18 Penyeselan adalah hukuman
dari perilaku jelek
Sanksi adalah hukuman
dari perilaku jelek.
19 Perilaku baik berdasarkan
motivasi interistik
Perilaku baik berdasar
motivasi ekstrinsik.
20 Seseorang berperilaku baik
karena dia yakin itulah yang
terbaik dan bermanfaat
Seseorang berperilaku
baik karena dia terbiasa
melakukan begitu.
Kebiasaan itu dibangun
32
dengan hadiah yang
menyenangkan.
(Depdiknas, 2002:7 - 9)
d. Model Pembelajaran Konvensional
Menurut Percival F dan Ellington H (Dalam Sudjarwo, 1998:19)
pedidikan yang berorientasi pada guru adalah pendidikan yang
konvensional dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran
dikendalikan oleh guru. Keuntungan model pembelajaran konvensional
adalah memudahkan untuk mengefisiensikan akomodasi dan sumber-
sumber peralatan dan mempermudah penggunaan jadwal yang efektif.
Sedangkan kelemahan model pembelajaran konvensional antara lain:
1. Keberhasilan belajarnya sangat bergantung pada ketrampilan dan
kemampuan guru;
2. Kemungkinan masih banyak salah interpretasi;
3. Metode belajar aktual yang akan diterapkan mungkin tidak sesuai
untuk mengajar ketrampilan dan sikap yang diinginkan;
4. Pembelajaran cenderung bersikap memberi atau menyerahkan
pengetahuan dan membatasi jangkauan peserta didik, sehingga
peserta didik terbatas dalam memilih topik yang disukai dan relevan
dengan paket ketrampilan yang dipelajari.
e. Penalaran Matematika
Penalaran adalah suatu kegiatan berfikir khusus dimana terjadi
suatu penarikan kesimpulan dimana pertanyaan disimpulkan dari
beberapa premis. Depdiknas (2003: 6).
33
Penalaran adalah suatu kegiatan berfikir khusus dimana terjadi
suatu penarikan kesimpulan dimana pertanyaan disimpulkan dari
beberapa premis. Penalaran juga dapat diartikan sebagai hal
mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan
dengan perasaan atau pengalaman (Poerwadarminta, 2002: 786).
Tim PPPG Matematika (2005: 88) menyatakan bahwa “penalaran
adalah suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan
atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada
pernyataan yang telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya”.
Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melalui
penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar
materi matematika.
Peningkatan kemampuan bernalar para siswa selama proses
pembelajaran matematika di kelas menjadi sangat penting dan
menentukan keberhasilan mereka dan bangsa ini di masa depan.
Depdiknas (2003: 6) telah menetapkan tujuan pertama pembelajaran
matematika adalah melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan.
Siswa mampu logis, melakukan refleksi (perenungan), serta
menjelaskan dan pembenaran. Penalaran matematika ini dapat dicapai
dengan memperhatikan indikator-indikator sebagai berikut.
a. Mengajukan dugaan (konjukture)
34
b. Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu
pernyataan
c. Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan
d. Memeriksa kesahihan suatu argument
e. Menemukan pola pada suatu gejala matematis
f. Memeberikan alternatif bagi suatu argumen.
Dalam penelitian ini indikator-indikator penalaran yang digunakan
dalam penelitian ini sebagai berikut.
a. Mengajukan dugaan (konjukture)
b. Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu
pernyataan
c. Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan
d. Memeriksa kesahihan suatu argument.
Yang selama ini dikenal penalaran dibedakan menjadi dua macam
yaitu:
2. Penalaran Induktif
Penalaran induktif atau induksi merupakan suatu kegiatan,
suatau proses suatu aktivitas untuk menarik suatu kesimpulan atau
membaut suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general)
berdasar pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar.
Selama proses pembelajaran di kelas penalaran induktif ini dapat
digunakan ketika siswa mempelajari konsep atau teorema baru.
35
3. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah kebenaran suatu konsep atau
pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya. Sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam
matematika bersifat konsisten. Proses pembuktian secara deduktif
akan melibatkan teori atau rumus matematika lainnya yang
sebelumnya sudah dibuktikan kebenrannya secara deduktif juga.
f. Kajian Materi
Fungsi adalah relasi yang menghubungkan setiap anggota
pada daerah asal yang dipasangkan dengan tepat satu anggota pada
daerah kawan.
Syarat keanggotaan himpunan fungsi f biasanya ditentukan
oleh pemetaan x ke y, dan pada ummnya dinyatakan dengan suatu
aturan
y = f (x).
Domain : }),({ fyxxDf ∈= .
Range : }),({ fyxyRf ∈= .
Fungsi : ),(),{( 1yxyxf = dan }),( 212 yyfyx =→∈ .
Domain dan Range suatu Fungsi
Pada suatu fungsi f : BA → , A disebut domain, B disebut
kodomain, dan himpunan anggota B yang mempunyai pasangan di
A disebut range R (daerah hasil}.
36
Domain : fD = A = {a,b,c,d}
Kodomain : B = {p,q,r,s,t}
Range : fR = {q,r,s} B⊆
1. Jenis-jenis Fungsi
a) Fungsi Konstan
Fungsi konstan adalah suatu fungsi f yang dinyatakan dengan rumus f
(x) = a, dengan a suatu konstanta.
b) Fungsi Identitas
Fungsi identitas adalah fungsi I yang dinyatakan dengan rumus:
f (x) = x.
c) Fungsi Modulus
Fungsi modulus adalah fungsi M yang memuat bentuk nilai mutlak dan
dinyatakan dengan rumus M (x) = x
d) Fungsi Linear
Fungsi f : R→ R ditentukan oleh f (x) = ax + b, dengan a dan b
konstanta, dan a ≠ 0.
e) Fungsi Kuadrat
Fungsi f : R → R ditentukan oleh f (x) = cbxax ++2 , dengan a,b dan
c ∈ R, dan a ≠ 0.
a. b. c. d.
.p
.q
.r
.s t
A B
37
f : BA→ injektif ⇔ Axx ∈∀ 21, , 21 xx ≠ , )()( 21 xfxf ≠ .
f : BA→ surjektif ⇔ xyfAyBx =∋∈∃∈∀ )( .
2. Sifat-sifat Fungsi
a) Fungsi Injektif
Fungsi f : BA→ disebut fungsi injektif, apabila setiap anggota B yang
mempunyai pasangan tepat satu saja pada anggota A.
Bentuk umum :
b) Fungsi Surjektif
Fungsi f : BA→ disebut fungsi surjektif, apabila setiap anggota B
mempunyai pasangan anggota A.
Bentuk umum :
c) Fungsi Bijektif
Fungsi f : BA→ disebut fungsi bijektif jika dan hanya jika f
merupakan fungsi surjektif dan fungsi injektif.
3. Fungsi Komposisi
Dipunyai f : ,:, CDgBD gf ⇒⇒ dan .gf DR ⊂
Fungsi CDRfg gf →∩:o dengan ][ gf DRxxfgxfg ∩∈∀= )()()( o
disebut fungsi komposisi f dilanjutkan g.
(g o f) (x) = g[ f (x) ]
f
g o f
AB Cg
38
Fungsi CDRgf fg →∩:o dengan ][ fg DRxxgfxgf ∩∈∀= )()()( o
disebut fungsi komposisi g dilanjutkan f.
(f o g) (x) = f [ g (x) ]
contoh:
Dipunyai f : R→R, 43)( −= xxf dan 542)( 2 −+= xxxg .
Tentukan (f o g) (x)!
Penyelesaian:
])([)()( xgfxgf =o
)542( 2 −+= xxf
4)542(3 2 −−+= xx
415126 2 −−+= xx
19126 2 −+= xx .
4. Fungsi Invers
Jika f : A→B suatu fungsi bijektif maka terdapat fungsi g : A→B
sehingga igffg == oo .
Fungsi g disebut fungsi invers f dan ditulis dengan 1−f . Demikian
pula fungsi f disebut fungsi invers g dan ditulis dengan 1−g .
Bg f
f o g
A C
39
Contoh:
Dipunyai f : R → R, 12)( −= xxf .
Jelas fungsi f bijektif.
Jadi 1−f ada.
Ambil sebarang ∈x R.
Jelas ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
=−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
=2
112
12 xfxx .
Jelas ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
= −−
21)( 11 xffxf
( ) ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ +
= −
211 xff o
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
=2
1xi
.2
1⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
=x
B. Kerangka Berfikir
Dengan menggunakan model pembelajaran Contexstual Teaching
and Learning (CTL) pada pembelajaran matematika di SMA diharapkan
dapat meningkatkan penalaran matematika siswa. Disini siswa akan lebih
x•
• f(x)
1−f
fA B
40
mudah menangkap konsep. Pemahaman konsep secara logika akan
mengurangi kesalahan pengerjaan yang dilakukan. Sehingga siswa dapat
menggunakan daya nalarnya untuk memecahkan masalah yang ada. Untuk
itu seorang guru harus mampu dan menguasai cara penyampaian materi
pembelajaran dengan model pembelajaran Contextual Teaching Learning
(CTL). Apabila seorang guru dalam melakukan persiapan pembelajaran
kontekstual sudah opatimal, maka dalam proses pembelajaran diharapkan
hasilnya juga memuaskan karena siswa telah menguasai konsep dan siswa
dapat menggunakan daya nalarnya sehingga siswa mampu mengikuti
pembelajaran tersebut.
Dengan siswa diajak untuk mempraktekkan langsung pada
kehidupan sehari-hari akan membuat siswa merasa senang dan merasa
membutuhkan. Dengan demikian siswa akan mudah menguasai konsep
dan menggunakan daya nalarnya untuk memecahkan masalah-masalah
yang muncul pada kehidupan nyata.
C. Hipotesis
Hipotesisi dalam penelitian ini adalah model pembelajaran CTL
lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional terhadap
penalaran matematika. Setelah siswa mempelajari materi dengan cara
model pembelajaran CTL diharapkan siswa dapat menyelesaikan suatu
masalah yang muncul. Hal ini dapat dilihat bagaimana siswa
menyelesaikan masalah yang ada pada soal tes yang akan dilakukan dalam
penelitian ini.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model
pembelajaran CTL lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional
terhadap penalaran matematika siswa kelas XI IA SMA Negeri 1 Semarang pada
materi Komposisi Fungsi dan Invers Fungsi Tahun Ajaran 2006/2007.Pada
penelitian ini hanya satu kelas yang akan dikenakan model pembelajaran CTL.
A. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IA SMA
Negeri 1 Semarang.
2. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
cluster random sampling, yaitu secara acak dipilih dua kelas dari populasi.
Dua kelas tersebut dengan perincian satu kelas sebagai kelompok
eksperimen dan kelas lain sebagai kelompok terkontrol.
Kelas eksperimen adalah kelas yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran CTL, sedangkan kelas terkontrol
adalah kelas yang pembelajarannya menggunakan pembelajan
konvensional.
42
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini ada dua macam, yaitu:
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan
pembelajaran CTL.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penalaran matematika
pada siswa XI IA SMA Negeri 1 Semarang pada materi pokok komposis
fungsi dan invers fungsi.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang untuk mengetahui mana yang lebih efektif,
antara kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang dikenai model
pembelajaran CTL dan model pembelajaran konvensional.
Adapun rancangan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik cluster random
sampling, dengan pertimbangan peserta didik mendapat materi
berdasarkan kurikulum yang sama, peserta didik diajar oleh guru yang
sama, peserta didik yang menjadi objek penelitian duduk pada kelas yang
sama, dan pembagian kelas tidak ada kelas unggulan. Dipilih dua kelas
sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kemudian menentukan kelas
uji coba di luar sampel penelitian.
43
2. Setelah ditentukan sampel penelitian, kemudian untuk mengetahui apakah
sampel penelitian berangkat dari titik tolak yang sama maka perlu
diadakan uji normalitas data awal dan uji homogenitas data awal. Data
yang digunakan dalam analisis ini adalah data hasil ulangan blok peserta
didik kelas XI IA semester 2 pada materi suku banyak pada siswa SMA
Negeri 1 Semarang.
3. Menentukan langkah-langkah model pembelajaran CTL dan model
pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
4. Melaksanakan model pembelajaran CTL dan model pembelajaran
konvensional pada kelas yang menjadi sampel penelitian.
5. Sebelum menyampaikan materi komposisi fungsi dan invers fungsi pada
kelompok eksperimen diberikan suatu masalah dalam kehidupan sehari-
hari yang berhubungan dengan materi.
6. Kekurangan waktu dalam kegiatan belajar mengajar dapat diatasi dengan
menyampaikan materi pembelajaran yang diberikan pada pertemuan
sebelumnya, sebelum pelaksanaan pembelajaran.
7. Kemudian menyusun kisi-kisi tes dan menyusun instrumen uji coba
berdasarkan kisi-kisi yang ada.
8. Instrumen uji coba diujikan pada kelas uji coba yang sebelumnya telah
diajarkan materi komposisi fungsi dan invers fungsi, di mana instrumen
tersebut akan diujikan sebagai tes penalaran matematika pada kelas yang
dikenai model pembelajaran CTL dan model pembelajaran konvensional.
44
9. Data hasil uji coba instrumen pada kelas uji coba dianalisis untuk
mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.
10. Soal-soal yang memenuhi syarat, kemudian akan dijadikan soal tes
penalaran matematika pada kelas yang dikenai model pembelajaran CTL
dan kelas yang dikenai model pembelajaran konvensional.
11. Melaksanakan tes penlaran matematika pada kelas yang dikenai model
pembelajaran CTL dan kelas yang dikenai model pembelajaran
konvensional.
12. Menganalisis data tes kemampuan pemecahan masalah yang diambil pada
kelas yang dikenai model pembelajaran CTL dan kelas yang dikenai
model pembelajaran konvensional.
13. Menyusun hasil penelitian.
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data nama peserta
didik yang akan menjadi sampel penelitian ini dan untuk memperoleh data
nilai ulangan blok peserta didik kelas XI IA semester 2 pada materi suku
banyak yang akan digunakan untuk uji normalitas data awal dan uji
homogenitas data awal.
45
2. Tes
Tes digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan
penalaran matematika peserta didik pada materi pokok komposisi fungsi
dan invers fungsi dari peserta didik yang menjadi sampel penelitian ini.
Tes yang digunakan adalah tes berbentuk uraian.
E. Analisis Instrumen Penelitian.
1. Validitas Tes.
Validitas tes diketahui dengan menggunakan rumus korelasi
product moment yaitu :
2222 )(}{)([))((
YYNXXNYXXYNrxy
∑−∑∑−∑
∑∑−∑=
(Arikunto, 2002:72)
Setelah diperoleh harga rxy kemudian dikembalikan dengan r kritik
product moment dengan taraf α = 5 %, jika rxy > rtabel maka soal dikatakan
valid dan sebaliknya.
Berdasarkan uji coba soal yang telah dilaksanakan diperoleh rtabel =
0,320. Jadi iten soal dikatakan valid jika rxy > 0,320. Hasil uji coba dari 5
soal diperoleh 5 soal yang valid. Perhitungan selengkapnya terdapat pada
lampiran.
46
2. Reliabilitas Tes
Untuk mengetahui reliabilitas tes digunakan rumus:
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡ ∑−⎥⎦
⎤⎢⎣⎡
−= 2
2
11 11 t
b
kkr
σσ
dimana:
r11 = reliabilitas tes
2bσ∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item
2tσ = varians total
k = banyaknya butir soal
(Arikunto, 2002: 100).
Kriteria pengujian realibilitas tes yaitu setelah didapatkan harga r11,
kemudian harga r11 tersebut dikonsultasikan dengan harga r product
moment pada tabel, jika r11 > rtabel maka item tes yang diuji cobakan
reliabel.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh r11 = 0,9223 dan rtabel =
0,320. Jelas r11 > rtabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen
tersebut reliabel. Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran.
3. Taraf Kesukaran
Jawaban terhadap soal bentuk uraian (essai) secara teoritis tidak
ada yang salah mutlak, sehingga derajat kebenaran jawaban tersebut akan
berperangkat sesuai dengan mutu jawaban masing-masing siswa.
Untuk mengnterpretasikan tingkat kesukaran digunakan tolak ukur
sebagai berikut.
47
a. Jika jumlah responden gagal ≤ 27 %, soal mudah.
b. Jika jumlah responden gagal 28 % - 72 %, soal sedang.
c. Jika jumlah responden gagal ≥ 73 %, soal sukar.
Rumus yang digunakan:
TK = tesmengikutiyangsiswaBanyaknya
gagalyangsiswaBanyaknya x 100 %
Kriteria:
TK Kriteria 0 % ≤ TK ≤ 27 %
27 % ≤ TK ≤ 72 %
72 % ≤ TK ≤ 100 %
Mudah
Sedang
Sukar
(Arikunto, 2002: 100)
Berdasarkan hasil uji coba dari 5 soal diperoleh 4 soal berkategori
sedang yaitu soal no 1, 3, 4, dan 5 dan 1 soal berkategori mudah yaitu soal
no 2. Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran.
4. Daya Pembeda
Untuk menentukan daya pembeda soal untuk tes yang berbentuk
uraian menggunakan rumus uji t, yaitu:
t =
})1(
{2
22
1
−
+
−
∑ ∑ii
LH
nnxx
MM
Keterangan:
t : uji t
48
MH : Mean kelompok atas
ML : Mean kelompok bawah
21∑ x : Jumlah deviasi skor kelompok atas
22∑ x : Jumlah deviasi skor kelompok bawah
ni : Jumlah responden pada kelompok atas / bawah (27% x n)
n : Jumlah seluruh responden yang mengikuti tes
Hasil perhitungan dikonsultasikan dengan ttabel, dk = (n – 1) + (n – 1)
dan α = 5 %, jika thitung > ttabel maka daya beda soal tersebut signifikan
(Arifin, 1991:141)
Berdasarkan hasil uji coba dari 5 soal diperoleh 5 soal yang
mempunyai daya beda yang signifikan. Perhitungan selrngkapnya terdapat
pada lampiran.
F. Analisis data
1. Analisis Data Awal
a. Uji Normalitas Data Awal
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan data yang berdistribusi normal atau tidak. Adapun rumus
yang digunakan adalah uji Chi-Kuadrat,dengan langkah-langkah
sebagai berikut.
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
i. Menyusun data dalam table distribusi frekuensi.
49
Menentukan banyaknya kelas interval (k)
k = 1+ 3,3 log n
n = banyakya objek penelitian
interval = ervalkelasbanyaknya
terkecildataterbesardataint
− .
ii. Menghitung rata- rata(−
X ) dan simpangan baku (s)
−
X = i
ii
fxf
ΣΣ
dan s = )1(
)( 22
−Σ−Σ
nnxfxfn iiii
iii. Mencari harga z, skor dari setiap batas kelas X dengan rumus :
z = s
xx−
−
iv. Menghitung frekuensi yang diharapkan ( iO ) dengan cara
mengalikan besarnya ukuran sample dengan peluang atau luas
daerah dibaah kurva normal untuk nterval yang bersangkutan.
v. Menghitung statistik Chi_Kuadrat dengan rumus sebagai berikut :
∑=
−=
k
i i
ii
EEO
1
22 )(
χ
Keterangan :
X2 : Chi-Kuadrat
Oi : Frekuensi yang diperoleh dari data penelitian
Ei : Frekuensi yang diharapkan
k : Banyaknya kelas interval
50
Kriteria pengujian jika tabelhitung χχ ≤2 dengan derajat kebebasan dk = k –
3 dab taraf signifikan 5 % maka akan berdistribusi normal. (Sudjana,
2002 :273
b. Uji Kesamaan Dua Varians (Homgenitas) Data Awal
Uji kesamaan dua varians dimaksudkan apakah kedua kelompok
memiliki varians yang sama atau tidak yang akan digunakan dalam
pengujian hipotesis. Untuk menguji kesamaan dua varians digunakan
rumus:
22
211
22
210
:
:
σσ
σσ
≠
=
H
H
F = terkecilVarians terbesarVarians (Sudjana, 2002: 250)
Kriteria: Terima H0 jika )1 ,1(
21
21
F −−
<nnhitungF
α
c. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Uji kesamaan dua rata-rata bertujuan untuk mengetahui bahwa
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam keadaan awal yang
sama. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bahwa rata-rata kelompok
ekeperimen dan kelompok kontrol sama.
Hipotesis yang akan diujikan adalah
Ho : 21 μμ =
H1 : 21 μμ ≠
Hipotesis di atas dapat diuji dengan menggunakan statistik t (uji
dua pihak), dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
51
1) Jika 21 σσ = , rumus yang digunakan adalah:
thitung =
21
21
11nn
S
XX
+
− dengan, S = 2
)1()1(
21
222
211
−+−+−
nnSnSn
ttabel = t ( )[ ]2,1 21 −+− nnα
(Sudjana, 2002:245)
Keterangan :
thitung : Distribusi Student
1X : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah peserta didik
pada kelompok eksperimen
2X : nilai rata-rata kelompok kontrol
1n : banyaknya peserta didik kelompok eksperimen
2n : banyaknya peserta didik kelompok kontrol
21S : varians kelompok eksperimen
22S : varians kelompok kontrol
S 2 : varians gabungan nilai data awal
Kriteria pengujian:
H0 diterima jika tabelhitung tt ≤ , dengan ttabel = ( )2
21
21 −+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ − nn
tα
.
2) Jika 21 σσ ≠ , rumus yang digunakan adalah:
t hitung =
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
−
2
22
1
21
21
ns
ns
XX
52
ttabel = 21
2211
wwtwtw
++ , di mana 1w =
1
21
ns , 2w =
2
22
ns , t1 = t ( ) ( )11 1
, −− nα dan
t2 = t ( ) ( )11 2, −− nα
(Sudjana, 2002:246)
Keterangan :
thitung : Distribusi Student
1X : rata-rata kemampuan pemecahan masalah peserta didik
pada kelompok eksperimen
2X : nilai rata-rata kelompok kontrol
1n : banyaknya peserta didik kelompok eksperimen
2n : banyaknya peserta didik kelompok kontrol
21S : varians kelompok eksperimen
22S : varians kelompok kontrol
S 2 : varians gabungan nilai data awal
Kriteria pengujian:
H1 diterima jika tabelhitung tt ≥ , dengan ttabel = ( )( )21 21 −+− nnt α .
2. Analisis Tahap Akhir
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan data yang berdistribusi normal atau tidak. Adapun rumus
yang digunakan adalah uji Chi-Kuadrat,dengan langkah- langkah
sebagai berikut:
53
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
i. Menyusun data dalam table distribusi frekuensi.
Menentukan banyaknya kelas interval (k)
k = 1+ 3,3 log n
n = banyakya objek penelitian
interval = ervalkelasbanyaknya
terkecildataterbesardataint
− .
ii. Menghitung rata- rata(−
X ) dan simpangan baku (s)
−
X = i
ii
fxf
ΣΣ
dan s = )1(
)( 22
−Σ−Σ
nnxfxfn iiii
iii. Mencari harga z, skor dari setiap batas kelas X dengan rumus :
z = s
xx−
−
iv. Menghitung frekuensi yang diharapkan ( iO ) dengan cara
mengalikan besarnya ukuran sample dengan peluang atau luas
daerah dibaah kurva normal untuk nterval yang bersangkutan.
v. Menghitung statistik Chi_Kuadrat dengan rumus sebagai berikut :
∑=
−=
k
i i
ii
EEO
1
22 )(
χ
Keterangan :
2χ : Chi-Kuadrat
Oi : Frekuensi yang diperoleh dari data penelitian
54
Ei : Frekuensi yang diharapkan
k : Banyaknya kelas interval
Kriteria pengujian jika 22tabelhitung χχ ≤ dengan derajat kebebasan dk
= k – 3 dan taraf signifikan 5 % maka akan berdistribusi normal.
(Sudjana, 2002 :273)
b. Uji Kesamaan Dua Varians (Homgenitas).
Uji kesamaan dua varians dimaksudkan apakah kedua kelompok
memiliki varians yang sama atau tidak yang akan digunakan dalam
pengujian hipotesis. Untuk menguji kesamaan dua varians digunakan
rumus:
22
211
22
210
:
:
σσ
σσ
≠
=
H
H
F = terkecilVarians terbesarVarians (Sudjana, 2002: 250)
Kriteria: Terima H0 jika )1 ,1(
21
21
F −−
<nnhitungF
α
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis digunakan untuk menguji hipotesis yang
dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu apakah penalaran matematika
pada siswa yang dikenai model pembelajaran CTL lebih efektif
daripada kemampuan penalaran matematika pada siswa yang dikenai
model pembelajaran konvensional.
Hipotesis yang akan diujikan adalah:
55
Ho : 21 μμ ≤
H1 : 21 μμ >
Hipotesis di atas dapat diuji dengan menggunakan statistik t
(uji pihak kanan), dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1) Jika 21 σσ = , rumus yang digunakan adalah:
thitung =
21
21
11nn
S
XX
+
− dengan, S = 2
)1()1(
21
222
211
−+−+−
nnSnSn
ttabel = t ( )[ ]2,1 21 −+− nnα
(Sudjana, 2002:245)
Keterangan :
thitung : Distribusi Student
1X : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah peserta didik
pada kelompok eksperimen
2X : nilai rata-rata kelompok kontrol
1n : banyaknya peserta didik kelompok eksperimen
2n : banyaknya peserta didik kelompok kontrol
21S : varians kelompok eksperimen
22S : varians kelompok kontrol
S 2 : varians gabungan nilai data awal
Kriteria pengujian:
H1 diterima jika tabelhitung tt ≥ , dengan ttabel = ( )( )21 21 −+− nnt α .
56
2) Jika 21 σσ ≠ , rumus yang digunakan adalah:
t hitung =
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
−
2
22
1
21
21
ns
ns
XX
ttabel = 21
2211
wwtwtw
++ , di mana 1w =
1
21
ns , 2w =
2
22
ns , t1 = t ( ) ( )11 1
, −− nα dan
t2 = t ( ) ( )11 2, −− nα
(Sudjana, 2002:246)
Keterangan :
thitung : Distribusi Student
1X : rata-rata kemampuan pemecahan masalah peserta didik
pada kelompok eksperimen
2X : nilai rata-rata kelompok kontrol
1n : banyaknya peserta didik kelompok eksperimen
2n : banyaknya peserta didik kelompok kontrol
21S : varians kelompok eksperimen
22S : varians kelompok kontrol
S 2 : varians gabungan nilai data awal
Kriteria pengujian:
H1 diterima jika tabelhitung tt ≥ , dengan ttabel = ( )( )21 21 −+− nnt α .
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dan pembahasan pada bab ini adalah hasil studi
lapangan untuk memperoleh data dengan teknik tes setelah dilakukan suatu
pembelajaran yang berbeda antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih efektif manakah
antara model pembelajaran CTL dengan model pembelajaran konvnesional
terhadap penalaran matematika pada materi komposisi fungsi dan invers
fungsi pada peserta didik SMA Negeri 1 Semarang.
1. Pelaksanaan Pembelajaran
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang terbagi dalam
2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kegiatan
penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai April 2007 pada
peserta didik kelas XI IA - 2 sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI
IA - 1 sebagai kelompok kontrol. Sebelum kegiatan penelitian
dilaksanakan, peneliti menentukan materi pelajaran dan pokok bahasannya
serta menyusun rencana pembelajaran. Pokok bahasan yang dipilih adalah
komposisi fungsi dan invers fungsi. Pembelajaran yang digunakan pada
kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran CTL sedangkan
kelompok kontrol dengan model pembelajaran konvensional.
58
a. Proses Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran CTL.
Langkah pertama dalam proses belajar mengajar dengan
menggunakan model pembelajaran CTL, antara lain: guru
mengkondisikan peserta didik dengan suasana kelas yang kondusif
yaitu guru mengusahakan agar suasana kelas tenang dan guru
memberikan apersepsi yaitu dengan memberikan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan definisi fungsi,
macam-macam fungsi, cara menentukan domain dan range. Setelah itu
peserta didik diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut dan
mempresentasikannya. Dengan kegiatan ini peserta didik diharapkan
mampu mengingat kembali apa yang pernah dipelajari yaitu tentang
fungsi, setelah peserta didik ingat akan materi tentang fungsi guru
memeberikan motivasi kepada peserta didik tentang manfaat dari
materi yang akan dipelajari.
Setelah guru memeberikan pengetahuan pra syarat agar peserta
didik dapat memahami materi yang akan disampaikan, langkah
berikutnya guru memberikan permasalahan yang berhubungan dengan
komposisi fungsi dan fungsi invers kemudian peserta didik diminta
untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk memecahkan masalah
tersebut guru membantu peserta didik yaitu dengan pertanyaan-
pertanyaan yang nantinya dapat digunakan peserta didik untuk
memecahkan permasalahan tersebut.
59
Setelah peserta didik dibeerikan waktu untuk memecahkan
permasalahan tersebut, beberapa peserta didik diminta untuk
mempresentasikan hasil pemecahan permasalahan menurut apa yang
diketahui peserta didik. Kemudian guru memberikan nilai atas usaha
peserta didik untuk memecahkan permasalahan tersebut. Kemudian
peserta didik diminta untuk menyimpulkan yang telah dipelajari.
Langkah berikutnya yaitu guru memberikan materi yaitu
komposisi fungsi dan invers fungsi. Di akhir proses pembelajaran,
peserta didik dan guru menyimpulkan yang telah dipelajari.
b. Proses Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran
Konvensional.
Langkah pertama dalam proses belajar mengajar dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu guru
mengkondisikan peserta didik dengan suasana kelas yang kondusif
yaitu guru mengusahakan agar suasana kelas tenang, kemudian guru
memulai proses belajar mengajar dengan memberikan apersepsi
tentang definisi fungsi, macam-macam fungsi, dan cara menentukan
domain dan range.
Setelah peserta didik diberikan apersepsi, guru memberikan
motivasi kepada peserta didik akan manfaat dan pentingnya materi
yang akan dipelajari. Kemudian guru memberikan materi kepada
peserta didik dengan metode ceramah.
60
Di akhir proses pembelajaran peserta didik dan guru
menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
2. Analisis Tahap Awal
a. Uji normalitas
Pengujian kenormalan distribusi populasi digunakan uji chi
kuadrat. Nilai awal yang digunakan untuk menguji normalitas
distribusi populasi adalah nilai ulangan blok peserta didik kelas XI IA
semester 2 pada materi suku banyak. Berdasarkan penghitungan uji
normalitas diperoleh untuk kelas XI IA - 1 301,22 =hitungχ , untuk kelas
XI IA - 2 011,62 =hitungχ , dan 81,72 =tabelχ . Karena 22hitungtabel χχ > maka
dapat dikatakan bahwa data awal untuk kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol pada penelitian ini yaitu kelas XI IA – 1 untuk
kelompok kontrol dan XI IA – 2 untuk kelompok eksperimen
berdistribusi normal.
b. Uji kesamaan dua varians (Uji homogenitas)
Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data nilai
awal mempunyai varians yang sama (homogen).
Berdasarkan perhitungan hasil penelitian diperoleh varians
( )2s untuk kelas ekperimen 6138,2122 =s sedangkan untuk kelas
kontrol diperoleh 8912,2421 =s sehingga diperoleh 15163,1=hitungF dan
untuk =tabelF 73,1)37,37(025,0 =F . Kriteria pengujian H0 diterima jika
tabelhitung FF < .
61
Karena F hitung < Ftabel maka H0 diterima, artinya ada kesamaan
varians antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
c. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Untuk uji kesamaan dua rata-rata pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol ini bertujuan untuk mengetahui bahwa kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol dalam keadaan yang sama. Data
yang digunakan adalah hasil ulangan blok semester 2 pada materi suku
banyak. Berdasarkan perhitungan uji kesamaan dua rata-rata diperoleh
0942,1=hitungt dan ( )( ) 67,17495,0 == tttabel . Kriteria pengujian H0 diterima
jika ( )( ) ( )( )2121 2121 −+−−+− <<− nnnn ttt αα . Pada penelitian ini diperoleh
tabelhitung tt < maka H0. diterima, jadi dapat didimpulkan bahwa
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berada pada awalan yang
sama.
3. Analisis uji hipotesis
Untuk kelompok eksperimen dipilih kelas XI IA – 1 dan untuk
kelas kontrol dipilih kelas XI IA – 2.
a. Uji normalitas
Berdasarkan penghitungan uji normalitas diperoleh untuk kelas
eksperimen 583,72 =hitungχ dan. 81,72 =tabelχ . Karena 22hitungtabel χχ >
maka dapat dikatakan kelompok eksperimen berdistribusi normal.
Untuk kelompok kontrol 406,62 =hitungχ dan. 49,92 =tabelχ Karena
62
22hitungtabel χχ > maka dapat dikatakan kelompok kontrol berdistribusi
normal.
b. Uji kesamaan dua varians data hasil penalaran matematika
Berdasarkan perhitungan hasil penelitian diperoleh varians
( )2s untuk kelas ekperimen 661,4521 =s sedangkan untuk kelas kontrol
diperoleh 817,4222 =s sehingga diperoleh 066,1=hitungF dan untuk
=tabelF 73,1)37,37(025,0 =F . Kriteria pengujian H0 diterima jika
tabelhitung FF < .
Karena F hitung < Ftabel maka H0 diterima, artinya ada kesamaan
varians antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
c. Uji perbedaan rata-rata (Uji pihak kanan)
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji
perbedaan dua rata-rata antara kelompok ekperimen dan kelompok
kontrol. Uji ini sering disebut uji t.
Berdasarkan perhitungan hasil pemelitian diperoleh 759,2=hitungt
dan ( )( ) 67,17495,0 == tttabel . Kriteria pengujian Ho diterima jika
tabelhitung tt < . Karena pada penelitain ini tabelhitung tt > maka H1 diterima.
Karena pada penelitain ini tabelhitung tt > maka H1 diterima, artinya
kelompok ekperimen lebih baik daripada kelompok kontrol.
63
d. Hasil observasi aktivitas kelompok eksperimen
Berdasarkan hasil observasi pengelolaan pembelajaran oleh guru
pada kelas eksperimen selama pembelajaran diperoleh data sebagai
berikut.
Tabel 2 SKOR
NO Aspek yang Diamati Pertemuan
1
Pertemuan
2
Pertemuan
3
1. KONSTRUKTIVISME
a. Guru menyampaikan tujuan
dari materi yang akan disam-
paikan dan peserta didik
menanggapi secara aktif.
3 3 3
b. Guru menyampaikan motivasi
kepada peserta didik.
3 3 3
c. Guru memunculkan perma-
salahan yang terkait dengan
definisi fungsi, macam-macam
fungsi, cara menentukan
domain dan range.
3 4 4
d. Guru meminta peserta didik
untuk memecahkan
permasalahan tersebut dan
mempresentasikan di depan
kelas.
3 4 4
2. MENEMUKAN
a. Guru memunculkan perma-
salahan yang berhubungan
dengan komposisi fungsi dan
invers fungsi yang ada pada
kehidupan sehari-hari
3 3 3
b. Peserta didik menemukan
pokok permasalahan yang
dimun-culkan.dengan
3 3 3
64
SKOR
NO Aspek yang Diamati Pertemuan
1
Pertemuan
2
Pertemuan
3
bimbingan guru
3. BERTANYA (QUESTIONING)
Peserta didik diberi pertanyaan-
per-tanyaan yang nantinya dapat
digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan.
2 3 3
4. PEMODELAN (Modelling)
Peserta didik menemukan cara atau
pemodelan agarr permasalahan
dapat dipecahkan
2 3 4
5. MASYARAKAT BELAJAR
(Learning Community)
Beberapa peserta didik diminta
untuk mempresentasikan penye-
lesaian dari permasalahan yang
muncul.
3 3 3
6 REFLEKSI
Bersama peserta didik, guru
menyimpulkan dari beberapa
pendapat yang telah disampaikan.
3 3 3
7 PENILAIAN YANG SEBENAR-
NYA (Authentic Assessment)
Guru memebrikan penilaian
kepada peserta didik yang telah
mempre-sentasikan pendapatnya
tentang cara memecahkan perma-
salahan yang muncul.
3 3 3
SKOR TOTAL 28 32 33
PERSENTASE RATA-RATA 70 % 80 % 82,5 %
65
Terlihat dari tabel di atas, aktivitas peserta didik sudah baik
dalam mengikuti pemebelajaran yang diberikan guru. Peserta didik
juga memformulasikan gagasan tertulis terhadap permasalahan yang
telah diberikan guru. Mereka juga saling bertanya, menjelaskan,
berdiskusi, memformulasikan gagasan tertulis. Namun demikian dalam
memberi tanggapan atau pendapat secara lisan atau dalam mengajukan
pertanyaan masih dalam kategori cukup
e. Hasil observasi aktivitas kelompok kontrol
Berdasarkan hasil observasi aktivitas peserta didik pada kelas
eksperimen selama pembnelajaran langsung diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 3 SKOR
NO Aspek yang Diamati Pertemuan
1
Pertemuan
2
Pertemuan
3
1. Rata–rata peserta didik memper-
hatikan penjelasan guru. 3 4 4
2. Peserta didik menjawab setiap
pertanyaan yang diajukan guru. 3 4 4
3. Peserta didik menunjukkan
antusias dalam menyelesaikan
tugas yang diberikan guru.
3 3 4
4. Peserta didik memberikan pen-
dapat tentang cara menyelesaikan
soal yang diberikan guru.
2 3 3
5. Peserta didik mamapu menjawab
per-tanyaan yang diajukan oleh
temannya, tentang cara menyele-
saikan soal yang diberikan guru.
2 2 3
66
SKOR
NO Aspek yang Diamati Pertemuan
1
Pertemuan
2
Pertemuan
3
6. Setiap peserta didik merespon
jawaban temannya dengan
memberikan ide-ide baru.
2 2 2
7. Peserta didik selalu aktif dalam
pembelajaran. 3 3 4
SKOR TOTAL 18 21 24
PERSETASE RATA-RATA 64,29 % 75 % 85,71 %
Terlihat dari tabel di atas, keaktifan peserta didik masih cukup,
demikian juga ketika sedang diskusi kelas. Guru dalam memberi
umpan balik juga belum sepenuhnya ditanggapi peserta didik secara
baik. Namun demikian sikap peserta didik dalam mengerjakan tugas
sudah baik. Aktivitas guru ketika memberi petunjuk atau sumber yang
dapat membantu pekerjaan peserta didik sudah baik. Guru juga sudah
memberikan waktu yang cukup bagi peserta didik untuk mengerjakan
tugas dan memberikan bimbingan, dorongan kepada peserta didik
untuk mengerjakan tugas.
B. Pembahasan
Pada analisis tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh
data yang menunjukkan bahwa kelompok eksperimen yaitu kelas XI IA – 2
dan kelompok kontrol yaitu kelas XI IA - 1 mempunyai variansi yang
homogen. Hal ini ditunjukkan oleh uji kesamaan variansi, dengan masing-
masing variansi kelompok eksperimen 6138,212 =s dan varian kelompok
67
kontrol 8912,242 =s . Berdasarkan uji kesamaan dua variansi, maka kedua
kelompok mempunyai variansi yang sama atau homogen.
Hal ini berarti sampel berasal dari kondisi atau keadaan yang sama.
Untuk menentukan sampel satu diantara semua kelas tersebut sebagai
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak terikat pada salah satu
kelas saja.
Pengetahuan awal yang sama dalam penelitian ini diketahui dari nilai
ulangan blok peserta didik kelas XI IA semester 2 pada materi suku banyak.
Hal ini ditunjukkan pada perhitungan satistika uji kesamaan dua rata-rata.
Karena peserta didik belum diberi perlakuan, maka untuk mengetahui
kemampuan awal digunakan nilai ulangan blok pada materi sebelumnya yaitu
suku banyak. Pada kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa
pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran CTL
pada materi komposisi fungsi dan invers fungsi. Setelah pembelajaran selesai,
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol diberi tes akhir yang sama.
Dalam pelaksanaan penelitian ini waktu yang digunakan dalam
penelitian adalah 3 kali pertemuan baik pada kelas eksperimen maupun kelas
kontrol. Pada kedua kelompok perlakuan ini mendapatkan informasi tentang
komposisi fungsi dan invers fungsi, kemudian meminta peserta didik memberi
contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada waktu penelitian, kelas eksperimen diberi sedikit pengetahuan
tentang komposisi fungsi dan invers fungsi, kemudian mereka diberikan
masalah yang berhubungan dengan komposisi fungsi dan invers fungsi dalam
68
kehidupan sehari-hari, kemudian para peserta didik mengerjakan tugas yang
diberikan guru untuk menentukan pengertian, mengidentifikasi syarat
komposisi fungsi dan invers fungsi, sifat komposisi fungsi dan invers fungsi
dan menggunakan aturan komposisi fungsi dan invers fungsi untuk
menyelesaikan masalah.
Setelah dilakukan pembelajaran pada kelompok eksperimen dengan
menggunakan model pembelajaran CTL dan kelompok kontrol menggunakan
pembelajaran konvensional terlihat bahwa penalaran matematika kedua
kelompok tersebut berbeda secara nyata. Hal ini terlihat dari hasil uji t sebesar
2,759 dan ( )( ) 67,17495,0 == tttabel karena tabelhitung tt > berarti H0 ditolak. Artinya
rata-rata hasil belajar pada penalaran matematika kelompok eksperimen lebih
baik daripada kelompok kontrol. Terjadinya perbedaan ini dikarenakan adanya
penggunaan model pembelajaran CTL pada kelompok eksperimen. Maka
dapat dikatakan bahwa model pembelajaran CTL lebih efektif daripada
pembelajaran konvensional terhadap penalaran matematika pada materi fungsi
komposisi dan invers fungsi peserta didik XI IA SMA Negeri 1 Semarang.
Setelah melakukan model pembelajaran CTL pada kelompok
eksperimen, peneliti merasa bahwa model pemebelajar CTL terdapat
keunggulan dan kekurangannya. Keunggulan dan kekurangannya model
pemeblajaran CTL sebagai berikut.
1. Keunggulan model pembelajaran CTL
a. Menjadikan adanya kerja sama antar peserta didik.
69
b. Menjadikan peserta didik saling menunjang dalam menyelesaikan
persoalan yang ada.
c. Menjadikan suasana kelas lebih menyenangkan dan tidak
membosankan.
d. Menjadikan peserta didik menjadi lebih aktif di dalam kelas.
e. Menjadikan siswa lebih kritis dalam menyelesaikan masalah yang ada.
2. Kelemahan model pembelajarn CTL.
a. Jika model pemebelajaran CTL tidak dipadukan dengan model
pembelajaran lain maka akan sulit membentuk masyarakat belajar
yang baik.
b. Masih sulitnya peserta didik mengkonstruksi persoalan yang diberikan
oleh guru yang berhubungan dengan materi yang akan diberikan.
c. Jika guru kurang kreatif maka model pemebelajarann CTL ini akan
sulit dilakukan oleh guru sehingga rasa ingin tahu peserta didik
kurang.
d. Masih kurangnya peserta didik untuk melakukan berbagi pengalaman
dalam memecahkan persoalan yang dihadapi.
e. Masih sulitnya membuat suasana kelas menjadi menyenangkan karena
pembelajaran masih dibatasi oleh dinding dan lorong.
f. Masih kurangnya hasil karya peserta didik yang dihasilkan.
70
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Model pembelajaran CTL adalah konsep belajar dimana guru
menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta didik
membuat hubungan antara penegetahuan yang dimiliki dengan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari, sementara peserta didik memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit
dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan penalaran adalah suatu kegiatan berfikir khusus dimana
terjadi suatu penarikan kesimpulan, pertanyaan disimpulkan dari beberapa
premis. Dalam penelitian ini diharapkan dengan model pemeblajaran CTL
dapat meningkatkan penlaran matematika peserta didik. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilaksanakan melalui penelitian eksperimen dengan penerapan
model pembelajaran CTL pada peserta didik kelas XI IA SMA Negeri 1
Semarang dapat diambil simpulan sebagai berikut.
1. Adanya peningkatan penalaran matematika peserta didik kelas XI IA SMA
Negeri 1 Semarang pada materi komposisi fungsi dan invers fungsi
melalui model pembelajaran CTL Hal tersebut dapat dilihat dari kesiapan
peserta didik untuk belajar, sehingga pada saat belajar peserta didik dapat
dengan mudah memahami apa yang disampaikan oleh guru.
71
2. Dengan menggunakan model pembelajaran CTL ternyata hasil penalaran
matematika peserta didik meningkat, hal tersebut dapat dilihat antara lain:
a. Peserta didik dapat membuat pertanyaan dan menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh guru.
b. Diskusi dapat berjalan dengan lancar dan peserta didik dapat berperan
dalam diskusi.
Pada pada materi komposisi fungsi dan invers fungsi melalui model
pembelajaran CTL, hasil belajar pada penalaran matematika berbeda nyata
dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional.
Perbedaan hasil belajar ini disebabkan karena pada model pembelajaran CTL
lebih ditekankan pada belajar mandiri, bekerjasama dan presentasi sehingga
berpegaruh terhadap penalaran matematika pada peserta didik. Sedangkan
pada metode konvensional peserta didik hanya dituntut menyelesaikan
masalah baik secara individu atau kelompok. Proses pembelajaran ini lebih
menitikberatkan guru sebagai motivator agar peserta didik mau mengejakan
tugasnya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti dapat
mengemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Hendaknya guru dapat menerapkan pembelajaran dengan model
pembelajaran CTL serta mengembangkan berbagai aktivitas dan kreatifitas
peserta didik dalam pembelajaran.
72
2. Guru dapat memadukan model pembelajaran CTL dengan model
pembelajaran lainnya sehingga diperoleh model pemebelajaran yang lebih
sesuai karakteristik pokok bahasan dan kondisi peserta didik.
3. Perlu ditingkatkannya kreatifitas peserta didik, sehingga peserta didik
dapat mengkonstruksi persoalan yang ada dan mengahsilakan hasil karya
yang baik.
4. Perlu ditingkatkannya SDM yang ada, khususnya guru agar guru menjadi
lebih kreatif dalam mengembangkan model pemebelajaran.
5. Bagi semua pihak yang berkompeten diharapkan untuk mengembangkan
penelitian ini, baik sebagai penelitian lanjutan maupun penelitian lain dari
model pembelajaran CTL, sehingga model pembelajaran baru tersebut
dapat berkembang di tanah air tercinta ini.
Dengan saran tersebut di atas diharapkan semoga dapat bermanfaat
bagi peneliti, pembaca, dan dunia pendidikan pada umumnya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal. 1991. Evaluasi Instruksional. Jakarta : Bina Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta. Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: CV.IKIP
Semarang Press. Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ).
Jakarta: Dirjen, Didasmen, Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama ______. 2002. Manajemen Peningkatan mutu berbasis sekolah (Pembelajaran
dan Pengajaran Kontekstual). Jakarta. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Pertama. Jakarta.
_______. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta. ________. 2004. Model Pemeblajaran Matematika.Jakarta. Nurhadi, Yasin Burhan dan Gerrad Suduk Agus. 2004. Pembelajaran Kontekstual Dan Penerapannya Dalam KBK. Malang Pandoyo. 1984. Diklat Metode Khusus Bagian II. Jakarta. Poerwadarminta. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. PP. Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 22 ayat (2) Rianto, Yatim. 1996. Metodologi Penelitian pendidikan suatu Tinjauan Dasar.
Surabaya: SIC Surabaya. Slameto. 2001.Evaluasi Pendidikan. Salatiga: Bumi Aksara. Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Tim PPPG Matematika. 2005. Materi Pembinaan Matematika SMP di Daerah
Tahun 2005. Yogyakarta: Depdiknas Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika.
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.