bab ii - untag-sby.ac.id

16
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari alternatif perbaikan tanah ekspansif. Beberapa contoh penelitian yang telah dilakukan antara lain adalah Tabel 2.1 Penelitian terdahulu No. Nama Peneiti Tahun Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Lina Rahma Ubaidillah, dkk 2017 Pengaruh ratio slurry pada stabilisasi tanah lempung ekspansif untuk metode DSM. Tanah yang distabilisasi dengan penambahan 8% kapur serta variasi kadar slurry air-kapur berpengaruh terhadap sifat pada tanah tersebut. Kadar slurry air-kapur mampu meningkatkan nilai qu, tegangan dan Cu. Hasil variasi kadar slurry air-kapur kekuatan maksimal yang bisa diperoleh pada penambahan sebesar 10%. 2. Duta Cahya Marga Utama, dkk 2016 Pengaruh variasi diameter soil cemen column skala laboratorium untuk stabiisasi tanah lempung plastisitas tinggi pada indeks likuiditas 1 dan 1,25. Sebelum distabilisasi penurunan yang terjadi pada indeks likuiditas 1 dan 1,25 adalah 7,5 mm dan 8,1 mm, terjadi peningkatan 0,6 mm. seteah distabilisasi dengan diameter 8cm, 11cm dan 13 cm mengalami pengurangan penurunan menjadi 6 mm, 6,5mm dan 7,1

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II - untag-sby.ac.id

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari alternatif perbaikan tanah

ekspansif. Beberapa contoh penelitian yang telah dilakukan antara lain adalah

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

No. Nama Peneiti Tahun

Penelitian

Judul

Penelitian Hasil Penelitian

1. Lina Rahma

Ubaidillah, dkk

2017 Pengaruh ratio

slurry pada

stabilisasi

tanah lempung

ekspansif untuk

metode DSM.

Tanah yang

distabilisasi dengan

penambahan 8% kapur

serta variasi kadar

slurry air-kapur

berpengaruh terhadap

sifat pada tanah

tersebut. Kadar slurry

air-kapur mampu

meningkatkan nilai qu,

tegangan dan Cu.

Hasil variasi kadar

slurry air-kapur

kekuatan maksimal

yang bisa diperoleh

pada penambahan

sebesar 10%.

2. Duta Cahya

Marga Utama,

dkk

2016 Pengaruh

variasi

diameter soil

cemen column

skala

laboratorium

untuk stabiisasi

tanah lempung

plastisitas

tinggi pada

indeks

likuiditas 1 dan

1,25.

Sebelum distabilisasi

penurunan yang terjadi

pada indeks likuiditas

1 dan 1,25 adalah 7,5

mm dan 8,1 mm,

terjadi peningkatan 0,6

mm. seteah

distabilisasi dengan

diameter 8cm, 11cm

dan 13 cm mengalami

pengurangan

penurunan menjadi 6

mm, 6,5mm dan 7,1

Page 2: BAB II - untag-sby.ac.id

6

Tabel 2.1 lanjutan Penelitian terdahulu

No. Nama Peneiti Tahun

Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian

2. Duta Cahya

Marga Utama,

dkk

2016 Pengaruh variasi

diameter soil

cemen column

skala

laboratorium

untuk stabiisasi

tanah lempung

plastisitas tinggi

pada indeks

likuiditas 1 dan

1,25.

mm untuk indeks

likuiditas 1, sedangkan

untuk indeks likuiditas

1,25 penurunan

menjadi 6,5 mm, 7,2

mm dan 7,8 mm.

Terjadi peningkatan

penurunan pada

indeks likuiditas 1 dan

indek likuiditas 1,25

untuk diameter 8 cm,

11 cm, dan 13 cm

sebesar 0,5 mm, 0,7

mm, dan 0,7 mm.

3. Muhammad

Adianto

Sulistyo,dkk

2018 Stabilisasi tanah

ekspansif dengan

kolom kapur,

ditinjau terhadap

potensi

mengembang dan

nilai indeks

pastisitas.

Penambahan kolom

kapur mampu

menurunkan nilai

Indeks Plastisitas (PI)

dari 71,82% menjadi

20,44%, Liquid Limit

(LL)114,05% menjadi

92,29%, undrained

(Cu) dari 3,47 kN/m2

menjadi 9,62 kN/m2,

kuat tekan bebas (qu)

dari 6,94 kN/m2

menjadi 19,24 kN/m2.

Penambahan kolom

kapur pada tanah

ekspansif mampu

mengurangi

perpindahan vertikal

sebesar 7,13%. Kapur

pada tanah ekspansif

dalam model test

Page 3: BAB II - untag-sby.ac.id

7

Tabel 2.1 lanjutan Penelitian terdahulu

No. Nama Peneiti Tahun

Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian

3. Muhammad

Adianto

Sulistyo,dkk

2018 Stabilisasi tanah

ekspansif dengan

kolom kapur, ditinjau

terhadap potensi

mengembang dan

nilai indeks pastisitas.

dapat menyebar,

dibuktikan dengan

meningkatnya nilai

senyawa penyusun

kapur CaO pada uji

XRF 10,57%

menjadi 23,25%.

4. Wiliam Nico

Gunawan, dkk

2018 Anaisis stabilisasi

tanah rawa terhadap

embankment jalan tol

manado bitung

dengan menggunakan

semen yang

dipadukan dengan

abu terbang (fly ash).

Nilai kohesi dari

tanah rawa seteah

distabilisasi

meningkat secara

drastis, sehingga

menyebabkan tanah

rawa mampu

menahan beban

embankment dan

jalan tol yang besar,

niai CBR terndam

dari tanah rawa

setelah distabilisasi

meningkat secara

drastis. Ha ini

menyebabkan tanah

rawa setelah

distabilisasi

menggunakan

campuran semen dan

abu terbang (fly ash)

menjadi tanah yang

tergolong sangat

kuat. Niai factor

keamanan yang

didapatkan setelah

tanah distabilisasi

menggunakan

Page 4: BAB II - untag-sby.ac.id

8

Tabel 2.1 lanjutan Penelitian terdahulu

No. Nama Peneiti Tahun

Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian

4. Wiliam Nico

Gunawan, dkk

2018 Anaisis stabilisasi

tanah rawa terhadap

embankment jalan tol

manado bitung

dengan menggunakan

semen yang

dipadukan dengan abu

terbang (fly ash).

campuran semen dan

abu terbang (fly ash)

pada semua kondisi

campuran adalah lebih

dari satu. Hal ini

menunjukkan

kestabilan ereng

dikatakan aman.

5. Andreas

Gunarso, dkk

2017 Stabilisasi tanah

lempung ekspansif

dengan campuran

NaOH 7,5%.

Dari hasil penelitian

yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa

indeks propertis tanah

asli dan tanah

stabilisasi mengalami

peningkatan, sedangkan

hasil untuk pengujian

kuat tekan bebas

menunjukkan

penurunan nilai qu dan

Cu.. Pada hasil

pengujian swell

potential dan swell

pressure antara tanah

asli dan tanah

stabilisasi tidak

mengalami perubahan

yang signifikan.

6. Herry

Widiarto, dkk

2015 Stabilisasi tanah

lempung ekspansif

dengan menggunakan

campuran abu sekam

dan kapur.

Nilai indeks plastisitas,

IP, mengalami

penurunan sebesar

59,35 % pada

campuran abusekam

dan kapur sebesar 6%.

Semakin besar

prosentase campuran

Page 5: BAB II - untag-sby.ac.id

9

Tabel 2.1 lanjutan Penelitian terdahulu

No. Nama Peneiti Tahun

Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian

6. Herry

Widiarto, dkk

2015 Stabilisasi tanah

lempung ekspansif

dengan

menggunakan

campuran abu

sekam dan kapur.

abu-sekam dan kapur,

nilai kepadatan kering,

yd semakin bertambah.

Penurunan swelling

terjadi cukup besar

pada prosentase 4%

campuran abu-sekam

dan kapur

dan pada penambahan

prosentase campuran

(>4%) pengurangan

swelling relatif kecil.

Nilai CBR semakin

meningkat dengan

semakin bertambahnya

prosentase abu-sekam

dan kapur.

Dalam penelitian ini dibahas tentang pengaruh campuran abu batang

tebuterhadap sifat tanah lempung ekspansif yang diambil dari daerah Surabaya

Barat, yang meliputi kekuatan (strength), karakteristik, swelling, dan shrinkage

polential.

2.2. Tanah Lempung Ekspansif

Tanah ekspansif secara umum didefinisikan sebagai tanah yang menyusut dan

mengembang pada kondisi kelembaban yang berubah-ubah. Bila kadar airnya

bertambah maka tanah tersebut akan mengembang (swell) dan bila sebaliknya

maka tanah tersebut cenderung untuk menyusut (shrink). Karakteristik tanah

ekspansif dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor mikroskopik dan faktor

makroskopik. yang dimaksud dengan faktor mikroskopik mineralogi tanah dan

perilaku kimiawi tanah. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor makroskopik

adalah properti tanah secara fisik, antara lain plastisitas dan berat volume tanah,

Faktor makroskopik tanah ekspansif dipengaruhi oleh perilaku mikroskopiknya

(Chen, 1985).

Ada beberapa hal yang termasuk faktor mikroskopik tanah ekspansif yang

menyebabkan tanah ekspansif mengalami kembang susut, antara lain mineralogy

Page 6: BAB II - untag-sby.ac.id

10

tanahnya, perilaku kimiawi tanah, dan jumlah exchangeable cation (cation

exchange capacity) serta besarnya specific starface dari partikel tanah (Chen,

1985).

Karakteristik makro tanah ekspansif adalah yang biasanya menunjukkan

perilaku kembang susut tanah. Batas Atterberg merupakan salah satu parameter

termasuk karakteristik makro tanah yang dapat digunakan sebagai indikator untuk

mengetahui potensi kembang susut tanah.

Dilihat dari skala makronya, karakteristik tanah ekaspansif yang berpotensi

besar untuk mengalami kembang susut, secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut:

Mempunyai harga batas cair dan indeks plastisitas tinggi.

Mempunyai kandungan karbon organic, clay, montmorillonite yang

benar.

Arah atau deformasi volume biasanya bersifat isotropic.

Mineralogi tanah dapat dibagi berdasar struktur mineralnya. Untuk tanah

lempung ada 3 kelompok struktur mineral tanah, yaitu:

Kelompok kaolinite, yang umumnya tidak mempunyai sifat ekspensif.

Kelompok Mica-lite, termasuk Illite dan vermiculite, yang sedikit

dapat bersifat ekspansif.

Kelompok Smectite, termasuk Montmonllonite inilah yang disebut

tanah yang ekspensif.

Identifikasi tenah ekspansif pada awal penyelidikan tanah diperlukan untuk

melakukan metode pengujian yang lebih tepat di laboratorium. Klasifikasi yang

berdasarkan pada index properties tanah seperti kandungan lempung dan plastisitas

adalah yang paling umum diterapkan dalam praktek untuk mengidentifikasi tanah

ekspensif. Plasticity index (PI) adalah parameter yang paling sering digunakan

karena karakteristik plastisitas dan sifat perubahan volume tanah berkaitan erat.

Adapun indetifikasi dan klasifikasi dapat dilihat pada table - tabel yang tersedia

dibawah ini.

Salah satunya yang dilakukan oleh Skemptom (1953), dengan mendefinisikan

sebuah parameter yang disebut Aktivitas (A).

A = 𝑃𝐼

% 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 2 𝜇𝑚 (2.1)

Keterangan : A = Aktivitas

PI = Plasticity indeks

Skempton menggunakan tiga kategori aktivitas, yaitu :

A < 0,75 tidak aktif

0,75< A < 1,25 normal

A > 1,25 aktif

Page 7: BAB II - untag-sby.ac.id

11

Lempung yang aktif mempunyai potensi pengembangan yang besar. Nilai tipikal

aktivitas beberapa mineral lempung dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Aktivitas Mineral Lempung

Mineral Aktivitas

Kaolinite 0.33-0.46

Illite 0.9

Montmorillonite (Ca) 1.5

Montmorillonite (Na) 7.2

(Sumber : Skempton, 1953)

Kaolinite mempunyai potensi pengembangan yang kecil karena lebih kecil dari

0,75 atau berada di kategori tidak aktif, Illite mempunyai potensi pengembangan

yang sedang karena 0,75 < 0,9 (aktivitas table 2.2)< 1,25 atau berada di kategori

normal, Montmorillonite (Ca) dan Montmorillonite (Na) mempunyai potensi

pengembangan yang besar karena 1,5 dan 7,2 (aktivitas table 2.2) > 1,25 atau

berada dikategori normal.

Tabel 2.3 Identifikasi Masalah Tanah Ekspansif

Umumnya tidak

ekspansif

Ada masalah ekspansif

PI < 20 > 32

Batas Susut (SL) > 13 < 10

Free Swell < 50 > 100

(Sumber : Wiscman, 1985)

PI jika lebih kecil dari 20maka tidak ekspansif, bila PI lebih besar dari 32 maka ada

masalah ekspansif. Batas Susut (SL) jika lebih besar dari 13maka tidak ekspansif,

bila Batas Susut (SL) lebih kecil dari 10 maka ada masalah ekspansif. Free Swell

jika lebih kecil dari 50 maka tidak ekspansif, bila Free Swell lebih besar dari 100

maka ada masalah ekspansif.

Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasar Kadar Koloid,PI dan Shrinkage Limit

Kadar

Koloid PI SH Limit

% Perubahan

Volume Total

Derajat

Ekspansif

> 28 > 35 < 11 > 30 Sangat Tinggi

20-31 25-41 7-12 20-30 Tinggi

13-23 15-28 10-16 10-20 Medium

< 15 < 18 > 15 < 10 Rendah

(Sumber : Holtz dan Gibbs, 1956)

Page 8: BAB II - untag-sby.ac.id

12

Klasifikasi tanah ekspansif berdasarkan kadar koloid, PI, shrinkage limit ialah

menentukan derajat ekspansif, diantaranya adalah “sangat tinggi, tinggi, medium

dan rendah”.

Tabel 2.5 Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasar Shrinkage Limit

Linear Shrinkage SL (%) Swell (%) Derajat Ekspansif

< 5 > 12 < 0.5 Non Kritikal

5-8 10-12 0.5-1.5 Marginal

> 8 < 10 > 1.5 Kritikal

(Sumber : Altmeyer, 1955)

Klasifikasi tanah ekspansif berdasarkan shrinkage limit yang terdiri dari percobaan

linear shrinkage, batas susut, dan swell, untuk mencari derajat ekspansif

diantaranya ialah “non kritikal, marginal, dan kritikal.

Tabel 2.6 Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasar Prosentase Butiran Tanah yang

Lolos Ayakan No.200, LL, dan Standart Penetration Resistance

Prosentase

Butiran

Tanah yang

Lolos Ayakan

no.200

LL (%) Standart

Penetration

Resistance

(Blows/ft)

% Perubahan

Volume Total

Derajat

Ekspansif

> 95 > 60 30 > 10 Sangat Tinggi

60-95 40-60 20-30 3-10 Tinggi

30-60 30-40 10-20 1-5 Medium

< 30 < 30 < 10 < 1 Rendah

(Sumber: Chen, 1965)

Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasar Prosentase Butiran Tanah yang Lolos

Ayakan No.200, LL, dan Standart Penetration Resistancemenentukan derajat

ekspansif, diantaranya “sangat tinggi, tinggi, medium, dan rendah”.

Tabel 2.7 Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasar Index Plastisitasnya

Swell Potential PI

Rendah 0-15

Medium 10-35

Tinggi 20-55

Sangat Tinggi > 35

(Sumber :Chen, 1988)

Page 9: BAB II - untag-sby.ac.id

13

Jika PI 0-15 maka swell potential rendah, semakin besar PI maka semakin

tinggi swell potentialnya

Tabel 2.8 Derajat Ekspansif Berdasar Indeks Plastisitas dan Batas

Shrinkage

Indeks Plastisitas (%) Indeks Shrinkage (%) Derajat Ekspansif

< 12 < 15 Rendah

12-23 15-30 Medium

23-32 30-40 Tinggi

> 32 > 40 Sangat Tinggi

(Sumber : Roman, 1967)

Derajat ekspansif berdasarkan indeks plastisitas dan indeks shrinkage, semakin

tinggi nilainya semakin tinggi derajat ekspansif.

Tabel 2.9Hubungan Antara Indeks Plastisitas dengan Swelling Potential

Swelling Potential PI (%) Swelling Pressure (KPa)

Lemah 0-15 50

Sedang 15-25 150-250

Tinggi 25-55 250-500

Sangat Tinggi > 55 > 1000

(Sumber : Costet dan Sanglerat, 1981)

Jika PI 0-15 dan swelling pressure 50 maka swelling potentialnya lemah, semakin

tinggi nilai PI dan swelling pressure maka semakin tinggi swelling potentialnya.

Mineral lempung yang tersusun dalam partikel lempung dapat berbentuk

seperti lembaran yang mempunyai permukaan khusus. Umumnya, terdapat kira-

kira 15 macam mineral yang diklasifikasikansebagai mineral lempung (Kerr,

1959). Di antaranya terdiri dari montmorillonite. Susunan kebanyakan tanah

lempung terdiri dari silika tetrahedradan aluminium oktahedra (Gambar 2.1a).

Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain dalam

kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai substitusi isomorph. Kombinasi dari

susunan kesatuan dalam bentuk susunan lempeng disajikan dalam symbol, dapat

dilihat pada Gambar 2.1b.

Montmorillonite, disebut juga dengan smectite, adalah mineral yang dibentuk

oleh dua lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar2.2a).

Lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra

tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk lapisan

tunggal (Gambar 2.2b). Dalam lembaran oktahedra terdapat subsitusi parsial

Page 10: BAB II - untag-sby.ac.id

14

aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der waals yang lemah

diantara ujung lembaran silika dan terhadap kekurangan muatan negatif dalam

lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan

memisahkan lapisannya. Jadi, Kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu

tertentu mempunyai gaya Tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang

mengandung montmorillonite sangat mudahmengembang oleh tambahan kadar air,

yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan

perkerasan jalan.

Gambar 2.1 Mineral-mineral lempung

(sumber : www.tekniksipil.com)

Gambar 2.2 Diagram skematik Struktur Atom

(a) Diagram skematik struktur montmorillonite (Lambe, 1953)

(b) Struktur atom montmorillonite (Grim, 1959)

Page 11: BAB II - untag-sby.ac.id

15

2.3. Teori Pengujian Tanah

2.3.1. Pengujian Kadar Air Tanah

Kadar air merupakan perbandingan antara berat air yang terkandung dalam

tanah dengan berat butiran tanah kering yang dinyatakan dalam persen (%).

Pengujian kadar air dalam praktikum ini menggunakan standar ASTM D2216-92

(1996).

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari butiran mineral-mineral

padat yang tidak tersementasi satu sama lainnya serta terletak diatas batuan batuan

dasar. Ikatan butiran relatif lemah yang disebabkan karena adanya ruang (rongga)

diantara pertikel-pertikel butiran pada tanah. Ruang tersebut berisi air dan udara

malah bisa kedua duanya.

Apabila tanah sudah benar-benar kering maka tidak akan ada air sama sekali

dalam porinya. Keadaan ini jarang ditemukan di tanah yang masih dalam keadaan

asli/tanah dilapangan. Air hanya dapat dihilangkan dari tanah apabila kita ambil

tindakan khusus untuk maksud itu, misalnya dengan memanaskan didalam oven.

Penyelidikan tanah yang memadai merupakan suatu pekerjaan pendahuluan yang

sangat penting pada perencanaan sebuah proyek. Oleh sebab itu perlu dilakukan uji

kadar air pada tanah agar derajat kejenuhan pada tanah jangan sampai dikacaukan

dengan kadar, yaitu perbandingan antara berat air dalam contoh tanah dengan berat

butir.

Segumpal tanah dapat terdiri dari 2 hingga 3 bagian.saat kondisi

kering,.kondisi jenuh air, tanah terdiri dari dua bagian yakni butiran tanah dan air

pori. Pada kondisi natural, tanah terdiri dari tiga bagian, yakni butir tanah, pori

udara dan air pori. Hubungan berat dan volume yang digunakan dalam mekanika

tanah adalah : kadar air, porositas, angka pori, berat volume, berat jenis derajat

kejenuhan dan lain-lain.

Tabel 2.10 Contohhasil Pengujian Kadar Air Tanah

No. Parameter A B

1. Berat Cawan (gram) 5.67 5.22

2. Berat Cawan + Tanah basah (gram) 59.67 58.33

3. Berat Cawan + Tanah Kering (gram) 59.5 58.16

4. Berat Air (gram) 0.17 0.17

5. Berat Tanah Kering (gram) 53.83 52.94

6. Kadar Air (%) 0.3158 0.3211

7. Kadar Air Rata-Rata (%) 0.3184636

Pada pengujian ini didapatkan hasil persentase kadar air sisa yang berada di dalam

sampel tanah rawa yang telah diambil dan dijemur (sumber Wiliam Nico Gunawan,

2018).

Page 12: BAB II - untag-sby.ac.id

16

2.3.2. Pengujian Berat Isi Tanah

Menurut Harjowigeno (1987) Berat isi tanah adalah berat suatu volume tanah

dalam keadaan utuh, dinyatakan dalam gram/cm3. Kalau dalam berat jenis tanah

yang dimaksud dalam volume tanah, hanya volume padatan tanah saja, sedangakan

untuk berat isi volume tanah dalam hal ini termasuk dalam bahan padat dan ruang

pori.

Faktor yang mempengaruhi berat isi tanah adalah besarnya ruang pori tanah,

semaki besar ruang pori total tanah akan semakin kecil berat isi tanah. Tanah

berpasir dan lempung berpasir umumnya berkisar antara 1,2 – 1,8 g/cm3.

Sedangakan tanah yang lebih halus antara 1,0 – 1,6 g/cm3.

Berat isi tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sering ditetapkan

karena berkaitan erat dengan perhitungan penetapan sifat-sifat fisik tanah lainnya,

seperti retensi air (pF), ruang pori total (RPT), coefficient of linier extensibility

(COLE), dan kadar air tanah. Kita perlu mengetahui berat isi tanah dan sifat-sifat

fisik tanah lainnya karen dalam bidang pertanian Data sifat-sifat fisik tanah

tersebut diperlukan dalam beberapa aspek budidaya seperti optimalisasi

pengolahan tanah, perhitungan penambahan kebutuhan air, pupuk, kapur, dan

pembenah tanah pada satuan luas tanah sampai kedalaman tertentu selain itu berat

isi tanah juga erat kaitannya dengan tingkat kepadatan tanah dan kemampuan akar

tanaman menembus tanah.

2.3.3. Pengujian Berat Jenis Tanah

Menurut Christiady,1992 Berat jenis tanah adalah angka perbandingan antara

berat butir tanah dan beratisi air suling dengan isi sama pada suhu 40C. Peralatan

yang digunakan dalam pengujian ini antara lain piknometer atau botol ukur,

saringan, thermometer, oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu, alat pendingin

dll. Prosedur pengujian meliputi tahapan pengeringan benda uji di dalam oven

selama 24 jam dan penimbangan, selanjutnya benda uji dimasukkan kedalam

piknometer lalu timbang lagi dan seterusnya. Berat jenis adalah perbandingan

relative antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni. Air murni

bermassa jenis 1 g/cm³ atau 1000 kg/m³.

2.3.4. Pengujian Atterberg Limit

Atterberg Limit diciptakan oleh Albert Atterberg seorang kimiawan Swedia,

yang kemudian diperbaharui oleh Arthur Casagrande. Limit ini adalah Perhitungan

dasar dari tanah butir halus. Apabila tanah butir halus mengandung mineral

lempung, maka tanah tersebut dapat di remas-remas (remolded) tanpa

menimbulkan retakan. Sifat kohesif ini disebabkan karena adanya air yang terserap

di sekeliling permukaannya.

Page 13: BAB II - untag-sby.ac.id

17

Atterberg mengenbangkan metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah

butir halus pada kadar air yang bervariasi. Berdasaarkan pada jumlah air pada

tanah, tanah dapat dipisahkan dalam 4 keadaan dasar : solid, semi-solid, plastis,

dan cair.

Setiap tingkat mempunyai kepadatan dan tingkah laku tanah berbeda-beda dan

begitu juga properti teknisnya. Batas perbedaan antara setiap bentuk dapat

ditentukan berdasarkan perubahan kebiasaan tanah tersebut. Atterberg dapat

digunakan antara silt dan clay, yang dapat dibedakan lagi menjadi beberapa bagian

pada setiap jenisnya.

Gambar 2.3 contoh pengujian hubungan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan

prosentase abu-sekam dan kapur

(sumber : Herry Widhiarto, 2015)

Dari contoh uji konsistensi (atterberg limit), nilai Indeks Plastisitas (IP) mengalami

penurunan cukup besar pada kadar abu-sekam dan kapur optimum sebesar 6%

seperti terlihat pada gambar 2.3.

2.3.5. Pengujian Pemadatan Tanah

Pemadatan pada tanah adalah proses memperkecil ruangan pori dengan

menggunakan beban dinamis yang dipengaruhi oleh mekanisme pergerakan dari

partikel padatnya. Pada setiap standar pemadatan yang digunakan akan diperoleh

nilai kadar air optimum (optimum moisture content) yang menghasilkan kepadatan

maksimum (berat volume kering maksimum). Pada kadar air lainnya, baik di

daerah kering atau di daerah basah terhadap kadar air optimumnya, akan diperoleh

kepadatan yang lebih kecil dari kepadatan maksimumnya. Makin jauh dari kadar

air optimumnya, maka kepadatan yang akan didapatkan akan semakin kecil pula.

Tujuan dari pemadatan tanah adalah:

Page 14: BAB II - untag-sby.ac.id

18

1. Mempertinggi kuat geser tanah

2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas)

3. Mengurangi permeabilitas

4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan

lain-lain.

Gambar 2.4 Contoh pengujian Hubungan antara kepadatan kering, yd dengan

prosentase abu-sekam dan kapur

(sumber : Herry Widhiarto, 2015)

Pada uji pemadatan (proctor test), seperti terlihat pada gambar 2.5, semakin besar

prosentase campuran (abu-sekam dan kapur) semakin besar nilai berat volume

kering, yd yang dihasilkan.

2.3.6. Pengujian CBR

CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah yang

dikembangkan oleh California State Highway Departement. Prinsip pengujian ini

adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam benda uji. Dengan

cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan

untuk membuat perkerasan.

Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-1989. Nilai

kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi

setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya.

Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan

terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama.

Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0.1 inci dan penetrasi sebesar 0.2 inci

dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI

03-1744-1989 diambil hasil terbesar.

Page 15: BAB II - untag-sby.ac.id

19

Nilai CBR adalah perbandingan (dalam persen) antara tekanan yang diperlukan

untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3 inch2 dengan

kecepatan 0,05 inch/menit terhadap tekanan yang diperlukan untuk menembus

bahan standard tertentu. Tujuan dilakukan pengujian CBR ini adalah untuk

mengetahui nilai CBR pada variasi kadar air pemadatan. Untuk menentukan

kekuatan lapisan tanah dasar dengan cara percobaan CBR diperoleh nilai yang

kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan yang diperlukan di atas

lapisan yang nilai CBRnya tertentu (Wesley,1977) Dalam menguji nilai CBR tanah

dapat dilakukan di laboratorium. Tanah dasar (Subgrade) pada kontruksi jalan baru

merupakan tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatkan

sampai mencapai kepadatan 95% dari kepadatan maksimum. Dengan demikian

daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah

memikul beban setelah tersebut tanah dipadatkan. CBR ini disebut CBR rencana

titik dan karena disiapkan di laboratorium, disebut CBR laborataorium. Makin

tinggi nilai CBR tanah (subgrade) maka lapisan perkerasan diatasnya akan semakin

tipis dan semakin kecil nilai CBR (daya dukung tanah rendah), maka akan semakin

tebal lapisan perkerasan di atasnya sesuai beban yang akan dipikulnya.

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :

1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap

penetrasistandard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).Nilai CBR =

(PI/70,37) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm

(0,2”)terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi).

Nilai CBR =PI/105,56) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 ).Dari kedua

hitungan tersebut digunakan nilai terbesar.

CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih

sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar

dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.Sedang dari hasil

pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu

menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR

laboratorium rendaman.

Page 16: BAB II - untag-sby.ac.id

20

Gambar 2.5 Contoh pengujian Hubungan antara nilai CBR dengan prosentase

abu-sekam dan kapur

(sumber : Herry Widhiarto, 2015)

Dari uji CBR, seperti terlihat pada gambar 2.6, nilai CBR semakin naik seiring

denganbertambahnya prosentase campuran abu-sekam dan kapur.

2.4. Abu Ampas Tebu

Industri pembuatan gula yang menggunakan tanaman tebu sebagai bahan

utamanya menghasilkan limbah yang disebut ampas tebu. Ampas tebu kering

banyak digunakan sebagai bahan bakar pada proses produksi gula. Pembakaran

ampas tebu tersebut menyisakan abu ampas tebu. Abu ampas tebu ini mengandung

silika yang cukup tinggi sehingga sangat menguntungkan karena pada kondisi yang

sesuai dapat bereaksi dengan kapur membentuk calsium silika hidrat.

Abu ampas tebu adalah abu yang diperoleh dari ampas tebu yang telah diperas

niranya dan telah melalui proses pembakaran. Adapun proses terjadinya abu ampas

tebu adalah sebagai berikut :

Batang-batang tebu tersebut digiling untuk dikeluarkan air gulanya

sehingga tersisa ampas tebu yang dalam keadaan kering.

Ampas tebu ini kemudian diangkut ke dapur pembakaran.

Apabila ampas tebu tersebut telah terbakar halus/ habis abu tersebut

dikeluarkan dari dapur pembakaran untuk kemudian dibuang. Abu inilah

yang merupakan limbah yang akan dimanfaatkan sebagai substitusi parsial

semen dalam campuran tanah lempung ekspansif.