2 bab ii tinjauan pustaka 2.1 landasan teori 2.1repository.untag-sby.ac.id/1761/3/bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
8
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian perpajakan
Perpajakan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pajak mulai dari
pengertian dasar pajak hingga teknis administrasi pelaksanaannya.
2.1.2 Pajak
Menurut Mardiasmo (2016:3) Pajak merupakan iuran yang dibayarkan
oleh rakyat kepada negara yang masuk dalam kas negara yang melaksanakan
pada undang-undang serta pelaksanaannya dapat dipaksaaan tanpa adanya balas
jasa. Iuran tersebut digunakan oleh negara untuk melakukan pembayaran atas
kepentingan umum. untuk melakukan pembayaran atas kepentingan umum
(mardiasmo, 2016:3).Unsur ini memberikan pemahaman bahwa masyarakat
dituntut untuk membayar pajak secara sukarela dan penuh kesadaran sebagai
warganegara yang baik. Penerimaan pajak adalah merupakan sumber
penerimaan yang dapat diperoleh secara terus – menerus dan dapat
dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan pemerintah serta kondisi
masyarakat.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, dalam buku Perpajakan Edisi
Revisi 2013 (2013:1) menjelaskan Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbul (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
9
Menurut Prof Dr. P.J.A. Andriani, dalam buku Perpajakan Indonesia
(2014:3) pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan
dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintah.
Menurut Prof Edwin R.A slegman dalam buku Perpajakan Indonesia
(2009:1) Tax is compulsory contribution from the perso, to the government to
depray the expenses incurred in the common nterest of all, without reference to
special benefit conperred. Pajak adalah kontribusi wajib dari orang tersebut,
kepada pemerintah untuk membayar biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan
umum dari semua, tanpa merujuk pada manfaat khusus conperred.
Menurut Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No.
16 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1 Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada
Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunaka untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Berdasarkan pengertian pajak oleh beberapa ahli, maka pengertian pajak
menurut penulis adalah iuran wajib masyarakat kepada kas Negara yang bersifat
memaksa dengan imbalan yang tidak langsung dirasakan oleh masyarakat dan
digunakan untuk keperluan Negara.
10
2.1.2.1 Ciri – ciri pajak
Menurut Mulyo Agung SE, MM Perpajakan Indonesia (2014:16) Pajak
memiliki ciri-ciri diantaranya:
1. Iuran rakyat ke Negara.
2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta pelaksanaannya yang
sifatnya dapat dipaksakan.
3. Dalam membayar pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
secara langsung oleh pemerintah.
4. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membayar public investment.
6. Pajak juga dapat pula mempunyai tujuan selain budgetair, yaitu mengatur.
Menurut Zain (2014:12) ciri-ciri pajak sebagai berikut:
1. Pajak dipungut oleh Negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh
pemerintah daerah berdasarkan atas Undang-Undang serta aturan
pelaksanaannya.
2. Pemungkinan pajak mengisyaratkan adanya ali dana (sumber daya) dari
sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor Nega4a (pemungut
pajak/administrasi pajak).
3. Pemungkinan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan.
4. Tidak dapa ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh
pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukakn oleh para wajib
pajak.
11
5. Berfungsi sebagai budgeter atau mengisi kas Negara/anggaran Negara
yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan Negara dalam lapangan ekonomi dan sosial
(fungsi mengatur/regulatif).
Menurut Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak, dalam buku Perpajakan Edisi
Revisi 2011 (2011:25) menjelaskan ciri – ciri Pajak adalah
1. Iuran dari rakyat kepada Negara.
2. Berdasarkan undang-undang.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung
dapat ditunjuk.
4. Digunakan untuk membiaya rumah tangga Negara, yakni pengeluaran –
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat.
2.1.2.2 Fungsi pajak
Menurut Mulyo Agung dalam buku Perpajakan Indonesia (2014:34) pajak
memiliki dua fungsi, yaitu:
1. Fungsi Penerimaan (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan
pengeluaran pemerintah. Contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN
sebagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Mengatur ( Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
dibidang social dan ekonomi. Sebagai contoh dikenakan pajak yang tinggi
terhadap minuman keras.
12
Menurut Ikatan Antan Indonesia Kompartemen Akuntansi Pajak (IAI
KAP) (2016) pajak memiliki fungsi yang sanggat strategis bagi berlangsungnya
pembangunan suatu negara. Pajak antara lain memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkkan bagi
pembiayaan pegeluara-pengeluaran pemerintah. Dalam APBN Pajak
merupakan sumber penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Mengatur (Regulatoir)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
dibidang sosial dan ekonomi. Misalnya PPnBM untuk minimum keras dan
barang-barang mewah lainnya.
3. Fungsi Redistribusi
Dalam fungs redistribusi ini lebih ditekankan unsur pemerataan dan
keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif
dalam pengenaan pajak dengan adanya tariff pajak yang lebih besar untuk
penghasilan yang lebih tinggi.
4. Fungsi Demokrasi
Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan sistem gotong royong. Fungsi
ini dikaitkan dengan pelayanan pemerintah kepada masyarakat membayar
pajak, sehingga dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki beberapa fungsi
diantaranya fungsi penerimaan, fungsi mengatur, fungsi redistribusi dan
fungsi demokrasi.
13
2.1.2.3 Sumber penerimaan pajak
Sebagai salah satu unsur penerimaan negara, pajak memiliki peran yang
sangat besar dan semakin diandalkan untuk kepentingan pembangunan dan
pengeluaran pemerintahan. Pembangunan infrastruktur, subsidi, pembayaran
pegawai negara, pembangunan fasilitas publik dibiayai oleh pajak.
1. Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM).
4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
6. Penerimaan cukai.
2.1.3 Pengertian wajib pajak
Menurut Waluyo dalam buku Perpajakan Indonesia (2010:34) Wajib
Pajak adalah Orang pribadi dan Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut Undang-undang nomor 11 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa Wajib
Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Pengertian Wajib Pajak diatas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan, meliputi membayar pajak,dan pemungut pajak
yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundan-undangan perpajakan.
14
2.1.3.1 Jenis – jenis wajib pajak
Wajib Pajak terdiri atas:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
Wajib Pajak orang pribadi adalah subjek pajak yang memiliki
penghasilan atas usaha sendiri atau memiliki pekerjaan tidak bebas seperti
karyawan atau pegawai yang hanya memperoleh passive income yang
penghasilannya di atas pendapatan tidak kena pajak (PTKP), yaitu Rp
54.000.000,00 dan setiap wajib pajak mendaftarkan diri dan mempunyai
nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Berdasarkan Undang-undang No.36 tahun 2008 tentang PPh (Pajak
Penghasilan) yang merupakan perubahan keempat atas UU Nomor 7
tahun 1983, maka wajib pajak orang pribadi dapat di bagi menjadi delapan
yaitu :
1) Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan
dan pekerjaan. Contoh: Pegawai swasta, PNS.
2) Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan
dari Usaha. Contoh: Pengusaha took emas, Pengusaha Industri Mie
Kering.
3) Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan
dari Pekerjaan bebas. Contoh: Dokter, Notaris, Akuntan, Konsultan.
4) Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan
lain yang tidak bersifat final. Contoh: sehubungan dengan
pemodalan seperti Bunga pinjaman, royalti.
5) Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan
yang bersifat final. Contoh: seperti Bunga deposito, hadiah undian.
6) Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan
yang bukan objek pajak. Contoh: seperti bantuan sumbangan.
15
7) Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan
dari luar negeri. Contoh: seperti bunga, royalty PPh 24.
8) Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan
dari berbagai sumber. Contoh: seperti Pegawai swasta tetapi juga
mempunyai usaha rumah makan, PNS tetapi membuka praktek
dokter.
2. Wajib Pajak Badan
Selain Wajib Pajak Pribadi, Wajib Pajak juga terdapat Wajib Pajak
Badan. Menurut UU KUP Republik Indonesia No.16 Tahun 2009 Pasal 1
Ayat 3 menyatakan bahwa badan adalah sekumpulan orang dan/atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma ,
kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan
organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.
2.1.3.2 Syarat subjektif dan objektif wajib pajak
UU No. 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
(untuk selanjutnya disebut UU KUP) tepatnya dipenjelasan Pasal 2 Ayat (1) UU
KUP, berikut definisinya :
1. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan
mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984
dan perubahannya.
16
2. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak menerima atau
memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan
atau pemungutan sesuai dengan Penghasilan 1984 dan perubahannya.
2.1.3.3 Kewajiban dan hak wajib pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang–undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Negara bagi sebesar–besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Mardiasmo (2016:70). Kewajiban Wajib Pajak adalah sebagai
berikut:
a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP).
c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
d. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke
Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.
e. Menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan.
Menurut Mardiasmo (2016:72), hak-hak wajib pajak sebagai berikut:
a. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat
ketetapan pajak.
b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
d. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
e. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
17
2.1.4 Kebijakan administrasi perpajakan
2.1.4.1 Pengertian kebijakan perpajakan (Tax Policies)
Menurut Kamus Indonesia, kebijakan perpajakan adalah rangkaian konsep
dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan. Menurut Ray M. Sommerfeld yang dikutip R. Mansury pengertian
kebijakan perpajakan adalah pengalihan sumber daya dari sektor swasta kepada
sektor publik (Negara), karena penduduk yang bersangkutan mempunyai
kemampuan secara ekonomis yang didasarkan atas peraturan perundang –
undangan tanpa mendapatkan imbalan yang langsung ditunjuk dalam rangka
memenuhi tujuan ekonomi sosial negaranya. Tujuan kebijakan perpajakan
adalah sama dengan kebijakan publik yang mempunyai tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran, distribusi penghasilan yang lebih
adil dan stabilitas.
2.1.4.2 Pengertian administrasi perpajakan (Tax Administration)
Menurut Gunadi (2016:131) administrasi perpajakan dikatakan efektif
apabila mampu mengatasi masalah-masalah berikut ini:
1. Wajib pajak tidak terdaftar (unregistered taxpayers).
Sejauh mana administrasi pajak mampu mendeteksi dan mengambil
tindakan terhadap anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib
Pajak walau seharusnya yang bersangkutan sudah memenuhi ketentuan
untuk menjadi Wajib Pajak. Penambahan jumlah Wajib Pajak secara
signifikan akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Penerapan sanksi
yang tegas perlu diberikan terhadap mereka yang belum mendaftarkan diri
sebagai Wajib Pajak padahal sebenarnya potensial untuk itu.
18
2. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT (stop filling taxpayers)
Menyikapi Wajib Pajak yang sudah terdaftar tetapi tidak menyampaikan
Surat Pemberitahuan (SPT), atau disebut juga stop filing taxpayers,
misalnya dengan melakukan pemeriksaan pajak untuk mengetahui sebab-
sebab tidak disampaikannya Surat Pemberitahuan (SPT) tersebut. Kendala
yang mungkin dihadapi adalah terbatasnya jumlah tenaga pemeriksa..
3. Penyelundup pajak (tax evaders).
Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya
menurut ketentuan perundang-undangan. Keberhasilan sistem self
assessment yang memberi kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang, sangat tergantung dari kejujuran Wajib Pajak. Tidak
mudah untuk mengetahui apakah Wajib Pajak melakukan penyelundupan
pajak atau tidak. Dukungan adanya bank data tentang Wajib Pajak dan
seluruh aktivitas usahanya sangat diperlukan.
4. Penunggak pajak (delinquent tax payers).
Dari tahun ke tahun tunggakan pajak jumlahnya semakin besar. Upaya
pencairan tunggakan pajak dilakukan melalui pelaksanaan tindakan
penagihan secara intensif. Apabila kebijakan perpajakan yang ada mampu
mengatasi masalah-masalah di atas secara efektif, maka administrasi
perpajakannya sudah dapat dikatakan baik sehingga Tax ratio akan
meningkat. Dasar bagi terwujudnya suatu administrasi pajak yang baik
adalah diterapkannya prinsip-prinsip manajemen modern yaitu Planning,
Organizing, Actuating dan Controlling, terdapatnya kebijakan perpajakan
yang jelas dan sederhana sehingga memudahkan Wajib Pajak untuk
melaksanakan kewajibannya, tersedianya Pegawai Pajak yang berkualitas
dan jujur serta pelaksanaan penegakan hukum yang tegas dan konsisten.
19
Menurut Lawrence H. Summers dalam Buku Siti Kurnia (2010:93)
administrasi perpajakan adalah sebagai prosedur meliputi antara lain tahap-tahap
pendaftaran wajib pajak, penetapan pajak, pembayaran pajak, pelaporan pajak,
dan penagihan pajak. Tahap-tahap yang tidak solid dapat merupakan sumber
kecurangan (tax evasion). Laporan Bank Dunia menyatakan bahwa: “Poor tax
administration undermine the effectiveness of the desired tax structure and
raises distortion. A poor designed tax structure makes administration mor
difficult”.
Menurut Jantscher (1997:48) menekankan peran penting administrasi
perpajakan dengan menuju pada kondisi terkini, dan pengalaman di berbagai
negara berkembang. Kebijakan perpajakan (tax police) yang dianggap baik (adil
dan efisien) dapat saja kurang sukses menghasilkan penerimaan atau mencapai
sasaran lainnya karena administrasi perpajakan tidak mampu melaksanakannya.
Menurut Toshiyuki dalam buku Siti Kurnia (2010 : 95) menyatakan
bahwa untuk mencapai hal tersebut disyarakatkan beberapa kondisi administrasi
perpajakan dalam suatu negara adalah sebagai berikut ini:
1. Administrasi pajak harus dapat mengamankan penerimaan negara.
2. Harus berdasarkan perundang – undangan transparan.
3. Dapat merealisasikan perpajakan yang sah dan adil sesuai ketentuan dan
menghilangkan kewenang – wenangan, arogansi, dan perilaku yang
dipengaruhi kepentingan pribadi.
4. Dapat mencegah dan memberikan sanksi serta hukuman yang adil atas
ketidakjujuran dan pelanggaran serta penyimpangan.
5. Mampu menyelenggarakan sistem perpajakan yang efisien dan efektif.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Kebijakan
administrasi perpajakan adalah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
melalui pajak dan administrasi yang baik akan mempermudah wajib pajak untuk
20
memenuhi kewajiban pajaknya. Komponen administrasi pajak yang terdiri dari
kelengkapan instruksi dan kemudahan dalam E-SPT, E-Filling, E-billing, E-
registration akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Semakin banyak yang
mengakses DJP Online situs milik Direktorat Jenderal Pajak maka wajib pajak
akan menimbulkan kemauan membayar yang akan meningkatkan kepatuhan
wajib pajak. Sebaliknya, semakin kurang lengkap instruksi yang disajikan, maka
wajib pajak semakin tidak patuh.
2.1.4.3 Sanksi administrasi
Sanksi Administrasi adalah Pengenaan denda, bunga atau kenaikan atas
ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban administrasi
perpajakan. Sanksi administrasi bukan sebagai penghukum namun
mengingatkan Wajib Pajak agar lebih teliti dan berhati-hati. Sanksi administrasi
ini di bagi menjadi 3 yaitu :
a. Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam
UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar
jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka
perkalian dari jumlah tertentu.
No Keterangan Pasal Sanksi
1 SPT tidak
disampaikan sesuai
atas waktu
penyampaian atau
batas waktu
perpanjangan
penyampaian SPT.
Pasal 7 ayat (1) UU
KUP
a. Rp 500.000,- untuk
SPT masa PPN.
b. Rp 100.000,- untuk
Masa Lainnya.
c. Rp 1.000.000,-
untuk SPT Tahunan
PPh Wajib Pajak
Badan.
d. Rp 100.000,- untuk
SPT Tahunan PPh
21
WPOP.
2. Pengusaha yang telah
dikukuhkan sebagai
PKP, tetapi tidak
membuat faktur pajak
atau membuat faktur
pajak, tetapi tidak
tepat waktu.
Pasal 14 ayat (4) UU
KUP.
2% dari dasar
pengenaan pajak.
3. PKP tidak mengisi
faktur pajak secara
lengkap sesuai
ketentuan pasal 13
ayat (5) UU Nomor
42 Tahun 2008
tentang perubahan
Ketiga atas UU
Nomor 8 Tahun 1983
Pasal 14 ayat (4) UU
KUP.
2% dari dasar
pengenaan pajak.
4. PKP Melaporkan
faktur pajak tidak
sesuai dengan
penerbitkan Faktur
Pajak.
Pasal 14 ayat (4) UU
KUP.
2% dari dasar
pengenaan pajak.
Sumber:www.pajak.go.id
b. Sanksi Administrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang
menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung
berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga
itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu)
bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan
penuh atau tidak dihitung secara harian.
No Keterangan Pasal Sanksi
1. Pembetulan SPT
Masa dan Tahunan
Pasal 8 ayat 2 dan 2a 2% Per bulan, dari
jumlah pajak yang
22
kurang dibayar.
2. Keterlambatan
pembayaran pajak
masa dan tahunan.
Pasal 9 ayat 2 dan 2b 2% Per bulan, dari
jumlah pajak terutang.
3. a. PPh tahun
berjalan
tidak/kurang
bayar.
b. SPT kurang
bayar
Pasal 14 ayat 3 2% Per bulan, dari
jumlah pajak tidak/
kurang dibayr, max 24
bulan.
4. PKP yang gagal
berproduksi dan telah
diberikan
pengembalian Pajak
Masukan
Pasal 14 ayat 5 2% Per bulan, dari
jumlah pajak tidak/
kurang dibayr, max 24
bulan.
5. SKPKB/T, SK
Pembetulan, SK
Keberatan, Putusan
Banding yang
menyebabkan kurang
bayar terlambat
dibayar
Pasal 19 ayat 1 2% Per bulan, atas
jumlah pajak yang tidak
atau kurang dibayar
6. Mengangsur atau
menunda
Pasal 19 ayat 2 2% Per bulan, bagian
dari bulan dihitung
penuh 1 bulan.
7. Kekurangan pajak
akibat penundaan
SPT
Pasal 19 ayat 3 2% Atas kekurangan
pembayaran pajak.
Sumber:www.pajak.go.id
c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan (Progresif)
Sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti
oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah
pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa
kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari
jumlah pajak yang tidak kurang dibayar. Jika dilihat dari penyebabnya,
sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak
23
memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung
jumlah pajak terutang.
No Keterangan Pasal Sanksi
1. Pengungkapan ketidak
benaran SPT sebelum
terbitnya SKP.
Pasal 8 ayat
5
50% Dari pajak yang
kurang dibayar.
2. Apabila: SPT tidak
disampaikan sebagaimana
disebut dalam surat teguran,
PPN/PPnBM yang tidak
seharusnya dikompensasikan
atau tidak tarif 0%, tidak
terpenuhinya Pasal 28 dan
29
a. PPh yang tidak atau
kurang dibayar
b. Tidak / kurang dipotong
/ dipungut/ disetorkan
c. PPN/PPnBM tidak atau
kurang dibayar
Pasal 13
ayat 3
a. 50% Dari PPh yang
tidak/ kurang
dibayar
b. 100% dari PPh
yang tidak/kurang
dipotong/ dipungut
c. 100% Dari PPN/
PPnBM yang tidak
atau kurang dibayar
3. Kekurangan pajak pada
SKPKBT
Pasal 15
ayat 2
100% Dari jumlah
kekurangan pajak
tersebut
Sumber:www.pajak.go.id
2.1.4.4 Indikator kebijakan administrasi perpajakan
1. Sanksi Administrasi:
a. Sanksi administrasi berupa denda adalah jenis sanksi yang
paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan.
b. Sanksi administrasi berupa bunga,Sanksi administrasi berupa
bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang
pajak menjadi lebih besar
24
c. Sanksi administrasi berupa kenaikan 50% dan 100%
(progresif) sanksi yang jumlah pajaknya harus dibayar bisa
menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada
dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu.
2.1.4.5 Pengaruh kebijakan administrasi perpajakan terhadap
kepatuhan wajib pajak
Menurut Carolina (2011:87) dan Hadiningsih (2006:39) menemukan
bahwa administrasi pajak berpengaruh terhadap perilaku wajib pajak dalam
membayar sedangkan kemampuan membayar dipengaruhi oleh kondisi
keuangan perusahaan.
Semakin lengkap instruksi yang termuat dalam formulir dan kemudahan
dalam mengakses E-filling dan E-SPT, maka wajib pajak akan menimbulkan
kemauan membayar yang akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Sebaliknya semakin kurang lengkap intruksi yang disajikan, maka wajib
semakin tidak patuh. Penjelasan yang dipaparkan secara lengkap pada formulir
pajak akan memudahkan wajib pajak untuk memahami isi dan
melaksanakannya. Instruksi yang disajikan secara lengkap dan mudah
dimengerti akan memudahkan wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Pelayanan Pajak harus mensosialisasikan sanksi administrasi
kepada wajib pajak agar wajib pajak jera terhadap administrasi perpajakan.
Menurut Suandy (2013:90), Nasucha (2013:54) dalam Gunadi (2013:72)
menyatakan bahwa terdapat tiga unsur-unsur perpajakan yang dapat
menimbulkan tax gap dan perencanaan pajak, yaitu administrasi pajak dan
kualitas layanan. Hal tersebut menjelakan administrasi pajak, kualitas layanan
memiliki peran penting dalam membentuk kepatuhan wajib pajak. Jadi dengan
adanya administrasi perpajakan yang baik dan mudah di pahami maka akan
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
25
2.1.5 Kualitas pelayanan pajak
2.1.5.1 Pengertian kualitas
Menurut Heizer dan Render (2016:71) menjelaskan kualitas adalah
persepsi dari konsumen karena sifatnya yang tidak nyata (intangible) serta
produksi dan konsumsinya berjalan secara simultan atau bersamaan.
Menurut Supadmi dalam buku Heizer dan Render (2016:83) menjelaskan
kualitas adalah sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan jasa manusia,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang
menginginkannya.
Berdasarkan definisi diatas, maka kualitas dapat dikatakan oleh peneliti
yaitu kondisi dimana tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan
ekspektasi wajib pajak, dan umumnya harapan wajib pajak dibentuk oleh
pengalaman, informasi lisan dan iklan.
2.1.5.2 Pengertian Pelayanan Pajak
Melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-84/PJ/2011
ditegaskan mengenai pelayanan perpajakan adalah sentra dan indikator utama
untuk membangun citra DJP, sehingga kualitas pelayanan harus terus menerus
ditingkatkan dalam rangka mewujudkan harapan dan membangun kepercayaan
Wajib Pajak dan seluruh stakeholder perpajakan terhadap DJP.
Hakikat pelayanan umum adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan instansi
pemerintah di bidang pelayanan umum.
2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan
sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya
guna dan berhasil guna (efisien dan efektif).
26
3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
2.1.5.3 Pengertian kualitas pelayanan pajak
Menurut Lena Ellitan dalam buku Heizer dan Render (2016:90) Kualitas
Pelayanan Pajak adalah Pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak dengan
menonjolkan sikap yang baik dan menarik antara lain melayani Wajib pajak
dengan penampilan serasi, berpikiran positif dan dengan sikap menghargai para
Wajib Pajak.
Menurut Diana Sari (2013:52) Kualitas Pelayanan Pajak adalah
serangkaian perbuatan nyata yang dilakukan untuk mewujudkan pemberian
layanan yang terbaik bagi wajib pajak.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan
pajak merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan wajib pajak serta
ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan wajib pajak. Kualitas
pelayanan pajak dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para
wajib pajak atas pelayanan yang nyata mereka terima atau peroleh dengan
pelayanan yang sesungguhnya mereka harapan atau inginkan terhadap atribut-
atribut pelayanan pada setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
2.1.5.4 Indikator Kualitas Pelayanan Pajak
1. Bukti langsung (tangibles)
Bukti langsung adalah tersedianya tampilan gedung,fasilitas fisik
pendukung, perlengkapan dan sarana komunikasi.
2. Jaminan dan Kehandalan (reliability)
Kehandalan yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan tepat, memberikan pelayanan yang dibutuhkan
konsumen dengan tanggap dan kemampuan dapat dipercaya,
27
terutama dalam memberikan pelayanan secara tepat dengan cara
yang sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan dan memberikan
jaminan bahwa petugas pajak bisa memberikan layanan dengan
baik.
2.1.5.5 Standart Operating Procedures (SOP) kualitas pelayanan
pajak di KPP Surabaya Mulyorejo
1. Standart Operating Procedures tata cara pendaftaran NPWP
a. Wajib Pajak mengajukan berkas pendaftaran npwp dengan
menggunakan formulir pendaftaran dan perubahan data wajib
pajak beserta persyaratannya kepada petugas tempat
pelayanan terpadu.
b. Petugas tempat pelayanan terpadu menerima formulir
pendaftaran dan perubahan data wajib pajak kemudian
meneliti kelengkapan persyaratannya.
c. Pelaksana Seksi Pelayanan merekam berkas pendaftaran
Wajib Pajak.
d. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak konsep Surat
Keterangan Terdaftar dan Kartu NPWP.
e. Kepala seksi Pelayanan mendatangani Surat Keterangan
Terdaftar.
f. Pelaksana Seksi Pelayanan menerima dokumen yang telah
ditandatangani kemudian memisahkan dokumen untuk arsip.
g. Pelaksana Seksi Pelayanan mengarsipkan dan menyerahkan
dokumen kepada Wajib Pajak.
28
2. Standart Operating Procedures tata cara penerimaan dan
pengolahan SPT Masa PPH
a. Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPh baik langsung
maupun melalui Pos/Jasa kurir ke Kantor Pelayanan Pajak.
b. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) menerima SPT
Masa PPh yang disampaikan langsung oleh wajib pajak,
terdaftar dengan Surat Pengantar Penerusan SPT Masa PPh
ke KPP lain.
c. Petugas TPT mengecek kelengkapan SPT Masa PPh
berdasarkan ketentuan dalam hal SPT Masa PPh diterima
dalam bentuk hardcopy lengkap dan menggabungkan LPAD
dengan SPT Masa PPh atau dokumen kelengkapan SPT Masa
PPh.
d. Petugas TPT meneruskan konsep Surat Pengantar Penerusan
SPT Masa PPh ke Kantor Pelayanan Pajak lain atau Surat
Penolakan SPT Masa PPh ke Kepala Seksi Pelayanan dan
meneruskan SPT beserta batch header ke Pelaksana Seksi
Pengolahan Data dan Informasi.
e. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan menandatangani konsep
surat yang diterima. Proses atas surat yang telah
ditandatangani dilanjutkan ke SOP Tata Cara Penatausahaan
Dokumen WP dan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di
KPP.
f. Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi mengecek
dan mencocokkan kebenaran fisik SPT Masa PPh apakah
telah sesuai dengan isi batch header, merekam SPT Masa
PPh lengkap, dan mengirimkan SPT Masa PPh yang telah
direkam.
29
g. Account Representative meneliti dan memproses SPT yang
terdapat kesalahan matematis dan/atau terlambat
disampaikan/dibayar berdasarkan data hasil perekaman SPT.
h. Account Representative mengirim SPT unbalance dan SPT
yang terlambat lapor atau terlambat bayar ke Seksi Pelayanan
setelah SPT tersebut selesai ditindaklanjuti.
i. Pelaksana Seksi Pelayanan menerima SPT yang sudah
direkam dari Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi
dan SPT yang sudah selesai ditindaklanjuti dari Pelaksana
Seksi Pengawasan dan Konsultasi serta menatausahakan SPT
tersebut.
3. Standart Operating Procedures Tata Cara Penerimaan dan
Pengolahan SPT Tahunan Pajak Penghasilan
Tata Cara Pnerimaan SPT Tahunan yang disampaikan oleh
Wajib Pajak, sebagai berikut:
a) Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan/e-SPT Tahunan
secara langsung ke TPT/Pojok Pajak/Mobil Pajak.
b) Petugas Penerima SPT melakukan penelitian kelengkapan
formal SPT Tahunan, apabila SPT lengkap maka Petugas
Penerima SPT membubuhkan stempel lengkap dan kepada
wajib pajak diberikan tanda terima.
c) Apabila SPT tidak lengkap maka Petugas Penerima SPT
membuat lembar penelitian SPT Tahunan dan selanjutnya
lembar penelitian beserta SPT-nya dikembalikan kepada
Wajib Pajak.
d) Petugas Penerima SPT memberikan tanda terima SPT tanpa
melakukan penelitian kelengkapan formal terlebih dahulu
30
atas SPT tahunan yang disampaikan secara langsung oleh
Wajib Pajak yang tidak terdaftar di KPP penerima SPT.
e) Apabila SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah SPT
Pembetulan, maka Petugas Penerima SPT mengarahkan
Wajib Pajak kepada Account Representative.
f) Account Representative menerima SPT Tahunan Pembetulan
dari Wajib Pajak dan melakukan penelitian syarat
penyampaian SPT Tahunan Pembetulan,
g) Account Representative mengarahkan Wajib Pajak yang SPT
Pembetulannya telah dinyatakan sebagai SPT lengkap untuk
menyerahkan SPT Pembetulan tersebut kepada Petugas
Penerima SPT.
h) Petugas Penerima SPT memberikan tanda terima kepada
Wajib Pajak dan memisahkan SPT dari Wajib Pajak yang
terdaftar di KPP Sendiri dan SPT dari Wajib Pajak yang
terdaftar di KPP lain, serta berdasarkan status SPT (Nihil,
Kurang Bayar, dan Lebih Bayar).
i) Petugas Penerima SPT di akhir masa tugas penerimaan SPT
Tahunan membuat berita acara serah terima berkas
penerimaan, serta menandatanganinya lalu menyerahkan
berita acara serah terima berkas penerimaan,SPT yang
disampaikan Wajib Pajak, Tanda Terima yang tidak terpakai,
serta arsip tanda terima terpakai.
2.1.5.6 Pengaruh kualitas pelayanan pajak terhadap kepatuhan
wajib pajak
Salah satu upaya dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah
memberikan pelayanan yang baik kepada wajib pajak. Peningkatan kualitas dan
31
kuantitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada wajib
pajak sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang
perpajakan.
Kualitas pelayanan dapat diukur dengan kemampuan memberikan
pelayanan yang memuaskan, dapat memberikan pelayanan dengan tanggapan,
kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya yang dimiliki oleh aparat
pajak. Disamping itu, juga kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi
yang baik, memahami kebutuhan wajib pajak, tersedianya fasilitas fisik
termasuk sarana komunikasi yang memadai dan pegawai yang cakap dalam
tugasnya. Apabila hal tersebut dapat dipenuhi oleh petugas pajak, tentu saja
wajib pajak akan merasa nyaman dalam melakukan kewajiban perpajakannya
dan kepatuhan wajib pajak akan meningkat.
Aparat pemerintah hendaknya mampu memberikan pelayanan umum
yang berkualitas pada masyarakat. Muhammad Yusril (2016) juga berpendapat
bahwa pelayanan yang berkualitas adalah sejumlah keistimewaan produk, baik
langsung maupun tidak langsung yang memenuhi keinginan masyarakat dan
memberi kepuasan atas penggunaan produk tersebut.
2.1.6 Kepatuhan Wajib Pajak
2.1.6.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Keputusan Direktorat Jenderal Pajak yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
544/KMK.04/2000 tentang Kriteria Wajib Pajak yang dapat diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016:113) istilah kepatuhan
berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat
32
memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk
dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib pajak yang
patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut Safri Nurmantu dalam buku Siti Kurnia (2010:148)
mengemukakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat di definisikan sebagai suatu
keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya. Ada 2 macam kepatuhan, yaitu :
1. Kepatuhan formal, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
perpajakan.
2. Kepatuhan material, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara
substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material
perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang – undang perpajakan.
Menurut Chaizi dalam buku Siti Kurnia Rahayu (2010:151) Kepatuhan
Wajib Pajak didefinisikan sebagai berikut:
1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.
2. Kepatuhan Wajib Pajak untuk menyetorkan kembali SPT.
3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang.
4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Dari beberapa pendapat menurut para ahli di atas, maka pengertian
kepatuhan wajib pajak menurut penulis merupakan suatu keadaan dimana wajib
pajak memenuhi semua kewajiban perpajakannya secara sukarela merupakan
tulang punggung Self Assessment System, dimana Wajib Pajak bertanggung
jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan melaksanakan hak
33
perpajakan, tunduk, patuh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan
peraturan pelaksanan perpajakan yang sudah ditetapkan.
2.1.6.2 Pengertian Self Assessment System
Self Assessment System merupakan metode memberikan tanggung jawab
yang besar kepada wajib pajak karena semua proses dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan dilakukan sendiri oleh wajib pajak.
Menurut Waluyo dan Wirawan B Iiyas dalam bukunya Perpajakan
Indonesia, Self Assessment System merupakan pemungutan pajak yang
memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus dibayar.
Menurut Siti Resmi (2016:13) dalam bukunya Perpajakan, Self
Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak terhutang setiap
tahunnya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku.
Kelebihan dari self assessment system adalah Wajib Pajak diberikan
kepercayaan oleh fiskus untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri
pajaknya yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Fungsi perhitungan adalah fungsi yang memberi hak kepada WP untuk
menentukan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perpajakan.
Kelemahan dari sistem ini adalah segala risiko pajak yang nantinya akan
timbul menjadi tanggung jawab WP. Salah satu alasan diberlakukannya
reformasi self assessment system adalah meningkatnya kepatuhan membayar
pajak ( Tarjo dan Kusumawati, 2006). Hal tersebut dikarenakan sistem
assessment menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam pemenuhan
kewajiban perpajakannya.
34
Kepatuhan wajib pajak memiliki peran penting dalam sistem pemungutan
pajak di Indonesia yang menerapkan self assessment system. Dengan tingkat
kepatuhan yang tinggi berarti wajib pajak sudah dengan sukarela membayar
pajaknya, sehingga dapat meningkatkan penerimaan Negara Indonesia.
2.1.6.3 Syarat menjadi wajib pajak patuh
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK/03/2017
tentang Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
disebut sebagai Wajib Pajak Patuh apabila memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
a) Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan selama 3 (tiga) Tahun
Pajak terakhir yang wajib disampaikan sampai dengan akhir tahun
sebelum tahun penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
dilakukan tepat waktu.
b) Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat dalam
tahun terakhir sebelum tahun penetapan Wajib Pajak Dengan
Kriteria Tertentu untuk Masa Pajak Januari sampai November tidak
lebih dari 3(tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak
berturut-turut.
c) Seluruh Surat Pemberitahuan Masa dalam tahun terakhir sebelum
tahun penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu untuk Masa
Pajak Januari sampai November telah disampaikan.
d) Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud
pada nomor b) telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak berikutnya.
35
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin menganggur atau menunda
pembayaran pajak. Tunggakan pajak adalah angsuran pajak yang belum
dilunasi pada saat setelah tanggal pengenaan denda.
3. Laporan keuangan harus diaudit oleh Akuntan Publik atau Lembaga
Pengawas Keuangan Pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian diberikan oleh auditor apabila tidak ditemukan kesalahan
material secara menyeluruh dalam laporan keuangan yang disajikan,
dengan kata lain laporan keuangan tersebut sudah sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK).
4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan keputusan pengauditan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu lima tahun terakhir.
Keuntungan yang diterima apabila menjadi Wajib Pajak patuh adalah
mendapatkan pelayanan khusus dalam restitusi pajak penghasilan dan
pajak pertambahan nilai yaitu pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
tanpa harus dilakukan pemeriksaan kepada pengusaha kena pajak.
Maka pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak
dalam pemenuhan kewajiban perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan
perpajakan yang berlaku dalam suatu negara.
Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan
wajib pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada
hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang
dibayarkan pada kas negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum
tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh, meskipun memberikan
kontribusi besar pada negara, jika masih memiliki tunggakan maupun
36
keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat wajib pajak
patuh.
Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia,
baik bagi negara maju maupun di negara berkembang. Karena jika wajib pajak
tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan
penghindaran, penggelapan,penyelundupan dan pelalaian pajak yang pada
akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara
berkurang.
Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi
sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak,
penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, tarif pajak.
Administrasi perpajakan di Indonesia masih perlu diperbaiki, dengan
perbaikan diharapkan wajib pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Dengan alat untuk mencapai suatu sistem telah diperbaiki maka
faktor-faktor lain akan terpengaruh.
Administrasi baik tentunya karena instansi pajak, sumber daya
aparatpajak dan prosedur perpajakannya baik. Dengan kondisi tersebut maka
usaha memberikan pelayanan bagi wajib pajak akan lebih baik, lebih cepat dan
menyenangkan wajib pajak. Dampaknya akan nampak pada kerelaan wajib
pajak untuk membayar pajak.
Wajib pajak akan patuh (karena tekanan) karena mereka berfikir adanya
sanksi berat akibat tindakan ilegal dalam usahanya untuk penyelundupan pajak.
Tindakan pemberian sanksi tersebut terjadi jika wajib pajak terdeteksi dengan
administrasi yang baik dan terintegrasi serta melalui aktivitas pemeriksaan oleh
aparat pajak yang berkompeten dan memiliki integritas tinggi, melakukan
tindakan Tax Evasion. Penurunan tarif pajak juga akan mempengaruhi motivasi
wajib pajak membayar pajak. Dengan tarif pajak yang rendah otomatis pajak
yang dibayarkan pun tidak banyak.
37
Kepatuhan perpajakan dapat diwujudkan salah satunya dengan kemauan
membayar pajak didukung oleh kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan
pemahaman terhadap peraturan perpajakan, persepsi yang baik atas efektivitas
Sistem perpajakan. Penelitian ini akan mengkaji lebih jauh bagaimana pengaruh
Sunset Policy terhadap faktor-faktor pendorong kemauan membayar pajak.
2.1.6.4 Elemen-elemen kepatuhan wajib pajak
Menurut Supadmi (2010:46) mengatakan bahwa kepatuhan sebagai
fondasi Self Assessment System dapat docapai apabila elemen-elemen kunci telah
ditetapkan secara efektif. Elemen – elemen kunci tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak.
2. Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak.
3. Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif.
2.1.6.5 Upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak
Peningkatan kepatuhan merupakan tujuan utama dari Direktorat Jenderal
Pajak, ketika sistem perpajakan suatu negara telah maju, pendekatan reformasi
diletakkan pada peningkatan dalam kepatuhan dan administrasi perpajakan. Hadi
Purnomo dalam Marcus Taufan Sofyan (2005) menyatakan terdapat tiga strategi
dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui administrasi perpajakan,
yaitu:
a. Membuat program dan kegiatan yang dapat menyadarkan dan
meningkatkan kepatuhan secara sukarela.
b. Meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak yang sudah patuh supaya
dapat mempertahankan atau meningkatkan kepatuhannya.
c. Dengan menggunakan program atau kegiatan yang dapat memerangi
ketidakpatuhan.
38
2.1.6.6 Proses penetapan wajib pajak patuh
Penetapan Wajib Pajak Patuh diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
RI No.39/PMK.03/2018 Pasal 4, yaitu:
1. Penetapan sebagai Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan:
a) Berdasarkan permohonan dari Wajib Pajak; atau
b) Berdasarkan kewenangan Direktur Jenderal Pajak secara jabatan.
2. Bebas waktu pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1)
huruf a), diajukan paling lambat tanggal 10 januari pada tahun penetapan
Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu.
3. Berdasarkan hasil penelitian atas pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, Direktur Jenderal Pajak:
a) Menerbitkan keputusan mengenai penetapan Wajib Pajak Dengan
Kriteria Tertentu, dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat 1) memenuhi persyaratan; atau
b) Memberikan secara tertulis kepada Wajib Pajak mengenai
penolakan permohonan, dalam hal permohonan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat 1) tidak memenuhi persyaratan.
4. Penerbitan keputusan atas Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu dan
pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 3) huruf b,
dilakukan paling lambat tanggal 20 Februari pada tahun penetapan Wajib
Pajak Dengan Kriteria Tertentu.
5. Apabila sampai dengan tanggal 20 Februari pada tahun penetapan
sebagaimana dimaksud pada ayat 4) Direktur Jenderal pajak tidak
memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat 1) dianggap disetujui dan Direktur Jenderal Pajak.
39
2.1.6.7 Pemenuhan kewajiban perpajakan
Menurut Supadmi dalam buku Heizer dan Render (2016:121)
menyebutkan bahwa wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri
kewajiban pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan
melaporkan pajak tersebut. Kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban
perpajakan yang tercermin dalam situasi sebagai berikut :
1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
2.1.6.8 Indikator kepatuhan wajib pajak
1. Ketetapan Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)
Dikatakan tepat waktu apabila wajib pajak melaporkan SPT sesuai
dengan waktu yang ditetapkan. Ketetapan waktu dalam membayar
pajak, patuh mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, mengisi
formulir dengan benar, menghitung membayar jumlah pajak yang
terutang dengan benar dan patuh terhadap aturan-aturan yang
ditetapkan di perpajakan.
2.1.7 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
NO
JUDUL,
NAMA, DAN
TAHUN
PENELITIAN
VARIABEL
PENELITIAN
ANALISIS
DATA
HASIL
PENELITIAN
PERSAMAN
DAN
PERBEDAAN
1. Modernisasi
Sistem
Administrasi
Ada 1 variabel
independen
yang
Metode yang
digunakan
adalah
Hasil
penelitian
menunjukkan
Perbedaan:
Variabel
independen
40
Perpajakan
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang Pribadi
Dan Wajib
Pajak Badan
Pada Kantor
Pelayanan
Pajak Pratama
Manado.
(Widya K
Sarunan,
2016).
berpengaruh
positif terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang Pribadi
dan Wajib
Pajak Badan:
Modernisasi
Sistem
Administrasi
Perpajakan.
Sedangkan ada
5 indikator
yang
berpengaruh
yaitu : struktur
organisasi,
business
process, dan
teknologi
informasi dan
komunikasi,
penyempurnaan
manajemen
sumber daya
manusia, dan
pelaksanaan
good
governance.
penelitian
kuantitatif
dengan
menggunakan
kuesioner.
bahwa
modernisasi
sistem
administrasi
perpajakan
memiliki
pengaruh
positif
terhadap
kepatuhan
wajib pajak.
peneliti
menggunakan
kualitas
pelayanan
pajak dan
objek peneliti
di KPP
Pratama
Surabaya
Mulyorejo.
Persamaan:
Variabel
independen
administrasi
perpajakan dan
variabel
dependen
kepatuhan
wajib pajak.
2. Pengaruh
Tingkat
Pemahaman
Wajib Pajak
Dan Kualitas
Pelayanan
Fiskus
Terhadap
Tingkat
Kepatuhan
Wajib Pajak
Pph Orang
Pribadi.
Farid Syahril,
2013).
Ada 2 variabel
indenpenden
yaitu: Pengaruh
tingkat
pemahaman
wajib pajak dan
kualitas
pelayanan
fiskus, da nada
1 variabel
dependen yaitu:
tingkat
kepatuhan
wajib pajak.
Metode ini
menggunakan
sampel yang
dipilih
menggunakan
teknik
pengambilan
sampel
convenience
sampling
method,
dengan
menggunakan
rumus slovin,
teknik analisis
data
menggunakan
teknik regresi
berganda
Hasil
penelitian ini
menunjukkan
bahwa tingkat
pemahaman
wajib pajak
dan kualitas
pelayanan
fiskus
berpengaruh
signifikan
positif
terhadap
tingkat
kepatuhan
wajib pajak.
Perbedaan:
Variabel
independen
peneliti
menggunakan
kebijakan
administrasi
perpajakan dan
objek peneliti
di KPP
Pratama
Surabaya
Mulyorejo.
Persamaan:
Variabel
independen
kualitas
pelayanan
41
dengan
bantuan SPSS.
pajak dan
variabel
dependen
kepatuhan
wajib pajak
3.
Pengaruh
Administrasi
Perpajakan,
Kualitas
Layanan
Fiskus,
Terhadap
Perilaku Wajib
Pajak Dan
Kepatuhan
Wajib
Pajak(Studi
Pada Wajib
Pajak Badan
Di Kantor
Pelayanan
Pajak Malang
Selatan).
(Muhammad
Yusril, Siti
Ragil
Handayani,
Nila Firdaus
Nuzula, 2016).
Ada 2 variabel
independen
yaitu:
administrasi
perpajakan,
kualitas
layanan fiskus,
dan ada2
variabel
dependen yaitu:
perilaku wajib
pajak dan
kepatuhan
wajib
Metode ini
menggunakan
accidental
sampling dan
dianalisis
dengan
menggunakan
teknik analisis
jalur (path
Analysis)
dalam aplikasi
SPSS versi 20
Hasil
Penelitian
menunjukkan
bahwa dari
administrasi
perpajakan,
kualitas
layanan fiskus,
dan perilaku
wajib pajak
memiliki
pengaruh yang
sgnifikan
terhadap
kepatuhan
wajib pajak.
Perbedaan:
objek peneliti
di KPP
Pratama
Surabaya
Mulyorejo.
Persamaan:
Variabel
independen
administrasi
perpajakan,
kualitas
pelayanan
pajak dan
variabel
dependen
kepatuhan
wajib pajak.
4. Analisis
Pengaruh
Reformasi
Administrasi
Perpajakan
Melalui
Payment
Online System
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
Badan di KPP
Pratama
Manado.
Enrico
Madayanto,
Herman
Karamoy,
Treesjeruntu
(2015).
Variabel
independen
yaitu
Reformasi
Administrasi
Perpajakan
Melalui
Payment
Online
System,dan
variabel
dependen
yaitu:kepatuhan
wajib pajak.
Metode
purposive
sampling atau
sampel dipilih
secara
Sengaja dan
menggunakan
analisis regresi
sederhana.
Hasil
penelitian
dengan
menggunakan
analisis regresi
sederhana
menunjukan
bahwa
Reformasi
administrasi
perpajakan
melalui
payment online
system
berpengaruh
terhadap
Kepatuhan
wajib pajak
PPh badan.
Artinya
reformasi
Perbedaan:
Variabel
independen
peneliti
menggunakan
kualitas
pelayanan
pajak dan
objek peneliti
di KPP
Pratama
Surabaya
Mulyorejo.
Persamaan:
Variabel
independen
kebjakan
administrasi
perpajakan dan
variabel
42
administrasi
perpajakan
melalui
payment online
system baik
jika
kepatuhan
wajib pajak
PPh badan
baik.
dependen
kepatuhan
wajib pajak.
5. Pengaruh
Kualitas
Pelayanan
Petugas Pajak,
Sanksi
Perpajakan
Dan Biaya
Kepatuhan
Pajak
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
UMKM.
Arabella
Oentari Fuadi
dan Yenni
Mangoting
(2013).
Variabel
independen ada
3 yaitu: kualitas
pelayanan
petugas pajak,
sanksi
perpajakan dan
biaya
kepatuhan
pajak, dan
variabel
dependen yaitu:
kepatuhan
wajib pajak
UMKM.
Metode
penelitian
menggunakan
teknik regresi
berganda dan
menggunakan
kuesioner.
Hasil
penelitian ini
adalah terdapat
pengaruh
positif kualitas
pelayanan
petugas pajak,
sanksi pada
kepatuhan
wajib pajak.
Semakin baik
kualitas
pelayanan
petugas pajak
dan semakin
berat sanksi
perpajakan
yang
dikenakan
pada Wajib
Pajak UMKM
maka akan
meningkatkan
kepatuhan
Wajib Pajak
UMKM.
Perbedaan:
Variabel
independen
peneliti
menggunakan
kebijakan
administrasi
perpajakan dan
objek peneliti
di KPP
Pratama
Surabaya
Mulyorejo.
Persamaan:
Variabel
independen
kualitas
pelayanan
pajak dan
variabel
dependen
kepatuhan
wajib pajak
6. Pengaruh
Penerapan
Sistem
Adminstrasi
Perpajakan
Modern dan
Kesadaran
Wajib Pajak
pada
Kepatuhan
Wajib Pajak.
I Wayan Sugi
Astana, Ni
Ketut Lely
Variabel
independen
yaitu Sistem
Administrasi
Perpajakan dan
kesadaran
wajib pajak,dan
variabel
dependen
yaitu:kepatuhan
wajib pajak.
Metode
Penelitian
menggunakan
teknik
accidental
sampling dan
penelitian ini
menggunakan
analisis regresi
linier berganda
Hasil
penelitian ini
adalah terdapat
pengaruh
positif
penerapan
sistem
administrasi
perpajakan
modern dan
kesadaran
Wajib Pajak
pada
kepatuhan
Wajib Pajak
Perbedaan:
Variabel
independen
peneliti
menggunakan
kualitas
pelayanan
pajak dan
objek peneliti
di KPP
Pratama
Surabaya
Mulyorejo.
Persamaan:
43
Aryani
Merkusiwati
(2017).
Orang Pribadi
di KPP
Pratama
Gianyar.
Variabel
independen
Sistem
Administrasi
Perpajakan dan
variabel
dependen
kepatuhan
wajib pajak.
7. Pengaruh
Pengetahuan
Wajib Pajak,
Penyuluhan
Pajak, Kualitas
Pelayanan
Pajak, Dan
Pemeriksaan
Pajak
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
Badan Di Kota
Padang.
Muchsin Ihsan
(2013).
Variabel
independen ada
3 yaitu:
Pengetahuan
Wajib Pajak,
Penyuluhan
Pajak, Kualitas
Pelayanan
Pajak, dan 1
variabel
dependen yaitu:
kepatuhan
wajib pajak.
Metode
Penelitan
menggunakan
pemelihan
sampel yang
menggunakan
metode
purposive
sampling.
Hasil
penelitian
membuktikan
bahwa
pengetahuan
Wajib Pajak,
penyuluhan
pajak, kualitas
pelayanan
pajak, dan
pemeriksaan
pajak
berpengaruh
signifikan
positif
terhadap
kepatuhan
Wajib Pajak
Badan di Kota
Padang.
Perbedaan:
Variabel
independen
peneliti
menggunakan
kebijakan
administrasi
perpajakan dan
objek peneliti
di KPP
Pratama
Surabaya
Mulyorejo.
Persamaan:
Variabel
independen
kualitas
pelayanan
pajak dan
variabel
dependen
kepatuhan
wajib pajak
8. Pengaruh
Pengetahuan
Perpajakan,
Modernisasi
Sistem
Administrasi
Perpajakan,
dan Kesadaran
Wajib Pajak
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
Pada Kantor
Wilayah
Direktorat
Jenderal Pajak
Daerah
Istimewa
Ada 3 Variabel
independen
yang
berpengaruh
positif terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak :
Pengetahuan
perpajakan,
Modernisasi
sistem
Administrasi
Perpajakan,
Kesadaran
Wajib Pajak.
Menggunakan
uji asumsi
klasik, regresi
linier
sederhana, dan
regresi linier
berganda.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
Pengetahuan
perpajakan,
Modernisasi
sistem
administrasi
perpajakan,
Kesadaran
Wajib Pajak
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak.
Perbedaan:
Variabel
independen
peneliti
menggunakan
kualitas
pelayanan
pajak dan
objek peneliti
di KPP
Pratama
Surabaya
Mulyorejo.
Persamaan:
Variabel
independen
Sistem
44
Yogyakarta
Tahun 2013.
(Septiyani Nur
Khasanah,
2016).
Administrasi
Perpajakan dan
variabel
dependen
kepatuhan
wajib pajak.
9. Pengaruh
Administrasi
Perpajakan dan
Sumber Daya
Manusia
Terhadap
Tingkat
Kepatuhan
Wajib Pajak.
(Moch.
Dzulkirom
A.R, 2018).
Variabel
penelitian ada 2
variabel
independen
yaitu:
Administrasi
Perpajakan dan
Sumber Daya
Manusia
Variabel
dependen
yaitu:kepatuhan
wajib pajak.
Metode
pengambilan
data
menggunakan
metode
sampling
incidental dan
teknis analisis
data
menggunakan
analisis regresi
berganda .
Hasil
penelitian ini
menunjukkan
bahwa
administrasi
perpajakan dan
kepatuhan
wajib pajak
secara parsial
berpengaruh
signifikan,
variabel
sumber daya
manusia secara
parsial juga
berpengaruh
terhadap
kepatuhan
wajib pajak
Perbedaan:
Variabel
independen
peneliti
menggunakan
kualitas
pelayanan
pajak, objek
peneliti di KPP
Pratama
Surabaya
Mulyorejo.
Persamaan:
Variabel
independen
kebijakan
administrasi
perpajakan dan
variabel
dependen
kepatuhan
wajib pajak.
10. Pengaruh
Kualitas
Pelayanan
Pajak Dan
Pengetahuan
Wajib
Pajak
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang Pribadi
Di
Kelurahan
Kleak
Kecamatan
Malalayang
Kota Manado.
(Kilapong G.
Ester, 2017).
Variabel
indenpenden
ada 2 yaitu:
Kualitas
Pelayanan
Pajak Dan
Pengetahuan
Wajib
Pajak dan
variabel
dependen yaitu:
Kepatuhan
Wajib Pajak.
Metode
pengambilan
sampel
menggunakan
Sampling
Purposive,
pengambilan
sampel
menggunakan
rumus slovin
dan
menggunakan
SPSS versi
17.0
Hasil
Penelitian
menunjukkan
bahwa
pengetahuan
wajib pajak
menunjukkan
signifkan
terhadap
kepatuhan
wajib pajak
tetapi kualitas
pelayanan
pajak tidak
berpengaruh
terhadap
kepatuhan
wajib pajak.
Perbedaan:
Variabel
independen
peneliti
menggunakan
kebijakan
administrasi
perpajakan dan
objek peneliti di
KPP Pratama
Surabaya
Mulyorejo.
Persamaan:
Variabel
independen
kualitas
pelayanan pajak
dan variabel
dependen
kepatuhan wajib
pajak.