2. landasan teori 2.1. definisi dan konsep 2.1.1. brand
TRANSCRIPT
11 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1. Definisi dan Konsep
2.1.1. Brand
Menurut Aaker (1997) merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat
membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud
mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok
penjual tertentu. Dengan demikian suatu merek membedakannya dari barang dan
jasa yang dihasilkan oleh kompetitor (dalam Rangkuti, 2002, p.36).
Menurut Stanton (1996), merek adalah nama, istilah, simbol, atau desain
khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang dirancang untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual (dalam
Rangkuti, 2002, p.36).
Menurut Kotler (1997), pengertian merek (brand) adalah sebagai berikut:
“A brand is a name, term, sign, symbol, or design or combination of them,
intended to identify the goods or services of one seller of group of sellers and
differentiate them from those of competitors.” (p.13)
Jadi merek membedakan penjual, produsen atau produk dari penjual,
produsen atau produk yang lain. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo,
atau simbol lain.
Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan merek (brand) sebagai
“nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok
penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing.“ Dengan
demikian, sebuah merek adalah produk atau jasa penambah dimensi yang dengan
cara tertentu mendiferensiasikannya dari produk atau jasa lain yang dirancang
untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional,
atau berwujud yang dikaitkan dengan kinerja produk dari merek. Mungkin juga
lebih simbolik, emosional atau berwujud, dikaitkan dengan apa yang digambarkan
merek (Kotler & Keller, 2007).
12 Universitas Kristen Petra
Merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri yang terdiri
dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang
berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur dari
sebuah merek, selain berguna untuk membedakan satu produk dari produk
pesaingnya juga berguna untuk mempermudah konsumen untuk mngenali dan
mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli. Dengan, demikian merek
tersebut meliputi:
- Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut.
- Nama merek harus mudah diucapkan, dikenalkan, dan diingat, nama
yang singkat sangat membantu.
- Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas.
- Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagi bahasa asing.
- Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat
perlindungan hukum (Rangkuti, 2002, p.37).
Merek mengidentifikasi sumber atau pembuat produk dan memungkinkan
konsumen baik individual atau organisasi, untuk menetapkan tanggung jawab
pada pembuat atau distributor tertentu. Konsumen belajar tentang merek melalui
pengalaman masa lampau dengan produk dan program pemasarannya. Mereka
menemukan merek mana yang memuaskan kebutuhan mereka dan mana yang
tidak. Ketika kehidupan konsumen menjadi lebih rumit, sibuk, dan kekurangan
waktu, kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambilan keputusan dan
mengurangi resiko menjadi tidak ternilai (Kotler & Keller, 2007).
2.1.2. Brand Equity
Menurut East (1997), “Brand equity or brand strength is the control on
purchase exerted by a brand, and, by virtue of this, he brand as an asset that can
be exploited to produce revenue.”Artinya ekuitas merek atau kekuatan merek
adalah kontrol dari pembelian dengan menggunakan merek, dan kebaikan dari
merek, merek sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
pedapatan.
13 Universitas Kristen Petra
Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas yang berkaitan
dengan suatu merek yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
barang atau jasa kepada sebuah perusahaan dan/ atau kepada pelanggan.
Seperangkat aset dan liabilitas yang merupakan ekuitas merek seharusnya
dihubungkan kepada nama dan/ atau simbol dari suatu merek. Seperangkat aset
dan liabilitas yang mendasari ekuitas merek akan berbeda dari pemahaman yang
satu dengan pemahaman yang lain (Aaker, 1995).
Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa.
Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak
terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan.
Ekuitas merek merupakan aset tak berwujud yang penting, yang memiliki nilai
psikologis dan keuangan bagi perusahaan. Kotler dan Keller berfokus pada
perspektif perilaku konsumen. Pendekatan berbasis pelanggan memandang
ekuitas merek dari sudut konsumen, baik individu atau organisasi (Kotler &
Keller, 2007).
2.1.2.1. Dimensi Brand Equity
Brand equity penting untuk digunakan sebagai kekuatan suatu perusahaan
dalam persaingan bisnis, karena ekuitas meek tersebut dapat dijadikan competitive
advantage yang menjadikan perusahaan dapat terus bertahan. Ada beberapa
dimensi yang dapat membentuk ekuitas merek, menurut Aaker (1995) ekuitas
merek (brand equity) dapat dibentuk oleh lima dimensi :
1. Brand awareness (kesadaran merek);
2. perceived quality (kesan kualitas);
3. brand associations (asosiasi merek);
4. brand loyalty (loyalitas merek);
5. and other prorietary brand assets (aset hak milik merek
yang lain).
14 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.1. Konsep Brand Equity
Sumber : David A. Aaker (1995, p.734)
a. Brand Awareness (kesadaran merek)
Menurut Aaker (1996) adalah kesanggupan seseorang calon
pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Peran brand awarness
dalam keseluruhan brand equity tergantung dari sejauh mana tingkatan
kesadaran yang dicapai oleh suatu merek (dalam Rangkuti, 2002, p.39).
Tingkatan kesadaran merek secara berurutan dapat digambaran sebagai
suatu piramida seperti dibawah ini:
Kesan kualitas
(Percieved quality) Asosiasi brand
(Brand associations)
Kesadaran merek
(Brand awarness)
Aset hak milik
brand yang lain
(Other proprietary
brand assets)
Loyalitas brand
(Brand loyalty)
Brand Equity
(name symbol)
Memberikan nilai kepada
customer dengan
menguatkan:
- Interpretasi / proses
informasi
- Rasa percaya diri
dalam pembelian
- Pencapaian kepuasan
dari customer
Memberikan nilai kepada
perusahaan dengan menguatkan:
- Efisiensi dan efektivias
program pemasaran
- Loyalitas brand
- Harga/laba
- Perluasan brand
- Peningkatan
perdagangan
- Keuntungan kompetitif
15 Universitas Kristen Petra
Top
of
mind
Brand Recall
Brand recognition
Unware of brand
Gambar 2.2. Piramida Brand Awareness
Sumber : Aaker (1996) dalam (Rangkuti, 2002, p.40)
Penjelasan:
1. Unaware of brand (tidak menyadari merek)
Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran
merek, di mana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu
merek.
2. Brand recognize (pengenalan merek)
Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat
seseorang pembeli memilih suau merek pada saat melakukan
pembelian.
3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek)
Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan
seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas
produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa
bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak
perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.
4. Top of mind (puncak pikiran)
Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan
pengingatan dan orang tersebut dapat menyebutkan satu nama
merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali
merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut
16 Universitas Kristen Petra
merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam
benak konsumen.
b. Perceived quality (kesan kualitas)
Menurut Aaker (1996) kesan kualias adalah persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa
layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan oleh konsumen (dalam
Rangkuti, 2002, p.41).
Kesan kualitas memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti
dapat dilihat pada diagram berikut:
Gambar 2.3. Diagram Nilai Dari Kesan Kualitas
Sumber : Aaker (1996) (dalam Rangkuti, 2002, p.42)
Terdapat lima keuntungan kesan kualitas:
- Pertama; alasan membeli. Kesan kualitas sebuah merek memberikan
alasan yang penting untuk membeli. Hal ini mempengaruhi merek-
merek mana yang harus dipertimbangkan, dan selanjutnya
mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.
- Kedua; diferensiasi. Suatu karakteristik penting dari merek adalah
posisinya dalam dimensi kesan kualitas.
- Ketiga; harga optimum. Keuntungan ketiga ini memberikan pilihan-
pilihan didalam menetapkan harga optimum (premium price).
Alasan untuk membeli
Diferensiasi / posisi
Kesan kualitas Harga optimum
Minat saluran distribusi
Perluasan brand
17 Universitas Kristen Petra
- Keempat; meningkatkan minat distributor. Keuntungan ini memiliki
arti penting bagi para distributor, pengecer serta berbagai saluran
distribusi lainnya, karena hal itu sangat membantu perluasan
distribusi.
- Kelima; perluasan merek. Kesan kualitas dapat dieksploitasi dengan
cara mengenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan
menggunakan merek tertentu untuk masuk kedalam kategori produk
baru.
Menurut Aaker (1991) ada dimensi-dimensi yang mempengaruhi
kesan kualitas produk dan kualitas jasa, yaitu:
1. Kualitas produk terbagi menjadi:
a. Performance (kinerja)
Melibatkan berbagai karakteristik operasional produk yang
utama.
b. Features (karakteristik produk)
Elemen sekunder dari produk atau bagian-bagian tambahan
dari produk.
c. Conformace with specifications (kesesuaian dengan
spesifikasi)
Tidak ada produk yang cacat sehingga merupakan penilaian
mengenai kualitas proses pembuatan.
d. Reliabiliy (keterandalan)
Konsistensi kinerja produk dari satu pembelian hingga
pembelian berikutnya dan persentase waktu yang dimiliki
produk untuk berfungsi sebagaimana mestinya.
e. Durability (ketahanan)
Mencerminkan kehidupan ekonomis dari produk tertentu
(daya tahan produk tersebut). Contohya, lampu Philips
memposisikan produknya sebagai lampu yang tahan lama.
f. Serviceability (pelayanan)
Mencerminkan kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sehubungan dengan produk tersebut. Contohnya,
18 Universitas Kristen Petra
McDonalds yang memberikan pelayanan selama 24 jam
setiap harinya.
g. Fit and finish (hasil akhir)
Menunjukkan saat munculnya atau dirasakannya kualitas
produk. Contohnya, pada produksi mobil, pengecatan dan
pemasangan pintu harus tepat.
2. Sedangkan dimensi kualitas jasa menurut Zeithaml & Bitner
(2003), terbagi menjadi 5 aspek, antara lain:
a. Reliability (keterandalan)
Kemampuan untuk menampilkan suatu pelayanan yang dapat
diandalkan dan akurat. Reliability dapat juga berarti bilamana
suatu perusahaan mampu memenuhi janji-janji mereka.
Misalnya, ketepatan waktu pengiriman.
b. Responsiveness (ketanggapan)
Kesediaan untuk membantu konsumen dan menyediakan
pelayanan yang cepat. Responsiveness juga berarti
kemampuan untuk cepar tanggap terhadap kebutuhan
konsumen.
c. Assurance (jaminan)
Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk menumbuhkan
keyakinan dan rasa percaya diri konsumen terhadap
pelayanan penyedia jasa.
d. Empathy (empati)
Menunjukkan perhatian perusahaan terhadap konsumennya.
e. Tangibles (bentuk fisik)
Tampilan dari fasilitas fisik, peralatan, personil/ karyawan.
Cara untuk mengukur kesan kualitas menurut Aaker (1991) dengan
teknik kuantitatif yaitu dengan memberikan pertanyaan seputar kualitas
produk dan jasa.
19 Universitas Kristen Petra
1. Kualitas produk
- Performance (kinerja) : seberapa baik suatu produk melakukan
fungsinya
- Features (karakteristik produk)
- Conformance with specifications (kesesuaian dengan spesifikasi)
- Reliability (keterandalan)
- Durability (ketahanan)
- Serviceability (pelayanan)
- Fit and finish (hasil akhir)
2. Kualitas jasa
- Reliability (keterandalan)
- Responsiveness (ketanggapan)
- Assurance (jaminan)
- Empathy (empati)
- Tangibles (bentuk fisik)
c. Brand association (asosiasi merek)
Pengertian asosiasi merek menurut Aaker (1996) adalah segala hal
yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi ini tidak hanya
eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu
merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau
penampakan untuk mengkomunikasikannya (dalam Rangkuti, 2002, p.43).
Hal ini berhubungan dengan apa yang diingat orang mengenai suatu
merek, jika seseorang memiliki ingatan akan hal-hal yang baik tentang
suatu merek, maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut memiliki
asosiasi merek positif terhadap merek yang bersangkutan, begitu pula
sebaliknya jika seseorang memiliki ingatan buruk akan suatu merek maka
orang tersebut memiliki asosiasi merek yang negatif terhadap merek yang
bersangkutan.
Aaker (1991) menjelaskan bahwa asosiasi-asosiasi yang terkait
dengan suatu merek dapat dihubungkan dengan berbagai hal berikut:
20 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.4. Types Of Association
Sumber : Aaker , 1991, p.115
b. Atribut produk. Mengasosiasikan karakteristik suatu produk
merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan.
Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut
tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan
dalam alasan pembelian suatu merek. Misalnya, apa yang
tercermin dalam kata mobil jaguar ”A blending art and machine”
(menawarkan penampilan dan gaya yang eegan) berbeda dari kata
yang tercermin dalam kata mobil Hyundai “cars that make sense”
(menyediakan harga yang menguntungkan).
c. Atribut tak berwujud. Merupakan asosiasi tidak terukur dan tidak
bisa dibandingkan.
d. Manfaat bagi pelanggan. Dapat dibagi dua, yaitu rasional benefit
(manfaat rasional) dan psychological benefit (manfaat psikologis).
Manfaat rasional berkaitan erat dengan atribut produk yang dapat
menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional.
Manfaat psikologis berkaitan erat dengan atribut yang tak
Atribut produk
Barang tak
berwujud
Negara/ wilayah
geografis
Manfaat bagi
pelanggan
MEREK
Kompetitor
Harga
relatif Kelas
produk
Pengguna/
aplikasi Gaya hidup /
personalitas
Orang
tersohor/khalayak
Pengguna /
pelanggan
21 Universitas Kristen Petra
berwujud, merupakan konsekuensi dalam proses pembentukan
sikap, berhubungan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika
membeli atau menggunakan merek tersebut.
e. Harga relatif. Merek biasanya perlu berada hanya di satu kategori
harga agar penentuan posisi merek tersebut semakin jelas.
f. Penggunaan. Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan
merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu
„kapan sebuah produk digunakan‟.
g. Pengguna/ pelanggan. Pendekatan ini adalah dengan
mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau
pelanggan dari produk tersebut.
h. Orang terkenal/khalayak. Mengkaitkan orang terkenal atau artis
dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki
oleh orang terkenal merek tersebut.
i. Gaya hidup/kepribadian. Asosiasi sebuah merek dengan gaya
hidup dapat diilhami dari para pelanggan merek tersebut dengan
macam-macam kepribadian dan karakteristi gaya hidup yang
hampir sama.
j. Kelas produk. Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas
produknya
k. Pesaing/ kompetitor. Menciptakan kesan bahwa sebuah merek
sama baiknya dengan merek pesaing. Hal ini dilakukan jika
pesaing sudah mempunyai eksistensi yang kuat di pasaran sehingga
sulit untuk menggunggulinya.
l. Negara/wilayah geografis. Sebuah negara dapat menjadi simbol
yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk,
bahan, dan kemampuan. Asosiasi tersebut dapat dieksploitasi
dengan mode pakaian dan oarfum.
Selain beberapa tipe yang telah disebutkan diatas, beberapa merek juga
memiliki asosiasi dengan berbagai hal lain yang belum disebutkan diatas.
Dalam kenyataannya, tidak semua merek produk mempunyai semua
asosiasi di atas.
22 Universitas Kristen Petra
Dijelaskan oleh Aaker (1996) bahwa asosiasi merek dapat
menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena
asosiasi merek dapat membantu proses dari merek yang lain (dalam
Rangkuti, 2002, p.43).
Gambar 2.5. Diagram Asosiasi Merek
Sumber : Aaker (1996) (dalam Rangkuti, 2002, p.43)
Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu:
- Pertama ; dapat membantu proses penyusunan informasi. Asosiasi-
asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu
mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat
dengan mudah dikenal oleh pelanggan.
- Kedua ; perbedaan. Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang
sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat
memainkan peran yang sangat penting dalam membedakan satu
merek dari merek yang lain.
- Ketiga; alasan untuk membeli. Pada umumnya sosiasi merek sangat
membantu konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli
produk tersebut atau tidak.
Membantu proses/
penyusunan informasi
Diferensiasi / posisi
Asosiasi brand Alasan untuk membeli
Menciptakan sikap /
perasaan positip
Basis perluasan
23 Universitas Kristen Petra
- Keempat; penciptaan sikap atau perasaan positif. Asosiasi merek
dapat menghasilkan landasan untuk perluasan. Asosiasi merek dapat
menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan
menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk
baru.
Menurut Keller (2003) cara yang dilakukan untuk dapat mengukur
asosiasi merek ada dua metode, yakni kuanlitatif dan kuantitatif.
1. Teknik kualitatif sering digunakan untuk mengidentifikasi
kemungkinan asosiasi merek dan sumber-sumber ekuitas merek.
Teknik ini biasanya memiliki pengukuran yang tidak terstruktur.
Cara yang paling sederhana dan jeas untuk melihat profil asosiasi
merek yaitu dengan mengasosiasikan merek secara bebas, dengan
menanyakan subjek-subjek yang keluar dari pikiran konsumen
mengenai apa yang mereka pikirkan tentang merek tersebut tanpa
penyelidikan yang spesifik. Tjuan utama dalam asosiasi bebas
adalah untuk mengidentifikasi rentang kemungkinan asosiasi
merek dalam pikiran konsumen. Selain asosiasi bebas, peneliti juga
menyediakan batasan-batasan seperti kesukaan, keunikan produk
dan sebagainya. Beberapa contoh pertanyaan adalah sebagai
berikut:
a. Apa yang paling anda sukai dari sebuah merek? Apakah aspek-
aspek-aspek positifnya? Apa yang tidak anda sukai? Apa
kekurangannya?
b. Apa yang anda dapati unik dari merek tersebut? Bagaimana itu
membedakannya dari merek lain? Melalui apa itu memiliki
kesamaan?
Supaya lebih terstruktur dan tearah, konsumen dapat ditanyakan
dengan beberapa pertanyaan tambahan untuk menggambarkan apa
arti merek buat merek melalui “siapa, apa, kapan, dimana, mengapa
dan bagaimana.”
24 Universitas Kristen Petra
2. Teknik kuantitatif menggunakan beragam jenis dari pertanyaan
berskala dengan merepresentasikannya dalam bentuk angka dan
kesimpulan dapat dibuat. Ada beberapa kemungkinan cara untuk
menanyakan pertanyaan-pertanyaan dan mengukur kepercayaan
dan persepsi merek. Secara umum, digunakan bentuk pembedaan
semantik atau skala likert.
Penelitian lain telah mempertimbangkan implikasi-implikasi dari ini
dan pilihan metode lainnya. Contohnya:
a. Pilihan bebas : Dengan dasar atribut-atribut, subjek diindikasikan
satu per satu dari daftar merek yang memiliki atribut.
b. Skala : Subjek diindikasikan asosiasi merek dengan atributnya
melalui menandai kotak dalam lima langkah skala dari “sangat
setuju” ke “sangat tidak setuju”, dengan disediakan kotak “tidak
ada pendapat”
c. Merangking: Subjek dirangking merek yang berbeda berdasarkan
seberapa dekat asosiasi merek dengan atributnya.
d. Brand loyalty (loyalitas merek)
Menurut Aaker (1996) (dalam Rangkuti, 2002, p.60) brand loyalty
merupakan ukuran kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas
merek merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral
dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran ketertarikan
seorang pelanggan pada sebuah merek.
Seseorang yang memiliki loyalitas yang kuat terhadap suatu merek
akan menjadi suatu aset yang berharga bagi perusahaan yang memiliki
merek tersebut, karena dengan adanya loyalitas maka akan semakin besar
pembelian kembali yang dilakukan konsumennya.
Loyalitas memiliki tingkatan sebagaimana dapat dilihat pada
diagram berikut ini:
25 Universitas Kristen Petra
Commited
Menyukai merek
Pembeli yang puas
dengan biaya peralihan
Pembeli yang puas/bersifat
kebiasaan, tidak ada masalah
untuk beralih
Berpindah-pindah, peka terhadap
perubahan harga, tidak ada
loyalitas merek
Gambar 2.6. Piramida Loyalitas Merek
Sumber : Rangkuti, 2002, p.63
Berdasarkan piramida loyalitas di atas, dapat dijelaskan bahwa:
1. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau
sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang
ditawarkan. Dengan demikian, merek memainkan peran kecil
dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen
seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe
konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih
memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian).
2. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk
yang ia gunakan, atau minimal ia tidak mengalami kekecewaan.
Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup
memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama apabila
pergantian ke merek lain memerlukan suatu tambahan biaya. Para
pembeli tipe seperti ini disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual
buyer).
3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka
memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang
26 Universitas Kristen Petra
atau risiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian
ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen
loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia
melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut
satisfied buyer.
4. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek
tersebut. Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu
asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam
menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli
pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan
emosional dalam menyukai merek.
5. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka
mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi
pengguna satu merek. Merek tersebut sangat penting bagi mereka
baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa
mereka sebenarnya (commited buyers).
Loyalitas merek para pelanggan yang ada mewakili suatu aset
strategis dan jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar akan mempunyai
potensi untuk memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti yang
diperlihatkan dalam gambar berikut:
Gambar 2.7. Nilai Loyalitas Merek
Sumber : Aaker (1996) (dalam Rangkuti, 2002, p.63)
Pengurangan biaya
pemasaran
Loyalitas merek
Peningkatan
perdagangan
Mengikat customer baru :
a. Menciptakan kesadaran
brand
b. Meyakinkan kembali
Waktu merespon
27 Universitas Kristen Petra
Penjelasan keuntungan lima nilai loyalitas merek:
- Pertama; perusahaan yang memiliki basis pelanggan yang
mempunyai loyalitas merek yang tinggi dapat mengurangi biaya
pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan
pelanggan jauh lebih murah dibandingkan mendapat pelanggan baru.
- Kedua; loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan
perdagangan.
- Ketiga; dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka
memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek terkenal
minimal dapat mengurangi resiko.
- Keempat; loyalitas merek memberikan waktu, semacam ruang
bernafas, pada suatu perusahaan untuk cepat merespons gerakan-
gerakan pesaing
e. Other proprietary brand assets
Adalah hal-hal lain yang tidak termasuk dalam 4 kategori diatas tetapi
turut membangun brand equity.
2.1.2.2. Customer – Based Brand Equity
Menurut Kotler dan Keller (2007), brand equity berbasis pada pelanggan
(Customer-Based Brand Equity = CBBE). Dasar pemikiran model Customer-
Based Brand Equity (CBBE) menetapkan kekuatan merek terlatak pada apa yang
telah dilihat, dibaca, didengar, dipelajari, dipikirkan, dan dirasakan konsumen
tentang merek selama ini. Dengan kata lain, kekuatan merek terletak pada pikiran
pelanggan yang ada atau calon pelanggan dan apa yang mereka alami secara
langsung dan tidak langsung tentang merek.
CBBE dapat didefinisikan perbedaan dampak dari pengetahuan merek
pada tanggapan konsumen terhadap merek itu. Merek tertentu dikatakan memiliki
ekuitas merek berbasis pelanggan positif bila konsumen bereaksi lebih
menyenangkan terhadap produk tertentu, dan cara produk itu dipasarkan dan
diidentifikasi kalau dibandingkan dengan ketika merek itu belum diidentifikasi.
Merek tertentu dikatakan memiliki ekuitas merek berbasis pelanggan yang negatif
jika konsumen bereaksi secara kurang menyenangkan terhadap aktivitas
pemasaran merek dalam situasi yang sama.
28 Universitas Kristen Petra
Keller (2003) mengajukan proses empat langkah dalam membangun
ekuitas merek: (1) menyusun identitas merek yang tepat, (2) menciptakan makna
merek yang sesuai, (3) menstimulasi respon merek yang diharapkan, dan (4)
menjalin relasi merek yang tepat dengan pelanggan.
Dengan kata lain, keempat langkah ini mencerminkan empat pertanyaan
fudamental, yakni:
1. Who are you? (identitas merek)
2. What are you? (makna merek)
3. What about you? What do i think or feel about you? (respon merek); dan
4. What about you and me? What kind of association and how much of a
connection would i like to have with you? (relasi merek).
Proses implementasi keempat tahap ini membutuhkan enam building
blocks utama untuk membangun ekuitas merek:
a. Brand salience (penonjolan merek)
Berkenaan dengan aspek-aspek awareness sebuah merek, seperti seberapa
sering dan mudah sebuah merek diingat dan dikenali dalam berbagai
situasi? Faktor ini menyangkut seberapa bagus elemen merek menjalankan
fungsinya sebagai pengidentifikasian produk. Brand awareness bukan
sekedar menyangkut apakah konsumen mengetahui nama merek dan
pernah melihatnya, namun berkaitan pula dengan mengkaitkan merek
(nama merek, logo, simbol, dan seterusnya) dengan asosiasi-asosiasi
tertentu.
b. Brand performance (kinerja merek)
Berkenaan dengan kemampuan produk dan jasa dalam memenuhi
kebutuhan fungsional konsumen. Secara garis besar, ada lima atribut dan
manfaat pokok yang mendasari kinerja merek:
- Unsur primer dan fitur suplemen;
- reliabilitas, durabilitas, dan serviceability produk;
- efektivitas, efisiensi, dan empati pelayanan;
- model dan desain;
- harga.
29 Universitas Kristen Petra
Pada hakikatnya, kinerja merek mencerminkan intrinsic properties merek
dalam hak karakteristik inheren (bawaan) sebuah produk dan jasa.
c. Brand imagery (citra merek)
Menyangkut extrinsic properties produk dan jasa, yaitu
kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial
pelanggan. Brand imager bisa terbentuk secara langsung (melalui
pengalaman konsumen dan kontaknya dengan produk, merek, pasar
sasaran, atau situasi pemakaian) dan tidak langsung (melalui iklan dan
komunikasi pemasaran dari mulut kemulut ).
d. Brand judgments (penilaian merek)
Berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen terhadap merek
berdasarkan kinerja merek dan asosiasi citra yang dipersepsikannnya.
Aspek brand judgment meliputi:
- Brand quality, yakni persepsi konsumen terhadap nilai dan
kepuasan yang dirasakannya;
- Brand credibility, yaitu seberapa jauh sebuah merek dinilai
kredibel dalam hal expertise (kompeten, inovatif, pemimpin pasar),
trustworthiness (bisa diandalkan, selalu mengutamakan
kepentingan pelanggan dan likeability (menarik, fun, dan memang
layak untuk dipilih dan digunakan);
- Brand consideration, yaitu sejauh mana sebuah merek
dipertimbangkan untuk dibeli atau digunakan konsumen;
- Brand superiority, yakni sejauh mana konsumen menilai merek
bersangkutan unik dan lebih baik dibandingkan merek-merek lain.
e. Brand feelings (perasaan merek)
Respon dan reaksi emosional konsumen terhadap merek. Reaksi semacam
ini bisa berupa perasaan warmth, fun, excitement, security, social
approval, dan self-respect.
f. Brand ressonance (resonansi merek)
Mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan terhadap
merek tertentu. Resonansi tercermin pada intensitas atau kekuatan ikatan
psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat aktivitas yang
30 Universitas Kristen Petra
ditimbulkan loyalitas tersebut (misalnya, tingkat pembelian ulang, usaha
dan waku yang dicurahkan untuk mencari informasi merek, dan
seterusnya). Secara khusus resonansi meliputi loyalitas behavioral (share
of category requirements), loyalitas attiudinal, sense of community
(identifikasi dengan brand community), dan keterlibatan aktif (berperan
sebagai brand evangelists dan brand ambassadors
Resonance
Judgements Feelings
Performance Imagery
Salience
Gambar 2.8. Brand Equity Pyramid Berbasis Pelanggan Menurut Keller
Sumber : Kotler & Keller (2007, p.340)
2.1.2.3. Nilai Brand Equity
Menurut (Darmadi, Sugiarto, Sitinjak, 2001, p.7) disamping memberikan
nilai bagi konsumen, brand equity juga memberikan nilai bagi perusahaan dalam
bentuk :
1. Brand equity yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program
dalam memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen
lama. Promosi yang dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal.
Brand equity yang kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen
terhadap kualitas merek.
2. Empat dimensi ekuitas merek : kesadaran merek, kualitas yang
dipersepsikan atas merek. Asosiasi-asosiasi merek, dan loyalitas
merek dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen. Jika
4. Relationships =
What about you and me?
3. Response =
What about you?
2. Meaning =
What are you?
1. Identity =
Who are you?
31 Universitas Kristen Petra
kesadaran merek, kualitas yang dipersepsikan atas merek, dan
asosiasi-asosiasi merek tidak begitu penting diperhatikan dalam proses
pemilihan merek, merek tidak begitu penting diperhatikan dalam
proses pemilihan merek, ketiganya tetap dapat mengurangi keinginan
atau rangsangan konsumen untuk mencoba merek-merek lain.
3. Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam
merespon inovasi yang dilakukan para pesaing. Loyalitas merek
adalah salah satu elemen brand equity yang dipengaruhi oleh elemen
brand equity lainnya.
4. Asosiasi merek juga sangat penting sebagai dasar penciptaan kesan
merek yang kuat dan strategi perluasan produk.
5. Salah satu cara memperkuat ekuitas merek adalah dengan melakukan
promosi besar-besaran yang membutuhkan biaya besar. Ekuitas merek
yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh imbuhan nilai
yang lebih tinggi dengan menerapkan harga premium, dan
mengurangi ketergantungan pada promosi sehingga dapat diperoleh
laba yang lebih tinggi.
6. Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk
pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau
menciptakan bidang bisnis baru yang terkait yang biayanya akan jauh
lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang memiliki ekuitas merek
tersebut.
7. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan nilai penjualan karena
mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi. Produk dengan
ekuitas merek yang kuat akan dicari oleh pedagang karena pedagang
yakin bahwa produk dengan merek tersebut akan memberikan
keuntungan bagi pedagang. Dengan ekuitas merek yang kuat, saluran
distribusi dapat berkembang sehingga semakin banyak tempat
penjualan yang pada akhirnya akan memperbesar nilai atau volume
penjualan produk tersebut, dan mempertinggi perolehan pangsa pasar.
32 Universitas Kristen Petra
8. Aset-aset ekuitas merek lainnya dapat memberikan keuntungan
kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaaakan celah-celah yang
tidak dimiliki pesaing. Biasanya, bila empat faktor penentu utama dari
ekuitas merek yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, kualitas merek,
dan loyalitas merek sudah sangat kuat, secara otomatis aset ekuitas
merek lainnya juga akan kuat.
2.1.3. Minat
Pengertian minat menurut beberapa ahli:
Minat menurut Hurlock (1993) adalah sumber motivasi yang mendorong
seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan ketika bebas memilih.
Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka akan menjadi
berminat, kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Ketika
kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun, sehingga minat tidak
bersifat permanen, tetapi bersifat sementara atau dapat berubah-ubah.
Menurut Crow & Crow (1984) minat dapat menunjukkan kemampuan
untuk memperhatikan seseorang, sesuatu barang atau kegiatan atau sesuatu
yang dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman yang telah distimuli oleh
kegiatan itu sendiri. Minat dapat menjadi sebab sesuatu kegiatan dan hasil dari
turut sertanya dalam kegiatan tersebut. Lebih lanjut, Crow & Crow
menyebutkan bahwa minat mempunyai hubungan yang erat dengan dorongan-
dorongan, motif-motif, dan respon-respon emosional.
Menurut Tampubolon (1993) minat adalah perpaduan antara keinginan dan
kemauan yang dapat berkembang jika ada motivasi.
2.1.4. Minat Beli Ulang
Menurut Kennear, Thomas, dan Taylor (1996), minat beli adalah tahap
kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-
benar dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara pembelian aktual dan minat
pembelian. Bila pembelian aktual adalah pembelian yang benar-benar
dilakukan oleh konsumen, maka minat pembelian adalah niat untuk melakukan
pembelian pada kesempatan mendatang. Meskipun merupakan pembelian yang
belum tentu akan dilakukan pada masa mendatang namun pengukuran terhadap
33 Universitas Kristen Petra
minat pembelian umumnya dilakukan guna memaksimumkan prediksi terhadap
pembelian aktual itu sediri.
Menurut Assael (1998) minat beli ulang adalah perilaku yang muncul
sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk
melakukan pembelian ulang.
Sedangkan menurut Anoraga (2000) minat beli ulang merupakan suatu
proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen sesudah
mengadakan pembelian atas produk yang ditawarkan atau yang dibutuhkan
oleh konsumen tersebut.
Menurut pendapat Sutisna (2001) ketika seorang konsumen memperoleh
respon positif atas tindakan masa lalu, dari situ akan terjadi penguatan, dengan
dimilikinya pemikiran positif atas apa yang diterimanya memungkinkan
individu untuk melakukan pembelian secara berulang.
Menurut Peter dan Olson (1993), konsumen melakukan pembelian ulang
karena adanya suatu dorongan dan perilaku membeli secara berulang yang
dapat menumbuhkan loyalitas terhadap apa yang dirasakan sesuai untuk
dirinya.
Minat beli ulang dapat disimpulkan dengan pengertian, niatan seseorang
untuk melakukan pembelian dimasa yang akan datang sebagai bentuk dari
dorongan dari respon positif yang didapat dimasa lalu akan suatu produk,
dimana konsumen memiliki niatan untuk melakukan pembelian ulang akan
suatu produk tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli ulang menurut
Mangkunegara (1998), ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi minat
seseorang untuk melakukan pembelian ulang, yaitu:
1. Faktor psikologis
Meliputi pengalaman belajar individu tentang kejadian di masa lalu,
serta pengaruh sikap dan keyakinan individu. Pengalaman belajar
dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku akibat
pengalaman sebelumnya. Timbulnya minat konsumen untuk
melakukan pembelian ulang sangat dipengaruhi oleh pengalaman
belajar individu dan pengalaman belajar konsumen yang akan
34 Universitas Kristen Petra
menentukan tindakan dan pengambilan keputusan membeli. Hal ini
dapat dipelajari dari beberapa teori belajar berikut ini:
a. Teori stimulus respon
Berdasarkan teori stimulus respon dari B.F. Skinner, dapat
disimpulkan bahwa konsumen akan merasa puas jika
mendapatkan produk, merek, dan layanan diperoleh konsumen
dengan tidak menyenangkan, akan menjadikan konsumen merasa
tidak puas.
b. Teori kognitif
Berdasarkan teori kognitif dari Heider & Festinger, perilaku
kebiasaan merupakan akibat dari proses berpikir dan orientasi
dalam mencapai sesuatu tujuan. Berdasarkan teori ini dapat
disimpulkan bahwa keputusan konsumen sangat dipengaruhi oleh
memorinya terhadap sesuatu yang terjadi pada masa lampau,
masa sekarang, dan masa yang akan datang.
c. Teori Gestalt dan teori lapangan
Berdasarkan teori gesalt dan teori lapangan, dapat disimpulkan
bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan yang sangat
berpengaruh pada minat konsumen yang mengadakan suatu
pembelian. Penggunaan objek secara keseluruhan akan lebih baik
daripada hanya bagian-bagiannya saja. Misalnya, melayani
pembeli secara “sempurna”, dari awal konsumen masuk pada
suatu rumah makan sampai pada saat ia meninggalkan rumah
makan tersebut, akan meninggalkan penilaian positif dimata
konsumen. Dalam hubungannya dengan minat bei ulang, sikap
dan keyakinan individu akan pelayanan sebelumnya sangat
berpengaruh dalam menentukan apakah individu tersebut suka
dengan apa yang ditampilkan sebelumnya atau sebaliknya,
individu memilih untuk mencari tenpat makan lain yang dapat
memenuhi selera.
35 Universitas Kristen Petra
2. Faktor pribadi
Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan
keputusan dalam membeli. Faktr probadi ini termasuk didalamnnya
konsep diri. Konsep diri dapat didefinisikan sebagai cara kita melihat
diri sendiri dan dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang upah
yang kita pikirkan. Dalam hubungannya dengan minat beli ulang,
perusahaan perlu menciptakan situasi dengan yang diharapkan
konsumen. Begitu pula menyediakan dan melayani konsumen dengan
produk dan merek yang sesuai dengan yang diharpkan konsumen.
3. Faktor sosial
Mencakup faktor kelompok anutan (small references group).
Kelompok anutan didefinisikan sebagai suatu kelompok orang yang
mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan perilaku konsumen.
Kelompok anutan ini merupakan kumpulan keluarga, kelompok, atau
orang tertentu. Dalam menganalisis minat beli ulang, faktr keluarga
dapat berperan sebagai pengambilan keputusan pengambil inisiatif,
pemberi pengaruh dalam keputusan pembelian, penentu keputusan apa
yang dibeli, siapa yang melakukan pembelian dan siapa yang menjadi
pengguna/ pemakai. Kotler (1997) mengatakan anggota keluarga
merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh.
Pengaruh kelompok anutan terhadap minat beli ulang antara lain
dalam menentukan produk dan merek yang mereka gunakan yang
sesuai dengan aspirasi kelompoknya. Keefektifan pengaruh minat beli
ulang dari kelompok anutan sangat tergantung pada kualitas produksi
dan informasi yang tersedia pada konsumen.
Tahap sebelum terjadinya keputusan pembelian secara aktual, terdapat niat
pembelian yang menjadi pengaruh seorang konsumen mempertimbangkan
untuk melakukan keputusan pembelian atau tidak. Setelah terdapat niat
pembelian maka ada beberapa faktor yang menentukan seseorang melakukan
pembelian aktual atau tidak.
36 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.9. Tahap-Tahap Antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan Pembelian
Sumber : Kotler & Keller (2007, p.242)
Walaupun konsumen membentuk evaluasi merek, dua faktor
berikut dapat berada di antara niat pembelian dan keputusan
pembelian (gambar 2.1.3.2). Faktor pertama adalah sikap orang lain.
Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai
seseorang akan bergantung pada dua hal : (1) intensitas sikap negatif
orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen, dan (2) motivasi
konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap
negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan
konsumen, konsumen akan semakin mengubah niat pembeliannya.
Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat
muncul dan mengubah niat pembelian. Setelah seorang konsumen
memiliki niat untuk melakukan pembelian, baik pembelian ulang
maupun pembelian pertama, maka kedua faktor ini yang akan
mempengaruhi seseorang akan melakukan tindakan keputusan
pembelian secara aktual.
Keputusan pembelian
Sikap orang lain Faktor situasi yang tidak
terantisipasi terantisipasi
Niat pembelian
Evaluasi
alternatif
37 Universitas Kristen Petra
2.2. Penelitian terdahulu
Penelitian tentang pengaruh brand equity telah banyak dilakukan
sebelumnya untuk mengetahui kekuatan merek suatu perusahaan. Berikut ini
beberapa contoh jurnal yang meneliti tentang brand equity, terdapat dua jurnal.
Jurnal pertama dengan judul “Customer based brand equity : evidence from the
hotel industry”( Ruchan Kayaman dan Husyein Arasli), jurnal kedua dengan
judul The effect of brand equity components on purchase intention: an application
of Aaker’s model in the automobile industry.” (Mohammad Reza Jalilvand, Neda
Samiei, dan Seyed Hessamaldin Mahdavinia, 2011), dan jurnal ketiga dengan
judul “Analisis pengaruh faktor-faktor ekuitas merek sepeda motor merek honda
terhadap keputusan pembelian (Studi kasus pada Universitas Sumatera Utara)”
(Fadli dan Inneke Qamariah, 2008).
Jurnal pertama, dengan judul “Customer based brand equity : evidence
from the hotel industry” oleh Ruchan Kayaman dan Husyein Arasli, yang berasal
dari Eastern Mediterranean University, Gazinagusa, Turkey.
Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan keempat komponen dari brand
equity yaitu brand awareness, brand loyalty, perceived quality dan brand image
dalam bisnis hotel dan meningkatkan konseptual dari hotel yang customer-based
brand equity.
Didalam penelitian ini konsep dari customer-based brand equity akan
diukur dengan memecahnya ke dalam sub komponen dan menguji hubungan
antara komponen-komponen sub. Jadi hasil akhir akan memberikan kesempatan
kepada manajer untuk mengembangkan strategi ekuitas merek secara terperinci.
Variabel yang digunakan didalam penelitian ini adalah brand awareness, brand
loyalty, perceived quality dan brand image, yang kemudian diperjelas dengan
indikator-indikator empirik. Berikut ini gambar mengenai hubungan antar variabel
dan indikator empiriknya :
38 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.10. Hubungan Antar Variabel dan Indikator Empirik
Sumber : Ruchan Kayaman dan Husyein Arasli (2007)
Dalam gambar diatas, perceived quality dibentuk dari lima komponen
(tangible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy), hipotesis yang
melibatkan perceived quality dijelaskan untuk menunjukkan hubungan antara
masing-masing komponen dengan variabel customer-based brand equity lainnya.
Hubungan antar variabel disimpulkan dengan hipotesis:
HA: Perceived quality memiliki pengaruh signifikan positif terhadap brand
loyalty.
HB: Perceived quality memiliki pengaruh signifikan positif terhadap brand
image.
HC: Perceived quality memiliki pengaruh signifikan positif terhadap brand
awareness.
HD: Brand Awareness memiliki pengaruh signifikan positif terhadap brand
loyalty.
HE: Brand loyalty memiliki pengaruh signifikan positif terhadap brand image.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan dianalisa dengan
menggunakan data yang diambil dari turis asing yang tinggal di hotel bintang lima
di nothern Cyprus. Terdapat enam hotel bintang lima disana. Pengambilan data
39 Universitas Kristen Petra
dengan menggunakan judgemental sampling, dan didapatkan kuesioner sebanyak
345 kuesioner yang diambil secara personal dengan persentase responden 82,1%
dari turis yang datang di Ercan airport. Skala perhitungan menggunakan skala
likert dengan lima poin dari “5= sangat setuju” dan “ 1= sangat tidak setuju”.
Jurnal kedua dengan judul “The effect of brand equity componentes on
purchase intention: an application of Aaker’s model in the automobile industry.”
(Mohammad Reza Jalilvand, Neda Samiei, dan Seyed Hessamaldin Mahdavinia,
2011).
Sebelumnya telah dilakukan penelitian brand equity dengan model Aaker
(1991) oleh peneliti yaitu hubungannya dengan maskapai penerbangan, Hosteling
dan minuman, akan tetapi tidak satupun yang meneliti efek dari ekuitas merek
terhadap niat beli konsumen. Dalam upaya mengeksplorasi hubungan antara
dimensi brand equity Aaker (1991) dan purchase intention, penelitian dalam
jurnal ini ditetapkan untuk menentukan efek paling populer yang diadopsi dalam
dimensi ekuitas merek terhadap niat pembelian pada industri automobile.
Hipotesis dalam penelitian ini meliputi:
H1 : Brand awareness memiliki dampak signifikan langsung terhadap
purchase intention.
H2 : Brand association memiliki dampak signifikan langsung terhadap
purchase intention.
H3 : Perceived quality memiliki dampak signifikan langsung terhadap
purchase intention.
H4 : Brand loyalty memiliki dampak signifikan positif langsung terhadap
purchase intention.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu brand awareness,
brand association, perceived quality, brand loyalty, dan purchase intention. Skala
perhitungan yang digunakan adalah skala likert dengan tujuh poin, mulai dari
pernyataan “1= sangat tidak setuju” hingga “7= sangat setuju”. Dalam
mengumpulkan data dengan menggunakan kuesioner yang akan didapat dari calon
pelanggan yang disebut Iran Khodro agencies. Metode pengambilan data dengan
menggunakan cluster sampling methode dan data dikumpulkan dari agencies Iran
Khordo di Isfahan selama bulan November 2010. Kuesioner yang disebar adalah
40 Universitas Kristen Petra
300 kuesioner dan 242 sampel bisa digunakan sedangkan sisanya tidak lengkap
dalam pegisian, menghasilkan tingkat 81% dari mereka yang setuju untuk
berpartisipasi. Analisa data melibatkan statistik deskriptif dan pemodelan
persamaan struktural dengan menggunakan persamaan struktural AMOS program.
AMOS dirancang untuk memperkirakan dan menguji model persamaan struktural
(SEM). SEM adalah statistik model hubungan linear di antara variabel yang tidak
teramati dan memanifestasikan variabel, hal ini juga digunakan untuk analisis
faktor konfirmatori eksplorasi, dan analisis jalur.
Hasil yang didapat, variabel brand awareness memiliki dampak terhadap
niat pembelian. Variabel brand association memiliki dampak terhadap niat
pembelian. Variabel perceived quality memiliki dampak terhadap niat pembelian.
Variabel brand loyalty memiliki dampak terhadap niat pembelian.
Jurnal ketiga dengan judul “Analisis pengaruh faktor-faktor ekuitas merek
sepeda motor merek honda terhadap keputusan pembelian (Studi kasus pada
Universitas Sumatera Utara)” (Fadli dan Inneke Qamariah, 2008).
Dalam jurnal ini meyakini bahwa merek mempunyai kekuatan besar untuk
memikat orang untuk membeli produk atau jasa yang diwakilinya. Perkembangan
industri sepeda motor di Indonesia dengan bermacam mere yang digunakan oleh
perusahaan produsennya juga menjadikan isu merek menjadi sangat strategis
untuk mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis dimensi ekuitas
merek mana yang berpengaruh lebih signifikan pada merek sepeda motor Honda
terhadap keputusan pembelian, dimana dengan teori Aaker (1997) tentang
keempat dimensi ekuitas merek terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas,
asosiasi merek, dan loyalitas merek dan bagaimana pengaruh ekuitas merek
terhadap keputusan pembelian sepeda motor merek Honda.
Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa Universitas Sumatera Utara
yang mengikuti program Doktor, progrm Magister, pendidikan profesi, program
sarjana, program ekstensi, dan program diploma dan juga seluruh staf administrasi
maupun dosen Universitas Sumatera Utara yang terdaftar dan aktif mengikuti
perkuliahan serta bekerja periode akademik 2007/2008 yaitu sebanyak 34.862
orang. Sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 responden. Teknik
41 Universitas Kristen Petra
pengambilan data dengan kuisioner dan dengan menggunakan studi dokumentasi.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesadaran merek (X1), kesan
kualitas (X2), asosiasi merek (X3), loyalitas merek (X4), dan keputusan pembelian
(Y).
Hipotesis; H1: Diduga kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan
loyalitas merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian
konsumen terhadap sepeda motor merek Honda.
Hasil yang didapat, kesadaran merek tidak berpengaruh signifikan
terhadap keputusan pembelian. Variabel kesan kualitas memiliki pengaruh
terhadap keputusan pembelian. Variabel asosiasi merek memiliki pengaruh
terhadap keputusan pembelian konsumen. Variabel loyalitas merek berpengaruh
secara parsial terhadap keputusan pembelian konsumen. Dari keempat faktor
ekuitas merek yaitu kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas
merek diketahui variabel yang paling dominan mempengaruhi keputusan
pembelian terhadap sepeda motor merek Honda adalah faktor loyalitas merek.
42 Universitas Kristen Petra
Perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini dijelaskan pada tabel 2.1. berikut ini :
Tabel 2.1. Perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini.
Pembanding Penelitian terdahulu Penelitian saat ini
Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3
Tujuan
penelitian
Untuk menjabarkan
keempat komponen dari
brand equity yaitu brand
awareness, brand loyalty,
perceived quality dan brand
image dalam bisnis hotel
dan meningkatkan
konseptual dari hotel yang
menggunakan metode
pelanggan berbasis ekuitas
merek.
Untuk mengeksplorasi
hubungan antara dimensi
brand equity Aaker (1991) dan
purchase intention, penelitian
dalam jurnal ini ditetapkan
untuk menentukan efek paling
populer yang diadopsi dalam
dimensi ekuitas merek
terhadap niat pembelian pada
industri automobile.
Untuk mengetahui dan
menganalisis dimensi ekuitas
merek mana yang
berpengaruh lebih signifikan
pada merek sepeda motor
Honda terhadap keputusan
pembelian, dimana dengan
teori Aaker (1997) tentang
keempat dimensi ekuitas
merek terdiri dari kesadaran
merek, kesan kualitas,
asosiasi merek, dan loyalitas
merek dan bagaimana
pengaruh ekuitas merek
terhadap keputusan
pembelian sepeda motor
merek Honda.
- Untuk mengukur brand
equity yang dimiliki
oleh Black Canyon
Coffee.
- Untuk mengetahui
apakah brand equity
Black Canyon Coffee
di Surabaya Town
Square berpengaruh
terhadap minat beli
ulang.
43 Universitas Kristen Petra
(Sambungan) Tabel 2.1. Perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini.
Pembanding Penelitian terdahulu Penelitian saat ini
Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3
Subyek
penelitian
Hotel industry Industri automobile Sepeda motor merek Honda Black Canyon Coffee
Sutos
Tempat
penelitian
Nothern Cyprus Isfahan, Iran Universitas Sumatera Utara Surabaya, urban
Tahun
penelitian
2007 2011 2008 2011
Obyek
penelitian
Turis asing yang tinggal di
hotel bintang lima di
nothern Cyprus
Calon pelanggan yang disebut
Iran Khodro agencies
Mahasiswa Universitas
Sumatera Utara
Dewasa muda di daerah
Surabaya urban dengan
usia 20 – 49 tahun, jenis
kelamin pria dan wanita,
dengan SES A & B+.
Dengan pekerjaan
sebagai eksekutif muda
& pelajar.
Variabel Brand awareness, brand
loyalty, perceived quality,
dan brand image.
Brand awareness, brand
association, perceived quality,
brand loyalty, dan purchase
intention.
Kesadaran merek, kesan
kualitas, asosiasi merek,
loyalitas merek, dan
keputusan pembelian.
Perceived quality, brand
association, brand
loyalty, dan minat beli
ulang.
44 Universitas Kristen Petra
(Sambungan) Tabel 2.1. Perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini.
Pembanding Penelitian terdahulu Penelitian saat ini
Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3
Hipotesis HA:Perceived quality
memiliki pengaruh
signifikan positif
terhadap brand loyalty.
HB: Perceived quality
memiliki pengaruh
signifikan positif
terhadap brand image.
HC: Perceived quality
memiliki pengaruh
signifikan positif
terhadap brand
awareness.
HD: Brand awareness
memiliki pengaruh
signifikan positif
terhadap brand loyalty.
HE: Brand loyalty memiliki
pengaruh signifikan
positif terhadap brand
image.
H1 : Brand awareness memiliki
dampak signifikan langsung
terhadap purchase
intention.
H2 : Brand association memiliki
dampak signifikan langsung
terhadap purchase
intention.
H3 : Perceived quality memiliki
dampak signifikan langsung
terhadap purchase
intention.
H4 : Brand loyalty memiliki
dampak signifikan positif
langsung terhadap purchase
intention.
Diduga kesadaran merek,
kesan kualitas, asosiasi
merek, dan loyalitas merek
berpengaruh terhadap
keputusan pembelian
konsumen terhadap sepeda
motor merek Honda.
1. Diduga brand equity
yang terdiri dari
brand awareness,
perceived quality,
brand association,
dan brand loyalty
yang dimiliki Black
Canyon Coffee Sutos
secara serentak
berpengaruh terhadap
minat beli ulang.
2. Diduga brand equity
yang terdiri dari
brand awareness,
perceived quality,
brand association,
dan brand loyalty
yang dimiliki Black
Canyon Coffee Sutos
secara parsial
berpengaruh terhadap
minat beli ulang.
45 Universitas Kristen Petra
(Sambungan) Tabel 2.1. Perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini.
Pembanding Penelitian terdahulu Penelitian saat ini
Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3
3. Diduga perceived
quality memiliki
pengaruh paling besar
terhadap minat beli
ulang.
Teknik
pengambilan
data
Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner dan
wawancara
Jumlah
responden
345 responden 300 responden 100 orang 100 orang
Teknik
Sampling
Judgemental sampling Cluster sampling methode Judgmental sampling
(purposive)
Teknik
analisis
Statistik deskriptif, statistik
model hubungan linear,
analisis faktor konfirmatori
eksplorasi, dan analisis jalur.
Analisis statistik regresi linier
berganda
Analisa regresi linier
berganda
46 Universitas Kristen Petra
2.3. Kerangka Konseptual
Gambar 2.11. Kerangka konseptual
Brand equity Black Canyon Coffee Sutos dan
hubungannya terhadap minat beli ulang
Brand association
Perceived quality
Brand Awareness
Brand loyalty
Minat beli ulang
Dimensi brand equity
(Aaker)
Customer-Based Brand
Equity (Keller)
Brand saleince
Brand performance
Brand imagery
Brand judgments Brand ressonance Brand feelings
Kekuatan merek Kekuatan merek
47 Universitas Kristen Petra
Penulis ingin mengukur brand equity yang dimiliki oleh Black Canyon
Coffee Sutos untuk mempengaruhi minat beli ulang target market. Penulis dalam
penelitian ini memiliki dua pertimbangan teori , yaitu teori brand equity oleh
Aaker dan menurut Keller. Adapaun beberapa perbedaan diantaranya:
- Teori Aaker (1995) dan Keller (2003) memiliki dasar yang sama,
yaitu berdasar dari konsumen. Keller menggunakan teori Aaker yang
telah diperinci dan dijabarkan tetapi memiliki dasar yang sama. Jika
Aaker (1995) memiliki 5 dimensi pembangun ekuitas merek, maka
Keller (2003) memiliki 6 dimensi. Teori Aaker maupun Keller
keduanya tidak memiliki perbedaan yang signifikan karena memiliki
dasar yang sama, sehingga tidak ada kelemahan atau kelebihan dari
salah satu teori yang dapat disebutkan.
- Menurut teori Aaker, brand equity akan berdampak kepada
peningkatan keputusan pembelian dengan adanya kuatan merek yang
akan dibangun melalui brand equity sehingga akan memiliki
keunggulan kompetitif dibanding pesaing. Sehingga akan
mengecilkan evaluasi alternatif oleh konsumen terhadap merek lain,
dan dapat meningkatkan niat pembelian yang akan berakhir pada
keputusan pembelian. Teori Aaker dan Keller memiliki langkah yang
sama hingga mendapatkan hasil akhir peningkatan keputusan
pembelian.
Dalam penelitian ini peneliti memilih menganalisa berdasarkan teori dari
Aaker dibandingkan teori Keller, karena peniliti merasa bahwa teori Aaker lebih
mudah untuk dipahami serta sudah teruji dalam penggunaannya untuk branding
research. Hal ini juga diperkuat oleh jurnal dengan judul “the effect of brand
equity components on purchase intention” yang juga menjelaskan bahwa brand
equity menurut teori Aaker telah banyak digunakan dalam branding research dan
sudah teruji dapat memberikan hasil yang akurat dalam penelitian. Penelitian-
penelitian lain yang telah menggunakan teori brand equity Aaker meliputi, Eagle
and Kitchen, 2000; Yoo et al., 2000; Faircloth et al., 2001; Washburn and Plank,
2002; Atilgan et al., 2005; Pappu et al., 2005; Kayaman and Arasi, 2007; Chen
and Chang, 2008. Alasan lain mengapa peneliti menggunakan teori Aaker, karena
48 Universitas Kristen Petra
teori Aaker merupakan teori yang lebih populer digunakan oleh banyak orang dan
juga teori Aaker juga merupakan teori dasar yang digunakan oleh Keller sehingga
dalam penelitian ini penulis menggunakan teori brand equity menurut Aaker
karena dirasa lebih mendasar, selain itu menghindari banyaknya elemen yang
akan memungkinkan timbulnya kerancuan pada saat penelitian.
Brand equity dalam penelitian ini akan difokuskan dalam membahas brand
awareness, perceived quality, brand association, dan brand loyalty, yang
merupakan keempat dimensi brand equity, serta pengaruhnya terhadap minat beli
ulang. Keempat kategori ini mempunyai hubungan sebab-akibat, sebagai contoh
suatu asosiasi dengan suatu simbol mungkin mempengaruhi kesadaran. Karena
itu, tidak bisa di klaim bahwa keempat kategori ekuitas merek ini tidak
bergantung satu sama lain.
Dari penelitian yang dilakukan ini, diharap akan dapat mengetahui dengan
jelas bagaimana Brand equity Black Canyon Coffee Sutos dapat mempengaruhi
minat beli ulang target market dan mengukur brand equity yang dimiliki Black
Canyon Coffee Sutos untuk dapat mempengaruhi minat target market dalam
melakukan pembelian.
49 Universitas Kristen Petra
2.4. Kerangka Berpikir
Gambar 2.12. Kerangka Berpikir
Latar belakang
- Posisi Black Canyon Coffee Surabaya yang berada pada posisi growth
dan banyak pesaing dalam bisnis sejenis.
- Keadaan bisnis cafe yang diprediksi akan meningkat dalam tahun 2011
sehingga menimbulkan kemungkinan muncul banyak pesaing baru.
- Black Canyon Coffee Sutos lebih memiliki fenomena yang unik dalam
jumlah pengunjung, service, letak yang dekat dengan close competitor.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah brand equity yang dimiliki oleh Black Canyon
Coffee?
2. Apakah brand equity Black Canyon Coffee di Surabaya Town Square
mempengaruhi minat beli ulang?
Analisa brand equity Black Canyon Coffee Sutos dan
hubungannya terhadap minat beli ulang
Perceived quality Brand awareness Brand loyalty Brand association
Minat beli ulang
Metodologi penelitian
- Jenis penelitian : konklusif – studi eksperimental
- Populasi / sampel : Pria &Wanita, 20-49 tahun / 100 orang
- Teknik sampling : judgmental sampling
- Teknik pengambilan data : kuisioner dan wawancara
- Teknik analisa data : regresi linier berganda
Analisa & pembahasan
Kesimpulan & saran
50 Universitas Kristen Petra
2.5. Hipotesis
1. Diduga brand equity yang terdiri dari perceived quality, brand association,
dan brand loyalty yang dimiliki Black Canyon Coffee Sutos secara
serentak berpengaruh terhadap minat beli ulang.
2. Diduga brand equity yang terdiri dari perceived quality, brand association,
dan brand loyalty yang dimiliki Black Canyon Coffee Sutos secara parsial
berpengaruh terhadap minat beli ulang.
3. Diduga perceived quality memiliki pengaruh paling besar terhadap minat
beli ulang.