abstracteprints.undip.ac.id/33050/1/jurnal_try_indraningrum_c2c... · 2013. 3. 17. · dinamis, dan...
TRANSCRIPT
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA
ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA LANGSUNG
( Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Di Provinsi Jawa Tengah )
Try Indraningrum
Prof. Dr. H. Abdul Rohman, S.E., M.Si., Akt
ABSTRACT
From 33 provinces and 471 districts/cities in Indonesia, only about
10 percent which have an official demarcation of the territory, one of
them is Central Java province which has 35 districts/cities. Central
Java province has large of amount natural resources. Therefore, this
study aims to prove empirically the influence of Revenue (PAD), and
the General Allocation Fund (DAU) to Direct Expenditure In Regency/City in
Central Java. The object of this study is 35 regencies/municipalities in Central
Java Province. The data used in this study are the data taken in 2007 until 2009.
The data analyzed in this study is secondary data sourced from the
Actual Budget Report document Regency/City in the province of
Central Java are obtained from Local Government Revenue Sharing Sites
on the Internet (www.djpk.depkeu.go.id). Realization of the budget report was
obtained data on
the number of Direct Expenditure realization, revenue (PAD) and the
General Allocation Fund (DAU). Sampling method using census method by
taking the entire population. From these data, then analyzed using
multiple linear regression techniques with the help of SPSS 16.
The results of this study indicate that the revenue (PAD) and the
General Allocation Fund (DAU) has a positive and significant influence
on increasing of Direct Expenditure. This means that local government
can predict the Direct Expenditure budget based on revenue (PAD) and the
General Allocation Fund (DAU).
Key words: Local Own Revenue (PAD), the General Allocation Fund (DAU),
Direct Expenditure, Budget Realization Report.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini
menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi
hal penting dalam pengelolaan pemerintah termasuk di bidang pengelolaan
keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas publik adalah pemberian
informasi dan pengungkapan seluruh aktivitas dan kerja finansial Pemerintah
Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Mardiasmo, 2002).
Subagyo (2003) menyatakan bahwa keputusan politik pemberlakuan
otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa
implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena politis yang
menjadikan penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik birokratis ke
desentralistik partisipatoris. Pelaksanaan otonomi daerah didukung adanya
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah dan Undang-
undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Kedua Undang-undang ini sebagai pengganti dari Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah.
Pemberian otonomi yang luas kepada pemerintah daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Prinsip-prinsip otonomi
daerah harus dipenuhi oleh pemerintah daerah, yaitu demokratisasi, transparansi,
akuntabilitas publik dan partisipasi masyarakat. Artinya, pemerintah daerah
diberikan kewenangan secara luas, nyata, bertanggung jawab dan proporsional
dalam mengatur, membagi dan memanfaatkan sumber daya nasional serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah (Purnamawati, 2006).
Pembiayaan penyelenggaran pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi
dilakukan atas beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). Dalam
rangka penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat
berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah diberi kewenangan untuk
memungut pajak/retribusi dan mengelola Sumber Daya Alam (SDA). Sumber
dana bagi daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan
(Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus) dan Pinjaman
Daerah, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Tiga sumber pertama langsung
dikelola oleh Pemerintah Daerah melalui APBD, sedangkan yang lain dikelola
oleh Pemerintah Pusat melalui kerja sama dengan Pemerintah Daerah (Halim,
2009).
Keberhasilan pengembangan otonomi daerah bisa dilihat dari derajat
otonomi fiskal daerah yaitu perbandingan antara PAD dengan total penerimaan
APBDnya yang semakin meningkat, diharapkan dimasa yang akan datang
ketergantungan daerah terhadap transfer dana pusat hendaknya diminimalisasi
guna menumbuhkan kemandirian pemerintah daerah dalam pelayanan publik dan
pembangunan (Puspita Sari, 2010).
Dengan adanya otonomi daerah ini berarti Pemerintah Daerah dituntut
untuk lebih mandiri, tak terkecuali juga mandiri dalam masalah financial. Meski
begitu Pemerintah Pusat tetap memberi dana bantuan yang berupa Dana Alokasi
Umum (DAU) yang ditransfer ke Pemerintah Daerah. Dalam praktiknya, transfer
dari Pemerintah Pusat merupakan sumber pendanaan utama Pemerintah Daerah
untuk membiayai operasional daerah, yang oleh Pemerintah Daerah ”dilaporkan”
di perhitungan anggaran. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi
kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan
publik minimum di seluruh negeri (Maimunah, 2006).
Sumber-sumber Pendapatan Daerah yang diperoleh dan dipergunakan
untuk membiayai penyelenggaran urusan Pemerintah Daerah. Kawedar, dkk
(2008) mengatakan bahwa belanja daerah dirinci menurut urusan Pemerintah
Daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek
belanja. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan Provinsi atau Kabupaten/Kota yang terdiri
dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bidang
tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Belanja penyelenggaran urusan wajib diprioritaskan untuk
melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya
memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan
pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang
layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Dalam rangka memudahkan
penilaian kewajaran biaya suatu program atau kegiatan, belanja menurut
kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka akan dilakukan suatu
penelitian dengan judul: “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Dana
Alokasi Umum (DAU) Terhadap Belanja Langsung, Studi Pada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat ditarik
permasalahan yang difokuskan pada penelitian ini antara lain :
1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Belanja
Langsung pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah?
2. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Belanja
Langsung pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan yang diidentifikasi, maka penelitian ini
bertujuan untuk membuktikan secara empiris pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja
Langsung pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai pengaruh dari pendapatan asli daerah (PAD) dan
dana alokasi umum (DAU) terhadap belanja langsung.
2. Bagi Praktisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
bagi Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan
dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan di masa yang akan
datang sehingga dapat lebih meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3. Bagi Akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi akademisi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di
bidang Akuntansi Pemerintahan khususnya mengenai pengaruh
pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi umum (DAU) terhadap
belanja langsung.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyempurnakan penelitian-
penelitian sejenis berikutnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Otonomi Daerah
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi
daerah pada hakikatnya berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan
keputusan, kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat (Halim, 2001).
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tujuan otonomi daerah
diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menggalakkan prakarsa dan peran aktif
masyarakat serta peningkatan potensi daerah secara optimal, terpadu, nyata,
dinamis, dan bertanggungjawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan
bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang
akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal (Halim, 2001).
2.1.2 Anggaran Daerah sektor publik
Dalam organisasi sektor publik anggaran merupakan instrumen
akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program
yang dibiayai dengan uang publik. Anggaran sektor publik berisi rencana kegiatan
yang dipresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja
dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran sektor
publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari
suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan
aktivitas.
Menurut Mardiasmo (2004) secara singkat dapat dinyatakan bahwa
anggaran sektor publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan :
1. Berapa biaya-biaya atas rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja).
2. Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai
rencana tersebut (pendapatan).
2.1.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos
Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos
Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan
Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam (Isdijoso, 2002). Identifikasi
sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan dan menetapkan
mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara
meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan
benar sehingga memberikan hasil yang maksimal (Elita dalam Pratiwi, 2007).
Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak
menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam
mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik rutin maupun
pembangunan, dibiayai dari dana perimbangan, terutama Dana Alokasi Umum.
Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah
menggali dari Pendapatan Asli Daerah (Pratiwi, 2007).
2.1.4 Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi (UU No. 33/2004). Otonomi daerah hingga saat
ini masih memberikan berbagai permasalahan. Kondisi geografis dan kekayaan
alam yang beragam, defferesial potensi daerah, yang menciptakan perbedaan
kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya, atau yang biasa disebut
fiscal gap (celah fiskal). Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil,
proporsional, demokratis, transparan, dan efisien. Dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan
kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan (UU No. 33/2004).
2.1.5 Dana Alokasi Umum
Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Dana Alokasi Umum, selanjutnya
disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sumber
penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih
sangat didominasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam
bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana
Bagi Hasil (DBH), sedangkan porsi PAD masih relatif kecil (Mardiasmo, 2002).
2.1.6 Belanja Daerah
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Belanja Daerah adalah semua
pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana.
Belanja Daerah merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak
akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
Berdasarkan PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri
dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan
perundang-undangan. Sejak dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal pada tahun 2001, anggaran belanja daerah, dari tahun ke
tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, baik dari segi cakupan
jenis dana yang didaerahkan, maupun dari besaran alokasi dana yang didaerahkan.
2.1.7 Belanja Langsung
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program
dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari:
1. Belanja Pegawai
Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang
maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil
(PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum
berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan
dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal.
2. Belanja Barang dan Jasa
Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian
barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa
yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang
dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja
perjalanan.
3. Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aktiva tetap
dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Untuk mengetahui apakah suatu belanja dapat dimasukkan sebagai belanja
modal atau tidak, maka perlu diketahui definisi aset tetap atau aset lainnya
dan kriteria kapitalisasi aset tetap.
2.2 Penelitian Terdahulu
Peneliti sebelumnya seperti Abdullah & Halim (2004) menyatakan bahwa
DAU berpengaruh signifikan terhadap Belanja Pemerintah Daerah dan PAD
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Pemerintah Daerah.
Bambang Prakosa (2004) menyatakan bahwa secara empiris membuktikan
bahwa besarnya belanja daerah dipengaruhi oleh jumlah DAU yang diterima dari
pemerintah pusat. Dalam model prediksi belanja daerah, daya prediksi DAU
terhadap belanja daerah lebih tinggi dibanding daya prediksi PAD. Penelitian ini
dilakukan di DIY dan Jawa Tengah.
Abdullah & Halim (2004) menyatakan bahwa Belanja Modal berpengaruh
terhadap Belanja Pemeliharaan dan Bantuan Pemerintah berpengaruh terhadap
Belanja Modal, sementara PAD tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Maimunah (2006) menguji flypaper effect pada dana alokasi umum(DAU)
dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap belanja daerah pada Kabupaten/Kota
di pulau Sumatera. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris
pada (1) pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
di pulau Sumatera; (2) kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja
Pemerintah Kabupaten/Kota di pulau Sumatera; (3) kecenderungan flypaper effect
menyebabkan peningkatan jumlah Belanja Daerah; (4) kemungkinan adannya
perbedaan flypaper effect antara Pemerintah Kabupaten/Kota yang PADnya tinggi
dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang PADnya rendah; dan terakhir (5)
pengaruh DAU dan PAD pada kategori pengeluaran sektor yang berhubungan
langsung dengan publik (belanja bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan
umum).
Darwanto (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi, PAD dan
DAU berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja modal. Sedangkan secara
parsial PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja modal,
sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh.
Puspita Sari (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh Dana Alokasi
Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Langsung
Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Pertama, DAU mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
belanja langsung. Kedua, PAD secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap belanja langsung. Ketiga, DAU dan PAD secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung.
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Model Kerangka Pemikiran
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja
Langsung Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah
2.4 Hipotesis Penelitian
2.4.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja
Langsung
Studi tentang pengaruh pendapatan daerah (local own resources revenue)
terhadap pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan, sebagai contoh penelitian
Belanja Langsung
H1
H2
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Dana Alokasi
Umum (DAU)
yang pernah dilakukan oleh Bambang Prakosa (2004), Abdullah & Halim (2004)
menyatakan pendapatan (terutama pajak) akan mempegaruhi Anggaran Belanja
Pemerintah Daerah dikenal dengan nama tax spend hyphotesis. Dalam hal ini
pengeluaran Pemerintah Daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam
penerimaan Pemerintah Daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum
perubahan pengeluaran.
Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja
daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki PAD tinggi maka pengeluaran untuk
alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi (Indah Rahmawati, 2010). Sihite
(2009) juga mengemukakan bahwa secara parsial dana bagi hasil (DBH), dana
alokasi khusus (DAK) dan pendapatan asli daerah (PAD), masing-masing
berpengaruh signifikan positif terhadap belanja langsung. Sedangkan secara
simultan, ketiga variabel independen berpengaruh positif terhadap belanja
langsung.
H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja
Langsung.
2.4.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Langsung
Maimunah (2006) menguji flypaper effect pada dana alokasi umum(DAU)
dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap belanja daerah pada Kabupaten/Kota
di pulau Sumatera. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka simpulan yang
merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu besarnya nilai DAU dan
PAD mempengaruhi besarnya nilai Belanja daerah (pengaruh positif).
DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.
Tujuan dari pemberian dana alokasi umum ini adalah pemerataan dengan
memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk,
dan tingkat pendapatan. Jaminan keseimbangan penyelenggaraan pemerintah
daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat. DAU suatu
daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang
merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal
capacity). Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi
kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil, namun
kebutuhan fiskal besar, akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara
implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan
kapasitas fiskal (Puspita Sari, 2010).
H2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja
Langsung.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel
dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel
lainnya (Sekaran, 2002 : 30). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
independen adalah Pendapatan Asli Daerah (X1) dan Dana Alokasi Umum (X2),
Belanja Langsung (Y1) sebagai variabel dependen. Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah yang berjumlah 35 Kabupaten/Kota pada Tahun 2007 sampai 2009
dengan alasan ketersediaan data.
Dalam penelitian ini, sampelnya adalah populasi tersebut, jadi
populasi ini merupakan sampel penelitian. Data yang dianalisis dalam penulisan
ini adalah data sekunder dengan metode sensus yang bersumber dari dokumen
Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang
diperoleh dari Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah di internet
(www.djpk.depkeu.go.id). Dari Laporan Realisasi APBD ini diperoleh data
mengenai jumlah realisasi Belanja Langsung, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Alokasi Umum (DAU). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis regresi linier berganda. Analisis regresi berganda adalah analisis
mengenai beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen.
4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Statistik Deskriptif
Penyajian statistik deskriptif bertujuan agar dapat dilihat profil dari data
penelitian tersebut dan hubungan yang ada antar variabel yang digunakan dalam
penelitian tersebut. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) serta Belanja
Langsung. Hasil statistik deskriptif tampak pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Hasil Statistik Deskriptif
Sumber : data sekunder diolah, 2011 (dalam jutaan rupiah)
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2007 sampai 2008 memiliki nilai minimum sebesar Rp
21.757.000.000,00 dan nilai maksimum sebesar Rp 236.882.000.000,00.dengan
nilai rata-rata (mean) selama dua tahun sebesar Rp 534.155.000.000,00 dan nilai
standar deviasi sebesar Rp 34.812.265.000.000,00. Hal ini menunjukkan bahwa
Pendapatan Asli Daerah antara Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tidak
sama dan bervariasi sesuai dengan kemampuan dan sumber-sumber pendapatan
yang dimiliki setiap daerah.
Dana Alokasi Umum di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sampai
2008 memiliki nilai minimum sebesar Rp 212.614.000.000,00 dan nilai
maksimum sebesar Rp 754.599.000.000,00 dengan nilai rata-rata (mean) selama
dua tahun sebesar Rp 486.981.000.000,00 dan nilai standar deviasi sebesar Rp
130.044.183.000.000,00. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi Dana Alokasi
Umum pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tidak merata.
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PAD 70 21.757 236.882 5.34155 34.812265
DAU 70 212.614 754.599 4.86981 130.044183
Belanja Langsung 70 161.801 745.447 2.86092 96.881860
Valid N (listwise) 70
Belanja langsung di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008 sampai 2009
memiliki nilai minimum sebesar Rp 161.801.000.000,00 dan nilai maksimum
sebesar Rp 745.447.000.000,00 dengan nilai rata-rata (mean) selama dua tahun
sebesar Rp 286.092.000.000,00 dan nilai standar deviasi sebesar Rp
96.881.860.000.000,00. Hal ini menunjukkan bahwa belanja langsung antara
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tidak sama dan bervariasi sesuai dengan
kebutuhan masing-masing daerah.
4.2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Setelah melakukan pengujian data secara statistik deskriptif, selanjutnya
adalah melakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi Uji Normalitas, Uji Multikolinieritas, Uji Autokorelasi,
dan Uji Heteroskedastisitas. Berikut ini adalah hasil uji asumsi klasik:
4.3.1 Hasil Uji Normalitas
Normalitas data merupakan syarat utama suatu penyelesaian dengan
statistik parametrik. Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan
Uji Kolmogorov Smirnov. Secara multivariat pengujian normalitas data dilakukan
terhadap nilai residualnya. Data yang berdistribusi normal ditunjukkan dengan
nilai signifikansi di atas 0,05.
Gambar 4.1
Normal Probability Plot
Sumber : data sekunder diolah, 2011
Tabel 4.3
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 70
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation 49.50741995
Most Extreme Differences Absolute .079
Positive .079
Negative -.049
Kolmogorov-Smirnov Z .660
Asymp. Sig. (2-tailed) .776
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : data sekunder diolah, 2011
Dapat dilihat grafik di atas terdapat penyebaran data (titik) pada sumbu
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya. Hal ini
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas. Sedangkan berdasarkan tabel kolmogorov-Smirnov di atas, dapat
dilihat besarnya nilai kolmogorov-Smirnov adalah 0,660 dengan nilai
signifikansinya di atas 0,05 yaitu 0,776. Dapat disimpulkan bahwa model regresi
layak digunakan karena memenuhi asumsi normalitas.
4.3.2 Hasil Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) dengan cara
menganalisis korelasi antara variabel independen dan perhitungan nilai Tolerance
dan Variance Inflation Factor (VIF). Berdasarkan data yang telah diperoleh dan
dianalisis dengan menggunakan SPSS Ver 16, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinieritas
Sumber : data sekunder diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa seluruh variabel
independen yaitu PAD dan DAU memiliki nilai Variance Inflation Factors (VIF)
kurang dari 10 dan nilai Tolerance dari masing-masing variabel independen juga
menunjukkan nilai lebih besar dari 0,10. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
model yang terbentuk tidak terdapat adanya gejala multikolinieritas antar variabel
independen dalam model regresi.
4.3.3 Hasil Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t degan kesalahan pengganggu pada
periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan autokorelasi. Ada
beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi, salah satunya dengan menggunakan Uji Durbin Watson (DW Test).
Pada penelitian ini hasil DW Test, dibandingkan dengan nilai tabel menggunakan
tingkat signifikansi 5 % (a = 5%) dan jumlah data (n) sebanyak 70 sampel, maka
didapat hasil sebagai berikut:
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 107.245 23.535 4.557 .000
PAD 2.201 .183 .791 12.014 .000 .899 1.112
DAU .126 .049 .169 2.565 .013 .899 1.112
a. Dependent Variable: Belanja Langsung
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi – Uji Durbin Watson (DW test)
Model Summary
b
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .860a .739 .731 50.240903 2.103
a. Predictors: (Constant), DAU, PAD
b. Dependent Variable: Belanja Langsung
Sumber : data sekunder diolah, 2011
Nilai DW sebesar 2,103, nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel
menggunakan nilai signifikansi 5%, jumlah sampel 70 (n) dan jumlah variabel
independen 2 (k=2). Maka pada tabel Durbin Watson akan didapatkan nilai
sebagai berikut:
Tabel 4.6
Durbin Watson Test Bound
n k = 2
dU dL
50 1,462 1,628
70 1,554 1,672
100 1,634 1,715
Sumber : data sekunder diolah, 2011
Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai D-W sebesar
2,103. Sedangkan nilai dU diperoleh sebesar 1,672 dan nilai dL sebesar
1,554. Maka du<d<4-du yaitu 1,672< 2,103 < 2,328 dapat disimpulkan bahwa
nilai DW berada diantara dU yaitu 1,672 dan 4 – dU (4 – 1,672) yaitu 2,328.
Dengan demikian menunjukkan bahwa model regresi tersebut berada pada daerah
tanpa autokorelasi dan tidak terdapat kesalahan data pada periode lalu yang
mempengaruhi kesalahan data pada periode sekarang.
4.3.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pengujian Heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah dalam
sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian. Model regresi yang baik
adalah tidak terjadi Heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya
Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan Scatter Plot. Hasil
pengujian heteroskedastisitas dengan metode Scatter Plot diperoleh sebagai
berikut:
Gambar 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas - Scatterplot
Sumber: data sekunder diolah, 2011
Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan
tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y serta tidak
membentuk suatu pola tertentu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai
untuk memprediksi variabel dependen belanja langsung berdasarkan masukan
variabel independen pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum.
4.4 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
4.4.1 Koefisien Determinasi
Hasil nilai adjusted R-Square dari regresi digunakan untuk mengetahui
besarnya struktur modal yang dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya.
Tabel 4.7
Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi – Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .860a .739 .731 50.240903
a. Predictors: (Constant), DAU, PAD
Sumber : data sekunder diolah, 2011
Hasil analisis regresi untuk melihat pengaruh secara langsung variabel
pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja langsung
menunjukkan bahwa nilai adjusted R Square sebesar 0,731. Hal ini berarti 0,731
atau 73,1 % variasi variabel independen (PAD dan DAU) dapat menjelaskan
variasi dari variabel dependen (belanja langsung) dan sisanya sebesar 26,9 %
dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model.
4.4.2 Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Pengujian hipotesis uji F digunakan untuk melihat apakah secara
keseluruhan variabel independen mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap
variabel dependen. Dari hasil pengujian simultan diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.8
Hasil Uji F
Sumber : data sekunder diolah, 2011
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 478522.604 2 239261.302 94.789 .000a
Residual 169117.939 67 2524.148
Total 647640.543 69
a. Predictors: (Constant), DAU, PAD
b. Dependent Variable: Belanja Langsung
Tabel 4.8 menunjukkan hasil perhitungan statistik uji F, dari hasil
perhitungan didapat nilai F hitung sebesar 94,789 dengan nilai signifikansi F
sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti secara simultan seluruh variabel
independen: PAD dan DAU berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen: belanja langsung. Dengan demikian model regresi yang digunakan
dalam penelitian ini dapat menjelaskan bahwa PAD dan DAU secara bersama-
sama berpengaruh terhadap belanja langsung.
4.4.3 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah masing-masing
variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Untuk
pengujian secara parsial ini digunakan uji-t. Hasil perhitungan stastistik pada
pengujian parsial ditunjukkan pada tabel 4.9 sebagai berikut:
Tabel 4.9
Hasil Uji T
Sumber : data sekunder diolah, 2011
Hasil perhitungan statistik tersebut menunjukkan bahwa dua variabel
independen : PAD dan DAU, yang dimasukkan dalam model regresi signifikan
mempengaruhui variabel dependen: belanja langsung. Variabel Pendapatan Asli
Daerah (PAD) menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,000 dan Dana Alokasi
Umum (DAU) menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,013 yang lebih kecil
dari tingkat signifikansi 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli
daerah dan dana alokasi umum berpengaruh terhadap belanja langsung.
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 107.245 23.535 4.557 .000
PAD 2.201 .183 .791 12.014 .000
DAU .126 .049 .169 2.565 .013
a. Dependent Variable: Belanja Langsung
Berdasarkan nilai unstandardized beta coefficients, hasil estimasi model
dapat ditulis dalam persamaan di bawah ini:
Belanja Langsung = 107,245 + 2,201PAD + 0,126DAU
Persamaan tersebut dapat diartikan:
Konstanta sebesar 107,245 menyatakan bahwa jika variabel independen
dianggap konstan (X1=0, X2=0), maka rata-rata belanja langsung tiap daerah
sebesar 107,245 juta rupiah.
Koefisien regresi PAD bertambah positif sebesar 2,201, artinya apabila terjadi
kenaikkan variabel PAD sebesar 1% akan menaikkan belanja langsung sebesar
22,01%.
Koefisien regresi DAU bertambah positif sebesar 0,126, artinya apabila terjadi
kenaikkan variabel DAU sebesar 1% akan menaikkan belanja langsung
sebesar 12,6%.
4.5 Hasil Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan secara statistik, pendapatan asli
daerah dan dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja langsung. Hal
ini dapat dilihat pada tabel 4.9 Uji T (Uji Signifikansi Parameter Individual).
Tabel 4.9
Uji T
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 107.245 23.535 4.557 .000
PAD 2.201 .183 .791 12.014 .000
DAU .126 .049 .169 2.565 .013
a. Dependent Variable: Belanja Langsung
Sumber : data sekunder diolah, 2011
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan mengenai uji hipotesis secara
parsial dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen,
sebagai berikut:
H1 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap Belanja
Langsung.
Pada output regresi menunjukkan bahwa angka signifikansi untuk variabel
Pendapatan Asli Daerah sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari tingkat
signifikansi sebesar 0,05 sehingga Pendapatan Asli Daerah secara individual
mempengaruhi belanja langsung. Berdasarkan nilai unstandardized beta
coefficients dapat dilihat bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif
terhadap belanja langsung, jika variabel pendapatan asli daerah meningkat sebesar
1% maka akan menaikkan belanja langsung sebesar 22,01%. Dapat disimpulkan
bahwa hipotesis 1 diterima.
H2 : Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap Belanja
Langsung.
Pada output regresi menunjukkan bahwa angka signifikansi untuk variabel
Dana Alokasi Umum sebesar 0,013. Nilai ini lebih kecil dari tingkat signifikansi
sebesar 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum secara
individual mempengaruhi belanja langsung. Berdasarkan nilai unstandardized beta
coefficients dapat dilihat bahwa dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap
belanja langsung, jika variabel dana alokasi umum meningkat sebesar 1% maka
akan menaikkan belanja langsung sebesar 12,6%. Dapat disimpulkan bahwa
hipotesis 2 diterima.
4.6 Pembahasan Hipotesis
4.6.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Langsung
Hipotesis pertama menyatakan bahwa "Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung". Hasil pengujian statistik
menunjukkan tingkat signifikansi Pendapatan Asli Daerah sebesar 0,000 yang
lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 dan apabila variabel pendapatan asli
daerah meningkat sebesar 1% maka akan menaikkan belanja langsung sebesar
22,01%, sehingga dapat membuktikan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap
belanja langsung.
4.6.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Langsung
Hipotesis kedua menyatakan bahwa "Dana Alokasi Umum (DAU)
berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung". Hasil pengujian statistik
menunjukkan tingkat signifikansi Dana Alokasi Umum sebesar 0,013 yang lebih
kecil dari tingkat signifikansi 0,05 dan apabila variabel dana alokasi umum
meningkat sebesar 1% maka akan menaikkan belanja langsung sebesar 12,6%,
sehingga dapat membuktikan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh positif
terhadap belanja langsung.
5. KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap belanja langsung.
Pemerintah Daerah yang memiliki Pendapatan Asli Daerah tinggi maka
pengeluaran untuk belanja langsungnya juga semakin tinggi.
2. Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap belanja langsung.
Pemerintah Daerah yang memiliki Dana Alokasi Umum tinggi maka
pengeluaran untuk belanja langsungnya juga semakin tinggi.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan pada data penelitian, peneliti
mengalami kesulitan dalam mendapatkan dokumen data Laporan Realisasi
APBD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dari instansi pemerintah
daerah secara langsung. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan
dokumen data Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Tengah yang diperoleh dari Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah
Daerah di Internet (www.djpk.depkeu.go.id).
5.3 Saran
1. Untuk meningkatkan belanja daerah maka Pemerintah Daerah
diharapkan bisa terus menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi untuk meningkatkan
pendapatan daerah, demikian juga Pemerintah Daerah agar terus
mengupayakan untuk bisa menarik Dana Alokasi Umum semaksimal
mungkin dari Pemerintah Pusat.
2. Variabel yang digunakan dalam penelitian yang akan datang diharapkan
lebih lengkap dan bervariasi dengan menambah variabel independen
lain baik ukuran-ukuran maupun jenis-jenis penerimaan pemerintah
daerah lainnya atau berupa variabel non keuangan seperti kebijakan
pemerintah dan kondisi makroekonomi. Penggunaan data yang lebih
lengkap dan terbaru dengan periode waktu penelitian yang lebih
panjang sehingga mampu untuk dapat dilakukan generalisasi atas hasil
penelitian tersebut.
3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk mengambil sampel selain
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, serta
memperbanyak sampel yang digunakan agar hasilnya lebih representatif
terhadap populasi yang dipilih.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal
Abdullah, Sukriy dan Abdul Halim. 2004. Pengalokasian Belanja Fisik dalam
Anggaran Pemerintah Daerah: Studi Empiris atas Determinan dan
Konsekuensinya Terhadap Belanja Pemeliharaan,
http://swamandiri.org/2008/02/2009
. 2004. Pengaruh dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli
daerah (PAD) terhadap belanja pemerintah daerah: Studi kasus
kabupaten/kota di Jawa dan Bali. Jurnal Ekonomi 13 (2): 90-109.
. 2006. Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah
Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber
Pendapatan. (Kabupaten dan Kota di beberapa Provinsi di Pulau
Sumatra), Jurnal Akuntansi Pemerintah, Vol 2(2): 17-32 hal.
Badan Pusat Statistik, (2005-2009), Jawa Tengah dalam angka 2004, Indonesia:
Semarang.
Bambang Prakosa, Kesit. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Darah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi
Empirik di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY), JAAI, Vol. 8 No. 2,
2004.
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, BPFE UGM,
Yogyakarta.
. 2002. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Penerbit. Salemba
4:Jakarta.
Darwanto, Yulia Yustika Sari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Simposium Nasional
Akuntansi X. Juli 2007.
Ghozali, Imam, Arifin Sabeni. 1997. Pokok-pokok Akuntansi Pemerintahan. Edisi
4. Penerbit BPFE: Yogyakarta
Ghozali, Imam. 2001. Pokok-pokok Akuntansi Pemerintahan. Penerbit BPFE:
Yogyakarta
. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS.
Edisi4. Badan Penerbitan Universitas Diponegoro: Semarang.
Halim, Abdul. 2001. “Analisis Deskriptif Pengaruh Fiscal Stress pada APBD
Pemerintah Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah”. KOMPAK STIE
Yogyakarta.
. 2002. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah,
Jakarta, Salemba Empat.
. 2006. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah,
Jakarta, Salemba Empat.
. 2009. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah.
Edisi 4. Salemba 4 : Jakarta.
Indah Rahmawati, Nur. 2010. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Alokasi Belanja Daerah”, Skripsi,
UNDIP, Semarang.
Isdijoso, Brahmantio, Analisis Kebijakan Fiskal Pada Era Otonomi Daerah (Studi
Kasus: Sektor Pendidikan di Kota Surakarta), Kajian Ekonomi Dan
Keuangan Vol. 6 No. 1, 2002.
Kawedar, Warsito, Abdul Rohman, dan Sri Handayani. 2008. Akuntansi
SektorPublik: Pendekatan Penganggaran Daerah dan Akuntansi
Keuangan Daerah. Penerbit UNDIP: Semarang
Maimunah, Mutiara. 2006. “Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada
Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera”. Simposium Nasional Akuntansi IX.
Padang.
Mala, Khoirul Lilik, 2008. “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran
Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Jawa Rengah”.
Pustakaan Universitas Islam Sultan Agung. Yogyakarta.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen keuangan daerah. Penerbit Andi:
Yogyakarta.
. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit: Andi. Yogyakarta.
Mason dan Douglas. 1996. Teknik Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi 9.
Jakarta: Erlangga
Pratiwi, Novi. 2007. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan
AsliDaerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah Pada
Kabupaten/Kota di Indonesia. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Fakultas
Ekonomi UII: Yogyakarta.
Purnamawati, Dewi., 2006, “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Perimbangan Terhadap Belanja Pelayanan Publik (Studi pada Kabupaten
Boyolali, Sukoharjo, dan Klaten)”, Skripsi, Fakultas Ekonomi, UNSOED,
Purwokerto.
Puspita Sari, Noni dan Idhar Yahya. 2010. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Langsung. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Realisasi APBD tahun 2007 - 2009 Total Se-Provinsi Jawa Tengah dalam:
www.djpk.depkeu.go.id
Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Alex Media
Komputer.
Sekaran, Umar, Research Method for Business : A skill Building Approach, 7th
Edition, New York: John Wiley and Sons, 2002.
. 2006. Research Methods for Business. Edisi 4 Terjemahan.
Jakarta: Salemba Empat
Sembiring, Sri Hayati. 2010. Analisis Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan
Asli Daerah terhadap Belanja Pemeliharaan dalam Realisasi Anggaran
Pemerintahan Kabupaten dan Kota di propinsi Sumatera Utara. Tesis
Pasca Sarjana (Dipublikasikan). Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sihite, R.T. Harry, 2009. ”Pengaruh Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus dan
Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Langsung pada
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.” Skripsi, Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.
Subagyo, H., 2003, Pengembangan Ekonomi Rakyat di Era Otonomi Daerah,
Jurnal Ekonomi Rakyat, www.jurnalekonomirakyat.org,
Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangungan Daerah.
Yogyakarta: ANDI.
Widjaja, Prof.Drs. HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, PT. Raja
Grafindo, Jakarta.
Undang-Undang
Undang – Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah.
Peraturan-Peraturan Lainnya
Peraturan Menteri Dalam Negeri Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2009 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Tahun 2010
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.