2.4. aspek daya saing daerah · 2015-08-11 · tingkat kemahalan yang lebih tinggi dibanding...

52
230 2.4. Aspek Daya Saing Daerah Daya saing daerah merupakan salah satu aspek tujuan penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dangan potensi, kekhasan dan unggulan daerah. Suatu daya saing merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan tujuan pembangunan daerah dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. 2.4.1. Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah Kemampuan ekonomi daerah dalam konteks daya saing daerah adalah bahwa kapasitas ekonomi daerah harus memiliki daya tarik bagi pelaku ekonomi yang telah ada dan yang akan masuk ke suatu daerah untuk menciptakan multiplier effect bagi peningkatan daya saing daerah. Kondisi daerah Provinsi Jawa Timur terkait dengan kemampuan ekonomi daerah dapat dilihat dari indikator pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita, pengeluaran konsumsi non pangan per kapita, produktivitas total daerah, nilai tukar petani, nilai tukar nelayan dan Rasio PDRB UMKM terhadap Total PDRB. 2.4.1.1. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian 2.4.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2009-2013 di Jawa Timur, dalam lima tahun terakhir rata-rata konsumsi per kapita di Jawa Timur mengalami peningkatan, yang semula Rp. 380.163 per kapita sebulan di tahun 2009 dan di tahun 2012 meningkat menjadi Rp 526.973, sedangkan untuk data bukan makanan pada tahun 2013 belum tersedia, sehingga rata-rata konsumsi perkapita juga belum tersedia. Tabel 2.176 Rata-rata Konsumsi per Kapita menurut Kelompok Konsumsi dan Status Wilayah di Jawa Timur Tahun 2010-2013 (Rupiah per Bulan) Tahun/ Status Wilayah Makanan Bukan Makanan Total Kota 219.238 217.742 436.980 2009 Desa 169.502 116.847 286.349 Kota+Desa 200.478 179.685 380.163 2010 Kota 244.457 224.564 469.021 Desa 189.000 118.345 307.345 Kota+Desa 223.539 184.499 408.038 2011 Kota 281.107 316.024 597.131 Desa 208.082 164.619 372.701

Upload: others

Post on 16-Feb-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

230

2.4. Aspek Daya Saing Daerah

Daya saing daerah merupakan salah satu aspek tujuan penyelenggaraan

otonomi daerah sesuai dangan potensi, kekhasan dan unggulan daerah. Suatu

daya saing merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan pembangunan ekonomi

yang berhubungan dengan tujuan pembangunan daerah dalam mencapai tingkat

kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan.

2.4.1. Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah

Kemampuan ekonomi daerah dalam konteks daya saing daerah adalah

bahwa kapasitas ekonomi daerah harus memiliki daya tarik bagi pelaku ekonomi

yang telah ada dan yang akan masuk ke suatu daerah untuk menciptakan

multiplier effect bagi peningkatan daya saing daerah.

Kondisi daerah Provinsi Jawa Timur terkait dengan kemampuan ekonomi

daerah dapat dilihat dari indikator pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita,

pengeluaran konsumsi non pangan per kapita, produktivitas total daerah, nilai

tukar petani, nilai tukar nelayan dan Rasio PDRB UMKM terhadap Total PDRB.

2.4.1.1. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan

Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

2.4.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita

Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2009-2013 di Jawa

Timur, dalam lima tahun terakhir rata-rata konsumsi per kapita di Jawa Timur

mengalami peningkatan, yang semula Rp. 380.163 per kapita sebulan di tahun

2009 dan di tahun 2012 meningkat menjadi Rp 526.973, sedangkan untuk data

bukan makanan pada tahun 2013 belum tersedia, sehingga rata-rata konsumsi

perkapita juga belum tersedia.

Tabel 2.176

Rata-rata Konsumsi per Kapita menurut Kelompok Konsumsi dan Status Wilayah di Jawa Timur Tahun 2010-2013

(Rupiah per Bulan) Tahun/

Status Wilayah Makanan

Bukan Makanan

Total

Kota 219.238 217.742 436.980

2009 Desa 169.502 116.847 286.349

Kota+Desa 200.478 179.685 380.163

2010

Kota 244.457 224.564 469.021

Desa 189.000 118.345 307.345

Kota+Desa 223.539 184.499 408.038

2011 Kota 281.107 316.024 597.131

Desa 208.082 164.619 372.701

231

Tahun/

Status Wilayah Makanan

Bukan

Makanan Total

Kota+Desa 242.829 236.661 479.490

2012

Kota 296.389 376.200 672.589 Desa 207.479 187.305 394.784

Kota+Desa 249.785 277.187 526.973

2013 Kota 326.208 - - Desa 228.227 - -

Kota+Desa 274.764 - -

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, BKP Provinsi Jawa Timur Data untuk konsumsi non makanan blm tersedia dari BPS

Peningkatan pada tahun 2011-2012 sebesar 9,90 persen, lebih rendah bila

dibandingkan dengan periode 2010-2011 yang mengalami peningkatan sebesar

17,51 persen. Sedangkan pada tahun 2013 konsumsi makanan mencapai 274.764

Namun demikian, perlu kehati-hatian dalam menafsirkan peningkatan rata-rata

pengeluaran per kapita ini, karena belum tentu menjadi gambaran peningkatan

kesejahteraan. Mengingat terjadinya peningkatan konsumsi bisa dipengaruhi oleh

terjadinya peningkatan harga yang terukur melalui inflasi, bukan karena

pendapatan yang meningkat.

Tabel 2.177 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Perkapita Menurut

Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2012

Kabupaten/Kota 2010 2011 2012

Kabupaten

01. Pacitan 310.917 381.590 417.099

02. Ponorogo 324.376 370.370 450.015

03. Trenggalek 340.813 388.067 434.594

04. Tulungagung 407.454 430.762 518.232

05. Blitar 350.497 627.224 545.086

06. Kediri 342.285 401.867 489.703

07. Malang 386.749 443.118 507.858

08. Lumajang 297.629 371.314 407.300

09. Jember 336.675 373.050 420.159

10. Banyuwangi 373.575 460.379 517.286

11. Bondowoso 333.935 374.540 464.781

12. Situbondo 323.528 383.115 455.563

13. Probolinggo 367.731 367.572 451.016

14. Pasuruan 382.286 389.162 449.854

15. Sidoarjo 503.790 696.469 786.509

16. Mojokerto 387.394 486.258 589.973

17. Jombang 384.258 514.167 514.788

18. Nganjuk 388.548 420.894 525.260

19. Madiun 339.825 440.314 526.937

20. Magetan 363.144 442.810 541.844

21. Ngawi 282.112 385.525 453.490

22. Bojonegoro 342.593 372.946 471.658

232

Kabupaten/Kota 2010 2011 2012

23. Tuban 323.370 397.595 460.302

24. Lamongan 345.500 456.808 525.001

25. Gresik 415.634 545.659 748.878

26. Bangkalan 353.821 352.982 391.313

27. Sampang 281.234 326.054 390.204

28. Pamekasan 317.021 313.193 346.489

29. Sumenep 314.469 313.892 357.436

Kota

30. Kediri 549.901 621.491 725.006

31. Blitar 562.036 627.224 698.027

32. Malang 785.352 788.193 1.078.894

33. Probolinggo 586.502 578.748 561.700

34. Pasuruan 472.121 766.782 713.559

35. Mojokerto 561.626 732.541 703.783

36. Madiun 615.984 698.966 656.006

37. Surabaya 781.291 938.706 1.014.428

38. Batu 576.309 581.037 641.233

Jawa Timur 408.037 479.490 526.973

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Gambar 2.65 Sebaran Rata-rata Konsumsi per Kapita Sebulan (Rupiah) dan

Persentase Pengeluaran Untuk Makanan dan Non Makanan menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur 2012

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

233

Sementara itu, pada tahun 2012 persentase konsumsi pada kelompok

makanan di Jawa Timur mengalami penurunan dari 50.64 persen tahun 2011,

menjadi 47,40 persen tahun 2012. Sedangkan pengeluaran untuk non makanan

terjadi peningkatan dari 49,36 persen pada tahun 2011 menjadi 52,60 persen pada

tahun 2012. Kondisi ini memberikan gambaran adanya peningkatan ekonomi

penduduk di Jawa Timur, karena secara umum persentase pengeluaran untuk non

makanan lebih tinggi dari pengeluaran untuk makanan.

Berdasarkan besaran rata-rata konsumsi per kapita penduduk selama

sebulan menurut kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2012, Kota Malang

merupakan wilayah yang tertinggi diikuti Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo

(tiga wilayah tertinggi). Untuk rata-rata konsumsi per kapita terendah di Jawa

Timur tahun 2012, adalah Kabupaten Pamekasan, diikuti Sumenep dan Sampang

(tiga wilayah terendah). Namun demikian, tidak selalu rata-rata konsumsi per

kapita sebulan yang lebih tinggi atau rendah, menjadi cerminan tinggi atau rendah

pula kondisi tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah. Perlu kehati-hatian

dalam menerjemahkan situasi ini, mengingat tingkat kemahalan antar wilayah

sangat bervariasi. Cerminan perbedaan kemahalan wilayah ini dapat tercermin dari

keberadaan wilayah-wilayah kota pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan

wilayah Kabupaten. Secara umum memang pada wilayah kota cenderung memiliki

tingkat kemahalan yang lebih tinggi dibanding wilayah di kabupaten. Selain itu,

deviasi yang ada antar wilayah kabupaten dan kota di Jawa Timur diindikasikan

cukup lebar, karena rata-rata konsumsi provinsi yang berada pada posisi moderat,

memisahkan 14 wilayah di atas dan 24 wilayah di bawah rata-rata konsumsi per

kapita provinsi.

Rata-rata konsumsi perkapita jika dilihat perbandingan antar wilayah

perkotaan dan perdesaan, memberikan gambaran bahwa di daerah perkotaan

pada tahun 2012 ini tingkat pendapatan penduduknya lebih tinggi dan juga

kesejahteraannya lebih baik dibandingkan daerah perdesaan. Hal ini terlihat dari

Tabel 2.178 Rata-rata Konsumsi per Kapita menurut Kelompok Konsumsi

dan Status Wilayah di Jawa Timur Tahun 2012

Status

Wilayah

Makanan Bukan Makanan Total

Jumlah

(Rp) Persen

Jumlah

(Rp) Persen

Jumlah

(Rp) Persen

Kota 296.389 44,07 376.200 55,93 672.589 100.00

Desa 207.479 52,56 187.305 47,44 394.784 100.00

Kota+Desa 249.785 47,40 277.187 52,60 526.973 100.00

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

234

persentase konsumsi untuk bukan makanan pada daerah perkotaan jauh lebih

tinggi dibandingkan daerah perdesaan.

Kebutuhan dasar manusia untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya

terhadap barang dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu kelompok

makanan dan non makanan. Pada batas tertentu kebutuhan akan makanan bisa

mencapai titik maksimal, namun untuk kebutuhan non makanan tidak terbatas.

2.4.1.1.2. Pengeluaran Konsumsi Non Pangan

Semakin tinggi pendapatan/kesejahteraan seseorang, maka proporsi

pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan makanan akan menurun, namun

sebaliknya pengeluaran untuk non makanan proporsinya akan semakin meningkat

(Hukum Engel/Engel law).

Tabel 2.179 Persentase Pengeluaran Rumahtangga

dirinci Menurut Pengeluaran Makanan & Non Makanan Jawa Timur Tahun 2009-2013

1.

2.

3.

4.

5. Sumber : Hasil Susenas 2009-2012 (diolah)

Pada tahun 2012 proporsi pengeluaran non makanan sebesar 52,60 persen,

lebih besar 3,12 persen dibanding tahun 2011. Sedangkan selama tahun 2009 –

2012 rata-rata pengeluaran penduduk Jawa Timur untuk kebutuhan non makanan

proporsinya relatif stabil yaitu kisaran 48,64 persen, sedangkan proporsi

kebutuhan makanan sekitar 51,36 persen. Kondisi ini mengindikasikan bahwa

meskipun secara umum tingkat pendapatan semakin meningkat, namun pada

kenyataannya belum mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk. Keadaan ini

mungkin dikarenakan makin tidak terkendalinya perubahan harga-harga barang

yang tidak sebanding dengan perkembangan pendapatan. Hal ini tercermin dari

pola konsumsi penduduk seperti lebih besarnya proporsi pengeluaran untuk

kebutuhan makanan dibandingkan pengeluaran untuk kebutuhan non makanan.

Tahun Persentase

Makanan Non Makanan Total

2009 52,73 47,27 100,00

2010 54,78 45,22 100,00

2011 50,52 49,48 100,00

2012 47,40 52,60 100,00

235

2.4.1.2. Pertanian

2.4.1.2.1. Nilai Tukar Petani

Rata-rata NTP Provinsi Jawa Timur tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar

0,50 persen dibanding tahun 2011 yaitu dari 101,65 menjadi 102,16. Kenaikan

tersebut disebabkan kenaikan indeks harga yang diterima petani (5,76 persen),

lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (5,23 persen). Hal ini

menunjukkan bahwa rata-rata nilai tukar produk pertanian terhadap barang/jasa

konsumsi rumah tangga petani serta biaya produksi dan pembentukan barang

modal tahun 2012, secara umum masih lebih tinggi dibanding kondisi tahun 2011.

Tabel 2.180

Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2012 (2007=100)

No Uraian 2009 2010 2011 2012 2013

(Sem I)

1. Indeks yang diterima

petani (lt) 118,88 127,78 139,26 147,28 156,84

2. Indeks yang dibayar

petani (lb) 121,04 129,40 136,99 144,15 152,34

3. NTP 98,19 98,74 101,65 102,16 102,95

Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur

Gambar Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2012

(2007=100) menunjukkan bahwa selama tahun 2012, NTP Jawa Timur dari bulan

Januari sampai dengan Desember mengalami fluktuasi mengikuti pola musiman

komoditas pertanian. Pada bulan Februari, Maret, dan Juni, NTP mengalami

penurunan sedangkan pada 9 bulan lainnya mengalami kenaikan. Penurunan NTP

terbesar terjadi pada bulan Februari sebesar -1,39 persen dari 102,80 menjadi

101,37. Hal ini disebabkan semua sub sektor pertanian mengalami penurunan

NTP. Sub sektor tanaman pangan mengalami penurunan 2,30 persen, sub sektor

perikanan turun 0,84 persen, sub sektor tanaman perkebunan rakyat turun 0,80,

sub sektor peternakan turun 0,07 persen dan sub sektor tanaman hortikultura

turun 0,03 persen. Sementara kenaikan NTP tertinggi tahun 2012 terjadi pada

bulan Agustus sebesar 0,69 persen dari 101,71 menjadi 102,42, yang disebabkan

karena 4 sub sektor pertanian mengalami kenaikan NTP dan hanya 1 sub sektor

pertanian yang mengalami penurunan. Kenaikan NTP pada bulan Agustus 2012

terjadi pada sub sektor tanaman pangan sebesar 1,06 persen, sub sektor tanaman

perkebunan rakyat naik 0,53 persen, sub sektor tanaman hortikultura naik 0,29

persen dan sub sektor peternakan naik 0,21 persen, sementara sub sektor

perikanan turun 0,02 persen.

236

Gambar 2.66 Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Timur

Periode Tahun 2011-2012 (2007=100)

Tabel 2.181 Rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Timur

Menurut Sektor Pertanian Tahun 2009-2012 (2007=100)

No. Uraian Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

1 NTP Jawa Timur 98,19 98,74 101,65 102,16 102,41

2 NTP Tanaman Pangan 92,56 94,60 101,13 102,34 103,71

3 NTP Tanaman Hortikultura 106,46 110,60 111,03 109,93 108,44

4 NTP Tanaman Perkebunan

Rakyat

100,31 92,51 97,59 96,62 97,13

5 NTP Peternakan 106,90 103,43 97,61 98,07 101,29

6 NTP Perikanan 101,07 101,75 101,54 99,53 101,48

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Jika dilihat NTP masing-masing sub sektor pada tahun 2013, NTP tertinggi

terjadi pada sub sektor hortikultura sebesar 108,44, sedangkan NTP terendah

terjadi pada sub sektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 97,13. Jika dilihat

perkembangannya, kenaikan NTP terbesar terjadi pada sub sektor tanaman

pangan sebesar 1,34 persen dari 102,34 menjadi 103,71 sedangkan pada sub

sektor perikanan sebesar 1,96 persen dari 101,54 menjadi 99,53.

2.4.1.2.2. Nilai Tukar Nelayan

Rata-rata NTN Provinsi Jawa Timur tahun 2012 mengalami kenaikan

sebesar 1,81 persen dibanding tahun 2011 yaitu dari 148,46 menjadi 151,15.

Kenaikan NTN tersebut disebabkan indeks harga yang diterima nelayan mengalami

kenaikan sebesar 6,45 persen, sementara indeks yang dibayar nelayan hanya naik

4,54 persen. Hal ini bahwa kondisi nelayan pada tahun 2012 sedikit lebih baik

dibanding dengan keadaan pada tahun 2011.

237

Tabel 2.182 Nilai Tukar Nelayan (NTN) Provinsi Jawa Timur

Tahun 2009-2012 (2005=100) No Uraian 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Indeks yang diterima nelayan (lt) 182,85 196,29 215,88 229,81 111,76

2. Indeks yang dibayar nelayan (lb) 129,44 136,79 145,42 152,02 109,04

3. Nilai Tukar Nelayan (NTP) 141,26 143,27 148,46 151,15 102,50

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Nilai Tukar Nelayan selama tahun 2013 mengalami fluktuasi yang relatif

tajam karena dipengaruhi oleh pola musiman ikan dan kondisi cuaca. NTN untuk

tahun 2013 memakai tahun dasar 2012, sedang tahun 2009 – 2012 menggunakan

angka dasar 2005.

Gambar 2.67

Nilai Tukar Nelayan (NTN) Provinsi Jawa Timur

Tahun 2011-2012 (2005=100)

Provinsi Jawa Timur juga dikenal merupakan salah satu lumbung pangan

nasional, dimana kontribusi komoditas pertanian mendominasi struktur pertanian

di Indonesia. Hampir semua komoditas yang mendominasi kontribusi nasional

berkinerja surplus produksi. Kinerja Surplus produksi inilah yang kemudian

berpotensi untuk diekspor. Berikut disajikan data ekspor sektor pertanian Provinsi

Jawa Timur Tahun 2009 - 2013.

Tabel 2.183 Nilai Ekspor Sektor Pertanian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2009-2013

NO TAHUN NILAI EKSPOR

(Ribu US$)

PERUBAHAN

(%)

1 2009 810.005,03

2 2010 949.720,09 17,25

238

NO TAHUN NILAI EKSPOR

(Ribu US$) PERUBAHAN

(%)

3 2011 1.094.955,55 15,29

4 2012 1.234.625,73 12,76

5 2013 1.349.290,03 9,29

Sumber: Data BPS Jatim diolah

Nilai ekspor terus mengalami peningkatan dan pertumbuhannya

terus mengalami perlambatan. Kondisi ini mengindikasikan berkurangnya

permintaan dari pasar tujuan ekspor. Terkait dengan data impor hasil

pertanian, mengingat keterbatasan data di BPS Jawa Timur, berikut

disajikan pendekatan (proxy) data impor dimaksud dari nilai impor non

migas sepuluh kelompok barang HS 2 digit.

Tabel 2.184

Nilai Impor Hasil Pertanian Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Sepuluh Kelompok Barang HS 2 Digit

Tahun 2009-2013

NO Tahun

Gandum-

ganduman (Ribu US$)

Biji-bijian

berminyak (Ribu US$)

Sayuran (Ribu US$)

Total (Ribu US$)

Perubahan (%)

1 2009 474.598,34 474.598,34

2 2010 622.193,15 353.232,67 975.425,82 105,53

3 2011 1.362.512,24 470.251,46 1.832.763,70 87,89

4 2012 956.279,29 463.770,95 205.469,67 1.625.519,91 (11,31)

5 2013 1.039.003,03 447.745,08 404.226,02 1.890.974,13 16,33

Sumber: Data BPS Jatim diolah

Berdasarkan data tersebut pada tahun 2010 dan 2011 HS 2 digit untuk

sayuran tidak termasuk ke dalam sepuluh kelompok barang HS 2 digit. Pada

tahun 2012 terjadi penurunan nilai impor yang cukup signifikan untuk HS 2 digit

gandum-ganduman, sehingga pertumbuhannya mengalami kontraksi. Impor

sayuran juga mengindikasikan terjadinya peningkatan.

2.4.1.2.3. Rasio PDRB UMKM Terhadap Total PDRB

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan yang cukup

signifikan terhadap perekonomian Jawa Timur, selain karena pelaku ekonominya

adalah masyarakat lokal, kegiatan UMKM juga menggunakan bahan baku lokal,

tenaga kerja yang dipakai juga tenaga kerja lokal dan hasil produksinya banyak

dikonsumsi masyarakat. Selain itu, semakin banyak kegiatan UMKM yang

produksinya berorientasi ekspor, sehingga dinamika UMKM mampu menggeliatkan

perekonomian daerah.

239

Tabel 2.185 Rasio PDRB UMKM Terhadap Total PDRB Jawa Timur

Tahun 2010 – 2012

No. Uraian 2009 2010 2011 2012

1. Total PDRB adhb (Miliar

Rp.) 684.234,00 778.564,24 884.502,65 1.001.720,88

2. PDRB UMKM adhb

(Miliar Rp.) 365.996,77 418.991,36 480.640,47 545.765,74

Rasio (%) 53,49 53,82 54,34 54,48

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Berbagai upaya telah ditempuh Pemerintah Provinsi Jawa Timur guna

mendorong berkembangnya usaha mikro, kecil, dan menengah, diantaranya Kredit

Usaha Rakyat (KUR), pelatihan kewirausahaan, revitalisasi pasar tradisional dan

sebagainya. Selama tahun 2009-2012, nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan

UMKM terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 nilai tambah yang

dihasilkan sebesar Rp. 365.996,77 miliar, kemudian meningkat menjadi Rp.

418.991,36 miliar pada tahun 2010 dan meningkat menjadi Rp. 480.460,47 miliar

tahun 2011, selanjutnya meningkat menjadi 545.765,74 miliar pada tahun 2012.

Rasio PDRB UMKM terhadap total PDRB Jawa Timur Tahun 2012 mencapai 54,48

persen, meningkat dibanding tahun 2011 yang mencapai 54,34 persen.

2.4.2. Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastuktur

Untuk meningkatkan Daya Saing Daerah, dibutuhkan kelancaran

pendistribusian arus barang, mobilitas penumpang serta kemudahan akses

terhadap prasarana transportasi lainnya. Pelayanan transportasi yang effektif dan

effisien melalui pemaduan jaringan pelayanan dan juga prasarana, diharapkan

menjadi daya tarik yang kuat bagi masuknya investasi. Indikator penyediaan

fasilitas infrastruktur dipengaruhi oleh indikator-indikator berikut :

2.4.2.1. Perhubungan

2.4.2.1.1. Rasio Panjang Jalan Per Jumlah Kendaraan

Pada tahun 2012 rasio panjang jalan per jumlah kendaraan di Jawa Timur

tercatat 3,29 km untuk setiap 1.000 kendaraan bermotor, lebih padat bila

dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 3,57 km per 1000 kendaraan

bermotor. Kepadatan ini disebabkan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor

lebih cepat bila dibandingkan dengan perkembangan panjang jalan yang ada.

240

Tabel 2.186 Rasio Panjang Jalan per Jumlah Kendaraan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

No. Uraian 2009 2010 2011 2012

1. Panjang Jalan Negara, Prov,

Kab/Kota 31593,30 33938,03 34183,46 34183,46

2. Jumlah Kendaran Bermotor 8.809.434 9.554.530 10.645.817 11.529.441

Rasio (km/1000 kendaraan) 4,04 3,97 3,57 3,29

Sumber : Dinas PU Bina Marga Kab/Kota dan Dinas Perhubungan Kab/Kota

2.4.2.1.2. Jumlah Orang/Barang yang Terangkut Angkutan Umum

Perkembangan jumlah orang yang menggunakan angkutan umum

menunjukkan peningkatan, namun sedikit mengalami penurunan tahun 2012,

akibat dari bertambahnya jumlah kendaran pribadi.

Tabel 2.187

Jumlah Orang yang Terangkut Angkutan Umum di Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

No. Jumlah 2009 2010 2011 2012

1. Orang 217.843.701 220.120.287 226.139.427 225.851.395

Sumber : Dinas Perhubungan Kab/Kota

2.4.2.1.3. Jumlah Orang/Barang melalui Dermaga/Bandara/

Terminal per Tahun

Tabel 2.188 Jumlah Orang Melalui Dermaga, Bandara dan Terminal

di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

No. Tempat 2009 2010 2011 2012

Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Datang

1. Dermaga 103.769 102.288 121.304 114.584 641.503 620.693 622.407 611.284

2. Bandara 5.643.243 5.454.068 5.554.970 6.632.618 6.448.921 7.523.050 6.884.211 7.664.324

3. Terminal 86.988.589 119.551.744 87.811.639 119.885.172 88.684.088 122.221.172 88.548.401 121.520.768

Sumber: 1. Dinas Perhubungan Kabupaten Kota

2. PT. Pelindo III

3. PT. Angkasa Pura

Tahun 2012 terjadi penurunan masing-masing sebesar 2,98 persen dan

1,52 persen, atau dari 641.503 orang yang berangkat di tahun 2011 menjadi

622.407 orang ditahun 2012 dan dari 620.693 orang yang datang di tahun 2011

menjadi 611.284 orang di tahun 2012.

Sementara jumlah orang yang berangkat dan datang melalui bandara

mengalami kenaikan sebesar 6,75 persen dan 1,88 persen, atau dari 6.448.921

orang yang berangkat di tahun 2011 menjadi 6.884.211 orang tahun 2012 dan

241

dari 7.523.050 orang yang datang di tahun 2011 menjadi 7.664.324 orang di

tahun 2012.

Perkembangan jumlah orang yang berangkat dan datang melalui terminal

telah mengalami penurunan yaitu sebesar 0,15 persen dan 0,57 persen, atau dari

88.684.088 orang yang berangkat di tahun 2011 menjadi 88.548.401 orang

ditahun 2012 dan dari 122.221.172 orang yang datang di tahun 2011 menjadi

121.520.768 orang di tahun 2012.

Secara umum pada tahun 2012, pengguna prasarana transportasi melalui

bandar udara di Jawa Timur jumlahnya tampak meningkat dari tahun ke tahun,

sementara jumlah orang melalui dermaga dan terminal menurun bila dibandingkan

dengan tahun 2011.

2.4.2.2. Penataan Ruang

2.4.2.2.1. Ketaatan Terhadap RTRW

Ketaatan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah diindikasikan dengan

diterbitkannya peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Pada tahun 2013 jumlah rencana

tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan menjadi peraturan daerah

adalah 36 kabupaten/kota dengan rasio 0,9474 atau 94,74% dibandingkan dengan

jumlah peraturan daerah RTRW Kabupaten/Kota pada tahun 2012 adalah 33

kabupaten/kota dengan rasio 0,8684 atau 86,84%. Perkembangan jumlah RTRW

kabupaten/kota yang telah melalui proses evaluasi yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Provinsi.

Tabel 2.189 Rasio Progres Evaluasi RTRW Kabupaten/Kota

Tahun 2010 s.d 2013 Provinsi Jawa Timur

No Uraian Tahun

2010

Tahun

2011

Tahun

2012

Tahun

2013

1. Jumlah Perda RTRW 11 16 33 36

2. Jumlah Kabupaten/Kota 38 38 38 38

3. Rasio (1/2) 0,2894 0,4210 0,8684 0,9474

Sumber data : Bappeprov Jatim tahun 2013

Sebagai pedoman pelaksanaan pemerintah dan masyarakat dalam upaya

pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukannya maka Rencana

Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) perlu dijabarkan kedalam rencana rinci tata

ruang yang berupa rencana kawasan strategis provinsi.

Rencana kawasan strategis provinsi Jawa Timur yang telah disusun sampai

dengan tahun 2013 berjumlah 11 dokumen rencana rinci tata ruang kawasan

242

strategis provinsi dari 33 kawasan strategis provinsi yang berlum ditetapkan dalam

bentuk perda. Sedangkan untuk rencana detail tata ruang (RDTR) sampai dengan

tahun 2013 belum ada kabupaten/kota yang menetapkan rencana detail tata ruang

(RDTR) sebagai penjabaran operasional RTRW Kabupaten/Kota.

Berkaitan dengan penetapan rencana detail tata ruang beserta peraturan

zonasinya pemerintah Provinsi Jawa Timur mendapatkan pelimpahan kewenangan

pemberian persetujuan substansi dalam penetapan rancangan peraturan daerah

tentang rencana rinci tata ruang kabupaten/kota dari Kementerian Pekerjaan

Umum.

Perkembangan rasio ketaatan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah

hingga tahun 2012 dapat diketahui dari realisasi RTRW dibandingkan dengan

rencana peruntukan RTRW. Dari data yang diperoleh dari Bappeprov Jawa Timur,

maka rasio realisasi RTRW terhadap rencana peruntukan RTRW atau ketaatan

RTRW pada tahun 2010 sampai dengan 2012 berkisaran sebesar 86 persen. Angka

ini menunjukkan bahwa tingkat ketaatan RTRW Provinsi Jawa Timur sebesar 86

persen, sedangkan tingkat penyimpangan dari RTRW hanya berkisar 14 persen,

sebagaimana tabel berikut.

Tabel 2.190 Rasio Ketaatan Terhadap RTRW Tahun 2010 - 2012

Sumber data : Bappeprov Jatim

2.4.2.2.2. Luas Wilayah Produktif

Wilayah produktif Jawa Timur meliputi wilayah pertanian, wilayah

perkebunan dan wilayah kehutanan (hutan rakyat), luasan wilayah produktif

akan mengalami pergeseran setiap tahunnya mengingat perubahan

peruntukan lahan khususnya perkembangan pemukiman atau perumahan yang

sangat cepat.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011 – 2031, luas

wilayah produktif di provinsi Jawa Timur seluas 2.741.542,01 Ha yang terdiri dari

wilayah pertanian seluas ±2.020.490,71 Ha, wilayah perkebunan seluas ±359.481

Ha, dan wilayah kehutanan (hutan rakyat) seluas ±361.570,30. Maka rasio luas

wilayah produktif sebesar 61,81%, dimana angka rasio ini menunjukkan 61,81%

dari luas kawasan budidaya diuasahakan menjadi lahan produktif

No. Uraian 2010 2011 2012

1. Realisasi RTRW 4.144.197,10 4.111.632,77 4.126.359,23

2. Rencana Peruntukan RTRW 4.779.975,00 4.779.975,00 4.779.975,00

3. Rasio 1/2 86,70 86,02 86,33

243

2.4.2.2.3. Luas Wilayah Industri

Untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik pemerintah

melakukan upaya pembangunan kawasan industri melalui penyediaan lokasi

industri. Kawasan ini harus terencana dan didukung oleh fasilitas serta

prasarana yang lengkap dan berorientasi pada kemudahan dalam pengelolaan

dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah industri. Dalam pengelolaan

kawasan industri disamping oleh pemerintah (BUMN) juga dilakukan oleh pihak

swasta.

Perkembangan luas kawasan industri di Jawa Timur dalam beberapa tahun

terakhir tidak mengalami perubahan, bahkan sebagian kawasan industri sudah

tidak memungkinkan lagi untuk diperluas karena keterbatasan lahan yang tersedia.

Sampai tahun 2013, realisasi luas kawasan industri yang dikembangkan di Jawa

Timur baru mencapai 1.758 Ha, atau baru mencapai 0,05 persen dari yang

direncanakan sebesar 0,21 persen untuk menampung seluruh industri di Jawa

Timur. Adapun luas Kawasan Industri yang telah dikembangkan di Jawa Timur

Tahun 2013 sebagaimana berikut.

Tabel 2.191 Luas Kawasan Industri yang telah Dikembangkan

di Jawa Timur Tahun 2013

No

.

Kabupaten

/Kota Nama Kawasan Industri

Luas yang Dikemban

gkan (Ha)

1 Surabaya Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER)

245

2 Sidoarjo Sidoarjo Industrial Estate

Berbek (SIEB)

87

3 Pasuruan Pasuruan Industrial Estate

Rembang (PIER)

500

4 Mojokerto Ngoro Industrial Park 1 (NIP) 220

5 Mojokerto Ngoro Industrial Park 2 (NIP) 230

6 Gresik Maspion Industrial Estate 341

7 Gresik Kawasan Indutri Gresik (KIG) 135

Jumlah 1.758

Sumber : Pengelola Kawasan Industri (PT. SIER, NIP, Maspion, KIG)

244

Gambar 2.68 Rencana Kawasan Strategis Sudut Kepentingan Ekonomi Bagian B

Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031

Gambar 2.69 Rencana Kawasan Strategis Sudut Kepentingan Ekonomi Bagian C

Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031

245

Gambar 2.70 Rencana Kawasan Strategis Sudut Kepentingan Ekonomi Bagian D

Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031

2.4.2.2.4. Luas Wilayah Kebanjiran

Cuaca dan iklim selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu dan

sangat berpengaruh terhadap aktifitas kehidupan sehari-hari, serta bisa membawa

dampak negatif bila terjadi banjir, sehingga bisa mengakibatkan banyaknya

kerusakan dan kerugian yang terjadi. Terjadinya banjir juga berakibat

terganggunya masyarakat dan dunia usaha dalam menghasilkan suatu barang/

jasa. Terjadinya banjir bahkan juga berakibat terhadap terganggunya

perekonomian karena areal/ lahan untuk usaha pertanian atau usaha terganggu.

Luas wilayah kebanjiran adalah persentase luas wilayah yang terkena banjir

terhadap luas rencana kawasan yang telah diatur sesuai dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW). Luas wilayah kebanjiran yang dimaksud disini adalah luas

areal yang terkena banjir dibandingkan dengan luas wilayah yang digunakan untuk

budi daya. Data ini diperoleh dari beberapa dinas instansi dari Kabupaten/Kota

yang menangani seperti, dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum Pengairan, BPN,

dan Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD).

Banjir adalah keadaan sungai, dimana aliran sungai tidak tertampung oleh

palung sungai, sehingga terjadi limpahan dan atau genangan pada lahan yang

semestinya kering. Untuk negara tropis, berdasarkan sumber airnya, air yang

berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori (bersumber dari

RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031) antara lain :

246

1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran

sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem

drainase buatan manusia.

2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang

laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.

3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti

bendungan, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.

4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat

runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat

menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang

terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang.

Rasio luas wilayah kebanjiran di Jawa Timur adalah sebesar 1,43 persen

dari luas kawasan budidaya yang ada atau seluas 518.54 ha. Luas Kebanjiran yang

terjadi selama tahun 2012 diantaranya di beberapa Kabupaten Gresik,

Bojonegoro, Lamongan, Tuban, Mojokerto, Kabupaten Situbondo, Pasuruan,

Nganjuk, Bangkalan, Sampang, Tuban dengan luas areal genangan air yang

bervariasi.

2.4.2.2.5. Luas Wilayah Kekeringan

Masalah kekeringan sering menjadi perbincangan yang tiada habisnya dan

menjadi masalah yang cukup penting untuk dikoordinasikan bersama, karena

terkait dengan upaya penangangan, pencegahan dan penanggulangannya.

Masalah kekeringan yang belum bisa terselesaikan dari waktu ke waktu terus

menjadi masalah berkepanjangan yang tidak terselesaikan, bahkan terus berulang

dan semakin menyebar ke daerah-daerah yang tadinya tidak berpotensi terjadi

kekeringan.

Demikian halnya di beberapa wilayah di Jawa Timur tidaklah terlepas pula

dari masalah kekeringan yang terjadi. Kekeringan dibeberapa wilayah terjadi yang

diakibatkan oleh datangnya musim kemarau. Walaupun belum berpengaruh

terhadap produksi pangan di Jawa Timur, akan tetapi perlu terus diwaspadai luas

wilayah kekeringan yang terjadi, sehingga bisa dipantau terus dan tidak

berpengaruh terhadap akibat yang ditimbulkan, seperti kelaparan, turunnya

produksi pertanian, berkurangnya mata pencaharian dan sebagainya.

Sistem pemantauan dan peramalan produksi pangan, seperti luas tanam

dan luas panen, estimasi produksi dan penyebarannya, kekeringan atau banjir,

merupakan hal yang penting dalam menentukan kebijakan pengadaan pangan.

247

Oleh karena itu, sistem informasi pertanian perlu didukung oleh data yang mampu

menyajikan data spasial yang objektif, tepat waktu, dan berkesinambungan,

seperti citra satelit.

Daerah yang peluang terjadinya kekeringan cukup tinggi karena curah hujan

rendah dan sumber air tanah terbatas, atau daerah yang mempunyai faktor fisik

lahan/tanah yang dapat mempercepat timbulnya kekeringan dikategorikan sebagai

wilayah rawan kekeringan. Rasio wilayah kekeringan di Jawa Timur sebesar 0,7

persen dari luas kawasan budidaya yang ada, atau sekitar 25.542 ha yang tersebar

di beberapa wilayah kekeringan, seperti Kabupaten Bojonegoro, Lamongan,

Tulungagung, Trenggalek, Ngawi, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Magetan,

Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Situbondo, dan sebagian wilayah Madura yaitu

Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang dan Kabupaten Pamekasan.

2.4.2.2.6. Luas Wilayah Perkotaan

Kawasan perkotaan di provinsi Jawa Timur menunjukkan wilayah yang

mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan

sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa,

pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan yang

ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten/Kota merupakan kawasan perkotaan dengan hierarki Pusat

Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal

(PKL).

Kawasan perkotaan yang berada di wilayah administrasi kabupaten dihitung

berdasarkan bagian/wilayah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan. Sedangkan

untuk kawasan perkotaan pada wilayah administrasi kota dihitung secara utuh.

Berdasarkan hasil olah data survei Potensi Desa (Podes), diperoleh data

mengenai luas wilayah perkotaan di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Timur sampai

tahun 2012, sebesar 20,66 persen atau seluas 7.491,96 km2 dari seluruh luas

rencana wilayah di Jawa Timur yang seluas 36.257 km2.

2.4.2.3. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan

Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian Dan Persandian

2.4.2.3.1. Jenis dan Jumlah Bank dan Cabang

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

248

dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak.

Menurut UU Pokok Perbankan nomor 14 Tahun 1967 jenis perbankan

menurut fungsinya terdiri atas: Bank Umum, Bank Pembangunan, Bank Tabungan,

Bank Pasar, Bank Desa, Lumbung Desa, atau Bank Pegawai. Namun setelah keluar

UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya

UU RI nomor 10 tahun 1998, jenis perbankan menjadi Bank Umum dan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsi

menjadi Bank Umum, sedangkan Bank Desa, Bank Pasar, Lumbungan desa dan

Bank Pegawai menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Adapun pengertian Bank

Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sesuai denan UU No. 10 tahun 1998 adalah

sebagai berikut:

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya

tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Tabel 2.192

Jenis dan Jumlah Bank dan Cabangnya Tahun 2009-2012 Provinsi Jawa Timur

NO Sektor Jumlah

2009 2010 2011 2012

1. Bank Umum 2.861 2.533 2.825 3.515

1.1. Konvensional 2.669 2.290 2.490 3.180

1.2. Syariah 192 243 335 335

2. BPR 495 511 549 584

2.1. Konvensional 466 485 485 520

2.2. Syariah 29 26 64 64

Total 3.356 3.044 3.374 4.099

Sumber: Bank Indonesia Cabang Surabaya

Jumlah bank dan cabangnya adalah jumlah kantor pusat, kantor cabang,

kantor cabang pembantu dan kantor kas. Semakin banyak jumlah kantor disuatu

daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut mempunyai potensi ekonomi yang

lebih tinggi. Jumlah kantor bank di Jawa Timur dalam empat tahun terakhir selalu

bertambah kecuali tahun 2010.

Jumlah kantor bank tahun 2009 sebanyak 3.356 kantor, Tahun 2011 jumlah

kantor bank naik 10,84 persen dari 3.044 kantor menjadi 3.374 kantor dan tahun

2012 naik 21,49 persen dari 3.374 kantor menjadi 4.099 kantor. Sementara tahun

249

2010 jumlah kantor bank mengalami penurunan 9,30 persen dari 3.356 kantor

pada tahun 2009 menjadi 3.044 pada tahun 2010.

2.4.2.3.2. Jenis dan Jumlah Perusahaan Asuransi dan Cabang

Jumlah perusahaan asuransi di Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2009

sampai dengan 2012 setiap tahun mengalami kenaikan. Pada tahun 2009 jumlah

perusahaan asuransi mengalami kenaikan 0,54 persen dari 186 perusahaan

menjadi 187 perusahaan, tahun 2010 naik 1,60 persen dari 187 perusahaan

menjadi 190 perusahaan, tahun 2011 naik 2,63 persen dari 190 perusahaan

menjadi 195 perusahaan dan tahun 2012 naik 1,03 persen dari 195 perusahaan

menjadi 197 perusahaan.

Semakin meningkatnya jumlah perusahaan asuransi menunjukkan

kebutuhan jasa asuransi, yang merupakan salah satu sarana finansial dalam tata

kehidupan rumah tangga. Baik dalam menghadapi resiko finansial yang timnul

sebagai akibat dari resiko yang paling mendasar yaitu resiko alamiah datangnya

kematian maupun dalam menghadapi berbagai resiko atas harta benda yang

dimiliki.

2.4.2.3.3. Jenis Kelas dan Jumlah Restauran

Ketersediaan restoran pada suatu daerah menunjukkan tingkat daya tarik

investasi suatu daerah. Sedangkan banyaknya restoran dan rumah makan

menunjukkan perkembangan kegiatan ekonomi suatu daerah dan peluang-peluang

yang ditimbulkannya.

Selama 4 (empat) tahun terakhir perkembangan jumlah restoran dan rumah

makan di Jawa Timur tampak meningkat di setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan

prospek penanaman investasi dan perkembangan ekonomi di Jawa Timur terus

meningkat di setiap tahunnya. Pada tahun 2012 kenaikan jumlah restoran sebesar

37,5 persen yaitu dari 48 unit di tahun 2011 menjadi 66 unit di tahun 2012.

Sementara kenaikan jumlah rumah makan sebesar 7,35 persen dari 1.727 unit di

tahu 2012 menjadi 1.854 unit di tahun 2012

Tabel 2.193 Jumlah, Jenis, Kelas Restoran dan Rumah Makan

di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

No. Jenis

2009 2010 2011 2012

Jumlah

Usaha

Jumlah

Kursi

Jumlah

Usaha

Jumlah

Kursi

Jumlah

Usaha

Jumlah

Kursi

Jumlah

Usaha

Jumlah

Kursi

1. Talam Kencana 5 525 5 525 6 678 10 1.263

2. Talam Selaka 12 817 20 1.321 25 1.801 37 2.713

3. Talam Gangsa 10 699 15 1.053 17 1.224 19 1.368

250

Gambar 2.71 Jumlah Usaha Jasa Akomodasi di Jawa Timur

Tahun 2012

Sumber : BPS Prov. Jatim

No. Jenis

2009 2010 2011 2012

Jumlah Usaha

Jumlah Kursi

Jumlah Usaha

Jumlah Kursi

Jumlah Usaha

Jumlah Kursi

Jumlah Usaha

Jumlah Kursi

4. Rumah Makan 1.601 116.800 1.615 117.895 1.727 126.070 1.854 135.342

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur

Selama 4 (empat) tahun terakhir perkembangan jumlah restoran dan rumah

makan di Jawa Timur tampak meningkat di setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan

prosfek penanaman investasi dan perkembangan ekonomi di Jawa Timur terus

meningkat di setiap tahunnya. Pada tahun 2012 kenaikan jumlah restoran sebesar

37,5 persen yaitu dari 48 unit di tahun 2011 menjadi 66 unit di tahun 2012.

Sementara kenaikan jumlah rumah makan sebesar 7,35 persen dari 1.727 unit di

tahu 2012 menjadi 1.854 unit di tahun 2012.

2.4.2.3.4. Jenis, Kelas dan Jumlah Hotel/ Penginapan

Jasa akomodasi merupakan salah satu penunjang keberhasilan

pembanguan kepariwisataan di Jawa Timur. Pada tahun 2012 jumlahnya mencapai

1.923 unit yang terdiri dari 98 unit hotel berbintang (5,10 persen) dan 1.825 unit

hotel non bintang (94,90 persen). Dalam kurun waktu setahun, kenaikan unit jasa

akomodasi mencapai 4,91 persen atau 90 unit jasa akomodasi. Peningkatan

jumlah usaha akomodasi tersebut terjadi akibat bertambahnya usaha jasa

akomodasi pada klasifikasi hotel bintang sebanyak 9 unit dan hotel non bintang

sebanyak 82 unit.

Menurut klasifikasi bintang, jumlah hotel berbintang pada tahun

2012 sebanyak 98 unit, terbagi atas hotel bintang 5 sebanyak 8 unit,

bintang 4 sebanyak 16 unit, bintang 3 sebanyak 40 unit, bintang 2 sebanyak

16 unit dan bintang 1 sebanyak 18 unit. Sedangkan hotel non bintang

251

sebanyak 1.825 unit, yang terdiri dari hotel melati sebanyak 733 unit, youth

hostel 16 unit, home stay 818 unit serta sejenis dengan penginapan dan vila

sebanyak 258 unit. Pada tahun 2012 Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel

berbintang sebesar 44,28 persen atau turun 4,47 poin dibanding dengan tahun

sebelumnya yang sebesar 48,75 persen. Adapun Rata-rata Lama Menginap

Tamu (RLMT) Asing selama 2,22 hari dan 1,79 hari untuk tamu Indonesia. Ini

menunjukkan bahwa pada tahun 2012 rata-rata dari setiap 100 kamar yang

tersedia pada hotel berbintang, setiap malamnya ada 44 hingga 45 kamar yang

terjual, dengan rata-rata lama menginap tamu asing selama 2 hingga 3 hari dan

tamu Indonesia selama 1 hingga 2 hari.

TPK hotel non bintang tercatat 32,77 persen atau turun 1,59 poin

dibanding tahun 2011 yang sebesar 34,36 persen. Adapun RLMT pada hotel non

bintang ini rata-rata selama 1,47 hari untuk tamu asing dan 1,30 hari untuk

tamu Indonesia, keduanya mengalami penurunan sebesar 0,39 poin dan 0,11

poin dibanding tahun sebelumnya. Banyaknya kamar yang terjual dari setiap

100 kamar yang tersedia per malamnya mencapai 32 hingga 33 kamar, dengan

rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu Indonesia masing-masing

selama 1 hingga 2 hari.

Tabel 2.194 Jumlah Hotel di Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

No. Jumlah 2009 2010 2011 2012

1. Hotel 1.529 1.678 1.833 1.923

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

2.4.2.4. Lingkungan Hidup

2.4.2.4.1. Persentase Rumah Tangga Yang Menggunakan Air Bersih

Ketersediaan air bersih di rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari menjadi sangat urgent karena berdampak terhadap tingkat

kesehatan. Semakin tinggi persentase rumah tangga yang menggunakan air

bersih, semakin baik kondisi kesehatan rumah tangga di daerah tersebut. Oleh

sebab itu air yang diperlukan rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan,

yaitu mencakup fisik, kimia dan bakteriologis. Penggunaan air yang tidak bersih

dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit, antara lain: penyakit cholera,

typhus, disentri dan penyakit kulit.

Sumber air yang masuk dalam kelompok air bersih adalah berasal dari,

air kemasan, ledeng, sumur bor/pompa, sumur terlindung dan mata air

terlindung. Penduduk yang memiliki akses air bersih di Jawa Timur pada tahun

2009-2012, mengalami peningkatan walaupun kecil. Pada tahun 2009 sekitar 93

252

persen dan meningkat menjadi sekitar 95 persen di tahun 2012. Jadi dalam hal

ini pada tahun 2012 masih ada sekitar 5 persen rumah tangga yang masih

memerlukan perhatian dalam pemenuhan akses air bersih. Berdasar data

Susenas 2012, di Jawa Timur terdapat 5 (lima) daerah kota yang seluruh

penduduknya sudah mengkonsumsi air bersih yaitu Kota Kediri, Kota Probolingo,

Kota Mojokerto, Kota Madiun dan Kota Surabaya.

Sedangkan kabupaten yang penduduknya masih mengkonsumsi air

tidak bersih lebih dari 10 persen sebanyak 5 kabupaten, yaitu Kabupaten

Pacitan, Trenggalek, Sampang, Probolinggo dan Sumenep. Kabupaten yang

persentase penduduknya paling rendah dalam mengkonsumsi air bersih adalah

Pacitan, Trenggalek dan Probolinggo (tiga terendah).

Gambar 2.72

253

2.4.2.5. Komunikasi dan Informasi

2.4.2.5.1. Rasio Ketersediaan Daya Listrik

Ketersediaan daya listrik di Jawa Timur sangat tinggi karena Jawa Timur

tercatat sebagai pemasok listrik untuk Jawa dan Bali. Sebagai upaya yang

berkesinambungan akan kebutuhan listrik, maka sangatl diperlukan ketersediaan

listrik yang memadai, serta dalam upaya pemenuhan kebutuhan listrik dari tahun

ketahun.

Kapasitas terpasang di Jawa Timur Tahun 2012 adalah sebesar 16,908

MWh, sedangkan dari sisi kebutuhan listrik di Jawa Timur adalah sebesar 23.963

(MWh). Dengan demikian Ratio ketersediaan Listrik adalah sebesar 70,53 persen.

Angka tersebut menunjukkan bahwa hampir 71 persen kebutuhan listrik sudah

dikonsumsi/ dinikmati oleh berbagai pihak, baik rumahtangga, swasta,

perusahaan, instansi, lembaga perusahaan lainnya. Selebihnya sebesar 29 persen

adalah ketersediaan listrik yang diusahakan sendiri (captive power) yang

diusahakan untuk berbagai kepentingan baik swasta maupun masyarakat,

termasuk juga yang masih dalam proses untuk bisa menikmati listrik bagi

kehidupan sehari-hari

2.4.2.5.2. Persentase Rumah Tangga Yang Menggunakan Listrik

Ketersediaan energi listrik menjadi suatu kebutuhan yang sangat

penting untuk mendukung aktivitas rumah tangga, baik untuk keperluan

penerangan maupun mengakses berbagai kebutuhan lain. Semakin

berkembangnya sektor kelistrikan akan sangat memberikan pengaruh

pada perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Pada

empat tahun terakhir (2009–2012) persentase rumah tangga yang

menggunakan penerangan listrik (PLN dan Non PLN) terus meningkat

walaupun peningkatannya kecil. Hingga tahun 2012 hampir seluruh

rumah tangga di Jawa Timur (99,57 persen) bisa menikmati listrik,

rumah tangga yang belum menggunakan listrik tinggal sekitar setengah

persen.

Tabel 2.195 Persentase Rumah Tangga Menurut

Sumber Penerangan Utama Tahun 2009-2012

Alat Komunikasi 2009 2010 2011 2012

Listrik (PLN & Non PLN) 98,61 98,97 99,30 99,57

Non Listrik 1,39 1,03 0,70 0,43

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, Susenas.

254

Gambar 2.73 Persentase Rumah tangga menurut Sumber Penerangan

Utama Di Jawa Timur, Tahun 2012

Sumber : BPS Jawa Timur

Data hasil Susenas 2012 menunjukkan bahwa beberapa wilayah

kabupaten/kota di Jawa Timur ada yang belum terjangkau PLN, sehingga masih

menggunakan petromak/aladin, pelita /sentir/obor, dan lainnya. Beberapa

kabupaten yang rumah tangganya masih menggunakan penerangan non listrik,

secara persentase masih cukup besar, antara lain Kabupaten Sumenep sebesar

2,99 persen, Kabupaten Jember 1,17 persen dan Kabupaten Pacitan sebesar 1,99

persen.

Tabel 2.196 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan Utama

per Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2012

Kabupaten/kota Listrik (PLN & Non

PLN)

Non

Listrik

Kabupaten

01. Pacitan 98,01 1,99

02. Ponorogo 99,62 0,38

03. Trenggalek 99,56 0,44

04. Tulungagung 100,00 0,00

05. Blitar 99,38 0,62

06. Kediri 99,93 0,07

07. Malang 99,76 0,24

08. Lumajang 99,26 0,74

09. Jember 98,83 1,17

10. Banyuwangi 99,90 0,10

11. Bondowoso 99,91 0,09

12. Situbondo 99,35 0,65

13. Probolinggo 99,22 0,78

14. Pasuruan 99,40 0,60

15. Sidoarjo 100,00 0,00

16. Mojokerto 99,94 0,06

17. Jombang 99,80 0,20

18. Nganjuk 100,00 0,00

19. Madiun 99,50 0,50

20. Magetan 99,65 0,35

255

Kabupaten/kota Listrik (PLN & Non

PLN)

Non

Listrik

21. Ngawi 99,59 0,41

22. Bojonegoro 99,23 0,77

23. Tuban 99,72 0,28

24. Lamongan 99,84 0,16

25. Gresik 99,81 0,19

26. Bangkalan 99,66 0,34

27. Sampang 99,91 0,09

28. Pamekasan 99,91 0,09

29. Sumenep 97,01 2,99

Kota

30. Kediri 100,00 0,00

31. Blitar 100,00 0,00

32. Malang 100,00 0,00

33. Probolinggo 99,81 0,19

34. Pasuruan 100,00 0,00

35. Mojokerto 100,00 0,00

36. Madiun 100,00 0,00

37. Surabaya 99,92 0,08

38. Batu 99,70 0,30

Jawa Timur 99,57 0,43

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

2.4.2.5.3. Persentase Penduduk Yang Menggunakan HP/Telepon

Peningkatan daya saing daerah dapat dilihat dari perkembangan teknologi

komunikasi dan informasi yang ada pada suatu daerah. Salah satu indikator dalam

melihat perkembangan teknologi komunikasi adalah dengan melihat seberapa

banyak penduduk suatu daerah telah memiliki perangkat komunikasi berupa

handphone (HP) dan telepon rumah biasa.

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi juga berkembang sangat

pesat, termasuk teknologi komunikasi. Pada awalnya telepon merupakan alat

komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan suara (percakapan).

Kemajuan teknologi komunikasi telah mampu meningkatkan fungsi telepon, dari

hanya sekedar menyampaikan pesan suara, juga dapat menyampaikan pesan

tulisan maupun gambar. Kemajuan alat komunikasi telepon yang tidak

menggunakan kabel (wireless) yang sering kita sebut sebagai handphone (telepon

selular), sangat pesat pertumbuhannya. Selain bentuk dan ukurannya yang semakin

kecil dan efektif, handphone juga ada yang disertai dengan fungsi tambahan

sebagai penyimpanan data, kamera digital, dsb. Pada era teknologi saat ini,

pertumbuhan pengguna telepon selular lebih pesat dibandingkan pengguna telepon

kabel.

256

Dalam empat tahun terakhir ini di Jawa Timur terihat jelas rumah tangga

yang mengunakan telepon terus menunjukkan penurunan dari 10,76 persen pada

tahun 2009 menjadi 5,40 persen pada tahun 2012.

Sebaliknya rumah tangga yang menggunakan telepon genggam/HP terus

meningkat. Pada tahun 2009 hingga 2010 peningkatan rumah tangga yang

menggunakan HP rata-rata pertahun sekitar 10 persen.

Berdasar data Susenas 2012 jumlah pengguna HP di Jawa Timur sekitar 41

persen. Jika dilihat keterbandingan antar wilayah jumlah persentase penduduk

pengguna HP tiga terbanyak adalah Kota Surabaya (64,22 persen), Kota Malang

(62,04 persen) dan Kota Madiun (61,35 persen). Sedangkan wilayah yang yang

penduduknya terendah (tiga terendah) berada pada pulau Madura yaitu Kabupaten

Sampang (28,35 persen), Kabupaten Sumenep (30,97 persen) dan Kabupaten

Pamekasan (31,21 persen).

2.4.3. Fokus Iklim Berinvestasi

Investasi merupakan salah satu indikator penting dalam peningkatan

kegiatan pembangunan perekonomian daerah. Investasi akan mendorong

pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja baru sehingga dapat

diharapkan mampu mengurangi beban pengangguran dan menanggulangi masalah

kemiskinan.

Beberapa faktor yang diindikasikan mempunyai pengaruh yang sangat

berarti bagi tumbuhnya iklim investasi daerah, seperti angka kriminalitas, jumlah

demo, lama proses perijinan, jumlah dan macam pajak dan retribusi daerah,

jumlah perda yang mendukung iklim usaha, persentase desa berstatus

swasembada terhadap total desa.

Tabel 2.197 Persentase Rumah tangga yang Menggunakan

Alat Komunikasi Telepon dan Yang Menggunakan HP di Jawa Timur, Tahun 2009 -2012

Alat

Komunikasi 2009 2010 2011 2012

Telepon 10,76 8,54 7,49 5,40

HP 65,20 74,36 75,69 80,11

Sumber : BPS Prov. Jawa Timur

257

2.4.3.1. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan

Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian Dan Persandian

2.4.3.1.1. Angka Kriminaliatas

Kriminalitas adalah segala macam bentuk tindakan dan perbuatan yang

merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang berlaku

serta norma-norma sosial dan agama. Angka kriminalitas merupakan suatu angka

yang menunjukkan kejadian kriminalitas yang terjadi pada suatu waktu dan daerah

tertentu. Tindak kejahatan/kriminalitas dapat terjadi karena adanya kepincangan

sosial, tekanan mental, dan kebencian. Selain itu juga karena adanya perubahan

masyarakat dan kebudayaan yang cepat tetapi tidak dapat diikuti oleh seluruh

anggota masyarakat, sehingga tidak terjadi penyesuaian yang sempurna.

Gambar 2.74 Angka Kriminalitas Per 10.000 Penduduk

di Jawa Timur Tahun 2009-2012

Sumber : Polres Kab/Kota Se Jatim dan Polda Jatim

Catatan : * ) Angka Sementara

Berdasarkan data Polda Jatim, angka kriminalitas ditunjukkan melalui

jumlah tindak kriminal yang terjadi selama 1 tahun per 10.000 penduduk. Pada

tahun 2011 angka kriminalitas sekitar 3,98 dan pada tahun 2012 angka

kriminalitas sekitar 4,01, ini berarti selama 2 tahun terakhir terjadi 3 tindak

kriminal di antara 10.000 penduduk per tahunnya.

Tabel 2.198

Jumlah Tindak Kejahatan Menurut Jenisnya

Jawa Timur, Tahun 2010-2012

Jenis Kejahatan 2010 2011 2012

1. Pembunuhan 118 137 160

2. Pemerkosaan 187 154 151

3. Penganiayaan Ringan 1.032 1.313 1.252

258

Jenis Kejahatan 2010 2011 2012

4. Penganiayaan Berat 1.911 1.661 1.586

5. Penculikan 30 19 17

6. KDRT 834 817 854

7. Kebakaran 256 320 332

8. Pencurian dengan Pemberatan 6.026 5.250 5.170

9. Pencurian dengan Kekerasan 1.490 1.087 1.134

10. Pencurian Kendaraan Bermotor 4.556 3.827 4.359

11. Pencurian Kawat Telepon 170 188 104

12. Pencurian Hewan 269 218 151

J u m l a h 16.879 14.991 15.270

Sumber : Polda Jatim

2.4.3.1.2. Jumlah Demonstrasi

Unjuk rasa atau demonstrasi adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan

sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk

menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang

dilaksanakan suatu pihak atau dapat dilakukan sebagai upaya penekanan

secara politik oleh kepentingan kelompok. Di Indonesia,unjukrasa menjadi hal

yang umum sejak jatuhnya rezim kekuasaan Soeharto pada tahun 1998, dan unjuk

rasa menjadi simbol kebebasan berekspresi di negara ini.

Gambar 2.75

Jumlah Demo di Jawa Timur Tahun 2009-2012

Sumber : Polda Jatim

Unjuk rasa umumnya dilakukan oleh kelompok mahasiswa yang menentang

kebijakan pemerintah, atau para buruh yang tidak puas dengan

perlakuan majikannya. Namun unjuk rasa juga dilakukan oleh kelompok-kelompok

lainnya dengan tujuan lainnya. Di Jawa Timur, kejadian unjuk rasa disebabkan

karena adanya beberapa isu-isu seperti isu-isu pengupahan, kebebasan berserikat,

pelaksanaan outsourcing, beberapa masalah masyarakat seperti isu kenaikan tarif

dasar listrik, kenaikan BBM, dan sebagainya.

259

2.4.3.1.3. Pelayanan Perijinan

Perijinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan iklim

investasi yang kondusif. Kepastian sistem dan prosedur perijinan yang meliputi

persyaratan, waktu dan biaya serta transparansi dan akuntabilitas proses perijinan

merupakan komponen penting dalam pelayanan perijinan. Pelayanan perijinan

yang berbasis digital terus dikembangkan untuk memberikan kemudahan bagi

pemohon, meningkatkan efisiensi dan mengurangi terjadinya penyalahgunaan.

Berdasarkan data yang dirilis oleh UPT Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T)

Badan penanaman Modal Provinsi, kinerja pelayanan perijinan selama periode

2010 sampai dengan 2013 adalah sebagai berikut :

Tahun 2010: 25.231 izin/non izin dengan nilai investasi Rp 5,56 Trilyun;

Tahun 2011: 28.525 izin/non izin dengan nilai investasi Rp 20,53 Trilyun;

Tahun 2012: 38.843 izin/non izin dengan nilai investasi Rp 25,93 Trilyun.

Tahun 2013: 32.496 izin/non izin dengan nilai investasi Rp 26,64 Trilyun.

Data tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah pelayanan perijinan

dan juga peningkatan nilai investasi.

2.4.3.1.4. Jumlah dan Macam Pajak dan Retribusi Daerah

Salah satu perubahan mendasar dari perubahan paradigma dengan adanya

reformasi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah dengan memberikan

kewenangan lebih besar dalam bidang politik, pengelolaan keuangan daerah dan

pemanfaatan sumber-sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat lokal,

yang bermuara pada terciptanya dinamika serta corak pembangunan baru di

daerah. Salah satu aspek penting kebijakan di bidang keuangan daerah adalah

kebijakan di bidang penerimaan/pendapatan daerah. Pendapatan daerah

(langsung) pada hakikatnya diperoleh melalui mekanisme pajak dan retribusi atau

pungutan lainnya, yang dibebankan pada seluruh masyarakat. Upaya yang

dilakukan dalam melakukan pungutan terhadap pos-pos pajak dan retribusi daerah

melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi dengan berprinsip pada pelayanan yang

optimal serta tsidak memberatkan masyarakat.

Kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat mendorong pemerintah

daerah untuk mengupayakan peningkatan daerah dengan memberi perhatian

kepada pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Secara konsep, PAD adalah salah satu sumber penerimaan yang harus

dioptimalkan peranannya agar mampu memberikan kompensasi kepada

260

masyarakat berupa pelayanan yang baik dan perbaikan fasilitas umum. Jumlah dan

kenaikan kontribusi PAD yang memadai akan menentukan tingkat kemandirian

provinsi dalam pembangunan daerahnya sehingga tidak selalu tergantung kepada

bantuan dari pemerintah pusat. Salah satu langkah yang bisa ditempuh

pemerintah daerah adalah memberikan kemudahan dalam investasi bagi sektor

swasta sehingga akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh

tumbuhnya sektor swasta. Sumber-sumber PAD diantaranya adalah hasil pajak

daerah dan hasil retribusi daerah. Komponen PAD tersebut secara penuh harus

dapat dikelola daerah agar sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah agar

dalam upaya penggalian sumber pendapatannya pemerintah tidak mendistorsi

perekonomian. Otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada pemerintah

daerah harus dimanfaatkan dalam konteks memberikan pelayanan yang lebih baik,

bukan dengan pembebanan pajak yang semakin meningkat yang bisa

memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pemerintah daerah dalam

menjalankan Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan gambaran

langkah konkret pemerintah dalam memberikan pelayanan publik. Disamping itu,

pemerintah daerah masih perlu melakukan penanganan gejolak ekonomi dan

politik yang masih terjadi beberapa tahun terakhir. Pemerintah dituntut menjadi

motor utama dalam menggerakkan perekonomian yang lesu agar dapat kembali ke

posisi sebelum krisis.

Tabel tentang jenis dan jumlah pajak yang diberlakukan di Jawa Timur

informasi datanya diperoleh dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah

Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang sebelumnya bernama Biro Keuangan

Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur. Sedangkan untuk data jenis dan nilai

retribusi dari Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur.

Pada tahun 2009 nilai pajak dan retribusi mengalami peningkatan jika

dibanding tahun sebelumnya dengan capaian hanya sebesar 3,57 persen atau naik

sebesar Rp. 177,13 milyar. Peningkatan terjadi lagi di tahun 2010 yaitu sebesar

Rp. 1.005,78 milyar atau naik 16,84 persen. Sementara pada tahun 2011 nilai

pajak dan retribusi mengalami kenaikan yang cukup berarti yaitu sebesar 18,89

persen atau dari Rp. 5.973,56 milyar tahun 2010 menjadi Rp. 7.364,60 milyar pada

tahun 2011. Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 2012, nilai pajak dan

retribusi mengalami kenaikan lagi yaitu sebesar 7,20 persen atau naik sebesar Rp.

571,38 milyar. Nilai Pajak dan retribusi dari tahun ke tahun yang terus mengalami

peningkatan walaupun kenaikannya fluktuatif dimungkinkan karena semakin

tingginya tingkat kesadaran masyarakat Jawa Timur terhadap kewajiban pajak

261

yang harus dibayarkan serta semakin tinggi pula tingkat kepercayaannya terhadap

pemerintah.

Jika ditinjau lebih rinci lagi antara nilai penerimaan pajak dan retribusi,

maka terlihat dari tahun ke tahun penerimaan pajak Jawa Timur nilainya selalu

lebih besar dibanding penerimaan retribusinya. Pada tahun 2009 nilai penerimaan

pajak mengalami peningkatan sebesar 9,15 persen sehingga total pajak menjadi

98,47 persen dari total pajak dan retribusi, sedangkan untuk retribusi secara

nominal terjadi kontraksi dan persentasenya juga mengalami penurunan sehingga

peranannya menjadi 1,53 persen dari total penerimaan pajak dan retribusi di tahun

yang sama. Setahun kemudian (2010), penerimaan pajak meningkat lagi secara

berarti baik secara nominal maupun persentase yaitu sebesar Rp. 1.015,50 milyar

atau naik sekitar 20,76 persen sehingga peranan pajak menjadi 98,89 persen

sementara retribusi peranannya mengalami penurunan sangat drastis menjadi 1,11

persen. Secara nominal pajak pada tahun 2011 juga mengalami peningkatan yang

sangat signifikan dibanding tahun sebelumnya, namun hanya berperan sebesar

99,10 persen, sebaliknya retribusi peranannya mengalami penurunan lagi menjadi

0,90 persen. Demikian pula pada tahun 2012 walaupun secara nominal nilai pajak

naik walaupun kenaikannya tidak sebesar dibanding tahun sebelumnya sehingga

peranan pajak hanya sebesar 98,50 persen, sementara itu untuk retribusi secara

nominal mengalami kenaikan yang cukup signifikan yakni sebesar 79,91 persen

dibanding nilai retribusi tahun sebelumnya sehingga mampu meningkatkan

peranannya menjadi sebesar 1,50 persen.

Tabel 2.199

Jenis dan Nilai Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Jawa Timur

Tahun 2009-2012 (Milyar Rp)

Jenis Pajak/Retribusi 2009 2010 2011 2012

(1) (3) (4) (5) (6)

Jenis Pajak 4.891,82 5.907,32 7.298,24 7.816,59

Pajak Kendaraan Bermotor 2.068,03 2.269,94 2.692,58 3.287,11

Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor 1.789,32 2.513,49 3.366,06 3.138,04

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

996,92 1.081,27 1.217,23 1.365,52

Pajak Air Permukaan 18,65 21,42 22,37 25,91

Pajak Air Bawah Tanah 18,90 21,19 - -

Jenis Retribusi 75,95 66,24 66,36 119,39

Retribusi Jasa Umum 22,38 12,10 7,35 60,99

262

Jenis Pajak/Retribusi 2009 2010 2011 2012

(1) (3) (4) (5) (6)

Restribusi Jasa Usaha 34,77 37,35 43,17 57,69

Restribusi Perijinan

Tertentu 18,80 16,79 15,84 0,71

Jumlah 4.967,77 5.973,56 7.364,60 7.935,98

Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur &

DinasPendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur

Apabila diperhatikan per jenis pajak, ternyata penerimaan pajak terbesar (±

99 persen) berasal dari jenis pajak kendaraan bermotor, bea balik nama

kendaraan bermotor, dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Keadaan ini

diduga karena semakin besarnya minat masyarakat Jawa Timur yang

menggunakan kendaraan pribadi daripada angkutan umum terutama jenis

kendaraan roda dua. Kondisi tersebut dapat dilihat dari padatnya lalu lintas dijalan

terutama di kota-kota besar yang ada di Jawa Timur. Pada tahun 2009, pajak yang

berkaitan dengan kendaraan bermotor naik menjadi Rp. 4.854,26 milyar atau naik

sebesar 9,21 persen atau dapat dikatakan pajak yang diterima oleh pemerintah

Jawa Timur mendapat sumbangan sebesar 99,23 persen dari pajak yang berkaitan

dengan kendaraan bermotor. Sementara pada tahun 2010 pajak ini mengalami

peningkatan yang sangat berarti yaitu sebesar 20,82 persen, tahun 2011 naik lebih

signifikan lagi dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 24,06 persen, dan tahun

2012 meningkat lagi sebesar 7,08 persen.

Dilihat per jenis retribusi, penerimaan retribusi terbesar dari tahun ke tahun

bervariatif sumbernya. Pada tahun 2009 sampai 2011 peranan retribusi Jasa

Umum mengalami penurunan yang sangat drastis yaitu hanya sebesar 29,46

persen, 18,27 persen dan 11,07 persen, sebaliknya retribusi Jasa Usaha

mempunyai peranan yang amat besar di tahun-tahun tersebut. Pada tahun 2009

sampai dengan 2011 peranannya retribusi Jasa Usaha meningkat tajam menjadi

45,78 persen, 56,38 persen dan 65,05 persen. Sedangkan untuk retribusi Perijinan

tertentu pada tahun 2009 hingga 2011 meningkat menjadi sekitar 25 persen.

Kemudian pada tahun 2012 penerimaan retribusi terbesar bersumber dari retribusi

jasa umum yang mempunyai peranan sebesar 51,08 persen dari total penerimaan

retribusi.

2.4.3.1.5. Sistem Informasi pelayanan perijinan dan administrasi pemerintah

Pelayanan perijinan di Jawa Timur dipusatkan pada UPT Pelayan Perizinan

Terpadu (P2T), salah satu perizinan yang dilayani oleh UPT P2T adalah Izin

263

Pemanfaatan Ruang. Izin Pemanfaatan Ruang diberikan kepada Pemohon yang

akan melakukan pembangunan di kawasan pengendalian ketat skala regional di

Provinsi Jawa Timur. Sampai dengan tahun 2014 ini, jumlah Izin Pemanfaatan

Ruang yang telah diterbitkan sebanyak 147 Izin.

Tabel 2.200

Jumlah Izin Pemanfaatan Ruang yang diterbitkan

No Tahun Jumlah Izin Pemanfaatan

Ruang yang diterbitkan

1 2010 26

2 2011 38

3 2012 32

4 2013 51

JUMLAH 147

Sumber : UPT Pelayanan Perizinan Terpadu, 2014

2.4.4. Fokus Sumberdaya Manusia

2.4.4.1. Rasio Lulusan S1/S2/S3

Kualitas SDM ini sangat berkaitan erat dengan kualitas tenaga kerja

yang tersedia untuk mengisi kesempatan kerja. Artinya semakin tinggi

tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk suatu wilayah maka semakin

baik kualitas tenaga kerjanya. Kualitas tenaga kerja pada suatu daerah

dapat dilihat dari tingkat pendidikan penduduk yang telah menyelesaiakan

D-4, S1, S2 dan S3.

Tabel 2.201

Rasio Lulusan D-4/S1/S2/S3 Provinsi Jawa Timur

Tahun 2009 -2012

No Uraian 2009 2010 2011 2012

1.

Laki-Laki 18.241.264 18.532.256 18.639.561 18.740.054

Perempuan 18.994.885 18.944.501 19.048.061 19.312.896

Jumlah Penduduk 37.236.149 37.476.757 37.687.622 38.052.950

2.

Laki-Laki Lulusan D4/S1/S2/S3 614.395 625.422 628.292 723.525

Perempuan Lulusan D4/S1/S2/S3 511.371 535.910 558.760 615.711

Jumlah Lulusan D4/S1/S2/S3 1.125.766 1.161.332 1.187.052 1.339.236

3

Rasio Lulusan D4/S1/S2/S3 Laki-

Laki 337 337 337 386

Rasio Lulusan

D4/S1/S2/S3Perempuan 269 283 293 319

Rasio Lulusan D4/S1/S2/S3 302 310 315 352

Sex rasio Lulusan D4/S1/S2/S3 120 117 112 118

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (Juni 2012)

264

Rasio lulusan D-4/S1/S2/S3 selama 2009-2012 berkisar antara angka 302-

352 per 10.000 penduduk, dan angkanya menunjukkan adanya kecenderungan

terus meningkat.

Kalau dilihat menurut jenis kelamin, selama tahun 2009-2012, lulusan D-

4/S1/S2/S3 penduduk laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, hal ini terlihat

dari angka sex rasio lulusan D-4/S1/S2/S3 nilainya diatas 100 persen. Sex ratio

lulusan D-4/S1/S2/S3 pada tahun 2009 sebesar 120 persen menjadi 118 persen di

tahun 2012. Kondisi ini memberikan gambaran masih adanya ketimpangan gender

pada bidang pendidikan.

Kalau dilihat menurut kabupaten/kota di Jawa Timur pada tahun 2012

Kabupaten Sampang merupakan wilayah yang paling rendah penduduknya lulusan

D-4/S1/S2/S3 yaitu sebesar 81 per 10.000 penduduk, sedangkan Kota Malang

merupakan wilayah yang paling tinggi penduduknya lulusan D-4/S1/S2/S3 yaitu

sebesar 1.118 per 10.000 penduduk.

Tabel 2.202

Rasio Lulusan D-IV/S1/S2/S3 Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012

Kabupaten/kota Jumlah

Penduduk

Lulusan

D4/S1/S2/S3

Rasio Lulusan D4/S1/S2/S3

Kabupaten

01. Pacitan 543.391 12.036 222

02. Ponorogo 857.623 27.357 319

03. Trenggalek 678.876 18.069 266

04. Tulungagung 1.002.113 29.948 299

05. Blitar 1.126.556 24.517 218

06. Kediri 1.518.121 37.330 246

07. Malang 2.487.120 68.766 276

08. Lumajang 1.014.575 18.410 181

09. Jember 2.362.179 61.246 259

10. Banyuwangi 1.568.898 51.826 330

11. Bondowoso 745.948 20.435 274

12. Situbondo 656.691 15.525 236

13. Probolinggo 1.115.267 24.109 216

14. Pasuruan 1.542.837 19.262 125

15. Sidoarjo 2.024.678 131.771 651

16. Mojokerto 1.049.967 27.758 264

17. Jombang 1.217.560 32.392 266

18. Nganjuk 1.025.515 35.152 343

19. Madiun 666.373 16.170 243

20. Magetan 621.273 20.704 333

21. Ngawi 818.871 20.970 256

22. Bojonegoro 1.218.457 19.830 163

23. Tuban 1.131.892 23.394 207

24. Lamongan 1.193.725 49.442 414

25. Gresik 1.213.449 52.053 429

26. Bangkalan 927.433 18.356 198

27. Sampang 904.314 7.292 81

28. Pamekasan 818.662 16.455 201

29. Sumenep 1.053.640 17.565 167

265

Kabupaten/kota Jumlah

Penduduk

Lulusan

D4/S1/S2/S3

Rasio Lulusan

D4/S1/S2/S3

Kota

30. Kediri 273.679 19.096 698

31. Blitar 134.554 8.758 651

32. Malang 835.082 93.325 1.118

33. Probolinggo 222.413 10.073 453

34. Pasuruan 190.045 10.607 558

35. Mojokerto 122.550 10.264 837

36. Madiun 172.421 13.508 783

37. Surabaya 2.801.409 247.346 883

38. Batu 194.793 8.118 417

Jawa Timur 38.052.950 1.339.236 352

2.4.4.2. Rasio Ketergantungan

Rasio ketergantungan digunakan untuk mengukur besarnya beban yang

harus ditanggung oleh setiap penduduk berusia produktif terhadap penduduk yang

tidak produktif. Yang termasuk penduduk usia produktif adalah penduduk yang

berusia 15-64 tahun, sedangkan yang dikategorikan sebagai penduduk usia non

produktif adalah penduduk berusia dibawah 15 tahun (karena secara ekonomis

masih tergantung pada orang tua atau orang lain yang menanggungnya) dan

penduduk berusia diatas 65 tahun (karena umunya sudah melewati masa pensiun.

Tabel 2.203 Rasio Ketergantungan Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Timur

Tahun 2010 - 2012

No Uraian Jumlah Penduduk Berusia Rasio

Ketergantungan < 15 tahun > 64 tahun 15 – 64 Tahun

1. 2010

Laki 4.709.724 1.088.905 12.655.350 45,82

Perempuan 4.501.629 1.515.520 13.030.855 46,18

Laki+Perempuan 9.211.353 2.604.425 25.686.205 46,00

2. 2011

Laki 4.681.923 1.120.984 12.796.401 45,35

Perempuan 4.475.868 1.537.198 13.169.225 45,66

Laki+Perempuan 9.157.791 2.658.182 25.965.626 45,51

3. 2012

Laki 4.645.520 1.151.197 12.943.337 44,79

Perempuan 4.443.769 1.558.943 13.310.184 45,10

Laki+Perempuan 9.089.289 2.710.140 26.253.521 44,94

Rasio ketergantungan atau Dependency ratio (DR) merupakan

salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tingginya

persentase dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (Juni 2012)

266

yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai

hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.

Sedangkan persentase dependency ratio yang semakin rendah

menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk

yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan

tidak produktif lagi.

Pada tahun 2012, angka DR untuk Jawa Timur sebesar 44,94 yang

artinya bahwa dari 100 penduduk usia produktif menanggung sebanyak 45

orang penduduk usia non produktif. Dari tahun ke tahun, angka DR

menunjukkan penurunan, yang berarti bahwa semakin rendahnya beban

yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk

yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Dari Tabel 2.195 dapat

menunjukkan bahwa angka DR laki-laki lebih rendah dibandingkan angka

DR perempuan, yang berarti bahwa beban tanggungan penduduk

perempuan usia produktif lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

2.5. Pencapaian Target Indikator 9 (Sembilan) Standar Pelayanan Minimal

(SPM)

Standar Pelayanan Minimal (SPM) Reformasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan di Indonesia telah menyebabkan terjadinya

sejumlah perubahan penting dan mendasar dalam tata pemerintahan dan tata

kelola keuangan daerah yang pada akhirnya berimplikasi pada penyelenggaraan

pelayanan publik di daerah. Dalam UU 32/2004 pada pasal 11 menyatakan bahwa

penyelenggaraan urusan pemerintah yang bersifat wajib yang berpedoman pada

Standar Pelayanan Minimal (SPM) dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan

oleh Pemerintah. SPM disusun oleh pemerintah pusat melalui kementerian

sektoral, dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Penyusunan dan

pengembangan SPM dilakukan oleh kementerian teknis dibawah koordinasi dari

Ditjen Otda Kementerian Dalam Negeri. Hal ini diamanatkan dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 mengenai Pedoman Penyusunan dan

Penerapan Standar Pelayanan Minimal yang diikuti dengan Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan

Penetapan Standar Pelayanan Minimal, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79

Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar

Pelayanan Minimal.

267

Untuk pelaksanaan penerapan SPM untuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur meliputi

9 bidang SPM yakni perumahan rakyat, sosial, pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak, lingkungan hidup, ketenagakerjaan, pekerjaan umum,

ketahanan pangan, kesenian, dan perhubungan. Dalam penerapannya, SPM harus

menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari

pemerintahan daerah sesuai dengan ukuranukuran yang ditetapkan oleh

Pemerintah. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun penganggaran,

wajib diperhatikan prinsipprinsip SPM yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur,

terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas

waktu pencapaian. Pemerintah membina dan mengawasi penerapan SPM oleh

pemerintahan daerah. Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah membina dan

mengawasi penerapan spm oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota yang ada di

wilayah kerjanya. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan lebih lanjut pada tabel

Rencana Realisasi Pencapaian Target Kinerja 9 (Sembilan) Bidang Standart

Pelayanan Minimal (SPM) Provinsi Jawa Timur Tahun 2015-2019 sebagai berikut.

268

Tabel 2.204 Rencana Realisasi Pencapaian Target Kinerja 9 (Sembilan) Bidang Standart Pelayanan Minimal (SPM)

Provinsi Jawa Timur Tahun 2015-2019

No Bidang/Jenis Layanan Indikator Kinerja Target

Rencana Pencapaian

Batas Waktu

Rencana Realisasi Pencapaian Target

2015 2016 2017 2018 2019

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Sosial

A Pemberian bantuan sosial bagi penyandang masalah Kesejakhteraan Sosial skala Provinsi

Persentase (%) PMKS yang memperoleh bantuan sosial dan Program Penanganan Kemiskinan lainnya (KUBE)

2008-2015 35 39 43 47

yang memperoleh Pelayanan dan Rehabilitasi sosial serta prorgam kesejahteraan lainnya.

2008-2015 40 45 50 55

Persentase (%) Panti Sosial yang melaksanakan SOP kesejahteraan sosial

2008-2015 21,16 22,40 24,13 58,62

B penyediaan sarana prasarana panti sosial skala Provinsi

Persentase (%) panti sosial yang menyediakan sarana prasarana pelayanan kesejahteraan sosial.

2008-2015 100 100 100 100

Persentase (%) Organisasi Sosial/ Yayasan/ LSM yang menyediakan sarana prasarana pelayanan kesejahteraan sosial luar panti.

2008-2015 8,10 8,91 9,78 10,75

C bantuan sosial bagi korban bencana skala provinsi.

Persentase (%) kabupaten / kota yang mengalami bencana yang memberikan bantuan sosial bagi korban bencana

2008-2015 63,94 71,04 78,94 78,94

Persentase (%) kabupaten/kota yang menggunakan sarana prasarana tanggap darurat lengkap

2008-2015 63,94 71,04 78,94 78,94

269

No Bidang/Jenis Layanan Indikator Kinerja Target

Rencana Pencapaian

Batas Waktu

Rencana Realisasi Pencapaian Target

2015 2016 2017 2018 2019

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Persentase (%) korban bencana skala provinsi yang memperoleh bantuan permakanan dalam rangka tanggap darurat bencana.

2008-2015 35,89 39,88 42,64 46,90

Persentase (%) taruna siaga bencana yang memberikan bantuan sosial tanggap darurat lengkap

2008-2015 40,17 44,63 50,56 55,61

D Penyelengaraan jaminan sosial skala provinsi

Persentase (%) Provinsi yang menyelenggarakan jaminan sosial bagi penyandang cacat fisik dan mental, serta lanjut usia tidak potensial.

2008-2015 7,15 7,95 8,32 9,15

Persentase (%) RTSM yang memperoleh Jaminan Sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH)

2008-2015 55,63 61,82 68,69 75,55

2 Lingkungan Hidup

A Pelayanan informasi status mutu air % jumlah sumber air yang dipantau kualitasnya, ditetapkan status mutu airnya dan diinformasikan status mutu airnya

60 60 80 80 100

B Pelayanan informasi status mutu Udara % jumlah kabupaten/kota yang dipantau kualitas udara ambiennya dan diinformasikan mutu udara ambiennya

26 42.11 52.63 100 100

C Pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat

% jumlah pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang ditindaklanjuti;

100 100 100 100 100

3 Perumahan Rakyat

A Rumah Layak Huni dan Terjangkau Cakupan ketersediaan rumah layak huni 100% 2009-2025

Cakupan layanan rumah layak huni yang terjangkau 70% 2009-2025

270

No Bidang/Jenis Layanan Indikator Kinerja Target

Rencana Pencapaian

Batas Waktu

Rencana Realisasi Pencapaian Target

2015 2016 2017 2018 2019

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

B Lingkungan Yang Sehat dan Aman yang didukung dengan prasarana, sarana dan utilitas umum

Cakupan Lingkungan Yang Sehat dan Aman yang didukung dengan PSU

100% 2009-2025

4 Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

A Penanganan Pengaduan/ Laaporan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Cakupan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan yang mendapat pelayanan Kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih di dalam unit pelayanan terpadu

95% 2014 80,41 100

B Pelayanan Kesehatan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

Cakupan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan yang mendapat pelayanan Kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih di Puskesmas mampu tatalaksana KTP/A dan PPT/PKT di RS

100% 2014 61,58 100

C Rehabilitasi Sosial Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

Cakupan Layanan Rehabilitasi Sosial yang diberikan oleh petugas rehabilitasi sosial Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di dalam unit pelayanan terpadu

75% 2014 36,5 45

Cakupan Layanan bimbingan rohani yang diberikan oleh petugas bimbingan rohani terlatih Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di dalam unit pelayanan terpadu

75% 2014 - - - 39,25 65

D Penegakan dan Bantuan Hukum bagi Perempuan dan Anak korban kekerasan

Cakupan Penegakan Hukum dari Tingkat Penyidikan sampai dengan putusan pengadilan atas kasus-kasus terhadap Perempuan dan Anak

80% 2014 - - - 43,5 65

Cakupan Perempuan dan Anak korban kekerasan yang mendapatkan layanan bantuan hukum

80% 2014 - - - 32,6 35

271

No Bidang/Jenis Layanan Indikator Kinerja Target

Rencana Pencapaian

Batas Waktu

Rencana Realisasi Pencapaian Target

2015 2016 2017 2018 2019

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

E Pemulangan dan Reintegrasi Sosial bagi Perempuan dan Anak korban kekerasan

Cakupan Layanan Pemulangan l bagi Perempuan dan Anak korban kekerasan

50% 2014 - - - 37,50 35

Cakupan Layanan Reintegrasi Sosial bagi Perempuan dan Anak korban kekerasan

100% 2014 - - - 80 85

5 Ketenagakerjaan

A Pelayanan Pelatihan Kerja Besaran tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan berbasis Kompetensi

60% 2016 - - 63,84 86,96 80,00

Besaran tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan berbasis masyarakat

60% 2016 Berdasarkan permenakertrans no. 2 tahun 2014, indikator ini dihapuskan.

Besaran tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan kewirausahaan

60% 2016 - - 15,00 16,67 29,47

B Pelayanan Penenpatan Tenaga Kerja Besaran Pencari kerja yang terdaftar yang ditempatkan

40% 2016 - - 42,08 54,33 58,41

C Pelayanan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Besaran Kasus yang diselesaikan dengan Perjanjian bersama (PB)

50% 2016 - - 21,08 22,78 39,60

D Pelayanan Kepesertaan Jamsostek Besaran Pekerja/buruh yang menjadi peserta Jamsostek aktif

50% 2016 - - 37,78 44,08 44,30

E Pelayanan Pengawasan Ketenagakerjaan Besaran Pemeriksaan Perusahaan 45% 2016 - - 25,97 26,98 24,78

Besaran Pengujian Peralatan di Perusahaan 50% 2016 - - 5,13 5,00 5,70

6 Ketahanan Pangan

A Ketersediaan dan Cadangan Pangan Penguatan Cadangan Pangan 60 2015 568 1560 1770 3048

272

No Bidang/Jenis Layanan Indikator Kinerja Target

Rencana Pencapaian

Batas Waktu

Rencana Realisasi Pencapaian Target

2015 2016 2017 2018 2019

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

B Distribusi dan Akses Pangan Ketersediaan Informasi Pasokan, Harga dan Akses Pangan di Daerah

100 2015

C Penganekaragaman dan Keamanan Pangan

Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan 80 2015

D Penanganan Kerawanan Pangan Penanganan Daerah Rawan Pangan 60 2015

7 Kesenian

A Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanffaatan Bidang Kesenian

Cakupan Kesenian 50% 2014 67 67 67 67 67

Cakupan Fasilitasi Seni 30% 2014 71 71 71 71 71

Cakupan Gelar Seni 75% 2014 100 100 100 100 100

Misi Kesenian 100% 2014 100 100 100 100 100

B Sarana dan Prasarana Cakupan Sumberdaya Manusia Kesenian 25% 2014 38 38 38 38 38

Cakupan Tempat 100% 2014 100 100 100 100 100

Cakupan Organisasi 34% 2014 100 100 100 100 100

8 Perhubungan

A Angkutan Jalan

a) Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Tersedianya angkutan umum yang melayani wilayah yang telah tersedia jaringan jalan untuk jaringan jalan Provinsi.

100% 2014 100 100 100 100

b) Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Tersedianya terminal angkutan penumpang tipe A pada setiap Provinsi untuk melayani angkutan umum dalam trayek

100% 2014 84 95 100 100

273

No Bidang/Jenis Layanan Indikator Kinerja Target

Rencana Pencapaian

Batas Waktu

Rencana Realisasi Pencapaian Target

2015 2016 2017 2018 2019

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

c). Fasilitas Perlengkapan Jalan Tersedianya fasilitas perlengkapan jalan (rambu, marka dan guardrill) dan penerangan jalan umum (PJU) pada jalan Provinsi.

60% 2014 35 40 56 72

d). Keselamatan Terpenuhinya standar keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek Antar Kota Dalam Provinsi (AKBP)

100% 2014 100 100 100 100

e). Suimber Daya Manusia (SDM) Tersedianya SDM yang memiliki Kompentensi Sebagai Pengawas kelaikan kendaraan pada perusahaan angkutran umum, pengelola terminal, dan pengelola perlengkapan jalan

100% 2014 100 100 100 100

B Angkutan Sungai dan Danau

a). Jaringan Pelayanan Angkutan Sungai dan Danau

Tersedianya angkutan sungai dan danau untuk melayani jaringan trayek antar Kabupaten/Kota dalam Provinsipada wilayah yang tersedia alur pelayaran sungai dan danau yang dapat dilayari.

75% 2014 100 100 100 100

b). Jaringan Prasarana Angkutan Sungai dan Danau

Tersedianya Pelabuhan sungai dan danau untuk melayani kapal Sungai dan Danau yang beroperasi pada jaringan trayek antar Kabupaten/ Kota dalam Provinsi pada wilayah yang tersedia alur pelayaran sungai dan danau yang dapat dilayari.

60% 2014 100 100 100 100

c). Keselamatan Terpenuhinya standar keselamatan kapal Sungai dan Danau yang beroprasi pada trayek Antar Kabupaten/Kota Dalam Provinsi (AKBP)

100% 2014

d). Suimber Daya Manusia (SDM) Tersedianya SDM yang memiliki Kompentensi Sebagai awak kapal Angkutan Sungai dan Danau

100% 2014

274

No Bidang/Jenis Layanan Indikator Kinerja Target

Rencana Pencapaian

Batas Waktu

Rencana Realisasi Pencapaian Target

2015 2016 2017 2018 2019

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

C Angkutan Penyeberangan

a). Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan

Tersedianya Kapal untuk melayani jaringan trayek antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang menghubungkan jalan provinsi yang terputus oleh peraian.

75% 2014 79,17

80,56 86,11 95,83 95,83

b). Jaringan Prasarana Angkutan Penyeberangan

Tersedianya pelabuhan pada setiap ibukota Provinsi dan ibukota Kabupaten/Kota yang memiliki pelayanan angkutan penyeberangan yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi dan tidak ada alternatif jalan

75% 2014 63,64

63,64 72,73 90,91 90,91

c). Keselamatan Terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran di bawah 7 GT dan kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi.

100% 2014 79,17

80,56 86,11 95,83 100

d). Suimber Daya Manusia (SDM) Tersedianya SDM yang memiliki kompetensi sebagai awak kapal penyeberangan dengan ukuran di bawah 7 GT.

100% 2014 79,26

79,03 84,79 94,47 100

D Angkutan Laut

a). Jaringan Pelayanan Angkutan Laut Tersedianya kapal laut yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi pada wilayah yang memiliki alur pelayaran dan tidak ada alternatif jalan.

100% 2014 8,95 10,63 30 34,74 34,74

275

No Bidang/Jenis Layanan Indikator Kinerja Target

Rencana Pencapaian

Batas Waktu

Rencana Realisasi Pencapaian Target

2015 2016 2017 2018 2019

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b). Jaringan Prasarana Angkutan Laut Tersedianya dermaga pada setiap ibukota Provinsi dan ibukota Kabupaten/Kota untuk melayani kapal laut yang beroperasi pada lintas trayek antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi pada wilayah yang memiliki alur pelayaran dan tidak ada alternatif angkutan jalan.

100% 2014 27,91

26,09 26,53 25 23,64

c). Keselamatan Terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran di bawah 7 GT dan kapal yang beroperasi antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi.

100% 2014 7,50 10,00 14,17 25 25

d). Sumber Daya Manusia (SDM) Tersedianya SDM yang memiliki kompetensi sebagai awak kapal untuk angkutan laut dengan ukuran di bawah 7 GT.

100% 2014 11 17 23 39 45

9 Penanaman Modal

A Kebijakan Penanaman Modal Tersesianya Informasi Peluang Usaha Sektor/Bidang Usaha Unggulan

2014

B Kerjasama Penanaman Modal Terselenggaranya Fasilitas Pemerintahan Daerah Dalam Rangka Kerjasama Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) Tingkat Provinsi dengan Pengusahan Nasional/Asing

2014

C Promosi Penanaman Modal Terselenggaranganya Promosi Peluang Penanaman Modal Provinsi

2014

D Pelayanan Penanaman Modal Terselenggaranya Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Bidang Penanaman Modal Melalui Pelayanan Terpadu satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

2014

276

No Bidang/Jenis Layanan Indikator Kinerja Target

Rencana Pencapaian

Batas Waktu

Rencana Realisasi Pencapaian Target

2015 2016 2017 2018 2019

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

E Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal

Terselenggaranya Bimbingan Pelaksanaan Kegiatan Penanaman Modal Kepada Masyarakat Dunia Usaha

2014

F Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Penanaman Modal

Terimplementasikannya Sistem Pelayanan Infomasi dan Perisinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISES)

2014

G Penyebarluasan Pendidikan dan Pelatihan Penanaman Modal

Terselenggaranya Sosialisasi Kebijakan Penanaman Modal kepada Masyrakat dunia Usaha

2014

277

2.6. Aspek Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator yang

dapat merefleksikan status pembangunan manusia. IPM merupakan suatu indkes

komposit yang mencakup tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang

mencerminkan status kemampuan dasar penduduk yaitu kesehatan (Angka Usia

Harapan Hidup), pencapaian tingkat pendidikan Angka Rata-Rata Lama Sekolah dan

Angka Melek Huruf), serta pengeluaran riil per kapita guna akses terhadap sumber

daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak.

Capaian pembangunan manusia Provinsi Jawa Timur secara umum

menunjukkan peningkatan dimana IPM di Provinsi Jawa Timur terus mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Selama tahun 2008-2012, angka IPM telah

meningkat 2,16 poin dari 70,38 menjadi 72,83. Pada tahun 2012, IPM Provinsi

Jawa Timur masih berada pada kategori menengah atas, yaitu masih belum

mampu menembus kategori tinggi.

Gambar 2.76

Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2012

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Belum mampunya IPM Provinsi Jawa Timur menembus kategori tinggi

disebabkan oleh peningkatan komponen-komponen yang belum optimal dan pada

akhirnya peningkatan komponen IPM akan terakumulasi pada peningkatan nilai

IPM. Semakin rendah kecepatan IPM maka semakin lama waktu yang dibutuhkan

untuk mencapai nilai IPM yang ideal (100). Hasil akhir nilai IPM merupakan

kombinasi dari nilai komponen-komponennya. Perkembangan komponen-

komponen IPM selama periode 2009-2012 menunjukkkan peningkatan yang relatif

stabil tiap tahunnya. Selama empat tahun (sejak 2009 sampai 2012) Angka

Harapan Hidup (AHH) meningkat 0,94 tahun. Selanjutnya komponen Angka melek

Huruf (AMH) meningkat 1,2 dan komponen Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

meningkat 0,28. Sementara itu, komponen PPP mengalami peningkatan sebesar

10,92.

278

Tabel 2.205 Capaian IPM Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2012

Uraian Tahun

2009 2010 2011 2012

IPM 71,06 71,62 72,18 72,83

a. Indeks Pendidikan 74,53 74,98 75,33 76,09

- Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 7,20 7,24 7,36 7,48

- Angka Melek Huruf (%) 87,80 88,34 88,79 89,00

b. Indeks Kesehatan 73,92 74,34 74,77 75,18

- Angka Harapan Hidup (Tahun) 69,15 69,60 69,81 70,09

c. Indeks Daya Beli 64,74 65,54 66,43 67,26

- Purchasing ower Parity/PPP (Rp. 000)

640,12 643,6 647,46 651,04

Sumber : BPS, Provinsi Jawa Timur

IPM Provinsi Jawa Timur tahun 2012 sebesar 72,83 di bawah rata-rata IPM

Nasional sebesar 73,29 dan apabila dibandingkan dengan Provinsi se Jawa – Bali

berada pada posisi ke-6 (enam) di bawah Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta,

Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar

sebagai berikut :

Gambar 2.77 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Provinsi se Jawa – Bali dan Nasional Tahun 2012

Sumber : BPS Indonesia

IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur selama periode tahun 2009-

2012 cenderung mengalami peningkatan yang stabil. Pada tahun 2012 sebagian

besar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur berada pada kategori menengah

atas. Hanya tujuh Kabupaten/Kota yang masih berada pada kategori menengah

bawah, yaitu Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo,

Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten

Pamekasan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

279

2009 2010 2011 2012

(1) (3) (4) (5) (6)

Kabupaten

01. Pacitan 71.45 72.07 72.48 72.88

02. Ponorogo 69.75 70.29 71.15 72.09

03. Trenggalek 72.72 73.24 73.66 74.09

04. Tulungagung 72.93 73.34 73.76 74.45

05. Blitar 73.22 73.67 74.06 74.43

06. Kediri 71.33 71.75 72.28 72.72

07. Malang 70.09 70.54 71.17 71.93

08. Lumajang 67.26 67.82 68.55 69.00

09. Jember 64.33 64.95 65.53 65.99

10. Banyuwangi 68.36 68.89 69.58 70.53

11. Bondowoso 62.11 62.94 63.81 64.98

12. Situbondo 63.69 64.26 64.67 65.06

13. Probolinggo 62.13 62.99 63.84 64.35

14. Pasuruan 66.84 67.61 68.24 69.17

15. Sidoarjo 75.88 76.35 76.90 77.36

16. Mojokerto 72.93 73.39 73.89 74.42

17.Jombang 72.33 72.70 73.14 73.86

18. Nganjuk 70.27 70.76 71.48 71.96

19. Madiun 69.28 70.18 70.50 70.88

20. Magetan 72.32 72.72 73.17 73.85

21. Ngawi 68.41 68.82 69.73 70.20

22. Bojonegoro 66.38 66.92 67.32 67.74

23. Tuban 67.68 68.31 68.71 69.18

24. Lamongan 69.03 69.63 70.52 71.05

25. Gresik 73.98 74.47 75.17 75.97

26. Bangkalan 64.00 64.51 65.01 65.69

27. Sampang 58.68 59.70 60.78 61.67

28. Pamekasan 63.81 64.60 65.48 66.51

29. Sumenep 64.82 65.60 66.01 66.41

Kota

71. Kota Kediri 75.68 76.28 76.79 77.20

72. Kota Blitar 76.98 77.42 77.89 78.31

73. Kota Malang 76.69 77.20 77.76 78.40

74. Kota Probolinggo 73.73 74.33 74.85 75.44

75. Kota Pasuruan 73.01 73.45 73.89 74.33

76. Kota Mojokerto 76.43 77.02 77.50 78.01

77. Kota Madiun 76.23 76.61 77.07 77.50

78. Kota Surabaya 76.82 77.28 77.85 78.33

79. Kota Batu 73.88 74.45 74.93 75.42

35. Jawa Timur 71.06 71.62 72.18 72.83

IPMPropinsi /

Kabupaten/Kota

Tabel 2.206 IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2012

Sumber : BPS, Provinsi Jawa Timur

Indeks pendidikan di Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan, kondisi

tersebut sama dengan kondisi di Kabupate/Kota. Indeks pendidikan yang tertinggi pada

tahun 2012 yang dicapai oleh Kota Malang yaitu sebesar 89,33, kemudian berturut-turut

Kota Madiun sebesar 88,82 dan Kota Surabaya sebesar 88,04. Indeks pendidikan

terendah berada pada Kabupaten Sampang dengan nilai 54,47, Kabupaten Bondowoso

sebesar 64,83 dan Kabupaten Sumenep sebesar 65,70. Selengkapnya dapat dilihat pada

gambar dibawah ini.

280

Gambar 2.78 Data Indeks Pendidikan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012

Sumber : BPS, Provinsi Jawa Timur

Indeks kesehatan tiap Kabupaten/Kota selama periode tahun 2008-2012

mengalami peningkatan walaupun relatif kecil. Indeks kesehatan di Kota Blitar pada

tahun 2012 terjadi peningkatan yang signifikan dibanding dengan Kabupaten/Kota

lainnya yaitu sebesar 1,74 selama lima tahun dari tahun 2008 sebesar 77,77 menjadi

79,51 pada tahun 2012. Selain Kota Blitar peningkatan indkes kesehatan yang tertinggi

adalah Kabupaten Trenggalek sebesar 78,37 dan Kota Mojokerto sebesar 78,09. Indeks

kesehatan terendah pada tahun 2012 terjadi di Kabupaten Probolinggo sebesar 60,87,

Kabupaten Jember sebesar 63,69, dan Kabupaten Situbondo sebesar 64,24.

Selengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.79 Data Indeks Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012

Sumber : BPS, Provinsi Jawa Timur

281

Indeks daya beli Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 sebesar 66,73, dari 38

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur yang mencapai indeks daya beli tertinggi adalah

Kota Surabaya sebesar 68,91, Kota Pasuruan sebesar 68,73, dan Kota Malang sebesar

68,27. Sedangkan indeks daya beli terendah berada pada Kabupaten Bojonegoro,

Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Madiun masing-masing sebesar 60,61; 61,83; 62,03.

Selengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.80

Data Indeks Daya Beli Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012

Sumber : BPS, Provinsi Jawa Timur