20130913112143_rtrw p lampung 2009-2029_final_bkprn

233

Upload: ajeng-andini

Post on 01-Oct-2015

231 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Final perda RTRW Provinsi Lampung

TRANSCRIPT

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung merupakan matra ruang dari seluruh kebijakan pembangunan Provinsi Lampung yang mengakomodir kebutuhan spatial bagi seluruh program pembangunan dan mengintegrasikan dalam kesatuan wilayah.

Secara garis besar buku Rencana Tata Ruang Wilayah ini antara lain mencakup potensi, masalah dan prospek pengembangan wilayah, serta strategi penataan ruang, arahan pengelolaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang Wilayah Provinsi Lampung. Buku ini merupakan lampiran dan menjadi bagan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah Pemerintah Provinsi Lampung tentang Penataan Ruang Wilayah Provinsi Lampung.

Diharapkan naskah tersebut digunakan sebagai acan bagi program-program pembangunan dan investasi di Provinsi Lampung dengan harapan dapat mewujudkan pembangunan yang terarah, terpadu, berkesinambungan serta berwawasan lingkungan.

Kepada semua pihak yang terlibat dan telah membantu kelancaran penusunan naskah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung ini, diucapkan terima kasih.

Bandar Lampung, 2009

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROVINSI LAMPUNG

BAB I. PENDAHULUAN1-1

11.1. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG1-

51.1.1. Kondisi Topografi1-

51.1.2. Hidrologi1-

71.1.3. Iklim1-

71.1.4. Tutupan Lahan (Land Coverage)1-

141.2. KEPENDUDUKAN1-

181.3. KAWASAN RAWAN BENCANA ALAM1-

201.4. POTENSI SUMBERDAYA ALAM1-

201.4.1. Kondisi Geologi1-

221.4.2. Potensi Endapan Mineral1-

241.5. POTENSI EKONOMI WILAYAH1-

241.5.1. Umum1-

241.5.2. Produk Regional dan Pendapatan perkapita1-

271.5.3. Struktur dan Laju Perekonomian Provinsi Lampung1-

321.5.4. Perdagangan dan Investasi1-

351.5.5. Ketenagakerjaan1-

361.5.6. Keuangan Daerah1-

401.6. ISSUE STRATEGIS1-

BAB 2. TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH2-1

12.1. TUJUAN PENATAAN RUANG2-

12.2. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG2-

BAB 3. RENCANA STRUKTUR RUANG PROVINSI3-113.1. RENCANA DISTRIBUSI PENDUDUK3-

33.2. RENCANA PUSAT KEGIATAN3-

113.3. RENCANA JARINGAN TRANSPORTASI3-

113.3.1. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Darat3-

163.3.2. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Laut3-

163.3.3. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Udara3-

183.4. RENCANA SISTEM JARINGAN ENERGI DAN KELISTRIKAN3-

183.4.1. Jaringan Pipa Transmisi dan Distribusi Gas Bumi3-

183.4.2. Pembangkit Tenaga Listrik3-

203.4.3. Jaringan Transmisi Tenaga Listrik3-

233.5. RENCANA SISTEM JARINGAN TELEKOMUNIKASI3-

243.5.1. Mikro Digital3-

253.5.2. Serat Optik3-

253.5.3. Mikro Analog3-

253.6. RENCANA SISTEM JARINGAN SUMBER DAYA AIR3-

253.6.1. Sistem Jaringan Air Baku Pertanian3-

273.6.2. Sistem Jaringan Air Baku Air Minum dan Industri3-

303.6.3. Sistem Persampahan3-

313.6.4. Sistem Pengelolaan Limbah Cair3-

333.7. RENCANA Sistem sarana dan prasarana lainnya3-

BAB 4. RENCANA POLA RUANG PROVINSI4-114.1. UMUM4-

24.2. RENCANA PERUNTUKAN KAWASAN LINDUNG4-

64.3. RENCANA PERUNTUKAN KAWASAN BUDIDAYA4-

BAB 5. PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS PROVINSI5-1BAB 6. ARAHAN PEMANFAATAN RUANG PROVINSI6-116.1. PRIORITAS PEMANFAATAN RUANG6-

36.2. INDIKASI PROGRAM UTAMA6-

146.3. PEMBIAYAAN DAN KELEMBAGAAN6-

146.3.1. Pembiayaan Pembangunan6-

176.3.2. Kelembagaan6-

BAB 7. ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG PROVINSI7-117.1. PRINSIP PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG7-

27.1.1. Kategori Pemanfaatan Ruang dan Kebijaksanaannya7-

27.1.2. Peringkat Pengaruh Geografis Kebijaksanaan7-

37.1.3. Kerangka Pengendalian yang Berkelanjutan7-

47.1.4. Instrumen dan Tata Cara Pengendalian7-

57.1.5. Institusi Pengendalian7-

67.2. INDIKASI ARAHAN PERATURAN ZONASI7-

77.2.1. Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Lindung7-

137.2.2. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya:7-

227.3. PERIZINAN7-

257.4. ARAHAN INSENTIF DAN DISINSENTIF7-

317.5. ARAHAN SANKSI7-

6Tabel 1. 1 Data Penggunaan Air Tanah1-

7Tabel 1. 2 Tutupan Lahan Provinsi Lampung tahun 20071-

14Tabel 1. 3 Jumlah Penduduk Provinsi Lampung Tahun 20071-

15Tabel 1. 4 Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan Tahun 20071-

16Tabel 1. 5 Proyeksi Jumlah Penduduk di Provinsi Lampung1-

28Tabel 1. 6 Kondisi Struktur Perekonomian Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha Atas Harga Berlaku Tahun 2005-2007 (Juta Rupiah)1-

29Tabel 1. 7 Kondisi Struktur Perekonomian Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha Atas Harga Konstan Tahun 2005-2007 (Juta Rupiah)1-

30Tabel 1. 8 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2007 (Persen)1-

31Tabel 1. 9 Proyeksi PDRB dan Pendapatan Per Kapita Provinsi Lampung1-

33Tabel 1. 10 Proyeksi Perkembangan Investasi Provinsi Lampung1-

34Tabel 1. 11 Proyeksi Ekspor - Impor Provinsi Lampung1-

36Tabel 1. 12 Proporsi Penduduk Usia Produktif dan Non Produktif tahun 20071-

37Tabel 1. 13 Perkembangan PAD Provinsi Lampung tahun 2003-20071-

37Tabel 1. 14 Rasio PAD Terhadap APBD Provinsi Lampung Tahun 2003-20071-

TOC \h \z \c "Tabel 3." 3Tabel 3. 1 Arahan Distribusi Penduduk Menurut Daya Tampung Kawasan Tiap Kabupaten dan Kota di Provinsi Lampung Tahun 20293-

5Tabel 3. 2 Arahan PKN dan PKW di Provinsi Lampung Berdasarkan RTRW Nasional Tahun 20083-

6Tabel 3. 3 Deskripsi Kegiatan Wilayah dan Lokal di Provinsi Lampung Tahun 2009 20293-

7Tabel 3. 4 PKWp dan PKL di Provinsi Lampung Tahun 2009-20293-

20Tabel 3. 5 Proyeksi Kebutuhan Jaringan Listrik di Provinsi Lampung3-

24Tabel 3. 6 Proyeksi Kebutuhan Jaringan Telekomunikasi Terestrial di Provinsi Lampung3-

28Tabel 3. 7 Proyeksi Kebutuhan Air Baku Air Minum dan Industri di Provinsi Lampung3-

30Tabel 3. 8 Proyeksi Timbulan Sampah dan Kebutuhan TPS serta TPA di Provinsi Lampung3-

32Tabel 3. 9 Proyeksi Kebutuhan Pengelolaan Limbah Cair di Provinsi Lampung3-

34Tabel 3. 10 Proyeksi Kebutuhan Sekolah Berdasarkan Tren Jumlah Murid di Provinsi Lampung3-

35Tabel 3. 11 Proyeksi Kebutuhan Sekolah Untuk Tiap Kabupaten di Provinsi Lampung3-

36Tabel 3. 12 Proyeksi Jumlah Guru dan Lulusan Di Provinsi Lampung3-

37Tabel 3. 13 Proyeksi Jumlah PUSKESMAS di Provinsi Lampung3-

38Tabel 3. 14 Proyeksi Jumlah Dokter di Provinsi Lampung3-

38Tabel 3. 15 Proyeksi Jumlah RS, RS Bersalin dan POLIKLINIK di Provinsi Lampung Tahun 20293-

39Tabel 3. 16 Proyeksi Sarana Ekonomi di Provinsi Lampung Tahun 20293-

8Tabel 4. 1 Rekapitulasi Luas Kawasan Hutan Eksisting dan Rencana Peruntukan Hutan4-

14Tabel 4. 2 Pengelolaan Kawasan Pariwisata Provinsi Lampung4-

5Tabel 6. 1 Indikasi Program Utama Lima Tahunan Provinsi Lampung6-

TOC \h \z \c "Tabel 7." 4Tabel 7. 1 Komponen Utama Pengendalian Pemanfaatan Ruang7-

5Tabel 7. 2 Instrumen Pengendalian7-

6Tabel 7. 3 Institusi Pengendalian Pemanfaatan Ruang7-

27Tabel 7. 4 Jenis Insentif dan Disinsentif7-

25Gambar 1. 1 Perbandingan Produksi Atas Dasar Harga Konstan dan Berlaku Tahun 2005-20071-

26Gambar 1. 2 Pertumbuhan PDRB/Kapita tahun 2005-20071-

32Gambar 1. 3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung1-

35Gambar 1. 4 Proporsi Penduduk di daerah Studi1-

39Gambar 1. 5 Topangan Sektoral dalam Pengembangan Ekonomi Provinsi Lampung1-

14Gambar 3. 1 Matriks Jaringan Jalan dalam Struktur Ruang Provinsi3-

25Gambar 7. 1 Lingkup Pengendalian Ruang7-

1.1. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNGProvinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung tanggal 18 Maret 1964. Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan 10340 (BT) Bujur Timur sampai 10550 (BT) Bujur Timur dan 345 (LS) Lintang Selatan sampai 645 (LS) Lintang Selatan. Provinsi Lampung meliputi areal daratan seluas 35.288,35 km (Lampung dalam angka, BPS, 2006) termasuk 132 pulau di sekitarnya dan lautan yang berbatasan dalam jarak 12 mil laut dari garis pantai ke arah laut lepas. Luas perairan laut Provinsi Lampung diperkirakan lebih kurang 24.820 km (atlas Sumberdaya Pesisir Lampung, 1999). Panjang garis pantai Provinsi Lampung lebih kurang 1.105 km, yang membentuk 4 (empat) wilayah pesisir, yaitu Pantai Barat (210 km), Teluk Semangka (200 km), Teluk Lampung dan Selat Sunda (160 km), dan Pantai Timur (270 km). Batas administratif wilayah Provinsi Lampung adalah:

1. Sebelah Utara dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu

2. Sebelah Selatan dengan Selat Sunda

3. Sebelah Timur dengan Laut Jawa

4. Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia

Secara administratif Provinsi Lampung dibagi kedalam 11 (sebelas) Kabupaten/Kota yang terdiri atas:

1. Kabupaten Tulang Bawang dengan ibukota Menggala.

2. Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa.

3. Kabupaten Lampung Tengah dengan ibukota Gunung Sugih.

4. Kabupaten Lampung Timur beribukota Sukadana.

5. Kabupaten Way Kanan dengan ibukota Blambangan Umpu.

6. Kabupaten Tanggamus dengan ibukota Kota Agung.

7. Kabupaten Lampung Selatan dengan ibukota Kalianda.

8. Kabupaten Lampung Utara dengan ibukota Kotabumi.

9. Kabupaten Pesawaran dengan ibukota di Gedung Tataan (baru diresmikan pemekarannya, sehingga datanya masih menyatu pada Kabupaten Induk yaitu Lampung Selatan).

10. Kota Bandar Lampung.

11. Kota Metro.

Pada akhir tahun 2008, terjadi pemekaran kembali melalui pembentukan 3 (tiga) kabupaten baru, sehingga saat ini secara administratif Provinsi Lampung terdiri dari 12 Kabupaten dan 2 kota. Ketiga kabupaten baru tersebut yaitu:

1. Kabupaten Pringsewu dengan ibukota di Pringsewu.

2. Kabupaten Mesuji dengan ibukota di Mesuji.

3. Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan ibukota di Panaragan.

Untuk mengetahui wilayah administrasi provinsi lampung dapat di lihat pada peta di bawah ini.

1.1.1. Kondisi TopografiMenurut kondisi topografi, Provinsi Lampung dapat dibagi ke dalam 5 (lima) satuan ruang, yaitu:

1. Daerah berbukit sampai bergunung, dengan ciri khas lereng-lereng yang curam atau terjal dengan kemiringan berkisar 25% dan ketinggian rata-rata 300 m di atas permukaan laut (dpl). Daerah ini meliputi Bukit Barisan, kawasan berbukit di sebelah Timur Bukit Barisan, serta Gunung Rajabasa.

2. Daerah Berombak sampai bergelombang, yang dicirikan oleh bukit-bukit sempit, kemiringan antara 8% hingga 15%, dan ketinggian antara 300 meter sampai 500 meter d.p.l. Kawasan ini meliputi wilayah Gedong Tataan, Kedaton, Sukoharjo, dan Pulau Panggung di Daerah Kabupaten Lampung Selatan, serta Adirejo dan Bangunrejo di Daerah Kabupaten Lampung Tengah.

3. Dataran alluvial, mencakup kawasan yang sangat luas meliputi Lampung Tengah hingga mendekati pantai sebelah Timur. Ketinggian kawasan ini berkisar antara 25 hingga 75 meter d.p.l., dengan kemiringan 0% hingga 3%.

4. Rawa pasang surut di sepanjang pantai Timur dengan ketinggian 0,5 hingga 1 meter d.p.l.

5. Daerah aliran sungai, yaitu Tulang Bawang, Seputih, Sekampung, Semangka, dan Way Jepara.1.1.2. HidrologiSumberdaya air (tawar) di Provinsi Lampung tersebar di 5 (lima) daerah River Basin. Bagian terbesar dari hulu sungai ini berada di Kabupaten Lampung Barat, sebagian Lampung Utara, dan sebagian Tanggamus. Daerah River Basin ini meliputi:

Daerah River Basin Tulang Bawang terletak di utara hingga ke arah barat, melewati wilayah Kabupaten Lampung Utara dan Way Kanan dengan luas River Basin 10.150 Km dan panjang 753,5 Km dengan 9 cabang anak sungai membentuk pola aliran dendritic yang merupakan ciri umum sungai-sungai di Lampung. Kepadatan (density) pola aliran sebesar 0,07 dan frekuensi pola aliran 0,0009. Daerah River Basin Seputih terletak di bagian tengah wilayah bagian barat Lampung Tengah ke arah Metro dan Lampung Timur. Luas River Basin 7.550 Km, panjang 965 Km, memiliki 14 cabang sungai, density pola aliran 0,13 dan frekuensi pola aliran 0,0019.

Daerah River Basin Sekampung terletak di sebagian besar wilayah Kabupaten Tanggamus, Lampung Tengah, Lampung Selatan bagian Utara, hingga ke arah timur. Luas River Basin ini mencapai 5.675 Km dengan panjang 623 Km dan memiliki 12 cabang sungai. Pola aliran mencapai kepadatan 0,11 dan frekuensinya mencapai 0,021.

Daerah River Basin Semangka terletak di wilayah Kabupaten Tanggamus bagian selatan dan barat ke arah pantai Selat Sunda bagian barat. Luas River Basin ini 1.525 Km dengan panjang 189 Km, memiliki 8 cabang sungai, kepadatan (density) pola aliran 0,12 dan frekuensi pola aliran 0,0052.

Daerah River Basin Way Jepara terletak di Kabupaten Lampung Timur dengan luas 800 Km, dan panjang sungai mencapai 108,5 Km, memiliki 3 cabang sungai, pola aliran dengan kepadatan (density) 0,14 serta frekuensi 0,0038.

Secara hidrogeologi di Provinsi Lampung terdapat 7 (tujuh) cekungan air tanah, yaitu cekungan air tanah Kalianda, cekungan air tanah Bandar Lampung, cekungan air tanah Metro Kotabumi, cekungan air tanah Talang Padang, cekungan air tanah Kota Agung, cekungan air tanah Gedong Meneng dan cekungan air tanah danau ranau.

Dalam rangka konservasi air tanah terdapat beberapa zona pemanfaatan air tanah, yaitu:

a. Zona Aman Potensi Tinggi(ZONA I)

b. Zona Aman Potensi Sedang(ZONA II)

c. Zona Aman Potensi Kecil

(ZONA III)

d. Zona Imbuh / Resapan

(ZONA IV)e. Zona Bukan CAT

Tabel 1. 1 Data Penggunaan Air Tanah

ZONADEBIT MAXKEDALAMAN (M)WAKTU PEMOMPAANPENGGUNAAN

I3,5 M3/hr/sumur< 40 -Air Minum/R.Tangga

150 M3/hr/sumur40 12018 JamIndustri

II3,5 M3/hr/sumur< 40-Air Minum/R.Tangga

100 M3/hr/sumur40 14018 JamIndustri

III3,5 M3/hr/sumur< 40-Air Minum/R.Tangga

75 M3/hr/sumur40 16018 JamIndustri

IV3,5 M3/hr/sumur( 40-Air Minum/R.Tangga

Sumber: Hasil Analisis, 20091.1.3. Iklim

Propinsi Lampung terletak di bawah katulistiwa 5 Lintang Selatan beriklim tropis-humid dengan angin laut lembah yang bertiup dari Samudera Indonesia dengan dua musim angin setiap tahunnya, yaitu bulan November hingga Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut, dan bulan Juli hingga Agustus angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara. Kecepatan angin rata-rata tercatat sekitar 5,83 km/jam. Suhu udara rata-rata berkisar antara 260C - 280C, dengan suhu maksimum sebesar 330C dan minimum sebesar 200C. Kelembaban udara di beberapa stasiun pengamatan menunjukkan kisaran antara 75% - 95%. Sedangkan rata-rata curah hujan tahun sebesar 168,95 mm/bulan1.1.4. Tutupan Lahan (Land Coverage)

Berdasarkan data peta RBI BAKOSURTANAL 2001 dari luas wilayah Provinsi Lampung sebesar 35.288,35Km. Tutupan lahan Provinsi Lampung dapat dilihat secara rinci pada tabel 1.2Tabel 1. 2 Tutupan Lahan Provinsi Lampung tahun 2007

NoPemanfaatanLuas (Km)Persentase (%)

1 Permukiman 2.321,836.58

2 Sawah 205,50.58

3 Pertanian Lahan Kering 21.49260.90

4 Perkebunan 1.231,313.49

5 Hutan 2.080,265.90

6 Rawa, sungai, tubuh air170,440.48

7 Tambak 340,870.97

8 Mangrove 4,360.01

9 Savanna dan Semak Belukar 4.780,8413.55

10 Tambang dan Tanah Terbuka 2.407,096.82

11Penggunaan Lainnya253,850.72

Jumlah 35.288,35100%

Sumber : Hasil Analisis dan Olahan Peta, 2009

1.2. KEPENDUDUKAN

Pada Akhir tahun 2008 terjadi pemekaran 2 kabupaten di provinsi lampung yaitu:

1. Kabupaten Tanggamus yang terdiri dari:

Kabupaten Tanggamus dengan Ibukota di Tanggamus

Kabupaten Pringsewu dengan Ibukota di Pringsewu

2. Tulang Bawang

Kabupatern Tulang Bawang dengan Ibukota di Menggal

Kabupatern Tulang Bawang Barat dengan Ibukota di Panaragan

Mesujidengan Ibukota Mesuji.Data Statistik dari Pemekaran Kabupaten ini belum tersedia baik kondisi eksisting maupun data time series sehingga dalam melakukan proyeksi penduduk Kabupaten Pemekaran tersebut masih mengikuti data kabupaten induk. Jumlah penduduk Provinsi Lampung pada tahun 2007 mencapai 7.289.767 jiwa dengan jumlah penduduk terbesar berada di Kabupaten Lampung Selatan, yaitu sebesar 1.341.258 jiwa. Jumlah penduduk perkabupaten selanjutnya dapat dilihat dalam tabel berikut:Tabel 1. 3 Jumlah Penduduk Provinsi Lampung Tahun 2007

NoKabupaten/KotaJumlah Penduduk

Laki-lakiPerempuanTotal

1Lampung Barat203.057178.382381.439

23TanggamusPringsewu *)434.011392.599826.610

4Lampung Selatan479,132 443,870 923.002

5Lampung Timur482.205454.529936.734

6Lampung Tengah582.156578.0651.160.221

7Lampung Utara285.488276.826562.314

8Way Kanan185.449177.300362.749

9

10

11Tulang BawangTulang Bawang Barat *)

Mesuji *)405.068369.197774.265

12Bandar Lampung409.433402.700812.133

13Metro66.62365.421132.044

14Pesawaran217.117201.139418.256

Jumlah3.749.7393.540.0287.289.767

Sumber : BPS Lampung Dalam Angka Tahun, 2008

*) Pemekaran Kabupaten November 2008 (data BPS belum tersedia)Pada tahun 2007 kepadatan penduduk di Provinsi Lampung adalah sebesar 207 jiwa/Km dengan kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kota Bandar Lampung, yaitu sebesar 4.208 jiwa/Km. Hal ini diakibatkan karena Kota Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung yang memiliki kelengkapan sarana prasarana dan aksesibilitas wilayah.

Kepadatan penduduk terendah di Provinsi Lampung pada tahun 2007 terdapat di Kabupaten Lampung Barat, Way Kanan dan Tulang Bawang yang memiliki kepadatan masing-masing 77, 92 dan 98 jiwa/Km. Hal ini dipengaruhi oleh medan wilayah yang sulit untuk dijangkau serta ketersediaan prasarana dan sarana masih terbatas, sehingga menurunkan minat penduduk untuk menetap dan mencari penghidupan disana.

Tabel 1. 4 Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan Tahun 2007

NoKabupaten/Kota Ibu Kota LUAS WILAYAH (KM) TAHUN 2007

Jumlah Kepadatan

1Lampung BaratLiwa 4,950.40 381,439 77.05

23TanggamusPringsewu *)Kota AgungPringsewu3,356.61826,610246.26

4Lampung SelatanKalianda 2,007.01 923,002 459.89

5Lampung TimurSukadana 4,337.89 936,734 215.94

6Lampung TengahGunung Sugih 4,789.82 1,160,221 242.23

7Lampung UtaraKotabumi 2,725.63 562,314 206.31

8Way KananBlambangan Umpu 3,921.63 362,749 92.50

9

10

11Tulang BawangTulang Bawang Barat *)

Mesuji *)MenggalaPanaragan

Mesuji 7,770.84 774,265 99.64

12Bandar LampungBandar Lampung 192.96 812,133 4,208.82

13MetroMetro 61.79 132,044 2,136.98

14PesawaranGedong Tataan 1,173.77 418,256 356.34

Jumlah 35,288.35 7,289,767 8,342

Sumber : Lampung Dalam Angka Tahun, 2008

*) Pemekaran Kabupaten November 2008 (data BPS belum tersedia)

Dari hasil pengolahan dan analisis data, dapat diketahui hasil proyeksi jumlah penduduk untuk sepuluh dan duapuluh tahun kedepan. Berdasarkan perhitungan tersebut rata-rata pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung tiap tahunnya diperkirakan mencapai 1,18% dan hingga akhir tahun rencana penduduk Provinsi Lampung terkonsentrasi di Kabupaten Lampung Selatan (18%) dari jumlah penduduk Provinsi Lampung. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain karena faktor topografi wilayah yang relatif datar dibandingkan wilayah lain di Provinsi Lampung, merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera dari arah Jawa dan memiliki aksesibilitas yang baik dari berbagai moda, luas wilayah yang memadai dibanding Bandar Lampung dan Metro dan memiliki kelengkapan sarana prasarana yang cukup menarik untuk aktivitas perdagangan dan industri. Selain itu letaknya yang berbatasan langsung dengan Kota Bandar Lampung menjadi nilai lebih bagi Kabupaten Lampung Selatan, mengingat sektor usaha dan penyediaan lapangan usaha masih terkonsentrasi di Kota Bandar Lampung. Sementara ketersediaan lahan di Kota Bandar Lampung relatif terbatas, sehingga penduduk di Kota Bandar Lampung mencari permukiman di luar Kota Bandar Lampung terutama di daerah perbatasan antara Bandar Lampung dan Lampung Selatan dan Bandar Lampung - Pesawaran. Dengan demikian jumlah penduduk terkonsentrasi di Wilayah Lampung Selatan. Proyeksi jumlah penduduk untuk tahun 2019 dan 2029 dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 1. 5 Proyeksi Jumlah Penduduk di Provinsi Lampung

NoKabupaten/KotaTahun

20192029

1Lampung Selatan1.015.1951.149.939

2Bandar Lampung992.9361.124.533

34TanggamusPringsewu *)863.756867.526

5Lampung Barat485.385558.491

6Way Kanan402.024408.334

7Lampung Utara671.348748.952

8

9

10Tulang BawangTulang Bawang Barat *)

Mesuji *)978.6961.129.296

11Lampung Tengah1.298.5661.412.715

12Lampung Timur1.024.3741.086.394

13Metro157.768175.672

14Pesawaran460.033521.431

Jumlah8.350.0819.183.283

Sumber : BPS Hasil Analisis, 2008*) Pemekaran Kabupaten November 2008 (data BPS belum tersedia)

1.3. KAWASAN RAWAN BENCANA ALAM

Kawasan rawan bencana alam terdiri atas daerah yang sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti banjir, longsor, gerakan tanah/gempa, puting beliung, tsunami dan kebakaran hutan. Kawasan-kawasan rawan bencana tersebut meliputi:

1. bencana tanah longsor tersebar di Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Pesawaran, dan Kabupaten Lampung Selatan2. Untuk kasus kebakaran hutan tersebar di Kabupaten Mesuji, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Timur3. Bancana tsunami dan gelombang pasang berpotensi terjadi di sepanjang pesisir pantai wilayah Provinsi Lampung. Sedangkan bencana banjir tersebar di Kota Bandar Lampung, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang, Kota Metro, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Selatan.

4. Kawasan rawan bencana alam geologi tersebar diseluruh wilayah Provinsi Lampung yang terjadi akibat aktivitas tektonik pengaruh Sesar Mayor, yaitu Sesar Semangko dan Sesar Mentawai, dan Sesar Minor, serta aktivitas vulkanik. Untuk mengetahui secara rinci lokasi potensi bencana alam dapat di lihat pada peta di bawah ini.

1.4. POTENSI SUMBERDAYA ALAM

1.4.1. Kondisi Geologi

Batuan yang tertua dan tersingkap di wilayah Lampung adalah batuan malihan/metamorf yang terdiri dari sekis, genes, filit, kuarsit, dan pualam yang secara keseluruhan termasuk dalam kompleks Gunungkasih (Ptgm). Umur kompleks ini belum diketahui dengan pasti, namun diperkirakan Pra Karbon. Batuan tua lainnya adalah sedimen laut dalam yang terdiri dari batupasir dan batulempung dengan sisipan rijang dan batugamping dikenal dengan nama Formasi Menanga (Km). Hasil temuan fosil pada batu gamping menunjukan umur bagian tersebut tersingkap di jalur bukit barisan dan bersentuhan secara tektonik, diterobos oleh batuan granitoid/batuan terobosan mesozoik, diterobos oleh batuan granitoid/batuan terobosan Mosozoik akhir yang berumur 88 juta tahun yang lalu (kapur akhir, Katili, 1973). Batuan malihan terdapat pula secara setempat dan terbatas di sekitar batuan terobosan.

Breksi dan konglomerat aneka bahan yang mengandung rombakan Formasi Menanga dan Kompleks Gunungkasih dipetakan sebagai Formasi Sabu (Tpos) dan Formasi Campang (Tpoc). Umur kedua formasi ini belum diketahui, berdasarkan posisi stratigrafi diperkirakan berumur Paleosen-Oligosen Awal. Litologi formasi campang ini terdiri dari perselingan batu lempung, serpih, kalkarenit, tuf dan breksi dengan ketebalan ( 1.000 -1.500 meter. Diendapkan di lingkungan turbidit di laut, di tepi pantai sampai daerah kegiatan gunung api. Terlipat kuat dengan sumbu barat laut-tenggara, kemiringan berkisar 250 700. Ditafsirkan diendapkan bersamaan waktu dengan formasi tarahan dan termasuk satuan gunung berapi efusiva.

Batuan gunung api berkomposisi andesitik (lava, breksi, tufa) yang terubah dan terkekarkan kuat dipetakan sebagai Formasi Tarahan (Tpot), diperkirakan setara dengan Formasi Kikim yang terdapat di daerah Bengkulu. Umur formasi ini diperkirakan Paleosen Tengah Oligosen Awal. Litologi tuf dan breksi dikuasai oleh sisipan tufit. Diendapkan dilingkungan benua, mungkin busur gunung api, magmatisma ada kaitannya dengan penujaman, secara regional dapat dikorelasikan dengan formasi kikim. Ditafsirkan sebagai sisa busur gunung api paleogen yang tersingkap. Keberadaannya sering disebut sebagai bukti penunjaman disepanjang parit sunda yang terus berlangsung. Formasi Sabu, Formasi Campang dan Formasi Tarahan tersingkap di jalur Bukit Barisan. Batuan Granit granodiorit yang menerobos batuan granitoid Kapur Akhir menunjukkan umur 48,37 34,57 juta tahun (Eosen Oligosen).

Penunjaman-penunjaman yang terjadi telah menjadikan wilayah Kota Bandar Lampung sebagai area rawan bencana. Sehingga berdasarkan formasi tersebut menimbulkan konsekuensi terhadap perencanaan ruang dimasa yang akan datang. Dengan demikian perlu perencanaan mendalam untuk memanfaatkan ruang yang ada bagi pembangunan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah. Kondisi yang diharapkan dimasa mendatang proses pembangunan yang dilakukan sejalan dengan keadaan wilayah yang rawan dengan bencana.

Perkembangan geologi Tersier selanjutnya di daerah ini menunjukkan perbedaan yang nyata antara jalur Jambi Palembang, Bukit Barisan dan Bengkulu. Perbedaan tersebut dicerminkan dengan adanya perbedaan sedimentasi cekungan yang terdapat di ketiga jalur tersebut.

Pada jaman Oligosen Akhir Miosen Tengah di jalur Jambi Palembang terjadi sedimentasi genang laut di cekungan Sumatera Selatan yang diwakili oleh Formasi Talangakar (Tomt) yang terdiri dari batupasir kuarsa, konglomerat kuarsa, batupasir terdiri dari serpihan gampingan, napal, batulempung dan batu lanau, Formasi Gading (Tomg) yang terdiri dari batupasir, batulanau dan batu lempung dengan sisipan batugamping dan lignit, dan Formasi Baturaja (Tmb) terdiri dari batugamping terumbu, kalkarenit dengan sisipan serpih gampingan. Di jalur Bukit Barisan terjadi kegiatan gunung api yang diwakili oleh Formasi Hulusimpang (Tomh) terdiri dari breksi gunung api, lava, tufa bersusunan andesit/basaltik, terubah, berurat kuarsa (Tmos) yang terdiri dari perselingan batulempung, batupasir, batulanau, serpih, terkadang gampingan.

Tektonik yang terjadi pada Miosen Tengah diikuti oleh sedimentasi laut dangkal yang dicerminkan oleh Formasi Airbenakat (terdapat di luar Provinsi Lampung), kegiatan gunung api di jalur Bukit Barisan yang dicerminkan oleh Formasi Bal (Tmba) terdiri dari breksi gunung api bersusunan dasit, tufa dasitan dan sisipan batupasir dan sedimentasi volkanik klastik laut dangkal di jalur Bengkulu yang dicerminkan oleh Formasi Lemau (Tml) terdiri dari Batupasir tufaan gampingan, batulempung gampingan dengan sisipan tipis atau bintal batugamping, mengandung foram dan moluska. Aktivitas gunung api di jalur Bukit Barisan menerus pada Miosen Akhir Pliosen yang membentuk Formasi Lakitan (Tmpl) terdiri dari breksi gunung api bersusunan andesitik/basaltik, epalistik sedikit dasitan, tufa dan batupasir tufaan dan menindih secara tak selaras Formasi Bal, sedang di jalur Bengkulu terbentuk Formasi Simpangaur (Tmps) terdiri dari batupasir tufaan, tufa, batulempung tufaan, batugamping, konglomerat aneka batuan, mengandung moluska dan cangkang karang, yang menindih secara selaras Formasi Lemau.

Setelah tektonik yang terjadi pada Pliosen Tengah, sebagian besar daerah ini terangkat ke permukaan, di jalur Jambi Palembang diendapkan Formasi Kasai (Qtk) yang berlingkungan darat (perselingan batupasir tufaan dengan tufa berbatu apung, struktur silangsiur, sisipan tipis lignit dan kayu terkesikkan). Di jalur Bukit Barisan di endapkan Formasi Ranau (Qtr) yang terdiri dari breksi batuapung, tufa mikaan, tufa batuapung, dan kayu terkersikkan, dan Formasi Bintunan (Qtb) yang terdiri dari batupasir tufaan, tufa pasiran, betulempung tufaan, konglomerat aneka batuan, tufa berbatuapung dan sisa tumbuhan. Seluruh formasi Kasai, Ranau, Lampung selama Pliosen Akhir Pliosen terlipat lemah dan tererosi di akhir Plistosen. Sejak itu kegiatan gunung api berlangsung di jalur Jambi Palembang dan Bengkulu hanya terjadi sedimentasi.

1.4.2. Potensi Endapan Mineral

Data tentang endapan mineral di Propinsi Lampung belum tersedia dengan lengkap, sehingga potensi dari endapan bahan tambang tersebut belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan literatur pada Peta Geologi Propinsi Lampung dapat diidentifikasi terdapatnya bahan-bahan tambang, diantaranya:

Minyak bumi terdapat di Lampung Timur.

Batubara terdapat di Lampung Tengah, Way Kanan, Pesawaran dan Mesuji.

Emas di Tanggamus, Lampung Selatan dan Way Kanan.

Pasir di Tanggamus.

Pasir Kuarsa di Tulang Bawang Barat.

Migas di Tulang Bawang Barat.

Andesit di Way Kanan.

Marmer terdapat di Way Kanan.

Sumber air panas dan gas bumi, terdapat di Lampung Barat, Tanggamus, Pesawaran dan Lampung Selatan

1.5. POTENSI EKONOMI WILAYAH

1.5.1. Umum

Kemampuan Ekonomi Provinsi Lampung berada pada posisi tengah jika disandingkan dengan perekonomian provinsi lain di Pulau Sumatera. Pada tahun 2007, PDRB Lampung berada pada urutan kelima setelah Sumatera Utara, Riau, Sumetra Selatan, dan Aceh. Bahkan untuk sektor pertanian Lampung berada pada posisi ketiga setelah Sumatera Utara dan Riau. Sektor industri pengolahan nonmigas Lampung berada pada posisi keempat setelah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Riau.

Dalam skala yang lebih kecil, peran strategis Lampung mulai terasa terutama pada sektor transportasi untuk wilayah Sumatera Bagian Selatan. Pelabuhan Panjang merupakan pelabuhan samudera yang banyak dilalui komoditas ekspor dari Sumatera Selatan. Kawasan berikat Dipasena bahkan menjadi jalur udang yang besar untuk melayani kebutuhan internasional. Untuk itu, harus ada upaya pengintegrasian ekonomi se Sumatera Bagian Selatan sehingga tercipta skala ekonomi (economic of scale) yang besar terutama untuk beberapa komoditas, seperti, kelapa sawit, karet, dan kopi. Dengan demikian, industri berbasis komoditas utama tersebut dapat dikembangkan yang akan memperkuat basis perekonomian Sumatera Bagian Selatan.

Dengan posisi yang cukup strategis yaitu di ujung selatan Pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Pulau Jawa, wilayah Provinsi Lampung berpotensi untuk tumbuh menjadi provinsi terpadat di luar Pulau Jawa dan Bali, serta menjadi daerah yang terbuka dan penyangga bagi Kota Jakarta. Bersama Provinsi Jawa Barat dan Banten, Lampung menguasai Selat Sunda yang memiliki Economics Advantage karena merupakan Sea Lines Of Communication (SLOC), yaitu merupakan jalur laut perdagangan internasional, karena menghubungkan Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan yang merupakan jalur alternatif dari Selat Malaka. Dengan posisi yang strategis ini, Lampung dapat mengembangkan peluang-peluang pembangunan daerah, terutama membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana yang saat ini sudah cukup memadai.

1.5.2. Produk Regional dan Pendapatan perkapita

Produk Domestik Regional Brutto (PDRB) suatu wilayah menunjukkan kemampuan sumberdaya ekonomi yang dihasilkan suatu daerah. Semakin besar nilai PDRB suatu daerah, semakin besar pula sumberdaya ekonomi yang dihasilkannya. Dari Grafik 1 diketahui bahwa terdapat kenaikan PDRB dari tahun 2005-2007 baik atas dasar harga berlaku maupun harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2005 hingga 2007 berturut turut sebesar Rp 40.906.788,91 juta, Rp 49.118.988,91 juta, dan Rp 60.921.966,24 juta.

Sedangkan PDRB menurut harga konstan pada tahun 2005-2007 berturut turut sebesar Rp 29.397.248,39 juta, Rp 30.861.360,41 juta, dan Rp 32.694.889,63 juta. Secara ekonomi hal ini menunjukkan pola pertumbuhan PDRB, baik dari sisi produksi barang dan jasa secara keseluruhan maupun secara riil di Provinsi Lampung yang semakin tinggi. PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 5,94% dari tahun sebelumnya dan lebih besar jika dibandingkan pada tahun 2006 sebesar 4,98%.Gambar 1. 1 Perbandingan Produksi Atas Dasar Harga Konstan dan Berlaku Tahun 2005-2007

Sumber: Hasil Analisis, 2009Jika dihubungkan dengan pendapatan perkapita penduduknya pertumbuhan pendapatan perkapita juga mengalami kenaikan dari Rp 5.748.422 pada tahun 2005 hingga mencapai Rp 8.357.190 pada tahun 2007. Pendapatan perkapita menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk suatu wilayah. Besarnya pendapatan perkapita ini dipengaruhi oleh nilai PDRB atas dasar harga berlaku dan jumlah penduduk di pertengahan tahunnya. Pertambahan pendapatan perkapita penduduk pada tahun 2006 sebesar 18,49% dari tahun sebelumnya, dan naik lagi pada tahun 2007 sebesar 22,70%.

Secara umum, hal ini secara relatif menunjukkan bahwa terjadi peningkatan daya beli penduduk dalam kurun waktu tersebut. Meskipun demikian pendapatan perkapita tidak berfungsi menunjukan pemerataan hasil pembangunan. Hanya mereka yang memiliki faktor produksi sajalah yang terwakili dalam angka pendapatan perkapita. Grafik 2 menunjukkan secara grafis pertumbuhan pendapatan perkapita penduduk Provinsi Lampung dari tahun 2005 hingga tahun 2007.Gambar 1. 2 Pertumbuhan PDRB/Kapita tahun 2005-2007

Sumber: Hasil Analisis, 2009Kemampuan Ekonomi Provinsi Lampung berada pada posisi tengah jika disandingkan dengan perekonomian provinsi lain di Pulau Sumatera. Pada tahun 2007, PDRB Lampung berada pada urutan kelima setelah Sumatera Utara, Riau, Sumetra Selatan, dan Aceh. Bahkan untuk sektor pertanian Lampung berada pada posisi ketiga setelah Sumatera Utara dan Riau. Sektor industri pengolahan nonmigas Lampung berada pada posisi keempat setelah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Riau.

Dalam skala yang lebih kecil, peran strategis Lampung mulai terasa terutama pada sektor transportasi untuk wilayah Sumatera Bagian Selatan. Pelabuhan Panjang merupakan pelabuhan samudera yang banyak dilalui komoditas ekspor dari Sumatera Selatan. Kawasan berikat Dipasena bahkan menjadi jalur udang yang besar untuk melayani kebutuhan internasional. Untuk itu, harus ada upaya pengintegrasian ekonomi se Sumatera Bagian Selatan sehingga tercipta skala ekonomi (economic of scale) yang besar terutama untuk beberapa komoditas, seperti, kelapa sawit, karet, dan kopi. Dengan demikian, industri berbasis komoditas utama tersebut dapat dikembangkan yang akan memperkuat basis perekonomian Sumatera Bagian Selatan.

Dengan posisi yang cukup strategis yaitu di ujung selatan Pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Pulau Jawa, wilayah Provinsi Lampung berpotensi untuk tumbuh menjadi provinsi terpadat di luar Pulau Jawa dan Bali, serta menjadi daerah yang terbuka dan penyangga bagi Kota Jakarta. Bersama Provinsi Jawa Barat dan Banten, Lampung menguasai Selat Sunda yang memiliki Economics Advantage karena merupakan Sea Lines Of Communication (SLOC), yaitu merupakan jalur laut perdagangan internasional, karena menghubungkan Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan yang merupakan jalur alternatif dari Selat Malaka. Dengan posisi yang strategis ini, Lampung dapat mengembangkan peluang-peluang pembangunan daerah, terutama membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana yang saat ini sudah cukup memadai.

1.5.3. Struktur dan Laju Perekonomian Provinsi Lampung

Struktur perekonomian suatu daerah ditentukan oleh kemampuan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Struktur yang terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing sektor menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi dari masing-masing sektor tersebut. Untuk memberikan gambaran struktur perekonomian tersebut, berikut ini disajikan peranan masing-masing sektor terhadap PDRB Provinsi Lampung atas dasar harga berlaku.

Laju pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan pada proses karena mengandung unsur dinamis, perubahan atau perkembangan. Oleh karena itu pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tertentu.

Oleh karena pertumbuhan ekonomi suatu daerah harus dapat dinikmati oleh masyarakatnya, maka laju pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah ukuran akan menjadi realistis jika dihubungkan dengan laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan perkapita.

Tabel 1. 6 Kondisi Struktur Perekonomian Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha Atas Harga Berlaku Tahun 2005-2007 (Juta Rupiah)

No.Sektor/Lapangan UsahaTahun

200520062007

1Pertanian15,139,552.4418,166,620.1122,732,965.82

2Pertambangan dan Penggalian2,041,819.902,152,283.712,190,111.88

3Industri Pengolahan5,259,706.176,146,604.438,313,987.95

4Listrik , Gas dan Air Minum292,423.89360,462.66401,210.45

5Bangunan1,972,438.872,650,103.323,079,057.18

6Perdagangan, Hotel dan Restoran6,150,316.427,573,094.718,714,733.36

7Pengangkutan dan Komunikasi2,759,254.073,813,853.995,094,877.47

8Keuangan, Persewaaan & Jasa Perusahaan2,744,480.312,968,016.433,665,181.66

9Jasa-Jasa4,546,796.845,287,949.556,729,840.47

PDRB40,906,788.9149,118,988.9160,921,966.24

Sumber: BPS Lampung Dalam Angka 2009Nilai sumbangan sektor pertanian pada tahun 2007 tertinggi daripada tahun sebelumnya mencapai Rp 22.732.965,82 juta (37,31%). Nilai tersebut juga merupakan sumbangan terbesar daripada sektor lainnya. Sumbangan kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan restauran sebesar Rp 8.714.733,36 juta (14,03%) dan ketiga adalah industri pengolahan sebesar Rp 8.313.987,95 juta (13,65%). Dari angka ini terlihat bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restauran memainkan peran yang dominan daripada industri. Sektor perdagangan, hotel, dan pariwisata sendiri menurun nilai kontribusinya dari tahun 2006 maupun 2005. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata kemungkinan juga menurun kontribusinya. Sedangkan sektor industri secara relatif kontribusinya mengalami kenaikan kemungkinan karena kontribusi industri yang mendasarkan pada produk-produk di sektor pertanian.

Tabel 1. 7 Kondisi Struktur Perekonomian Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha Atas Harga Konstan Tahun 2005-2007 (Juta Rupiah)

No.Sektor/Lapangan UsahaTahun

200520062007

1Pertanian12,509,837.2713,184,537.3113,912,096.62

2Pertambangan dan Penggalian896,202.45850,699.65825,045.08

3Industri Pengolahan3,894,899.634,070,170.124,327,899.21

4Listrik , Gas dan Air Minum104,221.31107,764.29118,734.02

5Bangunan1,475,974.671,528,781.421,610,120.72

6Perdagangan, Hotel dan Restoran4,616,976.494,851,753.105,068,004.44

7Pengangkutan dan Komunikasi1,751,068.751,855,067.882,002,445.83

8Keuangan, Persewaaan & Jasa Perusahaan1,841,054.812,054,882.102,364,338.27

9Jasa-Jasa2,307,013.012,357,704.542,466,205.44

PDRB29,397,248.3930,861,360.4132,694,889.63

Sumber: BPS Lampung Dalam Angka 2009Tabel 1.2 menunjukkan bahwa secara produksi Provinsi Lampung sangat tergantung pada sektor pertanian, sektor industri olahan, dan sektor perdagangan, hotel dan restauran. Sektor primer masih mendominasi produksi sektoralnya. Kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restauran mengalami kenaikan kontribusi terhadap pembentukan nilai PDRB hal ini sejalan dengan pertumbuhan wisatawan. Pada periode 2003 hingga 2007 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Lampung mengalami peningkatan, yang diketahui dari jumlah wisatawan yang menginap di hotel, baik hotel berbintang maupun hotel melati. Jumlah wisatawan yang menginap di hotel berbintang meningkat dari 172.646 (2003) menjadi 212.436 (2007) dan yang menginap di hotel melati meningkat dari 314.367 (2003) menjadi 972.977 (2007). Tabel 1.3 menunjukkan pertumbuhan masing-masing sektor terhadap PDRB.

Pada tabel 1.3, terlihat bahwa sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan memlikiki laju pertumbuhan tertinggi daripada sektor lainnya. Demikian pula sektor lainnya kecuali sektor perdagangan, hotel, dan restauran yang cenderung menurun. Secara spesifik sektor pertambangan mekipun nilai kontribusinya terhadap pembentukan PDRB negatif namun cenderung meningkat nilai kontribusinya secara berturut turut dari tahun 2005 hingga 2007.

Tabel 1. 8 Pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha 2005-2007 (Persen)

No.Sektor/Lapangan UsahaTahun

200520062007

1Pertanian4.675.395.52

2Pertambangan dan Penggalian(12.40)(5.08)(3.02)

3Industri Pengolahan4.154.506.33

4Listrik , Gas dan Air Minum5.023.4010.18

5Bangunan2.903.585.32

6Perdagangan, Hotel dan Restoran5.385.094.46

7Pengangkutan dan Komunikasi5.705.947.94

8Keuangan, Persewaaan & Jasa Perusahaan6.9111.6115.06

9Jasa-Jasa2.352.204.60

Sumber: BPS Lampung Dalam Angka 2009Disamping itu pada sektor yang sama, sektor pertambangan dan galian juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam kurun waktu tahun 2005 hingga tahun 2007. Pada tahun 2007 sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mengalami kenaikan pertumbuhan yang cukup signifikan, meskipun kontribusinya lebih rendah daripada sektor pertanian. Hal ini mirip dengan sektor tersier lainnya yaitu sektor listrik, gas, dan air minum dimana kontribusinya terhadap pembentukan nilai PDRB rendah namun laju pertumbuhannya cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor tersier tumbuh mengikuti ketersediaan pasokan sektor primer dan sekunder.

Berbeda dengan sektor yang lain, meskipun kontribusi sektor pertanian cukup tinggi, yaitu sebesar 37,31% namun laju pertumbuhannya lebih rendah dari pada sektor lainnya tahun 2007, yaitu sebesar 5,52%, atau di atas sektor listrik, gas, dan air minum sebesar 10,18%. Gejala ini kemungkinan disebabkan karena sifat sub sistensi petani yang tidak termotivasi untuk meningkatkan produksi meskipun terdapat kenaikan harga yang lebih baik jika mereka menjual produk pertaniannya dalam bentuk olahan. Hal ini bisa disebabkan karena faktor pengetahuan dan ketrampilan terhadap diversifikasi produk pertanian yang terbatas pada budidaya saja.

Selain itu, dari sisi pola pergerakan sektoralnya, meskipun tidak tampak secara nyata, dengan kontribusi sektor primer yang masih dominan terhadap sektor sekunder dan tersier, terdapat kecenderungan perubahan dari sektor pertanian menuju ke sektor industri, dan selanjutnya ke sektor jasa. Artinya Provinsi Lampung secara umum, meski terdapat pertubuhan sektor pertambangan, keuangan, persewaan, jasa perusahaan dan jasa lainnya, produksi barang dan jasanya secara keseluruhan masih bergantung pada sektor pertanianTabel 1. 9 PDRB dan Pendapatan Per Kapita Provinsi Lampung

No

(NoURAIANTAHUN

20192029

1PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp. Juta)56.943.79267.520.338

2Rerata pertumbuhan pertahun (%)5,337,12

3PDRB atas dasar harga berlaku (Rp. Juta)112.275.084134.893.521

4Rerata pertumbuhan pertahun (%)10,3312,12

5JUMLAH PENDUDUK (Jiwa)

Rerate Pertumbuhan pertahun (%)8.350.081

2,469.183.282

1,38

6PDRB PER KAPITA (Rp)

Rerate Pertumbuhan pertahun (%)6.819.549

3,097.352.527

6,41

Sumber: Hasil analisis, 2009Proyeksi PDRB seperti disajikan pada tabel diatas, baik untuk harga berlaku maupun harga konstan menunjukkan kecenderungan yang mengarah kepada peningkatan. Pada tahun 2029, PDRB harga konstan diperkirakan mencapai 67,52 trilyun rupiah; sedangkan PDRB harga berlaku mencapai 134,89 trilyun rupiah. Atas dasar harga konstan tahun 2000, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5-7 persen selama periode tersebut, dan atas harga berlaku mencapai 10-12 persen. Hal ini kita asumsikan tingkat inflasi relatif stabil pada kisaran 5-7 persen.

Ancaman yang mungkin muncul dan dapat mempengaruhi nilai PDRB adalah instabilitas baik sosial maupun politik, tingginya suku bunga dan fluktuasi nilai tukar rupiah yang berjalan dengan rezim bebas, serta inflasi yang tidak terkendali. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk penciptaan iklim investasi yang kondusif, serta menjaga stabilitas harga. Dengan demikian upaya-upaya pemanfaatan potensi ekonomi guna peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan secara optimal. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak dari kebijaksanaan pembangunan yang telah diambil khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai sektor ekonomi, yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung berkisar antara 5%. Ekonomi tumbuh terbesar pada tahun 2007 sebesar 5,94% lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,63%. Hal ini berbeda dengan 2 tahun sebelumnya yaitu sebesar 4,02% pada tahun 2005 dan 4,98% pada tahun 2006Gambar 1. 3 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung

Sumber: Hasil Analisis, 20091.5.4. Perdagangan dan Investasi

Dalam proses penerimaan yang diperoleh daerah dalam rangka menunjang pembangunan wilayah terdapat unsur perdagangan di dalamnya. Pada tahun 2007 volume ekspor Provinsi Lampung sebesar 5.426.762 ton atau mengalami kenaikan 5,18% dibandingkan tahun 2006, yaitu sebesar 5.159.351 ton. Kenaikan volume tersebut diikuti pula dengan kenaikan nilai ekspor, yaitu dari US $ 1.525.663.206 (2006) menjadi US $ 1.540.554.837 (2007). Negara tujuan ekspor terbesar adalah USA dengan nilai sebesar US $ 217.622.556 disusul dengan Jepang sebesar US $ 207.488.609.

Peranan sektor pertanian dalam pembentukan ekspor daerah Lampung sangat dominan dibandingkan sektor industri dan jasa. Walaupun demikian sejak tahun 2000 peranan sektor pertanian mengalami penurunan dan beralih pada ekspor sektor industri. Sedangkan ekspor sektor pertambangan umumnya merupakan ekspor batu bara yang merupakan produksi dari Provinsi Sumatera Selatan yang diekspor melalui Provinsi Lampung.

Ekspor pertanian di daerah Lampung umumnya merupakan ekspor produk-produk pertanian seperti kopi, udang segar, lada, damar, pisang, gaplek, biji coklat dan sebagainya. Sedangkan ekspor hasil produksi industri daerah antara lain nenas kaleng, monosodium glutamat, particle board, gula tetes, minyak sawit, kayu lapis, karet, kopi bubuk dan lain sebagainya. Dengan demikian terlihat bahwa sektor-sektor industri sebenarnya adalah produk-produk pengolahan hasil pertanian yang diolah manjadi bahan baku, setengah jadi atau bahan jadi, sehingga secara keseluruhan ekspor Provinsi Lampung sangat tergantung pada produksi sektor pertanian dan pengolahannya.

Untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang baik dimasa mendatang, maka diperlukan adanya investasi yang cukup besar. Berdasarkan harga konstan tahun 2000, jumlah investasi yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 44,46 trilyun pada tahun 2029. pertumbuhan investasi berkisar antara 8-12 persen pertahun. Peranan investasi dalam pembentukan PDRB Lampung diperkirakan selalu mengalami peningkatan yang cukup berarti. Untuk lebih jelasnya proyeksi investasi yang dibutuhkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. 10 Perkembangan Investasi Provinsi Lampung

NoURAIANTAHUN

20192029

1TOTAL INVESTASI

Rerate Pertumbuhan pertahun (%)

Peranan terhadap PDRB (%)19.394.703,05

8,40

20,9544.469.077,33

12,00

26,18

2INVESTASI SWASTA

Rerate Pertumbuhan pertahun (%)

Peranan terhadap PDRB (%)10.334.265,40

10,30

9,6126.804.422,96

14,13

13,19

3INVESTASI RUMAH TANGGA

Rerate Pertumbuhan pertahun (%)

Peranan terhadap PDRB (%)3.908.935,62

8,40

4,198.439.098,81

12,56

5,37

4INVESTASI PEMERINTAH

Rerate Pertumbuhan pertahun (%)

Peranan terhadap PDRB (%)5.151.502,04

6,13

7,169.225.555,56

8,49

7,62

Sumber : Hasil analisis, 2008

Disisi lain besarnya peranan ekspor tersebut ternyata diikuti pula oleh besarnya permintaan impor daerah, dimana nilai impor tersebut ternyata lebih didominasi oleh impor produk kimia, mesin-mesin dan biji-bijian yang secara umum merupakan bahan baku kegiatan industri dan pertanian di daerah. Hal ini menyebabkan neraca perdagangan Provinsi Lampung dengan migas selalu mengalami defisit. Untuk menekan tingkat impor yang dilakukan maka harus diciptakannya kegiatan kearah yang lebih menekankan pada kemandirian daerah serta mengurangi ketergantungan pada produk-produk impor.

Perdagangan luar negeri Lampung terus meningkat baik dari sisi ekspor maupun impor. Neraca perdagangan Lampung menunjukkan posisi yang surplus. Namun pertumbuhan impor cenderung lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor. Pada tahun 2009, ekspor tumbuh 35,59% dan impor tumbuh 75,81%. Ekspor Provinsi Lampung pada tahun 2019 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5%, dan terus meningkat sampai tahun 2029 dengan pertumbuhan rata-rata 5,5%. Peningkatan ekspor ini pada awalnya merupakan ekspor hasil-hasil pertanian, namun seiring berkembangnya industri di Provinsi Lampung, maka diperkirakan peranan sektor industri terhadap ekspor akan semakin meningkat. Peningkatan ekspor ini juga dipengaruhi oleh semakin membaiknya perekonomian global (dunia) dan meningkatnya pendapatan Nasional dan Regional secara keseluruhan, yang berpengaruh terhadap meningkatnya permintaan barang-barang ekspor dari Provinsi Lampung ke Provinsi lainnya dan pasar Internasional. Sedangkan untuk kegiatan impor akan mengalami penurunan pertumbuhan rata-rata sebesar 9% pada tahun 2019 dan menurun menjadi 5% pada tahun 2029. Penurunan Untuk lebih jelasnya proyeksi ekspor-impor di Provinsi Lampung dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. 11 Proyeksi Ekspor - Impor Provinsi Lampung

NoURAIANTAHUN

20192029

1EKSPOR

Rerate Pertumbuhan pertahun (%)

Peranan terhadap PDRB (%)14.577.362,04

5,00

38,4219.047.790,27

5,50

35,59

2IMPOR

Rerate Pertumbuhan pertahun (%)

Peranan terhadap PDRB (%)13.173.858,18

9,00

34,7216.813.552,30

5,00

31,42

Sumber : Hasil analisis, 2008

Komoditas ekspor nonmigas utama Lampung adalah buah/sayuran olahan, minyak sawit, karet, minyak kimia organik, dan kayu lapis. Sedangkan komoditas ekspor pertambangan adalah batubara. Batu bara tidak dihasilkan di Lampung, hanya pemasaran menggunakan pelabuhan Lampung.

1.5.5. Ketenagakerjaan

Perkembangan sebuah wilayah sangat ditentukan oleh sumberdaya yang dimiliki oleh wilayah itu. Sumberdaya dapat berupa sumberdaya alam dan manusia. Sumberdaya alam memberikan ketersediaan potensi, namun nilai dari sumberdaya alam itu ditentukan oleh manusia yang mengelolanya.

Jumlah penduduk menjadi salah satu penentunya, namun pendidikan lebih menentukan seberapa panjang pemanfaat sumberdaya itu bisa digunakan untuk di eksplorasi dan bagaimana diversifikasi material serta hasil bisa dibuat (diperpanjang rantai energinya) sehingga tidak mudah habis dalam waktu pendek. Pada bagian ini analisis akan dilakukan untuk melihat potensi sumberdaya manusia, ekonomi dan fasilitas yang mendukung ke arah pengembangan.

Penduduk Provinsi Lampung pada tahun 2007 mencapai 7.289.767 jiwa, dengan proporsi penduduk laki-laki sebesar 3.749.739 jiwa lebih tinggi daripada penduduk perempuan sebesar 3.540.028 jiwa. Secara grafis proporsi penduduk tersebt ditampilkan di gambar 1.4.

Gambar 1. 4 Proporsi Penduduk di daerah Studi

Sumber: Hasil Analisis, 2009Jumlah penduduk terbesar adalah penduduk di Kabupaten Lampung Selatan, kemudian terbesar kedua di Kabupaten Lampung Tengah, dan ketiga terbesar adalah Kabupaten Lampung Timur. Jumlah penduduk laki-laki lebih besar (51,44%) daripada jumlah penduduk perempuan (48,56%) di keseluruhan kabupaten, meskipun dengan proporsi yang hampir seimbang.

Secara umum jika dilihat, kondisi proporsi penduduk dengan usia produktif mencapai 4.133.266 jiwa, sedangkan penduduk non produktif mencapai 3.156.501 jiwa. Jika dilihat nilai Dependency rationya mencapai 130,95 artinya setiap 100 jiwa penduduk usia non produktif ditanggung oleh 131 usia produktif. Hal ini menunjukkan beban penduduk di usia produktif relatif cukup rendah. Secara regional, hal ini akan mendorong tingkat penerimaan pajak dan beban daerah dari sisi tanggungan penduduknya relatif rendah.

Tabel 1. 12 Penduduk Usia Produktif dan Non Produktif tahun 2007

Golongan UsiaTotal

0-14 (anak-anak) dan 50-ke atas (usia non produktif)3.156.501

15-49 (usia produktif)4.133.266

Total7.289.767

Sumber: Hasil Analisis 2009Proporsi pengangguran terbuka sebesar 29,70% dari total jumlah usia produktif atau sebesar 4.133.266 jiwa. 1.5.6. Keuangan Daerah

Sumber Pendapatan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Pendapatan lain-lain yang sah. PAD terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan lain-lain PAD yang sah, diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah sebagaimana diatur dalam UU nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah jo. UU nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan atas UU nomor 18 tahun 1997.

Sedangkan Dana Perimbangan adalah pendanaan daerah yang berasal dari APBN yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Indikator perkembangan daerah otonom diukur antara lain dari realisasi PAD dari tahun ke tahun. Meskipun demikian, sumber utama PAD adalah pada Pajak dan Retribusi Daerah.

Tabel 1. 13 PAD Provinsi Lampung tahun 2003-2007

TahunPAD (Juta Rp)Kenaikan (%)

2003242,924,574 -

2004312,762,68228.75%

2005422,059,08134.95%

2006563,739,26633.57%

2007 714,576,591 26.76%

Sumber: BPS-Lampung Dalam Angka 2009Dari tabel 1.12 diketahui bahwa dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 PAD Provinsi Lampung mengalami kenaikan sebesar Rp 320.814.692.000 atau sebesar 132,06%. Namun pada tahun 2007 justru terjadi kenaikan dengan nilai kenaikan lebih rendah daripada tahun sebelumnya yaitu sebesar 26,76%. Berdasarkan atas sumber-sumber pendapatan asli daerah, peningkatan PAD Provinsi Lampung terjadi karena beberapa kemungkinan antara lain (1) kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak yang semakin lebih baik, (2) kualitas dan kuantitas masyarakat dalam membayar retribusi semakin lebih baik, (3) arah kebijakan Pemerintah Daerah yang kondusif dalam hal pengelolaan hasil kekayaan daerah, (4) kerjasama antar peran eksekutif dan legislatif yang semakin baik, dan (5) peran swasta yang semakin besar dalam pengelolaan sumberdaya regional. Dari sisi penerimaan pajak, pajak memberikan kontribusi terbesar daripada sumber lainnya.

Tabel 1. 14 Rasio PAD Terhadap APBD Provinsi Lampung Tahun 2003-2007

TahunPAD (ribuan Rp)Realisasi APBD (ribuan Rp)Rasio

2003242,924,574659,231,91436.85

2004312,762,682751,108,75141.64

2005422,059,081865,266,18748.78

2006563,739,2661,294,948,83343.53

2007714,576,5911,532,401,69246.63

Sumber: BPS-Lampung Dalam Angka, 2009Pada tabel 1.9 terlihat terdapat perubahan yang signifikan dari sebelum tahun 2003 dan setelah tahun 2003, dimana setelah tahun 2003 proporsi rasionya mencapai di atas 40%.. Hal ini mengindikasikan bahwa Provinsi Lampung mulai memiliki tingkat kemandirian anggaran yang semakin tinggi, karena hampir 50% sumber biaya pembangunan diperoleh dari pendapatan asli daerah.

Berdasarkan atas analisis di atas, fakta ekonomi yang ditemukan adalah sektor primer merupakan sektor penentu perekonomian di Provinsi Lampung. Analisis di atas juga menunjukkan peran swasta yang diduga secara bermakna mempengaruhi tingkat produksi regional serta pola pergeseran ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dengan bertumpu pada sektor pertanian, industri olahan serta perdagangan, hotel dan restauran (pariwisata). Sektor ini adalah sektor strategis yang akan meningkatkan efek penggandaan manfaat di sektor lainnya. Salah satu kunci yang harus dibenahi secara ekonomi-sosial-kultural adalah preferensi produksi kepada end user (konsumen terakhir) dan pembenahan service yang sesuai dengan yang diminta oleh pasar. Kedua hal ini relatif berat bagi daerah yang sebelumnya secara ekonomi ditopang (tergantung) oleh sektor primer, karena subsistensi pelaku usahanya. Pertumbuhan Upah Minimum Regional (UMR) pada tahun 2007 sebesar Rp 555.000 akan memberikan rangsangan ekonomi yang menarik bagi penduduknya untuk masuk ke sektor industri sekaligus memberikan kesempatan distribusi pembangunan (insentif) kepada penduduknya.

Secara ekonomi, terdapat dua hal yang bisa dilakukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi:

1. Meningkatkan volume produksi dan produktivitas daerah. Dari hasil analisis diketahui bahwa pertumbuhan produksi sektor pertanian masih berpeluang untuk di kembangkan. Sub sektor perikanan misalnya dengan jumlah panenan yang jauh dari jumlah produksi ikan, maka produksi sub sektor perikanan dapat dinaikkan dengan cara memfasilitasi prasarana (teknologi dan infrastruktur), memberikan kemudahan kanal pasar, bahkan jika mungkin pengolahan produk perikanan, dengan orientasi pasar yang lebih luas.

2. Memperluas jangkauan pasar sehingga serapan pasar produk lebih besar. Dengan serapan produksi yang lebih besar akan meningkatkan omset produksi yang akibatnya akan meningkatkan surplus yang diterima oleh daerah.

Secara umum Provinsi Lampung, dengan potensi yang ada dapat berkembang dengan menggantungkan pada sektor primer yaitu pertanian dan pertambangan. Hanya untuk sektor pertambangan sangat tergantung dari deposit yang dimiliki dan pengelolaan lingkungan yang benar dan baik.

Sektor pertanian yang dapat dikembangkan adalah pertanian, peternakan dan perikanan. Ketiga sektor ini saat ini kebanyakan dijual dalam bentuk segar dan hanya terbatas di wilayah ini saja. Oleh karena itu fasilitasi daerah untuk menciptakan industri olahan sangat membantu daerah dalam menaikkan volume dan nilai produksi. Industri olahan dapat diciptakan melalui Badan Usaha Milik Daerah/Nasional maupun yang dikelola swasta melalui PMDN/PMA.

Keberadaan industri akan menaikkan permintaan tenaga kerja dan input bahan baku yang akan meningkatkan insentif pelaku sektor primer. Secara diagramatis dapat ditampilkan sebagai berikut:

Gambar 1. 5 Topangan Sektoral dalam Pengembangan Ekonomi Provinsi Lampung

Sumber: Hasil Analisis, 2009Dari diagram tersebut jelas bahwa ketiga sektor tersebut harus dikelola dengan benar dan baik. Good Governance atau ketata pemerintahan yang baik terutama dalam pelayanan publik menjadi kunci pemasaran produksi daerah. Bappenas (http://www.goodgovernance-bappenas.go.id) menyatakan beberapa prinsip good governance (dalam hal ini yang relevan) adalah:

1. Keterbukaan dan Transparansi

2. Partisipasi Masyarakat

3. Supremasi Hukum.

4. Demokrasi

5. Profesionalisme dan Kompetensi

6. Efisien dan Efektif

7. Desentralisasi

8. Kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat

9. Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan.

10. Komitmet pada lingkungan hidup

11. Komitmen pada pasar yang fairProvinsi Lampung sebagai daerah pertanian, memerlukan fasilitasi pemerintah untuk menciptakan industri olahan yang lebih banyak lagi dalam pengolahan produk pertanian. Seperti telah diketahui, industri minyak kelapa yang ada memberikan dampak penerimaan daerah dan multiplier efek yang besar kepada masyarakat. Problema klasik yaitu dualisme ekonomi perdesaan di Indonesia yang juga tampak menjadi penghambat produksi adalah sikap subsistensi.

Secara programatis, masalah ini dapat dicegah dan difasilitasi untuk dipecahkan oleh pemerintah melalui pendidikan praktis tentang produksi, manajemen, dan pemasaran produk pertanian serta pemberian fasilitas-fasilitas sebagai insentif kepada mereka.

Mengenai peran swasta, secara spesifik peran swasta secara regulasi dapat diarahkan pada:

Sektor pertanian yang mempersiapkan diversifikasi produk dan hasil olahan pertanian dengan pola kerjasama yang menguntungkan dan persiapan sumberdaya manusianya.

Sektor pertambangan dengan memperhatikan biaya dan regulasi untuk konservasi sumberdaya alam dengan eksploitasi yang tidak berlebihan.

Sektor pariwisata perlu dikelola secara non konvensional, yaitu dengan menampilkan secara aktif peran masyarakat di sekitar wilayah wisata, wisatawan, akses menuju obyek wisata, dan perbaikan sarana serta prasarana termasuk pendidikan perhotelan dan perjalanan wisata bagi remaja baik secara formal, non formal, maupun informal.

Sektor industri olahan barang setengah jadi maupun jadi untuk meningkatkan waktu tinggal (retention time) modal agar berputar secara internal sehingga memberikan efek penggandaan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat maupun daerah, sehingga sektor perdagangan dapat terstimulir lebih besar lagi.

1.6. ISSUE STRATEGIS

Beberapa issue strategis di Provinsi Lampung diantaranya adalah:

a. Lampung memiliki posisi geografis yang strategis dan sangat menguntungkan. Provinsi ini terletak di ujung Pulau Sumatera bagian Selatan, yang merupakan pintu gerbang utama lalu-lintas Sumatera dan Jawa. Didukung oleh posisi yang strategis, menyebabkan mobilitas penduduk serta lalu lintas di setiap ruas jalan utama di Provinsi Lampung cenderung padat, sehingga sebagai salah satu kota tersibuk di Indonesia bagian barat, Dengan demikian maka Provinsi Lampung memiliki andil penting dalam jalur transportasi darat dan aktivitas pendistribusian logistik dari Jawa menuju Sumatera maupun sebaliknya. Peran penting Lampung sebagai pintu gerbang Pulau Sumatera dapat dilihat dari tingkat mobilitas orang dan barang di Pelabuhan Bakauheni dan Pelabuhan Panjang. Berdasarkan Data dari Dinas Perhubungan Provinsi Lampung (Perhubungan Lampung Dalam Angka), dalam lima tahun terakhir arus kunjungan kapal baik dalam maupun luar negeri di Pelabuhan Panjang mencapai rata-rata pertahun 2.486 unit dengan rata-rata GRT 8.430/kapal, sedangkan arus barang (general cargo) mencapai 13.118.286 ton/tahun. Tingkat pertumbuhan arus barang sebesar 3,29% /tahun, sementara i ditinjau dari jumlah kedatangan dan keberangkatan angkutan penumpang dan barang di Pelabuhan Bakauheni juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Potensi ini merupakan aset yang harus dimanfaatkan secara terkoordinasi, terpadu dan efektif guna pengembangan Provinsi Lampung

b. Terkait dengan posisi Provinsi Lampung yang strategis bagi pengembangan provinsi lain di Pulau Sumatera, maka telah direncanakan pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). Dengan ada realisasi pembangunan JSS tersebut, dapat diprediksikan akan semakin tingginya mobilitas orang dan barang yang melalui Provinsi Lampung, karena waktu tempuh perjalanan Jawa-Sumatera melalui Selat Sunda hanya perlu dilalui dalam 30 menit, padahal dengan kapal ferry perlu waktu antara 2-2,5 jam.

c. Sejalan dengan semakin berkembangnya kegiatan perkotaan akibat strategisnya Kota Bandar Lampung sebagai Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera, maka Kota Bandar Lampung perlu dikembangkan sebagai sebuah Kawasan Metropolitan. Di dalam pengembangan kawasan metropolitan dilakukan penataan beberapa pusat dan sub-pusat kegiatan yang memungkinkan adanya pembagian hierarkial aktivitas-aktivitas sosial ekonomi metropolitan. Hal ini penting untuk menjaga supaya tidak terjadi penumpukan aktivitas di satu kawasan saja. Penataan ruang harus diarahkan sedemikian sehingga suatu pusat dapat mempunyai fasilitas yang memadai untuk aktivitas sosial ekonominya dan yang proporsional terhadap kebutuhan pusat

d. Terjadinya disparitas pembangunan antara pusat kota (Bandar Lampung) dengan wilayah-wilayah di sekitarnya. Indikasi disparitas pembangunan di Provinsi Lampung dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan, di mana masih terdapat kabupaten yang laju pertumbuhan PDRB nya di bawah dari rata-rata laju pertumbuhan PDRB Provinsi, yaitu Kab. Lampung Barat, Lampung Selatan dan Lampung Timur (Lampung Dalam Angka, 2008). Dalam jangka panjang ketertinggalan satu wilayah akan mengancam eksistensi wilayah lain yang memiliki kinerja perkembangan baik. Untuk itu keberimbangan pembangunan sangat penting diperhatikan agar pencapaian kinerja pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat lebih optimal, sehingga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan keberimbangan, sinkronisasi dan kesinergian pembangunan.

e. Terdapat beberapa daerah yang terisolir karena belum terlayani oleh jaringan infrastruktur yang memadai, padahal memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Beberapa daerah tersebut antara lain Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Tulang Bawang Kabupaten Way Kanan, serta Kabupaten Lampung Barat.

f. Provinsi Lampung tahun 2008 (BPS 2008) mengalami surplus pada beberapa komoditas pangan strategis khususnya beras mencapai : 555.428 ton, tetapi kerawanan pangan dan kasus gizi buruk masih sering terjadi karena distribusi pangan yang tidak merata, sarana/ prasarana ku rang memadai, serta terjadinya bencana alam (BAPPEDA Provinsi Lampung). Hasil studi International Center for Applied Finance and Economics (INTERFACE), yang menyebutkan Lampung termasuk enam provinsi yang akan kena imbas krisis ekonomi enam bulan ke depan diantaranya dalam hal stok bahan pangan.

g. Kelangkaan sumber daya air pada musim kemarau dan banjir bandang pada musim hujan akibat kerusakan hutan dan kurang berfungsinya bangunan irigasi dan pengendali banjir terutama di Kab Tulang Bawang, Lampung Barat, Tanggamus, Lampung Selatan dan Pesawaran.

h. Sebagian besar kawasan ekosistem alami yang terdapat di sepanjang pesisir Lampung telah berubah menjadi kawasan hunian dan budidaya. Hal ini dapat dilihat dengan semakin luasnya areal budidaya tambak di Pesisir Timur, permukiman dan perkebunan di Pesisir Barat, permukiman dan industri di Teluk Lampung. Kawasan pesisir yang masih alami hanya terdapat di sepanjang Taman Nasional Way Kambas dan sebagian dari wilayah Pantai Barat yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Terkait dengan gangguan di kawasan pesisir bagian hulu adalah terjadinya gangguan pada DAS . Saat ini kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis menyebabkan kekurangan air baku untuk mensuplai kebutuhan masyarakat (Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Propinsi Lampung)

i. Potensi mangrove di Lampung mengalami penurunan sangat drastis dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, sebagai akibat konversi dan pembabatan hutan mangrove yang tidak terkendali. Saat ini, hanya sekitar 2.000 ha mangrove yang tersisa dari 20.000 ha mangrove yang pernah ada (Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Propinsi Lampung). Jika kerusakan hutan mangrove yang ada di kawasan pesisir lampung ini kita biarkan terus terjadi tanpa ada sedikitpun tindakan untuk melestarikan hutan mangrove yg masih ada, maka bisa dipastikan mangrove beserta hewan-hewan yang hidup disekitarnya akan menjadi langka, atau bahkan musnah sama sekali, pantai-pantai akan semakin terabrasi, dan air laut akan terus menyusup ke daratan sehingga penduduk pesisir akan semakin sulit untuk mendapatkan air bersih dikarenakan air daratan sekitar pantai menjadi payau. Dan ancaman yang lebih menakutkan lagi adalah jika suatu saat terjadi gelombang pasang, maka pastilah permukiman penduduk yang berada di wilayah pesisir akan hancur dihantam gelombang.

j. Terjadinya penurunan kualitas lingkungan akibat berbagai aktivitas konversi lahan. Hampir sebagian besar kawasan hutan sudah terbuka menjadi areal budidaya perkebunan terutama untuk tanaman kopi dan sebagian lagi terus menerus semakin terbuka sebagai akibat perladangan dan pembukaan hutan secara intensif. Kondisi ini menyebabkan luas areal hutan diperkirakan efektif sesuai dengan fungsinya hanya mencapai 50 60% dan sisanya sudah terbuka atau beralih fungsi sebagai perkebunan rakyat dan perladangan serta permukiman. Menurut data Dinas Kehutanan pada tahun 2009 berdasarkan hasil citra landsat kawasan Hutan Lindung telah mengalami kerusakan 80%, Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 43%, Hutan Produksi 76,74%, dan hutan produksi terbatas 76,34%.

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG

Dengan mempertimbangkan kompleksitas permasalahan dan untuk menjawab berbagai issue pembangunan yang berkembang di Provinsi Lampung, maka diformulasikan tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Lampung 2009-2029 adalah:

Terwujudnya Keterpaduan Penataan Ruang Provinsi Lampung untuk Mendukung Pembangunan yang Berkelanjutan dan Berdaya Saing.2.2. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dirumuskan 7 (tujuh) kebijakan yang akan di laksanakan, yaitu:

1. Meningkatkan aksesibilitas dan pemerataan pelayanan sosial ekonomi dan budaya keseluruh wilayah provinsi.

2. Memelihara dan mewujudkan kelestarian lingkungan hidup, serta mengurangi resiko bencana alam.

3. Mengoptimalkan pemanfaatan ruang kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

4. Meningkatkan produktifitas sektor-sektor unggulan sesuai dengan daya dukung lahan.

5. Membuka peluang investasi dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah.

6. Mengentaskan kemiskinan di kawasan tertinggal.

7. Mendukung fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan.

Dengan kebijakan tersebut, diharapkan setiap bagian wilayah tumbuh menjadi semakin kuat dan berdaya saing atas dasar potensi yang dimilikinya. Penjabaran strategi yang didasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan di atas antara lain:

1. Meningkatkan aksesibilitas dan pemerataan pelayanan sosial ekonomi dan budaya keseluruh wilayah provinsi.

a. Membangun, meningkatkan dan memelihara kualitas jaringan transportasi ke seluruh bagian wilayah provinsi;

b. Mengembangkan pembangkit tenaga listrik dan memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukanyang tersedia serta memperluas jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik;

c. Menyediakan fasilitas pelayanan sosial ekonomi (kesehatan, pendidikan, air bersih, pasar, olahraga, pemerintahan dsb).

d. Melestarikan situs warisan budaya bangsa.

e. Mempercepat peningkatan infrastruktur yang membuka keterisoliran wilayah perdesaan, terutama perdesaan-perdesaan yang memiliki potensi unggulan provinsi.

f. Meningkatkan aksesibilitas antara Desa Pusat Pertumbuhan dengan wilayah perkotaan untuk meningkatkan kapasitas pemasaran produksi hasil pertanian

2. Memelihara dan mewujudkan kelestarian lingkungan hidup, serta mengurangi resiko bencana alam.

a. Mempertahankan 30% luasan hutan di Provinsi Lampung;

b. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun kualitasnya.

c. Mencegah perusakan lingkungan hidup lebih lanjut melalui penerapan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang secara sistematis

d. Mengoptimasikan pemanfaatan sumber daya alam untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup serta mengurangi resiko bencana;

e. mengembalikan fungsi hutan lindung pada kawasan HPTS (Hutan Produksi Terbatas Sementara) yang pada masa berlakunya RTRWP ini, masa berlaku izin HPH nya berakhir atau apabila pengelolaannya melanggar ketentuan yang ada

f. merehabilitasi hutan dan tanah kritis, melakukan reboisasi, mengkonservasi tanah dan lahan kritis lainnya, guna memelihara daya dukung sumber daya alam dan menjaga kelestarian hutan

g. Mengkonservasi dan memproteksi kawasan hutan lindung, hutan kota dan hutan mangrove di sekitar pantai sebagai fungsi lindung dan pertahanan terhadap bencana tsunami

h. Mengembangkan dan menambah kawasan sabuk hijau sebagai fungsi pertahanan terhadap bencana dan konservasi alam

i. Memanfaatkan bukit-bukit yang ada di perkotaan/perdesaan sebagai ruang publik untuk perlidungan/pelarian dari bahaya tsunami dan banjir

j. Mengembangkan bangunan-bangunan fisik di perkotaan/perdesaan di pinggir pantai yang dapat meminimalkan dampak terjadinya tsunami

k. Menerapkan sistem peringatan dini/Early Warning System3. Mengoptimalkan pemanfaatan ruang kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

a. Membatasi konversi lahan pertanian irigasi teknis untuk kegiatan budidaya lainnya;

b. Mengoptimalkan pemanfaatan lahan-lahan tidur untuk kegiatan produktif;

c. Mengembangkan kawasan budidaya pertanian sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahannya.

d. Mengoptimalkan pemanfaatan kawasan budidaya pesisir dan pulau-pulau kecil untuk meningkatkan daya saing dan perekonomian masyarakat;

e. Mengembangkan keterkaitan perkotaan dengan perdesaan melalui pengembangan Desa-desa pusat pertumbuhan (DPP) dan Konsep Pengembangan Agropolitan yang akan berfungsi sebagai pusat pemasaran produk pertanian, pusat pengembangan teknologi dan informasi di bidang pertanian

4. Meningkatkan produktifitas sektor-sektor unggulan sesuai dengan daya dukung lahan.

a. Memperluas jaringan irigasi dan mempertahankan pertanian irigasi teknis.

b. Diversifikasi komoditi pertanian untuk mendukung pengembangan sektor sekunder.

c. Meningkatkan produktivitas subsektor peternakan.d. Meningkatkan produktivitas subsektor perikanan.

e. Mengembangkan kawasan agropolitan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat;

f. Mengembangkan kegiatan pertanian, yang meliputi upaya ekstensifikasi, intensifikasi, diversifikasi horisontal dan vertical serta menerapkan teknologi tepat guna yang akan berujung pada peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan

5. Membuka peluang investasi dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah.

a. Mempermudah mekanisme perizinan dan birokrasi iklim usaha

b. Menyediakan informasi, sarana dan prasarana penunjang investasic. Menyempurnakan struktur organisasi pemerintahan desa dan lembaga sosial ekonomi lainnya

d. Meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan.

e. mengembangkan Kawasan Niaga Terpadu di Lampung Tengah, Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) di Mesuji, Kawasan Industri Lampung (KAIL) di Lampung Selatan serta kawasan potensial lainnya sebagai pusat pertumbuhan.

6. Mengentaskan kemiskinan di kawasan tertinggal.

a. Memanfaatkan sumberdaya alam sektor potensial secara optimal dan berkelanjutan;

b. Membuka dan meningkatkan aksesibilitas kawasan tertinggal ke pusat pertumbuhan;

c. Mengembangkan sarana dan prasarana produksi untuk menunjang kegiatan ekonomi.

d. Mengembangkan kawasan perdesaan dengan pasar, fasilitas dan teknologi informasi serta pemodalan terutama untuk kawasan-kawasan perdesaan yang tertinggal dan terpencil

7. Mendukung fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan.

Mengintegrasikan kawasan dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan, yaitu di Way Kanan (Pusdiklatpur), Pesawaran (TNI AL), Tulang Bawang (TNI AU), LAMSEL (TNI AD), dan Bandar Lampung (Kepolisian) ke dalam kawasan strategis provinsi

3.1. RENCANA DISTRIBUSI PENDUDUK

Penduduk Provinsi Lampung pada tahun 2029 diproyeksikan berjumlah 9.183.282 jiwa dengan asumsi laju pertambahan penduduk rata rata sebesar 1.18 % per tahun, masih lebih rendah dari angka rata-rata laju pertambahan penduduk nasional yaitu sebesar 1.34% per tahun.

Untuk menghitung carrying capacity (daya tampung) maka dilakukan perhitungan potensi kawasan budidaya terbangun. Oleha karena itu perlu identifikasi terlebih dahulu, kawasan lindung dan budidaya eksisting di Provinsi Lampung, yaitu sebagai berikut:

1. Kawasan lindung di Provinsi Lampung adalah: 7.796,45 Km yang sudah ditetapkan berdasarkan SK MENHUT No. 256/KPTS-II/2000

2. Hutan produksi: 2.250,90 Km yang sudah ditetapkan berdasarkan SK MENHUT No. 256/KPTS-II/2000

3. Kawasan pertanian sawah dan kebun: 15.997,26 Km (analisis peta dan Lampung Dalam Angka 2008). Untuk kepentingan ketahanan pangan (menjaga kapasitas produksi), maka kawasan pertanian sawah dan kebun ini perlu dipertahankan keberadaannya, dengan menetapkan aturan tidak boleh dilakukannya konversi lahan menjadi lahan terbangun.

4. Kawasan perikanan: 578,86 Km (analisis peta dan Lampung Dalam Angka 2008). Berdasarkan hasil identifikasi peta terhadap jenis tanah dan ketinggian, dapat diidentifikasi bahwa kawasan perikanan ini tidak bisa dijadikan kawasan terbangun

Dengan membandingkan luas kawasan lindung dan beberapa peruntukan yang tidak dapat dialih fungsikan dengan luas Provinsi Lampung, maka potensi kawasan terbangun (eksisting maupun di Provinsi Lampung adalah 22.040,28 Km.

Sementara itu berdasarkan identifikasi peta, maka daya dukung Kota Bandar Lampung dan Metro terhadap kawasan terbangun cukup tinggi. Dengan demikian, kedua kota tersebut (memiliki luas 254,75 Km), secara optimal dapat dikembangkan menjadi kawasan terbangun. Sisa potensi lahan terbangun seluas 21.786, 28 Km akan diarahkan pengembangannya di kabupaten dengan kegiatan utamanya adalah pertanian dan perkebunan (sesuai arahan pengembangan kegiatan ekonomi). Daya dukung untuk masing-masing Kota dan Kabupaten dapat dilihat dalam tabel 3.1Untuk identifikasi jumlah penduduk optimal yang dapat ditampung oleh kabupaten dan kota di Provinsi Lampung, maka dilakukan pendekatan kepadatan penduduk perkotaan (SNI 03-1733-2004) dan pendekatan kebutuhan lahan untuk transmigrasi di kabupaten (Departemen Transmigrasi). Berikut hasil identifikasi daya tampung penduduk di Provinsi Lampung:

1. Untuk kawasan Perkotaan

Kepadatan penduduk rata-rata eksisting di kedua kota ini adalah 43,35 jiwa/Km. Jika dibandingkan dengan standar kepadatan penduduk di perkotaan, maka kepadatannya masuk dalam kategori kepadatan penduduk rendah