2. analisis ekonomi pemeliharaan ternak sapi bali dengan sistem penggembalaan di kecamatan...

Upload: utami-larasati

Post on 18-Oct-2015

292 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

2. Analisis Ekonomi Pemeliharaan Ternak Sapi Bali Dengan Sistem Penggembalaan Di Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa Sulawei Selatan

TRANSCRIPT

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036

    15

    ANALISIS EKONOMI PEMELIHARAAN TERNAK SAPI BALI DENGAN

    SISTEM PENGGEMBALAAN DI KECAMATAN PATTALLASSANG

    KABUPATEN GOWA SULAWEI SELATAN

    Economic analysis of maintennce Bali cattle with grazing system at Pattallassang

    district of Gowa Regency, South Sulawesi

    Ismail Tandi

    Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa

    Jl. Malino KM 7 Kab. Gowa

    ABSTRAK

    Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa selama kurang

    lebih tiga bulan dari bulan September sampai Nopember 2009. Pemilihan lokasi penelitian

    ditentukan secara purposive sampling, karena di lokasi ini sangat potensial dikembangkan

    usaha ternak sapi Bali, mengingat dukungan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia

    yang dimiliki, serta pasar yang cukup menjanjikan. Penelitian ini bertujuan untuk menge-

    tahui kelayakan ekonomi pemeliharaan ternak sapi Bali dengan sistem penggembalaan.

    Penentuan responden secara acak dari populasi petani yang memelihara sapi Bali dengan

    sistem penggembalaan. Responden dikelompokkan ke dalam tiga strata, yaitu strata I, II,

    dan III sesuai kepemilikan ternak. Pengambilan data melalui kuesioner, wawancara dan

    observasi. Analisis yang digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha menggunakan

    analisis ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari analisis keuntungan baik strata

    I, II maupun III masing-masing mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4.769.820, Rp

    10.345.020,- dan Rp 16.500.750,- Demikianpun analisis R/C ratio menunjukkan angka

    masing-masing 1,27 pada strata I, 1,39 pada strata II dan 1,29 pada strata III. Hal ini berarti

    usaha ini layak untuk dikembangkan, sedangkan gross profit margin menunjukkan strata I

    21,49 % tidak layak dari segi pengembalian modal usaha, strata II dan strata III 28,45 %

    dan 38,47 layak ditinjau dari pengembalian modal.

    Kata kunci: Sapi Bali, kelayakan, sistem pemeliharaan.

    ABSTRACT

    The research was conducted in Gowa District Pattalassang for approximately three months

    from September to November 2009. Site selection is determined by purposive sampling

    study, because the location could potentially be developed bali cattle business, given the

    support of natural resources and human resources that are owned, and the market is quite

    promising. This study aims to determine the feasibility of bali cattle with the maintenance

    grazing systems in terms of economic aspects. Determination of the respondents at random

    from the population of farmers who keep bali cattle with grazing system. Respondents

    were grouped into three strata, the strata I, II and III according to the ownership of

    livestock. Retrieval of data through questionnaires, interviews and observation. The

    analyzes used to determine the feasibility of using economic analysis. The results showed

    that the analysis of the advantages of both strata I, II and III respectively a profit of

    Rp4.769.820, Rp 10,345,020, - and Rp 16,500,750, -

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036

    16

    So the analysis of R/C ratio shows the number of each one, 27 in strata I, II and 1.29 1.39

    strata and stratum III. This means the business is feasible to be developed, while the gross

    profit margin of 21.49 % indicates strata I do not deserve in terms of return on venture

    capital, stratum II and stratum III 28.45 % and 38.47 worth in terms of return on capital.

    Keywords: Bali cattle, feasibility, maintenance system.

    PENDAHULUAN

    Kebijakan pembangunan sub sektor pe-

    ternakan adalah meningkatkan kualitas

    kebijakan dan program yang mengarah

    pada pemanfaatan sumberdaya lokal untuk

    membangun peternakan yang berdaya

    saing dan berkelanjutan. Sedangkan visi

    pembangunan peternakan adalah terwu-

    judnya masyarakat yang sehat dan pro-

    duktif serta kreatif melalui pembanguan

    peternakan, tangguh berbasis peningkatan

    sumberdaya lokal. Program pembangunan

    peternakan adalah: 1. Ketahanan pangan

    asal ternak, 2. Pengembangan Agribisnis,

    3. Peningkatan kesejahteraan peternak

    (Anonim, 2009).

    Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang

    berdampak langsung pada peningkatan

    pendapatan per kapita, menyebabkan me-

    ningkatnya permintaan dan konsumsi da-

    ging, khususnya daging sapi. Semakin

    meningkatnya peran sektor ekonomi, de-

    ngan sendirinya akan berpengaruh ter-

    hadap tingkat pola konsumsi masyarakat,

    terutama kaitannya dengan naiknya per-

    mintaan. Hal ini tampak jelas dari per-

    kembangan jumlah sapi yang dipotong

    maupun daging sapi yang dikonsumsi

    secara nasional beberapa tahun terakhir,

    sementara di sisi lain perkembangan po-

    pulasi sapi potong secara nasional tidak

    mampu mengimbangi pertumbuhan kon-

    sumsi masyarakat, sehingga berakibat

    permintaan berlebih (over demand) diban-

    dingkan penyediaan (supplay).

    Potensi pengembangan usaha ternak sapi

    potong untuk wilayah Sulawesi Selatan

    cukup besar, populasi ternak sapi ber-

    dasarkan data Statistik Dinas Peternakan

    dan Kesehatan Hewan berjumlah 735.856

    ekor, produksi daging 15.338.654,4 kg

    dan jumlah penduduk 7.676.893 jiwa serta

    konsumsi daging per kapita per tahun 4,2

    kg (Anonim, 2009).

    Sistem penggembalaan adalah pemeliha-

    raan ternak sapi yang dilaksanakan de-

    ngan cara ternak digembalakan di suatu

    padang penggembalaan yang luas, terdiri

    dari padang penggembalaan rumput dan

    leguminose. Keuntungannya yaitu: 1. he-

    mat biaya dan tenaga, 2. Mengurangi

    penggunaan feed supplement protein,

    3. menyebarkan pupuk, 4. tidak memerlu-

    kan kandang khusus, dan kekurangannya

    adalah a. Memerlukan waktu yang lama,

    b. harus memiliki lahan yang cukup luas,

    c. pada saat kemarau kekurangan pakan

    baik dari kuantitas dan kualitasnya, d. Me-

    merlukan tempat berteduh dan sumber air,

    e. banyak mengeluarkan energi karena

    jalan, f. produktivitas ternak kurang mak-

    simal dengan lama penggemukan 8-10

    bulan (Sugeng, 2003).

    Sebelum memulai beternak sapi Bali ada

    beberapa hal yang harus dipersiapkan dan

    diperhitungkan secara matang antara lain,

    bibit, pakan, kesehatan dan pemeliharaan,

    serta faktor lingkungan ternak. Sapi Bali

    mempunyai pertumbuhan cepat, adaptasi

    terhadap lingkungan tinggi, daya tahan

    terhadap penyakit tinggi, serta efisiensi

    dalam menggunakan pakan. Sapi Bali

    sangat cocok untuk dikembagkan karena

    adaptasinya dan produktivitas tinggi

    (Guntoro, 2002).

    Pemeliharaan sapi Bali di Indonesia di

    kelola dengan berbagai macam bentuk

    usaha, pada umumnya ternak sapi dimiliki

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036

    17

    dan diusahakan oleh rakyat dengan skala

    kecil. Peternakan rakyat sulit berkembang

    menjadi peternakan sapi yang mengun-

    tungkan, karena merupakan usaha sam-

    pingan, bilamana peternak memerlukan

    uang kontan, maka ternaknya tersebut

    akan diuangkan, sehingga posisi tawar

    peternak pada keadaan yang sangat lemah.

    Berdasarkan pada situasi dan kondisi

    peternakan sapi Bali saat ini, dapat diiden-

    tifikasikan sebagai berikut: 1) Peternakan

    masih tradisional, ternak sapi baru bersifat

    dimiliki, belum berorientasi ekonomi,

    pada usaha ini biasanya ternak sapi meru-

    pakan status sosial. Pemasaran dilakukan

    oleh pemiliknya apabila adanya kebutuhan

    yang sangat mendesak bagi kepentingan

    yang bersifat sosial, budaya maupun ke-

    agamaan. 2) Peternakan keluarga, adalah

    usaha ternak yang dimiliki untuk mem-

    bantu kegiatan usahatani keluarga sebagai

    tabungan, dan dimanfaatkan tenaganya.

    Pada kondisi ini, harganya terbentuk di

    bawah harga pasar, skala ternak antara

    15 ekor. 3) Peternakan sapi Bali skala kecil adalah usaha ternak yang dimulai

    berorientasi ekonomi. Pada umumnya per-

    hitungan rugi laba dan input teknologi

    sudah diterapkan walaupun masih bersifat

    sederhana, skala pemilikan berkisar antara

    610 ekor rumah tangga-1. 4) Peternakan sapi Bali skala menengah adalah usaha

    ternak sapi potong yang diusahakan se-

    penuhnya menggunakan input teknologi

    berorientasi terhadap produksi daging dan

    kebutuhan pasar, dengan jaminan kualitas

    yang dihasilkan. Jumlah pemilikan berki-

    sar antara 1150 ekor. 5) Peternakan sapi potong skala besar adalah usaha ternak

    sapi potong berbentuk perusahaan yang

    dilakukan dengan padat modal, menggu-

    nakan input teknologi tinggi yang ber-

    orientasi pada faktor input dan output

    produksi. Usahanya ditujukan untuk mem-

    produksi daging atau sapi bakalan. Jumlah

    ternak yang diusahakan lebih besar dari 50

    ekor perproduksi (Tawaf et al., 1995).

    Kunci keberhasilan usaha ternak sapi Bali

    adalah keterampilan dan kemampuan tek-

    nis budidaya, merupakan keharusan bagi

    peternak/pelaku usaha peternakan, agar

    diperoleh produktivitas yang tinggi. Pe-

    ternak diharapkan memiliki perencanaan

    lengkap mengenai biaya yang harus di-

    keluarkan serta pendapatan yang nantinya

    bakal di peroleh dari usahanya. Semakin

    detil data yang dimiliki akan semakin

    kecil pula resiko kerugian yang bakal di-

    alami oleh peternak.

    Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa

    biaya usahatani diklasifikasikan menjadi

    dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan

    biaya variabel (variable cost). Biaya tetap

    adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya

    dan terus dikeluarkan walaupun produksi

    yang diperoleh banyak ataupun sedikit.

    Jadi, besarnya biaya tetap ini tidak ter-

    gantung pada besarnya biaya produksi.

    Biaya variabel adalah biaya yang besar

    kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang

    diperoleh.

    Biaya produksi merupakan keseluruhan

    biaya produksi yang dikeluarkan selama

    siklus produksi meliputi biaya tetap dan

    biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya

    yang dikeluarkan untuk sarana produksi

    yang berkali-kali digunakan. Sedangkan

    biaya variabel adalah biaya yang dike-

    luarkan untuk pakan, tenaga kerja, per-

    baikan kandang, obat-obatan dan, pajak

    usaha vaksin dan lain-lain. Biaya tetap,

    adalah biaya investasi yang besarnya tidak

    pernah berubah, seperti sewa bangunan

    kandang dan peralatan. Biaya tidak tetap,

    di antaranya pembelian bakalan, pakan,

    upah tenaga kerja, rekening listrik, telepon

    dan transportasi.

    Pemeliharaan sapi Bali di wilayah Keca-

    matan Pattallasang dengan cara dikan-

    dangkan dan digembalakan. Lokasi kan-

    dang ternak pada umumnya berada di be-

    lakang rumah pemilik ternak, karena me-

    mudahkan peternak untuk mengontrol ter-

    naknya. Pakan yang diberikan peternak

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036

    18

    untuk pemeliharaan sapinya terdiri dari

    dua jenis yaitu hijauan yang ada di la-

    dang/rumput alam sebangsa paspalum,

    legume sentrocema, gamal dan ternak di-

    gembalakan. Kebutuhan hijauan dipenuhi

    dari lahan yang dimiliki peternak, yang

    tidak jauh dari lokasi peternakan, sehingga

    memudahkan peternak dalam mengambil

    hijauan. Aspek pemeliharaan lain adalah

    dalam hal kesehatan ternak dan mana-

    jemen reproduksi. Pengawasan kesehatan

    sapi Bali juga dilakukan petugas peter-

    nakan kecamatan misalnya pengobatan,

    vaksinasi dan kawin suntik bagi peternak

    yang memanfaatkan jasa inseminasi

    buatan.

    Analisis kelayakan usaha menyangkut

    perhitungan biaya investasi dan opera-

    sional serta penerimaan dari hasil pen-

    jualan produk yang dihasilkan. Metode

    analisis usaha yang umum digunakan ada-

    lah anggaran aliran kas (cash flow), ana-

    lisis laba/rugi, return cost ratio (R/C),

    benefit cost ratio (B/C) dan break even

    point (BEP) (Rahardi dan Hartono, 2003).

    Analisis usahatani bertujuan mencari titik-

    titik tolak untuk memperbaiki hasil usaha

    (result) dari usahatani. Untuk dapat meng-

    analisis usahatani, kita harus menghitung

    biaya-biaya (input) dan output yang di-

    terima (Nuraeni dan Hidayat, 2001).

    Soekartawi (1995) menyatakan, penerima-

    an adalah perkalian antara produksi yang

    diperoleh dengan harga jual. Sedangkan

    total pendapatan bersih diperoleh dari pe-

    nerimaan dikurangi dengan total biaya

    dalam suatu produksi. Pengertian keun-

    tungan dalam suatu usaha ada dua macam,

    yaitu keuntungan kotor dan keuntungan

    bersih. Keuntungan kotor yaitu keseluruh-

    an hasil nilai uang dari hasil usaha. Ke-

    untungan bersih yaitu jumlah pendapatan

    dikurangi dengan biaya atau keseluruhan

    korbanan atau merupakan selisih antara

    biaya produksi dengan harga pokok yang

    dikalikan dengan jumlah produk usaha

    (Prawirahadikusumo, 1990). Hasil pro-

    duksi merupakan pendapatan yang diper-

    oleh, dapat berupa pendapatan utama dan

    hasil ikutan.

    Analisis kelayakan usaha mempunyai

    kegunaan bagi peternak, dalam memilih

    faktor-faktor produksi yang digunakan

    dalam kegiatan usaha. Peranan peternak

    setempat sangat menentukan keberhasilan

    usaha di bidang peternakan, karena tan-

    tangan utama yang dihadapi adalah bagai-

    mana menghasilkan produk peternakan

    yang berdaya saing tinggi baik dari aspek

    kuantitas, kualitas, kontinuitas maupun

    harga, sehingga mampu memenuhi kebu-

    tuhan dan tuntutan pasar.

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    kelayakan ekonomi pemeliharaan Sapi

    Bali dengan sistem penggembalaan.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan

    Pattallassang, Kabupaten Gowa, Provinsi

    Sulawesi Selatan. Pelaksanaan penelitian

    berlangsung dari September sampai de-

    ngan November 2009.

    Sistem pemeliharaan sapi Bali di wilayah

    Kecamatan Pattallasang yang dilakukan

    oleh responden yaitu, sapi dikandangkan

    pada malam hari dan digembalakan pada

    siang hari di lokasi penggembalaan untuk

    merumput, baik di lahan milik peternak

    sendiri atau lahan pengggembalaan pada

    umumnya. Pemeliharaan kesehatan selain

    mendapatkan bimbingan dari penyuluh

    pertanian lapangan, juga mendapatkan

    bantuan dari Dinas Peternakan Kabupaten

    Gowa untuk vaksinasi dan pengobatan.

    Variabel dalam penelitian ini yaitu kela-

    yakan usaha pemeliharaan ternak Sapi

    Bali dengan sistem penggembalaan di-

    tinjau dari aspek ekonomi. Usaha dikata-

    kan layak apabila: 1) Total Revenue lebih

    besar dari Total Cost, 2) Revenue Cost

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036

    19

    Ratio (R/C ratio) lebih besar dari satu, dan

    3) Gross Profit Margin di atas 24%.

    Populasi dalam penelitian ini adalah ke-

    seluruhan peternak sapi Bali dengan sis-

    tem penggembalaan di Kecamatan Patta-

    lassang, Kabupaten Gowa, Provinsi Sula-

    wesi Selatan, sebanyak 300 orang pe-

    melihara sapi Bali.

    Sampel dalam penelitian ini diambil/di-

    pilih dari satuan populasi, dengan pertim-

    bangan bahwa sampel dapat mewakili se-

    luruh populasi (Tiro, 2001). Jumlah sam-

    pel 30 orang peternak (sepuluh persen)

    dari populasi. Penentuan sampel dilaku-

    kan dengan cara acak (Nasir 2005). Sam-

    pel tersebut kemudian di stratifikasi ber-

    dasarkan jumlah pemilikan ternak. Strata I

    jumlah pemilikan ternak 7 ekor.

    Teknik pengumpulan data dalam pene-

    litian ini yaitu menggunakan kuesioner

    atau angket, pedoman wawancara, dan

    pengamatan lapangan untuk mendapatkan

    data primer mengenai jumlah ternak sapi,

    biaya modal dan biaya pemeliharaan ter-

    nak, sedangkan data sekunder diperoleh

    melalui instansi terkait. Data yang terkum-

    pul selanjutnya dianalisis dengan meng-

    gunakan teknis analisis sebagai berikut :

    a. Analisis keuntungan

    = TR TC

    Keterangan :

    = Keuntungan

    TR = Total Revenue (Total

    Penerimaan)

    TC = Total Cost (biaya)

    Kriteria :

    1. Jika TR > TC usaha ternak sapi bali dengan sistem penggembalaan

    menguntungkan dan layak dilaksa-

    nakan.

    2. Jika TR < TC usaha ternak sapi bali dengan sistem penggembalaan tidak

    layak dilaksanakan.

    b. Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)

    PutIn Total

    PutOut Total Ratio R/C

    Kriteria:

    1. Jika RC >1 usaha usaha ternak sapi bali dengan sistem penggembalaan

    menguntungkan dan layak dilaksa-

    nakan.

    2. Jika RC 24% usaha ternak sapi Bali dengan sistem penggem-

    balaan menguntungkan dan layak

    dilaksanakan.

    2. Jika pendapatan

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036

    20

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Setiap responden memiliki karakteristik

    berbeda-beda, yang menggambarkan ting-

    kat kemampuan masing-masing. Karak-

    teristik dari masing-masing responden me-

    liputi usia, tingkat pendidikan formal,

    tanggungan keluarga, dan jumlah kepe-

    milikan ternak. Usia responden dalam pe-

    nelitian ini berdasarkan klasifikasi umur

    seperti pada Tabel 1.

    Tabel 1. Tingkatan usia responden

    No Usia Jumlah (orang) Persentase (%)

    1 2130 3 10,00 2 3140 11 36,67 3 4150 15 50,00 4 5160 1 3,33

    Jumlah 30 100,00

    Sumber: Data primer, 2009

    Dari segi usia peternak masih dalam

    rentang usia produktif untuk menjalankan

    usaha ternak sapi. Dari sisi pendidikan

    formal masing-masing responden bervari-

    asi, mulai dari tamat sekolah dasar sampai

    tamat sekolah lanjutan. Tingkat pendidik-

    an formal responden dapat dilihat pada

    Tabel 2.

    Tabel 2. Tingkatan pendidikan formal responden

    Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

    SD 10 33,33

    SMP 12 40,00

    SMA/sederjat 8 26,67

    Sarjana - -

    Jumlah 30 100,00

    Sumber: Data primer, 2009

    Dari segi pendidikan formal para peternak

    responden 40% lulus sekolah lanjutan

    pertama. Ini berarti sebagian besar peter-

    nak harus mengembangkan tingkat penge-

    tahuan untuk mengelola usaha peternakan-

    nya di desa mereka.

    Tabel 3. Tanggungan keluarga responden

    Jumlah Tanggungan Jumlah (orang) Persentase (%)

    keluarga

    14 orang 12 40,00 58 orang 18 60,00

    Jumlah 30 100,00

    Sumber: Data primer, 2009

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036

    21

    Tanggungan keluarga responden 5-8

    orang (60%), menunjukkan besarnya ke-

    butuhan, sehingga peternak harus lebih

    meningkatkan produksi ternak sapi Bali

    untuk mencukupi kebutuhan rumah tang-

    ganya (Tabel 3).

    Tabel 4. Rata-rata pemilikan ternak sapi Bali

    Strata Jumlah Kepemilikan Jumlah Peternak Persentase

    Ternak (ST) (orang)

    I 7 5 16,67

    Jumlah 30 100,00

    Sumber data primer, 2009

    Pemilikan ternak responden bervariasi

    (Tabel 4), 1 ST (satuan ternak) setara de-

    ngan 1 ekor ternak dewasa, ST setara 1

    ekor sapi bakalan/dara dan ST setara 1

    ekor anak sapi. Rata-rata pemilikan ternak

    sapi bali untuk masing-masing responden

    yaitu, strata I 3,7 ST, strata II 6,08 ST dan

    strata III 11,4 ST. Rendahnya pemilikan

    ternak oleh responden, karena terbatasnya

    modal, sedangkan dalam usaha ternak sapi

    bali diperlukan modal yang cukup besar.

    Kelayakan Usaha

    Hasil analisis kelayakan usaha pemeli-

    haraan ternak sapi Bali dengan sistem

    penggembalaan di Kecamatan Patallasang

    Kabupaten Gowa ditinjau dari aspek eko-

    nomi dapat dilihat pada Tabel 5.

    Tabel 5. Analisis kelayakan usaha ternak sapi Bali masing-masing strata selama setahun.

    Uraian Strata I Strata II Strata III

    Penjualan (ekor) 3,7 ST 6,08 ST 11,4 ST

    Harga jual (Rp) 6.000.000,- 6.000.000,- 6.000.000,-

    Penerimaan (Rp) 22.200.000,- 36.360.000,- 68.400.000,-

    Biaya : - Biaya tetap (Rp) 11.873.070,- 19.072.910,- 41.210.000,-

    - Biaya variable (Rp) 5.557.110,- 6.942.070,- 10.689.250,-

    Keuntungan (Rp) 4.769.820,- 10.345.020,- 16.500.750,-

    Gross Profit margin (%) 21,49 28,45 38,97

    R/C 1,27 1,39 1,32

    BEP - Harga (Rp) 15.830.760,- 23.546.802,- 48.827.014

    - Unit (ekor) 2,64 3,92 8,14

    Tabel 5 menunjukkan bahwa besarnya

    penerimaan masing-masing strata dengan

    harga jual Rp 6.000.000,- yaitu strata I Rp

    22.200.000,- strata II Rp 36.360.000,-

    strata III Rp 68.400.000,-. Penerimaan

    yang terbesar yaitu strata III, karena pe-

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036

    22

    milikan ternaknya lebih banyak dibanding

    strata I dan II. Biaya yang terbesar untuk

    masing-masing strata adalah biaya tetap.

    Biaya tetap yang dikeluarkan oleh peter-

    nak yaitu kandang dan peralatan, ternak

    (penyusutan) sewa tanah dan lain-lain,

    sedangkan biaya variable digunakan untuk

    tambahan pakan, tenaga kerja, obat-obatan

    dan IB khususnya untuk strata III.

    Keuntungan yang diterima peternak, ada-

    lah keuntungan bersih selama satu tahun.

    Minimnya keuntungan yang diperoleh pe-

    tani karena, sebagian besar petani meng-

    anggap beternak sapi dengan sistem peng-

    gembalaan ini merupakan usaha sam-

    pingan.

    Kelayakan usaha pemeliharaan ternak sapi

    Bali dengan sistem penggembalaan ini,

    jika ditinjau dari analisis ekonomi Re-

    venue Cost Ratio (R/C), seperti yang ter-

    lihat pada Tabel 5, menunjukkan bahwa

    usaha tersebut layak untuk dikembangkan.

    Nilai R/C untuk strata I yaitu 1,27, berarti

    usaha layak karena R/C >1. Ini berarti

    bahwa setiap Rp 1 yang dikeluarkan un-

    tuk usaha pemeliharaan ternak sapi Bali

    pada strata I memperoleh pendapatan se-

    besar Rp 1,27. Demikian pula pada strata

    II dan strata III yang menunjukan R/C >1

    masing-masing R/C 1,39 dan R/C 1,32.

    Artinya setiap Rp 1 modal dikeluarkan

    masing-masing menghasilkan Rp 1,39 dan

    Rp 1,32.

    Kelayakan usaha dilihat dari gross profit

    margin, yaitu strata I memberikan profit

    21,49%, strata II 28,45% dan strata III

    38,97%. Menurut Ibrahim (2003) bahwa

    kelayakan usaha dilihat dari profit margin

    apabila menunjukkan >24% dinyatakan

    layak dan apabila

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1 ISSN 2089-0036

    23

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 2009. Program Pembangunan

    Sektor Pertanian. Departemen Per-

    tanian, Jakarta.

    Guntoro, 2002. Membudidayakan Sapi

    Bali. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

    Ibrahim, Y., 2003. Studi Kelayakan Bis-

    nis (Edisi Revisi). Rinneka Cipta,

    Jakarta.

    Nasir, M., 2005. Metode Penelitian.

    Cetakan ke enam. Ghalia Indonesia.

    Nuraeni dan Hidayat. 2001. Manajemen

    Usahatani. Universitas Terbuka,

    Jakarta.

    Prawirahadikusumo, S., 1990. Ilmu

    Usaha Tani. PPFE, Yogyakarta.

    Rahardi, F. dan R. Hartono, 2003. Agri-

    bisnis Peternakan, Penebar Swa-

    daya, Jakarta.

    Sigit, 1992. Analisa Break Even. BPFE,

    Yogyakarta.

    Soekartawi, 1995. Analisa Usaha Tani.

    Universitas Indonesia Press, Jakarta

    Sugeng, 2003. Sapi Potong Pemelihara-

    an, Perbaikan Produksi, Prospek

    Bisnis dan Analisa Penggemukan.

    Penebar Swadaya, Jakarta.

    Tawaf, Suleman dan Udiantono,1995.

    Strategi Pengembangan Industri

    Peternakan Sapi Potong Berskala

    Kecil dan Menengah dalam

    Agroindustri Sapi Potong, Cides,

    Jakarta

    Tiro, M.A., 2001. Dasar-dasar Statis-

    tika. Makassar State University

    Press, Makassar.