2. materi dr. manoeferis acs yogya2

15
Acute Coronary Syndrome: Do and Don’t Manoefris Kasim I. PENDAHULUAN Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian terbanyak di negara-negara industrI termasuk Indonesia. Sindroma koroner akut (SKA) merupakan prevalensi tertinggi dan menyebabkan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Data di Pusat Jantung Nasional memperlihatkan bahwa angka perawatan Rumah Sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 dan masih merupakan masalah utama sampai saat ini. Definisi universal dari infark miokard adalah terdeteksinya peningkatan dan atau penurunan dari biomarker jantung (troponin) dengan setidaknya 1 nilai diatas persentil 99 dari batas atas dengan 1 dari kriteria berikut : symptom dari iskemia, pada pemeriksaan EKG didapatkan perubahan ST segmen/ LBBB baru atau diduga baru, adanya perubahan dari gelombang Q, bukti pencitraan adanya miokard viable yang menghilang atau adanya gerakan dinding jantung abnormal yang baru, identifikasi adanya trombus intrakoroner yang didapat dari angiografi koroner atau otopsi. Telah diketahui bahwa SKA mempunyai presentasi klinis yang luas. Hal ini diakibatkan karena adanya plak atherosclerosis yang ruptur atau erosi dengan berbagai 1

Upload: icetea-kokom

Post on 28-Sep-2015

72 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

seminar

TRANSCRIPT

8

Acute Coronary Syndrome: Do and DontManoefris Kasim

I. PENDAHULUANPenyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian terbanyak di negara-negara industrI termasuk Indonesia. Sindroma koroner akut (SKA) merupakan prevalensi tertinggi dan menyebabkan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Data di Pusat Jantung Nasional memperlihatkan bahwa angka perawatan Rumah Sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 dan masih merupakan masalah utama sampai saat ini.Definisi universal dari infark miokard adalah terdeteksinya peningkatan dan atau penurunan dari biomarker jantung (troponin) dengan setidaknya 1 nilai diatas persentil 99 dari batas atas dengan 1 dari kriteria berikut : symptom dari iskemia, pada pemeriksaan EKG didapatkan perubahan ST segmen/ LBBB baru atau diduga baru, adanya perubahan dari gelombang Q, bukti pencitraan adanya miokard viable yang menghilang atau adanya gerakan dinding jantung abnormal yang baru, identifikasi adanya trombus intrakoroner yang didapat dari angiografi koroner atau otopsi.Telah diketahui bahwa SKA mempunyai presentasi klinis yang luas. Hal ini diakibatkan karena adanya plak atherosclerosis yang ruptur atau erosi dengan berbagai derajat dari superimpose thrombosis dan embolisasi distal yang mengakibatkan perfusi miokard yang turun. Hal ini dapat mengancam jiwa pasien, sehingga dibutuhkan stratifikasi yang memudahkan klinisi untuk mengambil keputusan penanganan secara medika mentosa termasuk tindakan revaskularisasi.

II. DIAGNOSISDalam menegakkan suatu SKA, diperlukan adanya keluhan nyeri dada atau perasaan tidak nyaman di dada, pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan pemeriksaan laboratorium enzim jantung. Apabila ditemukan pasien dengan nyeri dada diikuti oleh peningkatan segmen ST atau LBBB baru/diduga baru di EKG, maka diagnosis pasien tersebut adalah ST elevasi SKA (STE-SKA) dimana kebanyakan dari pasien ini akan menjadi ST Elevasi Miokardi Infark (STEMI). Berikutnya, bila pasien mengeluh nyeri dada khas namun tanpa peningkatan segmen ST dari EKG, maka pasien ini masuk ke dalam Non- ST Elevasi SKA (NSTE-SKA). NSTE-SKA memnpunyai 2 tipe yakni Non ST Elevasi miokard infark (NSTEMI) dan Angina pectoris tidak stabil/ Unstable Angina Pectoris (UAP). Dalam membedakan ke duanya diperlukan pemeriksaan laboratorium enzim jantung. Bila enzim jantung meningkat maka diagnosis dari pasien tersebut adalah NSTEMI dan bila enzim jantung tidak meningkat, maka diagnosisnya menjadi UAP (Gambar . 1)

Gambar . 1Dikutip dari ESC guidelines for the management of acute coronary syndrome without persisten ST Elevation 2011

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah peningkatan enzim jantung troponin juga dapat ditemukan pada keadaan yang dapat mengancam jiwa seperti gangguan ginjal, gagal jantung, krisis hipertensi, taki-bradi aritmia, emboli paru, miokarditis, diseksi aorta, kardiomiopati dll. Sehingga anamnesis yang cermat, analisa EKG yang tepat dapat memberikan diagnosis SKA dengan akurat

Dokter lini pertama, selain dapat menegakkan diagnosis juga diharapkan dapat melakukan stratifikasi risiko mortalitas di dalam rumah sakit dan 6 bulan paska event SKA (UAP dan NSTEMI). Stratifikasi yang mudah dan sering di gunakan adalah Global Registry of Acute Coronary Syndrome (GRACE) Risk Score (table 1). Sementara untuk risiko perdarahan dapat menggunakan score Can Rapid risk stratification of Unstable angina patient Suppress Adverse outcome with Early Implementation (CRUSADE risk score)(table 2)Table 1. GRACE Risk Score

Dikutip dari ESC guidelines for the management of acute coronary syndrome without persisten ST Elevation 2011

Pemeriksaan pencitraan non invasive dalam menegakkan diagnosis SKA juga sangat diperlukan. Pemeriksaan yang dapat digunakan adalah ekokardiografi. Pemeriksaan ini dapat menilai penurunan fungsi ventikel kiri yang dapat mempengaruhi prognosis, sekaligus dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding dari nyeri dada akibat diseksi aorta, emboli paru, stenosis aorta, hipertrofi kardiomiopati dan pericardial efusi. Namun penggunaannya masih terkendala masalah operator dan belum tersedianya rutin di UGD RS. Pemeriksaan lain adalah MRI kardiak, dimana pasian dengan nyeri dada namun EKG dan enzim jantung dalam batas normal, dapat menjalani pemeriksaan ini. MRI kardiak dapat berguna untuk studi viabilitas dan mendeteksi miokarditis, namun sekali lagi penggunaannya masih belum banyak. Begitu juga pemeriksaan lain seperti studi nuklir untuk perfusi miokardial dan CT angiografi (II.A)

Table 2. CRUSADE Bleeding Score

Dikutip dari ESC guidelines for the management of acute coronary syndrome without persisten ST Elevation 2011

Pemeriksaan invasive angiografi koroner merupakan standar baku dalam menyediakaan informasi dari SKA. Pada pasien dengan gangguan hemodinamik (edema paru, hipotensi, dan aritmia yang mengacam jiwa) disarankan untuk melakukan pemeriksaan ini setelah pemasangan Intra Aortic Balloon Pump (IABP)

Table 3. KONTRAINDIKASI FIBRINOLITIK

Dikutip dari ESC guidelines for the management of acute coronary syndrome with persisten ST Elevation 2012

III. TATALAKSANA

Tatalaksana pasien dengan SKA membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat. Hal ini sudah dilakukan pada saat pasien pertama kali betemu dengan tenaga medis. Dokter umum/paramedis merupakan lini terdepan dalam penanganan SKA. Pemberian obat anti iskemik kerja cepat dan anti platelet dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pasien SKA di kemudian hari. Oksigen dapat diberikan bila pasien mengalami hipoksemia (Sat O2 < 95%) sesak nafas atau gagal jantung akut (I.C), Nitrat oral diberikan untuk mengurangi angina dan pemberian nitrat iv bila angina rekuran atau ada tanda-tanda gagal jantung (I.C), aspirin (aspilet) diberikan dengan dosis 150-300mg dikunyah pada pasien tanpa kontraindikasi (I.A), obat ini merupakan obat standar yang dapat ditemukan pada pelayanan primer dan dapat diberikan sebelum merujuk pasien SKA ke RS. Obat lain yang dapat diberikan adalah P2Y inhibitor (clopidogrel) (I.A). Pada pasien dengan STEMI, dokter lini pertama dapat melakukan revaskularisasi dengan pemberian fibrinolitik. Penanganan revaskularisasi dini merupakan pilihan utama dalam penanganan SKA terutama STEMI dengan onset < 12 jam. Pilihan revaskularisasi dapat berupa Primary Percutaneous Coronary Intervention (Primary PCI) atau fibrinoltik. Kontraindikasi pemberian fibrinolitik harus ditanyakan sebelum pemberian obat tsb. Kontraindikasi fibrinolitik dapat dilihat pada table 3.

What General Practitioner Should DO: NSTEMI/UAP

STEMI

What General Practitioner DONT DO: