2. modul keuangan lanjutan i

76
PENGELOLAAN ANGGARAN BAHAN AJAR DIKLAT TERSTRUKTUR LANJUTAN I Dedi Rustandi, SE Badan Diklat ESDM - Republik Indonesia 2011 1

Upload: grace-kerry

Post on 23-Jun-2015

609 views

Category:

Economy & Finance


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. modul keuangan lanjutan i

PENGELOLAAN ANGGARAN BAHAN AJAR DIKLAT TERSTRUKTUR LANJUTAN I

Dedi Rustandi, SE

Badan Diklat ESDM - Republik Indonesia2011

1

Page 2: 2. modul keuangan lanjutan i

BADAN DIKLAT ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

KATA PENGANTAR

Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku,agama, ras atau golongan.

Pemenuhan kompetensi tersebut di atas, diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, yang menetapkan bahwa sasaran pendidikan dan pelatihan adalah terwujudnya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing.

Untuk memenuhi kebutuhan kompetensi, diperlukan pendidikan dan pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil yang meliputi Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan dan Pendidikan dan Pelatihan dalam Jabatan. Pendidikan dan Pelatihan dalam Jabatan terdiri atas Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan,Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Tertentu dan Pendidikan dan Pelatihan Teknis, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha pembinaan karirnya.

Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan dilaksanakan oleh lnstans iPembina yaitu Lembaga Administrasi Negara, dalam rangka memenuhi kompetensi kepemimpinan aparatur Pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural (manajerial), dan Lembaga Administrasi Negara dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan yang terakreditasi khususnya untuk penyelenggaraan Pendidikan danPelatihan Pimpinan Tingkat Ill dan Tingkat IV.

Untuk keperluan pembinaan karir Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral maupun untuk memfasilitasi Dinas Provinsi atau KabupatenIKota yang mengelola bidang energi dan sumber daya mineral, diperlukan kelengkapan kompetensi teknis, fungsional dan teknis manajerial. Untuk memenuhi kompetensi teknis, fungsional dan teknis manajerial tersebut, disusun Pendidikan dan Pelatihan Teknis, Fungsional Tertentu dan Kader Pimpinan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 28 dan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil, pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Fungsional Tertentu bidang Energi dan Sumber Daya Mineral oleh, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral. Pelaksanaannya antara lain melalui penyusunan pedoman, pengembangan kurikulum, bimbingan penyelenggaraan dan evaluasi pendidikand an pelatihan.

2

Page 3: 2. modul keuangan lanjutan i

Tugas dan fungsi pemenuhan kompetensi melalui Pendidikan danPelatihan sebagaimana dimaksud, diselenggarakan Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral dan dilaksanakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Bahan Ajar Pendidikan dan Pelatihan Terstruktur yang diberlakukan secara wajib bagi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan Diklat tersebut.

Jakarta, Juni 2011Kepala Badiklat ESDM

M. Teguh Pamudji

3

Page 4: 2. modul keuangan lanjutan i

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……………………………………………………

DAFTAR ISI ……………………………………………………………...

ii

iii

I. PENDAHULUAN

1.1 Deskripsi Singkat ………………………………………....... 4

1.2 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) …........................... 4

1.3 Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ………………..…… 4

1.4 Petunjuk Cara Belajar …………………………………... . 4

II. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 1 PENGERTIAN DAN RUANG

LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN

2.1 Pengertian dan Lingkup Keuangan Negara………….……… 8

2.2 Siklus APBN…………………….…….…… 9

2.3 Perencanaan dan Penganggaran …………….………….…..…… 12

2.4 Pendekatan Penganggaran …………………………..…..…..…… 13

2.5 Latihan ...................................................................................... 12

2.8 Rangkuman …………………………………….….…..……………. 16

III. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 2 PENGANGGARAN

3.1 Pengertian Anggaran…..…. 15

3.2

3.4

3.5

3.6

3.7

3.8

3.9

3.10

Prinsip-prinsip penganggaran………………….……

Anggaran Berbasis Kinerja………………….……

Perencanaan Kinerja ………………………………..

Target Kinerja ………………………………..

Standar Analisis Belanja…………………………

Standar Biaya……………………………………..

Penyusunan RKA K/L ……………………………..

Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara………………………

17

18

19

23

24

25

25

26

4

Page 5: 2. modul keuangan lanjutan i

3.11 Latihan .................................... 27

3.12 Rangkuman ………………………………. 27

IV. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 3 PELAKSANAAN ANGGARAN

4.1 Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.… 28

4.2 Dokumen Pelaksanaan Anggaran………………… 29

4.3

4.4

4.5

4.6

4.7

Pembagian Kewenangan…………………

Sistem Penerimaan…………………

Sistem Pembayaran …………………

Latihan ................................................................................

Rangkuman .........................................................................

30

32

34

35

35

V.

5.1

5.2

5.3

5.4

5.5

5.6

5.7

5.8

5.9

KEGIATAN PEMBELAJARAN – 4 PENGELOLAAN ASET DAN

UTANG

A. Pengertian Dan Ruang Lingkup……….…………………….

Pengelolaan Kas………………………………………………

Pengelolaan Piutang………………………………………….

Pengelolaan Utang………………………………………..….

Pengelolaan Investasi ......................................................

Pengelolaan Barang Milik Negara.....................................

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum………….

Latihan ..............................................................................

Rangkuman.........................................................................

37

37

29

VI.

5.1

5.2

5.3

5.4

5.5

KEGIATAN PEMBELAJARAN – 5 PERTANGGUNGJAWABAN ATAS

PELAKSANAAN APBN

B. Laporan Keuangan Pemerintah……….

Standar Akuntansi Pemerintahan……

Sistem Akuntansi Pemerintahan……….

Latihan ..............................................................................

Rangkuman.......................................................................

5

Page 6: 2. modul keuangan lanjutan i

VII. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 6 PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN

DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

5.1 Lingkup Pemeriksaan ……….

5.2 Pelaksanaan Pemeriksaan ……

5.3 Hasil Pemeriksaan Dan Tindak Lanjut ……….

5.4 Pidana, Sanksi, Dan Ganti Rugi ........................

5.4 Latihan ...........................................................

5.5 Rangkuman........................................................

6

Page 7: 2. modul keuangan lanjutan i

1. PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Singkat

Mata pelajaran ini membahas dan mengurai pelaksanaan anggaran yang

merupakan salah satu tahap dari siklus anggaran, yaitu setelah tahap penyusunan

dan penetapan anggaran sampai dengan tahap pertanggungjawaban anggaran.

Kegiatan pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan

keuangan negara yang dilakukan oleh para pejabat instansi kementerian

Negara/lembaga selaku pengguna anggaran/kuasa anggaran maupun di instansi

kementerian keuangan selaku bendahara umum negara/kuasa bendahara umum

Negara, menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

1.2. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan peserta Diklat akan mampu dan

atau dapat memahami implementasi ketentuan-ketentuan di bidang keuangan

Negara yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran yang menjadi sebagian

tugas pokok unit organisasi kementerian Negara/lembaga berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan akan dapat :

a. Menjelaskan pengertian pelaksanaan anggaran, ruang lingkup, dasar hukum

dan tahapan pelaksanaan anggaran sebagai bagian dari Siklus APBN;

b. Menjelaskan struktur dan format APBN, klasifikasi dalam penganggaran

terpadu;

1.4. Petunjuk Cara Belajar

7

Page 8: 2. modul keuangan lanjutan i

Agar peserta diklat dapat mengikuti dan memahami mata pelajaran ini dengan baik

serta dapat mencapai hasil belajar yang maksimal, perlu diperhatikan petunjuk-

petunjuk di bawah ini :

1. Pelajari peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai acuan

pelaksanaan anggaran;

2. Pelajari rangkuman dan selesaikan latihan-latihan yang ada pada pokok

bahasan dari modul ini;

3. Diskusikan dan bahas dalam kelompok-kelompok belajar bersama-sama untuk

memperoleh pemahaman terhadap makna substansi yang tersirat dari

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran

atau pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara. Pelajari dan

pahami hubungan antara peraturan yang bersifat umum dengan peraturan

yang bersifat pelaksanaan atau petunjuk teknis.

8

Page 9: 2. modul keuangan lanjutan i

BAB 1

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN

A. Pengertian dan Lingkup Keuangan Negara

Sampai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang

Keuangan Negara, pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia sejak

kemerdekaan tahun 1945 masih menggunakan aturan warisan pemerintah kolonial.

Peraturan perundangan tersebut terdiri dari Indische Comptabiliteitswet (ICW), Indische

Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB). ICW

ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW)

Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer

(RAB) Stbl. 1933 No. 381. Dengan terbitnya UU 17/2003 diharapkan pengelolaan

keuangan negara “dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi

dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara

Republik Indonesia.”

Undang-undang 17/2003 memberi batasan keuangan negara sebagai “semua

hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik

berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung

dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Secara rinci sebagaimana diatur

dalam pasal 2 UU 17/2003, cakupan Keuangan Negara terdiri dari :

a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan

melakukan pinjaman;

b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan

negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Penerimaan Negara/Daerah;

d. Pengeluaran Negara/Daerah;

e. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain

berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat

dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan

negara/ perusahaan daerah;

9

Page 10: 2. modul keuangan lanjutan i

f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

g. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan

pemerintah.

Cakupan terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan

yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-

yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan

negara/daerah.

Dalam pelaksanaannya, ada empat pendekatan yang digunakan dalam

merumuskan keuangan negara, yaitu dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan.

Obyek Keuangan Negara meliputi semua ”hak dan kewajiban negara yang dapat

dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter

dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa

uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Selanjutnya dari sisi subyek/pelaku yang

mengelola obyek yang ”dimiliki negara,  dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya

dengan keuangan negara.”

Dalam pelaksanaannya, proses pengelolaan Keuangan Negara mencakup

seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana

tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai

dengan pertanggunggjawaban. Pada akhirnya, tujuan pengelolaan Keuangan Negara

adalah untuk menghasilkan kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan

dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek KN dalam rangka penyelenggaraan

kehidupan bernegara.

B. Siklus APBN

Pengelolaan keuangan negara setiap tahunnya dituangkan dalam APBN. Dengan

demikian seluruh program/kegiatan pemerintah harus dituangkan dalam APBN (azas

universalitas) dan tidak diperkenankan adanya program/kegiatan yang dikelola di luar

APBN (off budget).

Siklus APBN terdiri dari:

10

Page 11: 2. modul keuangan lanjutan i

Perencanaan dan Penganggaran

Penetapan Anggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pemeriksaan Anggaran

Pertanggungjawaban

1. Perencanaan dan Penganggaran

Perencanaan dan penganggaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang

terintegrasi. Program yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah wajib dituangkan

dalam suatu rencana kerja. Ketentuan tentang perencanaan ini diatur dalam

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional.

Rencana kerja terdiri dari RPJP untuk masa 20 tahun, RPJM untuk masa 5

tahun, dan RKP untuk masa 1 tahun. Di tingkat Kementerian/Lembaga untuk

rencana jangka menengah disebut Renstra Kementerian/Lembaga dan untuk

rencana kerja tahunan disebut RKA-KL sebagaimana diatur dalam PP 20 Tahun

2004.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003, anggaran disusun

berdasarkan rencana kerja. Dengan demikian, yang memperoleh alokasi

anggaran adalah program/kegiatan prioritas yang tertuang dalam rencana kerja

(RKA KL). Dengan mekanisme demikian, program/kegiatan Pemerintah yang

direncanakan itulah yang akan dilaksanakan.

RKA-KL selanjutnya disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dihimpun menjadi

RAPBN. RAPBN ini selesai disusun pada awal Agustus untuk disampaikan ke

DPR disertai Nota Keuangan.

2. Penetapan Anggaran

Pembahasan RAPBN di DPR dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan

Oktober. Sehubungan dengan pembahasan RAPBN ini, DPR mempunyai hak

budget yaitu hak untuk menyetujui anggaran. Dalam hal DPR tidak setuju

dengan RAPBN yang diajukan oleh pemerintah, DPR dapat mengajukan usulan

11

Page 12: 2. modul keuangan lanjutan i

perubahan atau menolaknya, namun DPR tidak berwenang untuk mengubah dan

mengajukan usulan RAPBN.

Apabila DPR tetap tidak menyetujuinya maka yang berlaku adalah APBN tahun

sebelumnya. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan organisasi,

fungsi, program/kegiatan dan jenis belanja. Dengan APBN yang demikian berarti

DPR telah memberikan otorisasi kepada kementerian/lembaga untuk

melaksanakan program/kegiatan dengan pagu anggaran yang dimilikinya. APBN

yang telah disetujui oleh DPR dan disahkan Presiden menjadi UU APBN dan

selanjutnya dimuat dalam Lembaran Negara. UU APBN dilengkapi dengan

rincian APBN yang dituangkan dalam Peraturan Presiden tentang Rincian APBN.

3. Pelaksanaan APBN

APBN dilaksanakan oleh Pemerintah untuk periode satu tahun anggaran. Tahun

anggaran Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 1 Januari sampai dengan

31 Desember. Dengan demikian maka setelah berakhirnya tahun anggaran,

tanggal 31 Desember anggaran ditutup dan tidak berlaku untuk tahun anggaran

berikutnya.

Berdasarkan UU APBN dan Perpres Rincian APBN disiapkan dokumen

pelaksanaan anggaran untuk setiap Kementerian/Lembaga. APBN, walaupun

telah diundangkan sebagai UU, tetap merupakan anggaran. Oleh karena itu,

azas anggaran yang dikenal dengan nama azas flexibilitas tetap berlaku. Dalam

rangka pelaksanaan azas ini, maka untuk mengakomodasi kondisi riil yang dapat

saja berbeda dengan yang diasumsikan pada saat penyusunan anggaran, setiap

tengah tahun berjalan dilakukan revisi APBN yang dikenal dengan APBN-

Perubahan (APBN-P).

Untuk keperluan penyusunan APBN-P, pemerintah menyampaikan realisasi

anggaran semester I disertai prognosis penerimaan dan pengeluaran semester

II. Untuk keperluan internal seluruh Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun

Laporan Keuangan Semesteran.

Dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang tidak

tersedia anggarannya. Apabila pengeluaran tersebut terjadi sebelum APBN-P

maka pengeluaran ini dimasukkan dalam APBN-P dan dilaporkan di Laporan

12

Page 13: 2. modul keuangan lanjutan i

Realisasi Anggaran disertai penjelasan. Apabila pengeluaran terjadi setelah

APBN-P diundangkan, maka pengeluaran ini dilaporkan dalam Laporan

Realisasi Anggaran disertai dengan penjelasan.

Apabila pada akhir tahun terdapat program/kegiatan yang belum selesai

dilaksanakan atau anggaran belum terserap, tidak dapat dilanjutkan ke tahun

anggaran berikutnya kecuali ada kebijakan pemerintah untuk luncuran APBN.

Namun demikian, berhubung APBN hanya berlaku untuk periode satu tahun,

maka apabila ada kebijakan luncuran APBN wajib dimasukkan dalam APBN

tahun anggaran berikutnya.

Laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Laporan keuangan

dimaksud setidak-tidaknya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca,

Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan

yang disampaikan ke DPR adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh

BPK. Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan keuangan

perusahaan negara dan badan lainnya.

Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2004, keseluruhan komponen tersebut

dipertanggungjawabkan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan

negara, yang ruang lingkupnya telah diuraikan sebelumnya.

Untuk penyusunan LKPP, setiap Kementerian/Lembaga sebagai pengguna

anggaran/barang wajib menyampaikan pertanggungjawabannya kepada

Presiden yang berupa Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan atas

Laporan Keuangan. Kementerian/Lembaga merupakan entitas pelaporan

sehingga terhadap laporan keuangannya dilakukan pemeriksaan oleh BPK untuk

memberikan opini atas kewjaran penyajian laporan keuangan.

4. Pemeriksaan Anggaran

Pemeriksaan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dilaksanakan

oleh BPK. Pemeriksaan ini dilaksanakan selama 2 bulan setelah laporan

pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran yang berupa laporan

keuangan, selesai disusun. Disamping itu terdapat pemeriksaan dan

pengelolaan keuangan yang dapat dilaksanakan sepanjang tahun.

Pemeriksanaan ini dapat dilaksanakan oleh BPK ataupun APIP.

13

Page 14: 2. modul keuangan lanjutan i

5. Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran

Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003, RUU pertanggungjawaban atas

pelaksanaan anggaran disampaikan ke DPR paling lambat akhir bulan Juni

tahun berikutnya.

14

Page 15: 2. modul keuangan lanjutan i

BAB II

PENGANGGARAN

Tujuan suatu negara pada dasarnya adalah memajukan kesejahteraan dan

melindungi rakyatnya, serta mencukupi kepentingan-kepentingan lain rakyatnya. Untuk

mencapai tujuan tersebut, pemerintah memiliki tugas yang sekaligus melekat pada

fungsi negara yang dapat dikategorikan sebagai fungsi reguler/utama negara dan fungsi

sebagai agen pembangunan. Kedua fungsi dimaksud dilaksanakan dalam operasional

pemerintahan yang sebagian besar terletak di pundak pemerintah.

Fungsi regular/fungsi utama negara adalah melaksanakan tugas yang membawa

akibat yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Fungsi utama negara terdiri dari

empat macam. Pertama negara sebagai political state. Dalam hal ini pemerintah

menjalankan fungsi pokoknya dalam pemeliharaan ketenangan, ketertiban, pertahanan,

dan keamanan. Kedua negara sebagai legal state yang bertujuan untuk mengatur tata

kehidupan bernegara dan tata kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya negara sebagai

administrative state. Kedudukan ini menitikberatkan pada azas demokrasi yaitu

kekuasaan berada di tangan rakyat dan pemerintah hanyalah menerima pendelegasian

kekuasaan dari rakyat melalui wakil-wakilnya. Terakhir adalah negara sebagai

diplomatical state. Sebagai diplomatical state, negara bertujuan untuk menjalin

persahabatan dan memelihara hubungan internasional dengan negara-negara lain.

Fungsi negara lainnya yang wajib dijalankan oleh pemerintah adalah sebagai

agent of development. Dalam menjalankan peran ini, pemerintah antara lain bertindak

sebagai pendorong inisiatif atau pendorong motivasi rakyat dalam usahanya untuk

mengadakan perubahan dan pembangunan masyarakat menuju ke arah kehidupan

yang lebih baik, berupa pemberian fasilitas-fasilitas fisik, kemudahan dalam perizinan

dan birokrasi, bimbingan dan kebijakan yang diarahkan kepada tercapainya

pembangunan. Fungsi ini dibagi lebih lanjut dalam dua peran. Pertama pemerintah

sebagai stabilisator apabila di dalam pembangunan terjadi adanya ketidakstabilan dalam

bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Kedua adalah pemerintah sebagai inovator.

Artinya pemerintah harus dapat mengadakan penemuan-penemuan baru dalam metode

maupun sistem dalam rangka pembangunan masyarakat dan negara.

15

Page 16: 2. modul keuangan lanjutan i

Selain menjalankan fungsi reguler dan agent of development, pemerintah memiliki

tugas yang lain dan sangat penting yaitu sebagai pengelola keuangan negara yang

harus dilaksanakan sesuai dengan tata aturan dan prosedur yang berlaku didalam

pemerintahan. Berdasarkan UU No. 17/2003, Keuangan Negara adalah “semua hak dan

kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa

uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”

Hak negara mencakup untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan

uang, dan melakukan pinjaman. Kewajiban negara mencakup untuk menyelenggarakan

tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga.

Pelaksanaan pengelolaan keuangan negara/daerah adalah perencanaan (yang

didalamnya terdapat proses penyusunan anggaran).

Untuk itu, pemerintah setiap tahun memiliki hak dan sekaligus kewajiban untuk

menyusun anggaran. Anggaran yang disusun oleh pemerintah merupakan wujud

perencanaan pembangunan tahunan sekaligus sebagai pedoman pelaksanaan tugas

kenegaraan selama satu tahun.

A. Pengertian Anggaran

Kata anggaran merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris budget yang

sebenarnya berasal dari bahasa Perancis bougette. Kata ini mempunyai arti

sebuah tas kecil. Berdasar dari arti kata asalnya, anggaran mencerminkan adanya

nsur keterbatasan. Pada dasarnya anggaran perlu disusun karena keterbatasan

sumber daya yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini adalah dana. Karena

terbatasnya dana, maka diperlukan alokasi sesuai dengan prioritas dan dalam kurun

waktu yang telah ditentukan. Ada beberapa pengertian angaran yang dapat dikutip.

Anggaran negara (state budget) menurut John F. Due dalam ”Government Finance

and Economic Analysis” adalah: ”A budget, in the general sense of the term, is a

financial plan for a spesific period of time. A government budget therefore, is a

statement of proposed expenditures and expected revenues for the coming period,

together with data of actual expenditures and revenues for current and past period.”

Sedangkan menurut Wildavsky, anggaran adalah:

- catatan masa lalu;

16

Page 17: 2. modul keuangan lanjutan i

- rencana masa depan;

- mekanisme pengalokasian sumber daya;

- metode untuk pertumbuhan;

- alat penyaluran pendapatan;

- mekanisme untuk negosiasi;

- harapan-aspirasi-strategi organisasi;

- satu bentuk kekuatan kontrol;

- alat atau jaringan komunikasi.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, anggaran negara meliputi:

- rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja;

- gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk

pembangunan;

- alat pengendalian;

- instrumen politik; dan

- disusun dalam periode tertentu.

Selanjutnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menurut UU

17/2003 merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui

oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

APBN selalu dinanti oleh berbagai kalangan untuk dikaji sejauh mana kemampuan

pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk mencapai tujuan pembangunan dari

sumber daya yang terbatas. Anggaran pemerintah setiap tahun selalu berubah-ubah

baik jumlah nominal, jenis pendapatan dan alokasi belanja, serta proporsi

alokasinya. Pada tahun tertentu, pemerintah memprioritaskan sektor pekerjaan

umum, tapi ditahun berikutnya pemerintah memprioritaskan sektor pendidikan dan

kesehatan. Hal ini terjadi diakibatkan berbagai faktor, antara lain perkembangan

politik, dinamika perekonomian dunia/nasional/daerah, peristiwa sosial/alam,

tuntutan masyarakat, dan lain sebagainya.

17

Page 18: 2. modul keuangan lanjutan i

B. Prinsip-prinsip penganggaran

Anggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan

alokasi sumber daya manusia, material dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi

dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai

tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari

penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik.

Secara umum, prinsip-prinsip penganggaran adalah sebagai berikut:

a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran

APBN harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil

dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu progam dan kegiatan yang

dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk

mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan

masyarakat terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat.

Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun

pelaksanaan anggaran tersebut.

b. Disiplin Anggaran

Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat

guna, tepat waktu pelaksanaan dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan.

Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional

yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang

dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.

Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedia

penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan progam

dan kegiatan yang belum/tidak tersedia anggarannya.

c. Keadilan Anggaran

Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggaran secara adil agar dapat

dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian

pelayanan. Hal ini dikarenakan sumber daya yang digunakan dalam anggaran

18

Page 19: 2. modul keuangan lanjutan i

berupa pendapatan negara pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta seluruh

anggota masyarakat.

d. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan

peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat

e. Disusun dengan pendekatan kinerja

APBN disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya pencapaian

hasil kerja (keluaran dan hasil) dari perencanaan atas alokasi biaya atau

masukan/input yang telah ditetapkan. Hasil kerja harus sepadan atau lebih besar dari

biaya atau masukan. Selain itu juga harus mampu menumbuhkan profesionalisme

kerja pada setiap unit kerja yang terkait.

C. Anggaran Berbasis Kinerja

Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk

mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat

yang dihasilkan. Manfaat tersebut didiskripsikan pada seperangkat tujuan dan

dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja.

Bagaimana cara agar tujuan itu dapat dicapai, dituangkan dalam program diikuti

dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran

berbasis kinerja didefinisikan sebagai keseluruhan aktivitas, baik aktivitas langsung

maupun tidak langsung yang mendukung program sekaligus melakukan estimasi

biaya-biaya berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas tersebut. Aktivitas tersebut

disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi

dari rencana kinerja tahunan (Renja) yang merupakan rencana operasional dari

Renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis

kinerja

Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis

kinerja adalah:

Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya;

19

Page 20: 2. modul keuangan lanjutan i

Pengumpulan informasi yang sistematis atas realisasi pencapaian kinerja dapat

diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan

prestasinya

Penyediaan informasi secara terus menerus sehingga dapat digunakan dalam

manajemen perencanaan, pemograman, penganggaran dan evaluasi

Kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi

penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu:

a. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi

b. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus

c. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu

dan orang)

d. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas

e. Keinginan yang kuat untuk berhasil.

D. Perencanaan Kinerja

Perencanaan Kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan ke depan

untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa mendatang. Pada

prinsipnya perencanaan kinerja merupakan penetapan tingkat capaian kinerja yan

dinyatakan dengan ukuran kinerja dalam rangka mencapai sasaran atau target yang

telah ditetapkan.

Perencanaan merupakan komponen kunci untuk lebih mengefektifkan dan

mengefisienkan Pemerintah Daerah. Sedangkan perencanaan kinerja membantu

pemerintah untuk mencapai tujuan yang sudah diidentifikasikan dalam rencana

stratejik, termasuk didalamnya pembuatan terget kinerja dengan menggunakan

ukuran-ukuran kinerja.

Tingkat pelayanan yang diinginkan pada dasarnya merupakan indikator kinerja yang

diharapkan dapat dicapai oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan

kewenangannya. Selanjutnya untuk penilaian kinerja dapat digunakan ukuran

penilaian didasarkan pada indikator sebagai berikut:

20

Page 21: 2. modul keuangan lanjutan i

a. Masukan (Input).

Masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan

dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator merupakan tolok ukur

kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber: dana, sumber daya

manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk

melaksanakan program atau kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya,

suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki

telah sesuai dengan rencana strategik yang telah ditetapkan. Tolok ukur ini dapat

juga digunakan untuk perbandingan (benchmarking) dengan lembaga-lembaga

lain yang relevan. Contoh indikator masukan untuk kegiatan ‘penyuluhan

lingkungan sehat untuk daerah pemukiman masyarakat kurang mampu’ adalah

jumlah dana yang dibutuhkan dan tenaga penyuluh kesehatan.

Walaupun tolok ukur masukan relatif mudah diukur serta telah digunakan secara

luas, namun seringkali dipergunakan secara kurang tepat sehingga dapat

menimbulkan hasil evaluasi yang rancu atau bahkan menyesatkan. Beberapa hal

berikut ini sering dijumpai dalam menetapkan tolok ukur masukan yang dapat

menyesatkan:

Pengukuran Sumber Daya Manusia tidak menggambarkan intensitas

keterlibatannya dalam pelaksanaan kegiatan.

Pengukuran biaya tidak akurat karena banyak biaya-biaya yang

dibebankan ke suatu kegiatan tidak mempunyai kaitan yang kuat dengan

pencapaian sasaran kegiatan tersebut.

Banyaknya biaya-biaya masukan (input) seperti gaji bulanan personalia

pelaksana, biaya pendidikan dan pelatihan, dan biaya penggunaan

peralatan dan mesin seringkali tidak diperhitungkan sebagai biaya

kegiatan.

b. Keluaran (output)

Keluaran adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari program

atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator keluaran

21

Page 22: 2. modul keuangan lanjutan i

adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang

dapat berupa fisik dan / atau non fisik.

Dengan membandingkan indikator keluaran instansi dapat menganalisis sejauh

mana kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran hanya

dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok

ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik

dan terukur. Oleh karenanya indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan

sifat kegiatan instansi. Untuk kegiatan yang bersifat penelitian berbagai indikator

kinerja yang berkaitan dengan keluaran paten dan publikasi ilmiah sering

dipergunakan baik pada tingkat kegiatan maupun instansi. Untuk kegiatan yang

bersifat pelayanan teknis, indikator yang berkaitan dengan produk, pelanggan,

serta pendapatan yang diperoleh dari jasa tersebut mungkin lebih tepat untuk

digunakan.

Beberapa indikator keluaran juga bermanfaat untuk mengidentifikasikan

perkembangan instansi. Sebagai contoh besarnya pendapatan yang diperoleh

melalui pelayanan teknis, kontrak riset, besarnya retribusi yang diperoleh, serta

perbandingannya dengan keseluruhan anggaran instansi, menunjukkan

perkembangan kemampuan instansi memenuhi kebutuhan pasar, serta

mengindikasikan tingkat ketergantungan instansi yang bersangkutan pada

APBN.

Dalam mempergunakan indikator keluaran, beberapa permasalahan berikut

perlu dipertimbangkan:

Perhitungan keluaran seringkali cenderung belum menentukan kualitas.

Sebagai contoh jumlah layanan medik di RSU mungkin belum

memperhitungkan kualitas layanan yang diberikan.

Indikator keluaran sering kali tidak dapat menggambarkan semua

keluaran kegiatan, terutama yang bersifat intangible. Sebagai contoh,

banyak hasil penelitian yang walaupun mengandung penemuan yang

baru, namun karena berbagai pertimbangan tertentu tidak dapat

dipatenkan.

c. Hasil (outcome)

22

Page 23: 2. modul keuangan lanjutan i

Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan

pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah sesuatu manfaat

yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini menggambarkan hasil

nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya para pembuat kebijakan

paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok ukur lainnya.

Namun untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan seringkali tidak

lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya setiap instansi perlu

mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu

kegiatan.

Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan pengukuran indikator

keluaran. Sebagai contoh ‘penghitungan jumlah bibit unggul’ yang dihasilkan

oleh suatu kegiatan merupakan tolok ukur keluaran. Namun ‘penghitungan besar

produksi per hektar’ yang dihasilkan oleh bibit-bibit unggul tersebut atau

‘penghitungan kenaikan pendapatan petani’ pengguna bibit unggul tersebut

merupakan tolok ukur hasil. Dari contoh tersebut, dapat pula dirasakan bahwa

penggunaan tolok ukur hasil seringkali tidak murah dan memerlukan waktu yang

tidak pendek, karena validitas dan reliabilitasnya tergantung pada skala

penerapannya. Contoh nyata yang membedakan antara indikator output dan

indikator outcome adalah pembangunan gedung sekolah dasar. Secara output

gedung sekolah dasar tersebut telah seratus persen berhasil dibangun. Akan

tetapi belum tentu gedung tersebut diminati oleh masyarakat setempat.

Indikator outcome lebih utama dari pada sekedar output. Walaupun produk telah

dicapai dengan baik, belum tentu secara outcome kegiatan tersebut telah

dicapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil yang lebih

tinggi yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikator

outcome, organisasi akan mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam

bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan

memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak.

Pencapaian indikator kinerja outcome ini belum tentu akan dapat terlihat dalam

jangka waktu satu tahun. Seringkali outcome baru terlihat setelah melewati kurun

waktu lebih dari satu tahun, mengingat sifatnya yang bukan hanya sekedar hasil.

23

Page 24: 2. modul keuangan lanjutan i

Dan mungkin juga indikator outcome tidak dapat dinyatakan dalam ukuran

kuantitatif akan tetapi lebih bersifat kualitatif.

E. Target Kinerja

Setelah indikator kinerja ditentukan, mulailah disusun target kinerja untuk setiap

indikator kinerja yang telah ditentukan. Target kinerja adalah tingkat kinerja yang

diharapkan dicapai terhadap suatu indikator kinerja dalam satu tahun anggaran

tertentu dan jumlah pendanaan yang telah ditetapkan. Target kinerja harus

mempertimbangkan sumber daya yang ada dan juga kendala-kendala yang mungkin

timbul dalam pelaksanaannya. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam

menentukan target kinerja yang baik, seperti dapat dicapai, ekonomis, dapat

diterapkan, konsisten, menyeluruh, dapat dimengerti, dapat diukur, stabil, dapat

diadaptasi, legitimasi, seimbang, dan fokus kepada pelanggan.

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam penetapan target kinerja:

Memiliki dasar penetapan sebagai justifikasi penganggaran yang

diprioritaskan pada setiap fungsi/bidang pemerintahan

Memperhatikan tingkat pelayanan minimum yang ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah terhadap suatu kegiatan tertentu.

Kelanjutan setiap program, tingkat inflasi, dan tingkat efisiensi menjadi

bagian yang penting dalam menentukan target kinerja.

Ketersediaan sumber daya dalam kegiatan tersebut: dana, SDM, sarana,

prasarana pengembangan teknologi, dan lain sebagainya.

Kendala yang mungkin dihadapi di masa depan

Penetapan target kinerja kinerja harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Spesifik

Berarti unik, menggambarkan obyek/subyek tertentu, tidak berdwimakna atau

diinterpretasikan lain

b. Dapat diukur

Secara obyektif dapat diukur baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif

c. Dapat Dicapai (attainable)

24

Page 25: 2. modul keuangan lanjutan i

Sesuai dengan usaha-usaha yang dilakukan pada kondisi yang diharapkan akan

dihadapi

d. Realistis;

e. Kerangka waktu pencapaian (time frame) jelas; dan

f. Menggambarkan hasil atau kondisi perubahan yang ingin dicapai.

F. Standar Analisis Belanja

Standar Analisa Belanja (SAB) merupakan salah satu komponen yang harus

dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan

APBN dengan pendekatan kinerja. SAB adalah standar untuk menganalisis

anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk

menghasilkan tingkat pelayanan tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

SAB digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau

kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Unit Kerja dalam satu tahun anggaran.

Penilaian terhadap usulan anggaran belanja dikaitkan dengan tingkat pelayanan

yang akan dicapai melalui program atau kegiatan. Usulan anggaran belanja yang

tidak sesuai dengan SAB akan ditolak atau direvisi sesuai standar yang ditetapkan.

Rancangan APBN disusun berdasarkan hasil penilaian terhadap anggaran belanja

yang diusulkan unit kerja.

Dalam rangka menyiapkan rancangan APBN, SAB merupakan standar atau

pedoman yang bermanfaat untuk menilai kewajaran atas beban kerja dan biaya

terhadap suatu kegiatan yang direncanakan oleh setiap unit kerja. SAB dalam hal ini

digunakan untuk menilai dan menentukan rencana program, kegiatan dan anggaran

belanja yang paling efektif dan upaya pencapaian kinerja. Penilaian kewajaran

berdasarkan SAB berkaitan dengan kewajaran biaya suatu program atau kegiatan

yang dinilai berdasarkan hubungan antara rencana alokasi biaya dengan tingkat

pencapaian kinerja program atau kegiatan yang bersangkutan. Disamping atas

dasar SAB, dalam rangka menilai usulan anggaran belanja dapat juga dilakukan

berdasarkan kewajaran beban kerja yang dinilai berdasarkan kesesuaian antara

program atau kegiatan yang direncanakan oleh suatu unit kerja dengan tugas pokok

dan fungsi unit kerja yang bersangkutan.

25

Page 26: 2. modul keuangan lanjutan i

Penerapan SAB pada dasarnya akan memberikan manfaat antara lain: (1)

mendorong setiap unit kerja untuk lebih selektif dalam merencanakan program dan

atau kegiatannya, (2) menghindari adanya belanja yang kurang efektif dalam upaya

pencapaian kinerja, (3) mengurangi tumpang tindih belanja dalam kegiatan investasi

dan non investasi.

G. Standar Biaya

Standar biaya merupakan komponen lain yang harus dikembangkan sebagai dasar

untuk mengukur kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja, selain Standar

Analisa Biaya dan tolok ukur kinerja. Standar biaya adalah harga satuan unit biaya

yang berlaku. Penerapan standar biaya ini membantu penyusunan anggaran belanja

suatu program atau kegiatan bagi setiap K/L dan unit kerja yang ada agar kebutuhan

atas suatu kegiatan yang sama tidak berbeda biayanya. Pengembangan standar

biaya akan dilakukan dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan

perubahan harga yang berlaku.

H. Penyusunan RKA K/L

Penyusunan RKA-K/L dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan

pengeluaran jangka menengah, terpadu dan prestasi kerja. Pendekatan kerangka

pengeluaran jangka menengah (KPJM) dilaksanakan dengan menyusun prakiraan

maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang

direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang

direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program

dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya.

Penyusunan RKA-KL dengan pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan

mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan K/L

untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.

Penyusunan RKA-KL dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan

memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan

dari kegiatan dan hasil yang diharapkan dari program termasuk efisiensi dalam

pencapaian hasil dan keluaran tersebut.

26

Page 27: 2. modul keuangan lanjutan i

RKA-KL, memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan

kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan

rincian objek pendapatan, belanja, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya.

Penyusunan RKA-KL diawali dengan penyusunan Renja-KL yang memuat

kebijakan, program, dan kegiatan yang dilengkapi sasaran kinerja dengan mengacu

pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif serta prakiraan maju untuk

tahun anggaran berikutnya. Tahap ini merupakan tahap dimulainya mengaitkan

rencana kerja dengan jumlah anggaran yang tersedia dan persiapan untuk

menyusun RKA-KL. Selanjutnya Renja dimaksud ditelaah oleh Bappenas

berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Koordinasi ini dilakukan atas pendaanan

dan pengkodean.

Berdasarkan hasil pembahasan pokok-pokok kebijakan umum fiskal dan RKP antara

pemerintah dengan DPR, Menteri Keuangan menerbitkan SE tentang Pagu

Sementara bagi masing-masing program pada K/L pada pertengahan bulan Juni.

Pagu Sementara ini merupakan dasar bagi K/L untuk menyesuakan Rencana Kerja

mereka menjadi RKA-KL yang dirinci per kegiatan untuk setiap unit kerja yang ada di

K/L. Selanjutnya hasil penyusunan RKA ini akan dibahas oleh K/L dengan komisi di

DPR yang mitra kerjanya.

RKA-K/L hasil pembahasan kemudian diserahkan kepada Menteri Perencanaan

untuk ditelaah. Penelaahan dilakukan oleh MenteriPerencanaan untuk

kesesuaiannya dengan RKP dan oleh Menkeu untuk kesesuaiannya dengan Pagu

Sementara. Hal ini dilakukan untuk menjaga konsistensi penganggaran dengan

perencanaan dan prioritas pembangunan nasional serta tidak melampaui pagu.

Tahap akhir dari penyusunan RKA-KL ini adalah menghimpun seluruh RKA hasil

telaahan untuk dijadikan bahan menysusun rancangan APBN dan nota keuangan.

Tahap ini dilakukan oleh Menkeu dan hasilnya akan dibahas dalam sidang kabinet.

I. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terdiri dari Pendapatan, Belanja,

dan Pembiayaan. Anggaran Pendapatan merupakan estimasi pendapatan yang

mungkin dicapai dalam periode yang bersangkutan. Kelompok anggaran

pendapatan terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah.

27

Page 28: 2. modul keuangan lanjutan i

Anggaran belanja merupakan batas tertinggi pengeluaran yang dapat dibebankan

pada APBN. Belanja klasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan

kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan

dengan susunan organisasi pemerintahan.

Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan terdiri dari:

a. pelayanan umum;

b. ketertiban dan keamanan;

c. pertahanan;

d. ekonomi;

e. lingkungan hidup;

f. perumahan dan fasilitas umum;

g. kesehatan;

h. pariwisata dan budaya;

i. agama;

j. pendidikan; serta

k. perlindungan sosial.

Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan rencana kerja

masing-masing kementerian/lembaga.

Klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari:

a. belanja pegawai;

b. belanja barang dan jasa;

c. belanja modal;

d. bunga;

e. subsidi;

f. hibah;

g. bantuan sosial; dan

h. belanja lainnya.

28

Page 29: 2. modul keuangan lanjutan i

Selain jenis belanja di atas, terdapat kelompok belanja ke daerah yang terdiri dari

Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.

Dari uraian di atas, siklus penganggaran yang merupakan kelanjutan dari

perencanaan secara terintegrasi dan kaitannya dengan proses perancanaan dan

penganggaran oleh pemerintah daerah dapat digambarkan secara utuh seperti

gambar berikut ini.

29

Page 30: 2. modul keuangan lanjutan i

BAB V

PELAKSANAAN ANGGARAN

A. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan suatu dokumen yang

sangat penting artiya dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu Negara.

Undang_Undang APBN mencerminkan otorisasi yang diberikan oleh Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) kepada Pemerintah untuk melaksanakan program-program pembangunan

dalam batas-batas anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran pendapatan merupakan

estimasi penerimaan (estimated revenue) yang diperkirakan akan diterima dalam satu tahun

anggaran, sedangkan anggaran belanja merupakan pagu anggaran belanja yang

disediakan untuk membiayai program dan kegiatan selama satu tahun anggaran

(appropriation). Undang-undang APBN inilah yang mengatur program dan kegiatan yang

dapat dilaksanakan oleh Pemerintah dalam suatu tahun anggaran.

Selanjutnya Undang-Undang APBN dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden

tentang Rincian APBN, yang dalam istilah keuangan Negara dikenal sebagai

apportionment. Peraturan Presiden dimaksud diperlukan sebagai landasan operasional bagi

Pemerintah untuk melaksanakan APBN.

Periode pelaksanaan APBN adalah satu tahun, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31

Desember. Dalam rangka menjaga agar APBN dapat dilaksanakan secara tepat waktu

maka dalam Undang-Undang 17/2003 maupun PP 21/2004 telah ditentukan kalender

anggarannya, yaitu APBN harus sudah diundangkan paling lambat bulan Oktober tahun

sebelumnyan demikian diperlukan agar Pemerintah mempunyai waktu yang cukup untuk

menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran. Demikian pula bagi Pemerintah Daerah,

diharapkan dengan ditetapkannya APBN pada bulan Oktober, mereka dapat menyelesaikan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara tepat waktu.

B. DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN

Dokumen pelaksanaan anggaran memuat alokasi anggaran yang disediakan kepada

pengguna anggaran. Alokasi anggaran pendapatan disebut Estimasi pendapatan yang

dialokasikan dan alokasi anggaran belanja disebut allotment. Dokumen pelaksanaan

30

Page 31: 2. modul keuangan lanjutan i

anggaran di Pemerintah Pusat disebut Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)

sedangkan di Pemerintah daerah disebut Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja

Perangkat Daerah (DPA SKPD).

Paradigma baru dalam pengelolaan keuangan Negara adalah beralihnya konsep

administrasi keuangan (financial administration) ke manajemen keuangan (financial

management). Hal ini memerlukan pembaharuan pada setiap fungsi manajemen, baik pada

tataran perencanaan, pengangaran, pelaksanaan anggaran, akuntansi dan

pertanggungjawaban, serta pemeriksaan. Semua fungsi diarahkan pada pemanfaatan

sumber daya secara efisien dan efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Salah satu pendekatan yang digunakan dalam refomasi manajemen keuangan Negara

adalah “let the managers manage”. Dengan pendekatan ini kepada pengguna anggaran

diberikan fleksibilitas untuk melaksanakan anggaran. Pengguna anggaran diberikan

kewenangan untuk menyusun DIPA sesuai dengan program dan kegiatan yang telah

ditetapkan serta plafon anggaran yang telah disediakan. Dengan mekanisme yang demikian

maka kepada para pengguna anggaran diberikan fleksibilitas yang seluas-luasnya untuk

mengatur anggarannya, dituangkan dalam DIPA sesuai dengan kebutuhan.

Namun demikian mekanisme check and balance tetap dilaksanakan sehingga DIPA yang

disusun oleh pengguna anggaran tidak serta merta langsung diberlakukan, namun harus

dibahas dulu dengan Kementerian Keuangan, dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat

Pelaksanaan Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk memperoleh

pengesahan. Pembahasan ini merupakan pelaksanaan fungsi pengendalian, dilakukan

untuk meyakini bahwa DIPA disusun sesuai dengan Undang-Undang APBN serta

menggunakan standar harga yang wajar sesuai dengan ketentuan.

Anggaran dalam DIPA diklasifikasikan terinci sampai organisasi, fungsi, sub fungsi,

program, kegiatan, dan jenis belanja. Dengan demikian maka azas spesialitas benar-benar

digunakan di sini, yaitu anggaran secara spesifik disediakan untuk membiayai kegiatan

tertentu dan tidak dapat digeser tanpa mekanisme revisi DIPA sesuai ddengan ketentuan.

Sehubungan dengan diberlakukannya manajemen keuangan dalam pengelolaan keuangan

Negara maka setiap pengguna anggaran wajib menyusun rencana penarikan dana untuk

setiap progam/kegiatan yang ada dalam DIPA. Hal yang sama berlaku untuk penerimaan,

yaitu rencana penerimaan pendapatan juga disiapkan jika penguna anggaan tersebut

mempunyai alokasi anggaran pendapatan. Informasi tentang rencana penarikan dana serta

rencana penerimaan ini diperlukan oleh Bendahara Umum Negara untuk menyusun

anggaran kas.

31

Page 32: 2. modul keuangan lanjutan i

Suatu hal yang perlu diingat dalam anggaran adalah digunakannya pendekatan anggaran

berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja mengamanatkan bahwa anggaran dialokasikan

berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Yang dimaksud dengan prestasi kerja adalah

output atau outcome yang dihasilkan atau akan dihasilkan dari pelaksanaan suatu kegiatan

atau program. Dengan demikian maka dalam dokumen pelaksanaan anggaran perlu

adanya informasi tentang indikator kinerja berikut target yang akan dicapai dari suatu

kegiatan atau program dengan dana yang disediakan dalam anggaran.

Pada Pemerintah Pusat, pelaksanaan APBN dimulai dengan diterbitkannya DIPA. Dalam

rangka menjaga agar anggaran dapat dimulai segera pada awal tahun anggaran maka

DIPA harus diselesaikan dalam bulan Desember tahun sebelumnya. Segera setelah suatu

tahun anggaran dimulai, maka DIPA harus segera diterbitkan untuk dibagikan kepada

satuan-satuan kerja sebagai pengguna anggaran pada kementrian/lembaga. Setelah masa

transisi pada TA 2005, maka mulai TA 2006, DIPA telah dapat serentak dibagikan pada

awal tahun anggaran dimulai, tepatnya tanggal 2 Januari tahun bersangkutan. Seperti pada

Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah pun digunakan mekanisme yang sama dengan

penyesuaian terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku di daerah.

Setelah terbit Peraturan Daerah tentang APBD, SKPD wajib menyusun Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA). Dengan demikian maka fleksibilitas penggunaan anggaran

diberikan kepada Pengguna Anggaran. DPA disusun secara rinci sampai dengan

organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja disertai indikator kinerja. Dokumen

ini disertai dengan rencana penarikan dana untuk mendanai kegiatan dan apabila dari

32

Page 33: 2. modul keuangan lanjutan i

kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan maka rencana penerimaan kas juga

dilampirkan. DPA disampaikan kepada kepala SKPKD untuk dimintakan pengesahan.

Jika DIPA bagi kementerian/lembaga sudah dapat dijadikan dokumen untuk segera

melaksanakan anggaran Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah masih diperlukan

Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD merupakan suatu dokumen yang menyatakan

tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan. SPD ini diperlukan untuk memastikan

bahwa dana yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan telah tersedia pada saat

kegiatan berlangsung. Setelah DPA dan SPD terbit, maka masing-masing satuan kerja

wajib melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.

C. PEMBAGIAN KEWENANGAN

Dalam rangka pelaksanaan anggaran, Presiden mendelegasikan kewenangannya kepada

menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran. Sedangkan kewenangan untuk

pengelolaan keuangan didelegasikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum

Negara. Pembagian kewenangan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Menteri teknis/pimpinan lembaga merupakan chief of opertional officer sedangkan Menteri

Keuangan merupakan chief of financial officer. Dalam pelaksanaan anggaran, mereka

mempunyai kedudukan yang seimbang dalam rangka menjaga terlaksananya mekanisme

check and balance. Kuasa Pengguna Anggaran dapat ditunjuk sehubungan dengan

kompleksitas kegiatan, rentang kendali yang luas, jumlah anggaran yang besar, atau karena

lokasi kegiatan. Demikian pula di pemerintah daerah, dapat ditetapkan adanya Kuasa

33

Page 34: 2. modul keuangan lanjutan i

Pengguna Anggaran yang diusulkan oleh pengguna anggaran dan ditetapkan oleh kepala

daerah karena alasan yang sama.

D. SISTEM PENERIMAAN

Seluruh penerimaan negara/daerah harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah

dan tidak diperkenankan digunakan secara langsung oleh satuan kerja yang melakukan

pemungutan (Azas Bruto). Pendapatan diakui setelah uang disetor ke rekening Kas Umum

Negara/Daerah (basis kas). Oleh karena itu penerimaan wajib disetor ke Rekening Kas

Umum selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Dalam rangka mempercepat penerimaan

pendapatan, Bendahara Umum Negara/Daerah dapat membuka rekening penerimaan pada

bank. Bank yang bersangkutan wajib menyetorkan penerimaan pendapatan setiap sore hari

ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah.

E. SISTEM PEMBAYARAN

Belanja membebani anggaran daerah setelah barang/jasa diterima. Oleh karena itu terdapat

pengaturan yang ketat tentang sistem pembayaran. Pada dasarnya alokasi anggaan

kepada satuan kerja (DIPA) akan diberikan jika sudah tersedia alokasinya dalam APBN.

Berdasarkan DIPA satuan kerja dapat melakukan kegiatan perolehan barang/jasa.

Barang/jasa yang diperoleh harus diverifikasi kebenarannya. Setelah diverifikasi barulah

dilakukan pembayaran. Urut-urutan tahapan yang harus dilalui dalam pelaksanaan

anggaran belanja tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

34

Page 35: 2. modul keuangan lanjutan i

PELAKSANAAN ANGGARAN

APBNPERPRES RINCIAN APBN

DIPA

KOMITMEN

VENDOR

VERIFIKASI

PEMBAYARAN

PESANAN

BARANG/JASA

Dalam pelaksanaan anggaran, pengguna anggaran diberikan kewenangan untuk membebani

anggaran. Sebagai konsekuensinya pengguna anggaran dituntut untuk melakukan verifikasi

atau pengujian atas kebenaran formil maupun materiil atas pelaksanaan anggaran serta

mempertanggungjawabkannya. Apabila verifikasi terhadap belanja telah dilakukan dan sah

maka pengguna anggaran menyampaikan Surat Perintah Membayar ke KPPN. Berhubung

mereka harus mempertanggungjawabkannya maka bukti-bukti pengeluaran tetap disimpan di

kementerian/lembaga dan tidak dikirim ke KPPN. KPPN tetap melakukan pengujian untuk

mengecek ketepatan jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Mekanisme pembayaran ini

dapat dilihat pada gambar berikut:

Proses pengujian yang dilakukan pada pengguna anggaran dan pada Bendahara Umum

Negara dapat dilihat pada gambar berikut:

35

Page 36: 2. modul keuangan lanjutan i

PENGUJIAN DALAM PELAKSANAAN PENGUJIAN DALAM PELAKSANAAN PENGELUARAN NEGARAPENGELUARAN NEGARA

PENGUJ IANPENGUJ IAN

MenteriMenteri TeknisTeknisSelakuSelaku PenggunaPengguna AnggaranAnggaran

PEMBUATAN PEMBUATAN KOMITMENKOMITMEN

TahapanTahapan AdministratifAdministratif

Pengujian :• Wetmatigheid• Rechtmatigheid• Doelmatigheid

SPMSPM

PENGUJ IANPENGUJ IAN

MenteriMenteri KeuanganKeuanganSelakuSelaku BUNBUN

TahapanTahapan KomtabelKomtabel

Pengujian :• Substansial :•Wetmatigheid•Rechtmatigheid

• Formal

CHEQUECHEQUE

?

Terdapat dua cara pembayaran, yaitu pembayaran yang dilakukan secara langsung oleh

Bendahara Umum Negara kepada yang berhak menerima pembayaran atau lebih dikenal

dengan sistem LS. Pembayaran ini dilakukan untuk pengeluaran yang telah pasti, baik

jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Cara lainnya adalah dengan menggunakan

Uang Persediaan melalui Bendahara Pengeluaran. Pengeluaran dengan UP dilakukan

untuk belanja yang nilainya kecil di bawah jumlah tertentu untuk membiayai keperluan

sehari-hari perkantoran.

36

Page 37: 2. modul keuangan lanjutan i

Latihan

rangkuman

37

Page 38: 2. modul keuangan lanjutan i

BAB III

PENGELOLAAN ASET DAN UTANG

C. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

Aset merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan

pemerintahan. Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh

pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi

dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun

masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan

yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya

yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Aset yang berada dalam pengelolaan pemerintah tidak hanya yang dimiliki oleh pemerintah

saja, tetapi juga termasuk aset pihak lain yang dikuasai pemerintah dalam rangka

pelayanan ataupun pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah. Aset pemerintah bukanlah

sebagai sumber daya untuk memperoleh pendapatan, namun mencerminkan potensi

pelayanan bagi masyarakat. Oleh karena itu dalam mengukur kemampuan keuangan

pemerintah tidaklah tepat jika dilakukan dengan membandingkan antara pendapatan dan

total aset yang tersedia. Kecukupan tersedianya aset dapat diukur dengan membandingkan

antara aset yang tersedia dengan kebutuhan dalam pelayanan, yang pada umumnya

ditentukan dalam rasio-rasio yang relevan sesuai dengan fungsinya dalam

penyelenggaraan pemerintahan.

Definisi aset di atas mencerminkan bahwa ruang lingkup aset pemerintah sangatlah luas.

Aset pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai aset keuangan dan aset non keuangan.

Aset keuangan mencakup kas, piutang, dan investasi. Dalam rangka manajemen kas pada

umumnya terintegrasi dengan manajemen utang. Aset non keuangan ada yang dapat

diidentifikasi dan ada yang tidak dapat diidentifikasi. Aset non keuangan yang dapat

diidentifikasi berupa aset berwujud dan aset tidak berwujud. Aset berwujud berupa

persediaan dan aset tetap, yang dalam peraturan perundang-undangan lebih dikenal

dengan nama barang milik negara. Aset yang tidak teridentifikasi dapat berupa sumber

daya alam dan sumber daya manusia. Bagan aset pemerintah dapat dilihat pada gambar

berikut:

38

Page 39: 2. modul keuangan lanjutan i

ASETPEMERINTAH

AsetKeuangan &

Utang

Aset

Non

keuangan

Kas &Setara kas

Piutang &

Utang

Investasi

DapatDiidentifikasi

Tidak dapat

diidentifikasi

Berwujud

TidakBerwujud

SDM

dll

Persediaan

Aset

Tetap

SDA

D. PENGELOLAAN KAS

Kas merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan untuk menjalankan pemerintahan.

Kas seringkali dikatakan bagaikan darah bagi suatu organisasi. Tanpa kas suatu organisasi

tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu Pemerintah dituntut melakukan

pengelolaan kas dengan baik.

Pengelolaan kas di pemerintah terutama bertujuan untuk dapat melaksanakan anggaran

secara efisien serta melakukan manajemen sumber daya keuangan yang baik.

Pengelolaan kas yang baik dapat menghasilkan pengendalian pengeluaran secara efisien,

meminimumkan biaya pinjaman, dan memaksimumkan hasil yang diperoleh dari

penempatan kas. Hal ini dilakukan melalui:

Perencanaan kas (cash planning) dan perencanaan kebutuhan kas (cash forecasting)

Memperpendek waktu yang diperlukan untuk penagihan dan pembayaran dilakukan

secara tepat waktu (float management)

Manajemen rekening bank dengan melakukan pemusatan saldo kas (Treasury Single

Account/TSA).

Pembentukan dana kas kecil dengan sistem dana tetap (imprest fund) untuk membiayai

keperluan sehari-hari perkantoran

39

Page 40: 2. modul keuangan lanjutan i

Penempatan saldo kas yang belum digunakan dalam bentuk setara kas atau

penanaman sementara (temporary investment).

Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Pada prinsipnya pemerintah harus dapat menjamin ketersediaan dana yang diperlukan

secara tepat waktu dan aman dalam rangka pelaksanaan anggaran. Agar kas tersedia

pada saat diperlukan maka perlu adanya rencana penarikan dana dan rencana penerimaan

dari pengguna anggaran. Dari rencana ini dapat disusun budget kas sehingga dapat

diketahui jumlah arus masuk dan arus keluar kas untuk suatu periode serta surplus/defisit

kas yang terjadi. Dengan informasi demikian maka Bendahara Umum Negara dapat

mengatur penempatan saldo kas yang menganggur serta menerapkan strategi pinjaman

untuk menutup defisit kas.

E. PENGELOLAAN PIUTANG

Piutang merupakan hak pemerintah untuk menagih pada pihak lain Piutang ini dapat

terjadi karena hubungan perdata, seperti adanya jual beli atau pinjam meminjam, namun

bisa juga terjadi karena ketentuan perundang-undangan, seperti piutang pajak.

Dalam Undang-undang diatur bahwa kementerian/lembaga yang mempunyai piutang wajib

mengupayakan penerimaannya kembali secara tepat waktu. Dalam hal terdapat piutang tak

tertagih penyelesainnya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka menjaga agar piutang dapat diterima kembali secara tepat waktu,

kementerian/lembaga dituntut untuk mengatur berbagai hal yang terkait dengan piutang

secara seksama. Hal-hal seperti perencanaan, pemberian pinjaman atau penjualan secara

kredit atau penerbitan surat ketetapan, pencatatan, pelaporan, penilaian, penagihan, dan

penghapusan piutang harus diatur secara tegas. Pengendalian intern harus tercermin dan

melekat sejak proses timbulnya piutang sampai dengan berakhirnya, karena pembayaran

atau penghapusan.

Piutang pemerintah jenis tertentu, seperti piutang pajak, mempunyai hak mendahului.

Penyelesaian piutang yang terjadi karena hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui

perdamaian kecuali untuk piutang yang penyelesaiannya diatur sendiri dalam undang-

undang. Penyelesaian piutang yang demikian ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk

jumlah sampai dengan Rp 10 milyar, oleh Presiden untuk jumlah diatasnya sampai dengan

Rp 100 milyar, dan jumlah diatasnya oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

40

Page 41: 2. modul keuangan lanjutan i

Dalam hal terdapat piutang tak tertagih dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari

pembukuan. Penghapusan piutang tak tertagih sampai dengan Rp 10 milyar dapat

dilakukan oleh Menteri Keuangan. Penghapusan piutang di atas Rp 10 milyar sampai

dengan Rp 100 milyar dilakukan oleh Presiden, sedangkan di atas Rp 100 milyar oleh

Presiden dengan persetujuan DPR.

F. PENGELOLAAN UTANG

Sehubungan diberlakukannya anggaran defisit ( I Account) berarti anggaran pendapatan

tidak harus sama dengan anggaran belanja. Dalam UU 17/2003 ditekankan bahwa dalam

memanfaatkan surplus anggaran atau membiayai defisit anggaran harus

mempertimbangkan keseimbangan generasi. Defisit anggaran antara lain dapat dibiayai

dari pinjaman. Berdasarkan UU 17/2003 defisit anggaran dalam suatu tahun anggaran

maksimum sebesar 3 (tiga) persen dari Pendapatan Domestik Bruto, dan akumulasi utang

maksimum sebesar 60 (enam puluh) persen dari Pendapatan Domestik Bruto. Dalam

rangka pengendalian defisit anggaran dan akumulasi pinjaman secara nasional, Menteri

Keuangan mempunyai kewenangan untuk mengaturnya. Ketentuan tentang besarnya defisit

serta jumlah utang yang dapat dimiliki oleh suatu pemerintah daerah diatur setiap tahun

dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Dalam melakukan pengelolaan utang harus diperhatikan struktur portofolio utang berikut

biaya serta risikonya. Risiko-risiko yang perlu dipertimbangkan antara lain risiko pasar, risiko

pendanaan kembali, risiko likuiditas, risiko kredit, risiko penyelesaian, dan risiko

operasional. Hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh pinjaman yang paling efisien dan

untuk meyakini bahwa pemerintah mampu membayar bunga dan angsuran secara tepat

waktu.

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mempunyai kewenangan untuk

mengadakan pinjaman. Pinjaman dapat berupa pinjaman yang dilakukan secara bilateral

atau multilateral. Pinjaman ini dapat diteruspinjamkan kepada pemerintah

daerah/BUMN/BUMD. Pinjaman ini dituangkan dalam suatu naskah perjanjian pinjaman.

Sejalan dengan azas bruto maka biaya yang terjadi karena penarikan pinjaman dibebankan

pada anggaran belanja. Disamping itu pemerintah juga dapat menerbitkan surat utang

negara.

Disamping ada utang yang berasal dari pinjaman, pemerintah juga bisa mempunyai utang

karena kegiatan operasional atau utang perhitungan pihak ketiga (PFK). Utang operasional

41

Page 42: 2. modul keuangan lanjutan i

antara lain timbul sehubungan dengan adanya pengadaan barang/jasa yang telah diterima

tetapi pada akhir tahun anggaran belum dibayar. Dengan demikian utang yang berasal dari

kegiatan operasional ini dapat terjadi di kementerian negara/lembaga. Utang PFK timbul

karena adanya uang yang dipungut oleh pemerintah untuk kepentingan pihak lain dan

belum disampaikan kepada pihak tersebut.Terhadap utang-utang ini, pengguna anggaran

atau kuasa pengguna anggaran juga wajib menatausahakan dan melaporkannya dalam

laporan keuangan. Pengguna Anggaran atau Kuasanya berkewajiban mengelola utang

dalam kepengurusannya dan menguji setiap klaim sebelum memerintahkan pembayaran

atas beban anggaran

Utang dibayar secara tepat waktu sesuai dengan ketentuan. Hak tagih atas utang sebagai

beban negara kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali

ditetapkan lain dalam undang-undang. Kedaluwarsa ini akan tertunda jika pihak yang

berpiutang mengajukan tagihan kepada negara sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa.

Ketentuan kedaluwarsa ini tidak berlaku untuk pembayaran bunga dan pokok utang yang

timbul karena pinjaman.

G. PENGELOLAAN INVESTASI

Pemerintah dapat melakukan investasi karena berbagai alasan, antara lain memanfaatkan

surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan atau memanfaatkan dana yang belum

digunakan dalam bentuk invetasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas. Investasi

jangka pendek yang dilakukan pemerintah harus memenuhi karakteristik dapat segera

dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas, dan berisiko rendah.

Investasi jangka panjang dapat berupa investasi permanen dan investasi non permanen.

Investasi ini dapat dilakukan oleh pemerintah melalui pasar modal atau investasi langsung

pada bidang usaha tertentu. Investasi melalui pasar modal dapat dilakukan dengan membeli

saham atau surat utang. Investasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata

bertujuan untuk memperoleh manfaat ekonomi, seperti diperolehnya keuntungan, tetapi bisa

juga karena diperolehnya manfaat sosial, atau manfaat lainnya.

Investasi permanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki

secara berkelanjutan, misalnya penyertaan modal pemerintah pada BUMN. Investasi

nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara

tidak berkelanjutan. Dengan demikian investasi nonpermanen ini dimaksudkan akan

dicairkan kembali suatu saat, misalnya dana bergulir.

42

Page 43: 2. modul keuangan lanjutan i

H. PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA

Barang milik negara mencakup semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN

atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan ini antara lain dapat dilakukan

melalui pembelian, pembangunan, pertukaran, kerja sama, hibah/donasi, dan rampasan.

Dalam rangka menertibkan pengelolaan barang milik negara, maka dilakukan pembagian

kewenangan yang jelas atas barang milik negara. Menteri Keuangan adalah sebagai

pengelola barang berwenang mengatur pengelolaan barang milik negara berdasarkan

peraturan perundang-undangan. Menteri/pimpinan lembaga berkedudukan sebagai

pengguna barang pada instansi yang dipimpinnya. Para pengguna barang wajib mengelola

dan menatausahakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya dengan

sebaik-baiknya.

Pengelolaan barang milik negara dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pada suatu

negara yang masih menganut line item budgeting, pada umumnya belum memperhatikan

kebutuhan barang untuk melaksanakan fungsinya secara efisien. Hal ini dikarenakan belum

dilakukan perhitungan biaya layanan secara benar dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat dan pengukuran kinerjanya belum dilakukan secara utuh dengan menerapkan

full costing. Di negara yang telah menerapkan anggaran berbasis kinerja, pengelolaan

barang pada umumnya dilakukan dengan cara lebih efisien karena seluruh komponen biaya

dimasukkan sebagai unsur biaya layanan. Dengan demikian maka barang yang diminta dan

digunakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan.

Dalam rangka menjaga kesinambungan pelayanan kepada masyarakat, dilakukan

pengaturan atas penghapusan serta pemindahtanganan barang milik negara. Barang milik

negara yang diperlukan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak dapat

dipindahtangankan. Pengahapusan barang milik negara pada prinsipnya harus mendapat

persetujuan DPR. Pemindahtangan dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR.

Dengan memperhatikan bahwa tanah dan bangunan merupakan kekayaan negara yang

sangat penting artinya serta nilainya signifikan maka pemindahtanganan tanah dan

bangunan harus mendapat persetujuan DPR kecuali untuk tanah dan bangunan yang tidak

sesuai lagi dengan tata ruang wilayah atau penataan kota. Demikian pula untuk bangunan

yang sudah memperoleh alokasi anggaran untuk menggantinya, diperuntukkan bagi

pegawai negeri, untuk kepentingan umum, ataupun yang jika status kepemilikannya

43

Page 44: 2. modul keuangan lanjutan i

dipertahankan tidak layak secara ekonomis.Hal in terjadi karena pada dasarnya DPR telah

menyetujuinya pada saat pembahasan tata ruang ataupun pembahasan APBN.

Dalam rangka efisiensi pengelolaan barang selain tanah dan bangunan, proses

penghapusan dan pemindahtangannya dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana.

Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan bangunan dengan nilai sampai

dengan Rp 10 milyar dilakukan oleh Menteri Keuangan, di atas Rp 10 milyar sampai dengan

Rp 100 milyar oleh Presiden, sedangkan di atas Rp 100 milyar oleh Presiden dengan

persetujuan DPR. Apabila pemindahtanganan ini dilakukan dengan penjualan maka harus

dilakukan dengan lelang. Dengan pengaturan demikian diharapkan pengelolaan barang

dapat dilakukan dengan lebih efisien.

Pengamanan barang milik negara merupakan salah satu sasaran pengendalian intern, baik

dari aspek fisik, administrasi, maupun hukum. Oleh karena tanah dan bangunan harus

dilengkapi dengan bukti kepemilikan dan ditatausahakan dengan tertib. Tanah harus

disertifikatkan atas nama Pemerintah RI. Tanah dan bangunan yang tidak lagi digunakan

untuk menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan wajib dikembalikan kepada Menteri

Keuangan. Barang milik negara tidak diperkenankan untuk digadaikan atau digunakan

sebagai jaminan dan tidak boleh diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran utang.

Disamping itu barang milik negara atau barang pihak lain yang dikuasai negara yang

diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak dapat disita.

I. PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,

Pemerintah dapat membentuk Badan Layanan Umum (BLU). Kekayaan BLU merupakan

kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dapat dikelola sepenuhnya untuk pelayanan

kepada masyarakat, Oleh karena itu BLU tetap menyusuna anggaran sebagaimana instansi

pemerintah pada umumnya untuk digabungkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran

Kementerian negara/lembaga maupun APBN. Pendapatan dan belanja yang dilakukan

dilaprkan dalam laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang membawahinya dan

dikonsolidasikan dalam laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Upaya peningkatan kinerja pelayanan maupun kinerja keuangan dilakukan dengan

memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan.

Pendapatan BLU dapat bersumber dari APBN, jasa layanan, hibah atau sumbangan dari

masyarakat. Pendapatan BLU dapat digunakan secara langsung untuk membiayai 44

Page 45: 2. modul keuangan lanjutan i

belanjanya. Dalam pelaksanaan anggaran belanja, BLU juga diberikan pengecualian untuk

tidak mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa sebagaimana yang berlaku di

pemerintahan karena alasan efisiensi dan produktivitas. Di samping itu BLU juga

diperkenankan memperoleh pinjaman untuk mendanai kegiatannya.

Untuk menjaga kinerja pelayanan dan kinerja keuanga BLU maka diperlukan adanya

pembinaan. Pembinaan keuangan BLU dilakukan oleh Menteri Keuangan sedangkan

pembinaan teknis dilakukan oleh kementerian teknis yang membawahinya.

45

Page 46: 2. modul keuangan lanjutan i

BAB IV

PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN

A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntutan masyarakat yang harus

dipenuhi. Salah satu pilar tata kelola tersebut adalah akuntabilitas. Pada dasarnya

penyelenggara negara wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada masyarakat,

berupa akuntabilitas keuangan (financial accountability) dan akuntabilitas kinerja

(performance accountability). Dengan pola pertanggungjawaban yang demikian,

Pemerintah tidak hanya dituntut untuk mempertanggungjawabkan uang yang dipungut dari

rakyat tetapi juga dituntut tuntuk mempertanggungjawabkan atas hasil-hasil yang

dicapainya.

Pola pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan negara dikembangkan sejalan

dengan teori keagenan (agency Theory). Pada prinsipnya, Pemerintah merupakan orang

suruhan atau agen dari rakyat. Rakyat dalam hal ini diwakili oleh DPR. Pemerintah diberi

kekuasaan untuk memungut uang dari rakyat berdasarkan Undang-Undang. Setiap

tahunnya anggaran pendapatan dan belanja dituangkan dalam Undang-undang APBN.

Pemerintah yang memungut, Pemerintah yang mengelola, maka Pemerintah juga

berkewajiban untuk mencatat (mengakuntansikan) dan melaporkannya kepada rakyat

melalui DPR. Dalam rangka meyakini bahwa laporan dimaksud telah menyaajikan kondisi

yang sesungguhnya serta Pemerintah telah menaati ketentuan peraturan perundang-

undangan, maka laporan keuanga tersebut wajib diperiksa oleh pemeriksa yang indipenden.

Berdasarkan UUD 45 yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan

keuangan pemerintah adalah BPK RI.

Gambar atas pola pertnggungjawaban tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

46

Page 47: 2. modul keuangan lanjutan i

3

LEMBAGA

PERWAKILAN

HUBUNGAN KONTRAK PRINSIPAL–AGEN: SOLUSI

Akuntansi Pelaporan

Auditing

PRINSIPAL

RAKYAT

AGEN

PEMERINTAH

Ketentuan Undang-Undang

Rencana Kerja/ RK Anggaran

AKUNTABILITAS

Laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan. Laporan

keuangan setidak-tidaknya terdiri dari:

Neraca;

Laporan Realisasi Anggaran;

Laporan Arus Kas; dan

Catatan atas laporan Keuangan.

Laporan keuangan yang disampaikan dalam RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan

APBN adalah laporan keuangan yang telah diaudit BPK RI. Laporan keuangan ini paling

lambat disampaikan ke DPR pada akhir bulan Juni tahun berikutnya. Laporan keuangan

dilampiri dengan Laporan Kinerja dan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara dan

badan lainnya. Laporan keuangan disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung jawab atau

Statement Of Responsibility (SOR). Laporan keuangan pertanggungjawaban atas

pelaksanaan APBN tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

47

Page 48: 2. modul keuangan lanjutan i

Dari gambar tersebut tampak bahwa terdapat lampiran yang bersifat wajib dan diamanatkan

dalam undang-undang, yaitu laporan kinerja dan laporan keuangan BUMN dan badan

lainnya. Yang dimaksud dengan badan lainnya, saat ini yang ada di Pemerintah adalah

Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN).

Laporan Keuangan Pemerintah disusun dengan menggabungkan seluruh laporan keuangan

Kemeneterian negara/Lembaga selaku pengguna anggaran dengan laporan keuangan

Bendahara Umum Negara. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga ini harus

disampaikan ke Presiden melalui Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan setelah

tutup tahun anggaran.

Dengan memperhatikan pengaturan tentang pengelolaan kas negara yang dilakukan oleh

Bendahara Umum Negara maka kementerian negara/lembaga sebagai pengguna anggaran

tidak diwajibkan menyusun Laporan Arus Kas. Yang menyusun Laporan Arus Kas hanya

Bendahara Umum Negara.

B. STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

Laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan

(SAP). Dalam hal ini tampak jelas bahwa tidak hanya penyajiannya yang harus sesuai

dengan SAP tetapi juga penyusunannya. Dengan demikian sistem akuntansi yang

digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan juga harus dibangun sesuai dengan SAP.

SAP merupakan pedoman umum dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.

Kesesuaian dengan SAP mencerminkan tingkatan akuntabilitas dan transparansi dalam

pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu penyusunan dan penyajian laporan 48

Page 49: 2. modul keuangan lanjutan i

keuangan yang sesuai dengan SAP merupakan salah satu kriteria bagi BPK RI dalam

melmberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan.

Berdasarkan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU 1/2004 tentang

Perbendaharaan Negara, SAP disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP).

KSAP merupakan suatu komite yang independen dengan komite kerja. beranggotakan 9

orang. KSAP telah mengeluarkan SAP yang tertuang dalam PP 24/2005.

C. SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN

Sistem akuntansi pemerintahan merupakan rangkaian secara sistematik dari prosedur,

penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak

analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah.

Dengan demikian sistem akuntansi merupakan suatu wadah untuk memproses data

keuangan sampai dihasilkannya informasi keuangan yang disajikan dalam laporan

keuangan.

Sistem akuntansi untuk Pemerintah Pusat ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sistem

akuntansi ini disusun susuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Dengan demikian

maka laporan keuangan yang dihasilkan akan sesuai dengan Standar Akuntansi

Pemerintahan.

Akuntansi Pemerintahan pada dasarnya merupakan akuntansi anggaran. Oleh karena itu

sistem akuntansi yang baik seharusnya terintegrasi dengan sistem anggaran. Apabila hal ini

dijalankan, maka akan terdapat konsistensi dalam perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan, akuntansi dan pertanggungjawaban anggaran.

Sistem akuntansi Pemerintah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku untuk seluruh

kementerian negara/lembaga. Sistem ini diperlukan untuk tujuan tiga hal. Pertama adalah

untuk menetapkan prosedur yang harus diikuti oleh pihak-pihak yang terkait sehingga jelas

pembagian kerja dan tanggung jawab diantara mereka. Kedua adalah untuk

terselenggarakannya pengendalian intern untuk menghindari terjadinya penyelewengan.

Terakhir adalah untuk menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk

pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dimana jenis dan isi diatur oleh PP 24/2005

tentang SAP. Pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan tersebut, secara umum tata

cara dan tanggung jawab pelaporan diatur dalam PP 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan

dan Kinerja Instansi Pemerintah.

49

Page 50: 2. modul keuangan lanjutan i

50

Page 51: 2. modul keuangan lanjutan i

BAB V

PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN

TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

A. LINGKUP PEMERIKSAAN

Pemerintah, baik pusat maupun daerah mengemban amanat untuk menjalankan tugas

pemerintahan melalui peraturan perundang-undangan. Untuk penyelenggaraan

pemerintahan dimaksud, pemerintah memungut berbagai macam jenis pendapatan dari

rakyat, kemudian membelanjakannya untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka

pelayanan kepada rakyat. Dalam hal ini kedudukan pemerintah adalah sebagai agen dari

rakyat, sedangkan rakyat sebagai prinsipalnya. Sebagai agen, pemerintah wajib

mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya kepada rakyat yang diwakili oleh

DPR/DPRD.

Dalam pola hubungan antara Pemerintah sebagai agen dan DPR sebagai wakil dari

prinsipal, terdapat ketidakseimbangan pemilikan informasi. Lembaga perwakilan tidak

mempunyai informasi secara penuh apakah laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan

keuangan daerah dari eksekutif telah mencerminkan kondisi yang sesungguhnya, apakah

telah sesuai semua peraturan perundang-undangan, menerapkan sistem pengendalian

intern secara memadai dan pengungkapan secara paripurna. Oleh karena itu diperlukan

pihak yang kompeten dan independen untuk menguji laporan pertanggungjawaban tersebut.

Lembaga yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan pertanggungjawan

tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketentuan tentang pemeriksaan oleh

BPK diatur dalam UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan

Keuangan Negara. Sedangkan ketentuan tentang Badan Pemeriksa Keuangan sebagai

institusi pemeriksa diatur dalam UU 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD RI tahun 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas

BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan dan pemeriksaan atas tanggung

jawab keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara.

Oleh karena itu kepada BPK diberikan kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis

pemeriksaan, yaitu:

1. Pemeriksaan keuangan

2. Pemeriksaan kinerja

3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu

51

Page 52: 2. modul keuangan lanjutan i

1. PEMERIKSAAN KEUANGAN

Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah.

Pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka pemberian opini atas kewajaran penyajian laporan

keuangan. Hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK akan menghasilkan opini yang

merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan

yang disajikan. Kriteria untuk pemberian opini adalah sebagai berikut:

a. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan;

b. Kecukupan pengungkapan;

c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan

d. Efektivitas sistem pengendalian intern.

Penilaian atas empat hal di atas akan menentukan suatu opini. Ada empat macam opini

yang diberikan pemeriksa, yaitu:

a. Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);

b. Wajar dengan pengecualian (qualified opinion);

c. Tidak wajar (adversed opinion);

d. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).

Opini wajar tanpa pengecualian diberikan jika pos-pos laporan keuangan tidak mengandung

salah saji material dan laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar. Opini

wajar dengan pengecualian jika terdapat pos-pos tertentu dalam laporan keuangan

mengandung salah saji secara material namunsecara keseluruhan tidak mengganggu

kewajaran laporan keuangan. Opini tidak wajar diberikan jika pos-pos laporan keuangan

mengandung salah saji material sehingga laporan keuangan secara keseluruhan tidak

wajar. Opini disclaimer diberikan jika pemeriksa tidak dapat memperoleh keyakinan atas

kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

2. PEMERIKSAAN KINERJA

Pemeriksaan kinerja sering juga disebut value for money audit. Pemeriksaan kinerja adalah

pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas efektivitas.

Pemeriksaan ini lazim dilakukan oleh aparat penawasan intern untuk kepentingan jajaran

52

Page 53: 2. modul keuangan lanjutan i

manajemen. Namun demikian UUD RI tahun 1945 juga mengamanatkan kepada BPK untuk

melakukan pemeriksaan kinerja, terutama untuk mengidentifikasi area-area yang potensial

untuk peningkatan kinerja yang menjadi perhatian lembaga perwakilan.

Hasil pemeriksaan kinerja adalah temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Pemeriksaan

kinerja antara lain dilakukan dengan melakukan evaluasi atas efisiensi pelaksanaan

kegiatan serta efektivitas suatu program, pemeriksaan kinerja tidak dapat dilepaskan dari

hierarki kriteria dan indikator kinerja. Hierarki tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Adapun bagi pemerintah, pemeriksaan kinerja ini dimaksudkan untuk mengarahkan agar

sumber daya yang tersedia dimanfaatkan secara efisien dan efektif untuk pelayanan kepada

masyarakat.

3. PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU

Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan

khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam

pemeriksaan ini adalah pemeriksaan pemeriksaan atas hal-hal lain yang bersifat keuangan,

pemeriksaan atas sistem pengendalian intern, dan pemeriksaan investigatif.

Hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah kesimpulan. Dalam hal pemeriksaan

investigatif, apabila diketemukan adanya indikasi tindak pidana atau tindakan yang

53

Page 54: 2. modul keuangan lanjutan i

membawa dampak pada kerugian negara, BPK segera melaporkannya kepada instansi

yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

B. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

BPK mempunyai kebebasan dan kemandirian dalam melaksanakan pemeriksaan.

Kemandirian ini termasuk dalam perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan,

maupun penyusunan dan penyajian laporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam

perencanaan mencakup penetapan obyek pemeriksaan (auditee), kecuali untuk obyek

pemeriksaan yang telah diatur dalam undang-undang atau berdasarkan permintaan khusus

dari lembaga perwakilan.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan informasi dari berbagai pihak

yang kompeten dan terkait, seperti hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern

pemerintah, masukan dari lembaga legislatif, serta informasi dari pihak lain yang andal.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan anggaran serta sumber daya

yang dimiliki secara mandiri dan akuntabel. Dengan mekanisme yang demikian diharapkan

BPK dapat memfokuskan pemeriksaannya pada hal-hal yang menjadi perhatian lembaga

legislatif serta pada berbagai hal yang berdampak pada kewajaran penyajian laporan

keuanga, efisiensi, dan efektifitas program dan kegiatan.

Selama menjalankan pemeriksaan BPK dapat nmengakses data yang diperlukan, meminta

informasi dari orang-orang terkait, memperoleh bukti dokumen, wawancara, maupun bukti

fisik untuk mendukung hasil pemeriksaannya, termasuk melakukan penyegelan tempat

penyimpanan uang, barang, atau dokumen jika dipandang perlu.

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengamanatkan bahwa pemeriksaan harus

dilaksanakan oleh pemeriksa yang kompeten. Apabila BPK tidak mempunyai tenaga ahli

pada bidang tertentu, sementara keahlian ini diperlukan, maka BPK dapat menggunakan

bantuan tenaga ahli dari luar BPK.

C. HASIL PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT

Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) segera

setelah berakhirnya pemeriksaan. LHP ini disampaikan kepada lembaga perwakilan sesuai

dengan kewenangannya. Di samping itu pada saat yang bersamaan, LHP ini juga

disampaikan kepada Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota untuk ditindaklanjuti. Hasil

pemeriksaan BPK akan digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi atau

54

Page 55: 2. modul keuangan lanjutan i

melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Di samping itu pemerintah

berkewajiban menyampaikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan. Tanggapan ini

wajib dimuat dalam LHP. Dengan dimuatnya tanggapan ini maka pengguna dapat

memperoleh informasi secara berimbang dari pemeriksa dan dari obyek yang diperiksa

(auditee).

BPK wajib menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan yang dilakukan selama 1 (satu) semester.

Ikhtisar ini disampaikan kepada lembaga legislatif sesuai dengan kewenangannya dan

kepada Presiden serta Gubernur/Bupati/walikota yang bersangkutan agar memperoleh

infrmasi secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan.

Hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga legislatif berarti telah

dipertanggungjawabkan kepada publik. Oleh karena itu terhadap hasil pemeriksaan yang

tersebut dinyatakan terbuka untuk umum, sehingga dapat diakses oleh masyarakat.

Pemerintah berkewajiban melaksanakan tindak lanjut atas rekomendasi BPK. BPK wajib

memantau perkembangan pelaksanaan tindak lanjut tersebut serta menginformasikannya

kepada lembaga legislatif terkait.

D. PIDANA, SANKSI, DAN GANTI RUGI

Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, menteri/pimpinan lembaga

selaku pengguna anggaran bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan

dalam UU APBN. Kebijakan pemerintah dituangkan dalam bentuk program. Dengan

demikian maka menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas outcome yang dicapai.

Program pemerintah dilaksanakan oleh kegiatan. Kegiatan dilaksanakan oleh unit

organisasi atau satuan kerja tertentu. Oleh karena itu pimpinan unit organisasi bertanggung

jawab atas pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian pimpinan unit organisasi bertangging

jawab atas capaian ouput atas kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam UU

17/2003 ditegaskan bahwa menteri/pimpinan lembaga ataupun pimpinan unit organisasi

yang melakukan penyimpangan program/kegiatan dikenakan sanksi. Sanksi di sini dapat

berupa sanksi administratif, pidana, atau denda sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Ketentuan tentang sanksi ini merupakan upaya preventif yang

berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya UU APBN.

Selanjutnya terhadap pejabat negara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain

yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung maupun tidak

langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian. Setiap

kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada

55

Page 56: 2. modul keuangan lanjutan i

menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada BPK paling lambat 7 (tujuh) hari kerja

setelah kerugian diketahui.Kepada mereka yang mengakibatkan kerugian negara segera

dimintakan surat pernyataan kesanggupan untuk mengganti kerugian dimaksud. Apabila

surat kesanggupan tidak diperoleh maka menteri/pimpinan lembaga dapat menerbitkan

surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.

Disamping itu terdapat prinsip yang berlaku universal bahwa siapa yang diberi wewenang

untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga, atau

barang milik negara bertanggung jawab secara pribadi atas kekurangan yang terjadi dalam

pengurusannya. Pengenaan ganti kerugian untuk bendahara dilakukan oleh BPK.

Daftar Pustaka

_______________. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

_______________. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional

56

Page 57: 2. modul keuangan lanjutan i

_______________. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

_______________. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara.

_______________. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

_______________. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja

Pemerintah

_______________. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 Tentang Penyusunan

Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

_______________. SEB antara Menteri Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Bappenas dengan Menteri Keuangan tanggal 19 Juni 2009

No.0142/MPN/06/2009 dan No. SE-1848/MK/2009 perihal Pedoman Reformasi

Perencanaan dan Pembangunan

_______________. Peraturan Menteri Keuangan No. 104/PMK.02/2010 tahun 2010

Tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran

Kementrian Negara/Lembaga tahun 2011.

Salvatore Schiavo-Campo, Managing Government Expenditure, Asian Development

Bank (ADB) 1999.

Masdiasmo, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit ANDI Yogyakarta, 2005.

Deddi Noordiawan, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Salemba Empat, 2006.

Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan dan

Pembangunan Nasional (BAPPENAS) & Departemen Keuangan, Modul 1 Kerangka

Pemikiran Reformasi Perencanaan dan Penganggaran, 2009.

57

Page 58: 2. modul keuangan lanjutan i

Bahan Sosialisasi dan Powerpoint Reformasi Perencanaan dan Penganggaran

Modul overview Keuangan Negara, Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan

Pemerintah, Departemen Keuangan, 2008

Modul Perencanaan dan Penganggaran, Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan

Pemerintah, Departemen Keuangan, 2008

Performance budgeting in OECD countries, ORGANISATION FOR ECONOMIC CO-

OPERATION AND DEVELOPMENT (OECD), 2007.

Bambang Sancoko, Djang Tjik A.S., Noor Cholis Madjid dan Sumini, Kajian terhadap

Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja di Indonesia, Badan Pendidikan dan

Pelatihan Keuangan, 2008.

Tricakti Wahyuni, Penganggaran Berbasis Kinerja pada Kementrian/Lembaga : Masih

harus banyak berbenah, http://www.bpkp.go.id.

Puji Agus, SST., Ak , Widyaiswara Muda Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan

MODUL Pengantar Anggaran Berbasis Kinerja

58