2. identifikasi dan analisis data 2.1. tinjauan literatur ... · sementara tari kontemporer, pola...
TRANSCRIPT
Universitas Kristen Petra
9
2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA
2.1. Tinjauan Literatur Tentang Seni Tari dan Pertunjukan
2.1.1. Pengertian Seni Tari dan Pertunjukan
Seni pertunjukan merupakan sebuah bentuk ungkapan budaya, wahana
untuk menyampaikan nilai-nilai budaya dan perwujudan norma-norma estetik-
artistik yang berkembang sesuai dengan zaman. Proses akulturasi berperan besar
dalam melahirkan perubahan dan transformasi dalam banyak bentuk tanggapan
budaya, termasuk juga seni pertunjukan (Sedyawati 1). Sementara itu menurut M.
Jazuli (Soeryobrongto 12-34) mengemukakan bahwa tari adalah gerak-gerak
anggota tubuh yang selaras dengan bunyi musik (dalam Jazuli 8). Irama musik
sebagai pengiring dapat digunakan untuk mengungkapkan maksud dan tujuan
yang ingin disampaikan pencipta tari melalui penari. Hawkins menyatakan bahwa
tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk
melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai
ungkapan si pencipta (Hawkins 2).
Sebuah pertunjukan mungkin mengandung 1) musik saja, 2) tari dengan
musik sebagai pengiring atau sebagai “mitra berdialog”, 3) pertunjukan drama
dengan iringan musik, 4) pertunjukan drama dengan tari diiringi musik, 5)
pertunjukan drama yang diiringi musik yang dipimpimn oleh dalang yang
menggunakan wayang untuk mewakili tokoh-tokoh, atau 6) sandiwara drama
seperti model Eropa (Sedyawati 2)
2.1.2. Perkembangan Seni Tari dan Pertunjukan di Indonesia
Sebelum kesadaran nasional terbentuk, setiap suku bangsa sudah memiliki
seperangkat konsep pandangan tentang dunia, konsep etika, serta selera dan
pilihan. Perbedaan antar suku bangsa sangat jelas dan sering kali tampak saling
bertentangan. Contoh perbedaan tersebut dalam seni pertunjukan adalah misalnya
tari Jawa yang lemah gemulai dan mengalir dengan tari Bali yang dinamis dengan
irama yang “menghentak” dan “terputus-putus”; ataupun perbedaan mendasar
letak kaki dan cara melangkah antara tari Jawa-Bali, Sumatera Barat, Dayak-
Universitas Kristen Petra
10
Kalimantan, dan daerah oantai melayu. Perkembangan musik di Indonesia
berjalan sejajar dengan perkembangan seni sastra dan seni rupa, yang didasarkan
atar gaya Barat. Jenis musik baru yang menggunakan tangga nada diatonik musik
Barat muncul dan berkembang pesat menjadi beberapa aliran musik yang diterima
sebagai musik Indonesia. Beberapa jenis aliran musik diatonik tersebut adalah
keroncong, lagu kebangsaan dan lagu-lagu perjuangan, seriosa, langgam, dangdut,
pop, dan lagu anak-anak. Jenis atau aliran tersebut dianggap sebagai musik
Indonesia secara nasional (Sedyawati 4)
Kebijakan Indonesia di bidang budaya mengutamakan pembentukan budaya
nasional, sambil secara terus-menerus menekankan kebutuhn pelestarian warisan
budaya, baik yang kasat mata maupun yang tidak. Seni tari, misalnya, memberi
sebuah keadaan ideal: penciptaan berkembang subur di dalam tradisi; tradisi lama
dihormati, tetapi penciptaan di dalam tradisi selalu dihormati.
2.1.3. Bentuk dan Jenis Seni Tari dan Pertunjukan
Berdasarkan jenisnya, seni tari dan pertunjukan dapat dibedakan menjadi
dua yakni tari tradisional dan tari kreasi. Tari tradisional adalah tari yang
berkembang di daerah tertentu yang berpijak dan berpedoman pada adaptasi
kebiasaan turun-temurun dan dianut oleh masyarakat pada daerah tersebut. Tari
tradisional dapat dibedakan menjadi dua yaitu tari tradisional klasik dan tari
tradisional folklasik (tari rakyat). Pada tari tradisional klasik, pola gerakan sudah
ditentukan, gerak yang diciptakan melampaui kebutuhan minimal yang
dibutuhkan oleh konteksnya, memiliki nilai seni yang tinggi dan tumbuh
berkembang di kalangan bangsawan. Contoh dari tari tradisional klasik adalah tari
Bedhaya Ketawang dari Jawa Tengah. Sementara pada tari tradisional folklasik,
pola gerakan ditentukan dari konteks tarian tersebut, sehingga biasanya tari rakyat
memiliki tema tertentu, gerak yang diciptakan terbatas sekedar cukup untuk
memberikan aksen pada peristiwa adat yang khas dari masyarakat tersebut dan
terbatas pada wilayah adat tertentu, selain itu jenis tarian ini berasal dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat sehingga bersifat sosial dan memiliki nilai seni yang
sedang. Contoh tarian tradisional folklasik adalah tari Tayub dari Jawa Tengah.
Universitas Kristen Petra
11
Gambar 2.1 Tari Bedhaya Ketawang dari Surakarta
Sumber: http://budaya-indonesia.org/f/8867/wulan_bedoyoketawang2.jpg
Tari Kreasi adalah tari yang memiliki ciri gerak yang tidak lagi mengikuti
pola yang tetap. Tarian ini berasal dari tari tradisional yang sudah dikembangkan.
Tari kreasi dapat dibagi menjadi dua macam, yakni tari modern dan tari
kontemporer. Tari modern memiliki pola gerak yang lebih bebas namun masih
memperhatikan keindahan, gerak yang digunakan masih memberi penekanan pada
gerak yang tumbuh dari gerak tari tradisional dan tetap berada dalam kerangka
tradisi tari suatu suku bangsa. Sementara tari kontemporer, pola gerakannya lebih
bebas dan tidak lagi berdasarkan pada gerak tari tradisional dan biasanya tata tari
pada tari kontemporer diciptakan sesuai suasana hati saat itu.
Selain kedua jenis tari diatas, seni tari dapat dibedakan berdasarkan fungsi
dan bentuk penyajiannya. Berdasaarkan fungsinya, seni tari dapat dibedakan
menjadi tiga, yakni tari upacara, tari pergaulan atau hiburan dan tari pertunjukan.
Tari upacara sendiri dapat dibedakan menjadi tiga yakni upacara keagamaan (tari
Sang Hyang, Gabor, Wayang Uwong dan Gambuh yang berasal dari Bali),
upacara kebesaran keistanaan atau Keraton (tari Bedoyo Semang dari Yogyakarta,
tari Srimpi dari Jawa Timur dan Gendhing Sriwijaya dari Palembang), dan
upacara penting dalam kehidupan manusia seperti upacara panen yang dirayakan
dengan tari Pakarena dari Sulawesi Selatan, tari Sisingaan dari Subang untuk
merayakan upacara khitanan dan tari Lawung dari Yogyakarta untuk merayakan
upacara pernikahan. Beberapa contoh tari pergaulan atau hiburan yakni tari
Bumbung dari Bai dan tari Rantak Kudo dari Sumatra. Sementara itu tari
Universitas Kristen Petra
12
pertunjukan sengaja dibuat untuk dipertontonkan namun, beberapa dari tari
pertunjukan ada juga yang semula berfungsi sebagai tari upacara atau hiburan
kemudian berubah menjadi tari pertunjukan. Beberapa contoh dari tari
pertunjukan ini adalah tari Pendet dari Bali, tari Ngremo dari Jawa Timur dan tari
Tayuban dari Jawa Barat.
Gambar 2.2 Tari Srimpi dan Tari Ngremo dari Jawa Timur
Sumber: http://budaya-indonesia.org/f/8992/wulan_busanatarisrimpi.jpg
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/05/13380863311566110667.jpg
Sementara itu, berdasarkan bentuk penyajian tari dapat dibagai empat
macam. Yang pertama adalah tari tunggal. Tari ini adalah jenis tari yang
dimainkan oleh seorang penari. Contoh dari tari tunggal adalah tari Gatotkaca, tari
Topeng Klana, dan tari Panji. Yang kedua adalah tari berpasangan. Tari
berpasangan adalah jenis tari yang dimainkan oleh dua orang penari yang saling
melengkapi satu sama lain. Contoh tari yang dibawakan oleh sepasang penari
adalah tari Damarwulan, tari Rara Mendut dan tari Perang Sugriwa-Subali. Yang
ketiga adalah tari massal. Tarian ini adalah tarian yang dibawakan oleh lebih dari
satu orang penari tanpa ada unsur saling melengkapi satu sama lain. Beberapa
contoh tari massal yakni, tari Gambyong dari Surakarta, tari Golek dari
Yogyakarta dan tari Mafia dari Irian Jaya. Dan yang keempat adalah drama tari.
Drama tari biasanya dibawakan oleh beberapa orang penari yang disajikan
kedalam bentuk cerita yang terbagi atas babak-babak atau adegan-adegan.
Beberapa contoh drama tari yaitu Wayang Wong dari Jawa Tengah, Wayang
Topeng dari Cirebon dan Randai serta Makyong dari Sumatra.
Universitas Kristen Petra
13
2.1.4. Media Pendukung Seni Tari dan Pertunjukan
Ada beberapa hal yang mampu menambah nilai dari suatu tarian atau
pertunjukan misalnya, alat musik, tata panggung, lighting, properti atau alat yang
dipakai saat pentas, area tempat diadakannya pertunjukan, serta bahasa verbal
yang dipakai. Keseluruhan hal tersebut tidak dapat berdiri sendir-sendiri namun
saling melengkapi satu sama lain sehingga menambah nilai pada seni tari atau
pertunjukuan yang dipentaskan.
2.2. Tinjauan Literatur Tentang Kesenian Jaranan Senterewe
2.2.1. Sejarah Perkembangan Kesenian Jaranan Senterewe
Kesenian Jaranan Senterewe ini adalah sebuah pertunjukan yang
menceritakan dan memvisualisasikan tentang kisah diboyongnya Dewi Songgo
Langit oleh Klana Sewandono dari Kediri menuju Wengker Bantar Angin. Prosesi
boyongan tersebut harus diiringi oleh pasukan kuda-kuda melewati bawah tanah
yang diiringi oleh alat musik yang terbuat dari bambu dan besi. Pada jaman
sekarang besi ini menjadi kenong, sementara bambu menjadi terompet, sementara
iringan pasukan kuda-kuda digambarkan dengan Jaranan yang terbuat dari bambu.
Kesenian Jaranan ini terdiri dari beberapa macam atau jenis, misalnya Jaranan
Senterewe, Jaranan Pegon, Jaranan Dor, dan Jaranan Jowo.
Pada perkembangannya Jaranan Jawa dimainkan oleh pria yang telah
menginjak usia paruh baya dengan menggunakan kacamat dan ikat kepala
berbentuk panji sementara itu kuda yang dipakai memiliki proporsi kepala yang
lebih besar serta terbuat dari kepang bambu dan pedang yang digunakan untuk
menghela terbuat dari kayu (penggunaan pedang kayu ini digunakan untuk
kepentingan pertunjukan saja). Hingga akhirnya muncul Jaranan Pegon yang
menggunakan kuda yang jauh lebih kecil dengan penari yang keseluruhannya
wanita yang menggunakan aksesoris sampur atau selendang. Namun Jaranan
Pegon sendiri memiliki pro-kontra, yakni karena dimainkan oleh wanita, maka
terkesan kurang agresif dan garang, maka muncullah Jaranan Senterewe. Pada
Jaranan Senterewe ini lebih bersifat kerakyatan dengan kostum yang mengikuti
jaman serta penari yang keseluruhannya adalah pria, sementara gerakan yang
Universitas Kristen Petra
14
digunakan dipilih dan distilisasi agar lebih menarik, kuda bambu yang dipakai
ukurannya juga lebih proporsional, sementara aksesoris yang dipakai adalah
sampur dan pecut dan penari tidak lagi memakai kacamata.
Kesenian Jaranan biasanya ditampilkan atau “ditanggap” bila ada perayaan
besar seperti Sasi Suro, ulang tahun Kota atau Kabupaten, acara bersih desa dan
syukuran.
2.2.2. Alur Cerita dalam Kesenian Jaranan Senterewe
Alur cerita dari kesenian Jaranan Senterewe ini secara keseluruhan terdapat
empat babak. Babak yang pertama adalah empat penari jaranan yang
menggambarkan prajurit Keraton yang sedang latihan perang di halam Keraton.
Latihan perang ini bertujuan bila sewaktu-waktu menghadapi perang atau
permasalahan. Babak yang kedua adalah enam penari jaranan. Di babak yang
kedua ini masih menggambarkan keadaan prajurit yang sedang latihan di halaman
Keraton, namun di tengah-tengah latihan pada babak ini masuklah Penthulan yang
merupakan penggambaran Kalan Sewandana selaku pemimpin pasukan. Pada
akhir babak kedua ini digambarkan prajurit yang dipimpin Penthulan berangkat
menuju Wengker Bantar Angin.
Pada babak yang ketiga menggambarkan keadaan rombongan prajurit yang
memboyong Dewi Songgo Langit yang berada di dalam hutan. Ketika di dalam
hutan, rombongan menemui hewan Celengan. Saat bertemu dengan Celengan ini,
kuda yang ditunggangi oleh prajurit ketakutan sehingga mengakibatkan kuda
tersebut “jingkrak-jingkrak”. Pada babak ini terdapat perang antara prajurit
melawan Celengan. Pada babak yang keempat rombongan prajurit masih berada
di dalam hutan. Pada babak ini mereka bertemu dengan Barongan yang
menggambarkan hewan singa di hutan. Barongan ini adalah percampuran dari
beberapa hewan yang menggambarkan di hutan terdapat banyak hewan ganas dan
galak. Pada babak ke empat ini biasanya terdapat 2 barongan yang melawan 6
jaranan.
Universitas Kristen Petra
15
2.2.3. Media Pendukung dalam Kesenian Jaranan Senterewe
Dalam pertunjukan kesenian Jaranan Senterewe terdapat beberapa hal yang
mendukung dalam terlaksananya pertunjukan kesenian ini, misalnya seperti sajen,
lagu yang digunakan, alat musik, dan kostum penari. Sesajen yang digunakan
dalam pertunjukan jaranan ini terdiri dari beberapa hal seperti buah-buah yang
terdiri dari buah pisang dan kelapa, bunga kanthil, kemenyan, ayam bakar, dan
beberapa hal lainnya. Kemenyan atau sajen ini digunakan sebagi media untuk
“permisi” pada alam serta untuk meminta keselamatan pada yang Diatas, sehingga
pertunjukan jaranan ini berjalan lancar dari awal hingga akhir, tidak ada hal-hal
yang mengganggu jalannya pertunjukan ini baik yang kasat mata maupun yang
tidak kasat mata.
Kostum yang dipakai oleh penari jaranan ini biasanya terdiri dari Pudeng
atau ikat kepala yang biasanya terbuat dari kain yang berwarna hitam, Pilis atau
hiasan kepala, Sumping sebagai hiasan di telinga, Kace-kace hiasan yang terletak
di dada, stagen, Sabuk Bara Sampir, Cakepan yang dipakai di pergelangan tangan,
Jarik Parang Barong, Sampur atau selendang dan Klinthing yang dipakai di
pergelangan kaki. Sementara itu pakaian yang digunakan oleh penari ini yaitu
sebuah atasan yang warnanya tergantung pada sanggar yang menarikan tarian ini
(sehingga terkadang tidak jarang ditemui setiap sanggar memiliki warna pakaian
yang berbeda satu sama lain) dan sebuah celana berwarna hitam. Selain itu
pemain atau penari jaranan tidak mengenakan alas kaki.
Alat musik yang dipakai dalam pertunjukan Jaranan Senterewe meliputi
kenong, bonang, kempul, gong, terompet, angklung dan kendang. Sementara itu
lagu atau musik yang biasanya yang digunakan adalah musik pegon, jawa,
kembang jeruk, panoragan atau sampak dan srepeg. Ada beberapa perbedaan yang
mencolok pada tiap jenis musik yang dipakai, misalnya pada musik sampak, alat
musik gong berdasarkan singgetan kendang sementara singgetan kendang itu
sendi berdasarkan dari penari atau pemain.selain itu tiap musik yang digunakan
memiliki tempo yang berbeda-beda, misalnya srepeg dan jawa memiliki tempo
pelan, kembang jeruk memiliki tempo sedang dan sampak memiliki tempo yang
cepat. Selain itu alat musik angklung hanya dipakai pada musik jawa saja.
Universitas Kristen Petra
16
2.3. Tinjauan Literatur Tentang Buku
2.3.1. Pengertian Buku
Buku dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari beberapa kertas yang
dijilid atau disatukan pada salah satu sisinya. Bagian depan dan belakang pada
buku biasanya terdapat pelindung atau sampul yang biasanya lebih tebal bila
dibandingkan dengan kertas itu sendiri. Selain itu buku juga dapat didefinisikan
sebagai kumpulan tulisan maupun gambar.
Dalam perjalanannya buku mengalami beberapa proses yang diawali dari
pikiran pengarang atau penulis hingga akhirnya berada di tangan pembaca. Proses
dari pembuatan buku ini meliputi memperoleh naskah, penyuntingan naskah,
pengaturan komposisi (typesetting, rias halaman, dan pencobaan cetak),
persetujuan pencetakan, pencetakan, penjulidan (melipat kertas, penjahitan atau
bisa juga penempelan, penempaan, pemotongan untuk perapian buku,
pemasangan cover dan selimut cover), pengemasan, penerbitan, promosi dan
penjualan (Ensiklopedi Nasional Indonesia 518-519)
2.3.2. Fungsi dan Peranan Buku dalam Masyarakat
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa buku memegang peranan penting dalam
masyarakat. Mulai usia anak-anak hingga dewasa membutuhkan dan
menggunakan buku dalam kehidupan sehari-hari. Peranan buku dalam masyarakat
adalah
a. Buku sebagai sumber referensi
Buku dapat menjadi sarana untuk menuangkan ide atau gagasan
pikiran sehingga dapat menjadi referensi ataupun pedoman bagi pihak
yang membutuhkan
b. Buku sebagai wawasan ilmu pengetahuan
Buku yang paling banyak digunakan adalah buku pelajaran dimana
didalam buku tersebut memuat teori dan pengetahuan baik verbal
maupun visual yang mampu menunjang proses pembelajaran baik
dalam lingkup bangku sekolah maupun umum.
c. Buku sebagai hiburan
Universitas Kristen Petra
17
Umumnya buku-buku yang digunakan sebagai sarana hiburan berisi
ilustrasi atau cerita ataupun humor yang dapat menghibur
pembacanya. Contoh dari buku sebagai media hiburan adalah komik,
novel ataupun cerita bergambar.
d. Buku sebagai media dokumentasi
Buku sebagai media dokumentasi digunakan sebagai saranan untuk
mengumpulkan dan menyimpan data-data penting secara tertulis
dalam jangka waktu yang lama tanpa kehilangan data seperti data
pada komputer.
2.3.3. Bentuk dan Jenis Buku
Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (518), buku dapat dibedakan
menjadi 4 macam yaitu:
a. Buku Pelajaran
Buku pelajaran meliputi buku-buku yang digunakan dan diajarkan
dari bangku sekolah hingga pasca-sarjana, baik umum, kejuruan
maupun kursus.
b. Buku Umum
Buku umum meliputi buku-buku satra, fiksi dan non-fiksi. Salah satu
contoh buku fiksi misalnya adalah novel sementara buku non-fiksi
misalnya adalah buku biografi. Selain itu juga buku yang membahas
tentang politik dan kemasyarakatan.
c. Buku Rujukan/Referensi
Buku rujukan atau referensi meliputi kamus, ensiklopedi dan buku
pegangan.
d. Buku Pesanan
Buku pesanan merupakan buku yang dicetak dalam jumlah tertentu
sesuai dengan pesanan. Biasanya terdapat di Amerika Serikat atau
negara maju lainnya. Buku jenis ini memiliki harga yang rendah bila
dibandingkan dengan buku jenis lain, karena berupa cetakan ulang
sehingga tidak diperlikan adanya hak cipta. Buku ini bersifat penuh
atau bisa merupakan singkatan dari buku tersebut dan juga gabungan
Universitas Kristen Petra
18
dari singkatan beberapa buku lainnya. Namun ada juga buku yang
dicetak dalam julah yang sangat terbatas (biasanya berupa buku
survey). Harga dari buku ini cukup tinggi karena biaya survey
dibebankan pada buku tersebut.
Gambar 2.3 Buku referensi
Sumber:
https://geografiensiklopedia.files.wordpress.com/2011/02/geo-set.jpg
2.3.4. Buku sebagai Media Apresiasi
Buku sebagai media apresiasi dapat digolongkan sebagai buku umum yang
membahas tentang sosial kemasyarakatan. Apresiasi yang dimaksudkan adalah
kesadaran terhadap nilai seni dan budaya dan penilaian atau penghargaan terhadap
seni dan budaya tersebut (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Sehingga pada dasarnya buku sebagai media apresiasi adalah kumpulan dari
data-data baik verbal maupun visual yang berisi tentang suatu kesenian yang
nantinya dapat diapresiasi oleh masyarakat. Buku ini dapat memuat tentang
sejarah perkembangan kesenian tersebut, juga dapat memuat secara rinci
informasi baik itu kostum, gerakan, musik dan alat musik yang digunakan oleh
pemain dalam kesenian tersebut. Kesenian ini tidak hanya meliputi seni tari
maupun pertunjukan saja namun juga mencakup seni lukis dan seni rupa.
Universitas Kristen Petra
19
2.4. Tinjauan Literatur Tentang Fotografi
2.4.1. Pengertian Fotografi
Fotografi dari bahasa Yunani phos yang berarti cahaya dan grapein yang
berarti menulis atau menggambar. Fotografi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi dua macam yakni fotografi foto (potret) dan fotografi film (gambar
bergerak). Fotografi foto dapat dibedakan lagi menjadi dua bagian, yakni yang
pertama yang meliputi foto-foto ilustrasi, reportase dan artistik yang berisi
ilustrasi editorial dan periklanan, biasanya banyak digunakan untuk majalah, surat
kabar dan buku-buku. Sementara foto artistik banyak digunakan sebagai koleksi
pribadi maupun untuk museum seni. Kelompok kedua meliputi foto-foto
teknologi dan ilmu pengetahuan yang mana dituntut ketelitian perekaman
objeknya. Ada empat unsur penting dalam merekam objek, yakni kamera, film,
lensa, dan objek.
Penemuan kamera diawali dengan penemuan apabila cahaya yang lolos dari
sebuah lubang kecil ke dalam sebuah ruangan gelap, pada dinding yang ada
dihadapannya akan muncul bayangan dari objek di depan lubang tersebut, akan
tetapi dalam posisi terbalik. Ruangan tersebut dinamakan ruangan gelap atau
kamera obscura dan dari sinilah muncul kata kamera (Ensiklopedi Nasional
Indonesia 371). Namun di era modern ini sudah sangat jarang ditemui
penggunaan film karena adanya kamera digital yang menggunakan memorycard
sebagai media penyimpan data. Selain itu diperlukan alat-alat penunjang seperti
filter, pengukur cahaya, dan lampu kilat atau flash.
2.4.2. Sejarah dan Perkembangan Fotografi
Prinsip dasar dalam fotografi sudah ada sejak jaman Aristoteles yang
dinyatakan tentang reaksi gelombang cahaya jika diproyeksikan melalui celah
kecil. Prinsip tersebut digunakan pada saat pengoperasian lensa ataupun celah
kamera untuk memproyeksikan gampar pada film kamera. Prinsip kimia juga
telah ditemukan sebelum adanya fotografi, dimana pada tahun 1727, Johann
Schulze mempraktikan garam perak yang dikenai cahaya akan berubah menjadi
Universitas Kristen Petra
20
hitam. Pada abad ke-18 gambar-gambar semi permanen sudah dapat dihasilkan
melalui kamera obscura dan garam perak sebagai bahan yang peka cahaya dan
amoniak sebagai pengatur keseimbangan. Hingga pada akhirnya William Henry
Fox Talbot melakukan percobaan dengan mengembangkan bahan peka cahaya
diatas kertas yang disebut calotype. Penemuan ini menggunakan obat
pengembang untuk menimbulakn bayangan laten dari hasil pemotretan. Untuk
pememarnenan gambar digunakan natrium thiosulfat atau hipo yang ditemukan
oleh John Herschel pada tahun 1819.
Pada tahun 1879, George Eastman, seorang ilmuwan Amerika menciptakan
alat yang dapat membuat pelat dalam jumlah banyak. Pada tahun 1888 George
Eastman memasarkan kamera dengan merk dagang Kodak, selain itu Eastman
juga memasarkan gulungan film dengan dasar seluloid pada tahun 1891. Produksi
tersebut terus berkembang hingga Eastman membangun perusahaan besar
Eastman Kodak Company yang mempublikasikan fotografi modern pada tahun
1931. Fotografi berkembang dengan sangat pesat dengan adanya kamera.
Fotografi akhirnya masuk ke Indonesia dengan adanya perusahaan kamera Kodak.
Fotografi di Indonesia biasanya digunakan dalam bidang media massa (surat
kabar, majalah, buku, televisi dan film), dalam bidang perdagangan (iklan, brosur,
leaflet dan film), bidang hiburan, ilmu pengetahuan dalam meteorologi, topografi,
kedokteran, astronomi, roentgen, laser-fotografi, hukum, pendidikan dan bidang
lainnya (Ensiklopedi Nasional Indonesia 379-380).
2.4.3. Jenis-Jenis Fotografi
Fotografi memiliki beberapa jenis atau macam. Jenis-jenis fotografi
(“Types”, par 1-17) diantaranya adalah:
a. Fotografi Jurnalistik (Photojournalism)
Fotografi jurnalistik merupakan foto yang langsung didapatkan tanpa
diperbolehkan membuat perubahan atau menambahkan hiasan pada
foto tersebut. Teknik foto ini sering kali melibatkan pemirsa dan
berita. Diperlukan pengertian dasar-dasar fotografi yang tepat
sehingga foto yang dihasilkan dapat memberikan kesan yang dramatis.
b. Fotografi Dokumenter (Documentary Photography)
Universitas Kristen Petra
21
Fotografi dokumenter bercerita melalui gambar yang biasanya
digunakan untuk dokumen sejarah era politik ataupun sosial. Sama
halnya dengan fotografi jurnalistik, fotografi dokumenter berusaha
menampilkan keaslian dari kejadian yang sebenarnya.
c. Fotografi Aksi (Action Photography)
Fotografi ini biasanya digunakan dalam bidang olahraga, dalam hal ini
fotografer harus mengenali subjek dengan baik karena harus mengerti
dan tahu kapan harus mengambil gambar.
d. Macrophotography
Fotografi yang mengambil gambar dari jarak yang sangat dekat. Jenis
fotografi ini cenderung digunakan untuk mengambil gambar serangga,
tanaman, tekstur ataupun segala sesuatu yang memiliki detail yang
menarik.
e. Microphotography
Fotografi ini biasanya menggunakan bantuan mikroskop ataupun
kamera khusus untuk menangkap gambar yang amat sangat kecil.
Biasanya jenis fotografi ini digunakan dalam bidang ilmiah seperti
biologi atau kedokteran.
f. Glamour Photography
Jenis fotografi ini terkadang dikaitkan dengan pornografi karena
dalam fotografi ini mengutamakan unsur seksi dan erotis. Tujuan dari
fotografi ini adalah untuk menggambarkan model dengan kesan yang
glamour.
g. Photography Aerial
Jenis fotografi ini mengambil gambar dari udara. Biasanya digunakan
untuk menangkap gambar bangunan, burung, cuaca, dan juga untuk
keperluan militer. Pengambilan gambar biasanya didukung dengan
pesawat ataupun drone.
h. Underwater Photography
Fotografi ini biasanya digunakan oleh scuba divers ataupun snorkelers
untuk mengambil gambar bawah laut.
i. Fotografi Seni (Art Photography)
Universitas Kristen Petra
22
Fotografi ini memiliki cakupan yang cukup luas. Diperlukan
pemahaman yang mendalam tentang objek atau subjek yang akan
difoto, akan tetapi pada umumnya semua jenis fotografi, gambar yang
dihasilkan harus memiliki estetika seni.
Gambar 2.4 Art photography
Sumber: http://www.adrianlimani.com/fineart/#2
j. Portaiture
Tujuan dari jenis fotografi ini adalah untuk menangkap karakteristik
atau personality dari objek atau subjek yang difoto.
k. Fotografi Pernikahan (Wedding Photography)
Fotografi pernikahan juga merupakan gabungan dari beberapa jenis
fotografi lainnya seperti fotografi dokumenter dan glamour
photography.
l. Advertising Photography
Fotografi jenis ini mengutamakan foto yang menarik dan eye cacthing
sehingga mampu menarik perhatian calon konsumen.
m. Travel Photography
Fotografi jenis ini harus mampu menangkap kelokalan atau kesan
historis pada subjek maupun objek baik landscapes maupun portrait.
Universitas Kristen Petra
23
Gambar 2.5 Travel photography
Sumber: http://www.insidethetravellab.com/wp-
content/uploads/2012/09/photography-competition-capture-the-
colour-winner.jpg
2.4.4. Fotografi Jurnalistik sebagai Subjek Fotografi Dokumenter
Fotografi dokumenter dapat menangkap kejadian yang terjadi, langsung
tanpa dibuat-buat, sehingga tidak diragukan lagi keaslian dari hasil foto tersebut.
Selain itu fotografi dokumenter dapat menangkap kejadian yang terjadi pada saat
itu juga, dimana kejadian itu tidak dapat diulang kembali namun hasilnya dapat
dinikmati oleh orang yang pada saat itu tidak berada di tempat tersebut.
Sebagai subjek dari fotografi dokumenter, maka hasil foto dari fotografi
jurnalistik harus apa adanya, tidak dibuat-buat namun juga mampu menampilkan
kesan yang dramatis, sehingga mampu menambah nilai dan kesan yang ada pada
subjek atau objek tersebut.
2.5. Tinjauan Tentang Perancangan Sejenis
Penelitian serupa yang berhubungan dengan Apresiasi Kesenian Jaranan
Senterewe adalah Perancangan Esai Fotografi sebagai Penunjang Pelestarian Jaran
Kencak Lumajang (yang dibuat oleh Sela Devina tahun 2013 Universitas Kristen
Universitas Kristen Petra
24
Petra) yang menggunakan media esai foto untuk mengapresiasi Kesenian Jaran
Kencak. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif. Perancangan
ini dibuat untu menjawab permasalahan Pelestarian Kesenian Jaran Kencak
terutama untuk pemuda-pemudi melalui buku esai foto yang mencakup kehidupan
sehari-hari pemain Jaran Kencak dan pertunjukan Jaran Kencak, sementara buku
Apresiasi Kesenian Jaranan Senterewe adalah untuk mengapresiasi Jaranan
Senterewe yang tulen kepada generasi muda yang berisi mengenai sejarah singkat
Kesenian Jarana Senterewe, pertunjukan Jaranan Senterewe yang tulen,
pengenalan terhadap musik, alat music serta kostum dari pemain atau penari
Jaranan Senterewe.
2.6. Analisa Data Lapangan
2.6.1. Analisa Hasil Wawancara
Analisa data kualitatif diperoleh melalui proses interview untuk
mendapatkan informasi lebih mendalam mengenai kesenian Jaranan Senterewe
melalui narasumber Bapak Gatot Djuwito, S.Sn. dari Kementrian Pendidikan dan
Budaya Republik Indonesia. Pada awalnya beliau adalah seorang penari Jaranan
Senterewe di salah satu sanggar di kota Kediri, namun pada tahun 1993 setelah
lulus dari ISI Yogyakarta Program Studi Seni Pertunjukan, sengan penjurusan
Komposisi Tari, beliau ditarik ke Perwakilan KJRI di Hongkong sebagi Duta Seni
untuk mengajar tari daerah dan kesenian Karawitan selama empat tahun. Saat ini
beliau bekerja sebagai staff di bagian Seni dan Pertunjukan Kementrian
Pendidikan dan Budaya Republik Indonesia. Selain bekerja sebagai PNS, beliau
merupakan seorang komposer sekaligus koreografer tari, baik tari tradisional
maupun tari kontemporer. Narasumber yang lain, yakni Bapak Joko yang berasal
dari sanggar tari Jaranan Putro Mbalelo Kediri. Sebelumnya beliau merupakan
penari Jaranan Senterewe di sanggar tari tersebut, namun kini beliau menjabat
sebagai pimpinan grup dari sanggar Putro Mbalelo Kediri.
Hasil wawancara kepada dua narasumber ini menghasilkan kesimpulan
bahwa:
• Walaupun memiliki banyak versi cerita, Kesenian Jaranan
Senterewe ini memang berasal dari legenda Dewi Songgo Langit
Universitas Kristen Petra
25
dari Kediri dan Prabu Klana Sewandana dari Wengker Bantar
Angin.
• Kesenian ini adalah hasil dari visualisasi kisah dilamar dan
diboyongnya Dewi Songgo Langit menuju Wengker Bantar Angin.
• Pada perkembangannya, Kesenian Jaranan ini berasal dari Jaranan
Jowo yang kemudian berubah menjadi Jaranan Pegon hingga yang
terakhir setelah mengalami proses stilisasi menjadi Jaranan
Senterewe.
• Jaranan Senterewe ini menjadi salah satu kesenian yang paling
sering di adakan di Kediri (misalnya: Sasi Suro, bersih desa, acara
yang diadakan pemerintah, syukuran hasil panen, dan lain-lain)
• Walaupun banyak diminati, namun pada perkembangannya
Kesenian Jaranan Senterewe ini mulai dipadukan dengan “samroh”.
Biasanya permintaan untuk dipadukan dengan kesenian “samroh” ini
berasal dari pemilik hajat atau pe”nanggap”, atau bila diadakan
untuk Sasi Suro biasanya untuk lebih menarik minat masyarakat.
• Namun dengan seringnya Kesenian Jaranan Senterewe ini dipadukan
dengan “samroh”, mulai lupa dengan Kesenian Jaranan Senterewe
yang tulen, bahkan ada yang berpendapat bahwa “samroh” adalah
bagian dari Kesenian Jaranan Senterewe yang tulen.
• Bila hal ini terus terjadi, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
Kesenian Jaranan Senterewe yang tulen akan hilang ditelan jaman.
2.6.2. Analisa 5W 1H
a. What
Kesenian Jaranan Senterewe adalah sebuah kesenian yang
menggunakan media “jaran” yang terbuat dari anyaman bambu dan
alat musik seperti kenong, kempul, kendang, terompet dan gong.
b. Who
Jaranan Senterewe adalah salah satu jenis dari beberapa jenis Jaranan
yang ada di Kediri Jawa Timur. Pencipta kesenian ini tidak dapat
Universitas Kristen Petra
26
diketahui secara pasti, namun kesenian ini sudah ada dan diwariskan
turun-temurun sejak beberapa ratus tahun silam.
c. When
Tidak dapat dipastikan kapan diciptakan atau dibuat, namun kesenian
ini sudah ada sejak beberapa ratus tahun yang lalu.
d. Where
Kesenian Jaranan Senterewe dapat kita temui pada sanggar-sanggar
tari jaranan yang terletak di Kediri baik kota maupun kabupaten.
e. Why
Walaupun saat ini Kesenian Jaranan Senterewe tetap “eksis” di
kalangan masyarakat Kediri, namun Jaranan yang banyak ditemui
serta banyak di “tanggap” oleh masyarakat dan digandrungi oleh
generasi muda adalah Jaranan Senterewe yang dipadukan dengan
samroh atau dangdut. Sehingga ada kemungkinan di masa yang akan
datang generasi muda tidak lagi mengenali Kesenian Jaranan
Senterewe yang tulen, tapi hanya mengerti Jaranan yang dipadukan
dengan samroh.
f. How
Dengan mencari data tentang Jaranan Senterewe yang tulen serta
mengapresiasinya melalui buku apresiasi kesenian Jaranan Senterewe.
2.7. Kesimpulan
Identifikasi yang telah dilakukan dengan menggunakan metode 5W 1H dan
informasi yang diperoleh melalui wawancara kepada beberapa narasumber serta
informasi yang diperoleh melalui berbagai media, seperti buku, makalah ataupun
internet memberikan dasar yang mampu menunjang konsep data untuk
Perancangan Buku Apresiasi Kesenian Jaranan Senterewe Kediri Jawa Timur.
Setelah melalui beberapa tahapan, pada data primer didapat data dan sejarah
perkembangan Jaranan Senterewe, sementara pada data sekunder diperoleh data
mengenai keadaan Jaranan Senterewe di masyarakat saat ini. Kedua data tersebut
kemudian diolah menjadi satu dan saling melengkapi untuk dapat menyelesaikan
perancangan buku apresiasi kesenian Jaranan Senterewe sebagai salah satu media
Universitas Kristen Petra
27
untuk memberikan informasi dan mengajak masyarakat terutama generasi muda
untuk melestarikan Kesenian Jaranan Senterewe yang tulen.