208715122-dermatomikosis
DESCRIPTION
dermatomikosisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kulit merupakan organ terluar yang membatasi manusia dan
lingkungannya. Kulit mudah dilihat dan diraba serta berperan dalam
menjamin kelangsungan hidup (Wasitaatmadja, 2010). Fungsi utama kulit adalah
melindungi, absorpsi, ekskresi, persepsi, regulasi suhu tubuh, pembentukan
vitamin D, dan keratinisasi. Begitu pentingnya kulit, selain menjamin
kelangsungan hidup juga mempunyai fungsi lain yaitu estetik (menyokong
penampilan), ras, indikator sistemik, dan sarana komunikasi nonverbal antar
individu (Wasitaatmadja, 2010).
Kulit manusia rentan terhadap hama. Kulit yang steril hanya didapatkan
pada waktu yang singkat yaitu setelah lahir. Hal ini disebabkan permukaan kulit
banyak mengandung nutrisi untuk pertumbuhan organisme, antara lain
lemak, bahan- bahan yang mengandung nitrogen, mineral, dan lain-lain yang
merupakan hasil ekstra dari proses keratinisasi atau merupakan hasil
apendiks kulit (Wiryadi, 2010). Menurut Nairn (2007), hanya sedikit
mikroorganisme yang mampu menembus kulit intak, tetapi banyak yang dapat
memasuki kelenjar keringat (kelenjar sebasea) dan folikel rambut serta
menetap disana. Daya tahan kulit manusia bervariasi sesuai usia. Anak-anak
sangat rentan infeksi kurap. Setelah pubertas, daya tahan terhadap penyakit kulit
ini meningkat jelas seiring meningkatnya kandungan asam lemak jenuh dalam
sekret sebasea.
Data Profil Kesehatan Indonesia 2008 menunjukkan bahwa distribusi
pasien rawat jalan menurut International Classification of Diseases - 10 (ICD-10)
di rumah sakit di Indonesia tahun 2008 dengan golongan sebab sakit “Penyakit
Kulit dan Jaringan Subkutan” terdapat sebanyak 64.557 pasien baru (Depkes,
2009). Penyakit kulit semakin berkembang, hal ini dibuktikan dari data Profil
Kesehatan Indonesia 2010 yang menunjukkan bahwa penyakit kulit dan jaringan
subkutan menjadi peringkat ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien
rawat jalan di rumah sakit se-Indonesia berdasarkan jumlah
1
kunjungan yaitu sebanyak 192.414 kunjungan dan 122.076 kunjungan
diantaranya merupakan kasus baru (Kemenkes,2011). Hal ini menunjukkan
bahwa penyakit kulit masih sangat dominan terjadi di Indonesia.
Penyakit kulit yang disebabkan infeksi jamur atau
dermatomikosis merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara tropis yang
disebabkan udara yang lembab yang mendukung berkembangnya penyakit jamur
(Putra, 2008). Penelitian Rusetianti (2004) menunjukkan bahwa dermatomikosis
selalu menjadi 10 besar penyakit terbanyak di poliklinik rawat jalan dan menjadi
peringkat pertama pada tahun 1999 serta peringkat ketiga pada tahun 2003. Hasil
penelitian Mulyani (2011) juga menunjukkan bahwa penyakit
dermatomikosis menjadi urutan pertama dibandingkan dengan penyakit kulit
lainnya di RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan pada bulan Juli – September
2010 dengan pasien sebanyak 140 orang serta kunjungan rata-rata pasien perhari
40% dari penyakit lainnya.
Menurut Budimulja (2010), penyakit akibat infeksi jamur (mikosis)
terbagi atas mikosis superfisialis dan mikosis profunda. Klasifikasi lain
menurut Jain (2012), infeksi jamur dibagi menjadi infeksi superficial
(menginvasi stratum korneum, rambut, dan kuku), subcutaneous (biasanya
karena implantasi), dan deep (sistemik).
Menurut Utama (2004) dalam Mulyani (2011), penyakit Dermatomikosis
Superfisialis (mikosis superfisialis) menjadi penyakit yang paling
banyak dijumpai di semua lapisan masyarakat yang terjadi pada kulit, rambut,
kuku, dan selaput lendir. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Samuel,
Adekunle, dan Ogundipe (2013) tentang dermatomikosis yang menunjukkan
bahwa jamur golongan dermatofit, penyebab dermatofitosis yang merupakan
bagian dari infeksi superfisial, mendominasi hasil isolasi jamur yang mereka
lakukan yaitu sebanyak 188 temuan sedangkan jamur penyebab infeksi sistemik
hanya sebanyak 26 temuan.
Penjabaran lebih spesifik dari penelitian lain berdasarkan data
kunjungan rawat jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito tahun 1999
dan 2003 menunjukkan bahwa tinea kruris merupakan penyakit dermatofitosis
2
terbanyak dijumpai dengan kunjungan penderita baru dan lama berjumlah
641 pada tahun 1999 dan kunjungan penderita baru dan lama berjumlah
291 orang pada tahun 2003 (Rusetianti, 2004). Sementara itu hasil penelitian
lain yang dilakukan Panjaitan (2008) menunjukkan tinea imbrikata yang
menjadi dominan terjadi di Kabupaten Waringin Timur dengan prevalensi
2,45 % dari populasi di dua Kecamatan, namun di beberapa desa dengan
tingkat sosial ekonomi yang rendah menunjukkan prevalensi tinea imbrikata
jauh lebih tinggi yaitu berkisar 17% - 20%. Hal yang berbeda diungkapkan
dalam hasil penelitian K et al (2012) di Ahmedabad yang memperlihatkan
bahwa pada umumnya paling banyak kejadian penyakit yang diakibatkan
tinea korporis dengan insidensi sebesar 52,78% yang selanjutnya tinea kruris
sebesar 15,65%, pitiriasis versikolor sebesar 12,47%.
Venugopal dan Venugopal (1992) di dalam Gopichand, Babulal, dan
Madhukar (2013) menyatakan bahwa tinea kapitis dan tinea korporis lebih
cenderung terjadi pada anak-anak sedangkan tinea unguium, tinea pedis,
dan pitiriasis versikolor lebih umum terjadi pada orang dewasa. Hal yang
tidak jauh berbeda diungkapkan Gautam, Dekate, dan Padhye (2011),
pitiriasis versikolor pada umumnya terjadi pada orang dewasa yang terjadi di
sekitar tubuh.
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Dermatomikosis
Dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa
yang disebabkan infeksi jamur (Mawarli, 2000).
Dermatomikosis mempunyai arti umum, yaitu semua penyakit jamur
yang menyerang kulit (Juanda, 2005).
2.2. Etiologi Dermatomikois
Dermatofit merupakan kelompok fungi patogen terbesar pada manusia.
Ada tiga genera penyebab dermatomikosis yaitu; Trichophyton, Microsporum,
dan Epidermophyton. Fase aseksual pada kapang-kapang tersebut menghasilkan
mikrokonidia amerospora ( hanya satu sel ) yang tidak berpigmen, berbentuk
seperti tetesan air mata, dan berdinding halus. Di samping itu juga dihasilkan
makro-konidia yang terbentuk pada bagian tepi atau pada ujung hifa, berbentuk
silindris atau seperti cerutu, berdinding halus atau kasar, dan bersepta lebih dari
satu.
Ketiga genera tersebut dapat dibedakan dari tipe konidia yang dihasilkan.
Trichophyton dan Microsporum memiliki mikrokonidia dan makrokonidia,
sedangkan Epidermophyton tidak memiliki mikrokonidia. Makrokonidia pada
Microsporum berdinding kasar dan halus serupa dengan Trichophyton.
4
Trichophyton dan Microsporum adalah Ascomycetes. Fase seksual ( teleomorf )
pada Trichophyton adalah genus Nannizzia. Kapang-kapang tersebut bersifat
keratinofilik, yaitu menyerang rambut, kulit, dan kuku. Mikosis tersebut juga
ditemukan pada hewan, misalnya Trichophyton mentagrophytes ditemukan pada
binatang mengerat, Trichophyton verrucosum pada ternak, dan Microsporum
canis pada anjing.
2.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi Dermatomikosis.
Faktor yang mempengaruhi adalah :
a. Udara yang lembab
b. Lingkungan yang padat
c. Sosial ekonomi yang rendah
d. Adanya sumber penularan disekitarnya
e. Sering berkontak dengan tanah, air, binatang
f. Pakaian berlapis / tidak menyerap keringat
g. Obesitas
h. Penyakit sistemik
i. Penggunaan steroid
j. Sistem imun tubuh
k. Higienitas dan gizi kurang
2.4. Klasifikasi Dermatomikosis
Ada dua golongan jamur yang menyebabkan mikosis superfisialis yaitu non
dermatofita dan dermatofita
Jamur Lokasi Penyakit
Dermatofita
Microsporum canis rambut, kulit
Microsporum audouini rambut
Microsporun gypseum kulit, rambut
Trychophyton tonsurans rambut, kulit, buku
Trychophyton rubrum rambut, kulit, kuku
Trychophyton mentagrophytes rambut, kulit
5
Trychophyton violaceum Rambut,kulit,kuku
Epidermophyton flocosum kulit
Non-Dermatofita
Pityrosporum orbiculare kulit Tinea vesikolor
(Malasezia furfur)
Clasdoporium werneckii kulit Tinea nigra
Piedraia rambut Piedra hitam
Trichosporon beigelii rambut Piedra putih
a. Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang menjadi
zat tanduk, seperti kuku, rambut, dan sratum korneum pada epidermis yang
disebabkan oleh jamur dermatofita (Mawarli, 2000).
Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit (species
microsporum, trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang epidermis
bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan rambut. Microsporum
menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang rambut, kulit dan
kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku (Sutomo, 2007).
Menurut Emmons, 1994 (dalam Juanda, 2005) dermatofita penyebab
dermatofitosis.
Golongan jamur ini bersifat mencernakan keratin, dermatifita termasuk
kelas fungi imperfecti. Gambaran klinik jamur dermatofita menyebabkan
beberapa bentuk klinik yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan
klinis yang
berbeda tergantung lokasi anatominya.
Bentuk – Bentuk gejala klinis Dermatofitosis
6
1) Tinea Kapitis
Adalah kelainan kulit pada daerah kepala rambut yang disebabkan jamur
golongan dermatofita. Disebabkan oleh species dermatofita trichophyton dan
microsporum. Gambaran klinik keluhan penderita berupa bercak pada kepala,
gatal sering disertai rambut rontok ditempat lesi. Ditemukan juga Grey patch ring
worm, kerion, blck dot, dan favus.
Mikosis pada rambut dapat dibedakan sebagai penyakit rambut ;
(a) ektoriks (fungi ada di bagian luar rambut) misalnya; Microsporum audouinii,
M, canis, M. ferrugineum, Trichophyton verrucosum, T. mentagrophytes, T.
megnini, dan T. rubrum.
(b) endotriks (fungi ada di dalam rambut) misalnya; Trichophyton tonsurans, t.
violaceum, T. soudanensis, T. gourvilli, dan T. youndei.
7
Penyakit favus disebabkan oleh T. schoenleinii, yaitu skutula dibentuk di
dalam folikel rambut, sedangkan hifa tumbuh di dalam rambut. (Tan et al., 1994)
Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinis, pemeriksaan lampu wood
dan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, pada pemeriksaan mikroskopis
terlihat spora diluar rambut atau didalam rambut.
Pengobatan pada anak peroral griseofulvin 10-25 mg/kg BB perhari,
pada dewasa 500 mg/hr selama 6 minggu.
2) Tinea Favosa
Adalah infeksi jamur kronis terutama oleh trychophiton schoen lini,
trychophithon violaceum, dan microsporum gypseum. Penyakit ini mirip tinea
kapitis yang ditandai oleh skutula warna kekuningan bau seperti tikus pada
kulit kepala, lesi menjadi sikatrik alopecia permanen. Gambaran klinik mulai
dari gambaran ringan berupa kemerahan pada kulit kepala dan terkenanya
folikel rambut tanpa kerontokan hingga skutula dan kerontokan rambut serta
lesi menjadi lebih merah dan luas kemudian terjadi kerontokan lebih
luas, kulit mengalami atropi sembuh dengan jaringan parut permanen.
Diagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis langsung. Prinsip
pengobatan tinea favosa sama dengan pengobatan tinea kapitis yaitu
pengobatan pada anak peroral griseofulvin 10-25 mg/kg BB perhari, pada
dewasa 500 mg/hr selama 6 minggu. Higienitas harus dijaga.
2) Tinea Korporis
8
Adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (globurus skin) di
daerah muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab tersering adalah T.
rubrum dan T. mentagropytes. Gambaran klinik biasanya berupa lesi terdiri atas
bermacam-macam efloresensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular,
arsinar, atau polisiklik, bagian tepi lebih aktif dengan tanda peradangan lebih
jelas. Daerah sentral biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara tepi
lesi meluas sampai ke perifer. Kadang bagian tengahnya tidak menyembuh,
tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang
besar.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan lokalisasinya serta
kerokan kulit dengan mikroskop langsung dengan larutan KOH 10-20% untuk
melihat hifa atau spora jamur.
Pengobatan sistemik berupa griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4
minggu, itrakenazol 100mg sehari selama 2 minggu, obat topikal salep
whitfield.
4) Tinea Imbrikata
Adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita yang memberikan
gambaran khas berupa lesi bersisik yang melingkar- lingkar dan gatal.
Disebabkan oleh dermatofita T. concentricum. Gambaran klinik dapat
menyerang seluruh permukaan kulit halus, sehingga sering digolongkan dalam
tinea korporis. Lesi bermula sebagai makula eritematosa yang gatal,
kemudian timbul skuama agak tebal terletak konsensif dengan susunan seperti
genting, lesi tambah melebar tanpa meninggalkan penyembuhan dibagian
tangahnya.
Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas berupa lesi konsentris.
Pengobatan sistemik griseofulvin 500 mg sehari selama 4 minggu, sering
kambuh setelah pengobatan sehingga memerlukan pengobatan ulang yang
lebih lama, ketokonazol 200 mg sehari, obat topikal tidak begitu efektif karena
daerah yang terserang luas.
9
5) Tinea Kruris
Adalah penyakit jamur dermatifita didaerah lipat paha, genitalia dan
sekitar anus, yang dapat meluas kebokong dan perut bagian bawah.
Penyebab E. floccosum, kadang-kadang disebabkan oleh T. rubrum. Gambaran
klinik lesi simetris dilipat paha kanan dan kiri mula-mula lesi berupa bercak
eritematosa, gatal lama kelamaan meluas sehingga dapat meliputi scrotum,
pubis ditutupi skuama, kadang-kadang disertai banyak vesikel-vesikel kecil.
Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur
pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis langsung memakai larutan
KOH 10-20%.
Pengobatan sistemik griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 minggu,
ketokonazol, obat topikal salp whitefield, tolsiklat, haloprogin,
siklopiroksolamin, derivat azol dan naftifin HCL.
6) Tinea Manus et Pedis
10
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita
didaerah kilit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari
tangan dan kaki serta daerah interdigital. Penyebab tersering T. rubrum, T.
mentagrophytes, E. floccosum. Gambaran klinik ada 3 bentuk klinis yang
sering dijumpai yaitu:
(a) Bentuk intertriginosa berupa maserasi, deskuamasi, dan erosi pada
sela jari tampak warna keputihan basah terjadi fisura terasa nyeri bila
disentuh, lesi dapat meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki lesi sering
mulai dari sela jari III, IV dan V.
(b) Bentuk vesikular akut ditandai terbentuknya vesikula-vesikula dan bila
terletak agak dalam dibawah kulit sangat gatal, lokasi yang yang sering adalah
telapak kaki bagian tengah melebar serta vesikulanya memecah.
(c) Bentuk moccasin foot pada bentuk ini seluruh kaki dan telapak tepi
sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan berskuama, eritema biasanya
ringan terutama terlihat pada bagian tepi lesi.
Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinik dan pemeriksaan kerokan
kulit dengan larutan KOH 10-20% yang menunjukkan elemen jamur.
Pengobatan cukup topikal saja dengan obat-obat anti jamur untuk
interdigital dan vesikular selama 4-6 minggu.
7) Tinea unguium
11
Adalah kelainan kuku yang disebabkan infeksi jamur dermatofita. Penyebab
tersering adalah T. mentagrophites, T. rubrum. Gambaran klinik biasanya
menyertai tinea pedis atau manus penderita berupa kuku menjadi rusak
warna menjadi suram tergantung penyebabnya, destruksi kuku mulai dari
dista, lateral, ataupun keseluruhan.
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan
permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari pangkal
kuku, Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia trikofita bila
dimulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi,
rapuh dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku tampak adanya
detritus yang banyak mengandung elemen jamur.
Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis pada pemeriksaan kerokan
kuku dengan KOH 10-20 % atau biakan untuk menemukan elemen jamur.
Pengobatan infeksi kuku memerlukan ketekunan, pengertian kerjasama dan
kepercayaan penderita dengan dokter karena pengobatan sulit dan lama.
Pemberian griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 bulan untuk jari tangan untuk
jari kaki 9-12 bulan. Obat topical dapat diberikan dalam bentuk losion atau
krim.
8) Kandidiasis
Adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur
intermediate yang menyerang kulit, kuku, selaput lendir dan alat- alat dalam.
Penyebab jamur golongan candida yang patogen dan merupakan kandidiasis
12
adalah candida albicans. Gambaran klinik berbentuk kandidiasis sistemik dan
lokal.
K a nd i d i as is lo k a l t e r d i r i d a r i:
(a) Kandidiasis oral dimana kelainan ini sering terjadi pada bayi berupa
bercak putih seperti membran pada mukosa mulut dan lidah bila membran
tersebut diangkat tampak dasar kemerahan dan erosif.
(b) Perleche berupa retakan sudut mulut, pedih dan nyeri bila tersentuh
makanan atau air.
(c) Kandidiasis vaginal kelainan berupa bercak putih diatas mukosa yang
eritematosa erosif, mulai dari servik sampai introitus vagina, didapatkan
fluor albus putih kekuningan disertai semacam butiran tepung kadan seperti
susu pecah terasa gatal serta dispareuni karena ada erosi.
(d) Balanitis biasanya terjadi pada laki-laki yang tidak sunat, terasa gatal
disertai timbulnya membran atau bercak putih pada gland penis.
K a nd i di as is ku l it t e r di r i d a r i:
13
(a) Kandidiasis intertriginosa sering terjadi pada orang gemuk
menyerang lipatan kulit yang besar seperti inguinal, aksila, lipat payudara,
yang khas adalah bercak kemerahan agak lebar dengan dikelilingi oleh lesi-lesi
satelit.
(b) Kandidiasis kuku infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitar
terasa nyeri dan peradangan sekitar, kuku rusak dan menebal lesi berwarna
kehijauan.
(c) Kandidiasis granulomatosa bentuk ini jarang dijumpai, manifestasi
berupa granuloma terjadi akibat penumpukan krusta serta hipertropi
setempat, biasa terdapat dikepala atau ektremitas.
(d) Kandidid adalah suatu alergi terhadap elemen jamur atau metabolit
candida SSP.
Diagnosis dengan pemeriksaan langsung kerokan kulit atau usap
mukokutan dengan larutan KOH 10% atau pewarnaan gram yang terlihat sel
ragi, blastospora atau hifa semu. Pengobatan kandidiasis kulit dan kandidiasis
selaput lendir yang lokal dengan memberi obat anti jamur topikal.
Pengobatan kandidiasis oral berupa lozenges atau oral gel yang
mengandung nistatin atau mikonazole, pengobatan kandidiasis vaginal obat
yang dipakai adalh preparat khusus intravaginal yang mengandung imidasol
selama 1-5 hari, terapi oral juga diberikan 1-5 hari.
14
Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh lesi
tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur topikal.
walaupun pengobatan topikal pada kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan
biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk sembuh. Infeksi dermatofitosis yang
kronik atau luas, tinea dengan implamasi akut dan tipe "moccasin" atau tipe
kering jenis t.rubrum termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga
membutuhkan terapi sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi
hendaknya diperoleh sebelum terapi sistemik antijamur dimulai. Pengobatan oral,
yang dipilih untuk dermatofitosis adalah;
Infeksi Rekomendasi Alternatif
Tinea unguium
(Onychomycosis)
Terbinafine 250
mg/hr 6 minggu
untuk kuku jari
tangan, 12 minggu
untuk kuku jari kaki
Itraconazole 200 mg/hr /3-5
bulan atau 400 mg/hr seminggu
per bulan selama 3-4 bulan
berturut-turut.
Fluconazole 150-300 mg/ mgg
s.d sembuh (6-12 bln)
Griseofulvin 500-1000 mg/hr
s.d sembuh (12-18 bulan)
Tinea capitis Griseofulvin
500mg/day
(≥ 10mg/kgBB/hari)
sampai sembuh (6-8
minggu)
Terbinafine 250 mg/hr/4 mgg
Itraconazole 100 mg/hr/4mgg
Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg
Tinea corporis Griseofulvin 500
mg/hr sampai
sembuh (4-6
minggu), sering
dikombinasikan
dengan imidazol.
Terbinafine 250 mg/hr selama
2-4 minggu Itraconazole 100
mg/hr selama 15 hr atau
200mg/hr selama 1 mgg.
Fluconazole 150-300 mg/mggu
selama 4 mgg.
Tinea cruris Griseofulvin 500
mg/hr sampai
Terbinafine 250 mg/hr selama
2-4 mgg Itraconazole 100 mg/hr
15
sembuh (4-6
minggu)
selama 15 hr atau 200 mg/hr
selama 1 mgg. Fluconazole 150-
300 mg/hr selama 4 mgg.
Tinea pedis Griseofulvin
500mg/hr sampai
sembuh (4-6
minggu)
Terbinafine 250 mg/hr selama
2-4 mgg Itraconazole 100 mg/hr
selama 15 hr atau 200mg/hr
selama 1 mgg. Fluconazole 150-
300 mg/mgg selama 4 mgg.
Chronic and/or
widespread
non-responsive
tinea.
Terbinafine 250
mg/hr selama 4-6
minggu
Itraconazole 200 mg/hr selama
4-6 mgg. Griseofulvin 500-1000
mg/hr sampai sembuh (3-6
bulan).
b. Non Dermatofitosis
Pitiriasis versikolor (Panau)
Adalah penyakit jamur superfisial yang kronik biasanya tidak
memberikan keluhan subjektif berupa bercak skuama halus warna putih
sampai coklat hitam, meliputi badan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat
paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut. Menurut
Ballon (1889) dan Juanda (2005) Disebabkan oleh malassezia furfur robin.
Gambaran klinik kelainan terlihat bercak- bercak warna warni, bentuk
teratur sampai tidak teratur batas jelas sampai difus kadang penderita merasa
gatal ringan.
Diagnosis pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH
20% terlihat campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat
berkelompok.
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh tekun dan konsisten. Obat yang
dapat dipakai suspensi selenium sulfida ( selsun ) dipakai sebagai sampo 2-3x
seminggu. Obat lain derivat azol misal mikonazole, jika sulit disembuhkan
ketokonazole dapat dipertimbangkan dengan dosis 1x 200 mg sehari selama 10
minggu.
16
Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit
Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid sistemik
sebagai antiinflamasi, yakni prednisone 3x5 mg atau prednisolone 3x4 mg sehari
selama dua minggu, bersamaaan dengan pemberian grisiofulvine yang diberikan
berlanjut 2 minggu setelah lesi hilang. Terbinafine juga diberikan sebagai
pengganti griseofulvine selama 2-3 minggu dosis 62,5-250 mg sehari tergantung
berat badan.
Efek samping griseofulvine jarang dijumpai, yang merupakan keluhan
utama ialah sefalgia yang didapati pada 15% penderita. Efek samping lain berupa
gangguan traktus digestifus yaitu: nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut
bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.
Efek samping terbinafine ditemukan kira-kira 10% penderita, yang
tersering gangguan gastrointestinal diantaranya nausea, vomitus, nyeri lambung,
diarea, konstipasi, umumnya ringan. Efek samping lain berupa ganguan
pengecapan, persentasinya kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian atau
keseluruhan setelah beberapa minggu minum obat dan hanya bersifat sementara.
Sefalgia ringan dilaporrkan pula 3,3%-7% kasus.
Pada kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan ketokonazol
sebagai terapi sistemik 200 mg per hari selam 10 hari sampai 2 minggu pada pagi
hari setelah makan. Ketokonazol kontraindikasi untuk kelainan hepar.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perbedaan antara dermatofitosis dan nondermatofitosis adalah disebabkan
karena letak infeksinya pada kulit. Golongan dermatofitosis menyerang atau
menimbulkan kelainan di dalam epidermidis mulai dari stratum komeum sampai
stratum basalis, sedangkan golongan non-dermatofitosis hanya bagian
superfisialis dari epidermidis. Hal ini disebabkan karena dermatofitosis
mempunyai afinitas tehadap keratin yang terdapat pada epidermidis, rambut,
kuku, sehingga infeksinya lebih dalam.
3.2 Edukasi
Menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi, kucing, anjing,
ataupun kontak dengan pasien lain
Menggunakan handuk berbeda untuk bagian yang terkena jamur dan yang
tidak terkena
Keringkan badan dengan baik setelah mandi
Meningkatkan hygiene
Menghindari fokal infeksi di tempat lain (mis: kuku, kaki)
Mengurangi kelembapan tubuh:
Hindari pakaian ketat
Hindari pakaian berbahan karet, nylon
Memperbaiki ventilasi rumah
Menghindari berkeringat berlebihan
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, editor Hamzah Mochtar,
AisahSiti. Ed.5. Jakarta. pp: 189
2. Graham-Brown, Robin. 2008. Dermatologi. Ed.8. Jakarta : Erlangga. pp:33-34
3. Budi mulja, U : Mikosis. Dalam ilmu penyakit kulit dan kelamin, Jakarta FK
UI. 1987: 84-88
19