214776216-saat-otak
TRANSCRIPT
8/21/2019 214776216-Saat-Otak
http://slidepdf.com/reader/full/214776216-saat-otak 1/7
Suatu hari, Dr Fritz Sumantri
Usman Sr, SpS,FINS, seorang
neurologist dan interventional
neurologist di Indonesia, ber-
cerita. Bertempat di RS Fatma-
wati, ia baru saja melakukan stenting
pada seorang pria , 69 tahun dengan
riwayat TIA berulang hingga 4 kali.
Menurut Sumantri, prosedur yang ia
lakukan saat itu sangat istimewa. “Ka-
rena inilah yang pertama dilakukan di
Indonesia kami memasang cincin, ti-
dak hanya satu tapi 2 cincin sekaligus,
di tempat yang berbeda pada pembu-
luh darah yang sama yaitu karotis in-
terna kanan di daerah bifurcatio dan
karotis interna kanan di daerah si-
phon, secara simultan,” jelasnya.
Pasien ini memiliki riwayat hiper-
tensi yang terkontrol dengan obat. Pa-
da saat prosedur, tekanan darah
140/90 mmHg dan tidak ada defisit
neurologi. Dari hasil pemeriksaan de-
ngan DSA (Digital Substraction Angio-
graphy) serebral 1 minggu sebelumnya,
didapatkan karotis interna bifurcatio:
55 % stenosis simptomatik (setiap se-rangan TIA pasien me-
ngeluh kelemahan sisi
kiri ) dan karotis inter-
na siphon 80 % steno-
sis simptomatik.
“Pertama tama ka-
mi meletakkan cincin
di bifurcatio dengan
menggunakan stent
precise ukuran 7 mm
x 40 mm, setelah stent
mengembang di dae-rah tersebut kami
melanjutkan kerja ka-
mi naik ke atas ke
daerah intrakranial, di
daerah siphon. Di
sana kami menggu-
nakan micro guide-
wire 0,014 mm.
Karena stenosis berat
kami mengembang-
kan balon terlebih da-
hulu untuk mele-barkan jalan masuk
stent, balon yang kami
gunakan berukuran
1,5 x 20 mm, setelah
itu baru kami me-
ngembangkan genius
magic intracranial
stent 2,5 mm x 30
mm. Pasca prosedur
Saat Otak
Pasang Cincin
FARMACIA • 14 April 2013
RACIKAN UTAMA
8/21/2019 214776216-Saat-Otak
http://slidepdf.com/reader/full/214776216-saat-otak 2/7
dan setiap pengembangan balon tidak
ada perubahan yang significan dari
TD, perburukan status neurologi dan
penurunan kesadaran. Prosedur sele-
sai dengan TD 148/90 mmHg, pasien
sadar dan tidak ada defisit neurologi,”
demikian penjelasan dokter saraf
yang mendalami neurologi intervensi
ini.
Neurointervensi merupakan sub-
spesialisasi dalam ilmu saraf. Ilmu iniberkenaan dengan diagnostik dan pe-
natalaksanaan lesi vaskular pada su-
sunan saraf melalui prosedur minimal
invasif. Prosedur dilakukan melalui
alkes arteri dan vena. Pemasangan
stent pada kasus di atas, pada dasar-
nya mirip dengan pemasangan stent
pada pembuluh darah jantung. Hanya
saja, stent dipasangkan di pembuluh
serebral yang tersumbat.
Aplikasi neurointervensi saat ini ti-
dak sebatas pada pemasangan stent,tetapi juga pada beberapa kelainan
saraf di bawah ini:
Dalam wilayah ilmu saraf, neuroin-
tervensi menjadi salah satu metode
untuk mengoptimalkan tatalaksana
berbagai gangguan di pembuluh da-
rah otak. Neurointervensi sebenarnya
bukan monopoli dokter spesialis sa-raf. Sebelumnya, prosedur mengoprek
otak ini banyak dilakukan dokter spe-
sialis radiologi dan bedah saraf.
Dalam dua dekade terakhir, kebu-
tuhan akan pelayanan di bidang neu-
rointervensi meningkat tajam. Pertum-
buhan ini dipicu keberhasilan terapi
endovaskular pada aneurisma sere-bral. Sebagian besar klinisi yang be-
kerja di bidang neurointervensi lantas
tertantang dengan “the next big thing”
di bidang neurointervensi. Setelah
aneurisma, sasaran berikutnya adalah:
stroke akut.
Dikutip dari American Journal of
Neuroradiology , stroke kini menjadi
penyebab kematian nomer tiga di
Amerika Serikat, setelah penyakit jan-
tung dan kanker. Diperlukan terobos-
an besar di bidang neurointervensiuntuk membendung epidemik stroke
di mana setiap tahun ada 700.000
warga Amerika meninggal atau cacat
akibat stroke.
Data-data statistik semakin me-
nguatkan betapa besar harapan yang
bisa dibebankan pada neurointerven-
si dalam tatalaksana stroke. Hirsch
dkk memperkirakan, terapi iskemia
15 • FARMACIAApril 2013
RACIKAN UTAMA
Kondisi Penyakit Intervensi
Stroke iskemia akut Trombolisis intravena, trombolisisintra-arteri selektif, trombektomi mekanik
Pencegahan stroke sekunder Karotid, angioplasti dan stenting ver-tebral dan intrakranial
Cerebral & Spinal AVMs Embolisasai Intra Arterial
Aneurisma Serebral Koiling, Parent vessel occlusion
Skull base tumors Pre-Op embolization to reduce vas-cularity
Vasospasm in SAH Selective chemical spasmolysis, Angioplasty spastic vessel
Dural AVFs Transvenous/Transarterial Embolization
Vascular Malformation Head & Neck Transarterial embolization
Cerebral venous thrombosis Transvenous selective thrombolytictheraphy
8/21/2019 214776216-Saat-Otak
http://slidepdf.com/reader/full/214776216-saat-otak 3/7
intra-kranial yang sudah dilakukan di
Amerika Serikat sepanjang 2006 men-capai 3.500-7.200 kasus. Angka ini
terus meningkat, di mana saat ini di-
perkirakan sudah mencapai 10.400 –
41.500 kasus per tahun. Di Mayo Cli-
nic saja, kebutuhan terapi intra-arte-
rial iskemik tak kurang dari 20.000
kasus per tahun.
Kehadiran ilmu ini di Indonesia bi-
sa dikatakan masih baru, sekitar em-
pat tahun lalu. Menurut Sumantri
yang kini menjadi Ketua Pokdi Neuro-
intervensi PP Perdossi, jumlah dokterspesialis saraf yang melakukan neu-
rointervensi baru 12 orang. “Tetapi
kemampuan memasang 2-3 cincin se-
kaligus dalam sekali prosedur meru-
pakan sesuatu yang membanggakan,
karena di negara maju sekalipun hal
ini jarang sangat dilakukan,” ungkap
Sumantri.
Dalam manajemen stroke iskemia,
prinsip terapi adalah dengan mem-
buang penyumbatan pada pembuluhdarah otak, dengan cara mekanik mau-
pun non mekanik. Waktu sangat pen-
ting di sini karena tertundanya terapi
akan menyebabkan kerusakan sel-sel
otak lebih luas dan berdampak pada
kecacatan. Terapi terbaik dilakukan be-
berapa jam setelah serangan stroke.
Dulu, sebelum neurointervensi di-
kenal luas, penyumbatan pembuluh
darah otak ditangani dengan pemberi-
an tissue Plasminogen Activator (tPA)
untuk mengencerkan bekuan darahyang diperkirakan menyebabkan pe-
nyumbatan. Tetapi jika diberikan se-
cara intravena, kurang begitu efektif
karena obat ini dicairkan di seluruh
tubuh dan akhirnya yang sampai ke
otak hanya sebagian kecil saja. Oleh
karena itu agar efektif tPA diberikan
intravena dalam waktu 3 jam setelah
onset stroke iskemia. Sayangnya seba-
gian besar penderita stroke akan sam-
pai di rumah sakit 3-9 jam kemudian,
dan ini sudah sangat terlambat diberi-
kan tPA. Selain itu pemberian agen
trombolisis ini juga meningkatkan risi-
ko pendarahan, sehingga di Amerika
saja kurang dari 5% pasien yang dite-
rapi dengan tPA.
DSA
Neurointervensi bertujuan me-
ngembalikan aliran darah di otak
yang tersumbat dengan atau tanpa
penggunaan obat-obat pengencer da-
rah. Tindakan dilakukan dengan me-
masukkan kateter, untuk membuang
bekuan darah dan jika diperlukan di-
teruskan dengan pemasangan stent.
Prosedur ini dipandu dengan penci-
traan angiografi. Sumantri menekan-
kan bahwa tindakan ini merupakan
tindakan terapi dan sama sekali tidakdianjurkan untuk dilakukan sebagai
upaya pencegahan.
Beberapa rumah sakit di Indonesia,
menurut Sumantri, saat ini ditengarai
melakukan tindakan DSA (Digital
Substraction Angiography ) yang sebe-
narnya merupakan tindakan diagnos-
tik, untuk keperluan pencegahan atau
terapi. “Sebenarnya kaitan antara DSA
dengan manajemen stroke sangat
erat. Tetapi DSA yang diakui adalah
tindakan diagnostik untuk melihatkondisi vaskular di otak apakah ada
penyumbatan, dan bagaimana hu-
bungan antar pembuluh darah di sa-
na,” jelas Sumantri.
DSA yang sempat popular dengan
nama “cuci otak” ini menjadi feno-
mena tersendiri di dunia kedokteran.
Selengkapnya bisa dibaca di tulisan
berikutnya. tanF
FARMACIA • 16 April 2013
RACIKAN UTAMA
8/21/2019 214776216-Saat-Otak
http://slidepdf.com/reader/full/214776216-saat-otak 4/7
8/21/2019 214776216-Saat-Otak
http://slidepdf.com/reader/full/214776216-saat-otak 5/7
FARMACIA • 18 April 2013
RACIKAN UTAMA
Dalam ranah neurointervensi,
tindakan angiografi serebral
rutin dilakukan. Digital Subs-
traksi angiografi (DSA) sere-
bral saat ini masih menjadi
standar emas untuk pemeriksaan pa-
sien dengan penyakit serebrovaskular.
Angiografi adalah salah satu cara
untuk menghasilkan gambaran x-ray
dari bagian dalam pembuluh darah.
Saat pembuluh darah tersumbat, me-nyempit, rusak atau abnormal dalam
berbagai hal, masalah termasuk stroke
dapat muncul. Angiografi membantu
klinisi membedakan sumber dari ma-
salah dan menjabarkan kerusakan
dari segmen pembuluh darah.
Angiografi cerebral atau juga dike-
nal dengan Intraarterial Digital Sub-
traction Angiography (IADSA) meru-
pakan teknik angiografi yang dilaku-
kan pada pembuluh darah otak. Tin-
dakan ini dilakukan dengan mema-sukkan kateter (pipa panjang, tipis
dan fleksibel) ke dalam arteri pada le-
ngan maupun tungkai. Menggunakan
kateter, praktisi menginjeksikan pe-
warna spesial (kontras) ke dalam pem-
buluh darah yang menuju ke otak. Pa-
da angiografi cerebral, gambaran x-
ray menunjukkan abnormalitas yang
terjadi pada pembuluh darah otak.
Hasil dari cerebral angiogram lebih
akurat dibandingkan dengan yang di-
hasilkan oleh karotid Doppler. Biasa-nya cerebral angiografi dilakukan se-
telah adanya tes lain yang menemu-
kan adanya abnormalitas. Angiografi
digunakan untuk menolong, mende-
teksi dan mendiagnosa stroke akut.
Gambaran yang dihasilkan dari cere-
bral angiografi tidak dapat ditemukan
pada teknik pemeriksaan lain.
Beberapa waktu lalu bahkan masih
berlanjut hingga saat ini, muncul pro
dan kontra terkait DSA yang sempat
ramai dibicarakan sebagai metodecuci otak atau “brainwash”. Adalah
Menteri BUMN Dahlan Iskan menulis
di Jawa Pos, Senin, 18 Februari 2013
lalu. Ia memberi judul “Membersih-
kan Gorong-Gorong Buntu di Otak.”
Dahlan bercerita secara rinci, bagai-
mana ketika otaknya dicuci oleh spe-
sialis radiologi intervensi dr Terawan
Agus Purwanto, di RSPAD Gatot Su-
broto Jakarta. Mantan Dirut PLN ini
juga mengatakan, dua minggu sebe-
lumnya, sang istri sudah melakukanprosedur yang sama. Konon orang ter-
tinggi di Tanah Air ini pun rutin me-
lakukan “cuci otak”.
Beberapa testimoni yang beredar di
masyarakat terkait cuci otak ini sangat
positif. Beberapa pasien yang terkena
stroke, katanya bisa berjalan normal
kembali. Kini pasien di RSPAD yang
akan melakukan cuci otak memblu-
dak. Sehari dibatasi 15 pasien. Terkait
fenomena ini, kalangan dokter spe-
sialis saraf meradang. Ketua Perhim-punan Dokter Saraf Indonesia (Per-
Karena DSA,Dokter Terbelah
8/21/2019 214776216-Saat-Otak
http://slidepdf.com/reader/full/214776216-saat-otak 6/7
19 • FARMACIAApril 2013
RACIKAN UTAMA
dossi), Prof Dr Hasan Machfoed
SpS(K) sampai turun tangan. Melalui
tulisannya, ia mengatakan bahwa
upaya terapi stroke dengan prosedur
DSA adalah omong kosong belaka.
“Dari sudut neurologi, tidak ada
tindakan intervensi untuk mencegah
stroke pada orang normal. Tindakan
yang paling baik untuk mencegah
stroke adalah menghindari faktor re-
siko stroke. Itu, antara lain, hidup ter-
atur penuh keseimbangan, olahraga,
tidak merokok, tidak minum alkohol,
mencegah kegemukan, menghindari
stress, mengobati hipertensi, kencing
manis, lemak tinggi dan lain-lain. Jadi
tindakan intervensi pada orang nor-
mal untuk mencegah stroke, hanyalah
omong kosong belaka,” beber
Machfoed.
Senada dengan Machfoed, ahli
neurointervensi dari RS Fatmawati
Jakarta, Dr Fritz Sumantri Usman
Sp(S) mengatakan, tindakan DSA ha-
nya dilakukan untuk diagnosis. “Kita
keberatan jika tindakan DSA itu dila-
kukan untuk keperluan terapi karena
efektivitasnya belum terbukti dan kea-
manannya belum terjamin,” jelas
Fritz.
Efek samping atau risiko yang pa-
ling membahayakan, yang ditanggung
pasien pada tindakan terapi akutstroke dengan DSA adalah pendarah-
an. Prosedur DSA menggunakan He-
parin dan Integrilin (Eptifibatide). Se-
benarnya, prosedur DSA dengan
menggunakan heparin jamak dilaku-
kan di seluruh belahan dunia, inter-
ventionist menggunakan dosis antara
3000-5000 U (40-60 U/kg). Sedang-
kan Eptifibatide adalah antiplatelet in-
jeksi semacam Abciximab dan Tirofi-
ban, dan memang banyak laporan di-
berikan untuk kasus stroke akut.Penggunaan heparin diperlukan
karena saat tindakan dokter menggu-
nakan kateter dan guidewire serte ma-
terial lainnya (sesuai penyakit pasien)
ke dalam pembuluh darah. Heparin
biasanya diberikan berupa flushing
pada awal prosedur diagnostik, dan
dapat dilanjutkan dengan continous
infusion (heparinized saline) pada
prosedur intervensi terapeutik. Se-
dangkan penggunaannya bersama
antiplatelet injeksi secara bersamaandiberikan oleh operator dalam kondisi
yang sangat khusus, biasanya pada
kasus emergensi, misalnya terjadi
komplikasi trombosis berulang saat
tindakan dilakukan. Penggunaan
kombinasi heparin dan antiplatelet in-
jeksi tidak diberikan secara rutin da-
lam prosedur neurointervensi. Peng-
gunaan kombinasi kedua obat ini
8/21/2019 214776216-Saat-Otak
http://slidepdf.com/reader/full/214776216-saat-otak 7/7
FARMACIA • 20 April 2013
RACIKAN UTAMA
pada prosedur intervensi dilaporkan
memiliki komplikasi perdarahan in-
tracranial (perdarahan di dalam kepa-
la) yang fatal (Qureshi et.al, Journal
Stroke 2002). Namun penggunaan
masing-masing obat ini tanpa dikom-
binasi memberikan manfaat pada
pasien.
Masih Eksperimental
Fritz mengatakan bahwa dalam
prosedur atau guideline penanganan
stroke akut, tidak dikenal tindakan
DSA. Jadi, tambahnya, DSA yang dila-
kukan untuk terapi merupakan tin-
dakan eksperimental. “Jika eksperi-
mental, harusnya pasien tidak dipu-
ngut biaya dan diberikan inform con-
sent yang bebar,” ujarnya. Heparin
yang diberikan saat tindakan DSA
untuk prosedur terapi, menurut Fritz,
tidak akan bermanfaat apapun ter-hadap pembuluh darah. Bahkan jika
dosisnya terlalu tinggi bisa memicu
pendarahan.
Pengobatan stroke masih merupa-
kan tantangan bagi dunia kedokteran.
Banyak sekali neuro-intervensionist
dunia yang saat ini konsen pada pena-
talaksanaan penyakit ini. Belum ada
satupun laporan mengenai efektifitas
kombinasi terapi heparin + eptifiba-
tide untuk stroke, yang ada justru la-
poran negatif tentang efek samping-nya. Ditambah lagi, di seluruh dunia,
terapi brainwash ini tidak ada dalam
standar pelaksanaan prosedur untuk
stroke, kata Fritz.
Menurut Fritz, terapi stroke harus
berpedoman pada konsensus yang
diakui oleh organisasi perhimpunan.
Konsensus disusun berdasarkan bukti
sahih keberhasilan suatu terapi di du-
nia, keamanan, dan logika. Kesemua-
nya itu bertujuan untuk memberikan
suatu bentuk metode yang aman. Pe-
ngembangan suatu bentuk terapi,
hendaknya tetap mengacu pada fak-
tor-faktor keamanan, sudah diakui va-
liditasnya (bukan eksperimental), dansesuai dengan faktor-faktor terjadinya
dan penanganan penyakit tersebut.
Dr dr Wawan Muliawan SpBS me-
wakili ahli bedah saraf berpendapat,
tindakan brainwash memang tidak di-
kenal dalam dunia kedokteran. Na-
mun prosedur Endovascular Treat-
ment yang termasuk neurovaskular in-
tervensi bukan hal yang tidak standar.
Menurut Wawan, tindakan terapi en-
dovaskualr ini sudah lebih dari 20 ta-
hun dilakukan, termasuk yang seka-rang dipraktikkan di beberapa rumah
sakit termasuk RSPAD. Yang menger-
jakan bukan hanya radiologi, tapi ju-
ga bisa seorang kardiolog, neurologi
atau bedah syraf yang mendalami
bidang Endovascular Treatment/Neu-
ro intervensi/Radiologi intervensi.
“DSA adalah dasar tekniknya. DSA di-
lakukan untuk diagnostik, yang bisa
dilanjutkan atau bersamaan dilakukan
tindakan Coiling atau Stenting, Bal-
loning atau Embolisasi atau Trom-
bolisis, tergantung jenis patologinya.
Nama alat ronsennya adalah Fluoros-
copy,” jelas Wawan.
Pada tindakan Endovascular Treat-ment yang dikerjakan adalah membu-
ka sumbatan aliran pembuluh darah
otak yang mengalami stroke iskemik
atau infark dengan stenting atau bal-
looning. Selama sel otaknya belum
rusak total, apabila sumbatannya di-
buka, maka sel otak tersebut akan
membaik fungsinya namun biasanya
tidak bisa 100 persen.
Untuk kasus aneurisma dan AVM
dapat dilakukan tindakan embolisasi
atau coiling. Trombolisis hanya dila-kukan pada kasus sumbatan akut dan
itupun dikerjakan dalam jam-jam per-
tama serangan stroke. “Saya berharap
jangan sampai karena promosi pihak
tertentu yang berlebihan, tindakan
yang pada dasarnya secara medis
diakui kemudian dibelokkan menjadi
seperti pengobatan tidak standar,”
harapnya. tanF