205-209-1-pb

5
Artikel Penelitian Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011 Validitas Kadar Laktat Darah dalam Mendeteksi Kebocoran Plasma pada Infeksi Virus Dengue Anak Dicky Santosa, Enny Harliany Alwi, Ponpon S. Idjradinata Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung Abstrak: Infeksi virus dengue merupakan penyakit virus tropis yang sering menyerang manusia di seluruh dunia sampai saat ini. Perbedaan antara DBD dan DD adalah adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang mendadak pada DBD, mengakibatkan terjadinya rembesan plasma, viskositas darah meningkat, terjadi penurunan aliran darah, gangguan mikrosirkulasi dan perfusi jaringan, serta penurunan hantaran oksigen dan suplai nutrisi ke organ-organ tubuh sehingga menyebabkan metabolisme anaerob dengan penimbunan asam laktat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas kadar laktat darah dalam mendeteksi kebocoran plasma akibat infeksi virus dengue pada anak. Penelitian dilakukan selama bulan Januari-Februari 2010. Metode penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian terdiri dari 60 orang anak berusia <14 tahun yang menderita infeksi virus dengue berdasarkan kriteria WHO 1997 yang datang ke Unit Gawat Darurat dan Poliklinik Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pengambilan sampel darah dilakukan untuk memeriksa laktat darah dan hematokrit. Nilai titik potong sensitivitas dan spesifisitas yang optimal ditentukan dengan kurva ROC. Nilai titik potong kadar laktat darah >2,4 mmol/L memberikan sensitivitas 79,31%, spesifisitas 77,42%. Penelitian ini menunjukkan nilai kadar laktat darah >2,4 mmol/L dapat digunakan sebagai petanda adanya kebocoran plasma pada infeksi virus dengue anak. Kata kunci: infeksi virus dengue, kebocoran plasma, hemokonsentrasi, kadar laktat darah 58

Upload: uthyy-tiu-muchtiaah

Post on 28-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 205-209-1-PB

Artikel Penelitian

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011

Validitas Kadar Laktat Darah dalamMendeteksi Kebocoran Plasma pada

Infeksi Virus Dengue Anak

Dicky Santosa, Enny Harliany Alwi, Ponpon S. Idjradinata

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Abstrak: Infeksi virus dengue merupakan penyakit virus tropis yang sering menyerang manusiadi seluruh dunia sampai saat ini. Perbedaan antara DBD dan DD adalah adanya peningkatanpermeabilitas vaskular yang mendadak pada DBD, mengakibatkan terjadinya rembesan plasma,viskositas darah meningkat, terjadi penurunan aliran darah, gangguan mikrosirkulasi danperfusi jaringan, serta penurunan hantaran oksigen dan suplai nutrisi ke organ-organ tubuhsehingga menyebabkan metabolisme anaerob dengan penimbunan asam laktat. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui validitas kadar laktat darah dalam mendeteksi kebocoran plasmaakibat infeksi virus dengue pada anak. Penelitian dilakukan selama bulan Januari-Februari2010. Metode penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional.Subjek penelitian terdiri dari 60 orang anak berusia <14 tahun yang menderita infeksi virusdengue berdasarkan kriteria WHO 1997 yang datang ke Unit Gawat Darurat dan PoliklinikAnak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pengambilan sampel darah dilakukan untuk memeriksalaktat darah dan hematokrit. Nilai titik potong sensitivitas dan spesifisitas yang optimalditentukan dengan kurva ROC. Nilai titik potong kadar laktat darah >2,4 mmol/L memberikansensitivitas 79,31%, spesifisitas 77,42%. Penelitian ini menunjukkan nilai kadar laktat darah>2,4 mmol/L dapat digunakan sebagai petanda adanya kebocoran plasma pada infeksi virusdengue anak.Kata kunci: infeksi virus dengue, kebocoran plasma, hemokonsentrasi, kadar laktat darah

5 8

Page 2: 205-209-1-PB

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011 5 9

Blood Lactate Level Validity in Detecting Plasma Leakage inDengue Virus Infection on Children

Dicky Santosa, Enny Harliany Alwi, Ponpon S. Idjradinata

Department of Child Health Faculty of Medicine Padjadjaran University/Hasan Sadikin General Hospital

Abstract: Dengue virus infection is a tropical viral disease that attack humans in the world untilnow. The difference between DHF and DD is the presence of increasing vascular permeability inDHF, which resulted in plasma leakage, blood flow decreased, impaired microcirculation andtissue perfusion, decreased on oxygen and nutrient supply to the organs that cause anaerobicmetabolism with lactic acid production. This study determines the validity of blood lactate levels indetecting plasma leakage in dengue virus infection of children. The study was conducted duringJanuary-February 2010. The research used cross-sectional study. Subjects were 60 children aged<14 years who came to the Emergency Room and Pediatrics Clinic of Dr. Hasan Sadikin HospitalBandung. Suspected dengue virus infection was made according to WHO criteria (1997). Bloodsampling was performed to examine blood lactate and hematocrit. The optimum value sensitivityand specificity of cut points wasdetermined by receiver operating curve characteristic (ROC). Cutpoint of blood lactate level,(>2.4 mmol/L) gave a sensitivity 79.31%, specificity 77.42%. Thisstudy shows that the value of blood lactate level >2.4 mmol/L can be used as a marker of plasmaleakage in dengue virus infection of children.Key words: dengue virus infection, plasma leakage, hemoconcentration, blood lactate levels

Pendahuluan

Lebih dari 15 tahun demam dengue (DD) maupun demamberdarah dengue (DBD) merupakan penyebab utamakesakitan dan kematian anak di bagian Asia Utara dan AsiaSelatan. Pada tahun 2008, di wilayah Asia Tenggara, terdapatpeningkatan jumlah kasus dengue sebesar 18% danpeningkatan jumlah kasus kematian akibat dengue sebesar15% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebutterutama terjadi di negara Thailand, Indonesia dan Myanmar.1

Pada awal fase demam, baik secara klinis maupun laboratoris,DD sangat sulit dibedakan dengan DBD, namun DBD dapatberpotensi ke arah yang fatal.2 Perbedaan antara DBD danDD adalah adanya peningkatan permeabilitas vaskular yangmendadak pada DBD, yang berakibat terjadinya rembesanplasma (plasma leakage) secara difus. Diagnosis klinis DD/DBD, sampai saat ini, ditegakkan berdasarkan kriteria WHO.Secara klinis ternyata tidak selalu semua kriteria tersebutdapat terpenuhi, yang terjaring hanya mencapai 20% kasus.Bila patokan hemokonsentrasi dan trombositopenia menurutkriteria WHO 1997 dipakai secara murni, maka banyak pen-derita DBD yang tidak terjaring dan luput dari pengawasan.3,4

Efusi pleura dan asites minimal (salah satu tanda kebocoranplasma menurut WHO (1997) dengan pencitraan USG abdo-men hanya dapat dilakukan di rumah sakit yang mempunyai

fasilitas alat ultrasonografi, selain itu juga memerlukan tenagayang ahli, biaya yang lebih mahal, waktu, serta menimbulkanperasaan tidak nyaman pada pasien.5,6 Hipoalbuminemia(salah satu tanda kebocoran plasma berdasarkan kriteria WHO(1997) tidak dapat digunakan secara tunggal sebagai indikatorkebocoran plasma.7,8

Kebocoran plasma yang terjadi pada infeksi dengue bilatak segera ditanggulangi akan menyebabkan viskositas darahmeningkat, sehingga terjadi penurunan aliran darah, sertagangguan mikrosirkulasi dan perfusi. Bila dibiarkan, makasuplai oksigen untuk jaringan tubuh tidak akan mencukupiuntuk metabolisme aerob, akibatnya terjadi metabolismeanaerob. Dalam keadaan anaerob, asam piruvat akan diubahmenjadi laktat oleh enzim lactate dehidrogenase (LDH). Bilakebutuhan oksigen mencukupi, laktat akan dikonversi kembalimenjadi asam piruvat, terutama oleh hati sebagai pengon-sumsi terbesar laktat. Dalam keadaan normal, konversi piruvatmenjadi laktat atau sebaliknya terjadi terutama di hati, usus,otot, dan ginjal, sehingga apabila terjadi gangguan fungsiorgan tersebut, maka konversi laktat menjadi asam piruvatjuga terganggu.9,10 Pada penelitian Centeno, et al.11 didapatkanbahwa pada infeksi dengue terdapat gangguan fungsi hati.Peningkatan aspartate aminotransferase (AST) terdapatpada 25,4% pasien DD dan 53,3% pasien DBD, peningkatan

Validitas Kadar Laktat Darah dalam Mendeteksi Kebocoran Plasma pada Infeksi Virus Dengue

Page 3: 205-209-1-PB

Validitas Kadar Laktat Darah dalam Mendeteksi Kebocoran Plasma pada Infeksi Virus Dengue

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 20116 0

alanine aminotransferase (ALT) terdapat pada 16,6% pasienDD dan 30% pasien DBD, peningkatan LDH terdapat pada34,9% pasien DD dan 66,7% pasien DBD. Semakin beratderajat infeksi dengue semakin berat gangguan fungsi hati.Dalam keadaan hipoperfusi dan gangguan fungsi, hatisebagai organ utama pengonsumsi laktat akan berubahfungsinya menjadi memproduksi laktat.10

Peningkatan kadar laktat darah pada pasien dengue telahdilaporkan pada penelitian Puspanjono et al.12 yangmenyimpulkan bahwa hiperlaktatemia pada Sindrom SyokDengue (SSD) dapat dipertimbangkan sebagai tanda terapiyang belum optimal , dan kadar laktat darah dapat digunakansebagai indikator biokimia adanya hipoksia jaringan dansebagai prognostik kasus DBD. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui apakah kadar laktat valid dalam mendeteksikebocoran plasma pada infeksi virus dengue anak.

Metode

Penelitian ini berupa studi observasional denganrancangan cross sectional yang dilakukan sejak akhirDesember 2009 sampai 30 Maret 2010 di Bagian IlmuKesehatan Anak RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung dengansubjek penelitian pasien infeksi virus dengue menurut kriteriaklinis WHO (1997). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalahanak usia <14 tahun serta memenuhi kriteria klinis DD, DBD,dan SSD menurut WHO (1997) disertai bukti serologis IgMantidengue positif atau IgM dan IgG antidengue positif.Kriteria eksklusi adalah subjek yang menderita sepsis,ketoasidosis diabetikum, penyakit hati, keganasan, asmaberat, penyakit jantung bawaan tipe sianosis, gagal jantung,malnutrisi berat, keracunan obat (salisilat, asetaminofen), syokselain infeksi dengue (syok septik, syok kardiogenik), danpenderita yang telah mendapat cairan ringer laktat.

Setelah diagnosis klinik ditegakkan dan orangtuamemahami serta menandatangani formulir informed consent,data subjek dicatat dalam formulir khusus dan dilakukanpemeriksaan laboratorium. Pada saat masuk diperiksa darahrutin dan kadar laktat darah, pada hari ke-5-6 dilakukanpemeriksaan IgM dan IgG antidengue, dan pada hari ke-14setelah perawatan hematokrit pasien diperiksa kembali untukmemperoleh hematokrit dasar. Hematokrit dasar tersebutkemudian akan dibandingkan dengan hematokrit saat masukuntuk mengetahui adanya hemokonsentrasi. Laktat darahdiperiksa dengan metode BM-Lactate merek COBAS.

Analisis disesuaikan dengan tujuan penelitian danhipotesis yang ditentukan yaitu menilai validitas kadar laktatdarah dalam mendeteksi kebocoran plasma pada infeksi vi-rus dengue anak menggunakan uji Mann Whitney (data tidakberdistribusi normal). Bila bermakna (p<0,05) serta terdapatkorelasi yang signifikan berdasarkan uji rank Spearman,dilanjutkan dengan menentukan nilai titik potong (cut-offpoint) sensitivitas dan spesifisitas, kemudian dengan tabel2 x 2 dilakukan uji Chi-square bila nilai expected value >5,atau uji Fisher bila nilai expected value <5. Bila uji Chi-square

atau uji Fisher bermakna (p<0,05), dihitung besarnyasensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksinegatif, likelihood ratio positif, likelihood ratio negatif, danakurasi. Penelitian ini telah mendapat persetujuan Komite EtikPenelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran UniversitasPadjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung.

Hasil

Selama kurun waktu 1 Januari sampai 28 Februari 2010sebanyak 60 anak memenuhi kriteria penelitian. Tidak terdapatperbedaan bermakna untuk karakteristik umum subjekpenelitian (p>0,05).

Tabel 1 merupakan hasil perbandingan pemeriksaanlaboratoris kadar laktat darah subjek penelitian terhadap di-agnosis klinis dan peningkatan kadar hematokrit. Terdapatperbedaan bermakna kadar laktat darah terhadap diagnosisklinis DD dan DBD, serta antara kelompok yang mengalamipeningkatan kadar hematokrit >20% (hemokonsentrasi)dengan yang tidak mengalami kenaikan hematokrit <20%(nonhemokonsentrasi) dengan p<0,001.

Untuk menentukan korelasi antara nilai kadar laktat darahterhadap peningkatan kadar hematokrit dan DBD, digunakanuji korelasi rank Spearman. Terdapat korelasi positif kuat yangbermakna (r

s=0,601; r

s=koefisien korelasi rank Spearman,

p<0,001) antara kadar laktat dengan peningkatan kadarhematokrit >20%. Demikian juga terhadap diagnosis klinisDBD yang mengalami kebocoran plasma, terdapat korelasipositif kuat yang bermakna (r

pbi = 0,615; r

pbi = koefisien point

biserial, p<0,001).Untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan nilai kadar

laktat darah dipengaruhi oleh peningkatan kadar hematokrit,perlu diketahui titik potong nilai kadar laktat darah sertaperhitungan besarnya sensitivitas, spesifisitas, likelihoodratio dari berbagai titik potong dengan kurva ROC. Hasilpemeriksaan kadar laktat darah dengan nilai titik potong >2,4mmol/L dari kurva ROC (p<0,05) memberikan sensitivitas79,31% (IK 95%; 60,3-92%), spesivitas 77,42% (IK 95%; 58,9-90,4%), nilai prediksi positif 76,67%, nilai prediksi negatif 80%,likelihood ratio (LR) positif 3,51, likelihood ratio (LR) negatif

Tabel 1. Perbedaan Rerata Kadar Laktat darah Terhadap DiagnosisKlinis dan Peningkatan Kadar Hematokrit

Laktat darah Diagnosis p Peningkatan p(mmol/dL) DD DBD SSD Kadar Hema-

(n=30) (n=19) (n=11) tokrit(n=31) (n=29) <20% >20%

Rata-rata (SD) 2,36 2,8 3,9 <0,001* 2,38 3,18 <0,001**

(0,46) (0,62) (1,17) (0,48) (1,03)Median 2,2 2,5 3,6 2,2 2,8Rentang 1,9-3,7 2,3-4,6 2,8-6,2 1,9-3,7 2,3-6,2

Keterangan: *: Uji Kruskal-Wallis, bermakna bila p<0,05** : Uji Mann Whitney, bermakna bila p<0,05

Page 4: 205-209-1-PB

Validitas Kadar Laktat Darah dalam Mendeteksi Kebocoran Plasma pada Infeksi Virus Dengue

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011 6 1

0,27, serta akurasi sebesar 78,33%.

Diskusi

Dari data karakteristik umum meskipun tidak terdapatperbedaan yang bermakna (p>0,05), insidensi cenderunglebih banyak anak perempuan (61,7%) dibandingkan anaklaki-laki (38,2%) dengan rasio 1,1:1, sedangkan usia terseringmenderita SSD didapatkan pada rentang 5-9 tahun, serta usiatermuda menderita infeksi dengue adalah 4 bulan. Hasiltersebut sesuai dengan penelitian Hammond et al.13 bahwainfeksi dengue berat lebih banyak terjadi pada bayi berusia4-9 bulan dan anak usia 5-9 tahun. Penelitian Hung et al.14

menunjukkan tidak adanya hubungan antara jenis kelaminatau umur dan derajat keparahan infeksi dengue.

Berdasarkan riwayat lamanya demam sebelum masukrumah sakit, pasien dibawa ke rumah sakit terbanyak padarentang hari keempat sampai kelima (70%), tetapi tidakterdapat hubungan yang bermakna dengan derajat keparahaninfeksi dengue (p>0,05) serta peningkatan kadar hematokrit(p>0,05).

Kejadian SSD pada penelitian ini terbanyak padakelompok gizi baik (65%), tetapi tidak terdapat perbedaanyang bermakna antara gizi baik, kurang atau lebih terhadapderajat keparahan infeksi dengue (p>0,05) maupun pening-katan nilai hematokrit (p> 0,05). Hasil tersebut sesuai denganpenelitian Tantracheewathorn dan Tantracheewathorn15 yangmendapatkan bahwa status gizi tidak berhubungan denganprevalensi SSD. Berbeda dengan penelitian Pichainarong etal.16 serta Puspanjono et al.12 yang mendapatkan status gizilebih merupakan faktor risiko terjadinya SSD.

Berdasarkan karakteristik infeksi (primer dan sekunder),terdapat 43 (71,7%) anak dengan infeksi sekunder yang terdiridari: 18 (30%) anak dengan DD, 14 (23,3%) dengan DBD,serta 11 (18,4%) anak dengan SSD. Seluruh pasien SSD (11subjek) merupakan infeksi sekunder. Hasil tesebut sesuaidengan penelitian Hammond et al.13 yang melaporkan bahwainfeksi sekunder merupakan faktor risiko untuk terjadinyainfeksi dengue dengan derajat yang lebih berat. Hal tersebutsesuai dengan hipotesis ADE yang menjelaskan bahwamanifestasi klinis DBD yang berat terjadi pada infeksi virusdengue yang kedua oleh serotipe yang berbeda dari infeksisebelumnya.17,18

Dari hasil pemeriksaan laboratorik, terdapat perbedaanyang bermakna antara nilai kadar laktat darah terhadapkebocoran plasma (peningkatan kadar hematokrit >20%)dengan nilai p<0,05. Peningkatan kadar hematokrit >20%(hemokonsentrasi) sebagai tanda kebocoran plasma meru-pakan kriteria laboratoris menurut WHO (1997) yang harusdipenuhi untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Hemok-onsentrasi yang tidak mencapai 20% kemungkinan bisa falsenegative, karena tidak diketahuinya nilai hematokrit tertinggiyang sesungguhnya dapat dicapai oleh pasien. Berdasarkanpenelitian ini, terdapat 29 (48,3%) pasien yang mengalamihemokonsentrasi >20%, yang terdiri dari 19 (65,5%) pasien

DBD dan 10 (34,5%) pasien SSD. Terdapat 31 anak yangtidak mengalami hemokonsentrasi yang terdiri dari 30 (96,8%)pasien DD dan satu (0,2%) pasien SSD. Pasien SSD tersebutmengalami perdarahan saluran cerna dan menyebabkan kadarhemoglobin dan kadar hematokrit menurun sehingga tidakmengalami hemokonsentrasi. Menurut penelitian Samsi,3

Dewi et al.,19 dan Puspanjono et al.,12 menegakkan diagno-sis DBD berdasarkan kriteria klinis WHO (1997), denganmenggunakan hemokonsentrasi >20% dan atau trombo-sitopenia <100 000/mm3, saja hanya menjaring 20% kasus,sehingga banyak penderita DBD yang luput dari penga-wasan. Sedangkan hemokonsentrasi untuk mendeteksikebocoran plasma secara pasti baru dapat diketahui setelahmendapat data hasil hematokrit setelah penderita sembuh,dikarenakan anak Indonesia banyak yang mengalami ane-mia. Dari 43 (71,7%) pasien yang mengalami trombositopenia<100 000/mm3 dengan perbedaan bermakna (p<0,05), terdapat11 (25,6%) anak menderita SSD, 13 (30,2%) anak dengan DBD,serta 19 (44,2%) anak dengan DD. Hal tersebut berbedadengan penelitian Taufik et al.4 yang menemukan bahwa kadarhematokrit dan jumlah trombosit tidak dapat dipergunakanuntuk memprediksi terjadinya syok pada pasien infeksi den-gue. Dewi et al.19 juga berpendapat bahwa kadar hematokrittidak dapat dipergunakan sebagai faktor untuk memprediksikejadian syok, namun trombositopenia dapat dipergunakan.

Peningkatan kadar laktat darah menunjukkan derajatberatnya DBD dan semakin berat derajat infeksi denguesemakin berat pula gangguan fungsi hati. Hampir 50% kadarlaktat darah diekstraksi di hati dalam keadaan fisiologik, tetapibila hati mengalami gangguan fungsi akibat infeksi dengue,diperparah oleh berkurangnya aliran darah ke hati, hati akanmemproduksi laktat dalam keadaan anaerob.11

Berdasarkan kurva ROC untuk menentukan nilai titikpotong secara keseluruhan kadar laktat darah terhadappeningkatan kadar hematokrit >20% (hemokonsentrasi) dalammendeteksi kebocoran plasma didapatkan titik potong sebesar>2,4 mmol/L (p<0,001) dengan sensitivitas 79,31% danspesifisitas 77,42% yang termasuk kategori baik.20,21 Nilaiprediksi positif 76,67% adalah besarnya probabilitas subjekbenar menderita DBD apabila diperoleh nilai kadar laktatdarah >2,4 mmol/L dan nilai prediksi negatif 80% adalahbesarnya probabilitas bahwa subjek benar tidak menderitaDBD bila pemeriksaan kadar laktat <2,4 mmol/L. Padapenelitian ini, nilai LR memberikan hasil uji positif kuat danhasil uji negatif kuat.20,21 Nilai akurasi pada penelitian ini78,33% termasuk kategori cukup baik.20

Hasil penelitian kami berbeda dari penelitian Puspanjonoet al.12 yang melaporkan terdapatnya peningkatan kadar laktat>2 mmol/L saat kedatangan pada seluruh pasien DBD (30pasien) sebesar 17% (5 pasien) dengan rerata kadar laktatdarah 1,479 mmol/L dan seluruh pasien SSD (30 pasien)sebesar 73% (22 pasien) dengan rerata kadar laktat darah2,612 mmol/L, serta nilai titik potong kadar laktat darah sebesar2,015 mmol/L (sensitivitas 70%, spesifisitas 83,3%) untuk

Page 5: 205-209-1-PB

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011

Validitas Kadar Laktat Darah dalam Mendeteksi Kebocoran Plasma pada Infeksi Virus Dengue

6 2

memprediksi beratnya derajat syok. Perbedaan hasil tersebutbisa disebabkan metode pemeriksaan laktat darah yangberbeda, pengaruh pemberian resusitasi cairan kristaloidyang telah diberikan sebelumnya, serta lamanya pengambilansampel darah sampai dengan saat dilakukannya pemeriksaanlaktat darah. Pada penelitian ini pasien infeksi dengue yangtelah memperoleh terapi cairan kristaloid ringer laktatdieksklusi dari penelitian karena dapat mengganggu hasilpemeriksaan laktat darah. Metode pemeriksaan laktat darahpada penelitian ini menggunakan darah kapiler segar yanglangsung diteteskan pada BM lactate test strips sehinggalangsung diperoleh nilai kadar laktat dalam waktu singkat.Bila pengambilan sampel darah tidak langsung digunakanuntuk pemeriksaan kadar laktat darah dalam kurun waktukurang dari lima menit, kemungkinan kadar laktat darahsampel tersebut akan mengalami penurunan, sehingga tidakmencerminkan hasil sebenarnya.

Keterbatasan penelitian ini adalah pemeriksaan kadarlaktat darah hanya dilakukan satu kali saat penderita datangsehingga tidak diketahui nilai titik potong yang berhubungandengan perburukan atau perbaikan dalam penatalaksan DBD.Kadar laktat darah dipengaruhi juga oleh derajat kerusakanhati. Semakin berat kerusakan fungsi hati akibat infeksi den-gue (hepar sebagai sistem retikuloendotelial) semakin tinggikadar laktat darah yang dihasilkan.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini, kadar laktat darah >2,4 mmol/L dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan adanyakebocoran plasma dalam mendiagnosis DBD. Apabila ditempat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas peme-riksaan kadar laktat darah, dapat digunakan pemeriksaanlaboratorium lainnya dalam mendiagnosis DBD. Biladidapatkan kadar laktat darah >2,4 mmol/L, maka penata-laksanaannya sesuai DBD yang dilakukan lebih agresif,terutama dalam resusitasi cairan.

Daftar Pustaka1. World Health Organization. Dengue Status in South East Asia

Region: An Epidemiological Perspective. World Health Organi-zation: Dengue Prevention and Control Regional Office for SouthEast Asia; 2008.

2. Kalayanarooj S, Chansiriwongs, Nimmannitya S. Dengue patientat the children’s hospital, Bangkok: 1995-1999 review. DengueBull. 2002;26:33-43.

3. Samsi TK. Penatalaksanaan demam berdarah dengue di rs sumberwaras. Cermin Dunia Kedokteran. 2000;126:5-13.

4. Taufik A, Yudhanto D, Wadji F, Rohadi. Peranan kadar hematokrit,jumlah trombosit dan serologis IgG-IgM anti DHF dalam

memprediksi terjadinya syok pada pasien demam berdarah De-ngue di Rumah Sakit Islam Siti Hajar. J Peny Dalam. 2007;8(2):105-11.

5. Wu KL, Changchien CS, Kuo CH, Chiu KW, Lu SN, Kuo CM, etal. Early abdominal sonographic findings in patients with denguefever. J Clin Ultrasound. 2004;32(8):386-8.

6. Sai PMV, Krishnan P. Role of ultrasound in dengue. Br J Radiol.2005;78:416-8.

7. Dharma R, Hadinegoro SR, Priatni I. Disfungsi endotel padademam berdarah dengue. Makara Kesehatan. 2006;10(1):17-23.

8. Dharma R, Hadinegoro SR, Priatni I. Disfungsi endotel padademam berdarah dengue. Makara Kesehatan. 2006;10(1):17-23.

9. Koliski A, Cat I, Giraldi DJ, Cat ML. Blood lactate concentrationas prognostic marker in critically ill children. J Pediatr. 2005;81(4):287-92.

10. Agrawal S, Sachdev A, Gupta D, Chugh K. Role of lactate incritically ill children. Indian J Crit Care Med. 2004;8:173-81.

11. Centeno V, Quijano D, Vega M. Biochemical alterations as mark-ers of dengue hemorrhagic fever. Am J Trop Med Hyg. 2008;78:370-4.

12. Puspanjono MT, Latief A, Tumbelaka AR, Sastroasmoro S, GunardiH. Comparison of serial blood lactate level between dengue shocksyndrome and dengue hemorrhagic fever (evaluation of prognos-tic value). Paediatr Indones. 2007;47(4):150-5.

13. Hammond SN, Balmaseda A, Perez L, Tellez Y, Saborio SI. Dif-ferences in dengue severity in infants, children, and adults in a 3-years hospital-base study in Nicaragua. Am J Trop Med Hyg.2006;73:1063-70.

14. Hung NT, Lan NT, Lei HY, Lin YS, Lien LB. Association be-tween sex, nutritional status, severity of dengue hemorrhagicfever, and immune status in infants with dengue hemorrhagicfever. Am J Trop Med Hyg. 2005;72:370-4.

15. Tantracheewathorn T, Tantracheewathorn S. Risk factors of den-gue syok syndrome in children. J Med Assoc Thai. 2007;90(2):272-7.

16. Pichainarong N, Mongkalangoon N, Kalayanarooj S, Chavee-pojnkarnjorn W. Relationship between body size and severity ofdengue hemorrhagicfever among children aged 0-14 years. South-east Asian J Trop Med Public Hlth. 2006;37(2):283-9.

17. Chaturvedi UC, Agarwal R, Elbishbishi EA, Mustafa AS. Cytokinecascade in dengue hemorrhagic fever: implications for pathoge-nesis. FEMS Immunol Med Microbiol. 2000;28(3):183-8.

18. Guglani L, Kabra SK. T cell immunopathogenesis of dengue virusinfection. Dengue Bull. 2005;29:58-69.

19. Dewi R, Tumbelaka AR, Sjarif DR. Clinical features of denguehemorrhagic fever and risk factors of shock event. PaediatrIndones. 2006;46(5-6):144-7.

20. Fleiss JL, Levin B, ChoPaik MH. Statistical methods for ratesand proportions. Edisi ke-3. New York: A John Wiley & Sons Co;2003.

21. Pusponegoro HD, Wirya IGNW, Pudjiadi AH, Bisanto J,Zulkarnaen SZ. Uji Diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S,penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002.h.166-84.

FS