21-25-1-pb
TRANSCRIPT
PENGARUH PENAMBAHAN KULTUR ( Aspergillus niger, L. plantarum) DAN
LAMA FERMENTASI TERHADAP KARAKTERISTIK MOCAF
EFFECT OF CULTURE (Aspergillus niger, L. plantarum) AND
FERMENTATION TIME TO CHARACTERISTICS OF MOCAF
Elok Zubaidah 1,Noviatul irawati
2
1. Staf JurusanTeknologi Hasil Pertanian, FTP, UB 2. Alumni JurusanTeknologi Hasil Pertanian, FTP, UB
ABSTRAK
MOCAF (modified cassava flour) adalah produk tepung dari ubi kayu yang
diproses secara fermentasi yang dilakukan dengan cara perendaman selama 72 jam.
karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa meningkatnya viskositas, daya rehidrasi,
daya cerna, kemampuan gelasi, dan memperbaiki aroma. Penambahan kultur diduga
berpengaruh terhadap lama waktu fermentasi ubi kayu. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui penambahan kultur L. plantarum, Aspergillus niger dan campuran
keduanya serta lama fermentasi terhadap sifak fisik dan kimia MOCAF. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan 2 faktor,
faktor I yaitu jenis kultur : L.plantarum, A.niger dan campuran keduanya. Sedangkan
faktor II yaitu lama fermentasi (38 jam dan 48 jam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan penambahan kultur campuran dengan waktu
fermentasi 48 jam. Karakteristik dari MOCAF perlakuan terbaik adalah kadar pati 74,3%,
kadar amilosa 29,20%, kadar air 6,86%, kadar HCN 19,40 ppm, rendemen 24,04%,
indeks penyerapan air 2,51 g gel/g sampel, kekuatan pembengkakan 409,45%, densitas
kamba 0,46%, tingkat kecerahan (L*) 80,03, dan viskositas 3, 23 d.Pas
Kata kunci: MOCAF, L. plantarum, Aspergillus niger, lama fermentasi
ABSTRACT
MOCAF (modified cassava flour) is the product of cassava flour which is processed by
the fermentation . cassava starch modification can increase the digestibility, increased
viscosity, gelation ability, power rehydration,. decrease toxicity, improve flavor. In
general, the process of fermentation using natural or cultured called spontaneous
fermentation, which is done by soaking for 72 hours. Characteristics MOCAF influenced
by the type of culture that is added during fermentation, and also affect the long
fermentation of cassava. The purpose of this study was to determine the effect of
fermentation with the addition of L. plantarum, Aspergillus niger , a mixture of them to
the physical and chemical characteristic of MOCAF. The results showed that the type of
culture and a fermentation time influence on physical and chemical properties MOCAF.
The best treatment is obtained from the addition of mixed cultures treated with
fermentation time of 48 hours. Characteristics of MOCAF best treatment is 74.3% starch
content, amylose content of 29.20%, water content 6.86%, 19.40 ppm HCN levels, yield
24.04%, water absorbtion index of 2.51 g gel / g samples, the swelling power of 408.19%,
0.46% Kamba density, brightness (L *) 80.03, and the viscosity of 3, 23 d.Pas.
Key words: MOCAF, L. plantarum, Aspergillus niger, fermentation time
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia terbiasa
mengkonsumsi makanan berbahan baku
gandum. Kebutuhan gandum di Indonesia
sangat tinggi, berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik Indonesia tahun 2009 impor
gandum di Indonesia pada bulan Januari
2009 mencapai 6,4 juta ton dan terus
mengalami peningkatan hingga bulan
Desember mencapai 8,87 juta ton. Oleh
karena itu, pemenuhan kebutuhan gandum
dalam negeri melalui impor sangat
memberatkan karena diakibatkan terjadinya
kenaikan harga tepung terigu. Kenaikan
harga tepung terigu disebabkan kurangnya
pasokan gandum karena gagal panen di
berbagai belahan dunia, seperti Australia,
Amerika Serikat, dan Kanada. Kini harga
tepung terigu sudah mengalami kenaikan
hampir 100% (Basrawi, 2008).
Jika keadaan ini dibiarkan terus akan
mengalami ketergantungan pangan dari luar
negeri. Oleh karena itu perlu adanya
diversivikasi pangan yaitu pengembangan
dan penggunaan sumber daya lokal sebagai
pensubstitusi tepung terigu. Salah satunya
yaitu pemanfaatan ubi kayu yang termasuk
bahan lokal. Ubi kayu (Manihot esculenta
Crantz) merupakan tanaman yang selalu
tersedia sepanjang tahun, yang mana dapat
tumbuh pada daerah tropis dan subtropis.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2006)
menunjukkan bahwa produksi ubi kayu di
Indonesia mencapai 21 juta ton/tahun.
Tingginya produksi ubi kayu merupakan
potensi yang besar untuk dikembangkan
menjadi komoditas industri pertanian
berbasis karbohidrat.
Pemanfaatan ubi kayu sebagai bahan
pensubstitusi tepung terigu masih dalam
tingkaan rendah. Menurut Subagio (2008),
tingkat substitusi tepung ubi kayu pada
pembuatan mie hanya sebesar 5%. Sekarang
mulai dikembangkan produk derivativ dari
ubi kayu yang disebut MOCAF (Modified
cassava flour).
MOCAF adalah produk tepung dari
ubi kayu yang diproses menggunakan prinsip
memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi.
Mikroba yang tumbuh menyebabkan
perubahan karakteristik dari tepung yang
dihasilkan berupa naiknya viskositas,
kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan
kemudahan melarut. Menurut Syuhada
(2010), tepung ubi kayu modifiksi dapat
meningkatkan daya cerna, menurunkan
toksisitas, memperbaiki aroma dan dapat
digunakan sebagai komposisi makanan
dengan skala yang sangat luas.
Pembuatan MOCAF pada awalnya
dilakukan dengan cara fermentasi spontan.
Fermentasi spontan pada ubi kayu dapat
dilakukan dengan cara perendaman selama
72 jam dan menghasilkan MOCAF dengan
kualitas sesuai dengan SNI (Oktavian, 2010).
Menurut Syuhada (2010), fermentasi dengan
menggunakan kultur campuran Bakteri Asam
Laktat kering selama 72 jam menghasilkan
MOCAF dengan kualitas lebih baik daripada
MOCAF produk pasar.
Karakteristik MOCAF diduga
dipengaruhi oleh jenis kultur yang
ditambahkan saat fermentasi, penambahan
kultur juga berpengaruh terhadap lama waktu
fermentasi ubi kayu, dalam penelitian ini
menggunakan penambahan kultur Bakteri
Asam Laktat (Lactobacillus plantarum) dan
kapang (Aspergillus niger).
Aspergillus niger dapat
menghasilkan enzim selulase yang berperan
mendegradasi selulosa yang membungkus
pati ubi kayu, dimana kadar selulosa pada ubi
kayu cukup tinggi sekitar 5% (Anonim,
2007). Lactobacillus plantarum dapat
menghasilkan enzim amilolitik yang dapat
menghidrolisis pati ubi kayu menjadi gula
dan selanjutnya didegradasi menjadi asam
laktat. Kombinasi asam laktat dan enzim
selulase memungkinkan proses fermentasi
terjadi dalam waktu lebih singkat
dibandingkan dengan fermentasi spontan
maupun fermentasi menggunakan kultur
tunggal, selain itu MOCAF yang dihasilkan
mempunyai viskositas tinggi, aroma lebih
baik, dan warna tepung lebih putih.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pembuatan
MOCAF adalah pisau stainless steel,
timbangan analitik, ayakan 80 mesh, blender
kering, spatula, Loyang, pengering cabinet
dryer, pipet volume, thermometer.
Alat yang digunakan untuk analisa
adalah glassware, timbangan analitik, pH
meter, cawan petri, pipet volume, pipet
mikro, bunsen, desikator, color reader, buret,
labu destilasi, thermometer, viskosimeter
(rion), waterbath (buchi heating bath B-490),
oven, erlenmeyer.
Bahan-bahan yang digunakan untuk
pembuatan tepung MOCAF adalah ubi kayu
varietas pahit yang diperoleh dari petani
Nongkojajar Pasuruan, starter Lactobacillus
plantarum dan Aspergillus niger yang
diperoleh dari laboratorium mikro jurusan
Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas
Brawijaya Malang
Bahan kimia yang digunakan untuk
analisa adalah aquadest, NaOH 45%, alkohol,
HCL 25%, NaOH 2,5%, NH4OH, KI 5%,
H2SO4, K2SO4 10%, AgNO3, kertas saring
whatman.
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Inokulum L.plantarum � Agar miring disiapkan dengan cara melarutkan 52 MRSA ke dalam 1 liter
aquades panas dan dimasukkan dalam
tabung reaksi. Tabung reaksi ditutup
kapas dan kertas coklat kemudian
disterilisasi pada suhu 121oC selama 15
menit, dan biarkan dingin hingga
membentuk agar miring.
� Agar miring diolesi biakan murni
Lactobacillus plantarum dengan jarum
ose dalam ruangan steril membentuk zig–
zag dan diinkubasi 24 jam pada suhu
37oC.
� Lactobacillus plantarum biakan murni
yang berumur 24 jam dilarutkan dalam
media aktivasi cair sebanyak 10 ml dalam
tabung reaksi dengan menggunakan jarum
ose 2-3 ose setiap 10 ml secara
aseptiskemudian diinkubasi selama 24
jam pada suhu 37oC.
� Lactobacillus plantarum biakan murni
tersebut dipindahkan kedalam erlenmeyer
yang berisi media aktivasi sebanyak 100
ml secara aseptis, diinkubasi 24 jam pada
suhu 37oC. Kemudian digunakan sebagai
inokulum
Pembuatan Inokulum A.niger
� Agar miring disiapkan dengan cara melarutkan 39 g media PDA ke dalam 1
liter aquades panas pada suhu 100 oC dan
selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Kemudian tabung reaksi ditutup
dengan kapas dan kertas coklat dan
disterilisasi menggunakan autoklaf pada
suhu 121oC selama 15 menit. Biarkan
dingin hingga membentuk agar miring.
� Agar miring diolesi biakan murni
Aspergillus niger yang berumur 24 jam
diinokulasi dalam media cair aktivasi
sebanyak 200 ml dengan menggunakan
jarum ose (inokulasi 2-3 ose tiap 10 ml
media cair secara aseptis). Kemudian
kultur dalam media cair aktivasi tersebut
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam,
kemudian digunakan sebagai inokulum.
Pembuatan MOCAF � Penyortiran Penyortiran dilakukan dengan cara
memilih ubi kayu dengan kualitas yang
bagus, tidak cacat/rusak, dan masih segar
(baru panen).
� Pengupasan Pengupasan bertujuan untuk
menghilangkan kulit dari daging umbi ubi
kayu, dilakukan dengan menggunakan
pisau stainless stell
� Pencucian Pencucian dilakukan dengan
menggunakan air bersih dengan tujuan
untuk menghilangkan kotoran dan lendir
pada permukaan ubi kayu.
� Pengecilan ukuran Pengecilan ukuran dengan cara pengirisan
ubi kayu dengan menggunakan mesin
pemotong (slicer) dengan ketebalan ±1-2
mm yang bertujuan untuk memudahkan
proses selanjutnya
� Penimbangan Penimbangan bertujuan untuk
mendapatkan berat yang tepat
� Fermentasi Proses fermentasi dilakukan dengan cara
penambahan kultur BAL dan kapang
pada suhu ruang dan menggunakan sistim
perendaman. Selama fermentasi dapat
menyebabkan perubahan karakteristik
tepung serta akan dapat menghasilkan
aroma dan citarasa khas yang menutupi
aroma dan citarasa ubi kayu yang
cenderung tidak menyenangkan.
� Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk mengurangi
kadar air bahan, berat bahan dan
mengawetkan bahan serta memudahkan
proses selanjutnya. Pengeringan
menggunakan cabinet dryer dengan suhu
55oC selama 5 jam.
� Penggilingan Tujuan penggilingan untuk mengecilkan
ukuran dan memudahkan proses
pengemasan.
� Pengayakan Pengayakan bertujuan untuk mendapatkan
ukuran produk yang seragam, ayakan
yang digunakan dengan ukuran 80 mesh
Tepung MOCAF dilakukan analisa
kimia: kadar air metode kering (AOAC,
1984), kadar pati metode Direc Acid
Hydrolysis (AOAC, 1970 dalam Sudarmadji,
dkk, 1997), kadar sianida secara kuantitatif
(AOAC, 1970 dalam Sudarmadji, dkk,
1997) dan kadar amilosa metode
spektrofotometer. Analisa fisik: viskositas
(Kontrell and konvack), rendemen
(Sudarmadji, 1984),), analisa indeks
penyerapan air (WAI) (Anderson et al., 1996
dalam Cuesvasrodriguez et al., 2006), analisa
kekuatan pemmbengkakan pati (Swelling
power) MOCAF (AACC, 1995 dengan
modifikasi), analisa densitas kamba (Bulk
density) (Moreyra and Peleg, 1981 dalam
Cuevas-Rodriguez et al., 2006), warna
metode L*a*b* twinter (Yowono dan
Susanto, 1998), dan pengamatan mikroskopik
Analisa data dilakukan dengan metode
analisis ragam (Analysis of Variant atau
ANOVA) dilanjutkan uji perbandingan BNT
dengan selang kepercayaan 5%. Pemilihan
perlakuan terbaik dilakukan dengan metode
Multiple Attribute (Zeleny, 1982).
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Bahan Baku
Hasil analisa parameter kimia
tepung ubi kayu ditunujkkan pada Tabel
1. Tabel 1. Rerata Karakteristik Kimia
Tepung Ubi Kayu
Parameter Hasil Analisa
Kadar air 14,07 %
Kadar pati 81,03 %
Kadar amilosa 20,90%
Kadar HCN 71,05 ppm Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar
HCN dari tepung ubi kayu sebesar 71,05
ppm. Menurut SNI kadar HCN yang aman
untuk dikonsumsi pada tepung ubi kayu
adalah maksimal 40 ppm. Sehingga
diharapkan dengan proses fermentasi yang
dilakukan dalam penelitian ini dapat
menurunkan kadar HCN tersebut sampai
batas aman. Menurut Meryandini dan Melani
(2011), secara umum penurunan HCN
sampai 50% setelah fermentasi. Achinewhu
et al (1998) menjelaskan, fermentasi selama
72 jam dapat menurunkan kadar HCN
sebesar 85%.
Kadar pati tepung ubi kayu hasil
analisa mempunyai nilai cukup tinggi yaitu
81,03%. Hal tersebut merupakan potensi
yang baik bagi tepung ubi kayu untuk
dikembangkan menjadi pangan yang berbasis
karbohidrat yang berpotensi sebagai
substitusi parsial tepung terigu yang
harganya relatif lebih mahal.
2. Sifat Kimia MOCAF
a. Kadar pati
Rerata kadar pati tepung MOCAF
berkisar antara 73,33%-79,00%. Grafik
pengaruh jenis kultur dan lama fermentasi
terhadap kadar pati MOCAF disajikan pada
Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Pengaruh Jenis Kultur dan
Lama Fermentasi Terhadap Kadar Pati
MOCAF
Penurunan kadar pati seiring dengan
bertambahnya lama fermentasi diduga
semakin lama waktu fermentasi, maka
semakin cepat pula pati terhidrolisis menjadi
senyawa yang lebih sederhana. Menurut
Maria (2002), kadar pati mengalami
penurunan sejalan dengan meningkatnya
lama fermentasi, karena kemampuan mikroba
amilolitik dalam pemecahan pati semakin
besar seiring dengan semakin lama waktu
fermentasi.
Berdasarkan Gambar 1 juga terlihat
jenis kultur mempengaruhi kadar pati. kadar
pati terendah terdapat pada MOCAF dengan
perlakuan penambahan kultur campuran
70,00
72,00
74,00
76,00
78,00
80,00
38 48
Ka
da
r P
ati
(%
)
Lama Fermentasi (jam)
L.plantarum
A.niger
Campuran
sedangkan kadar pati tertinggi terdapat pada
MOCAF dengan perlakuan penambahan
kutur Aspergillus niger. Selama proses
fermentasi terjadi perkembangbiakan
mikroba, enzim yang dihasilkan oleh
mikroba ini dapat merombak pati pada ubi
kayu menjadi senyawa-senyawa sederhana
sebagai energi untuk aktivitas dan
pertumbuhannya. Menurut Syuhada (2010),
secara kimiawi perubahan bahan selama
fermentasi disebabkan oleh enzim yang
dihasilkan oleh mikroba.
Rerata kadar pati MOCAF dengan
penambahan kultur campuran lebih rendah
dibanding dengan perlakuan penambahan
kultur tunggal yaitu Aspergillus niger dan
Lactobacillus plantarum. Hal tersebut
kemungkinan dikarenakan adanya interaksi
antara kedua kultur dalam proses fermentasi
ubi kayu. Enzim selulase yang dihasilkan
oleh Aspergillus niger merombak selulosa
pada sel dinding ubi kayu, selanjutnya enzim
amilase yang dihasilkan oleh Lactobacillus
plantarum dapat lebih mudah merombak pati
akibat terhidrolisisnya selulosa.
b. Kadar amilosa
Rerata kadar amilosa tepung
MOCAF berkisar antara 21,04%-29,20%.
Grafik pengaruh jenis kultur dan lama
fermentasi terhadap kadar amilosa MOCAF
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Pengaruh Jenis Kultur dan
Lama Fermentasi Terhadap Kadar Amilosa
MOCAF
Kadar amilosa MOCAF semakin
meningkat dengan semakin meningkatnya
lama fermentasi karena kemampuan enzim
dalam mendegradasi pati meningkat dengan
semakin bertambahnya waktu fermentasi.
Kenaikan kadar amilosa karena saat
fermentasi enzim yang dihasilkan berperan
dalam pemutusan ikatan rantai cabang
amilopektin, sehingga jumlah amilosa
meningkat. Menurut Laba (2006),
peningkatan jumlah amilosa dikarenakan
akibat putusnya rantai cabang amilopektin
pada ikatan α- (,6) dan secara otomatis
jumlah rantai cabang amilopektin bercabang
dan meningkatnya jumlah rantai lurus
amilosa sebagai hasil pemutusan ikatan
cabang.
Kadar amilosa MOCAF tertinggi
pada perlakuan penambahan kultur campuran
dibanding dengan kultur tunggal sedangkan
kadar amilosa MOCAF terendah terdapat
pada perlakuan penambahan kultur
Aspergillus niger. Hal tersebut kemungkinan
dikarenakan kultur campuran yang
ditambahkan pada proses fermentasi
mempunyai aktivitas enzim tinggi yang
dihasilkan oleh BAL dan kapang yang dapat
memecah ikatan cabang amilopektin
sehingga jumlah amilosa meningkat.
c. Kadar HCN
Rerata kadar asam sianida MOCAF
setelah fermentasi berkisar antara 19,40 ppm-
33,60 ppm. Grafik pengaruh jenis kultur dan
lama fermentasi terhadap kadar HCN
MOCAF disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Pengaruh Jenis Kultur dan
Lama Fermentasi Terhadap Kadar HCN
MOCAF
Kadar HCN menurun seiring dengan
bertambahnya lama fermentasi karena
semakin bertambahnya waktu fermentasi
maka semakin meningkat pula kemampuan
enzim dalam mendegradasi linamarin
menjadi senyawa yang tidak membahayakan.
Hal ini didukung oleh Negara (2011),
semakin lama fermentasi maka kadar sianida
pada ubi kayu juga semakin menurun.
Rerata kadar HCN MOCAF terendah
yaitu pada perlakuan penambahan kultur
campuran dibanding dengan perlakuan
penambahan kultur tunggal. Hal tersebut
kemungkinan dikarenakan adanya
peningkatan aktivitas enzim linamarase yang
0,05,010,015,020,025,030,035,0
38 48
Ka
da
r A
mil
osa
(%
)
Lama fermentasi (jam)
L.plantarum
A.niger
Campuran
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
38 48
Ka
da
r H
CN
(p
pm
)
Lama Fermentasi (jam)
L.plantarum
A.niger
Campuran
dihasilkan oleh Aspergillus niger dan
Lactobacillus plantarum, sehingga
perombakan linamarin lebih optimal.
Aspergillus niger menghasilkan
aktivitas enzim β-glukosidase yang dapat
membantu enzim linamarase (endogenous)
yang berperan dalam memecah linamarin
menjadi lebih optimal. Menurut Wedhastri
(1993), kapang mempunyai aktivitas
enzimatik yang mampu menurunkan
kandungan glukosianida. Lactobacillus
plantarum menunjukkan adanya aktivitas
linamarase yang dapat mendegradasi
linamarin pada ubi kayu menjadi senyawa
yang tidak membahayakan. Menurut Meryani
dan Melani (2011), menyatakan bahwa
Lactobacillus plantarum dapat menghasilkan
enzim linamarase yang dapat menghidrolisis
linamarin.
Menurut Rolle (2007), proses
penghancuran senyawa glukosianogenik
utamanya merupakan fenomena endogenus
yang terjadi pada umbi, dimana enzim β-
glukosidase terbukti membantu linamarase
selama degradasi pada proses fermentasi.
Proses pemecahan linamarin yang terdapat
pada ubi kayu oleh enzim linamarase (β-
glukosidase) menjadi glukosa dan senyawa
aseton sianohidrin (aglikon) kemudian
melepaskan HCN dan aseton (Wilson, 2008).
d. Kadar air
Rerata kadar air dari tepung MOCAF
berkisar antara 6,88%–8,24% bk. Grafik
pengaruh jenis kultur dan lama fermentasi
terhadap kadar air disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Pengaruh Jenis Kultur dan
Lama fermentasi Terhadap Kadar Air
MOCAF
Kadar air MOCAF menurun seiring
dengan bertambahnya waktu fermentasi.
Kadar air tertinggi terdapat pada MOCAF
dengan perlakuan kultur Aspergillus niger
dengan lama fermentasi 38 jam yaitu 8,24%.
Sedangkan kadar air terendah terdapat pada
MOCAF dengan perlakuan kultur campuran
dengan lama fermentasi 48 jam yaitu 6,86%.
Selama proses fermentasi terjadi
degradasi pati pada ubi kayu yang disertai
pembentukan gula-gula sederhana dan
pelepasan air. Degradasi pati oleh mikroba
menyebabkan menurunnya kemampuan
bahan dalam mempertahankan air karena
kehilangan gugus hidroksil yang berperan
dalam menyerap air. Menurut Giraund et al.,
(1994), gugus hidroksil pada granula pati
merupakan faktor utama dalam
mempengaruhi kemampuan mempertahankan
air. Pada bahan berpati, gugus hidroksil ini
mempunyai kemampuan yang besar untuk
mempertahankan air karena struktur gugus
hidroksil yang mudah dimasuki air.
MOCAF dengan penambahan kultur
campuran mempunyai kadar air terendah. Hal
ini diduga kultur campuran mempunyai
aktivitas enzim lebih tinggi karena adanya
interaksi antara enzim selulase dan enzim
amilolitik yang dihasilkan dari kultur
Aspergillus niger dan Lactobacillus
plantarum, sehingga menyebabkan kadar pati
menurun akibatnya dapat menurunkan
kemampuan bahan dalam mempertahankan
air.
Semakin bertambahnya waktu maka
meningkat pula aktivitas enzim dalam
mendegradasi pati, sehingga semakin banyak
jumlah air terikat yang terbebaskan,
akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan
berpori. Keadaan ini menyebabkan
penguapan air selama proses pengeringan
semakin mudah, dengan demikian kadar air
tepung MOCAF semakin menurun dalam
jangka waktu pengeringan yang sama.
Menurut Mayer (1996), penurunan kadar air
disebabkan karena penguapan air terikat,
sebelum fermentasi sebagian molekul air
membentuk hidrat dengan molekul-molekul
lain yang mengandung atom oksigen,
nitrogen, karbohidrat, protein, garam-garam,
dan senyawa-senyawa organik lainnya
sehingga sukar diuapkan, namun selama
proses fermentasi berlangsung enzim-enzim
mikroba memecah karbohidrat dan senyawa-
senyawa tersebut, sehingga air yang terikat
berubah menjadi air bebas.
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
38 48
Kad
ar A
ir (
%)
Waktu Fermentasi (jam)
L.plantarum
A.niger
Campuran
3. Sifat Fisik
a. Rendemen
Rendemen tepung MOCAF
diperoleh dari hasil perbandingan antara
tepung MOCAF yang dihasilkan dengan
bahan baku tanpa kulit dikalikan 100%.
Grafik pengaruh jenis kultur dan lama
fermentasi terhadap rendemen MOCAF dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pengaruh Jenis Kultur dan Lama
Fermentasi Terhadap Rendemen MOCAF
Nilai rerata rendemen MOCAF
menurun seiring dengan jenis kultur dan
bertambahnya waktu fermentasi. MOCAF
dengan penambahan kultur campuran
mempunyai rendemen terendah dibanding
perlakuan penambahan kultur tunggal. Hal
ini diduga adanya interaksi antara kultur
Lactobacillus plantarum dan kultur
Aspergillus niger sehingga aktivitas enzim
yang dihasilkan tinggi dalam mendegradasi
pati. Menurut Oktavian (2010), penurunan
rendemen disebabkan karena selama
fermentasi pati ubi kayu mengalami
pemecahan oleh aktivitas enzim dari mikroba
menjadi senyawa yang lebih sederhana
sehingga mudah larut dalam air.
b. Viskositas
Viskositas merupakan resistensi atau
ketidakmauan bahan mengalir bila dikenai
gaya (mengalami penegangan) atau gesekan
internal dalam cairan dan merupakan suatu
ukuran terhadap kecepatan aliran. Semakin
lambat aliran berarti viskositasnya semakin
tinggi, sebaliknya semakin cepat aliran
berarti viskositasnya semakin rendah
(Kanoni, 1999). Grafik pengaruh jenis kultur
dan lama fermentasi terhadap viskositas
MOCAF dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Pengaruh Jenis Kultur dan
Lama Fermentasi Terhadap Viskositas
MOCAF.
Nilai viskositas meningkat dengan
meningkatnya lama fermentasi dan jenis
kultur. Perlakuan penambahan kultur
campuran mempunyai viskositas tertinggi
dibanding dengan fermentasi dengan
penambahan kultur tunggal, hal ini diduga
terdapat interaksi antara kultur Lactobacillus
plantarum dan Aspergillus niger sehingga
enzim yang dihasilkan mempunyai aktivitas
tinggi dalam merombak pati.
Aspergillus niger dapat
menghasilkan enzim selulase yang berperan
memecah dinding sel ubi kayu, akibatnya
pati yang terdiri dari fraksi amilosa dan
amilopektin mudah keluar granula.
Sedangkan Lactobacillus plantarum dapat
menghasilkan enzim amilolitik yang berperan
dalam pemecahan pati menjadi senyawa-
senyawa sederhana sehingga dapat
memodifikasi granula pati yang halus
menjadi berlubang-lubang. Lubang-lubang
itu memperkuat ikatan antarbutiran sehingga
adonan tidak gampang putus dan bersifat
lengket.
c. Indeks penyerapan air
Daya serap air tepung menunjukkan
kemampuan tepung tersebut dalam menyerap
air (Suarni, 2009). Daya serap air (Water
absorbtion) sangat bergantung dari produk
yang akan dihasilkan (Anonim, 2008).
Grafik daya serap air tepung MOCAF akibat
perlakuan jenis kultur dan lama fermentasi
disajikan pada Gambar 7.
0
10
20
30
40
38 48
Ren
dem
en
(%
)
Waktu Fermentasi (jam)
L.plantarum
A.niger
Campuran
0
1
2
3
4
38 48
Vis
kosi
tas
(dP
as)
Waktu Fermentasi (jam)
L.plantarum
A.niger
Campuran
Gambar 7. Grafik Pengaruh Jenis Kultur dan
Lama Fermentasi Terhadap Indeks
Penyerapan Air MOCAF.
Rerata nilai indeks penyerapan air
meningkat dengan lamanya fermentasi. Nilai
indeks penyerapan tertinggi terdapat pada
MOCAF dengan perlakuan penambahan
kultur campuran dengan lama fermentasi 48
jam yaitu 2,51 g gel/g sampel. Sedangkan
nilai indeks penyerapan air terendah terdapat
pada MOCAF dengan penambahan kultur
Aspergillus niger dengan lama fermentasi 38
jam yaitu 1,63 g gel/g sampel.
Fermentasi menyebabkan granula
pati menjadi pecah sehingga ketika
dikeringkan tepung bersifat porous dan
mudah menyerap air. Seperti yang
diungkapkan oleh Dayad (2009), yang
menyatakan bahwa struktur pati yang porous
setelah pengeringan memudahkan air untuk
meresap kedalam bahan pada waktu
rehidrasi.
d. Densitas kamba
Densitas kamba adalah perbandingan
bobot bahan dengan volume yang
ditempatinya, termasuk ruang kosong
diantara butiran bahan (Syarief, 1988).
Densitas kamba dicari dengan pengukuran
massa setiap satuan volume. Semakin tinggi
massa jenis suatu benda, maka semakin besar
pula massa setiap volumenya. Grafik
pengaruh jenis kultur dan lama fermentasi
terhadap nilai densitas kamba MOCAF
disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Pengaruh Jenis Kultur dan Lama
Fermentasi Terhadap Rerata Densitas Kamba
MOCAF
Nilai rerata densitas kamba menurun
seiring dengan lamanya fermentasi. Nilai
densitas kamba MOCAF terendah terdapat
pada perlakuan penambahan kultur
campuran, diduga perombakan sel ubi kayu
lebih maksimal karena adanya interaksi
antara kultur Lactobacillus plantarum dan
Aspergillus niger sehingga enzim yang
dihasilkan mempunyai aktivitas tinggi.
Menurut Prawira (2009), menyatakan
bahwa fermentasi mengakibatkan jaringan sel
ubi kayu menjadi rusak dan menjadikan
bahan menjadi lunak. Ketika dikeringkan air
yang terkandung didalamnya menjadi mudah
menguap. Rongga yang awalnya ditempati
air menjadi kosong sehingga bahan menjadi
porous. Akibatnya tepung MOCAF yang
dihasilkan memiliki massa yang lebih ringan.
Fermentasi juga menyebabkan
liberasi granula pati sehingga tepung yang
dihasilkan memiliki bentuk butiran (partikel)
yang tidak teratur. Menurut Jufri (2006),
bentuk partikel mempengaruhi densitas
kamba dimana partikel-pertikel dengan
bentuk irregular cenderung memiliki
porositas besar diakibatkan rongga-rongga
antar pertikel yang terisi oleh udara sehingga
nilai densitas kamba lebih kecil.
e. Kekuatan pembengkakan
Kekuatan pembengkakan dihitung dengan
membandingkan berat endapan granula pati
yang telah dipanaskan dibandingkan dengan
berat sampel awal dan dinyatakan dalam
persen. Grafik pengaruh jenis kultur dan
lama fermentasi terhadap kekuatan
pembengkakan MOCAF dapat dilihat pada
Gambar 9.
Gambar 9. Grafik Pengaruh Jenis Kultur dan
Lama Fermentasi Terhadap Kekuatan
Pembengkakan MOCAF
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
38 48
WA
I (g
ge
l/g
sa
mp
el)
lama fermentasi (jam)
L.plantarum
A.niger
campuran
0,4
0,45
0,5
0,55
38 48
Bu
lk D
en
sity
(m
l/g)
Wama Fermentasi (jam)
L.plantarum
A.niger
Campuran
300,0
320,0
340,0
360,0
380,0
400,0
420,0
38 48
Sw
ell
ing
(%
)
Lama fermentasi (jam)
L.plantarum
A.niger
Campuran
Nilai kekuatan pembengkakan
meningkat seiring dengan lamanya
fermentasi. Proses pemanasan tepung akan
menyebabkan granula semakin membengkak
karena penyerapan air semakin banyak. Suhu
dimana pembengkakan maksimal tersebut
dengan suhu gelatinisasi. Pengembangan
granula pati juga disebabkan masuknya air
kedalam granula dan terperangkap pada
susunan molekul-molekul penyusun pati.
Mekanisme pengembangan tersebut
disebabkan karena molekul-molekul amilosa
dan amilopektin secara fisik hanya bertahan
oleh adanya ikatan hidrogen lemah. Atom
hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik
pada muatan negatif atom oksigen dari gugus
hidroksil yang lain. Bila suhu suspensi naik,
maka ikatan hidrogen makin lemah,
sedangkan energi kinetik molekul-molekul
air meningkat memperlemah ikatan hidrogen
antar molekul air.
Menurut Chanapamokhot and
Thongngam (2007) menjelaskan bahwa,
kekuatan pembengkakan pada tepung
menggambarkan kemampuan pati
berinteraksi dengan molekul air. Hal ini
didukung oleh Rooney dan Pflugfelder
(1986) bahwa, pemanasan pada pati dengan
adanya air bisa menyebabkan granula pati
secara cepat mengembang dan ikatan
intermolekuler hidrogen terlepas dan air akan
berikatan dengan molekul pati. Earlingen et
al., (1997) dalam Adebowale et al., (2005)
menyatakan bahwa, penurunan kekuatan
pembengkakan bisa disebabkan oleh
perubahan bentuk dari amorphous amilosa
kedalam bentuk helix, bentuk ini akan
meningkatkan interaksi antara rantai amilosa
amorphous dan membuat sebuah perubahan
didalam interaksi antara pembentukan kristal
dan matriks amorp.
MOCAF dengan perlakuan
penambahan kultur campuran mempunyai
nilai kekuatan pembengkakan tertinggi
dibanding dengan perlakuan dengan
penambahan kultur tunggal. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan karena adanya
interaksi antara kedua kultur Aspergillus
niger dan kultur Lactobacillus plantarum,
sehingga enzim yang dihasilkan mempunyai
aktivitas yang tinggi dalam perombakan pati
ubi kayu. Pemecahan pati menyebabkan
granula pati menjadi porous yang mudah
menyerap air dan pada saat pati dipanaskan
akan mudah mengembang.
f. Warna kecerahan (L*)
Grafik pengaruh jenis kultur dan lama
fermentasi terhadap warna kecerahan
MOCAF disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Pengaruh Jenis Kultur
dan Lama Fermentasi Terhadap Warna
Kecerahan (L*) MOCAF
Rerata nilai warna kecerahan (L*)
tertinggi pada MOCAF dengan perlakuan
penambahan kultur campuran yaitu 78,65%,
diduga adanya interaksi antara kultur
Lactobacillus plantarun dan Aspergillus
niger sehingga enzim yang dihasilkan
mempunyai aktivitas yang tinggi dalam
mendegradasi senyawa penimbul warna dan
protein saat fermentasi. Menurut Sobawale
(2007), proses fermentasi dapat
menghilangkan kadar protein ubi kayu yang
dapat menyebabkan warna kecoklatan saat
pengeringan.
Fermentasi juga mengakibatkan
terhambatnya reaksi pencoklatan non
enzimatis (maillard). Fardiaz (1992)
menyatakan bahwa, reaksi pencoklatan non
enzimatis (maillard) terjadi bila gula
pereduksi bereaksi dengan senyawa-senyawa
yang mempunyai gugus NH2 (protein, asam
amino, peptide, dan ammonium). Reaksi
maillard terjadi bila bahan pangan
dipanaskan dan atau didehidrasi
4. Penentuan Perlakuan Terbaik
Pemilihan terbaik MOCAF
ditentukan melalui metode Multiple Attribute
(Zeleny, 1982).
MOCAF perlakuan terbaik terdapat
pada perlakuam jenis kultur campuran
dengan fermentasi 48 jam dengan
karakteristik sebagai berikut : kadar pati
74,3%, kadar amilosa 29,20%, kadar air
6,86%, kadar HCN 19,40 ppm rendemen
72,00
73,00
74,00
75,00
76,00
77,00
78,00
79,00
80,00
81,00
38 48
Wa
rna
(%
)
Lama fermentasi (jam)
L.plantarum
A.niger
campuran
24,04%, indeks penyerapan air 2,51 g gel/g
sampel, kakuatan pembengkakan 408,19%,
densitas kamba 0,46%, tingkat kecerahan
(L*) 80,03, dan viskositas 3,23 d.Pas.
5. Analisa Mikroskopis
Analisa mikroskopik pada MOCAF
perlakuan terbaik dan tepung ubi kayu tanpa
fermentasi pada perbesaran 400x, dapat
dilihat pada Gambar 11 dan 12
Gambar 11. Granula Tepung Ubi Kayu
Gambar 12. Granula MOCAF perlakuan
terbaik
Gambar mikroskopik menunjukkan
bahwa pada tepung ubi kayu tanpa fermentasi
tidak terjadi pemecahan pada granula pati.
Sedangkan pada MOCAF perlakuan terbaik
terjadi pemecahan granula pati (granula pati
terlihat membuka). Menurut Wang et al.,
(1996), degradasi pati dapat menyebabkan
permukaan granula pati mengalami erosi dan
menyebabkan permukaannya menjadi besar.
Selama fermentasi BAL dan kapang
menghasilkan enzim amilolitik dan selulase
yang dapat memecah dinding sel ubi kayu,
sehingga granula pati menjadi terbuka dan
secara mikroskopis terlihat granula pati
membengkak. Menurut Subagio, dkk (2006),
selama fermentasi BAL dapat menghasilkan
enzim amilase yang dapat menghidrolisis pati
ubi kayu, sehingga permukaan granula pati
menjadi berlubang.
KESIMPULAN
Perlakuan jenis kultur dan lama
fermentasi pada pembuatan MOCAF
berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap sifat
kimia dan sifat fisik MOCAF. MOCAF
terbaik dihasilkan dari penambahan kultur
campuran (Lactobacillus plantarum dan
Aspergillus niger) dengan lama fermentasi 48
jam. Karakteristik MOCAF terbaik adalah
sebagai berikut: kadar pati 74,3%, kadar
amilosa 29,20%, kadar air 6,86%, kadar
HCN 19,40 ppm rendemen 24,04%, indeks
penyerapan air 2,51 g gel/g sampel, kakuatan
pembengkakan 408,19%, densitas kamba
0,46%, tingkat kecerahan (L*) 80,03, dan
viskositas 3,23 d.Pas. MOCAF yang
dihasilkan dari pengaruh jenis kultur
campuran dan lama fermentasi 48 jam
mempunyai hasil lebih baik daripada kontrol
(tepung ubi kayu tanpa fermentasi).
SARAN
Diperlukan adanya penelitian MOCAF
dengan menggunakan berbagai jenis ubi
kayudan diharapkan dapat dilakukan
penelitian lanjutan mengenai aplikasi
MOCAF dalam pembuatan berbagai
makanan yang berbahan dasar tepung.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Singkong.
http://id.wikipedia.org/wiki/singkong
. Tanggal akses 25 Februari 2011
Anonim. 2008. Ubi Kayu.
http://www.w3.org/TR/xhtml-
strict.tdt. Tanggal akses 25 Februari
2011
Basrawi. 2008. Nilai Strategi Pangan
Lokal. http://harianjoglosemar.com.
Tanggal akses 12 Mei 2011.
Fardiaz, S. 1992. Analisis Mikrobiologi
Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB.
Bogor
Giraund, E, A. Brauman, S. Keleke, L.
Goselin, and M. Raimbault. 1994. A
Lactic Acid Bacterium with
Potencial Aplication in Cassava
Fermentation. Cassava Flour and
Starch: Progress in Reseacrh and
Development. Chapter 24.
Kanoni. 1999. Hand Out Pengetahuan
Bahan (Viskositas). TPHP UGM.
Yogyakarta.
Mayer, L. H. 1996. Food Chemistry.
The AVI pulb.,co.,inc., wesrport
connection
Meryandini, Anja. Melani, Vitria and
Sunarti, T.C. 2011. Addition of
Cellulolitic Bacteria to Improve
the Quality of Fermented Cassava
Flour. Journal. Bogor Agricultural
University. Bogor
Oktavian, Putra. 2010. Perubahan
Karakteristik Fisiko Kimia Mocal
(Modified cassava flour) selama
Fermentasi (Kajian Lama Proses
Fermentasi). Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Prawira, M. Iqbal. 2009. Karakteristik
Tepung Sorgum Coklat
(Shorghumbicolor L. Moench)
Hasil Fermentasi dengan Metode
Tempe dan Ampok. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang
Rolle, R. 2001. Enzyme Aplication for
Agro-Processing in Developing
Countries: An Inventory of
Current and Potential Application.
Agricultural Industries Officer
Sobawale, A.O., Olurin, T.O., and
Oyewale, O.B. 2007. Effek of Lactic
Acid Bakteria Starter Culture
fermentation of Cassava and
Sensory Characteristicsof Fufu
Flour.
http://www.academicjournals.org/AJ
B. Tanggal akses 13 Februari 2011.
Subagio. 2006. Ubi Kayu Substitusi
Berbagai Tepung-tepungan. Vol 1-
Edisi 3 Food Review (April, 2006):
hal 18-22
Sudarmadji, S.B., Haryono dan Suhardi.
1997. Prosedur Analisa untuk
Bahan Makanan dan Pertanian. PT. Liberty. Yogyakarta.
Wedhastari, S. 2007. Perilaku
Aspergillus oryzae, A. sojae,
Rhizopus oligosporus, dan R.
oryzae pada Kadar Glukosida
Sianogen Biji Koro Benguk
(Mucuna puriens, D.C). Fakultas
Pertanian UGM. Yogyakarta
Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria
Decision Making. Mc Graw Hill
Basic Company. New York.