250931743-pneumothoraks

Upload: lucky-arie-sandi

Post on 29-Feb-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lss

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan dengan tekanan negatif yang ringan1.

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik2.Pneumotoraks adalah salah satu sindrom kebocoran udara yang paling umum yang terjadi pada masa neonatus3. Pneumotoraks diklasifikasikan ke dalam pneumotoraks primer (tanpa penyakit paru-paru yang jelas) dan pneumothorax sekunder (karena adanya patologi paru yang mendasari, atau berhubungan dengan faktor-faktor pemicu seperti takipnea transien baru lahir, aspirasi mekonium, penggunaan ventilasi tekanan positif kontinu (CPAP), ventilasi mekanik, pneumonia, gangguan sindrom pernapasan atau pengobatan pasca surfaktan)3-9.Sesuai perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (VATS = video assisted thoracoscopy surgery), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit 2.

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka (referat) ini adalah untuk mengetahui definisi dari pneumotoraks, serta cara menegakkan diagnosa pneumotoraks secara tepat sesuai jenis dan luasnya pneumotoraks, karena hal tersebut akan berpengaruh pada penanganannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena10. Pneumotoraks adalah suatu akumulasi udara ekstrapulmonal dalam dada. Selama masa anak-anak pneumotoraks tidak lazim terjadi. Penyakit ini paling sering diakibatkan kebocoran udara di dalam paru. Kebocoran udara dapat bersifat primer atau sekunder dan dapat secara spontan, traumatis, iatrogenik, atau katamential (karena menstruasi)11Penyebab pneumotoraks yang paling lazim adalahinflasi berlebihan yang mengakibatkan robekan alveolar. Kebocoran udara terjadi selama 24-36 jam pertama pada bayi dengan aspirasi mekonium, pneumonia, dan penyakit membran hialin bia kelenturan paru berkurang.11

B. Klasifikasi

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu 2,12 :

1. Pneumotoraks spontanYaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Pneumotoraks ini kadang terjadi pada anak usia belasan tahun dan pada orang dewasa muda, paling sering pada anak laki-laki yang tinggi dan kurus.b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

2. Pneumotoraks traumatik,

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidentalAdalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru. Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu 12 :

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan 13.

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif 13. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound) 2.

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar 13. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas 2.

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu 13 :

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru).

Pada neonatus, pneumotoraks yang disertai dengan hipoplasia paru lazim ditemui; terjadi pada umur hari pertama, dan disebabkan karena berkurangnya luas permukaan alveolar dan kelenturan paru yag jelek. Pneumotoraks juga diketahui berhubungan dengan gangguan penguranagn volume cairan amnion (sindrom Potter,; agenesis ginjal, displasia ginjal, kebocoran cairan amnion kronis), berkurangnya gerakan pernapasan janin (oligohidramnion, penyakit neuromuskular), lesi paru yang menempati ruang (hernia diafragmatika, efusi pleura, kilotoraks), dan kelainan toraks (distrofi toraks asfiksia).11C. Penghitungan Luas Pneumotoraks

Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :

1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus 2.

Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :

83 512

______ = ______ __ = 50 %

103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh 2.

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks 11

D. Gejala klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah 2,12,13 :

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.

2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan. Keparahan nyeri biasanya secara tidak langsung menggambarkan luasnya kolaps. 3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4. Denyut jantung meningkat.

5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

Manifestasi klinis pneumotoraks biasanya mendadak, dan keparahannya tergantung pada luas kolapsnya paru. Pneumotoraks yang luas dapat menimbulkan nyeri, dispnea, dan sianosis. Biaanya terjadi distres pernapasan, retraksi, dan suara pernapasan yang sangat berkurang pada paru yang terlibat. Pemeriksaan perkusi pada daerah yang terlibat adalah timpani. Laring, trakea, dan jantung dapat bergeser ke arah sisi yang tidak sakit. Bila ada cairan, biasanya ada daerah timpani yang berbatas tegas tepat di atas daerah perkusi redup yang rata. 11Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut, 2:

1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat

2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat

3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas.

4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.

E. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan 12,13:

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Rntgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumotoraks antara lain 14,15:

a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.

b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.

c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut 12:

1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang. 3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto R pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps2. Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Terapi bervariasi menurut luasnya kolaps dan sifat serta keparahan penyakit yang mendasari. Pneumotoraks ukuran kecil atau bahkan ukuran sedang pada kebanyakan anak normal dapat sembuh tanpa pengobatan spesifik, biasanya sekitar 1 minggu. Pneumotraks kecil (15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara 2 :

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut 2, 13b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol 13.

2) Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol 13.

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut 12,13.

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal 2.

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop.

4. Torakotomi11

a. Torakotomi tertutup (memasukkan pipa dada dengan cara sederhana) dan drainase udara yang terperangkap melalui kateter, dengan bagian ujung eksternanya dipertahankan pada posisi tergantung di bawah air, cukup untuk pengembangan kembali paru pada kebanyakan penderita.b. Torakotomi terbuka melalui irisan yang terbatas, dengan pelipatan gelembung, penutupan fistula, membuka pleura (biasanya pada apeks paru), dan abrasi pleurabasal merupakan juga penanganan efektif untuk pneumotoraks yang berulang.5. Tindakan bedah 13a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

H. Pengobatan Tambahan

1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator 13.

2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat 13.

3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema 12.

I. Rehabilitasi 13 1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.

3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.

4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.

J. Komplikasi16

Selalu harus diingat akan terjadinya:

1. Pneumotoraks tension dengan gejala dispneu yang semakin berat, sianosis, gelisah. Pada foto Rontgen akan didapatkan mediastinum dan jantung terdorong ke sisi yang sehat, sela iga tampak lebar, diafragma sisi yang terkena rendah.

2. Pembentukan eksudat (infeksi sekunder)3. Hemopneumotoraks yang ditandai dengan gejala akibat kehilangan darah seperti anemia, renjatan, dan lain-lain.

4. Emfisema mediastinalis

BAB III

KESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada.

Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).

Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto rntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil rntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.

Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997. H. 598.

2. Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang, Alwi, Idrus K., et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. H. 1063.

3. Smith J., Schumacher RE., Donn SM., Sarkar S. Clinical course of symptomatic spontaneous pneumothorax in term and late preterm newborns: Report from a large cohort. Am J Perinatol. 2011;28(2):1638.

4. Meberg A., Greve-Isdahl M., Heier CA. Pulmonary air-leakage in newborn infants. Tidsskr Nor Laegeforen. 2007;127(18):23713.

5. Navaei F., Aliabadi B., Moghtaderi M., Kelishadi R. Predisposing factors,

incidence and mortality of pneumothorax in a neonatal intensive care unit in Isfahan, Iran. Zhongguo Dang Dai Er Ke Za Zhi. 2010;12(6):41720.

6. Apiliogullari B., Sunam GS., Ceran S., Koc H. Evaluation of neonatal

pneumothorax. J Int Med Res. 2011;39(6):243640.

7. Katar S., Devecioglu C., Kervancioglu M., Ulku R. Symptomatic spontaneous pneumothorax in term newborns. Pediatr Surg Int. 2006;22(9):7558.

8. Chernick V., Avery ME. Spontaneous Alveolar Rupture at Birth. Pediatrics. 1963;32:81624.

9. Sistoza LC. Pneumothorax In Neonatology: Management, Procedures, On-Call Problems, Diseases and Drugs. 6th edition. Edited by Gomella T, Cunningham MD, Eyal FG. New York: McGraw-Hill; 2009. P. 3447.

10. Abu Shaweesh JM. Respiratory disorders in preterm and term infants. In

Neonatal-Perinatal Medicine: Diseases of the Fetus and Infant. 9th edition. Edited by Martin RJ., Fanaroff AA., Walsh MC. St.Louis: Elsevier Health Sciences; 2010. P. 11646

11. David M. Orenstein. Penyakit Pleura. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. P. 1534-6.12. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27. [cited 21 November 2014]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/82755113. Alsagaff Hood., Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press; 2009. H. 162-179

14. Schiffman, Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). [Cited 25 November 2014]. Available from: http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm15. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007. H. 5616. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Pulmonologi. Dalam: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 4. Volume 3. Jakarta: FKUI; 1985. H.1242. % luas pneumotoraks

A + B + C (cm)

= __________________ x 10

3

(L) hemitorak (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)

_______________ x 100 %

AxB