2021 edisi i
TRANSCRIPT
Dampak Pandemi Covid-19Terhadap Industri Otomotif
Edis
i I2021
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Pertumbuhan Ekonomi Nasional .................................................................... 1
B. Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas .............................................. 4
C. Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Nonmigas ........................................ 8
D. Investasi Industri Pengolahan ........................................................................ 11
E. Perkembangan Industri Otomotif Nasional .................................................. 14
BAB II KINERJA INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA .............................................. 18
BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN .................................. 27
A. Kesimpulan ....................................................................................................27
B. Rekomendasi Kebijakan ............................................................................... 29
01
BAB I PENDAHULUAN
A. Pertumbuhan Ekonomi
Nasional Pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada tahun 2020 mengalami
kontraksi sebesar 2,07% (yoy), yang
mana merupakan pertumbuhan
ekonomi minus pertama sejak
krisis moneter tahun 1998.
Pertumbuhan minus ini terutama
disebabkan kontraksi pada triwulan
II 2020 sebesar 5,32% (yoy) di mana
pada triwulan sebelumnya masih
tumbuh positif sebesar 2,97% (yoy),
hal ini tak lepas dari merebaknya
pandemi COVID-19 yang pertama
kali terdeteksi di Indonesia pada
bulan Maret 2020.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia
tahun 2020 ini masih lebih baik dari
pertumbuhan ekonomi beberapa
negara mitra, di antaranya Amerika
Serikat sebagai pangsa terbesar
produk ekspor Indonesia,
terkontraksi 3,5%; Jepang minus
4,8%; Singapura minus 5,8%;
Thailand minus 6,1%; serta Filipina
minus 9,5%. Akan tetapi, China
sebagai awal munculnya COVID-19
mampu segera pulih dan bangkit
sehingga pada 2020 tumbuh positif
2,3%; begitu juga dengan Vietnam
dengan pertumbuhan positif 2,9%.
Dilihat berdasarkan PDB menurut
Pengeluaran, lemahnya Konsumsi
Rumah Tangga masih menjadi
penyebab utama terkontraksinya
perekonomian nasional, selain juga
terkontraksinya kinerja impor yang
cukup dalam seiring dengan
terbatasnya aktivitas di dalam
negeri. Lemahnya Konsumsi
Rumah Tangga, yang memberikan
kontribusi terbesar dalam PDB
menurut Pengeluaran (mencapai
57,7%), lebih disebabkan oleh
terjadinya kontraksi pada
komponen Transportasi dan
Komunikasi yang ditunjukkan
dengan penurunan jumlah
penumpang angkutan rel, laut dan
udara. Sedangkan Konsumsi
Pemerintah menjadi faktor yang
I II III IV Jumlah I II III IV Jumlah
1. Konsumsi Rumah Tangga 5,02 5,18 5,01 4,97 5,04 2,83 -5,52 -4,05 -3,61 -2,63
2. Konsumsi LNPRT 16,96 15,28 7,4 3,53 10,62 -5,01 -7,82 -1,97 -2,14 -4,29
3. Konsumsi Pemerintah 5,25 8,23 0,99 0,5 3,26 3,77 -6,90 9,76 1,76 1,94
4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 5,03 4,55 4,21 4,08 4,45 1,70 -8,61 -6,48 -6,15 -4,95
5. Ekspor Barang dan Jasa -1,46 -1,84 0,12 -0,38 -0,86 0,36 -12,02 -11,66 -7,21 -7,70
6. Dikurangi Impor Barang dan Jasa -6,47 -6,73 -8,34 -7,9 -7,39 -3,62 -18,29 -23,00 -13,52 -14,71
PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,06 5,05 5,01 4,96 5,02 2,97 -5,32 -3,49 -2,19 -2,07
Tabel 1.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahunan (yoy) Menurut Penggunaan (%)
JENIS PENGELUARAN2019 2020
02
menarik perekonomian tidak
terkontraksi lebih dalam, menjadi
satu-satunya komponen yang
masih mampu tumbuh positif
sebesar 1,94% (yoy).
Kemudian Impor juga mengalami
penurunan, yang sebenarnya
berdampak positif terhadap laju
pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan, akan tetapi menjadi
salah satu komponen yang
berpengaruh pada menurunnya
pertumbuhan industri pengolahan.
Pada periode Januari-Desember
2020, semua jenis impor menurut
golongan penggunaan barang
mengalami penurunan
dibandingkan dengan impor pada
tahun 2019. Impor Bahan
Baku/Penolong mengalami
penurunan terdalam sebesar
18,32%, disusul impor Barang Modal
yang turun 16,73%, dan Barang
Konsumsi turun 10,93%. Penurunan
seluruh jenis impor terutama
Bahan Baku/Penolong dan Barang
Modal tentunya berdampak pada
aktivitas industri pengolahan.
Sementara itu, pertumbuhan
investasi fisik (Pembentukan Modal
Tetap Domestik Bruto/PMTB) yang
pada tahun 2019 mencapai sebesar
4,45%, pada tahun 2020 justru
mengalami kontraksi yaitu sebesar
-4,95%. Kontraksi pada tahun 2020
ini terjadi pada seluruh
3,3
7 4,2
6
4,0
3
8,8
8
5,1
6
3,9
2
4,2
9
4,4
6
9,6
3
6,8
4
3,8
8
4,2
7 4,9
7
7,0
2
7,1
5
3,6
1
3,8
0 4,6
0
9,4
2
8,6
9
1,7
5
-2,9
3
-3,7
2
10
,58 11
,60
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan Informasi danKomunikasi
Jasa Kesehatan danKegiatan Sosial
%
Grafik 1.Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha (%, yoy)
2016 2017 2018 2019 2020
03
subkomponen pembentuk PMTB,
kontraksi tertinggi pada barang
modal jenis Kendaraan yaitu
sebesar -13,04% yang dipengaruhi
oleh kontraksi produksi domestik
dan impor. Kemudian barang
modal jenis Mesin dan
Perlengkapan sebesar -11,56%,
Peralatan Lainnya -10,56%, dan
Bangunan sebesar -3,78%.
Dari 17 lapangan usaha, hanya
beberapa sektor yang tumbuh
positif yang didominasi oleh sektor-
sektor jasa, antara lain Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial
11,60% (yoy); Informasi dan
Komunikasi 10,58%; Jasa Keuangan
dan Asuransi 3,25%; serta Jasa
Pendidikan 2,63%. Sementara itu,
sektor primer yang masih tumbuh
positif adalah sektor Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan yang
tumbuh sebesar 1,75% (yoy).
Sedangkan 10 sektor lainnya
mengalami kontraksi pertumbuhan
pada tahun 2020 termasuk Industri
Pengolahan yang tumbuh negatif
sebesar 2,93% (yoy). Kontraksi
terdalam terjadi pada sektor
Transportasi dan Pergudangan
sebesar -15,04% (yoy), terutama
disebabkan oleh menurunnya
aktivitas angkutan udara dan
angkutan rel (kereta api) sebagai
akibat terbatasnya pergerakan atau
mobilitas sebagai upaya
pencegahan penyebaran COVID-19.
Meskipun pertumbuhan Industri
Pengolahan mengalami kontraksi,
namun kontribusi sektor ini masih
yang terbesar dan justru meningkat
terhadap PDB nasional pada tahun
3,94
2,01
-5,74
-4,02
-2,22
4,97
2,97
-5,32
-3,49
-2,19
-7,0
-5,0
-3,0
-1,0
1,0
3,0
5,0
Trw IV 2019 Trw I 2020 Trw II 2020 Trw III 2020 Trw IV 2020
%
Grafik 2.Pertumbuhan Industri Non Migas, Industri Manufaktur, dan Pertumbuhan Ekonomi
Nasional (%, yoy)
Industri Non Migas Industri Manufaktur (Migas+Nonmigas) Ekonomi Nasional
04
2020 sebesar 19,88% dibanding
kontribusi pada tahun 2019 yang
sebesar 19,70%. Kontribusi terbesar
kedua adalah sektor Pertanian
sebesar 13,70%, dan yang ketiga
adalah sektor Perdagangan
sebesar 12,93%. Ketiga sektor inilah
yang konsisten mendominasi PDB
nasional menurut lapangan usaha,
di mana kontribusi ketiga sektor ini
mencapai 46,51% pada tahun 2020.
Dengan melihat pertumbuhan
ekonomi nasional yang mengalami
kontraksi, sektor Transportasi dan
Pergudangan menjadi sumber
kontraksi terdalam pada tahun
2020 sebesar -0,64%, kemudian
disusul Industri Pengolahan
sebesar -0,61%, dan Perdagangan
sebesar -0,49%. Sementara itu,
Informasi dan Komunikasi menjadi
sektor dengan sumber
pertumbuhan positif tertinggi, yakni
sebesar 0,57%. Diantara sektor jasa
juga menjadi sumber pertumbuhan
positif, seperti Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial sebesar 0,14%; Jasa
Keuangan dan Asuransi 0,13%; serta
Jasa Pendidikan 0,08%.
B. Pertumbuhan Industri
Pengolahan Nonmigas Pertumbuhan industri pengolahan
nonmigas pada triwulan IV 2020
kembali mengalami kontraksi
sebesar 2,22% (yoy), akan tetapi
lebih baik dari kontraksi pada
triwulan II 2020 sebesar 5,74% dan
kontraksi pada triwulan III 2020
sebesar 4,02%. Sehingga untuk
keseluruhan tahun 2020,
pertumbuhan industri pengolahan
nonmigas terkontraksi 2,52% (yoy),
yang lebih tinggi dari kontraksi
ekonomi nasional sebesar 2,07%
(yoy).
Meskipun beberapa subsektor
industri masih mampu tumbuh
positif pada tahun 2020, namun dari
lima belas (15) subsektor industri
pengolahan nonmigas, sebelas (11)
diantaranya menunjukkan
kontraksi, bahkan pertumbuhan
dua (2) subsektor industri
terkontraksi lebih dari 10%.
Subsektor industri yang mengalami
kontraksi tertinggi pada tahun 2020
adalah Industri Alat Angkutan, yang
tercatat sebesar 19,86% (yoy),
Industri Alat Angkutan sudah
terkontraksi sejak tahun 2019
sebesar 3,43% (yoy), setelah
sempat tumbuh positif pada
triwulan I 2020, industri ini kembali
mengalami kontraksi pada triwulan
II dan triwulan III, kemudian
berlanjut ke triwulan IV 2020
sebesar 18,98% (yoy). Penurunan
pertumbuhan tertinggi terjadi pada
triwulan II 2020 mencapai minus
34,29% (yoy) yang ditunjukkan
dengan drastisnya penurunan
produksi serta penjualan mobil dan
motor di dalam negeri, untuk nilai
05
ekspor Industri Alat Angkutan juga
turun tajam pada triwulan II 2020
mencapai 55,9% (yoy).
Kontraksi terbesar pada tahun 2020
selanjutnya dialami Industri Mesin
dan Perlengkapan mencapai 10,17%
(yoy). Setelah tumbuh tinggi pada
tahun 2018 mencapai 9,49% (yoy),
industri ini sudah mengalami
kontraksi pertumbuhan sejak tahun
2019 sebesar 4,13% (yoy) dan
berlanjut ke tahun 2020. Penurunan
pertumbuhan Industri Mesin dan
Perlengkapan nampaknya
dipengaruhi oleh menurunnya
aktivitas usaha terutama sektor
konstruksi yang berhubungan
dengan menurunnya kegiatan
pembangunan infrastruktur dalam
negeri serta menurunnya kegiatan
produksi di sektor pertambangan
dan penggalian.
Sementara itu, pada tahun 2020
tercatat pertumbuhan positif terjadi
pada empat (empat) subsektor
industri, yaitu 1) Industri Kimia,
Farmasi, dan Obat Tradisional; 2)
Industri Logam Dasar; 3) Industri
Makanan dan Minuman; dan 4)
Industri Kertas dan Barang dari
Kertas; Percetakan dan Reproduksi
Media Rekaman. Dari keempat
subsektor industri tersebut, dua di
antaranya mengalami kenaikan
pertumbuhan, yakni Industri Kimia,
Farmasi dan Obat Tradisional, dari
pertumbuhan sebesar 8,48% (yoy)
pada 2019 naik menjadi 9,39% (yoy)
pada 2020, serta Industri Logam
4,24
9,49
2,75
8,73 9,42
-3,4
3
-4,1
3 -1,0
3
15,3
5
-0,9
9
-19,
86
-10,
17 -9,1
3
-8,8
8
-8,7
6
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Industri Alat Angkutan Industri Mesin danPerlengkapan
Industri Barang Galianbukan Logam
Industri Tekstil danPakaian Jadi
Industri Kulit, Barang dariKulit dan Alas Kaki
%
Grafik 3. Industri yang Mengalami Kontraksi Terbesar Tahun 2020 (%, yoy)
2018 2019 2020
06
Dasar dari 2,83% (yoy) pada 2019
menjadi 5,87% (yoy) pada 2020.
Pertumbuhan positif Industri Kimia,
Farmasi dan Obat Tradisional sudah
terjadi sejak triwulan IV 2018,
setelah pada empat triwulan
sebelumnya mengalami
pertumbuhan negatif, sehingga
untuk keseluruhan tahun 2018
terkontaksi sebesar 1,42% (yoy),
dan pertumbuhan tertinggi terjadi
pada triwulan III 2020 mencapai
14,96% (yoy). Kenaikan
pertumbuhan Industri Kimia,
Farmasi dan Obat Tradisonal yang
terjadi pada tahun 2020
berhubungan dengan
meningkatnya permintaan baik
domestik maupun luar negeri
terhadap produk kimia seperti
sabun, hand-sanitizer, dan
disinfektan serta peningkatan
produksi obat-obatan, multivitamin
dan suplemen makanan dalam
rangka menghadapi pandemi
COVID-19.
Kemudian kenaikan pertumbuhan
juga dialami Industri Logam Dasar,
setelah sempat mengalami
kontraksi pada triwulan IV 2019
sebesar 4,51% (yoy) dan kembali
tumbuh positif sejak triwulan I
2020. Kenaikan pertumbuhan
Industri Logam Dasar didukung
oleh naiknya ekspor beberapa
produk, antara lain Besi/Baja
(khususnya ferro alloy nickel), Logam Dasar Mulia (gold in lumps),
Tembaga, Alumunium, serta Seng.
-1,42
8,99
7,91
1,43
8,48
2,83
7,78
8,869,39
5,87
1,58
0,22
-2
0
2
4
6
8
10
Industri Kimia, Farmasi danObat Tradisional
Industri Logam Dasar Industri Makanan danMinuman
Industri Kertas dan Barangdari Kertas; Percetakan danReproduksi Media Rekaman
%Grafik 4.
Industri yang Mengalami Pertumbuhan Positif pada Tahun 2020 (%, yoy)
2018 2019 2020
07
I II III IV
Industri Pengolahan 4,29 4,27 3,80 2,06 -6,18 -4,34 -3,14 -2,93
1 Industri Batubara dan Pengilangan Migas -0,25 -0,01 -1,11 2,58 -10,20 -7,44 -11,96 -6,81
Industri Pengolahan Non Migas 4,85 4,77 4,34 2,01 -5,74 -4,02 -2,22 -2,52
1 Industri Makanan dan Minuman 9,23 7,91 7,78 3,94 0,22 0,66 1,66 1,58
2 Industri Pengolahan Tembakau -0,64 3,52 3,36 3,49 -10,84 -5,19 -10,77 -5,78
3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 3,83 8,73 15,35 -1,24 -14,23 -9,32 -10,49 -8,88
4 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 2,22 9,42 -0,99 -0,36 -8,55 -19,75 -6,07 -8,76
5
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan
Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan
Sejenisnya
0,13 0,75 -4,55 3,17 -1,23 -5,92 -4,36 -2,16
6Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan
dan Reproduksi Media Rekaman 0,33 1,43 8,86 4,50 1,10 -1,42 -2,98 0,22
7 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 4,53 -1,42 8,48 5,59 8,65 14,96 8,45 9,39
8 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 2,47 6,92 -5,52 -0,82 -11,98 -9,61 0,24 -5,61
9 Industri Barang Galian bukan Logam -0,86 2,75 -1,03 -5,30 -9,13 -9,11 -12,52 -9,13
10 Industri Logam Dasar 5,87 8,99 2,83 3,98 2,76 5,19 11,46 5,87
11Industri Barang Logam; Komputer, Barang
Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik2,79 -0,61 -0,51 -3,52 -9,29 -6,86 -2,11 -5,46
12 Industri Mesin dan Perlengkapan 5,55 9,49 -4,13 -9,33 -13,42 -10,76 -7,38 -10,17
13 Industri Alat Angkutan 3,68 4,24 -3,43 4,64 -34,29 -29,98 -18,98 -19,86
14 Industri Furnitur 3,65 2,22 8,35 -7,28 -2,57 -1,69 -1,72 -3,36
15Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan
Pemasangan Mesin dan Peralatan -1,68 -0,83 5,17 -4,73 -5,19 1,15 5,54 -0,88
PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,07 5,17 5,02 2,97 -5,32 -3,49 -2,19 -2,07
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Tabel 2.
Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan (%, yoy)
2020**2020**2019*2018JENIS PENGELUARAN 2017
08
C. Ekspor dan Impor Industri
Pengolahan Nonmigas Selama tahun 2020, nilai ekspor
Industri Pengolahan Nonmigas
mengalami fluktuasi, setelah
sempat turun sampai pada bulan
Mei mencapai US$ 8,33 Miliar,
kemudian berangsur-angsur naik
sehingga mencapai US$ 12,91 Miliar
pada Desember 2020, atau
meningkat dibanding bulan
sebelumnya sebesar 6,76% (m to m), dan naik 19,11% (yoy) terhadap
nilai ekspor bulan Desember 2019.
Nilai ekspor pada Desember 2020
ini merupakan yang terbesar
sepanjang tahun 2020.
Kenaikan tersebut ditunjang oleh
peningkatan ekspor industri sektor
industri makanan (naik US$ 300,6
Juta atau naik 9,16%), dan industri
pakaian jadi (naik US$ 148,3 Juta
atau naik 29,4%). Crude palm oil/CPO (HS 15111000) menyumbang
kenaikan ekspor terbesar pada
sektor industri makanan dengan
kenaikan US $165,6 Juta atau naik
37,85% dibandingkan November
2020. Adanya isu kerja paksa di
Malaysia dan penghentian
pembebasan pajak CPO, serta
rencana pemberlakuan penerapan
pajak ekspor minyak sawit
Malaysia menyebabkan harga CPO
Malaysia semakin mahal sehingga
banyak negara beralih impor dari
Indonesia. Kenaikan demand
tersebut menyebabkan harga CPO
menjadi naik sekitar 8,8% terhadap
bulan November 2020. Selain
industri makanan, Industri pakaian
jadi, industri komputer, barang
elektronik dan optik, serta industri
bahan kimia dan barang dari bahan
kimia pada bulan Desember ini
mengalami peningkatan ekspor
lebih dari US$ 50Juta.
300,52
148,33
91,80 86,06
47,51
0
50
100
150
200
250
300
350
Indu
stri
Mak
anan
Indu
stri
Pak
aian
Jadi
Indu
stri
Ko
mpu
ter,
Bar
ang
Elek
tro
nik
dan
Opt
ik
Indu
stri
Bah
anK
imia
dan
Bar
ang
dari
Bah
an K
imia
Indu
stri
Kar
et,
Bar
ang
dari
Kar
etda
n P
last
ik
US
$ J
uta
Grafik 6.Peningkatan Nilai Ekspor Industri Terbesar Desember 2020 terhadap November 2020
10,7
3
11,1
4
11,1
2
9,77
8,33
9,65
11,2
8
10,7
7 11,5
5
11,7
7
12,1
0 12,9
1
0
2
4
6
8
10
12
14
US
$ M
ilia
r
Grafik 5.Nilai Ekspor Industri Pengolahan Tahun 2020
09
Berdasarkan negara, secara
kumulatif tahun 2020, China
menjadi negara tujuan utama
ekspor produk Industri Pengolahan
Nonmigas Indonesia dengan nilai
mencapai US$ 22,96 Miliar, naik
34,22% terhadap tahun 2019. Posisi
China juga menggeser Amerika
Serikat setelah bertahun-tahun
menjadi tujuan ekspor produk
Industri Pengolahan Nonmigas
terbesar. Produk dari Besi dan Baja
(HS 72) menjadi penyumbang
kenaikan ekspor tertinggi ke China.
Dibandingkan tahun 2019, ekspor
Besi dan Baja ke China naik 143%
atau sebesar US$ 4,43 miliar. Ferro alloy nickel (HS 72026000) dan
Liquid fractions of refined palm oil, with iodine value 55 or more but
less than 60 (HS 15119037) menjadi
produk unggulan ekspor ke China
pada tahun 2020.
Sementara itu, nilai impor Industri
Pengolahan Nonmigas selama
tahun 2020 juga berfluktuasi
mengikuti pola nilai ekspor, di mana
impor terendah juga pada bulan Mei
2020 senilai US$ 7,03 miliar
kemudian terus mengalami
kenaikan sejak Oktober sehingga
mencapai US$ 11,85 miliar pada
Desember 2020 atau naik 4,40%
dibanding November 2020. Sama
halnya seperti ekspor, nilai impor
bulan Desember juga merupakan
yang terbesar sepanjang tahun
2020. Sehingga secara total pada
tahun 2020, nilai impor Industri
Pengolahan Nonmigas mencapai
US$ 116,96 miliar atau turun 15,19%
bila dibandingkan dengan 2019.
11,5
8
8,90
10,8
1
10,6
8
7,03
9,13
8,80 9,05 9,
52
8,89
10,7
4 11,8
5
0
2
4
6
8
10
12
14
US
$ M
ilia
r
Grafik 8.Nilai Impor Industri Pengolahan Tahun 2020
22,96
18,23
10,23
8,26
6,29
5,35
4,47
4,20
4,04
3,68
17,11
17,39
11,06
9,14
6,56
5,75
5,08
4,45
4,28
4,37
0 5 10 15 20 25
China
Amerika Serikat
Jepang
Singapura
India
Malaysia
Filipina
Korea Selatan
Vietnam
Thailand
Grafik 7.10 Negara Tujuan Utama Ekspor Industri
Pengolahan Nonmigas Tahun 2020(US$ Miliar)
2020 2019
10
Industri Mesin dan Perlengkapan
ytdl; Industri Makanan; Industri
Bahan Kimia dan Barang dari Bahan
Kimia; serta Industri Komputer,
Barang Elektronik dan Optik
menyumbang kenaikan impor
tertinggi pada Desember 2020.
Total kenaikan impornya mencapai
US$ 919,19 Juta. Dengan kontribusi
dari keempat subsektor tersebut
mencapai 54,1% terhadap total
impor industri pengolahan
nonmigas tahun 2020. Telephones for cellular networks or for other wireless (HS 85171200), Other than defatted soya-bean flour, fit for human consumption (HS
23040090), serta Part of electrical works trucks, self-propelled, not fitted w/ lifting equipment, of type used in factories, warehouses (HS
87099000) merupakan tiga produk
utama yang mengalami kenaikan
impor terbesar pada Desember
2020. Perancis menjadi salah satu
supplier terbesar untuk Part of electrical works trucks, self-propelled, not fitted w/ lifting equipment, of type used in factories, warehouses (HS 87099000)
tersebut dengan nilai impor
mencapai US$ 72,22 Juta kemudian
Jerman sebesar US$ 145 Ribu.
Berdasarkan negara, Malaysia
menjadi asal impor dengan
pertumbuhan tertinggi selama
Desember 2020 diantara 10 negara
utama. Sektor Industri Bahan Kimia
dan Barang dari Bahan Kimia
menjadi penyumbang terbesar
kenaikan impor dari Malaysia.
Dibandingkan November 2020,
impor industri bahan kimia dan
barang dari bahan kimia naik
sebesar US$ 36,25 Juta atau 36,08%
(m to m). Ethylene (HS 29012100)
merupakan produk utama sektor
tersebut yang diimpor dari
Malaysia. Kemudian kenaikan pada
Industri Mesin dan Perlengkapan
ytdl. sebesar US$ 27,44 Juta atau
60,96% (yoy), terutama berasal dari
produk Parts of boring/sinking machinery of other boring/sinking machinery (HS. 84314300).
Secara kumulatif selama 2020,
impor Industri Pengolahan
Nonmigas terbesar berasal dari
125,83
95,68
72,08 62,87
46,70
-
20
40
60
80
100
120
140
85171200 23040090 87099000 17011400 72072029
US
$ J
uta
Grafik 9.Kenaikan Terbesar Impor Produk
Industri Nonmigas Desember 2020 terhadap November 2020
85171200: Telephones for cellular networks or for other wireless23040090: Oth than defatted soya-bean flour, fit for human consumption87099000: Part of electrical works trucks, self propelled, not fitted
w/ lifting equipment, of type used in factories, warehouses17011400: Raw sugar of oth cane sugar, in solid form, not cont added
flavouring/colouring matter72072029: Oth than blocks roughly shaped forging sheet bars thins
0.25%>=weight<0.6% carbon
11
China mencapai US$ 37,65 Miliar,
kemudian disusul Jepang,
Singapura, Korea Selatan, dan
Thailand.
Dengan melihat nilai ekspor dan
impor, maka neraca perdagangan
Industri Pengolahan Nonmigas
tahun 2020 mencatatkan angka
surplus sebesar US$ 14,17 Miliar, di
mana pada 2 tahun sebelumnya
mengalami defisit yaitu US$ 10,54
Miliar pada 2019 dan defisit US$
17,50 Miliar pada 2018.
Peningkatan harga komoditas,
peningkatan permintaan luar
negeri, dampak kerjasama
perdagangan, serta berbagai faktor
lainnya mendorong neraca
perdagangan industri pengolahan
non migas pada tahun 2020 ini
masih surplus di tengah pandemi
COVID-19. Turunnya nilai impor
terutama untuk bahan baku dan
bahan penolong mengindikasikan
bahwa kegiatan industri
pengolahan belum pulih
sepenuhnya dikarenakan
produktivitas menurun.
D. Investasi Industri Pengolahan Secara kumulatif selama Januari-
Desember 2020, realisasi investasi
Industri Pengolahan mencapai Rp.
272,93 triliun yang memberikan
kontribusi sebesar 33,03% terhadap
total realisasi investasi nasional
periode Januari-Desember 2020
yang tercatat senilai Rp. 826,3
triliun. Nilai investasi Industri
Pengolahan periode Januari-
37,65
10,61
8,12
6,45
6,32
5,79
4,61
3,54
3,52
3,03
43,01
15,59
9,45
7,26
9,21
6,08
5,57
3,66
3,95
3,66
0 10 20 30 40 50
China
Jepang
Singapura
Korea Selatan
Thailand
Amerika Serikat
Malaysia
Taiwan
India
Vietnam
Grafik 10.10 Negara Asal Utama Impor Industri Pengolahan Nonmigas Tahun 2020
(US$ Miliar)
2020 2019
612,8
692,8721,3
809,6 826,3
335,8
274,8
222,3 215,9
272,9
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
2016 2017 2018 2019 2020
Grafik 11.Realisasi Investasi Total dan
Investasi Sektor Industri Tahun 2016-2020 (Rp. Triliun)
Total Investasi Investasi Sektor Industri
12
Desember 2020 ini mengalami
peningkatan jika dibandingkan
periode yang sama tahun
sebelumnya (c-to-c) sebesar
26,39%. Peningkatan tersebut
terjadi baik untuk investasi PMDN
(naik 13,93%) dengan realisasi
sebesar Rp. 82,8 triliun, maupun
PMA (naik 32,69%) dengan realisasi
mencapai Rp. 190,1 triliun.
Dari Grafik 11 terlihat bahwa
investasi sektor industri terus
mengalami penurunan dari tahun
2016 sampai dengan 2019, sehingga
kontribusi investasi sektor industri
terhadap total investasi nasional
turun dari sebesar 54,8% pada 2016
menjadi hanya 26,7% pada 2019.
Penurunan ini disebabkan oleh
investor yang mulai meninggalkan
sektor manufaktur dan mulai
beralih ke sektor tersier/jasa yang
terlihat terus tumbuh setiap
tahunnya. Akan tetapi pada tahun
2020, investasi sektor industri
menunjukkan peningkatan yang
didorong oleh naiknya investasi
beberapa subsektor industri antara
lain peningkatan nilai investasi
terbesar selama Januari-
Desember 2020 terjadi pada
Industri Logam Dasar sebesar Rp.
92,21 triliun (naik 58,2%); kemudian
Industri Makanan dan Minuman
sebesar Rp. 50,48 triliun (naik
42,7%); Industri Kimia, Farmasi dan
Obat Tradisional sebesar Rp. 34,30
triliun (naik 266,1%); Industri Kertas
dan Barang dari Kertas, Percetakan
dan Reproduksi Media Rekaman Rp.
16,92 triliun (naik 489,2%); serta
Industri Alat Angkutan sebesar Rp.
16,12 triliun (naik 515,5%).
Sejalan dengan perkembangan
investasi tahun 2020 yang mencatat
bahwa Industri Logam Dasar
merupakan sub sektor industri
yang mengalami peningkatan nilai
investasi terbesar, Kementerian
Perindustrian juga mengungkapkan
kemungkinan investor Jepang
untuk membangun pabrik
pengolahan tambang, seperti nikel,
seiring dengan fokus kebijakan
pengembangan Industri Logam
Dasar serta mempersiapkan
formula insentif untuk menarik
92,10
50,48
34,30
16,92 16,12
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Indu
stri
Log
am D
asar
Indu
stri
Mak
anan
dan
Min
uman
Indu
stri
Kim
ia, F
arm
asi d
anO
bat
Tra
disi
ona
l
Indu
stri
Ker
tas
dan
Bar
ang
dari
Ker
tas,
Per
ceta
kan
dan
Rep
rodu
ksi M
edia
Rek
aman
Indu
stri
Ala
t A
ngku
tan
Grafik 12.Peningkatan Nilai Investasi Sektor Industri Terbesar
Tahun 2020 terhadap 2019 (Rp. Triliun)
13
lebih banyak investasi Industri
Logam Dasar.
Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM)
menyatakan bahwa sudah ada 3
(tiga) perusahaan besar yang
mengisi “Grand Batang City”
Kawasan Industri Terpadu (KIT)
Batang, Jawa Tengah, yaitu LG, KCC
Glass, dan Walvin. Ketiga
perusahaan tersebut bergerak
pada industri baterai yang akan
paralel dengan investasi smelter di
Maluku Utara. Oleh karena itu, saat
ini proyek KIT Batang mendapat
perhatian khusus dari pemerintah
untuk menerima perusahaan yang
akan masuk untuk berinvestasi.
Peningkatan nilai Industri Logam
Dasar sepanjang triwulan IV 2020
mengindikasikan bahwa perbaikan
sektor industri semakin nyata. Hal
tersebut juga didukung dengan
akan mulai dibangunnya pabrik-
pabrik. Peningkatan yang besar
pada investasi asing (PMA) juga
terlihat lebih besar sepanjang
triwulan IV 2020 maupun secara
kumulatif pada periode Januari-
Desember 2020, yang salah
satunya disebabkan oleh sudah ada
vaksinasi untuk kasus pandemi
COVID-19 sehingga meningkatkan
rasa percaya diri investor asing di
Indonesia. Selain itu, pengesahan
UU Cipta Kerja cukup memberikan
pengaruh positif kepada investor
asing.
Sedangkan dilihat berdasarkan
negara, peningkatan investasi PMA
terbesar selama Januari-
Desember 2020 dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya yakni
berasal dari Singapura sebesar
US$ 1.801,6 juta (naik 84,0%),
kemudian Hongkong sebesar US$
549,0 juta (naik 32,8%), dan Korea
Selatan sebesar US$ 480,7 juta
(naik 19,3%). Dari ketiga negara
tersebut berkontribusi mencapai
55,7% terhadap total investasi PMA
sektor industri tahun 2020.
1.801,61
549,02480,71
356,17 341,97
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
Singapura Hongkong KoreaSelatan
Tiongkok Malaysia
Grafik 13.Peningkatan Terbesar Negara Asal PMA Industri
Tahun 2020 terhadap 2019 (US$ Juta)
14
E. Perkembangan Industri
Otomotif Nasional Industri Otomotif telah memberikan
kontribusi yang cukup signifikan
terhadap perekonomian nasional.
Terlihat dari data PDB, Industri Alat
Angkutan menyumbang sekitar
1,35% terhadap PDB nasional pada
tahun 2020, atau menyumbang
sekitar 7,57% terhadap PDB industri
pengolahan nonmigas.
Industri Otomotif di Indonesia telah
dikembangkan selama lebih dari 50
tahun, ditandai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan
Bersama antara Menteri
Perindustrian dan Menteri
Perdagangan pada tahun 1969
tentang tata cara pengimporan
kendaraan bermotor yang dapat
dilakukan secara Completely Built Up (CBU) dan Completely Knocked Down (CKD) yang diimpor oleh
Agen Tunggal Pemegang Merek
(ATPM) serta mengharuskan ATPM
untuk membangun industri
perakitan kendaraan bermotor di
dalam negeri. Kebijakan ini
mengakibatkan tumbuhnya industri
komponen di dalam negeri, dan
pada tahap awal perakitan sudah
diharuskan memakai komponen
lokal yaitu ban, cat dan aki. Selain
itu, kebijakan ini mulai
menumbuhkan industri lokal bidang
peralatan dan komponen
kendaraan bermotor seperti
pembuatan jig & fixtures,
pengelasan, trimming, dan lain-
lain. Kemudian pada tahun 1971, PT
Krama Yudha Tiga Berlian Motors
menjadi perusahaan pertama yang
mendapat ijin sebagai Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM) untuk
merek Mitsubishi yang
menargetkan produksi/penjualan
sebesar 50.000 unit per tahun.
Dalam Roadmap (Peta Jalan)
Industri Otomotif Indonesia,
sebagai amanat dari Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 2015
tentang Rencana Induk
Pengembangan Industri Nasional
(RIPIN), Peraturan Presiden No. 22
Tahun 2017 tentang Kebijakan
Energi Nasional, serta tindak lanjut
komitmen pemerintah pada COP21
Paris terkait penurunan emisi gas
rumah kaca (GRK), Industri
Otomotif Indonesia mengarah
kepada kendaraan emisi karbon
rencah (LCEV/ Low Carbon Emission Vehicle). Pengembangan
LCEV ini dibagi menjadi dua tahap
yakni Tahap I (2013-2017) dan Tahap
II (2017-2035).
Pada tahap pertama melahirkan
Kendaraan Bermotor Hemat Bahan
Bakar dan Harga Terjangkau
(KBH2) atau lebih dikenal dengan
kendaraan Low Cost Green Car (LCGC) dengan tujuan untuk
meningkatkan penggunaan produk
dalam negeri, meningkatkan daya
15
saing, membuka akses ekspor
serta menumbuhkan produk yang
hemat energi dan ramah
lingkungan. Kebijakan terkait mobil
LCGC ini termuat dalam Peraturan
Pemerintah No. 41 Tahun 2013
tentang Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah Berupa
Kendaraan Bermotor yang Dikenai
Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah. Di dalam PP ini mengatur
pemberian potongan dan
penghapusan PPnBM bagi mobil
yang memenuhi persyaratan
efisiensi konsumsi bahan bakar
tertentu. Lebih detail, Kementerian
Perindustrian menerbitkan
kebijakan mengenai LCGC yang
tertuang dalam Peraturan Menteri
Perindustrian No. 33 Tahun 2013
tentang Pengembangan Produksi
Kendaraan Bermotor Roda Empat
yang Hemat Energi dan Harga
Terjangkau.
Kebijakan tersebut berdampak
positif terhadap kinerja industri
otomotif. Pada tahun pertama,
produk LCGC dari berbagai merek
dengan empat model telah terjual
sebanyak 51.180 unit dengan pangsa
sekitar 4,2% dari total penjualan
mobil nasional sebanyak 1,22 juta
unit. Kemudian pada tahun 2014,
produk LCGC dengan
bertambahnya merek dan model
telah terjual 172.120 unit di tataran
wholesales. Jumlah tersebut
setara dengan 14,2% pangsa pasar
otomotif domestik. Pada periode
yang sama, total pasar otomotif
mencapai 1,21 juta unit. Penjualan
mobil LCGC terus meningkat hingga
mencapai penjualan tertinggi pada
tahun 2016 mencapai 235.171 unit
dengan pangsa sebesar 22,1%
terhadap penjualan mobil domestik,
dan rata-rata penjualan perbulan
hampir mencapai 20 ribuan unit
dengan penjualan tertinggi
mencapai 28.715 unit dalam satu
bulan.
Pengembangan LCEV tahap II
mengarah kepada kendaraan listrik
dengan tanpa emisi karbon, hal ini
untuk mendukung target
pengurangan emisi GRK sebesar 29
persen dari BAU pada tahun 2030.
Pada tahun 2025 ditargetkan 20
persen penjualan kendaraan
berbasis listrik (electrified vehicle maupun hybrid), sedangkan 80
persen sisanya berasal dari
kendaraan ICE (Internal Combustion Engine). Kendaraan
yang berbasis electrified vehicle
antara lain Battery Electric Vehicle
(BEV)/Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV), Hybrid Electric Vehicle (HEV), dan Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV). BEV merupakan
kendaraan listrik murni dengan
sumber energi hanya berasal dari
baterai yang dapat diisi ulang yang
dihubungkan dengan motor listrik
sebagai penggerak. FCEV juga
merupakan kendaraan listrik
16
murni, akan tetapi sumber tenaga
berasal dari listrik yang dihasilkan
oleh reaksi elektrokimia antara
hidrogen dan oksigen pada sel
bahan bakar (fuel cell), tentu saja
kendaraan ini tidak menghasilkan
emisi karbon, produk sampingan
yang dihasilkan hanyalah air suling
murni.
Sedangkan untuk kendaraan HEV
dan PHEV merupakan kendaraan
yang hampir sama, keduanya
menggunakan dua sumber tenaga
penggerak yakni mesin bakar
(internal combustion engine) dan
baterai yang mendukung kinerja
mesin bakar untuk meningkatkan
efisiensi bahan bakar. Hanya saja,
pengisian ulang baterai kendaraan
HEV berasal dari kinerja mesin dan
pengereman, kendaraan HEV lebih
mengandalkan mesin bakar yang
dominan dibandingkan dengan
listrik yang berasal dari baterai.
Sedangkan pada kendaraan PHEV
disediakan colokan listrik untuk
mengisi daya baterai dari luar,
sehingga bisa dikatakan kendaraan
PHEV lebih bertenaga dan lebih irit
bahan bakar.
Selain kendaraan berbasis listrik,
pengembangan LCEV juga
diarahkan pada flexy engine, yaitu
mesin yang menggunakan bahan
bakar nabati atau biofuel. Penggunaan bahan bakar nabati
merupakan program mandatori
yang dilaksanakan sejak tahun
2008, diawali dengan biodiesel yang
mencampurkan bahan bakar solar
dan biofuel berbasis sawit.
Program mandatori ini tertuang
dalam Peraturan Menteri ESDM
Nomor 32 Tahun 2008 tentang
Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata
Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Pada
tahun tersebut diawali dengan
kadar pencampuran biodiesel
sebesar 2,5%. Secara bertahap
kadar biodiesel meningkat hingga
7,5% pada tahun 2010. Pada periode
2011 hingga 2015, persentase
biodiesel ditingkatkan dari 10%
menjadi 15%. Selanjutnya pada 2016
ditingkatkan kadar biodiesel hingga
20% (B20) dan pada akhir 2019
diresmikan penggunaan B30. Saat
ini, implementasi untuk B40 masih
dalam pengembangan pencam-
puran dengan biohidrokarbon
(green fuel), yang nantinya
ditingkatkan mencapai B100 yang
ditargetkan akan dapat diproduksi
pada tahun 2022.
Industri Otomotif saat ini
merupakan salah satu dari tujuh
sektor yang menjadi prioritas
dalam pengembangan Industri 4.0
sesuai dengan peta jalan Making
Indonesia 4.0. Pengembangan
industri otomotif didukung dengan
potensi Indonesia sebagai pasar
17
penjualan kendaraan terbesar di
antara negara-negara ASEAN. Dari
9 negara, Indonesia berkontribusi
sekitar 30% terhadap total
penjualan mobil di ASEAN pada
tahun 2019 atau sejumlah 1.032.907
unit dengan rata-rata penjualan
sekitar 86 ribu unit setiap bulan.
Kemudian Thailand menempati
peringkat kedua dengan kontribusi
sekitar 29% atau dengan penjualan
sebesar 1.007.552 unit.
Penjualan mobil di Indonesia
masing sangat potensial untuk
ditingkatkan, mengingat rasio
kepemilikan mobil di Indonesia
masih tergolong rendah, yakni 99
unit per 1.000 orang. Angka ini
masih kalah jauh dari Brunei
Darussalam dengan rasio
mencapai 805 unit per 1.000 orang,
kemudian Malaysia dengan rasio
kepemilikan kendaraan hingga 490
unit per 1.000 orang, sementara
Thailand mencapai 275 unit per
1.000 orang. Dengan melihat jumlah
penduduk Indonesia mencapai 270
juta jiwa, maka Indonesia memiliki
ceruk pasar yang besar di sektor
otomotif, apalagi hampir dari
setengah jumlah penduduk
Indonesia saat ini masuk ke dalam
kategori kelas menengah.
Untuk wilayah ASEAN, Indonesia
memiliki industri mobil terbesar
kedua dalam hal produksi yang
mencapai 1.289.847 unit pada tahun
2019. Sedangkan produksi mobil
terbesar berasal dari Thailand yang
mencapai 2.013.710 unit atau
mencapai lebih dari setengah
produksi mobil di wilayah ASEAN.
Saat ini Indonesia memiliki 22
perusahaan industri (perakitan)
kendaraan bermotor roda empat
atau lebih dengan kapasitas
produksi mencapai 2,4 juta unit per
tahun. Perusahaan ini terhubung
dengan sekitar 550 industri di Tier 1,
1.000 industri di Tier 2 dan 3, 14.000
dealer dan bengkel resmi
(Authorized Sales Service and Spare parts), serta 42.000 dealer dan bengkel tidak resmi (Non-Authorized Sales Service and Spare parts).
Indonesia30%
Thailand29%
Malaysia17%
Filipina11%
Vietnam9%
Singapura3%
Lainnya1%
Grafik 14.Pangsa Pasar Mobil di ASEAN (2019)
18
BAB II KINERJA INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA
Industri Alat Angkutan sendiri
sudah mengalami kontraksi
pertumbuhan sejak triwulan I 2019,
sehingga untuk seluruh tahun 2019
industri ini mengalami kontraksi
pertumbuhan sebesar 3,43%.
Setelah mengalami pertumbuhan
positif sebesar 4,64% (yoy) pada
triwulan I 2020, pada triwulan II
2020 Industri Alat Angkutan
mengalami kontraksi yang sangat
berarti, yaitu sebesar 34,29% (yoy),
yang merupakan kontraksi
terbesar di antara seluruh
kelompok industri dalam sektor
industri nonmigas. Kontraksi pada
Industri Alat angkutan terus
berlangsung hingga triwulan IV
2020, namun melambat menjadi
sebesar 18,98% (yoy) dari kontraksi
sebesar 29,98% (yoy) pada triwulan
III 2020.
Sebelumnya, industri alat angkutan
merupakan industri yang sangat
potensial, dengan pertumbuhannya
yang sempat mencapai sebesar
14,95% pada tahun 2013. Dengan
pertumbuhan tersebut, maka pada
tahun 2013 Industri Pengolahan
Nonmigas bisa tumbuh sebesar
5,56%, sehingga tetap berada di
atas pertumbuhan ekonomi
nasional yang sebesar 5,45%.
Dengan pertumbuhan sebesar
14,95% tersebut juga, maka pada
tahun 2013 kontribusi Industri Alat
Angkutan mencapai sebesar 11,4%
dari PDB Industri Nonmigas, atau
nomor dua terbesar setelah
Industri Makanan dan Minuman
yang sebesar 29%. Namun, seiring
dengan berjalannya waktu kinerja
industri Alat Angkutan terus
mengalami penurunan, dimana
pada tahun 2015 pertumbuhannya
hanya tercatat sebesar 2,4%, dan
pertumbuhan ekonomi nasional
secara keseluruhan juga melambat
menjadi hanya sebesar 4,88%. Dan
kontribusi industri ini terhadap PDB
Industri Nonmigas juga turun
menjadi sebesar 10,5%, atau
menjadi nomor ketiga terbesar
setelah Industri Makanan dan
Minuman yang sebesar 30,8%, dan
setelah Industri Barang Logam;
Komputer, Barang Elektronik,
6,37 4,26
14,95
4,01 2,40 4,52 3,68 4,24
-3,43
-19,86
-30
-20
-10
0
10
20
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Grafik 15.Pertumbuhan Industri Otomotif (%)
Industri Otomotif PDB
19
Optik; dan Peralatan Listrik sebesar
10,8%.
Meskipun pada tahun 2016 terjadi
kenaikan pertumbuhan Industri
Alat Angkutan menjadi sebesar
4,52%, namun kemudian turun lagi,
dan bahkan pada tahun 2019
Industri Alat Angkutan mengalami
kontraksi pertumbuhan sebesar
3,43%, sebelum pandemi COVID-19
melanda dunia. Dampaknya,
kontribusi PDB industri ini terhadap
PDB Industri Nonmigas juga terus
mengalami penurunan, dan sejak
tahun 2019 kontribusi Industri Alat
Angkutan hanya menempati nomor
4 terbesar. Selanjutnya, akibat
pandemi COVID-19 yang
menurunkan produksi Industri Alat
Angkutan hingga sebesar 19,86%
pada tahun 2020, maka kontribusi
industri ini hanya tinggal sekitar
7,6%. Kondisi ini cukup
memprihatinkan, karena industri
otomotif yang diharapkan bisa
menjadi tolong punggung
pertumbuhan industri nonmigas,
nampaknya akan memerlukan
upaya-upaya ekstra keras untuk
bisa bangkit kembali seperti
kondisinya pada tahun 2013 dan
2014.
Harapan besar terhadap industri
Alat angkutan antara lain
dinyatakan dalam bentuk dipilihnya
Otomotif sebagai salah satu dari 7
sektor utama yang akan dijadikan
fokus untuk pengembangan
“Making Indonesia 4.0”. Hal ini tidak
saja karena industri ini mempunyai
kontribusi yang cukup besar dalam
pembentukan PDB Industri
Nonmigas, tetapi juga karena
industri ini dinilai sebagai industri
yang akan berkembang pesat
seiring dengan berkembangnya
teknologi komunikasi. Karena ciri
utama dari revolusi industri 4.0
adalah penggabungan informasi
dan teknologi komunikasi dalam
bidang industri, sehingga
munculnya Revolusi Industri 4.0
menyebabkan adanya perubahan
dalam berbagai sektor. Jika semula
membutuhkan pekerja banyak,
maka kini bisa digantikan dengan
penggunaan mesin teknologi.
29,7 30
,8 32,8 34
,3 35,5
36,4 38
,3
11,0
10,5
10,5
10,2
10,0
9,3
7,6
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Industri Makanan dan Minuman
Industri Alat Angkutan
Industri Barang Logam; Komputer Barang Elektronik Optik;Peralatan ListrikIndustri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional
Grafik 16.Kontribusi Terbesar Sektor Industri *) (%)
*) Terhadap Industri Pengolahan Nonmigas
20
Sebagai salah satu sektor utama
dalam pengembangan “Making
Indonesia 4.0”, fokus utama industri
otomotif adalah untuk menjadi
pemain terkemuka dalam ekspor
ICE dan EV. Namun sayangnya
pandemi COVID-19 telah memaksa
produsen-produsen otomotif di
berbagai belahan dunia menutup
fasilitas produksinya. Di saat yang
sama, permintaan terhadap
otomotif dalam negeri juga anjlok
tajam seiring dengan melemahnya
daya beli masyarakat. Dampak
wabah COVID-19 sangat dirasakan
oleh industri otomotif nasional. Hal
ini dapat dilihat tidak saja dari
penurunan permintaan terhadap
kendaraan bermotor di Indonesia,
tetapi juga berdampak pada PHK
terhadap jutaan pekerja. Menurut
Gabungan Industri Kendaraan
Bermotor Indonesia (GAIKINDO),
target penjualan di tahun 2020
diperkirakan mengalami kontraksi
sebesar 50% akibat menurunnya
permintaan dari dalam negeri dan
luar negeri.
Masalah lain yang dihadapi industri
otomotif pada masa pandemi
COVID-19 antara lain adalah
menipisnya pasokan bahan baku
dan komponen. Hal ini disebabkan
terutama karena negara-negara
pemasok menerapkan kebijakan
lockdown untuk mengatasi
penyebaran virus COVID-19 secara
meluas di negara-negara tersebut.
Sementara itu, perkembangan
kinerja yang baik bagi Industri
otomotif sangat diperlukan bagi
perekonomian Indonesia, karena
mencakup kepentingan yang cukup
luas pada berbagai aspek dan
sektor lainnya. Dewasa ini ini
terdapat 22 perusahaan kendaraan
bermotor roda empat / lebih, dan 26
perusahaan kendaraan bermotor
roda dua. Nilai investasi industri ini
mencapai sekitar Rp 99,16 triliun
untuk kendaraan roda empat atau
lebih dan sekitar Rp 10,05 triliun
untuk kendaraan roda dua, dimana
kapasitas produksinya mencapai
sekitar 2,35 juta unit per tahun
untuk kendaraan roda 4 dan sekitar
9,53 juta unit per tahun untuk
kendaraan roda 2. Industri otomotif
diperkirakan menyerap tenaga
kerja langsung sebanyak 38,39 ribu
orang, dimana rantai nilainya
menyerap tenaga kerja sekitar 1,5
juta orang. Sehingga ada anggapan
juga yang menyatakan bahwa
industri otomotif bisa dimasukkan
sebagai industri padat karya.
Dari rantai nilai industri otomotif
sebanyak 1,5 juta orang tersebut,
dapat dirinci sebagai berikut:
a. Sektor industri tier II dan tier III =
1.000 perusahaan, 210.000
pekerja.
b. Sektor industri tier I = 550
perusahaan, dengan 220.000
pekerja.
21
c. Sektor perakitan = 22
perusahaan, dengan 75.000
pekerja.
d. Sektor dealer dan bengkel resmi
= 14.000 perusahaan, 400.000
pekerja.
e. Sektor dealer dan bengkel tidak
resmi = 42.000 perusahaan,
595.000 pekerja.
Sebagai penghasil devisa, pada
tahun 2020 Industri Alat Angkutan
mengalami penurunan nilai ekspor
yang cukup besar, yaitu sebesar
19,82%, dari sebesar USD 9,42 miliar
pada tahun 2019 menjadi sebesar
USD 7,55 miliar pada tahun 2020,
sementara pada tahun 2019 nilai
ekspor industri ini naik sebesar
9,58%. Pada tahun 2020 lalu,
penurunan terbesar terjadi pada
Industri Kendaraan Bermotor,
Trailer Dan Semi Trailer yang
mencapai sebesar 23,77%, dimana
Kendaraan Bermotor Roda 4 Dan
Lebih merupakan komoditas yang
mengalami penurunan terbesar,
yaitu sebesar 29,40%. Pada tahun
2019 Kendaraan Bermotor Roda 4
Dan Lebih tercatat mengalami
kenaikan sebesar 15,81%.
Sementara itu, pada tahun 2020
Industri Alat Angkutan lainnya juga
mengalami penurunan nilai ekspor
yang cukup berarti, yaitu sebesar
11,82%, dari sebesar USD 3,12 miliar
pada tahun 2019 menjadi sebesar
USD 2,75 miliar, dan pada tahun
2019 nilai ekspor industri ini naik
sebesar 28,09%. Dilihat dari
komoditasnya, pada tahun 2020,
penurunan ekspor terbesar terjadi
pada komoditas Suku Cadang
Kendaraan Bermotor Roda Dua
Atau Tiga dengan penurunan
sebesar 15,79%. Pada tahun 2019
komoditas ini tercatat mengalami
kenaikan sebesar 16,35%.
Industri Alat angkutan juga
merupakan industri yang banyak
melakukan impor, baik impor
barang konsumsi maupun sebagai
bahan baku. Pada tahun 2020 nilai
impor Industri Alat Angkutan juga
mengalami penurunan yang cukup
besar, yaitu sebesar 34,34%, dari
sebesar USD 10,13 miliar pada tahun
2019 menjadi sebesar USD 6,65
miliar pada tahun 2020, sementara
pada tahun 2019 nilai impor industri
ini juga turun sebesar 13,36%. Pada
tahun 2020 lalu, penurunan impor
terbesar terjadi pada Industri
-2,04
16,98
-7,70
7,24
21,81
5,40
15,81
-29,40
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Grafik 17.Pertumbuhan Ekspor Kendaraan Roda
Empat Atau Lebih (%)
22
Kendaraan Bermotor, Trailer Dan
Semi Trailer yang mencapai
sebesar 47,3%, dimana Kendaraan
Bermotor Roda Empat Dan Lebih
merupakan komoditas yang
mengalami penurunan terbesar,
yaitu sebesar 51,25%. Pada tahun
2019 Kendaraan Bermotor Roda
Empat Dan Lebih tercatat
mengalami penurunan impor
sebesar 9,66%. Dengan penurunan
nilai impor yang lebih besar pada
tahun 2020, maka surplus neraca
perdagangan dari Industri
Kendaraan Bermotor Roda Empat
atau Lebih pada tahun 2020
mengalami kenaikan, yaitu menjadi
sebesar USD 1,54 miliar dari
sebesar USD 1,22 miliar pada tahun
2019. Sebelumnya pada tahun 2019
surplus neraca perdagangan
Industri Kendaraan Bermotor Roda
Empat atau Lebih juga telah
mengalami kenaikan yang sangat
berarti, yaitu dari sekitar USD
303,49 juta pada tahun 2018.
Secara total pada tahun 2020,
ekspor Kendaraan Bermotor Roda
Empat dan Lebih mencapai USD
3,04 miliar, akan tetapi nilai ini
turun cukup tajam dari ekspor pada
tahun 2019 yang tercatat sebesar
USD 4,30 miliar, atau dengan kata
lain turun sebesar 29,40%.
Begitupun volume ekspornya juga
turun 29,89%. Penurunan terparah
selama tahun 2020 terjadi pada
bulan Mei, dimana realisasi ekspor
Kendaraan Bermotor Roda Empat
dan Lebih hanya senilai USD 82,87
juta lebih rendah dari rata-rata
ekspor bulanan tahun 2020 yang
mencapai USD 253,17 juta, dan tentu
saja lebih rendah dari rata-rata
ekspor bulanan pada tahun 2019
yang mencapai USD 358,60 miliar.
Sementara itu, apabila dilihat
berdasarkan jumlah kendaraan
yang diekspor, pada bulan Mei 2020,
total pengapalan mobil secara utuh
(Completely Built Up/CBU) hanya
6.750 unit, atau melemah dari bulan
sebelumnya sebesar 39,5%. Bahkan
anjlok dari tahun sebelumnya
sebesar 75,1% yang mampu
mencatatkan ekspor sebanyak
27.087 unit pada bulan Mei 2019.
Sedangkan ekspor Kendaraan
Bermotor Roda Empat dan Lebih
pada bulan Mei 2020 secara terurai
(Completely Knocked Down/CKD)
3,533,72
4,30
3,043,06
3,41
3,08
1,50
0,46 0,30
1,22
1,54
0
1
2
3
4
5
2017 2018 2019 2020
Ekspor Impor Neraca
Grafik 18.Kinerja Perdagangan Industri KendaraanBermotor Roda 4 Atau Lebih (US$ Miliar)
23
juga menurun sebesar 98,1% secara
tahunan menjadi 1.103 set unit,
sedangkan secara bulanan juga
terjadi penurunan apabila
dibandingkan dengan April 2020
sebesar 63,6%. Kemudian untuk
ekspor komponen pada Mei 2020
juga turun 24,9% dibanding bulan
sebelumnya dan turun 74,4%
dibandingkan bulan yang sama
tahun 2019.
Berdasarkan segmen, ekspor mobil
secara total unit (CBU dan CKD)
pada tahun 2020 didominasi oleh
mobil MPV mencapai 37,6%,
kemudian SUV 34,9%, sedangkan
mobil sedan hanya 4,5%.
Produksi mobil pada bulan Mei 2020
juga melambat 88,3% dibandingkan
bulan sebelumnya, dari mampu
memproduksi sejumlah 21.432 unit
pada April 2020 menjadi hanya
2.510 unit. Sementara itu, apabila
dibandingkan dengan bulan Mei
2019, produksi mobil melorot 97,6%
yang tercatat sebesar 103.342 unit.
Anjloknya produksi mobil pada
bulan Mei 2020 ini dikarenakan
beberapa produsen mobil di
Indonesia menghentikan aktivitas
produksinya pada periode tersebut.
Kalau dilihat menurut negara
tujuan ekspor, sebagian besar
ekspor Kendaraan Bermotor Roda
4 Dan Lebih diekspor ke Filipina,
dengan nilai sebesar USD 863,8 juta
pada tahun 2020, menurun 28,2%
dari tahun 2019 yang mencapai USD
1,2 miliar. Ekspor mobil secara utuh
(CBU) ke Filipina terus mengalami
peningkatan dari tahun 2016, di
mana pada tahun tersebut sebesar
65.664 unit hingga mencapai 86.305
unit pada 2019, akan tetapi menurun
pada tahun 2020 menjadi hanya
58.519 unit. Dikarenakan
meningkatnya ekspor mobil ini,
Filipina mencoba menghambat
dengan mengenakan safeguard
berupa bea masuk tindakan
pengamanan sementara (BMTPs)
terhadap produk mobil impor jenis
mobil penumpang dan light commercial vehicle (LCV) atau
kendaraan niaga, termasuk mobil
asal Indonesia yang diberlakukan
sejak tanggal 5 Januari 2021.
Pengenaan safeguard oleh Filipina
sebagai pasar utama mobil
Indonesia tentunya akan
0
5
10
15
20
25
30
35
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Ekspor CBU Ekspor CKD
Grafik 19.Ekspor Kendaraan Bermotor Roda 4 dan Lebih
Tahun 2020 (Ribu Unit)
24
berdampak pada ekspor, yang juga
dapat menurunkan penjualan dan
produksi.
Ekspor Kendaraan Bermotor Roda
4 Dan Lebih terbesar pada tahun
2020 selanjutnya diikuti ke negara
Arab Saudi dan Vietnam masing-
masing sebesar USD 442,7 juta dan
USD 399,1 juta. Nilai ekspor ke tiga
negara tersebut mencapai lebih
dari setengah nilai total ekspor
Kendaraan Bermotor Roda 4 dan
Lebih Indonesia ke seluruh dunia
pada tahun 2020.
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
NO. NEGARA
1. FILIPINA 36,0 58,8 56,9 114,2 134,0 132,0 135,7 94,0
2. SAUDI ARABIA 66,3 77,4 94,4 50,3 52,8 42,4 51,5 49,0
3. THAILAND 41,5 34,6 18,6 24,4 26,8 32,3 55,9 26,7
4. JEPANG 17,0 17,7 17,6 18,0 19,2 20,7 17,8 18,3
5. MALAYSIA 12,3 9,5 9,9 15,7 21,0 20,9 15,7 13,2
6. VIETNAM 4,3 4,5 7,8 12,8 32,2 34,6 65,6 45,2
7. MEKSIKO 5,3 7,9 11,1 12,2 16,0 12,7 17,3 17,5
8. UNI EMIRAT ARAB 16,2 19,0 21,8 6,9 12,9 13,3 16,1 8,5
9. AFRIKA SELATAN 10,5 7,7 7,9 6,9 7,2 11,7 9,3 6,3
10. KUWAIT 4,7 6,0 6,3 5,1 3,3 4,5 6,6 4,4
LAINNYA 43,5 64,0 51,9 53,5 65,3 95,0 99,4 61,0
257,7 307,2 304,2 320,0 390,4 420,1 490,9 344,2
NO. NEGARA
1. FILIPINA 379,6 573,2 526,4 1.130,8 1.277,8 1.192,5 1.203,7 863,8
2. SAUDI ARABIA 630,0 740,2 888,6 447,9 494,1 373,5 455,0 442,7
3. THAILAND 415,6 385,2 191,3 252,3 265,7 307,7 533,6 249,8
4. JEPANG 184,5 167,4 150,7 150,0 175,5 188,0 160,4 175,6
5. MALAYSIA 111,6 83,7 74,0 121,7 171,6 151,9 110,6 93,6
6. VIETNAM 32,8 31,8 50,6 102,1 297,0 336,4 587,3 399,1
7. MEKSIKO 50,0 72,7 77,4 82,7 110,3 89,4 126,9 131,7
8. UNI EMIRAT ARAB 165,9 191,7 212,8 69,8 126,5 138,0 159,4 80,4
9. AFRIKA SELATAN 91,6 67,0 59,0 51,6 61,6 106,9 74,4 43,4
10. KUWAIT 49,2 59,5 60,5 51,1 31,4 42,0 63,4 41,7
LAINNYA 388,6 551,5 407,3 434,2 513,8 789,4 828,4 516,2
2.499,4 2.923,9 2.698,8 2.894,2 3.525,4 3.715,8 4.303,2 3.038,0
JUMLAH
BERAT (RIBU TON)
NILAI (US$ JUTA)
JUMLAH
Tabel 3.
Ekspor Kendaraan Bermotor Roda Empat Atau Lebih Menurut Negara Tujuan Utama
TAHUN
25
Sementara itu, impor komponen
kendaraan bermotor terbesar
berasal dari Jepang, mencapai USD
1,64 miliar pada tahun 2019, akan
tetapi menurun menjadi USD 763,8
juta pada tahun 2020. Rata-rata
impor komponen kendaraan dari
Jepang selama 5 tahun terakhir
(2016 – 2020) mencapai 46% dari
total impor komponen kendaraan
Indonesia dari seluruh dunia. Hal ini
tak lepas dari fakta bahwa pasar
otomotif di Indonesia didominasi
oleh pabrikan asal Jepang, merk-
merk kendaraan asal Jepang selalu
mendominasi penjualan terlaris
dari tahun ke tahun di berbagai
segmen. Akan tetapi, saat ini
pabrikan di luar Jepang sudah
mulai berkembang, terutama dari
Tiongkok yang berpeluang
menggerus dominasi kendaraan
pabrikan Jepang.
Impor komponen kendaraan
terbesar selanjutnya berasal dari
Thailand dan Tiongkok, pada 2020
nilai impornya berturut-turut
sebesar USD 478,1 juta dan USD
208,0 juta. Bersama Jepang, ketiga
negara ini selalu menduduki
peringkat teratas asal impor
terbesar komponen kendaraan
Indonesia.
Impor komponen kendaraan
sempat mengalami penurunan
pada tahun 2014 dan berlanjut pada
2015 yang turun mencapai 15,5%.
Penurunan ini diduga terkait
dengan program mobil LCGC yang
mulai ditetapkan pada tahun 2013,
yang mengharuskan penggunaan
komponen lokal (TKDN), yang mana
pada tahun 2015, tingkat kandungan
lokal kendaraan LCGC mencapai
86-90%, sehingga dengan
meningkatnya produksi dan
penjualan kendaraan LCGC
menyebabkan penyerapan
komponen lokal juga bertambah.
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Juta
US
D
Rib
u U
nit
Grafik 20.Produksi Kendaraan dan Impor Komponen
Kendaraan
Produksi LCGC Produksi Non-LCGC Impor Komponen(Skala kiri) (Skala kiri) (Skala kanan)
26
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
NO. NEGARA
1. JEPANG 93,1 89,9 78,2 85,0 102,0 131,1 115,9 54,4
2. THAILAND 122,9 105,6 123,4 79,9 100,8 101,6 79,3 45,6
3. CHINA 48,7 44,5 40,4 58,6 63,3 81,8 83,3 65,7
4. INDIA 9,8 13,8 9,8 11,5 12,3 14,3 11,3 7,2
5. VIETNAM 0,9 1,0 2,4 3,1 3,2 3,5 3,0 1,4
6. JERMAN 6,4 3,8 6,4 4,1 4,7 4,8 4,6 3,2
7. AMERIKA SERIKAT 2,5 2,5 1,9 2,8 3,4 3,9 2,7 1,6
8. FILIPINA 7,8 8,7 4,3 6,3 6,8 5,9 4,7 3,0
9. MALAYSIA 9,7 4,1 4,9 5,6 5,4 6,3 6,0 3,3
10. KOREA SELATAN 12,2 7,6 5,9 4,7 7,1 7,8 7,3 4,8
LAINNYA 24,7 14,0 9,9 11,9 14,1 17,1 14,6 8,8
338,7 295,6 287,4 273,4 323,1 378,1 332,7 199,0
NO. NEGARA
1. JEPANG 1.333,3 1.192,0 1.032,1 1.189,9 1.439,9 1.847,5 1.638,9 763,8
2. THAILAND 1.111,2 974,6 802,2 722,8 901,5 944,6 802,5 478,1
3. CHINA 118,4 123,3 129,7 147,4 189,0 282,8 329,4 208,0
4. INDIA 75,0 109,1 79,7 85,7 78,8 83,3 77,0 59,5
5. VIETNAM 13,8 22,9 57,0 74,2 77,1 83,5 71,2 32,2
6. JERMAN 103,3 60,3 68,5 42,8 58,1 67,3 67,0 40,1
7. AMERIKA SERIKAT 43,9 46,6 38,8 49,7 63,5 83,5 64,4 47,0
8. FILIPINA 89,7 105,3 51,2 81,2 87,0 78,1 63,1 38,2
9. MALAYSIA 65,4 51,6 48,3 57,4 55,4 58,8 56,9 28,1
10. KOREA SELATAN 75,1 42,5 33,9 30,5 47,2 49,7 50,2 30,8
LAINNYA 189,2 180,2 115,4 111,7 167,1 196,9 160,8 115,7
3.218,3 2.908,5 2.456,7 2.593,5 3.164,7 3.775,9 3.381,6 1.841,5
NILAI (US$ JUTA)
JUMLAH
Tabel 4.
Impor Komponen Kendaraan Bermotor Menurut Negara Asal Utama
TAHUN
BERAT (RIBU TON)
JUMLAH
27
BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
A. Kesimpulan Industri otomotif menjadi salah
satu sektor industri pengolahan
nonmigas yang paling terdampak
oleh pandemi COVID-19, terlihat
dengan pertumbuhan dengan
kontraksi terdalam pada tahun
2020 mencapai 19,86% (yoy) di
antara 15 sektor industri
pengolahan nonmigas. Pada tahun
2020, penjualan mobil dan motor
turun hampir setengah dari
penjualan tahun sebelumnya
(penjualan mobil turun 48,3% dan
penjualan motor turun 43,6%).
Begitu pula dengan kinerja ekspor
mobil dan motor turun di tahun
2020, ekspor mobil turun 66,18%,
sedangkan ekspor motor turun
13,6%. Penurunan kinerja industri
otomotif yang ditunjukkan dengan
turunnya penjualan dan ekspor ini
akan berdampak pada penurunan
pendapatan pabrikan otomotif,
penurunan pembelian bahan baku
dan bahan penolong, penurunan
pembayaran pajak (PPN),
penurunan produksi, serta
penurunan pendapatan buruh
otomotif.
Kebangkitan industri otomotif tahun
depan juga akan ditentukan oleh
seberapa besar pemulihan sektor
riil yang diharapkan mendongkrak
permintaan kendaraan bermotor.
Selain itu dibutuhkan strategi
kebijakan pemulihan yang efektif
agar industri otomotif bisa bangkit
kembali setidaknya seperti masa
sebelum masa pandemi. Pada
sebagian kalangan timbul
kekhawatiran bahwa produksi
kendaraan bermotor global,
khususnya mobil, tidak akan
menyamai level tahun 2019 lagi,
hingga tahun 2023, sehingga akan
menghasilkan kompetisi yang ketat
dan membuat sebagian produsen
mobil gulung tikar. Selain itu,
pandemi COVID-19 telah
menyebabkan terjadinya
penundaan berbagai peluncuran
teknologi baru di sektor otomotif
(oleh lebih dari 75% produsen).
Namun di lain pihak pandemi
COVID-19 juga mempercepat
investasi sektor otomotif untuk
jenis kendaraan listrik dan hybrid-
baterai.
Terkait dengan prospek industri
otomotif di tahun-tahun
mendatang, terdapat beberapa
peluang dan tantangan yang perlu
diperhatikan agar industri otomotif
bisa bangkit kembali. Secara garis
besar peluang dan tantangan
tersebut meliputi sebagai berikut:
28
Peluang Tantangan
1. Peluang pengembangan industri otomotif di Indonesia masih besar. Hal ini antara lain didukung oleh pembangunan infrastruktur yang terus dilakukan, tingginya kapasitas produksi, dan populasi kelas menengah ke atas yang terus meningkat.
2. Indonesia juga merupakan pasar otomotif terbesar di Asia. Pada 2019, lebih dari 1 juta kendaraan dijual di dalam negeri, dan 300.000 telah diekspor ke seluruh dunia.
3. Rasio kepemilikan kendaraan bermotor di Indonesia masih rendah, yaitu sekitar 87 unit per 1.000 orang, dibandingkan Malaysia yang mencapai 450 unit per 1.000 orang, dan di Thailand mencapai 220 unit per 1.000 orang.
4. Industri otomotif memiliki rantai yang panjang. Pengembangan industri ini tidak saja akan menghidupkan industri komponen otomotif, tapi juga menggairahkan banyak sektor yang bersinggungan langsung dengan otomotif, seperti perbankan dan multifinance.
1. Kurang berkembangnya industri komponen domestik yang mengakibatkan proses manufaktur otomotif masih bergantung pada komponen impor.
2. Ekspansi industri otomotif nasional ke pasar global belakangan ini dihadapkan pada isu lingkungan dan energi. Meningkatnya kesadaran konsumen global akan isu lingkungan dan energi memunculkan kepe-dulian terhadap konsumsi bahan bakar dan gas buang produk otomotif. Saat ini, level standar emisi produk otomotif di sejumlah negara sudah mencapai Euro IV (salah satunya adalah Malaysia).
3. Masih dibutuhkan peningkatan kapabilitas sumberdaya manusia (SDM), tidak hanya pada SDM yang dimiliki oleh pabrikan otomotif, namun juga pada semua SDM yang ada dalam keseluruhan rantai pemasok komponen dalam keseluruhan lanskap besar industri otomotif nasional.
Hal ini dibutuhkan agar industri otomotif mampu menghasilkan produk ber-standar internasional sekali-gus berdaya saing global.
Peluang Tantangan
29
B. Rekomendasi Kebijakan
01
02
03
04
05
06
Perkembangan industri otomotif di Indonesia harus terus dipacu agar kembali memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, baik untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, meningkatkan nilai investasi, pajak, maupun ekspor. Selain itu, juga agar tetap mampu menciptakan lapangan pekerjaan lebih dari satu juta orang.
Berbagai kebijakan dan stimulus, yang telah dirancang pemerintah guna membangkitkan kembali gairah usaha para produsen, harus diupayakan untuk bisa diimplementasikan.
Stimulus yang diajukan Kemenperin berupa relaksasi sejumlah pajak untuk mendukung keringanan pembelian kendaraan, antara lain pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil baru yang diusulkan sebesar 0%, PPN, serta pajak daerah yang mencakup bea balik nama (BBN), pajak kendaraan bermotor (PKB), dan pajak progresif.
Regulasi yang dibangun hendaknya ditujukan agar semua investor merasa nyaman berinvestasi di Indonesia. Dalam konteks ini, pemerintah berkewajiban untuk memastikan iklim dan lingkungan usaha manufaktur berjalan kondusif.
Dengan berkembangnya investasi, maka multiplayer effect-nya akan sangat menguntungkan, dari mulai terciptanya penyerapan tenaga kerja hingga berkembangnya industri komponen dan jasa terkait.
Di sisi regulasi, pemerintah harus memastikan bahwa peraturan yang ada harus mampu memayungi industri otomotif dari hulu hingga hilir. Selain regulasi yang adaptif pada kepentingan pelaku industri otomotif, pemerintah juga berkewajiban untuk mengembangkan infrastruktur yang mendukung kelancaran mobilitas logistik sekaligus proses ekspor-impor barang.
30
07 Dibutuhkan strategi kebijakan pemulihan yang mencakup antara lain:
• Relaksasi PPnBM untuk mobil dengan kapasitas silinder sampai dengan 1.500 cc, sesuai dengan Revisi PP No. 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Permenkeu PPnBM ditanggung pemerintah (DTP), dengan skema:
- Relaksasi 100% dari PPnBM bulan Maret – Mei 2021,
- Relaksasi 50% dari PPnBM bulan Juni – Agustus 2021,
- Relaksasi 25% dari PPnBM bulan September – Desember 2021.
Kebijakan relaksasi PPnBM ini sudah banyak dilakukan di beberapa negara lain seperti:
- Malaysia: Diskon pajak penjualan 100% untuk Completely Knock Down (CKD), dan 50% untuk Completely Built Up (CBU),
- Perancis: Insentif EUR 7.000 pembelian kendaraan listrik baterai (BEV),
- Jerman: Insentif EUR 6.000 pembelian BEV dan EUR 4.500 pembelian plug-in hybrid electric vehicle (PHEV),
- Spanyol: program bantuan pembelian mobil mencakup bantuan keuangan hingga € 4,000 untuk BEV dan PHEV dengan jangkauan listrik minimum 90 km.
• Penurunan suku bunga (umum/semua sektor). Suku bunga Indonesia sebenarnya sudah diturunkan mencapai 3,5 persen dari sebesar 6 persen pada tahun 2018. Akan tetapi, di beberapa negara menerapkan suku bunga yang lebih rendah seperti Thailand, Malaysia, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Jepang;
• Penurunan Loan to Value/ LTV (DP 0%). Pelonggaran LTV ini sejalan dengan penurunan suku bunga diharapkan dapat mendorong sisi demand untuk penyaluran kredit dan pembiayaan, sehingga dapat mendukung permintaan domestik;
31
• Perluasan sasaran penerima relaksasi PPnBM, yang semula hanya kendaraan dengan kapasitas silinder sampai 1.500 cc, diharapkan nanti diperluas sehingga penjualan/tren dari Industri Otomotif akan meningkat;
• Pemda perlu memberikan dukungan bagi pameran virtual atau kombinasi offline-online. Hal ini mengakomodasi strategi pemasaran bagi industri otomotif;
• Pemerintah pusat dan daerah perlu melakukan upaya untuk mengurangi rigiditas kebijakan soal buruh (sementara). Karena industri otomotif termasuk industri padat karya dan juga memiliki multiplier effect yang tinggi dan terkait dengan industri komponen lainnya.;
• Insentif pembayaran pajak bumi dan bangunan (Pemda), sehingga dapat mengurangi biaya overhead pabrik.
Pusat Data dan InformasiJl. Jend. Gatot Subroto Kav. 52-53, Lt. 3
Hotline: (021) 5265029www.kemenperin.go.id