1aa_arwin konversi lahan ancaman banjir

25
Perubahan Iklim, Konservasi lahan, dan Ancaman Banjir Rob di DKI Jakarta 30 MARET 2013, AULA BARAT, ITB, BANDUNG PERUBAHAN IKLIM, KONVERSI LAHAN, DAN ANCAMAN BANJIR ROB DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA oleh PROF.DR. IR.ARWIN SABAR Guru Besar Teknik Lingkungan-ITB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kementrian Koordinator Perekonomian tertanggal 7 Feb 2013 rapat membahas Konsep pembangunan Dam Lepas pantai (Elcomantech) dengan Sinkronisasi Konsep Strategi Jakarta Coastal Development (Detalres), dalam rangka mengendalikan Banjir & Rob di DKI Jakarta yang mana merupakan permasalahan Nasional dan tindak lanjut pertemuan tsb di seminar sehari mengangkat tema: Perubahan iklim,konversi lahan dan Ancaman Banjir & Rob di DKI Jakarta pada peringatan Hari Air Dunia XXI tahun 2013 bekerjasama dengan Kelompok Keahlian Teknologi Pengelolaan Lingkungan FTSL, Kemenko Perekonomian, Dirjen SDA-PU, Bappeda Jabar dan Bappeda DKI Jakarta mengangkat permasalahan ancaman Banjir & Rob DKI Jakarta merupakan masalah Nasional memperlihat Wajah Republik, yang patut ditemukan solusi tepat dan di seminarkan sehari Sabtu 30 Maret 2013 bertepatan Peringatan WWD XXI tahun 2013 antara stake Holder, meliputi: akademisi ITB, Lemhanas, Kemenko Bid Perekonomian, Kementrian KLH, Bapenas,Kementrian PU, Kementrian Kelautan & perikatan, Pemda Prop Jabar, Pemda DKI Jakarta, Sosiolog, para Akademisi,pemerhati lingkungan air dll. 1.2. Perumusan masalah Kawasan terbangun di Pantura Jawa seperti Kota Jakarta dan Semarang merupakan urban Metropolitan yang populasinya lebih dari 1(satu ) juta Jiwa ,yang memiliki tingkat kepadatan penduduk dan mobilitas yang tinggi dan secara geografis terletak di Siklus Hidrologi Zona iklim Monsoon, dimana curah hujan terpusat pada monsoon barat sedangkan curah hujan rata-rata pada monsoon timur relatif dibawah 100 mm/bulan (Lihat Gambar 1). Konversi lahan menjadi kawasan terbangun limpasan air permukaan tidak terkendali mengancam Materi I - 1 | 1

Upload: mawanekodefriatno

Post on 21-Nov-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

maw

TRANSCRIPT

Perubahan Iklim, Konservasi lahan, dan Ancaman Banjir Rob di DKI Jakarta30 MARET 2013, AULA BARAT, ITB, BANDUNGPERUBAHAN IKLIM, KONVERSI LAHAN, DAN ANCAMAN BANJIR ROB DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTAolehPROF.DR. IR.ARWIN SABAR Guru Besar Teknik Lingkungan-ITB

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangKementrian Koordinator Perekonomian tertanggal 7 Feb 2013 rapat membahas Konsep pembangunan Dam Lepas pantai (Elcomantech) dengan Sinkronisasi Konsep Strategi Jakarta Coastal Development (Detalres), dalam rangka mengendalikan Banjir & Rob di DKI Jakarta yang mana merupakan permasalahan Nasional dan tindak lanjut pertemuan tsb di seminar sehari mengangkat tema: Perubahan iklim,konversi lahan dan Ancaman Banjir & Rob di DKI Jakarta pada peringatan Hari Air Dunia XXI tahun 2013 bekerjasama dengan Kelompok Keahlian Teknologi Pengelolaan Lingkungan FTSL, Kemenko Perekonomian, Dirjen SDA-PU, Bappeda Jabar dan Bappeda DKI Jakarta mengangkat permasalahan ancaman Banjir & Rob DKI Jakarta merupakan masalah Nasional memperlihat Wajah Republik, yang patut ditemukan solusi tepat dan di seminarkan sehari Sabtu 30 Maret 2013 bertepatan Peringatan WWD XXI tahun 2013 antara stake Holder, meliputi: akademisi ITB, Lemhanas, Kemenko Bid Perekonomian, Kementrian KLH, Bapenas,Kementrian PU, Kementrian Kelautan & perikatan, Pemda Prop Jabar, Pemda DKI Jakarta, Sosiolog, para Akademisi,pemerhati lingkungan air dll.

1.2. Perumusan masalah Kawasan terbangun di Pantura Jawa seperti Kota Jakarta dan Semarang merupakan urban Metropolitan yang populasinya lebih dari 1(satu ) juta Jiwa ,yang memiliki tingkat kepadatan penduduk dan mobilitas yang tinggi dan secara geografis terletak di Siklus Hidrologi Zona iklim Monsoon, dimana curah hujan terpusat pada monsoon barat sedangkan curah hujan rata-rata pada monsoon timur relatif dibawah 100 mm/bulan (Lihat Gambar 1). Konversi lahan menjadi kawasan terbangun limpasan air permukaan tidak terkendali mengancam Banjir dan kekeringan di down Stream. Perubahan iklim mempengaruhi langsung Curah hujan, naiknya permukaan laut dan mempengaruhi watak aliran pembuangan air dari daratan ke laut di pesisir pantai .

Gambar 1. Zona Iklim Hujan di Wilayah Indonesia (Tjasyono dan Bannu,2003)

Laju lahan terbangun di DKI Jakarta dan sekitarnya begitu pesat( 1972 -2005) memperlihatkan tekanan perluasan ke arah barat(Tangerang), Timur(Bekasi) dan selatan (Bopuncur ). Jakarta sebagai pusat pemerintahan NKRI,Ibukota Negara Indonesia di trarnsformasi menjadi kota Jasa, telah mengalami deformasi dari tahun ke tahun khususnya di kawasan pesisir Jakarta, memanfaatkan peluang pemberdayaan pesisir pantai membentuk Megapolitan Jakarta dapat diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Laju Konversi Lahan di DKI JKT & sekitarnya (1972-2005)

Sejak tahun 1970 Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi memasuki proses industrialisasi dan urbanisasi dengan cepat. Tercatat hingga tahun 1990 pertumbuhan penduduk di kawasan tersebut mencapai 4% per tahun dan pada kurun waktu (1990-2000) pertumbuhan penduduk turun menjadi 2,4% per tahun namun laju peningkatan jumlah penduduk tersebut tetaplah tinggi. Jumlah penduduk pada tahun 1970 adalah 8,3 juta dan meningkat hingga mencapai 20 juta jiwa pada tahun 2000. Berdasarkan kecenderungan pertumbuhan tersebut, pada tahun 2025 jumlah penduduk di kawasan tersebut diperkirakan akan mencapai lebih dari 50 juta (Tamin, 2008) Sedangkan laju pertumbuhan DKI Jakarta menuju Megapolitan, tidak diimbangi dengan laju pelayanan air minum, dengan populasi DKI 9.234.978 Jiwa (BPS, 2009) dan akses thd sumber Air Minum hanya 34,81 % (susesnas, 2009) membuka peluang terjadinya eksplotasi air tanah berlebih, berimplikasi terhadap penurunan muka tanah & merusak profil bentangan alam berdampak pada sistem drainase perkotaan tergantung pepompaan (lihat Gambar 3)

Gam. 3 Peta Penurunan Tanah di Jakarta 1982-1997 (Meliana, 2005)

Pengaruh Perubahan Iklim naiknya muka laut, semakin ekstrimnya limpasan air permukaan, proses eksploitasi air tanah berjalan terus diringi permukaan tanah subsidens dan proyek reklamasi pantai mempunyai kekuatan hukum, mengakibatkan kawasan pesisir lama Jakarta rentan terhadap ancaman banjir di musim hujan dan rob pada periode pasut ampltudo maksimum (Arwin, Pidato GB 27 Feb 2009)

1.3 Banjir & Resiko Ekonomi Peningkatanya luas genangan banjir di kawasan pesisir Jakarta tidak lepas dari laju degradasi lahan di DAS bermuara di Teluk Jakarta al DAS Ciliwung huluBopuncur menyebabkan debit banjir meningkat. Terjadinya Konversi lahan suksesif, berupa alih fungsi lahan dari hutan, budidaya pertanian, pemukiman pedesaan, ubarnized cover mengakibatkan limpasan air permukaan semakin tinggi dan debit aliran dasar semakin kecil (fenomena ekstrimitas debit air). Pada musim penghujan dimana kurva puncak debit banjir semakin ekstrim dan waktu capaian puncaknya relatif semakin pendek bila diikuti fenomena memoire hujan stokastik Hujan orde 4 hari atau hujan berurutan 5 hari (Arwin, Kompas 11 Febuari 2002) dan diikuti pasang surut laut maka ancaman banjir semakin besar di daratan landai dan selanjutnya pemberdayaan lahan pesisir Jakarta sehingga memperluas terjadi degradasi Rezim Hidrologi, ancaman banjir semakin meningkat di Jakarta . Hal ini dibuktikan semakin besarnya banjir berturut turut pada tahun Feb 1996, Feb. 2002 , Feb 2007 (Lihat Gambar 4) dan peristiwa Banjir 5 tahun sekali dilampau bilamana terjadi hujan beurutan 3 hari sampai 5 hari dalam fenomena Markov Stokastik Binaire disebut orde 2 sd orde 4 (lihat Tabel 1).

Gamb. 4 Laju Banjir DKI Jakarta 1996 sd 2007

Tabel 1 Banjir Jakarta tahun 1996-2007

Sumber : Posko banjir Jakarta dan Dartmouth Flood Observatory

Ilustrasi pengaruh bencana Banjir Jakarta 2002 terhadap ekonomi Lingkungan : sempat menggangu jalannya roda perekonomian, antara lain dalam bentuk kemacetan di jalan-jalan (termasuk jalan bebas hambatan /TOL), rusaknya prasarana wilayah ,terhambatnya pasokan bahan mentah serta padamnya aliran listrik dan jaringan telepon di berbagai lokasi genangan air. Di Jakarta saja , tidak kurang dari 7 ribu satuan sambungan telepon mengalami gangguan serta PLN terpaksa menghentikan pengoperasian PLTU Muara Karang di samping pemadaman pada 1570 gardu listrik di berbagai lokasi (Kwie Kian Gie , 2002)

II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Maksud & Tujuan PenelitianMaksud & tujuan penelitan Pengaruh iklim dan Konversi terhadap Rezim Hidrologi tercatat di arsip pos hujan, pos duga debit air, dan pos elevasi muka laut (Lihat Gambar 5 ) dan citra satelit pantura Jakarta dan RTRW 2015 dan bedasarkan boundary condition Banjir 2007 .

Gambar 5. Data Pos Hidrologi DAS Ciwung Bopuncur

2.2 Ruang Lingkup Penelitian Pengaruh Iklim dan konversi lahan terhadap watak aliran di DAS Hulu Pengaruh Iklim terhadap naiknya muka air laut di teluk Jakarta Laju subsidens permukaan tanah di pantura Jakarta (1985-2010) Laju perubahan Garis Pantura Jakarta dengan citra Satelit Simulasi Banjir & Rob di pesisir Pantura naiknya perubahan garis pantai & muka air laut Meneliti struktur permasalahan ancaman Banjir & Rob di DKI Jakarta pengaruh perubahan Iklim dan Konversi Lahan Elaborasi Solusi Dam Lepas Pantai mengatasi Banjir & Rob di pantura Jakarta

2.3 Review TeorikHidrologi adalah ilmu yang memperlajari pergerakan air di muka bumi baik kuantitas maupun kualitas air dalam ruang dan waktu dimana komponen siklus hidrologi merupakan variabel acak dan stokastik. Pengaruh pemanasan global dan faktor regional seperti perubahan temperatur di Samudera Pasifik dan faktor lokal seperti perambahan hutan/ konversi lahan terbangun berpengaruh terhadap komponen-komponen hidrologi seperti hujan (P), debit air (Q) dan tinggi muka laut. Pengaruh-pengaruh tersebut tercatat melalui pos-pos pengamatan komponen siklus hidrologi dan pos observasi muka laut. Dari arsip data hidrologi sebagai input, dapat dianalisa fenomena degradasi rezim hidrologi dengan pendekatan model hidrologi Rambatan air hulu-Hilir seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Rambatan Air Hulu- HilirSumber Air adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui melalui siklus hidrologi, dipengaruhi oleh iklim, konversi lahan membentuk rezim hidrologi tercatat di observasi Komponen Pos Hujan, pos Debit Air dan MSL dimana komponennya berkarakter acak dan stokastik, sedangkan pada kemiringan relatif landai pembuangan air dari daratan laut merupakan fenomena deterministik.

2.4 Konversi Lahan Perubahan iklim mempengaruhi variabel siklus hidrologi terutama curah hujan (P). Setelah hujan sampai di permukaan tanah, hujan terdistribusi terinfiltrasi dalam tanah(I) setelah jenuh akan melimpasan di permukaan tanah (R) .Massa air adalah tetap dalam ruang hidrologi, dimana curah hujan jatuh di permukaan tanah terdistribusi menjadi : P = I+ R dimana berturutturut P adalah curah hujan, I adalah fraksi air hujan tertahan di bawah permukaan tanah dan R adalah fraksi air hujan menjadi limpasan air permukaan. Perubahan tutupan lahan alami (lihat Gambar 3), dari hutan berturut-turut menjadi budidaya, permukiman pedesaan dan urban yang berdampak semakin besar R pada musim hujan dan sebaliknya I dalam tanah semakin kecil (input) sehingga penyimpanan air tanah (S ) semakin kecil. Hal ini berpengaruh pada besaran aliran air tanah (output) terutama limpasan aliran tanah menyentuh permukaan bebas (B**) seperti : mata air dan aliran dasar sungai (lihat Gambar 6 ).Dari hukum kekekalan masa air, ketersediaan sumber air sangat tergantung sejauh mana massa air hujan tersimpan menjadi cadangan air tanah (I= P-R), sehingga persamaan ketersediaan air, dapat dituliskan sebagai berikut:S = I E B* - B**Ketersediaan air alamiah bertahan apabila jumlah air hujan tertahan di permukaan tanah (I), lebih besar daripada evapotrapirasi potensial (E) : I > E sehingga pengendalian konversi tutupan lahan perlu lebih dicermati pada masa depan.Hujan yang jatuh di permukaan bumi relatif konstan dan tunduk pada hukum kekekalan massa air. Bila keseimbangan massa P = I+R dibuat non dimensi, maka persamaan massa air menjadi IK + C= 1 dimana IK adalah fraksi massa air hujan yang tertahan dalam tanah selanjutnya disebut indeks konservasi. Sedangkan C= fraksi masa air hujan menjadi limpasan air permukaan selanjut disebut C=koefisien limpasan air. Ecohidrologi dari masa ke masa, tutupan lahan yang bertahan terhadap alam (iklim) adalah tanaman keras (hutan). Dengan adanya sentuhan peradaban manusia, tutupan lahan mengalami konversi lahan diekspresikan sebagai IkC (indeks konservasi aktual). Konversi lahan menjadi lahan terbangun secara suksesif menjadi lahan budidaya pertanian, permukiman dan urban, Perambahan hutan alam (IkA) menjadi budidaya pertanian, permukiman dan urban metropolitan (IKc) menimbulkan degradasi penyimpanan air (tersimpan air hujan) di bawah permukaan tanah seperti diperlihatkan pada tabel 2. Selanjutnaya IK digunakan sebagai instrumen pengendalian konversi lahan di kawasan konservasi air (Keppres No 114 Kawasan konservasi Bopuncur).Tabel 2. Indeks Konservasi tutupan lahanNoKualitas lahanIndeks Konservasi (IKAIKc)

1Hutan0,8-0,9

2Budidaya0,4-0,5

3Pemukimandesa0.5-0,6

4Urban Metro0,0-01

Evaluasi kondisi pemanfaatan ruang dalam suatu kawasan dapat dilihat dari perbandingan nilai IKC dan nilai IKA yang dapat dibedakan seperti pada tabel 3. Nilai ini digunakan sebagai pedoman dalam pengendalian pemanfaatan ruang, maka dilakukan proses diskretisasi variabelvariabel yang mempengaruhi dari indeks konservasi. Nilai ini dapat dibagi tiga kelas atau lima kelas. Apabila dalam evaluasi suatu kawasan ternyata terdapat pemanfaatan lahan yang tidak sesuai (IKC < IKA) maka terdapat beberapa upaya untuk merehabilitasi fungsi konservasi lahan agar (IKC+Ik) = IKA, upaya memperbaiki dengan Ik yaitu dapat dilakukan dengan pendekatan vegetatif dan non vegetatif (rekayasa teknologi).Tabel 3. Indeks Konservasi LahanIndeks KonservasiFungsi Lahan

IKC + Ik = IKASustainability

IKC < IKAUnsustainability

Keberhasilan pengendalian air keberlanjutan air di DAS tercapai apabila IkC +Ik = IkA dengan demikian win-win solution dapat tercapai antara kepentingan kawasan hulu dan kawasan hilir. Sedangkan pengendalian air di kawasan lahan terbangun menngunakan Indeks Konservasi lahan (IK), dengan pendekatan: pengendalian luas bangunan terbangun (BCR), vegetatif dan non vegetative (rekayasa engineering). Upaya rekayasa engineering, antara lain: artficial recharge sumur resapan, waduk resapan dan drainase eco drainase. Ide paling sederhana dalam konservasi lahan terbangun disebut zero limpasan. Zero limpasan adalah suatu upaya konservasi di lahan terbangun dengan mengendalikan limpasan air hujan dalam suatu persil atau kawasan supaya tidak ada air hujan yang melimpas keluar.

2.5 Adaptasi & Mitigasi Seiring dampak perubahan iklim , konversi lahan terhadap rezim Hidrologi tercatat dalam arsip pustaka P(curah hujan) dan Q( pos duga debit Air ) berkarateristik acak dan seterusnya konversi lahan dari bentangan alam menjadi bentangan terbangun : lahan budidaya, permukiman pedesaan, perkotaan maka pengendalian air konkritnya pengembangan Infrastruktur Sumberdaya Air direspon dengan dua langkah utama, yaitu adaptasi dan mitigasi.,Adaptasi didasarkan pada ketidakpastian besaran hujan & debit air dalam proses waktu, mengantar para ahli hidrolologi dan Manajemen sumber air untuk melakukan proses penyesuaian dengan memperhatikan resiko ekonomi fungsi infarstruktur sumber air berdasarkan pada pentingnya fungsi kawasan terbangun, dengan membangun konsep debit rencana banjir/kekeringan.Mitigasi adalah upaya mempertahankan keberlanjutan sumber air di daerah aliran sungai. Bentuk konkrit upaya mitigasi terhadap pengendalian air (kuantitas / kualitas) secara undirect: penerbitan peraturan / UU pengendalian limpasan / pencemaran air dan direct: Insentif (reward) & dissentif.(pinalti,denda)Pengendalian kawasan terbangun Keppres No.114 1999 tentang Kawasan Bopuncur , UU Kehutanan No 41 tahun 1999, pengendalian badan air diterbitkan PP 82 tahun 2001 . Pengendalian Air di kawasan terbangun :1. Undirect (tak langsung): penerbitan UU dan Peraturan terkait pengendalian lingkungan air. UUD fasal 33 ayat 3 : Air tanah dikuasai negara .... untuk kepetingan orang banyak. UU no 7 th 2004 tentang Sumber daya air. UU Kehutanan No.41 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat 2 yang menyatakan bahwa: ..luas hutan suatu DAS minimal 30% dengan sebaran yang proporsional. PP No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Pasal 8 ayat 2 Pemenrintah (pusat & daerah) menjamin Ketersediaan air baku (kuantitas & kualitas) memenuhi baku mutu air. Keppres No. 114 tahun 1999 mengenai kawasan konservasi air dan tanah Bopuncur.2. Direct (Langsung): Insentif (reward) dan Dissentif (pinalti, denda).

2.6. Konsep Debit Rencana Infrastruktur SDAKomponen siklus hidrologi berkarakter acak (variabel acak), yakni suatu kejadian dimana besarannya tidak menentu dalam proses waktu. Ketidakpastian komponen utama hidrologi (P,Q) terukur melalui pengamatan (pos hujan atau pos duga air), hal ini membuat para ahli meneliti perilaku debit air historikal untuk dapat mengetahui ambang batas besaran kejadian debit air masa depan. Pengendalian banjir dan kekeringan di masa depan, ditempuh dengan langkah adaptasi, yakni pendekatan konsep debit rencana. Hubungan keandalan keberhasilan dan periode ulang diekspresikan, sbb: (1-P)=1/R, dimana: P= keandalan /keberhasilan komponen hidrologi ( %) dan R= periode ulang kejadian.Misalnya: suplai sumber air untuk memenuhi sektor irigasi : keandalan/ keberhasilan P= 80 % maka ekivalen dengan periode Ulang (R = 100/20 = 5 thn), berarti dalam selang 100 (seratus ) tahun terjadi 20 kali dan setiap 5 tahun, terjadi satu kali nilai ambang batas dilampaui. Pengendalian banjir & kekeringan: Drainase permukiman QR= 2-15 tahun Drainase Sungai : QR =20-50 thn Drainase Rel Kereta api/ Jalan TOL: QR=50 thn Drainase bandara udara : Q R= 50 -100 tahun Spill way waduk QR > 100 thn Intake air baku untuk irigasi : QR =5 thn Intake air baku sektor DMI (Domestik, Municipality, Industri): QR= 10-20 thn

III. HASIL & PEMBAHASAN 3.1. Perubahan Watak Hujan & Aliran Hulu Sungai3.1.1 Ekstrimitas Hujan Hasil analisa akademik dipos Hujan ITB (1987-2007) Intensitas hujan (IDF) semakin ekstrim (lihat Gambar 7) dan juga pengolahan data hujan wilayah di DAS Ciliwung Bopunjur ,dengan metoda moving average 5 tahunan, didapatkan distribusi hujan semakin ekstrim bahwa hujan wilayah pada bulan Februari semakin meningkat sedangkan debit minimum pada bulan Agustus dan September semakin menurun (Gambar 8 ).

Gambar 7. Ekstrimitas Kurva Intesitas hujan (IDF) insfrastrukur Drainase

. Gambar 8. Tendesi Hujan Wilayah 5 tahun di DAS Ciliwung-Bopuncur

3.1.2 Watak Aliran di Sungai Ciliwung HuluPengaruh perubahan iklim dan konversi lahan di DAS Ciliwung diteliti dengan penelusuran debit rata-rata 5 tahunan pada pos duga air Sugutamu. Dari tahun 1982-2007 menunjukkan pada musim hujan semakin besar debit air mengalir ke Jakarta sebaliknya musim kemarau semakin kecil.Watak aliran pos debit Katulampa & Sugutamu cenderung meningkat terutama pos Sugutamu, menunjukan adanya peningkatan yang tajam. Debit ekstrim minimum di Pos Katulampa & di Pos Sugutamu terlihat ada peningkatan . Hasil selengkapnya peningkatan debit air ekstrim rata-rata 5 tahunan ditunjukkan pada Gambar 9 . Perubahan watak aliran di pos Sugutamu ditandai dengan semakin menurunnya aliran dasar (baseflow) sebagai pengaruh ekstrimitas hujan & degradasi fungsi hidrologi lahan di DAS Ciliwung Hulu Bopunjur. Sensibilitas watak aliran selama 30 tahun terakhir (1979-2009) menunjukan terjadinya ekstrimitas ektrimitas debit air di pos Katulampa Bogor dan Pos Sugutamu Depok debit Rencana Basah & Kering . Perubahan Watak alira tercatat di pos Duga Sugutamu (1979-2009) dimana debit rencana basah/kering semakin ekstrim (Gambar 10 ).

Gambar 9. Debit retata R-5 maksimum & minimum di Pos Katulampa & Sugutamu(1979-2009)

Gambar 10. Ekrimitas Debit Rencana Basah/Kering di DAS Ciliwung Bopuncur(1970-2009)

Debit rencana banjir R-5 kurun waktu 1979 s/d 1999 terus meningkat, kecuali periode 2000-2004, tendesi menurun dengan terbitnya Keppres 114 tahun 1999 dan seterusnya menaik tajam pada periode 2005 -2009. 3.2 Subsidens di Pesisir JakartaLaju subsidens permukaan tanah di pesisir pantura Jakarta dari 1985 s/d 2010 (Bappedal & Dinas PU Jakarta ) menggunakan intrumen statistik dari data time series, diperoleh penurunan muka tanah berturut-turut di kacamatan Penjaringan - 4,87 cm/thn, Pademangan -4,16 cm/thn, Tanjung Priok 3,49 cm/thn, Koja 3,16 cm/thn dan Cilincing 2,65 cm/thn.(lihat Gambar 11)

Gambar 11. Subsidence permukaan tanah di Pantura Jakarta (Nicco Plamonia,2010)

3.3. Naik Muka Air Laut di Teluk Jakarta

Naiknya muka air laut rata-rata dipengaruhi oleh perubahan iklim, akibat adanya fenomena pemanasan global yang memberikan dampak cukup serius bagi iklim dunia. Salah satu dari dampak pemanasan global adalah mencairnya lempeng es di Antartika, Greenland dan gletser di benua. Pencairan es ini menyebabkan kenaikan muka laut. Peningkatan muka laut (sea level rise/SLR) di Teluk Jakarta diketahui sebesar 0,575 cm/tahun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Kenaikan Muka Laut Rata-rata (Nicco Plamonia, 2010)3.4 Laju Perubahan Garis Pantai

Dari overlay peta upaya pemberdayaan lahan dipesisir pantura Jakarta, didapatkan penambahan daratan seluas 458,6 Ha (rentang tahun 2000 2010) dan rencana reklamasi Pantura RTRW 2015 dengan lebar 2-2,5 km seluas 2700,7 ha (Gambar 13 )

Gamb. 13 Perubahan Garis Pantura di teluk Jakarta

Tabel 2 Laju Reklamasi Pantura 2003, 2010 dan RTRW 2015

Sumber : Nicco Plamonia, 2010IV. SIMULASI ANCAMAN BANJIR & ROB DI PESISIR JAKARTA 4.1.Boundary Condition Banjir 2007 Untuk mengetahui pengaruh iklim dan perubahan garis pantai, mana yang lebih dominan terhadap fenomena banjir di pesisir pantura Jakarta, perlu dilakukan simulasi aliran permukaan bebas dengan kiriman banjir dari hulu DAS Ciliwung Hulu-Bopuncur yakni pos Sugutamu Depok pada kejadian banjir dan fluktuasi muka laut Jakarta Febuari 2007. Model deterministik aliran permukaan bebas diterapkan di DAS Ciliwung dan pesisir Pantura Jakarta (Lihat Gambar 12 & 13)

Gambar 14.Posisis Grid 37.5 Km (point Djakarta Loyd), Grid 39 Km (point Sunda Kelapa),Grid 40 Km (point Pantai Mutiara)

Gambar 15. Batas Hulu (DPU Pemda DKI & Batas Hilir (Dishidros, 2007)

4.2. Simulasi Model Gelombang Banjir di Pesisir PanturaUntuk mengetahui pengaruh perubahan garis pantai dan naiknua muka air laut dibuat 6(enam ) skenario simulasi,sbb : Simulasi Boundary condition Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 1991 (Tanpa Reklamasi) Simulasi Boundary condition Banjir 2007 & Garis Pantai 2010 Simulasi Boundary condition Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2015 Simulasi Boundary condition Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2010 + SLR 5 Tahun Simulasi Boundary condition Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2010 + SLR 50 Tahun Simulasi Boundary condition Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2015 Tanpa Kenaikan Muka Laut Hasil simulasi dari skenario tsb pesisir pluit di point Djakarta loyd ,sunda kelapa dan point Pantai Mutiara semakin tenggelam( lihat Gambar 16,Gambar 17 dan Gambar 18 )AB

Gambar 16. Simulasi Sensitifitas Tinggi Muka Air (A), dan Kecepatan Aliran di Grid 37.5 Km point Djakarta Loyd (B)AB

Gamb. 17.Simulasi Sensitifitas Tinggi Muka Air (A),dan Kecepatan Aliran di Grid 39 Km point Sunda Kelapa ( B)AB

Gamb. 18 . Simulasi Sensitifitas Tinggi Muka Air (A) dan Kecepatan Alirandi Grid 40 Km point Pantai Mutiara(B)

IV. KESIMPULAN Struktur Permsalahan Pengaruh perubahan iklim, konversi lahan dan ancaman Banjir & Rob di DKI Jakarta terkait fenomena Banjir 17 Januari 2013 ,berdampak pada luas genangan menempati kawasan subsidens di pantura Kecamatan Penyaringan Pantura Jakarta Barat (lihat Gambar 19 )

Gambar 19. Struktur permasalahan: Perubahan Iklim, Konversi Lahan dan Banjir & Rob di DKI Jakarta

Gambar 20. Genangan Banjir VS Kawasan Susisdence Pantura Banjir 2013

Overlay peta subsisdens dan Banjir 17 Feb 2013 di pesisir Pantura Jakarta di dan dampak perubahan iklim dan konversi lahan berturut-turut di Gambar 20 & Gambar 21

Gambar 21. Ancaman Banjir & Rob di Pesisir Pantura Jakarta

Gambar 22. Solusi Alternatif Pengendali Banjir & Rob di pantura Jakarta

Solusi mengatasi Banjir & Rob di DKI Jakarta yaitu Substitusi Air tanah dengan Air permukaan, Revitalisasi Sistem Utama Pengendalian Banjir (sungai, waduk dan floodway), Revitalisasi Sistem Drainase di DKI Jakarta dan Revitalisasi Pengendalian Air di Kawasan Bopuncur dan pengetrapan lebih luas Drainase Eco Friendly (memanen hujan, artficial recharge, waduk & polder) di kawasan terbangun. Disamping itu, terdapat 2 (dua) rencana strategis mengendalikan Banjir & Rob pantura Jakarta pada dasarnya mempunyai kesamaan, memutuskan sistem Drainase daratan dengan laut: Jakarta Coastal Defence Strategy dirancang para Pakar Internasional dan Dam Lepas Pantai dirancang para Pakar Nasional (lihat Gambar 22) untuk kedua pendekatan tsb memerlukan Pengendalian keberlanjutan sumber daya air & Sampah di daratan dan konsep Sistem Penyediaan Air Minum Berkelanjutan (Lihat Gambar 23 & Gambar 24 ), yang di seminarkan sehari di Aula Barat ITB, Sabtu 30 Maret 2013 pada WWD XXI 2013.

Gambar 23 Pengendalian Sumber Air di Daratan

Gambar 24. Konsep SPAM Pantura BerkelanjutanDaftar PustakaTamin M.Zakaria Amin. 2008. Kebijakan Strategis Pengembangan Air Minum di Kawasan Andalan Kasus Jagodetabek, Peringatan Hari Air Sedunia XVIII Kerma Dirjen CK ITB.Abidin, H.Z., Djaja, R, Darmawan, D., Songsang, R. 2000. Studi Penurunan Tanah Di DKI Jakarta Dan Bandung Dengan Metode Survei GPS. Proceddings of 29th Annual Convention of Indonesian Association of Geologists. Bandung, 21-22 November.Priyambodo, B. 2005. Banjir Di Daerah Pantai Yang Mengalami Penurunan Tanah Dan Dipengarui Oleh Peningkatan Muka Air Laut. Disertasi S3, Jurusan Teknik Sipil ITB, Pujilestari, S.E. 2008. Dampak Perubahan Iklim, Reklamasi Dan Konversi Lahan Terhadap Rezim Hidrologi Di Kawasan Andalan (Kasus Das Ciliwung-DKI Jakarta). Thesis Magister. Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB. 2008Nicco Plamonia. 2010. Kajian Pengaruh Kenaikan Muka Air Laut, Reklamasi Pantai dan Degradasi Lahan di DAS Hulu Terhadap Banjir di pesisir Terbangun DKI Jakarta DAS Ciliwung, Tesis Magister Teknik Teknik Lingkungan, ITB Sabar Arwin, 2009. Perubahan Iklim, Konversi Lahan dan Ancaman Banjir dan Kekeringan I Kawasan Terbangun. Pidato Ilmiah Guru Besar MGB-ITB. Sabar Arwin, 2009. Tren Global Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air yang berkelanjutan, Dalam rangka Diskusi Pakar Perumusan Kebijakan Eco-Efficient Water Infrastructure Indonesia. Direktorat Pengairan dan Irigasi, Desember. Bapenas.Sabar Arwin. 2011. Iklim, Manajemen Air dan Degradasi Infrastruktur SDA di Zona Munsoon Ihwal Pantura Metropolitan Jakarta. Seminar Pengelolaan Sungai di Perkotaan Peringkatan Hari Air Dunia KE XIX Tahun 2011 Kementrian PU Gedung Ditjen SDA. Jakarta.Sabar Arwin. Nico Plamonia ST,MT 2012. Tantangan Pembangunan Infrastruktur SDA & Pengaruh Iklim Ihwal Urban Metropolitan Jakarta . Proseding Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan & Perubahan Iklim di Indonesia USU-BLH Sumut

Materi I - 1 | 1

89Sumber: Susandi dkk, 2007(Tjasyono, B., & Gerwono, R., 2008)Dampak Perubahan Iklim Terhadap Hujan Harian Maksimum Tergambar dalam Kurva IDF

C. Identifikasi Penurunan muka tanah jakartaSumber data :Proses pengolahan data :DataPanjang DataSumber DataServey Levelling1982-1991Dinas Pemetaan dan Pengukuran TanahServey Levelling1997Dinas Pertambangan dan Energi DKI JakartaGPS Survey1991 - 2005Abidin,2007 dalam Endang,2008Bench Mark1982 - 1999Priyambodo,2005 dalam Endang,2008Data ketinggian Muka tanah1982,1991,dan 1997Data Penurunan Muka Tanah1997-2010Hitung Selisih1982 19911991-19971982-1997Trend Penurunan Muka Tanah (cm/th)1982 19911991-19971982-1997Pilih Kesamaan Titik LokasiTrend PenurunanMuka Tanah 1982-2010PENURUNAN MUKA TANAH JAKARTA UTARAPengolahan data,2010

1234512345

Dibuat Oleh : Nicco Plamonia25308025

Pembimbing :Prof.Dr.Ir. Arwin Sabar,MS,DEA

Magister Teknik LingkunganProgram Studi Teknik LingkunganFakultas Teknis Sipil & LingkunganPeta Perubahan Garis Pantai1991 - 2015 Garis Pantai 1991 Garis Pantai 2003 Reklamasi 1991 - 2003 Garis Pantai 2010 Reklamasi 2000- 2010 Garis Pantai 2015 Reklamasi 2000- 2015

37END

Ellipsoid : WGS 84 Projection: UTMCoord. System: UTM Zone 48 Southern

SUMBER: PENGOLAHAN DATA,2010