2. landasan teori 2.1 pengecoran cetakan pasir

22
4 UNIVERSITAS KRISTEN PETRA 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir Prinsip dasar proses pengecoran logam adalah meleburkan logam sampai mencair kemudian menuangkan cairan logam tersebut ke dalam rongga cetakan. Oleh karena sifatnya, cairan logam akan menyesuaikan dengan bentuk rongga cetakan sehingga didapatkan bentuk yang sesuai dengan cetakan setelah cairan logam tersebut membeku. Berdasarkan sifat cairan yang mengisi ke segala ruang, proses pengecoran memiliki kemampuan untuk memproduksi bentuk produk yang rumit, produk yang berongga dan dimensi produk yang tidak terbatas. Berdasarkan cara logam cair masuk ke dalam rongga cetakan, sistem pengecoran dibagi menjadi dua jenis, yaitu: Sistem gravitasi (gravity system) Sistem tekanan (pressure system) Pengecoran sistem gravitasi adalah pengecoran dimana logam cair dituangkan ke dalam sistem saluran masuk secara gravitasi sehingga oleh karena tekanan gravitasi, cairan logam mengisi ke segala ruang dalam rongga cetakan. Sedangkan pengecoran sistem tekanan, kemampuan logam cair mengisi seluruh rongga cetakan dengan bantuan tekanan dari gaya luar. Pengecoran cetakan pasir merupakan salah satu dari sekian banyak metoda proses pengecoran yang menganut sistem gravitasi. 2.1.1 Cetakan Pengecoran berdasarkan cetakan dapat dibedakan menjadi: Pengecoran dengan cetakan sekali pakai (expendable mold casting) Contohnya: sand casting, shell molding, dll. Pengecoran dengan cetakan yang dipakai berulang kali (multiple-use mold cating) Contohnya: die casting

Upload: others

Post on 10-Dec-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

4 UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

2. LANDASAN TEORI

2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

Prinsip dasar proses pengecoran logam adalah meleburkan logam sampai

mencair kemudian menuangkan cairan logam tersebut ke dalam rongga cetakan.

Oleh karena sifatnya, cairan logam akan menyesuaikan dengan bentuk rongga

cetakan sehingga didapatkan bentuk yang sesuai dengan cetakan setelah cairan

logam tersebut membeku. Berdasarkan sifat cairan yang mengisi ke segala ruang,

proses pengecoran memiliki kemampuan untuk memproduksi bentuk produk yang

rumit, produk yang berongga dan dimensi produk yang tidak terbatas.

Berdasarkan cara logam cair masuk ke dalam rongga cetakan, sistem

pengecoran dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

• Sistem gravitasi (gravity system)

• Sistem tekanan (pressure system)

Pengecoran sistem gravitasi adalah pengecoran dimana logam cair

dituangkan ke dalam sistem saluran masuk secara gravitasi sehingga oleh karena

tekanan gravitasi, cairan logam mengisi ke segala ruang dalam rongga cetakan.

Sedangkan pengecoran sistem tekanan, kemampuan logam cair mengisi seluruh

rongga cetakan dengan bantuan tekanan dari gaya luar. Pengecoran cetakan pasir

merupakan salah satu dari sekian banyak metoda proses pengecoran yang

menganut sistem gravitasi.

2.1.1 Cetakan

Pengecoran berdasarkan cetakan dapat dibedakan menjadi:

• Pengecoran dengan cetakan sekali pakai (expendable mold casting)

Contohnya: sand casting, shell molding, dll.

• Pengecoran dengan cetakan yang dipakai berulang kali (multiple-use mold

cating)

Contohnya: die casting

Page 2: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

5

Cetakan (rongga cetakan) dapat dibuat dari logam atau bahan non logam.

Cetakan pasir hanya dapat digunakan sekali pakai saja, berbeda dengan cetakan

logam yang dapat dipergunakan berulang kali.

Cetakan logam menghasilkan permukaan produk cor halus, dibandingkan

dengan cetakan pasir. Pada cetakan logam menghasilkan gardien temperatur yang

besar pada permukaan produk cor, sedangkan cetakan pasir menghasilkan gradien

temperatur yang kecil. Dengan demikian, cetakan dari bahan logam maupun

cetakan dari bahan non logam memiliki keunggulan dan keterbatasan masing-

masing.

Pada cetakan pasir, setelah produk cor membeku, untuk mengeluarkan

produk cor, cetakan harus dihancurkan. Pasir dari cetakan yang dihancurkan tadi

dapat digunakan kembali untuk pembuatan cetakan setelah ditambah air dan

diaduk hingga merata. Namun demikian, cetakan dari bahan logam maupun

cetakan dari bahan pasir memiliki keunggulan dan keterbatasan masing-masing.

Kelebihan cetakan dari bahan logam:

• Dapat digunakan berulang kali

• Permukaan produk cor lebih halus

• Efisien jika digunakan untuk produksi masal

• Dapat dipakai pada proses semi otomatis

Kekurangan cetakan dari bahan logam:

• Biaya pembuatan cetakan mahal

• Tidak dapat digunakan untuk benda kerja yang rumit

• Rawan terjadinya cacat blowhole karena kurangnya permaebilitas cetakan

Kelebihan cetakan dari bahan pasir:

• Biaya pembuatan cetakan murah

• Permaebilitas cetakan bagus

• Hampir dapat digunakan untuk pengecoran semua jenis logam

Page 3: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

6

• Dapat digunakan untuk produk cor yang rumit dan ukuran tak terbatas

Pasir cetak yang paling umum digunakan adalah pasir gunung, pasir

pantai, pasir sungai, dan pasir silika. Semuanya memiliki unsur utama SiO2. Pasir

silika memiliki bagian SiO2 terbanyak yaitu lebih dari 95 %. Pasir cetak yang

digunakan harus memiliki persyaratan sebagai berikut :

• Kuat menahan berat logam cair

• Tahan terhadap erosi

• Mampu dilewati sejumlah gas

• Tahan terhadap temperatur tinggi

• Mampu bentuk

• Permeabilitas yang sesuai

2.1.2 Sistem Saluran Pengecoran

Sistem saluran (gating system) adalah jalan masuk logam cair menuju ke

rongga cetakan. Sistem saluran pada pengecoran seperti yang ditunjukkan pada

gambar 2.1 terdiri dari:

• Cawan tuang (pourin basin)

• Saluran turun (sprue)

• Saluran horisontal (runner)

• Gate

Gambar 2.1. Sistem Saluran Pada Pengecoran [2]

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sistem saluran pada pengecoran yaitu: [1]

Page 4: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

7

• Logam mampu mengalir melalui sistem saluran dengan turbulensi dan aspirasi

gas seminimum mungkin untuk mencegah terperangkapnya gas.

• Rongga cetakan harus dapat diisi secara penuh dalam waktu yang sesingkat

mungkin.

• Gradien temperatur logam yang serendah mungkin serta memungkinkannya

terjadinya directional solidification ke arah riser.

Untuk mencapai syarat-syarat diatas secara maksimal maka perlu mengontrol

penuangan, penggunaan peralatan untuk penuangan, temperatur tuang bahan dan

rancangan yang benar mengenai sprue, runner, gate, dan riser.

2.1.2.1 Cawan tuang (Pourin Basin)

Cawan tuang (gambar 2.2) berfungsi untuk membantu sistem aliran cairan

logam untuk mengalir sebaik mungkin. Pourin basin diharapkan berdimensi

besar dan ditempatkan cukup dekat dengan tepi kerangka cetak, agar proses

penuangan bisa berlangsung cepat. Pada saat penuangan, pourin basin diharapkan

selalu dipertahankan penuh, dengan tujuan agar logam cair masuk secara merata

ke rongga ceakan dan menghindari terjadinya pembekuan terlebih dahulu pada

gate.

Gambar 2.2 Variasi Pouring Basin [1] (sumber: Principles of Foundry Technology)

Page 5: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

8

2.1.2.2 Saluran turun (Sprue)

Merupakan saluran vertikal yang melalui cope (kerangka cetak atas) yang

menghubungkan antara cawan tuang dengan runner (saluran horisontal) atau gate.

Ukuran sprue harus memenuhi kondisi tertentu. Sprue harus cukup kecil untuk

dapat mempertahankan sprue terisi penuh cairan logam selama proses penuangan.

Selain itu, untuk menjamin aliran cairan logam memasuki rongga cetakan tanpa

menimbulkan turbulensi maupun pusaran.

Pada saat yang sama, ukuran sprue harus cukup besar untuk menjamin

rongga cetakan terisi penuh tanpa menimbulkan laps, seams, atau mis-run serta

mencegah terjadinya aspirasi gas, hal ini ditunjukkan pada gambar 2.3. Bentuk

sprue harus tirus ke bawah dengan tujuan untuk menghindari terjadinya aspirasi

gas dan kerusakan logam. Dasar sprue dibuat lebih besar dan lebih dalam

daripada runner. Bagian yang dibuat lebih dalam dan lebih besar ini disebut sprue

well yang berfungsi untuk menyerap energi kinetik.

a b

Gambar 2.3 Efek Rancangan Sprue [1]

Keterangan gambar :

a. ada aspirasi

b. tidak ada aspirasi dan turbulen

2.1.2.3 Saluran horisontal (runner)

Runner digunakan untuk menghubungkan bagian dasar sprue dengan gate.

Berikut ini beberapa tipe dari runner:

Page 6: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

9

Gambar 2.4 Runner [1]

(sumber: Principles of Foundry Technology)

Keterangan gambar :

a. runner lurus (straight runner)

b. runner tirus (tapered runner)

c. runner dengan saluran masuk bertingkat (step

gate)

d. runner dengan ukuran yang sama (uniform size

runner)

e. runner dengan distribusi cairan logam yang

sama (runner for even distribution of metal)

2.1.2.4 Saluran masuk (gate)

Tempat laluan cairan logam terakhir sebelum masuk ke rongga cetakan.

Lokasi dan ukuran gate disusun sedemikian hingga cairan logam dapat masuk ke

rongga cetakan dengan secepat mungkin. Macam-macam bentuk dari saluran

masuk ditunjukkan pada gambar 2.5.

Page 7: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

10

Gambar 2.5 Saluran masuk [1]

2.1.2.5 Riser

Riser adalah sistem saluran yang berfungsi untuk menampung kelebihan

logam cair, sebagai cadangan bila terjadi penyusutan dan juga berfungsi sebagai

pemberat dan pengumpan untuk menyuplai cairan logam kepada produk cor.

Bentuk riser ini berupa potongan lubang yang berada pada cetakan atas (cope)

yang memperbolehkan cairan logam untuk naik, sehingga akan memudahkan bagi

penuang untuk melihat apakah cairan logam sudah mengisi seluruh rongga

cetakan. Riser memfasilitasi keluarnya gas, uap dan udara dari rongga cetakan.

Persyaratan utama riser yang efektif yaitu:

• Volumenya cukup sampai bagian terakhir produk cor menyusut.

• Mampu mengatasi penampang yang tipis yang membutuhkan pengumpan.

• Riser mampu mengatasi gradien temperatur sehingga arah pembekuan tetap

mengarah ke arah riser.

• Sifat fluiditas cairan logam cukup untuk mempertahankan temperatur logam

dalam keadaan cair.

Oleh karena itu ukuran riser harus diperhitungkan dengan baik sehingga

efisiensi penambah dapat dioptimalkan. Riser akan memberikan logam cair ke

dalam rongga cetakan untuk mengimbangi penyusutan akibat pembekuan produk

cor.

Penempatan riser seharusnya dipilih berdasarkan desain pengecoran dan

kecepatan logam cair untuk membeku. Riser dapat diletakkan di bagian atas

maupun di bagian samping dari rongga cetak. Riser yang berada diatas ini

Page 8: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

11

dipergunakan untuk mencetak logam yang ringan Karena mendapatkan

keuntungan dari penekanan berat logam itu sendiri.

2.2 Karakteristik Alumunium

Alumunium sangat luas penggunaannya dalam bidang industri karena

karakteristik yang dimilikinya antara lain : [1]

Strength-to weight ratio yang tinggi

Ketahanan terhadap korosi yang baik

Memiliki konduktivitas termal dan elektris yang baik

Kemudahan dalam proses pembentukan dan permesinan

Tabel 2.1. Klasifikasi Alumunium berdasarkan paduannya [3]

Elemen Paduan Kelompok

Alumunium (min. 99% atau lebih) Tembaga (Cu) Silikon(Si) dengan (Cu) atau (Mg) Silikon (Si) Magnesium (Mg) Seri yang belum digunakan Seng (Zn) Timah (Sn)

1xx.x 2xx.x 3xx.x 4xx.x 5xx.x 6xx.x 7xx.x 8xx.x

Pada tabel 2.1 dijabarkan tentang beberapa jenis paduan alumunium. Digit

pertama mengindikasikan logam terbesar pada suatu paduan. Pada seri 1xx.x,

digit kedua dan ketiga menandakan jumlah minimum dari logam alumunium tiap

paduannya. Sedangkan pada digit keempat, mengiindikasikan bentuk dari produk.

Temperatur tuang pada saat proses pengecoran juga perlu diperhatikan.

Hal ini disebabkan karena pada beberapa jenis logam, temperatur tuang dapat

berpengaruh secara signifikan. Seperti pada alumunium murni, apabila temperatur

tuang melebihi 8000 C, maka logam cair dengan mudah mengalami oksidasi

sehingga slag yang dihasilkan lebih banyak. Temperatur beberapa jenis logam

dapat dilihat pada tabel 2.2.

Page 9: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

12

Tabel 2.2. Temperatur tuang beberapa jenis logam

2.3 Langkah-Langkah Baku Perencanaan Sistem Saluran

2.3.1 Logam Ringan

Dalam perencanaan sistem saluran memerlukan beberapa tahap untuk

mendapatkan dimensinya. Berikut ini langkah-langkah baku perencanaan

sistem saluran untuk logam ringan :

1. Menghitung volume dan luas permukaan dari produk cor.

2. Menentukan material cor yang ingin digunakan.

3. Mengestimasi ketebalan kritis dari gambar kerja.

4. Menentukan laju penuangan cairan logam (R).

Laju penuangan R dirumuskan sebagai berikut :

WbR = (2.1)

Dimana nilai b didapatkan dari ketebalan dinding produk cor

Berikut ini tabel nilai b :

Tabel 2.3 Nilai b [1]

5. Menghitung laju penuangan yang di-adjust Ra dari fluiditas logam dan

efek gesekan sistem saluran (faktor c). Faktor c memiliki nilai 0.85 – 0.9

untuk sprue tirus dan 0.7 – 0.75 untuk sprue lurus. Nilai k dapat diambil

sama dengan 1 untuk logam selain besi tuang.

Laju penuangan yang di-adjust Ra dirumuskan sebagai berikut :

Jenis Paduan Temperatur Tuang oC

Besi Tuang Kelabu

Magnesium

Tembaga

Kuningan

Alumunium

1350-1450

760-800

1200-1280

1100-1150

750-800

Page 10: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

13

ckR

Ra .= (2.2)

6. Menentukan tinggi sprue efektif berdasarkan penempatan pola dalam

cetakan.

Tinggi sprue efektif dirumuskan sebagai berikut :

cahH2

2

−= (2.3)

Dimana :

H : tinggi sprue efektif

h : tinggi sprue

c : total tinggi rongga cetakan

a : tinggi rongga cetakan dalam cope

7. Menghitung luas dasar sprue (As).

Luas dasar sprue (As) dirumuskan :

gHdR

A as 2.

= (2.4)

Dengan d adalah massa jenis logam cair

8. Menentukan gating ratio, dengan demikian akan didapatkan luas runner

dan luas total gate. Untuk logam aluminium dapat menggunakan gating

ratio 1 : 0.7 : 0.7

2.3.2 Perencanaan Riser

Riser ditempatkan pada bagian yang mengalami penyusutan atau pada

bagian yang paling akhir membeku. Riser dapat ditempatkan pada bagian atas

casting atau sisi casting. Top risering biasanya untuk logam ringan karena

memungkinkan memanfaatkan tekanan metalostatik riser. Untuk mendapatkan

lokasi penempatan riser maka diperlukan seberapa besar range pengumpanannya.

Range pengumpan 4,5 T untuk tipe plate casting.

Range pengumpan 2 – 2,5 T untuk tipe bar casting

Di mana T adalah tebal bagian produk cor dimana riser harus dipasang.

Untuk riser eksothermik, jarak pengumpan dapat 50 – 75 % lebih besar, serta

leher riser bisa berkurang 30 – 45 %.

Page 11: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

14

Berikut ini tabel daerah efektif dari riser :

Tabel 2.4 Daerah Efektif dari Riser [2]

Di dalam penghitungan dimensi riser secara umum terdapat 2 metode

untuk mendapatkan dimensi riser. Dua metode tersebut yaitu :

1. Metode Chvorinov

2. Metode Caine

2.3.2.1 Metode Chvorinov

Pada metode Chvorinov untuk mendapatkan dimensi riser menggunakan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung waktu pembekuan produk cor (t).

Waktu pembekuan produk cor (t) dirumuskan : 2

2 ×1

=AV

qt (2.5)

Dimana :

t : waktu pembekuan produk cor

q : konstanta solidifikasi. Nilai ini bergantung pada komposisi produk cor

dan kedudukan rongga cetakan. Untuk baja nilai q dapat diambil sama

dengan 2.09

AV

: rasio volume produk cor terhadap luas permukaan cor. Lebih

dikenal dengan nama casting modulus.

Page 12: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

15

2. Menghitung diameter riser yang tepat.

Untuk mendapatkan diameter riser maka dilakukan :

1. Menghitung AV

produk cor.

2. Kemudian AV

riser dipilih lebih besar sedikit dari AV

produk cor,

kira-kira 10 – 15 % lebih besar.

2.3.2.2 Metode Caine

Metode Caine untuk evaluasi ukuran riser didasarkan atas waktu

pembekuan relatif terhadap solidifikasi.

riservolumeriserpermukaanluas

castingvolumecastingpermukaanluas

: (2.6)

Pada metode Caine terdapat beberapa langkah untuk mendapatkan dimensi riser.

Langkah-langkah tersebut yaitu :

1. Menghitung waktu pembekuan relatif (X).

Waktu pembekuan relatif (X) dirumuskan :

CBY

LX += (2.7)

Dimana :

X : waktu pembekuan relatif

Y : volume riser dibagi volume casting

B : konstanta relatif pembekuan

L dan C : konstanta bergantung pada logam yang dituang

Berikut ini tabel nilai L, C, B :

Tabel 2.5 Nilai L, C, B [1]

2. Mencari c

r

VV

dari kurva riser Caine

Page 13: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

16

Dimana :

Vr : volume riser

Vc : volume casting

Berikut ini kurva riser Caine :

Gambar 2.6 Kurva Riser Caine [1]

Dengan diketahuinya volume casting (Vc) dan waktu pembekuan relatif

(X) maka dari kurva riser Caine ini didapatkan nilai rasio c

r

VV

.

3. Atau untuk coran baja dengan menggunakan kurva Pellinidan faktor

bentuk juga bisa didapatkan nilai rasio minimum dari c

r

VV

.

Faktor bentuk dapat dirumuskan :

Faktor bentuk = ( )

TLP +

(2.8)

Dimana :

P : panjang produk cor

L : lebar produk cor

T : tebal produk cor dimana riser harus dipasang

Berikut ini adalah kurva Pellini:

Page 14: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

17

Gambar 2.7 Kurva Pellini [2]

4. Menghitung volume riser (Vr).

5. Menghitung Diameter dan tinggi riser. Untuk mencari diameter dan

tinggi riser menggunakan grafik berikut ini :

Gambar 2.8 Grafik Diameter dan Tinggi Riser [4]

6. Atau untuk mencari tinggi dan diameter riser coran baja dapat

menggunakan :

Untuk riser berbentuk silinder menggunakan rumus sebagai berikut :

( ) DH .2,0±5,1= (2.9)

Untuk riser berbentuk elip menggunakan rumus sebagai berikut :

( ).2,0±0,2=H jari-jari kecil (2.10)

Page 15: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

18

dimana :

H : tinggi riser

D : diameter riser berbentuk silinder

Jari-jari kecil : jari-jari riser berbentuk elip

2.4 Pembekuan Produk Cor

Proses pembekuan (solidification) pada pengecoran mengalami 3 jenis

penyusutan, yaitu:

• Liquid contraction

• Solidification contraction

• Solid contraction

Liquid contraction adalah penyusutan yang terjadi pada logam cair jika

logam cair didinginkan dari temperatur ruang menuju temperatur pembekuan

(solidification temperature). Solidification contraction adalah penyusutan yang

terjadi selama logam cair melalui fase pembekuan (perubahan fase cair menjadi

fase padat). Solidifikasi contaction adalah penyusutan yang terjadi selama periode

solid metal didinginkan dari temperatur pembekuan menuju temperatur ruang.

Liquid contraction dan solidification contraction dapat ditangani dengan

merancang sistem riser yang baik dan tepat. Kekosongan (void) yang ditimbulkan

oleh dua jenis penyusutan tersebut diisi cairan logam yang disuplai dari riser.

Sedangkan solid contraction dapat diatasi dengan membuat dimensi pola

yang lebih besar daripada dimensi produk cor untuk mengkompensasi penyusutan

yang terjadi. Solid contraction bila tidak dikontrol dengan baik menyebabkan

produk cor melengkung atau mengalami cacat hot tear disamping kesalahan

dimensi produk cor.

Masing-masing area pada produk cor memiliki laju pendinginan yang

berbeda. Hal ini disebabkannya variasi luas penampang, perpindahan laju

perpindahan panas, dan sebagian area yang cenderung membeku lebih cepat

dibandingkan area lainnya.

Pembekuan coran dimulai dari bagian logam yang bersentuhan dengan

cetakan, yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian

Page 16: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

19

logam yang bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sampai titik beku, dimana

kemudian inti-inti kristal tumbuh.

Bagian dalam dari coran mendinginkan lebih lambat daripada bagian luar,

sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti mengarah ke bagian dalam coran dan

butir-butir kristal tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom, yang disebut

struktur kolom. Struktur kolom muncul dengan jelas apabila gradient temperatur

yang besar terjadi pada permukaan coran. Sebaliknya pada gradient temperatur

yang kecil, struktur kolom terbentuk tidak jelas. Bagian tengah coran mempunyai

grasien temperatur yang kecil sehingga merupakan susunan dari butir-butir kristal

segi banyak dengan orientasi sembarang.

Oleh karena perbedaan laju pendinginan pada masing-masing area pada

produk cor tersebut, bila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan

kekosongan atau shrinkage akibat solidification contraction.

Solidification contraction biasanya terjadi pada bagian produk cor yang

mengalami pembekuan terakhir. Solidification contraction menimbulkan cacat

shrinkage pada produk cor. Para ahli pengecoran menggunakan prinsip dasar

tersebut untuk membuat produk cor yang soundness dengan cara menambahkan

volume logam di bagian produk yang membeku terakhir. Cadangan logam

pengumpan ini disebut riser.

Arah pembekuan berhubungan dengan casting modulus. Casting modulus

menunjukkan rasio antara volume cor dengan luas pembekuannya. Jika volume

cor cetakan meningkat berarti semakin banyak logam cair, maka waktu yang

dibutuhkan untuk mendinginkannya lebih lama. Sebaliknya panas yang ada

didalam cor harus dilepaskan melalui permukaan cor. Semakin besar luas

penampang cor maka semakin cepat produk cor tersebut dingin. Jadi casting

modulus yang semakin besar berakibat semakin lama waktu yang dibutuhkan

untuk pembekuan (solidification).

Namun demikian, pembekuan terarah tidak selalu mudah dicapai karena

ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi, misalnya bentuk desain produk cor

dan jenis proses pengecoran yang digunakan. Secara umum, pembekuan terarah

dapat dikontrol dengan:

• Merancang dan menempatkan sistem saluran dan riser yang tepat.

Page 17: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

20

• Menyisipkan chill pada cetakan.

• Menambahkan bahan eksothermis pada riser atau cetakan pasir.

• Menggunakan lapisan (padding) untuk menaikkan ketebalan dari bagian

tertentu dari produk cor.

2.5 Cacat

Ada berbagai jenis cacat yang sering dijumpai pada produk cor. Cacat

produk cor mempengaruhi total jumlah produksi dan biaya produksi. Oleh karena

itu penyebab cacat perlu dipelajari dan dipahami agar jumlah cacat dapat

dieliminir atau dikurangi. Cacat produk cor dapat dikategorikan menjadi tiga

jenis, yaitu:

• Major defect

• Minor defect

• Cacat yang dapat diperbaiki namun tidak ekonomis

Major defect adalah cacat produk cor yang tidak dapat diperbaiki dan termasuk

produk cor yang afkir. Sedangkan minor defect adalah cacat yang masih dapat

diperbaiki dengan perbaikan ekonomis.

2.5.1 Cacat Blowhole

Cacat blowhole adalah cacat yang tampak jelas pada permukaan produk

cor dengan lubang-lubang bulat dan halus. Selain itu cacat ini juga dapat

ditemukan pada tepat dibawah permukaan saat di machining. Cacat ini bisa

disebabkan oleh pengumpulan gas atau terperangkapnya udara dalam rongga

cetak. Gas atau udara yang terperangkap didalam rongga cetak disebabkan oleh:

• Permaebilitas cetakan rendah

• Venting tidak cukup

• Kelembaban pasir tinggi

• Butir pasir terlalu halus

• Pasir ditumbuk terlalu padat

Ciri-ciri cacat blowhole:

• Bentuk cacat berupa lubang yang berbentuk bulat.

• Diameter lubang kurang dari 3 mm (<3mm).

Page 18: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

21

• Permukaan cacat bagian tepinya halus atau tidak tajam.

• Bagian dalam cacat blowhole licin sehingga bila disinari akan dipantulkan.

• Dalam bentuk satu lubang atau tidak menyebar.

2.5.2 Cacat Shrinkage

Cacat shrinkage adalah jenis cacat yang sering terjadi pada proses

pengecoran. Cacat ini timbul akibat kegagalan untuk mengkompensasi

penyusutan liquid dan solidification. Kejadian ini umumnya gejala ketidaktepatan

sistem saluran (gating system) dan teknik pengumpanan (risering).

Penyebab utama timbulnya cacat shrinkage pada proses pengecoran, yaitu:

• Gas yang terbawa dalam logam cair selama pencairan

• Gas yang terserap dalam logam cair selama proses penuangan

• Reaksi antara logam induk dengan uap air dari cetakan

• Melting point terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama

• Gagalnya fungsi riser untuk mengisi rongga cetak akibat salah desain

Cacat shrinkage dapat dikurangi atau dieliminir dengan mendesain pembekuan

yang terarah atau menggunakan chill, padding.

Gambar 2.9 Skema cacat shrinkage [5]

(sumber: Annual Book of ASTM Standards)

Page 19: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

22

2.5.3 Cacat erosi

Cacat ini timbul sebagai akibat pasir yang terlepas karena erosi dari laluan

logam cair pada saat penuangan. Pasir yang tererosi bisa pada bagian saluran

masuknya maupun pada permukaan cetakannya. Di bagian di mana pasir telah

kena erosi akan terjadi kekasaran permukaan. Pasir hasil erosi akan tercampur

dalam produk cor oleh karena gerakan logam cair.

Penyebab utama terjadinya erosi:

• Kecepatan penuangan yang terlalu lambat

• Temperatur penuangan terlalu tinggi

• Ketahanan panas yang rendah dari pasir.

• Letak saluran turun salah dan logam cair mengisi cetakan setelah terpanaskan

setempat

• Perbaikan cetakan yang belum selesai

• Cat grafit yang terlalu tebal

• Pemuaian panas dari batang inti besi

• Penumbukan yang kurang

• Lubang angin yang kurang

• Permeabilitas pasir cetak yang kurang

Cacat ini dapat diminimalkan dengan cara memperhitungkan temperatur

penuangan yang sesuai serta meningkatkan ketahanan panas dari pasir cetak itu

sendiri, lalu harus mendapatkan kekerasan yang seragam dengan menurunkan

kadar air dan menambahkan pengikat dan menggunakan pasir yang mempunyai

angka pemuaian kecil. Sedangkan pada sistim saluran turun harus direncanakan

sebagai berikut:

1. Waktu penuangan harus dibuat singkat

2. Penuangan harus dibuat seragam dalam cetakan tanpa penuangan setempat.

3. Ujung saluran turun tidak boleh menyentuh cetakan atau inti. Karena itu

logam cair harus diisikan dari bagian bawah.

Page 20: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

23

2.6 Pola

Pola sangat penting dalam pembuatan produk cor. Pola yang digunakan

untuk pembuatan cetakan benda coran, dapat digolongkan menjadi pola logam

dan pola kayu (termasuk juga pola plastik). Pola logam dipergunakan agar dapat

menjaga ketelitian ukuran benda coran, terutama dalam masa produksi, sehingga

unsur pola bisa lebih lama dan produktivitas tinggi. Sedangkan pola kayu

dipergunakan karena murah, cepat dibuat, dan mudah diolah dibanding pola

logam. Dan pada umumnya pola kayu dipakai untuk cetakan pasir.

Faktor penting untuk menetapkan macam pola adalah proses pembuatan

cetakan dimana pola tersebut dipakai, dan lebih penting lagi pertimbangan

ekonomi yang sesuai dengan jumlah biaya pembuatan cetakan dan biaya

pembuatan pola.

Berdasarkan konstruksinya pola dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

• Pola Single Loose (Pola Tunggal)

Merupakan pola yang dimana konstruksinya paling sederhana dan pola ini

banyak dipergunakan untuk benda kerja yang sederhana dengan jumlah sedikit.

• Pola yang terpisah antara cope dan dragnya (Pola Belah)

Pola belah merupakan pola yang dibelah menjadi 2 buah bagian, tepat

pada bidang pemisah (parting line). Pola bagian bawah diletakkan pada rangka

cetak bawah (drag), sedangkan pola bagian atas diletakkan pada bagian atas

rangka cetak (cope). Pola ini digunakan untuk meningkatkan kecepatan produksi,

karena pola ini memungkinkan sekelompok orang membuat rongga cetakan

bagian cope, sementara sekelompok orang yang lain membuat rongga cetak

bagian drag secara bersamaan. Pada saat akan dicor, letak pola bagian atas

disesuaikan terlebih dahulu dengan pola bagian bawah guna mendapatkan rongga

cetak yang sesuai dengan produk yang akan dibuat.

• Pola Match-Plate

Pola dimana segmen cope dan drag terikat pada masing-masing sisi dari match-

plate. Match-Plate kemudian dipasang pada rangka cetak sehingga

Page 21: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

24

memungkinkan rongga cetak bagian atas dan bagian bawah dapat terpasang secara

tepat dan presisi.

Gambar 2.10 Match-Plate [6]

Bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan pola meliputi beberapa

macam dan mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain.

Bahan pola antara lain:

• Kayu

Yang umum digunakan untuk pembuatan pola adalah kayu jati, kayu saru,

kayu aras, kayu pinus, kayu mahoni, dan lain sebagainya. Pemilihan kayu

tergantung dari macam dan ukuran pola, jumlah produksi, dan lamanya

pemakaian. Kayu dengan kadar air lebih dari 14% tidak dapat dipakai karena akan

terjadi pelentingan yang disebabkan kadar air kayu, sehingga dimensi dari pola

yang telah diproses akan terjadi perubahan.

• Resin sintetis

Dari berbagai macam resin sintetis resin epoxcid adalah jenis resin sintetis

yang paling banyak digunakan karena:

1. Mempunyai sifat penyusutan yang kecil pada waktu mengeras.

2. Daya tahan terhadap keausan dan abrasi yang baik.

3. Biaya pengerjaannya murah.

4. Tahan terhadap kelembaban.

Page 22: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Cetakan Pasir

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

25

• Logam

Banyak bahan dari logam yang bisa dipakai untuk bahan pembuatan pola,

antara lain:

Besi cor kelabu, biasa digunakan karena mempunyai sifat tahan aus, tahan

panas, dan tidak mahal.

Besi cor liat, dipakai untuk pola karena mempunyai kekuatan yang lebih

baik dari pada besi cor kelabu.

Paduan tembaga

Aluminium, logam ini yang paling sering dipakai karena beratnya yang

ringan, dan mudah diproses dalam permesinan. Aluminium juga biasa

dipakai untuk pelat pola atau pola untuk mesin pembuat cetakan.