1602-11-156497511415

17
Modul 11 Bisnis Tenaga Listrik Pendahuluan Pembangkitan, penyaluran, dari distribusi tenaga listrik di Indonesia semula adalah monopoli PLN, namun saat ini (tahun 2008), swasta sudah turut dalam pembangkitan tenaga listrik. Jadi, sudah ada privatisasi dalam bisnis tenaga listrik. Model bisnis tenaga listrik yang ada di Sistem Jawa Bali saat ini adalah model single buyer multiple seller, artinya hanya ada satu pembeli tenaga listrik dalam grid (jaringan utama/tulang punggung jaringan), yaitu PLN, Sedangkan perusahaan pembangkitan yang menjual tenaga listriknya ke grid jumlahnya lebih dari satu. Dalam model single buyer multiple seller semacam ini jumlah perusahaan distribusi yang membeli tenaga listrik dari Grid umumnya lebih dari satu. Model bisnis tenaga listrik berikutnya adalah multiple buyer multiple seller (MBMS). Dalam model MBMS, produsen-produsen tenaga listrik (perusahaan pembangkitan) dapat langsung mengadakan transaksi bisnis tenaga listrik dengan perusahaan distribusi atau dengan pemakai (konsumen) besar, tetapi harus membayar sewa jaringan transinisi dari sewa jaringan distribusi kepada pemilik jaringan yang bersangkutan dari membayan biaya operasi sistem kepada pool. 1. Pelaku-pelaku Bisnis. Dalam model MBMS, terdapat pelaku-pelaku bisnis tenaga listrik sebagai berikut (lihat Gambar 1) : 1

Upload: ryan

Post on 11-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

testing

TRANSCRIPT

Modul 11

Bisnis Tenaga Listrik

Pendahuluan

Pembangkitan, penyaluran, dari distribusi tenaga listrik di Indonesia semula adalah monopoli PLN,

namun saat ini (tahun 2008), swasta sudah turut dalam pembangkitan tenaga listrik. Jadi, sudah ada

privatisasi dalam bisnis tenaga listrik.

Model bisnis tenaga listrik yang ada di Sistem Jawa Bali saat ini adalah model single buyer multiple

seller, artinya hanya ada satu pembeli tenaga listrik dalam grid (jaringan utama/tulang punggung

jaringan), yaitu PLN, Sedangkan perusahaan pembangkitan yang menjual tenaga listriknya ke grid

jumlahnya lebih dari satu. Dalam model single buyer multiple seller semacam ini jumlah perusahaan

distribusi yang membeli tenaga listrik dari Grid umumnya lebih dari satu.

Model bisnis tenaga listrik berikutnya adalah multiple buyer multiple seller (MBMS). Dalam model

MBMS, produsen-produsen tenaga listrik (perusahaan pembangkitan) dapat langsung mengadakan

transaksi bisnis tenaga listrik dengan perusahaan distribusi atau dengan pemakai (konsumen) besar, tetapi

harus membayar sewa jaringan transinisi dari sewa jaringan distribusi kepada pemilik jaringan yang

bersangkutan dari membayan biaya operasi sistem kepada pool.

1. Pelaku-pelaku Bisnis.

Dalam model MBMS, terdapat pelaku-pelaku bisnis tenaga listrik sebagai berikut (lihat Gambar 1) :

1. Perusahaan pembangkitan, yaitu produsen tenaga listrik, perusahaan pembangkitan paling sedikit

mempunyai sebuah pusat listrik.

2. Pemilik tulang punggung jaringan, yang dalam bahasa Inggris disebut grid. Produsen tenaga listrik

menyetor tenaga listrik yang dibangkitkannya pada grid dari distributor tenaga listrik mengambil

tenaga listrik yang didistribusikannya dari grid.

3. Perusahaan distribusi tenaga listrik, yaitu perusahaan yang memiliki jaringan distribusi dari

menyewakannya kepada distributor tenaga listrik yang dalam bahasa Inggris disebut retailer.

4. Pool, yaitu perusahaan yang mengoperasikan grid, dalam arti menjadi pengatur operasi dari

pembangkitpembangkit yang masuk ke grid. Pool ini bertugas melaksanakan operasi pembangkitan

yang ekonomis dengan memperhatikan mutu dan keandalan.

1

5. Distributor tenaga listrik atau retailer, yaitu perusahaan yang mencani pemakai tenaga listrik atau

pelanggan. Retailer ini membeli tenaga listhk dari pool dari menjualnya kepada para pelanggan dari

membayar sewa jaringan distribusi kepada perusahaan distribusi.

6. Pelanggan besar, yaitu pelanggan dengan daya tersambung tertentu. Pelanggan besar boleh

mengadakan kontrak jual-beli tenaga listrilt langsung dengan produsen (perusahaan pembangkitan).

7. Pemakai tenaga listrik (pelanggan) dengan daya tersambung lebih rendah daripada yang tersebut

dalam butir 6, membeli tenaga listrik dari retailer.

8. Regulator, yaitu suatu badan (organisasi) independen yang mewakili para pelaku bisnis tenaga

listrik yang tersebut dalam butir 1 sampai dengan 7. Regulator bertugas mengatur hal-hal sebagai

berikut:

a. Menentukan tingkat keandalan pembangkitan dalam lost of load probability (LOLP).

b. Menentukan tingkat keandalan jaringan dalam jumlah kali gangguan per km panjang jaringan per

tahun. Juga batas maksimum waktu interupsi pasokan daya dalam menit per tahun.

c. Deviasi tegangan pasokan yang dibolehkan.

d. Deviasi nilai frekuensi yang dibolehkan.

Gambar 1. Pelaku-pelaku bisnis tenaga listrik

e. Sewa grid kepada para pemakai grid.

f. Sewa jaringan distribusi kepada para pemakai jaringan distribusi.

2

g. Tarif jasa yang diberikan pool.

Hal-hal yang dapat menimbulkan monopoli alami yang dalam bahasa inggris disebut natural monopoly

harus diatur oleh regulator. Hal-hal yang dapat menimbuilkan natural monopoly ini tertera dalam butir e

dari f . Hal utama yang dapat menimbulkan natural monopoly adalah jaringan distribusi, karena secara

praktis hanya dapat dibangun satu jaringan distribusi di tepi jalan sehingga tidak ada pilihari lain bagi

pelanggan untuk mendapat sambungan dari jaringan distribusi yang ada. Oleh sebab itu, sewa jaringan

distribusi harus diatur oleh regulator. Dalam grid dapat juga terjadi keadaan serupa, misalnya terjadi

tegangan yang terlalu rendah dalam salah satu bagian dari grid sehingga pusat listrik yang terdekat

dengan bagian ini harus selalu dioperasi kan untuk mempertaharikan tegangan. Pusat Listrik ini dapat

memberikan harga yang tinggi kepada pool karena bersifat “must run” unit yang bersifat monopoli. Oleh

karena itu, keadaan ini harus diatur oleh regulator.

Gambar 2. Kontrak Pemakai besar dengan produsen

2. Tata Kerja.

Dalam model MBMS, tata kerja antara pelaku-pelaku bisnis tenaga listrik adalah sebagai berikut:

1. Setiap hari, perusahaan pembangkitan memberikan penawaran kepada pool mengenai harga

pembangkitan tiap-tiap unit pembangkitnya untuk setiap 24 jam yang akan datang. Penawaran ini

memiliki batas waktu masuk di pool, misalnya pukul 15.00 sehari sebelum-nya.

2. Pool mengoperasikan unit-unit pembangkit secara merit (secara urutan dari yang termurah lebih

dulu).

3. Pool menentukan harga kWh dari pool untuk setiap jam berdasarkan pembebanan yang telah

direalisir.

3

4. Dalam hal pemakai (pelanggan) besar yang mempunyai kontrak langsung dengan produsen

(perusahaan pembangkitan), kontrak harus mengacu pada suatu harga kWh yang diban-dingkan

dengan harga kWh Pool. Misalkan harga yang disepakati adalah Rp X per kWh. Apabila harga pool

lebih besar dari X ini, maka produsen harus tetap menjual ke pemakai besar (pembeli), tidak boleh

menjual ke pool, sampai batas jumlah kWh tertentu (lihat Gambar 2) dengan harga yang telah

disepakati.

Sebaliknya apabila harga kWh Pool lebih rendah daripada X, maka pembeli harus tetap membeli dari

produsen dengan harga Rp. X per kWh, tidak boleh membeli dari pooi sampai jumlah batas kWh

tertentu. Penjual (pnodusen) harus membayar sewa grid, Jasa pool, dari jasa jaringan distribusi (bila

menggunakan jaringan distribusi). Pengaturan kontrak jual-beli tenaga listrik sepenti tensebut di atas

harus mengacu pada suatu harga yang dibandingkan dengan harga pool agar peran pool menjadi

efektif. Hal ini disebabkan pool bertugas mengoperasikan sistem secana optimum.

3. Analisis Beban Sistem Jawa-Bali

Gambar 3 menggambarkan beban harian sistem interkoneksi Jawa-Bali untuk berbagai hari.

Gambar 3. Kurva Beban system dan Region minggu, 11 November 2001 pukul 19.30 =

11.454 MW (netto)

Sistem JawaBali ini adalah sistem interkoneksi terbesar di Indonesia. Dari gambar-gambar beban harian

tersebut, secara umum tampak hal, hal sebagai berikut:

a. Untuk Hari Kerja (Lihat Gambar 3) :

1. Sekitar pukul 05.00 pagi terjadi beban puncak yang disebabkan adanya kegiatan para pemakai

tenaga listrik melaksanakan sholat subuh dari bersiap-siap untuk bekerja.

2. Sekitar pukul 07.00 pagi terjadi lembah beban yang terendah. Hal ini berkaitan dengan terbitnya

matahari, kemudian para pemakai tenaga listrik mematikan lampu/penerangan.

4

3. Sekitar pukul 10.00 pagi terjadi beban puncak, yaitu saat orang sedarig giat-giatnya bekerja.

4. Sekitar pukul 12.00 terjadi lembah beban, yaitu berkaitan dengan jam istirahat. Khusus untuk hari

Jum’at, lembah beban ini lebih dalam dan lebih lebar berkaitan dengan kegiatan sholat Jum’at.

5. Sekitar pukul 14.00 kembali terjadi beban puncak, yaitu setelah orang selesai istirahat dari bekerja

kembali. Beban puncak ini juga ada hubungannya dengan cuaca mendung di sore hari terutama

pada musim hujan yang menyebabkan banyak orang menyalakan lampu,

6. Sekitar pukul 17.00 ada penurunan beban di mana berkaitan dengan orang selesai bekerja.

7. Sekitar pukul 19.00 terjadi beban puncak yang tertinggi, karena pemakaian tenaga listrik untuk

penerangan merupakan beban yang doininan.

8. Sekitar pukul 21.00 Beban mulai menurun, berkaitan dengan mulainya orang tidur.

b. Untuk hari Sabtu (Lihat Gambar 3).

Bentuk kurva beban harian serupa dengan untuk hari kerja hanya saja bebannya lebih rendah.

c. Untuk Hari Minggu (Lihat Gambar 3).

Perbedaannya dengan hari kerja terletak antara sekitar pukul 07.00 pagi sampai sekitar pukul 17.00

sore di mana pada hari Minggu terjadi lembah beban yang lebar. Selain itu juga beban puncaknya yang

tertinggi, yaitu sekitar pukul 19.00 lebih rendah daripada hari kerja.

d. Untuk Hari Raya Idul Fitri, Natal, dari Tahun Baru.

Kurva beban hariannya serupa dengan kurva beban harian hari Minggu hanya saja bebannya lebih

rendah.

Jika kita memperhatikan Gambar 3, yaitu kurva beban harian hari Selasa, tanggal 13 November 2001

(hari kerja), dengan Gambar kurva beban harian Hari Raya Idul Fitri, tanggal 16 Desember 2001, terlihat

bahwa pada siang hari antara pukul 08.00 sampai jam 16.00, perbedaan beban bisa mencapai 550 MW,

yaitu 10.000 MW di hari kerja dari 4.500 MW di Hari Raya Idul Fitri. Selisih ini, yaitu 5.500 MW,

menggambarkan beban industri dan perkantoran, karena pada Hari Raya Idul Fitri praktis tidak ada

kegiatan kerja.

Jika kita memperhatikan kurva beban harian subsistem-subsistem Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa

Tengah, dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebagaimana terlihat pada Gambar 3 akan terlihat

bahwa beban subsistem Jakarta, Banten paling rata. Hal ini menunjukkan bahwa di subsistem ini beban

industrinya paling besar perannya dibandingkan pada subsistem yang lain.

5

Dengan mengamati kurva-kurva beban harian, seperti yang ditunjukkan dalam Gamban 3. dapat dibuat

model komputer untuk membuat perkiraan beban jangka pendek, misalnya 168 jam ke depan yang

diperlukan untuk perencanaan operasi pembangkitan.

Gambar 4. menggambarkan beban harian Sistem Jawa-Bali pada hari Selasa tanggal 13 November 2001

beserta pembagian alokasi bebannya kepada setiap kelompok pusat listrik. Dari Gamban 4. dan 5 tampak

bahwa dari segi penyediaan daya maupun penyediaan energi PLTU batubara mempunyai peran terbesar.

PLTA mempunyai peran pada beban dasar maupun beban puncak. Karena alasan teknis, PLTA run off

river dan PLTP hanya bisa mengikuti beban dasar. Terlihat juga adanya deviasi antara rencana dari

realisasi yang disebabkan adanya kesalahan (error) dari perkiraan beban maupun karena adanya gangguan

dalam sistem.

4. Optimasi Hidro-Termis

Dalam sistem tenaga listrik yang terdiri dari kelompok pembangkit hidro dari kelompok pembangkit

terinis, diperlukan jalur pembagian beban antara kedua kelompok pembangkit ini agar dicapai keadaan

operasi yang optimum dalam arti tercapai biaya bahari bakar yang ininimum. Hal ini terutama diperlukan

apabila:

a. Kelompok pembangkit hidro tidak semuanya PLTA run off river, tetapi ada yang mempunyai kolam

tando harian.

b. Kelompok pembangkit terinis terdini dari beberapa macam jenis pembangkit, misalnya PLTU

batubana, PLTGU gas, dari PLTG bahari bakar ininyak dengan biaya bahari bakar Rp/kWh yang

berbeda.

Pada prinsipnya, harus diusahakan agar air yang tersedia untuk PLTA terpakai habis dari unit pembangkit

termis yang termahal biaya bahari bakarnya mempunyai produksi kWh yang mini-mal. Dasar pemikiran

ini memerlukan suatu prinsip yang harus diikuti dalam pelaksanaan opera-sinya, khususnya dalam

memenuhi neraca daya sistem. Untuk itu, PLTA run off river harus dibebani maksimum sesuai air yang

tersedia. Sedangkan PLTA dengan kolam tando harian harus dioperasikan saat nilai air tinggi, yaitu saat

incremental cost system tinggi. *

6

Gambar 4. Neraca Daya system Jawa – Bali, selasa 13 November 2001 dengan beban puncak =

12.557 MW

Gambar 5. Komposisi produksi kWh system Jawa Bali dengan total 240.608 MWh pada Selasa

13 November 2001

Secara singkat, prinsip optimasi hidro-terinis adalah agar menggunakan air sebanyak mungkin sewaktu

nilai air tinggi, yaitu saat incremental cost system tinggi, dan hematlah air sebanyak mungkin sewaktu

nilai air rendah, yaitu saat incremental cost system rendah. Incremental cost system adalah nilai pada

7

kurva input-output. Bahkan apabila vaniasi nilai incremental cost system ini besar sebagai fungsi waktu,

melakukan pemompaan saat incremental cost system rendah merupakan langkah yang layak.

PLTA pompa yang dalam bahasa Inggris disebut pumped storage hydrostation mempunyai turbin dari

generator yang dibuat secara khusus, artinya unit PLTA ini dapat beroperasi sebagai unit pembangkit

maupun sebagai unit pompa dengan arah putaran yang berlawanan agar turbin-nya menjadi pompa.

Sewaktu memompa, turbin diputar oleh motor sinkron yang sewaktu men-jadi unit pembangkit adalah

generator sinkron. Pemompaan bisa juga dilakukan tanpa membalik putaran turbin tetapi dengan

mengubah kemiringan sudu sudu jalan dari turbin tersebut.

PLTA pompa harus dilengkapi dengan kolam bawah untuk menampung air yang akan dipompa kembali

ke atas. Efisiensi keseluruhari dari PLTA pompa kira, kira 67%, artinya jika dikeluarkan energi sebesar 1

kWh untuk memompa air ke atas, maka hasil air pemompaan ini bisa mengha-silkan 0,67 kWh.

eban yang makin besar.

Nilai LOLP dapat diperkecil dengan menambah daya terpasang atau menurunkan nilai FOR unit

pembangkit, karena dua langkah ini dapat memperkecil probabilitas daya tersedia ‘b’ pada Gambar 1

menjadi terlalu rendah sehingga memotong kurva lama beban dengan nilai’t’ yang lebih lama.

Contoh Soal :

Sebuah Sistem Tenaga listrik interkoneksi terdiri atas :

a. Sebuah PLTA run off river dengan air yang tersedia untuk membangkitkan 100 MW selama 24 jam

dengan 2 unit yang sama : 2 x 50 MW.

b. Sebuah PLTA dengan kolam tando dengan 4 unit yang sama 4 x 150 MW. Air yang tersedia cukup

untuk membangkitkan 2.800 MWh dalam sehari.

c. Sebuah PLTU batu bara dengan 3 unit yang sama 4 x 700 MW. Biaya bahan bakar rata-rata = Rp.

100,00 per kWh.

d. Sebuah PLTGU gas dengan 2 blok yang sama : 2 x (3x 100 + 150) MW = 2 x 450 MW. Biaya bahan

bakar rata-rata = Rp. 150,00 per kWh.

e. Sebuah PLTG yang menggunakan bahan bakar minyak dengan 5 unit yang sama : 5 x 100 MW. Biaya

bahan bakar rata-rata = Rp. 600,00 per kWh.

Beban Sistem adalah sebagai berikut :

Jam 00-06 06-08 08-12 12-14 14-18 18-22 22-24

Beban MW) 2.600 1.800 3.000 2.700 2.900 4.000 3.600

Diinginkan adanya cadangan berputar minimum 100 MW.

8

1. Gambar kurva beban harian system ini ?

2. Susunlah pembagian beban di antara pusat-pusat listrik hingga tercapai biaya bahan bakar yang

minimum?

3. Hitunglah biaya bahan bakar dalam satu hari?

4. TUnjukkan besarnya cadangan berputar dan unit pembangkit yang beroperasi selama 24 jam?

5. Sebutkan kegunaan cadangan berputar ini ?

6. Apabila dilakukan pemompaan air oleh PLTA pompa, sebutkan pada jam berapa dan berapa besar

penghematan biaya bahan bakar yang didapat dalam satu hari. Efisiensi keseluruhan dari PLTA pompa ini

0,67.

Penyelesaian :

1. Kurva beban harian digambarkan oleh gambar 6.

2. Pembagian beban yang optimum diantara unit-unit pembangkit dapat dilihat 6 dan disusun atas dasar

prinsip :

a. PLTA Run off River harus selalu dibebani maksimum (mengambil beban dasar), karena tidak

memerlukan bahan bakar.

b. Unit-unit pembangkit termis dibebani menurut biaya bahan bakarnya, yang murah terlebih dulu

kemudian disusul dengan yang lebih mahal (merit loading).

c. PLTA dengan kolam tando yang jumlah airnya terbatas dioperasikan sebanyak mungkin sewaktu

incremental cost system tinggi dan dihemat sebanyak mungkin sewaktu incremental cost system

rendah.

d. Pada soal ini dianggap bahwa kurva input out put setiap unit pembangkit dari setiap pusat listrik

adalah sama sehingga susunan pembagian bebannya dilakukan menurut pusat listrik.

e. Berdasarkan prinsip tersebut pada butir 2. C dan butir 2.d di atas, maka PLTA dengan kolam

tando sering disebut peaking unit., untuk mencegah sebanyak mungkin operasi dari unit

pembangkit yang mahal, yaitu PLTG.

9

Gambar 6 Pembagian Beban dalam system untuk soal di atas

3. Mengacu kepada gambar di atas , maka komposisi produksi kWh adalah sebagai berikut :

PLTA run off river : 24 x 100 MW = 2.400 MW

PLTA dengan kolam tando : 4 x 600 + 2 x 200 = 2.800 MWh, berarti seluruh air yang

tersedia terpakai habis.

PLTU Batu Bara : 2.100 x 22 + 2 x 1.700 = 49.600 MWh.

PLTG bahan bakar minyak (BBM) : (4 + 2) x 300 = 1.800 MWh.

Biaya Bahan Bakar adalah :

PLTU Batu Bara : 49.600 x 100 x Rp. 100,00 = Rp. 4.960 juta

PLTGU Gas : 14.800 x 1000 x Rp. 150,00 = Rp. 2.220 juta

PLTG BBM : 1.800 x 1.000 x Rp. 600,00 = Rp. 1.080 juta

Jumlah Total Biaya Bahan Bakar sehari (PLTU + PLTGU + PLTG ) = Rp. 8.260 juta

4. Besarnya cadangan Berputar

Jam Unit yang Operasi (MW) Beban (MW) Cadangan Berputar (MW)00-06 PLTU : 3 x 700 MW

PLTGU : 2 x 450 MW2.600 -100 (2.100+900) - 2.600= 400 MW

06-08 PLTU : 3 x 700 MW 1.800 - 100 2.100 – 1.700 = 400 MW

10

08-12 PLTGU : 2 x 700 MW : 2 x 450 MW

3.000 - 100 (2.100+900) – 2.900 = 100 MW

12-14 PLTU : 3 x 700 MW 2.700 - 100 (2.100+900) – 2.600 = 400 MW14-18 PLTU : 3 x 700 MW

PLTGU : 2 x 450 MW2.900 - 100 (2.100+900) – 2.800 = 200 MW

18-22 PLTU : 3 x 700 MWPLTGU : 2 x 450 MWPLTA : 4 x 150 MWPLTG : 4 x 100 MW

4.000 - 100 (2.100+900 + 600 + 400) – 3.900 = 100 MW ditaruh di PLTG artinya PLTG dibebani 300 MW saja.

22-24 PLTU : 3 x 700 MWPLTGU : 2 x 450 MWPLTA : 2 x 150 MWPLTG : 4 x 100 MW

3.600 - 100 (2.100+900 + 600 + 400) – 3.500 = 200 MWBeban PLTG = 300 MWBeban PLTA = 200 MW

Catatan :

Karena PLTA run off river dibebani penuh 100 MW sepanjang hari, maka PLTA run off river ini tidak

dapat ikut dalam penyediaan cadangan berputar, tetapi beban yang akan dibagikan kepada pusat-pusat

listrik yang lain haruslah sama dengan beban system dikurangi daya yang dibangkitkan oleh PLTA run

off river, yaitu 100 MW.

5. Cadangan berputar digunakan :

a. Pengaturan frekuensi, karena beban yang diperkirakan akan terjadi mungkin realisasinya melebihi

perkiraan sehingga frekuensi akan turun apabila daya yang dibangkitkan dalam system hanya

sebesar perkiraan beban tersebut. Untuk mempertahankan frekuensi ini, perlu dinaikkan daya

yang dibangkitkan dengan menggunakan cadangan berputar.

b. Mempertahankan frekuensi apabila da unit pembangkit yang mengalami gangguan dan keluar

dari operasi sehingga daya yang dibangkitkan lebih kecil daripada beban sistemnya.

c. Besarnya cadangan berputar perlu dikoordinasikan dengan beban yang akan dilepas oleh relai

frekuensi rendah.

6. Pemompaan air di PLTA dilakukan sewaktu incremental cost ystem rendah (sewaktu beban system

rendah) sehingga hanya unit-unit pembangkit dengan incremental cost system rendah yang beroperasi.

Dalam soal ini adalah antara jam 06.00 – 08.00. Pada selang waktu ini hanya PLTU Batubara yang

beroperasi dengan beban 1.700 MW. Apabila pada selang waktu ini PLTU dinaikkan bebannya sampai

(2.000 – 1.700) x 2 = 600 MWh. Efisiensi keseluruhan PLTA pompa = 0,67. Maka akan didapat hasil

pemompaan air yang nantinya dapat membangkitkan energy di PLTA sebesar 0,67 x 600 = 400 MWh.

Air hasil pemompaan ini digunakan untuk mengurangi produksi PLTG antara jam 22.00 – 24.00 sebesar

400 MWh. Biaya pemompaan air dengan energy dari PLTU memerlukan biaya behan bakar sebesar =

11

600 x 1.000 x Rp. 100,00 = Rp. 60 juta. Penghematan biaya bahan bakar PLTG = 400 x 1000 x Rp. 600 =

Rp. 240 juta. Penghematan secara keseluruhan = Rp. 240 juta – Rp. 60 juta = Rp. 180 juta perhari. Secara

singkat, peristiwa pemompaan air tersebut di atas dapat dikatakan sebagai memompa air dengan energy

PLTU batu bara yang murah untuk mengurangim produksi PLTG BBM yang mahal.

12