2 pengaruh langsung, tidak langsung, dan … · pimpinan organisasi harus bisa ... serta untuk...
TRANSCRIPT
2 PENGARUH LANGSUNG, TIDAK LANGSUNG, DAN
MODERASI PERAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN
TERHADAP KINERJA PNS
Pendahuluan
Suksesnya tujuan suatu organisasi tidak terlepas dari peran dan dukungan
sumberdaya manusia, dalam hal ini adalah pegawai yang memiliki kinerja,
motivasi, dan kemampuan kerja yang baik hingga diharapkan suatu hasil yang
baik dan memuaskan. Pimpinan organisasi harus bisa memadukan kepentingan
pegawai dengan kepentingan organisasi agar kebutuhan pegawai dapat terpenuhi
bersamaan dengan tercapainya sasaran organisasi yaitu kinerja yang optimal.
Kinerja yang terus meningkat akan memengaruhi prestasi organisasi sehingga
tujuan organisasi yang telah ditetapkan akan tercapai (Gibson 1995).
Kinerja pegawai tergantung pada kemampuan, usaha kerja dan kesempatan
kerja yang dapat dinilai dari output (Russell and Bernard 2000). Menurut
Sedarmayanti (2009), kinerja merupakan indikator dalam menentukan bagaimana
usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.
Pendapat ini diperkuat oleh Stoner dan Freeman (1992) yang mengemukakan
bahwa kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi
secara keseluruhan dapat berhasil. Sutermeister (1969) berpendapat bahwa kinerja
merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk mendapatkan
gambaran tentang kinerja seseorang, maka diperlukan pengkajian khusus tentang
kemampuan dan motivasi. Menurut Sedarmayanti (2009), kemampuan tanpa
motivasi atau motivasi tanpa kemampuan, keduanya tidak dapat menghasilkan
keluaran yang tinggi.
French yang diacu Irawan (1997) menyatakan bahwa motivasi sebagai
hasrat atau keinginan seseorang meningkatkan upaya untuk mencapai target atau
hasil. Menurut Nawawi dan Hadari (1990), kata motivasi (motivation) kata
dasarnya adalah motive yang berarti dorongan sebab atau alasan seseorang
melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang
mendorong atau menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan
yang berlangsung secara sadar. Sedangkan Gitosudarmo dan Sudita (2000)
mengartikan motivasi sebagai faktor-faktor yang ada di dalam diri seseorang yang
menggerakkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Irawan (1997),
mengasumsikan motivasi sebagai motivasi kerja yang merupakan dorongan dari
dalam diri yang kuat untuk bekerja menghasilkan output yang sesuai dengan
harapan. Dengan demikian, pegawai pada organisasi yang mempunyai motivasi
dan berprestasi dalam meningkatkan kinerja, dapat dilihat dari upaya-upaya yang
dilakukan mengarah pada motivasi yang dimiliki untuk bekerja sebaik-baiknya
dan mengarah kepada standar kerja atau hasil yang telah ditetapkan. Gray dan
Starke (1984) yang disitas oleh Baidoeri (2003) berpendapat bahwa motivasi yang
tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Di sisi lain, kemampuan
pegawai juga dapat mempengaruhi kinerja. Robbins (2001) mengemukakan
bahwa kemampuan (ability) merujuk ke suatu kapasitas individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Peningkatan kemampuan
5
merupakan strategi yang diarahkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan
sikap tanggap dalam rangka peningkatan kinerja organisasi (Sutrisno 2009).
Berdasarkan beberapa teori tersebut, maka dibuatlah model penelitian untuk
mengetahui bagaimana pengaruh motivasi dan kemampuan terhadap kinerja PNS
di Ditjen P2KTrans Kemenakertrans. Selain itu, hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat diketahui indikator apa saja yang dominan mencerminkan
motivasi, kemampuan, dan kinerja PNS di Ditjen P2KTrans Kemenakertrans.
Metode Penelitian
Kerangka Pemikiran Penelitian
Model kerangka pemikiran penelitian dikembangkan untuk mengetahui
faktor-faktor baik secara langsung dan tidak langsung yang mempengaruhi kinerja
PNS yang terdiri dari motivasi dan kemampuan, serta untuk mengetahui apakah
motivasi dapat memoderasi pengaruh kemampuan terhadap kinerja PNS.
Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah diungkapkan sebelumnya, maka
kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran penelitian
KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PEMBANGUNAN KAWASAN TRANSMIGRASI
VISI & MISI ORGANISASI
SUMBER DAYA MANUSIA
MOTIVASI
- Faktor Motivator: prestasi,
pengakuan, karakteristik
pekerjaan, tanggung jawab,
kemajuan.
- Faktor Hygiene: kebijakan dan
administrasi organisasi,
pengawasan teknis, gaji,
hubungan antar pegawai dengan
pimpinan, kondisi kerja.
KEMAMPUAN
- Faktor Pengetahuan
(knowledge): pendidikan
(education), pengalaman
(experience), pelatihan
(training), dan minat (interest).
- Faktor Keterampilan (skill):
sikap (attitude) dan kepribadian
(personality).
KINERJA PNS
- Kualitas Kerja
- Kuantitas Kerja
- Ketepatan Waktu
- Efektivitas Kerja
- Kemandirian
- Komitmen
-
KINERJA ORGANISASI
6
Kerangka pemikiran ini dikembangkan berdasarkan beberapa teori, yaitu
untuk indikator motivasi didasarkan pada teori Herzberg, untuk indikator dari
kemampuan didasarkan pada teori yang diungkapkan oleh Sutermeister (1969),
sedangkan untuk indikator dari kinerja PNS didasarkan pada teori yang
diungkapkan oleh Bernardin (1993). Berdasarkan beberapa teori tersebut, maka
dibuatlah model penelitian yaitu model pengaruh langsung (model 1) dan model
pengaruh tidak langsung (model 2), serta model pengaruh moderasi (model 3)
seperti yang tersaji pada Gambar 2.2. Model 1 menggambarkan motivasi dan
kemampuan berpengaruh langsung terhadap kinerja PNS. Model 2
menggambarkan kemampuan tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja PNS
melainkan berpengaruh langsung terhadap motivasi. Model 3 menggambarkan
motivasi memoderasi pengaruh kemampuan terhadap kinerja PNS.
Gambar 2.2a Model penelitian 1 pengaruh langsung (direct effect)
Gambar 2.2b Model penelitian 2 pengaruh tidak langsung (indirect effect)
Gambar 2.2c Model penelitian 3 pengaruh moderasi (moderating effect)
H1
H2
H2
Kemampuan
Kinerja PNS
Motivasi
H1
H2 H3
H2
H3
Kemampuan Kinerja PNS
Motivasi
H1
H2
Kemampuan Kinerja PNS
Motivasi
7
Hipotesis Penelitian
Menurut Martono (2010), hipotesis dapat didefinisikan sebagai jawaban
sementara yang kebenarannya harus diuji atau rangkuman kesimpulan secara
teoritis yang diperoleh melalui tinjauan pustaka. Berikut hipotesis penelitian
berdasarkan model penelitian di atas, yaitu:
1 Hipotesis Model 1: Model Pengaruh Langsung (Direct Effect)
H1: Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap kinerja PNS di Ditjen
P2KTrans Kemenakertrans.
H2: Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja PNS di Ditjen
P2KTrans Kemenakertrans.
2 Hipotesis Model 2: Model Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effect)
H1: Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap kinerja PNS di Ditjen
P2KTrans Kemenakertrans.
H2: Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap motivasi di Ditjen
P2KTrans Kemenakertrans.
H3: Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja PNS di Ditjen
P2KTrans Kemenakertrans.
3 Hipotesis Model 3: Model Pengaruh Moderasi (Moderating Effect)
H1: Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap kinerja PNS di Ditjen
P2KTrans Kemenakertrans.
H2: Motivasi memoderasi kemampuan dan kinerja PNS di Ditjen
P2KTrans Kemenakertrans.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di Kantor Pusat Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan
Transmigrasi, yang berlokasi di Jl. Taman Makam Pahlawan Kalibata No. 17,
Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh langsung dari responden (pegawai) dengan pengisian
kuesioner dan metode wawancara. Data primer tersebut antara lain mengenai
persepsi pegawai terhadap peran motivasi dan kemampuan terhadap kinerja PNS
di Ditjen P2KTrans Kemenakertrans. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui
dokumen, data instansi yang terkait, buku, skripsi, dan artikel yang berkaitan
dengan penelitian ini.
Populasi, Jumlah Sampel dan Metode Penarikan Sampel
Populasi menurut Umar (2003) adalah totalitas dari semua objek atau
individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini, populasinya adalah pegawai di Ditjen P2KTrans
Kemenakertrans. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang diambil
melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, yang
dianggap bisa mewakili populasi. Dalam penentuan jumlah sampel untuk
penentuan jumlah responden, mengacu dari pendapat Gay dalam Umar (2003)
bahwa ukuran minimum sampel yang dapat diterima berdasarkan metode
penelitian yang digunakan, sebagai berikut:
8
1 Metode deskriptif, minimal 10% populasi. Untuk populasi relatif kecil minimal
20%.
2 Metode deskriptif korelasi, minimal 30 subjek.
3 Metode expost facto, minimal 15 subjek per kelompok.
4 Metode eksperimental, minimal 15 subjek per kelompok.
Tabel 2.1 Data pegawai berdasarkan Eselon
Eselon Jumlah pegawai
I 1 orang
II 6 orang
III 24 orang
IV 52 orang
Fungsional 2 orang
Staf 285 orang
Total 370 orang aSumber: Sub Bagian Kepegawaian Ditjen P2KTrans Kemenakertrans, 2013
Populasi yang diambil yaitu pegawai yang bekerja di Ditjen P2KTrans
Kemenakertrans sebesar 370 orang, per 30 Juni 2013. Dalam penelitian ini penulis
menyebar 200 kuesioner, namun yang kembali hanya sebanyak 143 kuesioner.
Spesifikasi responden dalam penelitian ini yaitu pegawai yang sudah menjadi
PNS di Ditjen P2KTrans Kemenakertrans. Hal ini dikarenakan responden yang
terpilih benar-benar mengetahui keadaan yang sebenarnya sehingga data yang
dikumpulkan akurat. Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random
sampling).
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa instrumen,
yaitu kuesioner dan wawancara. Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang
disusun untuk diajukan kepada responden. Kuesioner ini dimaksudkan untuk
memperoleh informasi secara tertulis dari responden berkaitan dengan tujuan
penelitian. Untuk memperoleh data, kuesioner dibagikan kepada responden dalam
sampel yang telah ditentukan untuk dipilih. Pernyataan-pernyataan dalam
kuesioner dibuat berdasarkan skala Likert. Sedangkan wawancara adalah suatu
proses memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan
tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden maupun pihak yang
terkait.
Analisis kualititatif dapat dikuantifikasikan dengan menggunakan skala
pengukuran Likert Scale (Skala Likert). Pada skala Likert ini, responden diberi
empat pilihan jawaban dengan stratifikasi dari sangat tidak setuju sampai sangat
setuju. Hal ini sesuai pendapat Malhotra (2005) bahwa untuk menghindari
kecenderungan responden menjawab netral yang menyebabkan bias tanggapan,
maka skala dengan jumlah genap dapat digunakan. Alasan menggunakan empat
kategori (tidak lima atau ganjil) pilihan dalam penelitian ini adalah untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya pengumpulan pilihan jawaban di daerah
tengah (3, yang berarti normal/sedang/cukup). Kategori pernyataan jawaban
9
disimbolkan dengan pilihan ganda dengan abjad, sebagaimana terlihat dalam
Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Skor skala Likert
A 1 Sangat Tidak Setuju (STS)
B 2 Tidak Setuju (TS)
C 3 Setuju (S)
D 4 Sangat Setuju (SS)
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan, selanjutnya diolah agar memiliki makna yang
berguna untuk memecahkan masalah yang diteliti. Untuk data-data kualitatif
dilakukan analisis deskriptif, sedangkan pengolahan data kuantitatif dilakukan
dengan terlebih dahulu memberikan kode (coding) untuk menyeragamkan data.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik SEM dengan pendekatan
PLS dengan bantuan Software SmartPLS versi 2.0. Adapun untuk keperluan
penolakan atau penerimaan hipotesis, penulis menggunakan taraf signifikansi 5
persen (α = 0.05).
Analisis Deskriptif
Menurut Travers yang diacu Umar (2003), metode deskriptif bertujuan
untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat penelitian
dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Menurut Gay
yang disitasi Umar (2003), metode ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang
menyangkut sesuatu pada waktu sedang berlangsungnya proses penelitian.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui karakteristik dari responden.
Analisis ini digunakan pada saat mengolah data kuesioner pada bagian pertama
yang meliputi jenis kelamin, kelompok usia, pendidikan terakhir, masa kerja,
jenjang kepangkatan, dan jabatan.
Analisis Uji Tabulasi Silang (Cross Tabulation)
Menurut Cooper and Schindler (2006), tabulasi silang adalah teknik untuk
membandingkan data dari dua atau lebih variabel kategori. Tabulasi silang
digunakan dengan variabel demografis dan variabel target dari studi bersangkutan.
Tabulasi silang adalah langkah pertama untuk mengidentifikasi hubungan antara
variabel-variabel, ketika tabel disusun untuk pengujian statistika, disebut dengan
tabel kemungkinan, dan pengujian tersebut menentukan apakah variabel-variabel
klasifikasi tidak bergantung satu dengan yang lainnya. Pada penelitian ini, analisis
ini dilakukan pada data karakteristik responden pendidikan terakhir dengan masa
kerja, jenjang kepangkatan, dan jabatan.
Analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan Pendekatan Partial
Least Square (PLS)
SEM adalah alat analisis yang memiliki kemampuan untuk melakukan
analisis jalur (path) dengan variabel laten (Fonell yang diacu Ghozali 2008). SEM
dengan pendekatan PLS dikembangkan oleh Herman Wold dimana PLS
10
merupakan metode analisis yang powerfull karena tidak didasarkan banyak
asumsi. Data tidak harus berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala
kategori, ordinal, interval, sampai rasio dapat digunakan pada model yang sama),
sampel tidak harus besar. Selain itu, PLS juga dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi teori dan menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antar variabel
laten (Ghozali 2008).
Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari tiga set
hubungan, yaitu:
1. Inner Model (Structural Model)
Inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan teori.
Model persamaannya dapat ditulis seperti di bawah ini.
η = β0 + βη + Γξ + ζ ........................................................................................ (1)
dimana η menggambarkan vektor endogen (dependen) variabel laten, ξ adalah
vektor variabel laten eksogen, dan ζ adalah vektor variabel residual.
2. Outer Model (Measurement Model)
Outer model mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan
dengan variabel latennya. Blok dengan indikator reflektif dapat ditulis
persamaannya sebagai berikut:
x = Ʌxξ + εx
y = Ʌyη + εy ..................................................................................................... (2)
Dimana x dan y adalah indikator untuk variabel laten eksogen dan endogen.
Sedangkan Ʌx dan Ʌy merupakan matrik loading yang menggambarkan
koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten dengan
indikatornya. Residual yang diukur dengan εx dan εy dapat diinterpretasikan
sebagai kesalahan pengukuran.
Blok dengan indikator formatif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:
ξ = пξx + δξ
η = пηy + δη ..................................................................................................... (3)
Dimana ξ, η, x, dan y sama dengan yang digunakan pada persamaan (2). пξ dan
пη adalah koefisien regresi berganda dari variabel laten dan blok indikator,
dimana δξ dan δη adalah residual regresi.
3. Weight Relation
Inner dan outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi
algoritma PLS. Nilai kasus untuk setiap variabel laten diestimasi dalam PLS
sebagai berikut:
ξb = Σkb Wkb Xkb
ηi = Σki Wki yki ................................................................................................. (4)
Dimana Wkb dan Wki adalah k weight yang digunakan untuk membentuk
estimasi variabel laten ξb dan ηi. Estimasi variabel laten adalah linear agregat
dari indikator yang nilai weight-nya didapat dengan prosedur estimasi PLS
seperti dispesifikasikan oleh inner dan outer model dimana η adalah vektor
variabel laten endogen (dependen) dan ξ adalah vektor variabel laten eksogen
(independen).
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah Analisis SEM
dengan pendekatan PLS yang digunakan untuk melihat pengaruh langsung antara
motivasi dan kemampuan terhadap kinerja PNS dan pengaruh tidak langsung
antara kemampuan terhadap kinerja PNS melalui motivasi, serta untuk melihat
motivasi memoderasi pengaruh kemampuan terhadap kinerja PNS. Dimana
11
variabel kinerja PNS sebagai variabel laten endogen dan variabel motivasi dan
kemampuan sebagai variabel eksogen. Selain itu, analisis ini juga dapat digunakan
untuk memperoleh berbagai indikator-indikator yang kuat dalam menggambarkan
masing-masing variabel latennya.
Operasionalisasi Variabel
Definisi dari operasional adalah sebuah definisi yang dibuat dengan kriteria
spesifik sesuai dengan kriteria pengukuran dan pengujian (Cooper and Schindler
2006). Variabel yang diteliti dalam penelitian ini dioperasionalisasikan ke dalam
dua variabel utama, yaitu eksogen (variabel independen) dan endogen (variabel
dependen). Secara lebih rinci operasionalisasi masing-masing variabel dalam
penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.3. berikut.
Tabel 2.3 Operasionalisasi variabel
Variabel Sub variabel Definisi Indikator
Endogen:
Kinerja
PNS
Hasil kerja pegawai selama kurun waktu tertentu yang diukur dari kualitas dan
kuantitas output yang dihasilkan (Bernardin 1993).
Kualitas
kerja
Kegiatan yang diberikan oleh suatu
organisasi kepada para pegawai
dengan memerhatikan mutu,
pekerjaan itu diselesaikan sesuai
dengan data yang akurat, sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Y.01 =
Y.02 =
Bekerja sesuai
tugas pokok dan
fungsi.
Diberi
pengetahuan
untuk
menjalankan
pekerjaan.
Kuantitas
kerja
Proses untuk menetapkan jumlah
jam kerja orang yang digunakan
akan dibutuhkan untuk
merampungkan suatu pekerjaan
dalam waktu tertentu.
Y.03 =
Y.04 =
Banyak program
kerja dikerjakan
sesuai jadwal.
Sering
mengerjakan
tugas tambahan di
samping tugas
rutin.
Ketepatan
waktu
Waktu penyelesaian tugas
(pekerjaan) sesuai dengan waktu
yang diberikan.
Y.05 =
Y.06 =
Menyelesaikan
pekerjaan tepat
waktu.
Memanfaatkan
waktu dengan
baik.
Efektivitas
kerja
Tingkat dimana penggunaan
sumber daya organisasi yang di
dalamnya menyangkut penggunaan
fasilitas kantor berupa manusia,
teknologi, dan keuangan untuk
mendapatkan hasil yang tertinggi.
Y.07 =
Y.08 =
Merencanakan
pekerjaan dengan
baik.
Melakukan
pekerjaan secara
efektif.
Kemandirian Tingkatan dimana seorang pegawai
dapat melakukan pekerjaannya
tanpa perlu meminta pertolongan
atau bimbingan dari atasannya.
Y.09 =
Bekerja mandiri,
sehingga tidak
bergantung pada
orang lain.
12
Variabel Sub variabel Definisi Indikator
Y.10 = Mampu
menemukan
solusi tanpa
petunjuk atasan.
Komitmen Dimana seorang pegawai merasa
percaya diri, punya keinginan yang
baik dan bekerja sama dengan
rekan kerja.
Y.11 =
Y.12 =
Berupaya
menyelesaikan
tugas penuh
tanggung jawab.
Mampu bekerja
sama dalam tim
kerja.
Eksogen:
Motivasi
Ada dua teori faktor menurut Herzberg, yaitu faktor motivator dan hygiene. Faktor
motivator yaitu karakteristik pekerjaan berkaitan dengan kepuasan pekerjaan yang
dipengaruhi oleh prestasi, pengakuan, karakteristik pekerjaan, tanggung jawab, dan
kemajuan. Sedangkan faktor hygiene yaitu karakteristik pekerjaan berkaitan dengan
ketidakpuasan yang dipengaruhi oleh kebijakan dan administrasi organisasi,
pengawasan teknis, gaji, hubungan antar pegawai dengan pimpinan, dan kondisi
kerja.
1. Faktor motivator:
Prestasi Besar kecilnya pegawai mencapai
prestasi kerja yang tinggi.
X1.01=
Pekerjaan saat ini
memberikan
kesempatan untuk
mencapai suatu
prestasi terbaik.
X1.02= Promosi karena
prestasi.
Pengakuan
Besar kecilnya pengakuan yang
diberikan kepada pegawai atas
kinerjanya.
X1.03=
X1.04=
Pengakuan
pimpinan atau
rekan kerja atas
hasil kerja dan
prestasi.
Penghargaan atas
prestasi kerja.
Karakteristik
pekerjaan
Besar kecilnya tantangan yang
merangsang bagi pegawai dari
pekerjaannya.
X1.05=
X1.06=
Pemberian
wewenang
tambahan dan
kebebasan kerja.
Pemberian
beberapa tugas
baru yang lebih
sulit yang belum
pernah ditangani
sebelumnya.
Tanggung
jawab
Besar kecilnya yang dirasakan dan
diberikan pada pegawai.
X1.07=
X1.08=
Kesesuaian tugas
dan tanggung
jawab dengan
kemampuan
pegawai.
Bertanggung
jawab atas
pekerjaan sendiri.
Kemajuan Besar kecilnya kemungkinan
pegawai dapat maju dalam
pekerjaannya.
X1.09=
X1.10=
Kesempatan
untuk maju.
Kesempatan yang
diberikan untuk
mengikuti diklat.
Lanjutan Tabel 2.3
13
Variabel Sub variabel Definisi Indikator
X1.11= Meningkatnya
keterampilan
dalam
melaksanakan
pekerjaan.
2. Hygiene factor:
Kebijakan
dan
administrasi
organisasi
Derajat kesesuaian yang dirasakan
pegawai dari semua kebijakan dan
peraturan yang berlaku di
organisasi.
X1.12=
X1.13=
X1.14=
Kepuasan
terhadap
pengaturan jam
kerja yang
berlaku.
Kedisiplinan
organisasi dalam
menerapkan
peraturan.
Pemberian sanksi
atau hukuman
bagi pegawai
yang tidak
menaati
peraturan.
Pengawasan
teknis
Derajat kewajaran pengawasan
teknis selama bekerja.
X1.15=
Frekuensi
pimpinan dalam
melaksanakan
pengawasan
kepada pegawai.
X1.16= Frekuensi
pimpinan dalam
melaksanakan
bimbingan
pekerjaan kepada
pegawai.
Gaji Derajat kewajaran gaji sebagai
suatu imbalan atas hasil kerjanya.
X1.17=
X1.18=
X1.19=
Gaji yang
diterima.
Tunjangan yang
diberikan.
Perasaan puas
atas gaji yang
diberikan.
X1.20= Perasaan puas
atas tunjangan
yang diberikan.
Hubungan
antar
pegawai
dengan
pimpinan
Derajat kewajaran hubungan antar
pegawai dengan pimpinan yang
dirasakan pegawai.
X1.21=
X1.22=
X1.23=
Frekuensi diskusi
dalam
memecahkan
masalah.
Keluhan
diperhatikan.
Ide diperhatikan.
Kondisi
kerja
Derajat kesesuaian kondisi kerja
yang berlaku di organisasi yang
dirasakan pegawai.
X1.24=
X1.25=
Suasana tempat
kerja kondusif.
Tempat bekerja
yang aman.
X1.26= Penyediaan
fasilitas.
Lanjutan Tabel 2.3
14
Variabel Sub variabel Definisi Indikator
Eksogen:
Kemamp
uan
Kemampuan (ability) merupakan hasil dari pengetahuan (knowledge) dan
keterampilan (skill). Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman,
pelatihan, dan minat. Sedangkan keterampilan dipengaruhi oleh sikap dan
kepribadian (Sutermeister 1969).
1. Faktor pengetahuan (knowledge): Yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.
Pendidikan
(education)
Yaitu kegiatan untuk memperbaiki
kemampuan pegawai dengan cara
meningkatkan pengetahuan dan
pengertian.
X2.01=
X2.02=
Tingkat
pendidikan
mempercepat
memahami
segala sesuatu
yang berhubungan
dengan pekerjaan.
Latar belakang
pendidikan sesuai
bidang pekerjaan.
Pengalaman
(experience)
Yaitu pelajaran berharga dan
membuka wawasan baru yang
memungkinkan dijadikan pedoman
untuk mengambil tindakan
selanjutnya.
X2.03=
Dengan
pengalaman kerja
yang dimiliki,
memiliki
tanggung jawab
dalam
melaksanakan
tugas pekerjaan.
X2.04= Kesempatan
untuk ikut serta
dalam proses
pengambilan
keputusan
berdasarkan
pengalaman kerja.
Pelatihan
(training)
Yaitu suatu proses dimana pegawai
mencapai kemampuan tertentu
untuk mendukung mencapai tujuan
organisasi.
X2.05=
X2.06=
Bimbingan Teknis
bertujuan
meningkatkan
kemampuan
penyelesaian
pekerjaan.
Kesesuaian
program pelatihan
dengan kebutuhan
pegawai dalam
menjalankan
tugas dan
tanggung jawab.
Minat
(interest)
Yaitu kecenderungan seseorang
untuk melakukan suatu perbuatan.
X2.07=
X2.08=
Berminat terhadap
pekerjaan
sekarang.
Bekerja dengan
baik dalam
melaksanakan
pekerjaan.
2. Faktor keterampilan (skill): Yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Sikap
(attitude)
Yaitu perasaan (senang-tidak
senang, suka-tidak suka) atau reaksi
terhadap suatu rangsangan yang
datang dari luar dirinya.
X2.09=
Bekerja keras
dalam
melaksanakan
tanggung jawab.
Lanjutan Tabel 2.3
15
Variabel Sub variabel Definisi Indikator
X2.10= Menerima dengan
baik dan senang
bila ada
masukkan,
kritikan, atau
teguran baik dari
rekan kerja
maupun
pimpinan.
Kepribadian
(personality)
Yaitu sifat hakiki individu yang
tercermin pada sikap dan
perbuatannya yang membedakan
dirinya dari yang lain.
X2.11=
X2.12=
Bersedia
membantu orang
lain jika ada
waktu.
Bersedia
membantu orang
lain untuk
kepentingan
organisasi. aSumber : Dikembangkan untuk penelitian ini, 2013
Hasil dan Pembahasan
Sejarah Kemenakertrans
Pada awal pemerintahan Republik Indonesia, waktu Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia menetapkan jumlah kementerian pada tanggal 19
Agustus 1945, kementerian yang bertugas mengurus masalah ketenagakerjaan
belum ada, sehingga penanganan masalah-masalah perburuhan diletakkan pada
Kementerian Sosial. Baru mulai tanggal 3 Juli 1947 ditetapkan adanya
Kementerian Perburuhan, dan melalui Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1947
tanggal 25 Juli 1947 ditetapkan tugas pokok Kementerian Perburuhan.
Sejak awal periode Demokrasi Terpimpin, terdapat organisasi buruh dan
gabungan serikat buruh baik yang berafiliasi dengan partai politik maupun yang
bebas, pertentangan-pertentangan mulai muncul dimana-mana. Pada saat itu,
kegiatan Kementerian Perburuhan dipusatkan pada usaha penyelesaian
perselisihan perburuhan. Sementara itu, masalah pengangguran terabaikan,
sehingga melalui PMP No. 12 Tahun 1959 dibentuk kantor Panitia Perselisihan
Perburuhan Tingkat Pusat (P4P) dan Tingkat Daerah (P4D).
Struktur Organisasi Kementerian Perburuhan sejak Kabinet Kerja I sampai
dengan Kabinet Kerja IV tidak mengalami perubahan. Struktur Organisasi mulai
berubah melalui Peraturan Menteri Perburuhan No. 8 Tahun 1964 yaitu dengan
ditetapkannya empat jabatan. Pembantu menteri untuk urusan-urusan administrasi,
penelitian, perencanaan, dan penilaian hubungan dan pengawasan perburuhan dan
tenaga kerja. Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi Kementerian
Perburuhan yang berdasarkan peraturan tersebut disempurnakan dengan Peraturan
Menteri Perburuhan No. 13 Tahun 1964 tanggal 27 November 1964, yang pada
pokoknya menambah satu jabatan Pembantu Menteri Urusan Khusus.
Dalam periode Orde Baru (masa transisi 1966-1969), Kementerian
Perburuhan berubah nama menjadi Departemen Tenaga Kerja (Depnaker).
Berdasarkan keputusan tersebut, jabatan Pembantu Menteri di lingkungan
Depnaker dihapuskan dan sebagai penggantinya dibentuk satu jabatan Sekretaris
Lanjutan Tabel 2.3
16
Jenderal. Masa transisi berakhir tahun 1969 yang ditandai dengan dimulainya
tahap pembangunan Repelita I, serta merupakan awal pelaksanaan Pembangunan
Jangka Panjang Tahap I (PJPT I).
Pada pembentukan Kabinet Pembangunan II, Depnaker diperluas menjadi
Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, sehingga ruang lingkup
tugas dan fungsinya tidak hanya mencakup permasalahan ketenagakerjaan tetapi
juga mencakup permasalahan ketransmigrasian dan pengkoperasian. Dalam
Kabinet Pembangunan III, unsur koperasi dipisahkan dari Departemen Tenaga
kerja, Transmigrasi dan Koperasi, sehingga menjadi Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi (Depnakertrans). Dalam masa bakti Kabinet Pembangunan IV,
dibentuk Departemen Transmigrasi, sehingga unsur transmigrasi dipisah dari
Depnaker. Pada masa reformasi, Departemen Tenaga Kerja dan Departemen
Transmigrasi digabung kembali pada tanggal 22 Februari 2001.
Berikut visi Kemenakertrans: "Terwujudnya Tenaga Kerja dan Masyarakat
Transmigrasi yang Produktif, Kompetitif dan Sejahtera". Sedangkan misi
Kemenakertrans adalah:
1. perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pelayanan penempatan tenaga
kerja serta penguatan informasi pasar kerja dan bursa kerja,
2. peningkatan kompetensi keterampilan dan produktivitas tenaga kerja dan
masyarakat transmigrasi,
3. peningkatan pembinaan hubungan industrial serta perlindungan sosial tenaga
kerja dan masyarakat transmigrasi,
4. peningkatan pengawasan ketenagakerjaan,
5. percepatan dan pemerataan pembangunan wilayah, dan
6. penerapan organisasi yang efisien, tatalaksana yang efektif dan terpadu dengan
prinsip kepemerintahan yang baik (good govermance), yang didukung oleh
penelitian, pengembangan, dan pengelolaan informasi yang efektif.
Tugas dan Fungsi Ditjen P2KTrans Kemenakertrans
Tugas Ditjen P2KTrans Kemenakertrans menurut Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. PER. 12/MEN/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah merumuskan dan
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan
pembangunan kawasan transmigrasi. Dalam menjalankan tugasnya tersebut,
Ditjen P2KTrans Kemenakertrans menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan pembangunan kawasan
transmigrasi;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan pembangunan kawasan
transmigrasi;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan
pembangunan kawasan transmigrasi;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan pembangunan
kawasan transmigrasi; dan
5. Pelaksanaan administrasi Ditjen P2KTrans Kemenakertrans;
17
Analisis Deskriptif
Responden dalam penelitian ini berjumlah 143 orang pegawai di Ditjen
P2KTrans Kemenakertrans. Analisis karakteristik responden penting dilakukan
karena karakteristik tersebut dapat mempermudah pihak manajemen dalam
mengelola sumberdaya manusia dalam lingkungan organisasi. Karakteristik
responden dalam penelitian ini ditinjau dari segi jenis kelamin, kelompok usia,
pendidikan terakhir, masa kerja, jenjang kepangkatan, dan jabatan. Karakteristik
responden di Ditjen P2KTrans Kemenakertrans dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Karakteristik responden Ditjen P2KTrans Kemenakertrans
Keterangan Jumlah responden
(orang) Persentase (%)
1. Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
78
65
54.5
45.5
2. Kelompok usia
20 – 30 tahun
31 – 40 tahun
41 – 50 tahun
51 – 60 tahun
23
19
51
50
16.1
13.3
35.7
35.0
3. Pendidikan terakhir
SMA
S1
S2
36
72
35
25.2
50.3
24.5
4. Masa kerja
2 – 9 tahun
10 – 19 tahun
20 – 29 tahun
30 – 39 tahun
21
19
53
50
14.7
13.3
37.1
35.0
5. Jenjang kepangkatan
Golongan II
Golongan III
Golongan IV
7
119
17
4.9
83.2
11.9
6. Jabatan
Kasubdit/Kabag
Kasi/Kasubag
Staf
4
26
113
2.8
18.2
79
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa responden laki-laki sebanyak
78 orang (54.5%) sedangkan responden perempuan sebanyak 65 orang (45.5%).
Hal ini menunjukkan pegawai di Ditjen P2KTrans Kemenakertrans mayoritas
berjenis kelamin laki-laki. Pada saat pengadaan pegawai, disesuaikan dengan jenis
pekerjaan, tugas pokok, dan fungsi organisasi, yang lebih didominasi pekerjaan
fisik di lapangan, di daerah yang belum terbuka berupa hutan atau daerah yang
masih terisolasi dari fasilitas kehidupan. Hal ini dikarenakan pegawai laki-laki
lebih cocok daripada pegawai perempuan untuk dapat menjalani tugas hingga
18
tuntas selama berhari-hari dalam keadaan daerah kerja sebagaimana tersebut di
atas.
Tingkat pendidikan pegawai merupakan salah satu hal yang memengaruhi
organisasi dalam menentukan penempatan pegawai. Saat organisasi melakukan
penilaian, tingkat pendidikan pegawai menjadi salah satu pertimbangan organisasi
karena pengetahuan yang dimiliki setiap orang berbeda-beda. Tabel 2.4
menunjukkan bahwa responden didominasi oleh pendidikan S1 yaitu 72 orang
(50.3%). Pegawai dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat sebanyak 36 orang
(25.2%), dan pegawai dengan tingkat pendidikan S2 sebanyak 35 orang (24.5%)
Pada penerimaan CPNS tahun 2010, Kemenakertrans menerima pegawai dengan
tingkat pendidikan terakhir S1 dari beberapa jurusan yang memang sedang
dibutuhkan.
Pada Tabel 2.4 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan kelompok
usia. Usia merupakan salah satu faktor internal dalam diri pegawai, sehingga
mempengaruhi persepsi mereka terhadap peran motivasi dan kemampuan
terhadap kinerja PNS. Usia yang berbeda juga menunjukkan kebutuhan yang
berbeda. Untuk itu, unit kerja kepegawaian harus mampu membaca kebutuhan
pegawai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 16.1 persen (23 orang) pegawai
berusia 20 sampai dengan 30 tahun, 13.3 persen (19 orang) berusia 31 sampai
dengan 40 tahun, 35.7 persen (51 orang) berusia 41 sampai dengan 50 tahun, dan
35 persen (50 orang) berusia 51 sampai dengan 60 tahun. Hal ini menunjukkan
pegawai mayoritas berada di kelompok usia antara 41 sampai dengan 50 tahun
dan antara 51 sampai dengan 60 tahun.
Menurut Robbins (2001), lama kerja turut menentukan kinerja seseorang
dalam menjalankan tugas. Semakin lama seseorang bekerja, semakin terampil dan
semakin cepat dia menyelesaikan tugas tersebut. Sehingga mutu dan kemampuan
kerja seseorang tumbuh dan berkembang melalui lama kerja/masa kerja yang telah
dilewati dan akan mendewasakan seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masa kerja pegawai terbanyak berada antara 20 sampai dengan 29 tahun sebanyak
53 orang (37.1%) dan terbanyak kedua berada di antara 30 sampai dengan 39
tahun sebanyak 50 orang (35.0%). Sedangkan untuk masa kerja 2 sampai dengan
9 tahun dan masa kerja 10 sampai dengan 19 tahun masing-masing sebanyak 21
orang (14.7%) dan 19 orang (13.3%).
Pada saat negara bertumbuh secara ekonomi, dan Kementerian Transmigrasi
sebagai kementerian yang baru dibentuk pada Tahun 1983 dan seterusnya,
membutuhkan pegawai yang banyak dan secara bertahap dilakukan pengadaan
pegawai dalam jumlah yang lebih dari cukup. Kemudian pada masa resesi,
pemerintah tidak lagi melakukan pengadaan pegawai baru dalam waktu yang
relatif lama. Baru pada Tahun 2010, dilakukan pengadaan pegawai baru dalam
jumlah yang sedikit. Pegawai lama sudah memiliki usia rata-rata di atas 40 tahun
dengan masa kerja rata-rata di atas 20 tahun, dibandingkan dengan pegawai baru
yang jumlahnya hanya sedikit dan baru mulai belajar kerja.
Pada Tabel 2.4 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan jenjang
kepangkatan dibagi menjadi empat golongan. Responden yang berada pada
Golongan II sebanyak 7 orang (4.9%), Golongan III sebanyak 119 orang (83.2%),
dan Golongan IV sebanyak 17 orang (11.9%). Persentase Golongan III yang
paling besar, hal ini dikarenakan sebagian besar pegawai telah memiliki masa
kerja di atas 20 tahun, sehingga pegawai yang awalnya masuk di posisi Golongan
19
II, secara bertahap telah naik golongan menjadi Golongan III. Sedangkan pada
karakteristik responden berdasarkan jabatan dapat dilihat bahwa pegawai yang
menjadi responden pada penelitian ini adalah kasubdit/kabag sebesar 2.8 persen (4
orang), kasi/kabag sebesar 18.2 persen (26 orang), dan staf sebesar 79 persen (113
orang).
Analisis Tabulasi Silang (Cross Tabulation)
Tabulasi silang merupakan metode analisis kategori data yang menggunakan
data nominal, ordinal, interval, serta kombinasi diantaranya. Prosedur tabulasi
silang digunakan untuk menghitung banyaknya kasus yang mempunyai kombinasi
nilai-nilai yang berbeda dari dua variabel dan menghitung harga-harga statistik
beserta ujinya (Indriatno dan Irwinsyah 1998). Analisis tabulasi silang (cross
tabulation) pada penelitian ini dilakukan pada data karakteristik responden
pendidikan terakhir dengan masa kerja, jenjang kepangkatan, dan jabatan.
Tabel 2.5 Sebaran responden berdasarkan pendidikan
Keterangan Pendidikan (orang)
Total
(orang)
SMA S1 S2
1. Masa kerja
2 – 9 tahun
10 – 19 tahun
20 – 29 tahun
30 – 39 tahun
2
4
15
15
18
13
17
24
1
2
21
11
21
19
53
50
2. Jenjang kepangkatan
Golongan II
Golongan III
Golongan IV
3
33
0
4
68
0
0
18
17
7
119
17
3. Jabatan
Kasubdit/Kabag
Kasi/Kasubag
Staf
0
0
36
0
7
65
4
19
12
4
26
113
Jumlah 108 216 105 429
Pada Tabel 2.5 menunjukkan tingkat pendidikan terakhir S1 dengan
lamanya masa kerja 30 sampai dengan 39 tahun memiliki jumlah responden yang
paling besar yaitu 24 orang. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Handoko
(1998) bahwa pendidikan dan masa kerja merupakan langkah awal untuk melihat
kemampuan seseorang. Menurut Hasibuan (2003), pendidikan merupakan
indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan
suatu pekerjaan. Sedangkan menurut Siagian (2000), masa kerja menunjukkan
berapa lama pegawai dapat bekerja dengan baik.
Hasil pengujian crosstab berdasarkan pendidikan terakhir dengan jenjang
kepangkatan menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan terakhir S1 dengan
jenjang kepangkatan Golongan III memiliki jumlah responden terbanyak yaitu 68
orang. Sedangkan hasil pengujian crosstab berdasarkan pendidikan terakhir
20
dengan jabatan menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan S1 dengan jabatan
staf memiliki jumlah responden yang paling banyak yaitu 65 orang. Hal ini
dikarenakan banyak pegawai yang semula berpendidikan SMA/sederajat dan
sarjana muda, mengikuti program pendidikan S1 di luar jam kerja dengan biaya
sendiri dengan meminta izin pendidikan kepada pimpinan.
Analisis SEM-PLS Peran Motivasi dan Kemampuan terhadap Kinerja PNS
di Ditjen P2KTrans Kemenakertrans
Setelah semua data dikumpulkan menurut rancangan model penelitian yang
disusun, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis data dimana
perhitungan statistiknya dilakukan dengan menggunakan software SmartPLS versi
2.0. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh antara variabel laten
bebas dengan variabel laten tidak bebas. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari
tiga variabel laten, yaitu motivasi, kemampuan, dan kinerja PNS. Setiap variabel
laten memiliki masing-masing variabel manifest (indikator) sesuai dengan yang
telah dijabarkan sebelumnya pada operasionalisasi variabel. Kode angka pada
indikator menunjukkan nomor pertanyaan pada kuesioner (misal: X1.01 artinya
variabel X1 atau motivasi, pertanyaan nomor 1). Variabel motivasi dilambangkan
dengan X1, variabel kemampuan dilambangkan dengan X2, dan variabel kinerja
PNS dilambangkan dengan Y. Gambar model penelitian awal dapat dilihat pada
Gambar 2.3.
Gambar 2.3a Model penelitian awal 1 pengaruh langsung (direct effect)
21
Gambar 2.3b Model penelitian awal 2 pengaruh tidak langsung (indirect effect)
Gambar 2.3c Model penelitian awal 3 pengaruh moderasi (moderating effect)
Selanjutnya dilakukan dua analisis model, yaitu outer model analysis dan
iner model analysis. Outer model mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator
berhubungan dengan variabel latennya. Ukuran reflektif individual dikatakan
tinggi jika berkorelasi lebih dari 0.7 dengan konstruk yang ingin diukur (Chin
disitas Ghozali 2008). Dalam penelitian ini, indikator yang memiliki loading
factor kurang dari 0.7 akan dieliminasi atau dihapus. Aktivitas eliminasi
dilakukan secara berurutan, dimulai dari indikator-indikator pada variabel eksogen
(motivasi dan kemampuan), kemudian dilanjutkan pada variabel endogen (kinerja
PNS). Tahapan eliminasi dilakukan secara satu per satu, pada nilai loading factor
yang paling kecil. Untuk mendapatkan model terbaik, proses eliminasi dilakukan
22
berulang hingga semua indikator pada variabel laten memiliki nilai loading factor
minimal 0.7.
Sedangkan Inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten
berdasarkan teori, yaitu variabel motivasi dan kemampuan terhadap kinerja PNS.
Inner model analysis akan menjawab hipotesis-hipotesis yang diajukan dalam
penelitian. Teknik bootstrapping dilakukan untuk mendapatkan inner model.
Teknik ini merupakan teknik rekalkulasi data sampel secara acak untuk
memperoleh nilai T-statistik, yang kemudian akan diketahui hubungan antar
variabel yang diukur. Besarnya pengaruh antar variabel dapat dilihat dari kriteria
estimasi koefisien jalur untuk masing-masing path yang ada.
Outer Model Analysis
Indikator-indikator dari variabel motivasi dan kemampuan yang memiliki
nilai koefisien dengan nilai negatif atau paling kecil dalam mendukung kinerja
PNS dihilangkan sampai semua indikator dari ketiga variabel memiliki nilai
loading factor lebih dari 0.7. Outer model analysis termasuk pada model reflektif,
hal ini dapat dilihat dari semua indikator dalam model berbentuk reflektif.
Pengujian model reflektif terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan lima
kriteria, yaitu Loading Factor, Composite Reliability, Average Variance Extracted
(AVE), akar kuadrat AVE, dan Cross Loading (Ghozali 2008). Convergent
validity merupakan besarnya loading factor untuk masing-masing konstruk.
Convergent validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai
berdasarkan korelasi antara item score/component score dengan construct score
yang dihitung dengan PLS. Ukuran reflektif individual dikatakan tinggi jika
berkorelasi lebih dari 0.7 dengan konstruk yang ingin diukur. Discriminant
validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan
crossloading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item
pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka hal ini
menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih
baik daripada ukuran pada blok lainnya. Metode lain discriminant validity adalah
membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap
konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model.
Jika nilai akar kuadrat AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi
antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki
nilai discriminant validity yang baik. Untuk menilai Average Variance Extracted
(AVE), validitas konstruk harus dengan standar nilai lebih besar dari 0.5.
Composite reliability menunjukkan konsistensi internal dengan standar nilai di
atas 0.6.
Berdasarkan hasil analisis nilai loading factor, composite reliability masing-
masing konstruk dan nilai AVE melebihi standar yang ditetapkan baik pada model
pengaruh langsung (model 1), model pengaruh tidak langsung (model 2), dan
model pengaruh moderasi (model 3). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa outer model reflektif pada penelitian ini telah memenuhi nilai standar baik
dalam kriteria reliabilitas maupun validitasnya (Tabel 2.6).
23
Tabel 2.6 Hasil penelitian kriteria dan standar nilai pada outer model
Kriteria Standar
Hasil penilaian
Model 1
(direct effect)
Model 2
(indirect effect)
Model 3
(moderating
effect)
1. Loading
factor
≥ 0.7 Semua indikator
memiliki loading
factor ≥ 0.7
Semua indikator
memiliki loading
factor ≥ 0.7
Semua indikator
memiliki loading
factor ≥ 0.7
2. Composite
reliability
≥ 0.6 Motivasi = 1.00
Kemampuan =
0.876
Kinerja PNS =
0.868
Motivasi = 1.00
Kemampuan =
0.877
Kinerja PNS =
0.868
Motivasi = 1.00
Kemampuan =
0.876
Kinerja PNS =
0.868
Kemampuan*mot
ivasi = 0.910
3. Average
variance
extracted
(AVE)
≥ 0.5 Motivasi = 1.00
Kemampuan =
0.703
Kinerja PNS =
0.768
Motivasi = 1.00
Kemampuan =
0.705
Kinerja PNS =
0.768
Motivasi = 1.00
Kemampuan =
0.703
Kinerja PNS =
0.768
Kemampuan*mot
ivasi = 0.771
4. Akar
kuadrat
AVE
Lebih besar dari
nilai korelasi
antar variabel
laten
Semua nilai akar
kuadrat AVE dari
peubah laten,
lebih besar dari
korelasi peubah
laten lainnya
(Lampiran 2.
Laten variable
correlation)
Semua nilai akar
kuadrat AVE dari
peubah laten,
lebih besar dari
korelasi peubah
laten lainnya
(Lampiran 3.
Laten variable
correlation)
Semua nilai akar
kuadrat AVE dari
peubah laten,
lebih besar dari
korelasi peubah
laten lainnya
(Lampiran 4.
Laten variable
correlation)
5. Cross
loading
Setiap indikator
memiliki
loading lebih
tinggi untuk
setiap laten yang
diukur,
dibandingkan
dengan indikator
untuk laten
variabel lainnya
Semua indikator
memiliki korelasi
yang lebih besar
pada laten sendiri
daripada korelasi
ke laten lainnya
(Lampiran 2.
Cross loading)
Semua indikator
memiliki korelasi
yang lebih besar
pada laten sendiri
daripada korelasi
ke laten lainnya
(Lampiran 3.
Cross loading)
Semua indikator
memiliki korelasi
yang lebih besar
pada laten sendiri
daripada korelasi
ke laten lainnya
(Lampiran 4.
Cross loading)
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa indikator yang dicerminkan
oleh setiap variabel pada model pengaruh langsung tidak ada perbedaan dengan
model pengaruh tidak langsung dan pada model moderasi. Gambar model akhir
pengaruh langsung, tidak langsung, dan moderasi antara variabel motivasi,
kemampuan, dan kinerja PNS dapat dilihat pada Gambar 2.4.
24
Gambar 2.4a Model penelitian akhir 1 pengaruh langsung (direct effect)
Gambar 2.4b Model penelitian akhir 2 pengaruh tidak langsung (indirect effect)
25
Gambar 2.4c Model penelitian akhir 3 pengaruh moderasi (moderating effect)
Pada variabel laten motivasi, untuk model pengaruh langsung (model 1),
model pengaruh tidak langsung (model 2), dan model pengaruh moderasi (model
3), memiliki satu indikator yang sama (X1.07) yaitu tanggung jawab (kesesuaian
tugas dan tanggung jawab dengan kemampuan pegawai) dengan nilai loading
factor yang sama sebesar 1.000. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Desiana (2007) yang menunjukkan adanya hubungan antara tanggung jawab
terhadap motivasi pegawai. Artinya semakin baik tanggung jawab yang diberikan
maka akan merubah tingkat motivasi pegawai. Selain itu, hasil penelitian ini juga
sesuai dengan pendapat Giauque et al. (2013) yang menyatakan bahwa pegawai
publik lebih cenderung memiliki motivasi intrinsik daripada ekstrinsik, dimana
pada penelitian ini indikator tanggung jawab merupakan salah satu indikator dari
sub variabel motivasi intrinsik. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa
adanya kesesuaian tugas dan tanggung jawab dengan kemampuan pegawai dapat
memengaruhi motivasi pegawai dalam bekerja, sehingga dapat mencapai kinerja
yang optimal di Ditjen P2KTrans Kemenakertrans.
Pada model pengaruh langsung (model 1), model pengaruh tidak langsung
(model 2), dan model pengaruh moderasi (model 3), variabel laten kemampuan
dicerminkan oleh tiga indikator, yaitu minat/interest (X2.07, X2.08) dan
sikap/attitude (X2.09). Pada model pengaruh langsung (model 1) dan model
pengaruh moderasi (model 3), indikator X2.08 yaitu minat/interest (bekerja
dengan baik dalam melaksanakan pekerjaan) merefleksikan interelasi terbesar
dalam menggambarkan kemampuan dengan nilai loading factor yang sama
sebesar 0.879. Hal ini sejalan dengan pendapat Kae Chung dan Maginson (1981)
yang diacu oleh Soehartono (2004) yang menyatakan bahwa kemampuan pegawai
pemerintah sebagai pelaksana yang dihubungkan dengan pekerjaannya adalah
suatu keadaan pada diri seseorang yang secara penuh bersungguh-sungguh
bekerja, berdayaguna untuk melaksanakan pekerjaan sehingga memungkinkan
26
sesuatu yang akan dicapai. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa
pegawai yang bekerja dengan baik dan penuh kesungguhan (minat/interest) akan
dapat mempengaruhi peningkatan kemampuan pegawai dalam bekerja, sehingga
kinerja dapat dicapai secara optimal.
Pada model pengaruh tidak langsung (model 2), indikator X2.09 yaitu
sikap/attitude (bekerja keras dalam melaksanakan tanggung jawab) merefleksikan
interelasi terbesar dalam menggambarkan kemampuan dengan nilai loading factor
0.874. Menurut Gibson et al. (1996), kemampuan dan keterampilan memainkan
peranan utama dalam perilaku dan kinerja individu. Keterampilan dinyatakan
sebagai kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan
dipergunakan dalam tugas. Jika setiap pegawai menyadari tingkat kemampuan
yang dimilikinya, maka akan berpengaruh besar terhadap kinerjanya. Dalam
penelitian ini, sikap/attitude merupakan salah satu indikator dari sub variabel
keterampilan. Pendapat ini sejalan dengan Abeng disitas Gayatri (2011), bahwa
seorang profesional mempunyai ciri-ciri penguasaan ilmu yang memadai.
Kemampuan dalam menguasai ilmu tersebut harus diimbangi dengan
mempraktekkannya, mempunyai sikap mental yang positif sehingga dapat
memotivasi diri, wawasan yang luas, mampu mensenyawakan sudut pandang
(visi), nilai (value), dan keberanian secara konsisten.
Selanjutnya pada variabel laten kinerja PNS, untuk model pengaruh
langsung (model 1), model pengaruh tidak langsung (model 2), dan model
pengaruh moderasi (model 3), memiliki dua indikator yang sama, yaitu ketepatan
waktu (Y.06) dan efektivitas kerja (Y.07). Indikator Y.06 yaitu ketepatan waktu
(memanfaatkan waktu dengan baik dalam bekerja) merefleksikan interelasi
terbesar dalam menggambarkan kinerja PNS dengan masing-masing nilai loading
factor sebesar 0.928 (model 1), 0.929 (model 2), dan 0.928 (model 3). Hal ini
sejalan dengan pendapat Gomes (2003) yang memberikan batasan mengenai
kinerja (performance) sebagai the record of outcomes produced on a specified job
function or activity during a specified time period. Artinya kinerja adalah catatan
outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan
tertentu selama periode waktu tertentu. Selain itu, Bernardin dan Russel yang
diacu Ruky (2002) juga memiliki pendapat yang sama, bahwa definisi
performance adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.
Inner Model Analysis
Pada inner model analysis, pengujian dilakukan terhadap dua kriteria, yaitu
R2 dari peubah laten endogen dan estimasi koefisien jalur (Ghozali 2008). R
2 dari
peubah laten endogen merupakan variabilitas konstruk endogen yang dapat
dijelaskan oleh variabilitas konstruk eksogen. Estimasi koefisien jalur adalah
evaluasi terhadap nilai koefisien, meliputi pengaruh nyata melalui bootstrapping
dan besarnya nilai koefisien. Selain itu, diduga bahwa kinerja PNS dipengaruhi
secara langsung oleh kemampuan dan motivasi, dan dipengaruhi secara tidak
langsung oleh kemampuan melalui motivasi, serta motivasi memoderasi pengaruh
kemampuan terhadap kinerja PNS. Dengan demikian, pada model pengaruh
langsung (model 1) dan model pengaruh moderasi (model 3) terdapat satu peubah
endogenous yaitu kinerja PNS, sedangkan pada model pengaruh tidak langsung
(model 2) terdapat dua peubah endogenous yaitu motivasi dan kinerja PNS.
27
Tabel 2.7 Hasil penilaian kriteria dan standar nilai pada inner model
Kriteria Standar
Hasil penilaian
Model 1
(direct effect)
Model 2
(indirect effect)
Model 3
(moderating effect)
1. R2 untuk
variabel
laten
endogen
Hasil R2 sebesar
0.67; 0.33; &
0.19
mengindikasika
n bahwa model
“baik”,
“moderat”, dan
“lemah”
R2 untuk kinerja
PNS = 0.462
R2 untuk
motivasi = 0.198
kinerja PNS =
0.453
R2 untuk kinerja
PNS = 0.463
2. Estimasi
koefisien
jalur
Nilai estimasi
yang signifikan
dapat diperoleh
dengan prosedur
bootstrapping.
Pengaruh nyata
jika, T-statistik
> T-tabel. Pada
alpha 5 persen,
nilai T-tabel
adalah 1.96
Nilai T-statistik:
Kemampuan ->
kinerja PNS =
9.434
Motivasi ->
kinerja PNS =
0.049
Nilai koefisien:
Kemampuan ->
kinerja PNS =
0.682
Motivasi ->
kinerja PNS =
-0.005
Nilai T-statistik:
Kemampuan ->
kinerja PNS =
8.263
Kemampuan ->
motivasi = 3.455
Motivasi -> kinerja
PNS = 0.06
Nilai koefisien:
Kemampuan ->
kinerja PNS =
0.676
Kemampuan ->
motivasi =0.445
Motivasi -> kinerja
PNS=
-0.008
Nilai T-statistik:
Kemampuan ->
kinerja PNS =
6.637
Kemampuan*motiv
asi -> kinerja PNS
= 0.245
Nilai koefisien:
Kemampuan ->
kinerja PNS =
0.699
Kemampuan*motiv
asi -> kinerja PNS
= -0.046
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pada model pengaruh langsung
(model 1), kemampuan dan motivasi terhadap kinerja PNS memberikan nilai R2
sebesar 0.462. Nilai R2 dapat diinterpretasikan bahwa variabilitas laten kinerja
PNS dapat dijelaskan oleh variabilitas laten kemampuan dan motivasi sebesar
46.2 persen, sedangkan 53.8 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel
yang diteliti. Sedangkan hasil analisis pada model pengaruh tidak langsung
(model 2), menunjukkan bahwa model pengaruh kemampuan terhadap motivasi
menghasilkan R2 sebesar 0.198 yang berarti variabilitas laten motivasi dapat
dijelaskan oleh variabilitas laten kemampuan sebesar 19.8 persen. Model
pengaruh tidak langsung kemampuan terhadap kinerja PNS melalui motivasi
memiliki nilai R2 sebesar 0.453 atau variabilitas laten kinerja PNS dapat
dijelaskan oleh variabilitas laten kemampuan dan motivasi sebesar 45.3 persen.
Terakhir, hasil analisis pada model pengaruh moderasi (model 3), yaitu motivasi
memoderasi pengaruh kemampuan terhadap kinerja PNS memiliki nilai R2
sebesar 0.463 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa variabilitas laten kinerja
PNS dapat dijelaskan oleh variabilitas laten kemampuan dan motivasi sebesar
46.3 persen, sedangkan 53.7 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel
yang diteliti. Hasil penilaian kriteria dan standar inner model pada model
pengaruh langsung, tidak langsung, dan moderasi dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Untuk menjawab hipotesis yang diajukan dalam penelitian dilakukan teknik
bootstrapping dengan SmartPLS. Teknik bootstrapping adalah teknik rekalkulasi
data sampel secara random untuk memperoleh nilai T-statistik. Berdasarkan nilai
T-statistik yang diperoleh, maka dapat diketahui hubungan antar variabel yang
28
diukur. Selanjutnya, besarnya pengaruh antar variabel dapat dilihat dari kriteria
estimasi koefisien jalur untuk masing-masing path yang ada. Gambar analisis data
dengan bootstrapping dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5a Hasil metode bootstrapping model 1 pengaruh langsung
(direct effect)
Gambar 2.5b Hasil metode bootstrapping model 2 pengaruh tidak langsung
(indirect effect)
29
Gambar 2.5c Hasil metode bootstrapping model 3 pengaruh moderasi
(moderating effect)
Pengujian Hipotesis Model 1 (Direct Effect)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk model pengaruh langsung
(model 1) pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05), kemampuan berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap kinerja PNS dengan nilai koefisien jalur
sebesar 0.682 dan nilai T-statistik sebesar 9.434 (lebih besar dari T-tabel). Dengan
demikian hipotesis 1 (H1) pada penelitian ini diterima. Steer (1985) yang diacu
oleh Soehartono (2004) mengemukakan bahwa bila seorang pegawai tidak
memiliki kemampuan yang dibutuhkan bagi pekerjaan tertentu atau bila pekerja
itu tidak berminat pada pekerjaan tersebut maka sulit dipercaya bahwa kinerjanya
akan tinggi. Hasil analisis ini bermakna bahwa peningkatan kemampuan pegawai
terutama dalam hal peningkatan minat/interest akan berpengaruh pada
peningkatan kinerjanya. Hipotesis tentang adanya pengaruh kemampuan pada
kinerja menjadi terbukti. Pegawai Ditjen P2KTrans Kemenakertrans yang
memiliki kemampuan bekerja adalah mereka yang memiliki minat/interest untuk
menambah pengetahuan lebih banyak, yaitu mereka yang berpendidikan lebih
tinggi seperti S1 dan S2.
Pada pengujian hipotesis 2 (H2), motivasi tidak berpengaruh terhadap
kinerja PNS, dimana nilai koefisien jalur sebesar -0.005 dengan nilai T-statistik
sebesar 0.049 (lebih kecil dari nilai T-tabel). Koefisien ini menunjukkan ada
tidaknya motivasi tidak mempengaruhi kinerja, sehingga hipotesis 2 (H2) ditolak.
Penelitian ini tidak mendukung pernyataan Yuki disitas As’ad (2004) yang
memberi batasan mengenai motivasi sebagai pemberian, yakni motivasi yang
menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Kuat lemahnya motivasi kerja
seorang pegawai ikut menentukan besar kecilnya kinerja. Menurut Dessler (1998),
pemberian motivasi kepada pegawai dimaksudkan untuk menghilangkan
kemerosotan kinerja atau mendorong peningkatan kinerja. Pada penelitian ini,
30
pemberian tanggung jawab kepada pegawai (sebagai pemberian motivasi) tidak
dapat meningkatkan kinerja pegawai. Pada mulanya untuk mendukung
peningkatan kinerja, pimpinan selalu memberikan kesempatan kepada anak buah
yang mau berubah untuk mengikuti bimbingan teknis, baik yang bersifat teknis
seperti penelitian calon lokasi transmigrasi, maupun bimbingan teknis yang
bersifat administratif, seperti sistem akuntansi keuangan (SAK) dan sistem
informasi manajemen dan akuntansi barang milik negara (SIMAKBMN). Namun
ternyata pemberian tanggung jawab (sebagai pemberian motivasi) oleh pimpinan
tersebut tidak berpengaruh terhadap kinerja PNS. Motivasi kerja tidak mendukung
terhadap kinerja pegawai di Ditjen P2KTrans Kemenakertrans, ada beberapa
penyebab, antara lain 1) adanya perubahan paradigma dimana pemerintah pusat
hanya melakukan pekerjaan yang bersifat steering, banyak pegawai yang
mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri karena pengalaman dan
pendidikannya tidak mendukung pelaksanaan tugas baru tersebut, 2) adapula
pegawai yang melakukan pekerjaan yang sama dari waktu ke waktu (rutinitas),
sehingga tidak muncul inovasi dan motivasi, sedangkan untuk tingkat staf sangat
jarang diadakan mutasi.
Pengujian Hipotesis Model 2 (Indirect Effect)
Pada model pengaruh tidak langsung (model 2), kemampuan berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap kinerja PNS dengan nilai T-statistik sebesar
8.26 (lebih besar dari T-tabel) dan nilai koefisien jalur sebesar 0.676, sehingga
hipotesis 1 (H1) diterima. Soeprihantono diacu Nadapdap (2012) menyatakan
bahwa penilaian kinerja pegawai tidak hanya dilihat dari penilaian hasil secara
fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai
bidang seperti kemampuan kerja, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal
khusus sesuai dengan bidang dan tingkatan pekerjaan. Hal ini berarti bahwa
kemampuan dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Jika pegawai mempunyai
kemampuan yang tinggi akan lebih mudah menyelesaikan permasalahan dalam
bekerja, lebih cepat mengembangkan kemampuan diri, dan akhirnya akan mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik, sebaliknya jika kemampuan kerja rendah
maka kinerja juga akan menurun.
Hipotesis 2 (H2) pada model penelitian pengaruh tidak langsung (model 2),
kemampuan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi, dimana
nilai koefisien jalur sebesar 0.445 dan nilai T-statistik sebesar 3.455 (lebih besar
dari nilai T-tabel), sehingga hipotesis 2 pada penelitian ini diterima. Gitosudarmo
dan Sudita (2000) mengartikan motivasi sebagai faktor-faktor yang ada di dalam
diri seseorang yang menggerakkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu.
Adapun tahapan proses timbulnya motivasi tersebut adalah sebagai berikut: (1)
muncul kebutuhan yang belum terpenuhi menyebabkan adanya
ketidakseimbangan dalam diri seseorang dan berusaha untuk menguranginya
dengan berperilaku tertentu. (2) Seseorang itu kemudian mencari cara bagaimana
memenuhi keinginannya tersebut. (3) Seseorang itu mengarahkan perilakunya ke
arah pencapaian tujuan atau prestasi dengan cara yang dipilihnya dengan
didukung oleh kemampuan, keterampilan, maupun pengalamannya. (4) Penilaian
prestasi dilakukan oleh dirinya sendiri atau orang lain. (5) Imbalan atau hukuman
yang diterima atau dirasakan tergantung kepada hasil evaluasi atas prestasi yang
dilakukan. (6) Akhirnya seseorang menilai sejauh mana perilaku dan imbalan
31
telah memuaskan kebutuhannya. Terkait dengan hal tersebut, Kepala Bagian
Kepegawaian dan Umum menjelaskan bahwa di lingkungan Ditjen P2KTrans
Kemenakertrans, diperoleh fakta adanya korelasi antara pendidikan, pola pikir,
kemampuan kerja, dan motivasi. Pegawai yang memiliki pendidikan tinggi,
memiliki pola pikir lebih rasional dan tajam, lebih mudah meningkatkan
kemampuan dengan menyelesaikan berbagai jenis pekerjaan dengan baik dan
lancar. Pegawai yang mumpuni dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
dengan dilandasi pola pikir yang benar sadar akan tanggung jawabnya, ia akan
termotivasi menjadi seorang pekerja yang baik.
Pada hipotesis 3 (H3), motivasi tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja
PNS. Hal ini terlihat dari nilai koefisien jalur sebesar -0.008 dan nilai T-statistik
sebesar 0.06 (lebih kecil dari nilai T-tabel). Koefisien ini menunjukkan bahwa ada
tidaknya motivasi tidak berpengaruh terhadap kinerja, sehingga dapat disimpulkan
bahwa hipotesis 3 (H3) ditolak. Dalam penelitian ini, peran terbesar dalam
membangun motivasi adalah indikator tanggung jawab. Hasil ini bermakna bahwa
jika motivasi pegawai ditingkatkan tidak akan berpengaruh pada kinerjanya. Hal
ini tidak sejalan dengan pendapat Vroom bahwa motivasi merupakan faktor utama
membangun kinerja, untuk itu penerapan upah/gaji yang dikaitkan dengan kinerja
individu akan dapat lebih meningkatkan motivasi, sekaligus mengisi faktor
kesempatan untuk meningkatkan kinerja.
Pengujian Hipotesis Model 3 (Moderating Effect)
Pada model pengaruh moderasi (model 3), kemampuan berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap kinerja PNS dengan nilai koefisien jalur sebesar
0.699 dan nilai T-statistik sebesar 6.637 (lebih besar dari T-tabel). Hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 (H1) diterima. PNS pada Ditjen P2KTrans
Kemenakertrans yang memiliki kemampuan adalah mereka yang memiliki
minat/interest dalam mengerjakan pekerjaan mereka. Mereka suka berinovasi dan
berani mengambil inisiatif dengan segala pertimbangannya, walaupun ada
resikonya tetapi dipilih resiko yang paling kecil. Pegawai yang demikian
kebanyakan berpendidikan minimal S1. Oleh karena itu, banyak pegawai Ditjen
P2KTrans Kemenakertrans yang melanjutkan pendidikannya, yang SMA/sederajat
melanjutkan pendidikan S1, dan yang S1 melanjutkan pendidikan S2. Bahkan
salah satu ruang rapat di Ditjen P2KTrans Kemenakertrans dijadikan ruang kuliah
program S2 dari salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Menurut Moenir (1987),
yang dimaksud kemampuan dalam hubungan dengan pekerjaan adalah suatu
keadaan pada seseorang yang secara penuh kesungguhan, berdayaguna dan
berhasilguna melaksanakan pekerjaan sehingga menghasilkan kinerja yang
optimal.
Pada hipotesis 2 (H2), motivasi tidak memoderasi pengaruh kemampuan
terhadap kinerja PNS dengan nilai koefisien jalur sebesar -0.046 dan nilai T-
statistik sebesar 0.245 (lebih kecil dari nilai T-tabel), sehingga hipotesis 2 (H2)
ditolak. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat menurut Simanjuntak
(2005) bahwa manusia memegang peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan kinerja. Hal ini dikarenakan arah produksi dan teknologi pada
hakekatnya merupakan hasil kerja manusia. Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa dengan adanya pengembangan pegawai akan mendorong
organisasi untuk mempertahankan eksistensinya. Untuk itu, pimpinan organisasi
32
harus dapat memberikan dorongan pada pegawainya (motivasi) untuk
mengembangkan kemampuannya yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja
pegawai. Sehubungan dengan itu, maka pimpinan Ditjen P2Ktrans
Kemenakertrans dengan mudah memberi izin salah satu ruangan rapatnya
dipergunakan untuk kuliah program S2 dari salah satu perguruan tinggi. Hal ini
sudah berlangsung cukup lama, selesai satu angkatan diganti angkatan berikutnya.
Bahkan tidak hanya satu perguruan tinggi saja yang telah melaksanakan program
S2 tersebut di Ditjen P2Ktrans Kemenakertrans.
33