1577-3902-1-pb

20
PENYELENGGARAAN BRIGADE SIAGA BENCANA Oleh : Dewi Sulistianingsih *) Abstrak Brigade Siaga Bencana adalah unit khusus yang disiapkan dalam penanganan kegiatan pra rumah sakit, khususnya berhubungan dengan kegiatan pelayanan kesehatan dalam penanganan bencana. Pengorganisasian dibentuk di jajaran kesehatan (Depkes, Dinkes, Rumah Sakit), petugas medis (dokter dan perawat) dan petugas non medis (sanitarian, gizi, farmasi, dll).Brigade Siaga Bencana merupakan salah satu unsur penting dalam Gerakan Masyarakat Sehat dan Aman yang diharapkan dapat meminimalkan angka kematian dan kecacatan. Penyelenggaraan Brigade Siaga Benca dapat dikatakan tepat dan cepat perlu adanya koordinasi yang tepa antara pemerintah dan masyarakat umum Kata Kunci : Brigade Siaga Bencana, Bencana, Penyelenggaraan A. PENDAHULUAN Wilayah negara Indonesia secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis sangat memungkinkan untuk terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, timbulnya kerugian harta benda, dan dampak psikologis bagi manusia. Bencana dapat terjadi kapan saja di hampir semua wilayah Negara Republik Indonesia. Wilayah Kalimantan secara geografis tidak termasuk daerah rawan bencana alam gempa, tetapi bencana yang lain dapat terjadi seperti bencana banjir maupun bencana buatan manusia (mans made disaster) maupun konflik horizontal yang pernah terjadi beberapa tahun yang lalu. Definisi bencana berubah dan berkembang dari waktu ke waktu, tetapi secara umum bahwa bencana adalah suatu kejadian mendadak dengan dampak timbulnya korban, rusaknya infrastruktur dan hilangnya hata benda, baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari bencana tersebut. Penetapan suatu kejadian adalah bencana atau bukan tidak dapat hanya didasarkan atas jumlah korban maupun kerugian materi *) Dosen Bagian Hukum Perdata – Dagang Fakultas Hukum

Upload: fetty-theralisa

Post on 12-Aug-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sdsf

TRANSCRIPT

Page 1: 1577-3902-1-PB

PENYELENGGARAAN BRIGADE SIAGA BENCANA

Oleh : Dewi Sulistianingsih *)

Abstrak

Brigade Siaga Bencana adalah unit khusus yang disiapkan dalam penanganan kegiatan pra rumah sakit, khususnya berhubungan dengan kegiatan pelayanan kesehatan dalam penanganan bencana. Pengorganisasian dibentuk di jajaran kesehatan (Depkes, Dinkes, Rumah Sakit), petugas medis (dokter dan perawat) dan petugas non medis (sanitarian, gizi, farmasi, dll).Brigade Siaga Bencana merupakan salah satu unsur penting dalam Gerakan Masyarakat Sehat dan Aman yang diharapkan dapat meminimalkan angka kematian dan kecacatan. Penyelenggaraan Brigade Siaga Benca dapat dikatakan tepat dan cepat perlu adanya koordinasi yang tepa antara pemerintah dan masyarakat umum

Kata Kunci : Brigade Siaga Bencana, Bencana, Penyelenggaraan

A. PENDAHULUAN

Wilayah negara Indonesia secara geografis,

geologis, hidrologis, dan demografis sangat

memungkinkan untuk terjadinya bencana, baik

yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam,

maupun faktor manusia yang menyebabkan

timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, timbulnya kerugian harta benda, dan

dampak psikologis bagi manusia.

Bencana dapat terjadi kapan saja di hampir

semua wilayah Negara Republik Indonesia.

Wilayah Kalimantan secara geografis tidak

termasuk daerah rawan bencana alam gempa,

tetapi bencana yang lain dapat terjadi seperti

bencana banjir maupun bencana buatan manusia

(mans made disaster) maupun konflik horizontal

yang pernah terjadi beberapa tahun yang lalu.

Definisi bencana berubah dan berkembang

dari waktu ke waktu, tetapi secara umum bahwa

bencana adalah suatu kejadian mendadak dengan

dampak timbulnya korban, rusaknya infrastruktur

dan hilangnya hata benda, baik sebagai akibat

langsung maupun tidak langsung dari bencana

tersebut. Penetapan suatu kejadian adalah

bencana atau bukan tidak dapat hanya didasarkan

atas jumlah korban maupun kerugian materi yang

terjadi, tetapi juga harus memperhatikan kondisi

setempat.

Undang-undang No. 24 Tahun 2007

Tentang Penanggulangan Bencana, memberikan

suatu definisi mengenai bencana. Bencana

menurut UU ini adalah peristiwa atau rangkaian

peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan, baik oleh faktor alamdan/atau faktor

non alam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

dampak psikologis.

Potensi penyebab bencana di wilayah

negara Indonesia dapat dikelompokkan dalam tiga

jenis bencana yaitu bencana alam, bencana non

alam, dan bencana sosial. Bencana alam anatara

lain berupa gempa bumi karena alam, letusan

gunung berapi, angin topan, tanah longsor,

kekeringan, kebakaran hutan/lahan karena faktor

alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah,

kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-

benda angkasa. Bencana non alam antara lain

kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh

manusia. Kecelakaan transportasi, kegagalan

konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan

nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan

keantariksaan. Sedangkan bencana sosial antara

lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial

dalam masyarakat yang sering terjadi.*) Dosen Bagian Hukum Perdata – Dagang Fakultas Hukum UNNES

Page 2: 1577-3902-1-PB

PENYELENGGARAAN BRIGADE SIAGA BENCANA

Segera setelah bencana terjadi, problem

yang muncul adalah bagaimana cara untuk

menyelamatkan korban. Untuk itu diperlukan

ketrampilan teknis medis (Disaster Medicine) yang

berbasis pada ketrampilan penanggulangan gawat

darurat (Emergency Medicine) yang didukung oleh

sistim manajerial (Disaster Management) yang baik.

Selanjutnya, tergantung pada masalah yang harus

ditangani, maka proses pemulihan dapat berjalan

sampai beberapa bulan belakang sampai beberapa

tahun. Masalah fisik seperti patah tulang dan luka

bakar berat bisa memerlukan waktu lebih dari satu

tahun untuk pemulihan total, sedangkan trauma

psikis pasca bencana (Post traumatic distress

syndrom) memerlukan waktu yang lebih lama lagi.

Penanggulan dampak bencana bidang kesehatan

merupakan masalah komplek dan bisa berlangsung

lama dan sudah selayaknya untuk diberi prioritas

karena menyangkut langsung kehidupan manusia.

Penyelenggaraan Brigade Siaga Bencana

merupakan bagian dari penanganan bencana

secara keseluruhan, oleh karena itu dalam

perencanaan dan pelaksanaannya harus saling

mendukung antara Brigade Siaga Bencana dengan

bidang lainnya. Dari pengamatan dan keterlibatan

dalam kegiatan di bidang kesehatan pada beberapa

bencana yang terjadi di Indonesia, khususnya di

Aceh dan Yogyakata, diperoleh banyak pelajaran

berharga yang layak untuk menjadi bahan kajian

lebih lanjut. Dari kajian tersebut diharapkan dapat

disusun suatu model penyelenggaraan brigade

siaga bencana yang sesuai untuk diterapkan di

Indonesia.

Adapun yang dimaksud Brigade Siaga

Bencana (BSB) merupakan suatu unit khusus yang

disiapkan dalam penanganan pra rumah sakit

khususnya yang berkaitan dengan pelayanan

kesehatan dalam penanganan bencana.

Pengorganisasian dibentuk oleh jajaran kesehatan

baik di tingkat pusat maupun daerah (Depkes,

Dinkes, Rumah Sakit) petugas medis baik dokter

maupun perawat juga petugas non medis baik

sanitarian gizi, farmasi dan lain-lain. Pembiayaan

didapat dari instansi yang ditunjuk dan dimaskan

anggaran rutin APBN maupun APBD.

Lebih lanjut penyelenggaraan brigade siaga

bencana tidak bisa lepas dari Sistem

Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).

Adapun yang dimaksud dengan SPGDT adalah

merupakan suatu sistem dimana koordinasi

merupakan unsur utama yang bersifat multi sektor

dan harus ada dukungan dari berbagai profesi

bersifat multi disiplin dan multi profesi untuk

melaksanakan dan penyelenggaraan suatu bentuk

layanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik

dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan

bencana dan kondisi kejadian luar biasa. Didalam

memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi

menjadi 3 sub sistem yaitu : sistem pelayanan pra

rumah sakit, sistem pelayanan di rumah sakit dan

sistem pelayanan antar rumah sakit. Ketiga sub

sistem ini tidak terpisahkan satu sama lain yang

bersifat saling terkait didalam pelaksanaan sistem.

Prinsip SPGDT adalah memberikan

pelayanan yang cepat, cermat dan tepat dimana

tujuannya adalah menyelamatkan nyawa dan

mencegah kecacatan (time saving is life and limb

saving) terutama ini dilakukan sebelum dirujuk di

rumah sakit yang dituju. Ada 3 fase pelayanan yaitu

: 1). sistem pelayanan medik pra rumah sakit, 2).

sistem pelayanan medik antar rumah sakit, 3).

sistem pelayanan medik di rumah sakit.

Berdasarkan latar belakang yang telah

diungkapkan di atas maka perlu dipertanyakan

akan arti penting penyelenggaraan Brigade Siaga

Bencana dalam hal terjadinya bencana dan apakah

diperlukan adanya pelayanan terpadu dengan unit-

Page 3: 1577-3902-1-PB

Pandecta Vol.4 . No. 1, Januari – Juni 2010

unit lainnya dalam penyelenggaraan Brigade Siaga

Bencana ?

B. PEMBAHASAN

Secara umum dalam penyelenggaraan

Brigade Siaga Bencana (BSB) tidak bisa lepas dari

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

(SPGDT), di mana secara umum dasar hukum

untuk penyelenggaraannya adalah :

a. UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

b. UU no 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah

c. UU no 25 tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan Pusat dan Propisnsi

d. UU no 25 tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah Pusat dan Propinsi

e. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor

28/Menkes/SK/VI/1995 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Umum Penanggulangan Medik

Korban Bencana

f. Keputusan Presiden RI nomor 111 tahun 2001

tentang Badan Koordinasi Nasional

Penanggulangan Bencana dan Pengungsi

g. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor

979/Menkes/SK/IX/2001 tentang Prosedur Tetap

Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana

dan Pengungsi

h. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan

Kepala Kepolisian RI nomor :

1078/MENKES/SKB/VII/2003 dan no. Pol :

B/3889/VII/2003 tentang Penanganan Identifikasi

Korban Mati pada Musibah Massal.

1. Arti penting penyelenggaraan Brigade Siaga

Bencana dalam hal terjadinya bencana

a. Pengertian Brigade Siaga Bencana

Brigade Siaga Bencana adalah unit khusus

yang disiapkan dalam penanganan kegiatan pra

rumah sakit, khususnya berhubungan dengan

kegiatan pelayanan kesehatan dalam penanganan

bencana. Pengorganisasian dibentuk di jajaran

kesehatan (Depkes, Dinkes, Rumah Sakit), petugas

medis (dokter dan perawat) dan petugas non medis

(sanitarian, gizi, farmasi, dll). Pembiayaan didapat

dari instansi yang ditunjuk dan dimasukan dalam

anggaran rutin (APBN/APBD).

Mengingat bahwa wilayah Indonesia yang

terdiri dari beberapa ribu pulau dan banyak terdapat

gunung-gunung berapi, secara geografis rawan

terjadinya bencana. Oleh karena itu keberadaan

Brigade Siaga Bencana sebagai unit khusus sangat

penting, karena begitu terjadi bencana dapat

langsung diterjunkan dalam wilayah bencana, untuk

melakukan tindakan pertolongan pada korban

bencana. Seperti dalam laporannya, Dirjen

Pelayanan Medik Depkes dan Kesos Prof Dr M

Ahmad Djojosugito SpB MHA FICS selaku Ketua

Umum pelaksanaan pembentukan tim

mengemukakan, Brigade Siaga Bencana dibentuk

karena di beberapa wilayah Indonesia telah terjadi

bencana alam maupun akibat ulah manusia.

Bencana itu menyebabkan terjadinya kegawat

daruratan medik, dan korban meninggal atau cacat.

"Pada keadaan tersebut diperlukan tindakan cepat,

tepat, dan cermat untuk meminimalkan korban.

Untuk itu diperlukan SDM yang profesional dan siap

digerakkan setiap saat," ujar Dirjen Yanmed.

Untuk tim Brigade Siaga bencana ditingkat

nasional telah terbentuk, dimana personalia Tim

Brigade Siaga Bencana Nasional yang anggotanya

150 orang. Terdiri dari 21 dokter umum PTT, 44

dokter spesialis dan perawat mahir dari RSUPN

Cipto Mangungkusumo, RSUP Persahabatan,

RSUP Fatmawati, RSAB Harapan Kita dan RS

Jantung Harapan Kita, 50 orang paramedis dari

Ambulan Gawat Darurat (AGD) 118, 15 tenaga

surveillance, 10 pekerja sosial dan 10 orang dari

Depkes Kesos Pusat yang telah berpengalaman

Page 4: 1577-3902-1-PB

PENYELENGGARAAN BRIGADE SIAGA BENCANA

menangani bencana. Selanjutnya untuk daerah

tingkat propinsi di seluruh wilayah Indonesia segera

untuk dibentuk tim Brigade Siaga Bencana tingkat

Propinsi, dan Kabupaten/Kota.

Tidak dapat dipungkiri keberadaan Brigade

Siaga Bencana mulai dari tingkat Nasional (Pusat),

Propinsi dan Kabupaten/Kota begitu penting,

karena begitu terjadi bencana di satu daerah, yang

pertama-tama segera di tugaskan adalah Tim

Brigade Siaga Bencana yang paling dekat dengan

daerah bencana. Setelah itu dalam

penyelenggaraannya dikoordinasikan dengan unit-

unit penanggulangan bencana yang lain, misalnya

terjadi di pelosok ditangani secara terpadu dengan

Puskesmas, RS Daerah, maupun RS Swasta

terdekat.

Depkes dan Kesos juga telah membentuk

Tim Brigade Siaga Bencana di tiga wilayah. Untuk

Indonesia Bagian Timur telah diresmikan Brigade

Gawat Darurat berkedudukan di Makassar dengan

RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo sebagai RS

rujukan wilayah Timur. Personil yang telah dilatih

sebanyak 495 orang terdiri dari 110 dokter umum,

50 residen, 63 dokter spesialis, 92 paramedis, 180

tenaga awam khusus. Selain itu telah pula dibentuk

subsenter Gawat Darurat di provinsi Maluku Utara

terdiri dari 30 dokter umum, 40 paramedis, dan 60

awam umum seperti sopir ojek, angkot, dan sopir

speed boat di Ternate.

Keberadaan Brigade Siaga Bencana (BSB)

Kawasan Timur I Makasar sangat dirasakan

manfaatnya bagi Departemen Kesehatan karena

telah banyak membantu daerah-daerah bencana

yang menjadi tanggung jawab rujukannya, seperti

penanganan kesehatan TKI di Nunukan, musibah

banjir di wilayah Sulawesi Selatan, korban konflik di

Poso, Tentena, Maluku dan Maluku Utara. Markas

ini, keberadaannya sangat diperlukan untuk

kesatuan gerak BSB yang dapat dipergunakan

untuk upaya kesiap siagaan (preparedness) sampai

dengan upaya penanggulangan bencana. Demikian

penegasan Menkes Dr. Achmad Sujudi ketika

meresmikan Markas BSB Regional Timur I

Makasar di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makasar tanggal 9 Januari 2003.

Lebih lanjut ditegaskan, sejak 3 tahun

terakhir Depkes mengenalkan dan

mengembangkan konsep Safe Community yaitu

masyarakat hidup sehat dan aman dengan

mengutamakan upaya kesiapsiagaan

( preparedness ) yang berbasis peran serta

masyarakat yang didukung oleh pemerintah dan

profesi. Menkes mengingatkan, pada 15 November

2000 yang lalu bertepatan dengan Hari Kesehatan

Nasional ke-36, telah dicanangkan Deklarasi

Makassar 2000 yang menekankan pemasyarakatan

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

(SPGDT) dan diresmikan BSB Kawasan Timur I

yang berkedudukan di Makassar dengan anggota

sebanyak 495 orang. Menkes menegaskan,

dengan diresmikan Markas BSB akan berfungsi

sebagai Sentra Pelatihan yang dilengkapi dengan

alat-alat peraga untuk kegawatdaruratan sehingga

Kawasan Timur I dapat mencetak lebih banyak

tenaga-tenaga terampil dalam penanggulangan

gawat darurat termasuk menghasilkan Instruktur

Gawat Darurat.

Diharapkan Markas BSB dapat menjadi

tempat berkoordinasi dengan Satkorlak PBP

(Penanggulangan Bencana dan Pengungsi)

Sulawesi Selatan serta lintas sektor terkait. Di

samping itu juga dapat menghasilkan SDM yang

berkualitas dan meningkatkan produktivitas

pendidikan dokter spesialis dalam membuat

terobosan dengan melakukan kerja sama dalam

bidang pendidikan bagi Asisten Ahli dengan

berbagai pihak. Selain itu, Provinsi Sulsel dan

perangkatnya juga memberdayakan organisasi

Page 5: 1577-3902-1-PB

Pandecta Vol.4 . No. 1, Januari – Juni 2010

profesi (IDI dan PERSI) untuk pemberantasan

penyakit TBC yang akan melibatkan dokter praktek

swasta dalam penerapan strategi DOTS (Directly

Observed Treatmen Shortcourse).

Sementara itu Direktur Utama RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Dr. Nurdin Perdana dalam

laporannya menegaskan Markas BSB ini sangat

dibutuhkan dan akan sangat bermanfaat dalam

membangun kesiapsiagaan masyarakat

mempersiapkan diri apabila terjadi bencana. Selain

itu merupakan pusat kegiatan pelayanan

kegawatdaruratan termasuk berbagai pelatihan

kegawatdaruraratan untuk Kawasan Timur

Indonesia. Mengacu pada konsep yang telah

diperkenalkan oleh Depkes, Dikti dan Kolegium

Kedokteran, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan

FK UNHAS telah sepakat menjalin kerja sama

dengan Direktur RS Provinsi/Kabupaten di KTI

dalam pendidikan dokter ahli yang berbasis

kompetensi.

Sedangkan untuk Indonesia Bagian Tengah

berkedudukan di Jakarta. terdiri dari 30 dokter

umum paska PTT, 50 paramedis gawat darurat,

dan 15 orang surveillance, sementara ahli gizi akan

menggunakan tenaga dari RSU atau Dinas

Kesehatan setempat.

Untuk Indonesia Bagian Barat berkedudukan

di RSUP H Adam Malik Medan, Sumatera Utara.

Telah dilatih 33 dokter, 36 paramedis dan awam 48

orang. Namun, karena tim yang berkedudukan di

RSUP H Adam Malik Medan belum terbentuk, bila

terjadi bencana di wilayah Sumatera akan

digerakkan dari RSUP Palembang (sebagai

rujukan). "Bila tidak tertangani oleh RS rujukan,

maka akan digerakkan Tim Brigade Siaga Bencana

Nasional yang berkedudukan di Jakarta," kata Prof

Ahmad.

b. Aktifitas Penanggulangan Bencana.

Dari aspek tujuan, kelompok atau organisasi

yang terlibat memberikan bantuan mempunyai

tujuan utama yang sama yaitu menolong korban

tetapi dari aspek intensitas, tidak semua organisasi

bermaksud untuk berpartisipasi pada semua fase

penanggulangan bencana. Hal tersebut mudah

dipahami karena organisasi-organisasi tersebut

mempunyai kapasitas masing-masing baik dari segi

profesionalisme tim, dana, maupun latar

belakangnya.

Manajemen bencana dapat dikatakan

dimulai pada fase mitigasi, yang didefinisikan

sebagai ”tindakan yang ditujukan untuk mengurangi

dampak bencana pada suatu bangsa atau

masyarakat ”. Tindakan mitigasi dapat berupa

mitigasi struktural (contoh : membuat rumah tahan

gempa) maupun non struktural (contoh: pelatihan

manajemen bencana). Tindakan-tindakan tersebut

seharusnya merupakan suatu proses yang

berkesinambungan. oleh karena itu untuk

menghindari kejenuhan masyarakat pada masa

tidak ada bencana maka perlu didukung oleh

kebijakan serta komitmen dari eksekutif pemerintah

secara nyata, sehingga selalu ada aktifitas dimasa

tidak ada bencana. Kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan mitigasi diantaranya adalah tingginya

dana yang diperlukan, proses pemahaman mitigasi

oleh masyarakat memerlukan waktu yang lama,

kurangnya dukungan politis dari eksekutif, dan

kesulitan dalam menjalankan program mitigasi itu

sendiri.

Mengenai besarnya dana yang harus

dikeluarkan sebenarnya bersifat relatif. Dikatakan

bahwa penambahan biaya sebesar 1 – 6% untuk

mitigasi struktural ternyata masih dapat dikatakan

cost – effectif karena biaya yang harus dikeluarkan

bila terjadi kerusakan akibat tidak dilakukannya

mitigasi struktural, akan jauh lebih besar. Segera

Page 6: 1577-3902-1-PB

PENYELENGGARAAN BRIGADE SIAGA BENCANA

setelah terjadi bencana maka akan timbul respon.

Kemampuan untuk melakukan respon akan sangat

tergantung pada apa yang sudah dilakukan pada

fase kesiagaan (preparedness). Semakin bagus

persiapan yang dilakukan pada fase kesiagaan,

semakin besar kemungkinan respon dapat berjalan

baik. Dari respon yang dilakukan secara reaktif

dalam arti tanpa persiapan sebelumnya, akan sulit

mendapatkan hasil yang maksimal.

Membangun kesiagaan memerlukan usaha keras,

waktu yang panjang, dana yang cukup, sumber

daya manusia, serta adanya kepemimpinan yang

kuat. Kesiagaan tidak bisa hanya dinilai dari ada

tidaknya Disaster Plan saja tetapi harus dilihat dari

ada tidaknya usaha usaha pokok seperti berikut :

- Pemetaan resiko bencana dan kerentanan

penduduk.

- Menyusun skenario respon yang realistik

terhadap kemungkinan yang terburuk.

- Menyiapkan organisasi yang didukung personel

dengan kemampuan teknis baik, motivasi tinggi,

dan dapat saling bekerja sama dibawah

kepemimpinan yang kuat.

- Membangun sistim yang yang operasonal yang

dilengkapi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk

teknis yang sederhana tapi jelas, serta menjamin

kesinambungan (sustainabilty) dari sistim itu

sendiri.

- Memberikan pelatihan teknis dan manajerial

pada anggota tim sesuai bidang dan level

tugasnya.

Operasi pelayanan kesehatan tidak hanya

melibatkan RS tetapi juga Puskesmas, Dinas

Kesehatan Kabupaten dan Propinsi serta provider

kesehatan lainnya baik swasta maupun pemerintah.

Untuk itu, semua organisasi atau unit kerja tersebut

harus memiliki Disaster Plan masingmasing. Dalam

menyusun Disaster Plan modal utama yang harus

dimiliki adalah kemampuan akademis yang didasari

pengetahuan yang memadai yang disertai

penguasaan medan yang baik. Disaster Plan yang

baik harus dapat dilaksanakan secara efektif dan

efisien dengan merangkum semua potensi yang

ada, serta dapat bekerja sama ekstramural dan

lintas sektoral. Pada jam jam pertama setelah

kejadian, usaha penyelamtan hidup (live saving)

akan sangat tergantung pada kemampuan provider

lokal ini karena bantuan dari luar baru akan tiba

setelah 24 – 48 jam. Oleh karena itu kemampuan

lokal inilah yang harus ditingkatkan dan untuk itu

provider lokal tersebut harus juga harus memiliki

Disaster Plannya sendiri.

Pihak yang terlibat pada fase kesiagaan dan

respon akut pada umumnya jauh lebih banyak

dibanding pada fase-fase lainnya sehingga aktifitas

pada kedua fase tersebut umumnya akan sangat

sibuk (crowded) bahkan mengarah pada kekacauan

koordinasi (chaos). Oleh karena itu ada pendapat

yang menyatakan bahwa chaos theory dapat

diterapkan pada manajemen bencana.

Usaha-usaha pada fase pemulihan

(recovery), pembangunan (reconstruction) dan

pengembangan (development) umumnya berjalan

sebagai kegiatan yang terencana dan terprogram

dengan baik karena waktu yang tersedia cukup

lama. Tergantung pada banyak hal, maka biaya

pada fase-fase ini bisa lebih tinggi atau lebih

rendah dibanding pada fase-fase sebelumnya.

c. Organisasi penanggulangan bencana di

bidang kesehatan.

Usaha penanggulangan bencana

merupakan tanggung jawab bersama antara

pemerintah dan masyarakat, oleh karena itu dalam

pelaksanaannya juga merupakan gabungan

aktifitas dari keduanya. Disamping itu

penanggulangan bencana juga merupakan usaha

kemanusiaan, sehingga seharusnya tidak perlu

dibatasi oleh wilayah administrasi negara serta

Page 7: 1577-3902-1-PB

Pandecta Vol.4 . No. 1, Januari – Juni 2010

bersifat netral dengan mengedepankan

keselamatan manusia sebagai tujuan utama.

Manajemen bencana pada dasarnya adalah suatu

proses manajemen pada usaha penanggulangan

dari dampak bencana. Seperti proses manajemen

pada umumnya maka dalam manajemen bencana

juga diperlukan organisasi yang mantap, dijalankan

oleh sumber daya manusia yang berkompeten,

memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan,

didukung sumber dana yang kuat, serta mempunyai

tujuan yang jelas.

Organisasi penanggulangan bencana

sebaiknya merupakan organisasi pemerintah yang

mempunyai akses ke masyarakat dan ke bidang

lain. Sebaiknya organisasi ini merupakan organisasi

yang bersifat inklusif dalam arti memanfaatkan

komponen yang sudah ada, sehingga pada

keadaan tidak ada bencana tetap memiliki aktifitas

sehari-hari. Namun demikian, karena keterbatasan

sumber daya manusia, sebaikny organisasi ini

didampingi tenaga profesional sebagai narasumber

maupun sebagai pelaksana kegiatan yang setiap

saat dapat bergabung bila diperlukan. Organisasi

seperti ini sudah pernah dirintis oleh Departemen

Kesehatan melalui kelompok kerja Pengembangan

Sistim Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

dengan membentuk Brigade Siaga Bencana yang

sudah berdiri di hampir semua rumah sakit

pendidikan dan rumah sakit besar lainnya, baik

pemerintah maupun swasta. Walaupun secara

formal keberadaan Brigade Siaga Bencana saat ini

tidak jelas, namun konsep operasionalnya masih

jelas terlihat dijalankan oleh beberapa Tim

Penanggulangan Bencana di Indonesia.

2. Pelayanan terpadu penyelenggaraan Brigade

Siaga Bencana

Bila terjadi bencana sewaktu – waktu

disuatu tempat dimana saja dalam wilayah

Indonesia, penyelenggaraan gerak langkah brigade

siaga bencana harus dilaksanakan secara terpadu

antar unit penanggalangan bencana , meliputi :

a. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat

Terpadu ( SPGDT ) adalah sistem pelayanan

penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur

pelayanan pra rumah sakit , pelayanan di rumah

sakit dan pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan

berpedoman pada respon cepat yang menekankan

pada time saving is life saving, yang melibatkan

pelayanan oleh masyarakat awam umum, awam

khusus, petugas medis, pelayanan ambulan gawat

darurat dan sistem komunikasi.

Sejak beberapa tahun terakhir

Departemen Kesehatan bekerja sama dengan para

pakar dari profesi kesehatan telah

mengembangkan apa yang disebut Sistem

Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

( SPDGT ). SPGDT sehari – hari terhadap individu

seperti penanganan kasus penyakit jantung, stroke,

kecelakaan kerja, kecelakaan lalulintas, dsb.

Sedangkan SPGDT bencana adalah yang

ditujukan untuk mengatur pelaksanaan penanganan

korban pada bencana. SPGDT bencana pada

dasarnya merupakan eskalasi dari SPDGT sehari –

hari, oleh karena itu SPDGT bencana tidak

mungkin dapat dilaksanakan dengan baik bila

SPGDT sehari – hari belum dapat dilakukan

dengan baik.

Perlu ditekankan bahwa SPGDT ini harus

terintegrasi dengan sistem penanggulangan

bencana di daerah setempat, dalam hal ini adalah

Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan

Bencana dan Pengungsi ( Satkorlak PBP ).

b. Badan Koordinasi Nasional

Penanggulangan Bencana dan Pengungsi

Page 8: 1577-3902-1-PB

PENYELENGGARAAN BRIGADE SIAGA BENCANA

(BAKORNAS PBP) adalah suatu badan yang

dibentuk pemerintah untuk menangani bencana

dan pengungsi. Dalam struktur organisasinya

terdapat sejumlah menteri serta pimpinan dari TNI.

Menteri Kesehatan termasuk salah satu

anggotanya.

c. Satuan Koordinasi Pelaksanaan

Penanggulangan Bencana dan Pengungsi

(SATKORLAK PBP) adalah organisasi di bawah

BAKORNAS PBP yang berada disetiap propinsi

dan dipimpin oleh seorang ketua yaitu Gubernur

dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menjadi

salah satu anggotanya.

d. Satuan Pelaksanaan Penanggulangan

Bencana dan Pengungsi (SATLAK PDP) adalah

organisasi di bawah SATKORLAK PBP yang

berada disetiap kabupaten/kota yang dipimpin oleh

seorang ketua yaitu Bupati atau Walikota dan

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menjadi

salah satu anggotanya.

e. Public Safety Center (PSC) adalah pusat

pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat

dalam hal-hal yang berhubungan dengan

kegawatdaruratan , termasuk pelayanan medis

yang dapat dihubungi dalam waktu singkat

dimanapun berada. PSC merupakan ujung tombak

pelayanan yang bertujuan untuk mendapatkan

respon tepat terutama pelayanan pra rumah sakit.

f. Unit Gawat Darurat ( UGD ) adalah unit

pelayanan di rumah sakit yang memberi pelayanan

pertama pada pasien dengan acaman kematian

dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan

berbagai multi disiplin.

3. Pelaksanaan Sistem Penggulangan Gawat

Darurat Terpadu ( SPGDT )

Dalam pelayanan medis SPDGT ini terdiri

dari 3 sub sistem yaitu : pelayanan pra rumah sakit,

di dalam rumah sakit dan antar rumah sakit.

a. Sistem pelayanan medik pra rumah sakit

Dalam sistem pelayanan pra rumah sakit

dilakukan dengan mendirikan Pablik Safety

Center (PSC) yaitu unit kerja yang memberikan

pelayanan umum terutama yang bersifat gawat

darurat. Selain itu pelayanan pra rumah sakit

dilakukan pula dengan membentuk satuan khusus

dalam penanganan bencana yang kemudian

dikenal dengan Brigadir Siaga Bencana ( PSB )

pelayanan ambulance dan subsistem komunikasi.

- Pablik Savety Center ( PSC ) didirikan oleh

masyarakat untuk kepentingan masyarakat.

Pengorganisasian dibawah pemerintah daerah,

SDM terdiri berbagai ubsur, antara lain unsur

kesehatan ( ambulance ), unsur pemedam

kebakaran, unsur kepolisian, serta masyarakat

yang berperan serta dalam yang berperan serta

dalam upaya pertolongan bagi masyarakat.

Pembiayaan didapat dari sumber masyarakat,

kegiatan menggunakan berbagai perkembangan

tehnologi, pembinaan dilkukan untuk

memberdayakan berbagai potensi masyarakat,

komunikasi dilakukan untuk mendukung

keterpaduan dalam menyelenggaraan kegiatan,

kegiatan memperhatikan lintas sektor. PSC

berfungsi sebagai respon cepat penanggulangan

gawat darurat.

- Brigade Siaga Bencana ( BSB ) adalah unit

khusus yang disiapkan dalam penanganan kegiatan

pra rumah sakit khususnya berhubungan dengan

kegiatan pelayanan kesehatan dalam penanganan

bencana. Organisasi dibentuk oleh jajaran

kesehatan baik ditingkat pusat maupun Depkes,

Dinkes, Rumah sakit.

- Pelayanan Ambulance ( Ambulance service )

merupakan kegiatan pelayanan terpadu didalam

satu koordinasi yang memperdayakan ambulance

milik Puskesmas, Klinik Swasta, Rumah Bersalin,

Rumah Sakit pemerintas / Swasta, PT Jasa Marga

Page 9: 1577-3902-1-PB

Pandecta Vol.4 . No. 1, Januari – Juni 2010

dll. Dari semua komponen akan dikoordinasikan

melalui center atau pusat pelayanan yang

disepakati bersama dalam rangka mobilisasi

ambulance terutam bila terjadi korban bencana

masal.

- Komunikasi, dalam pelaksanaan kegiatan

pelayanan kasus gawat darurat sehari – hari

memerlukan sebuah sistem komunikasi dimana

sifatnya adalah pembentukan jejaring penyampaian

informasi, jejaring koordinasi dan jejaring pelayanan

gawat darurat sehingga seluruh kegiatan dapat

berlangsung dalam satu sistem terpadu menjadi

satu kesatuan kegiatan.

b. Sistem Pelayanan Medik di Rumah Sakit

Dalam penyelenggaraan sistem pelayanan

medis di rumah sakit yang harus diperhatikan

adalah penyediaan sarana, prasarana yang harus

ada di UGD, HCU, ICU, kamar jenasah, unit – unit

pemeriksaan penunjang seperti radiologi,

laboratorium, farmasi, gizi dan ruang rawat inap.

Hospital Disaster Plan

Dalam rumah sakit sendiri harus membuat

suatu perencanaan untuk kejadian bencana yang

disebut Hospital Disaster Plan baik yang bersifat

kejadian didalam rumah sakit ( Intra Hospital

Disaster Plan ) maupun perencanaan yang besifat

external untuk menghadapi bencana yang terjadi

diluar rumah sakit.

Unit Gawat Darurat ( UGD )

Didalam pelayanan di UGD harus ada

organisasi yang baik dan lengkap baik pembiayaan,

SDM terlatih sarana terstandar baik sarana medis

maupun non medis dan mengikuti tehnologi

pelayanan medis. Prinsip utama dalam pelayanan

di UGD adalah respon time baik standar nasional

amupun standar international.

High Care Unit ( HCU )

Merupakan suatu bentuk pelayanan di

rumah sakit bagi pasien dengan kondisi yang sudah

stabil baik respirasi hemodinamik maupun tingkat

kesadarannya tetapi masih memerlukan

pengobatan perawatan dan pengawasan secara

ketat.

Intensive Care Unit ( ICU )

Merupakan suatu bentuk pelayanan di runah

sakit multim disiplin bersifat ksusus untuk

menghindari ancaman kematian dan memerlukan

alat bantu untuk memperbaiaki fungsi vital dan

memerlukan tehnologi yang canggih.

Kamar Jenasah

Bentuk pelayanan bagi pasien yang telah

meninggal di rumah sakit maupun di luar rumah

sakit. Pada saat kejadian masal memerlukan

pengorganisasian korban baik yang dikenal

maupun yng tidak dikenal dan memerlukan SDM

khusus selain berhubungan dengan hal aspek

legalitas.

c. Sistem Pelayanan Medik Antar Rumah sakit.

Sistem pelayanan medik antar rumah sakit

harus berbentuk jejaring rujukan yang dibuat

berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam

memberikan pelayanan baik dari segi kulitas

maupun kuantitas untuk menerima pasien dan ini

sangat berhubungan dengan kemampuan SDM,

ketersediaan fasilitas medis didalam sistem

ambulance.

Evakuasi

Merupakan suatau bentuk pelayanan transportasi

yang ditujuakan pos komando, rumah sakit

lapangan menuju ke rumah sakit rujuakan atau

transportasi antar rumah sakit.

Syarat – syarat transportasi

1) Korban dalam keadaan yang paling stabil dan

memungkinkan untuk dievakuasi.

Page 10: 1577-3902-1-PB

PENYELENGGARAAN BRIGADE SIAGA BENCANA

2) Fasilitas kesehatan penerima telah diberitahu

dan siap menerima korban.

3) Kendaraan dan pengawalan yang dipergunakan

yang paling layak yang tersedia.

Koordinasi

Dalam pelayanan terutama pelayanan rujukan

diperlukan pemberian informasi keadaan pasien

dan pelayanan yang dibutuhkan sebelum pasien

ditransportasikan ke rumah sakait tujaun.

Kontrol lalulintas

Kontrol menfasilitasi pengamanan evakuasi maka

harus dilakukan kontrol lalulintas oleh kepolisian, ini

untuk memastikan kelancaran jalur lalulintas antar

rumah sakit dan pos medis maupun komando. Pos

medis dapat menyampaiakan kepada pos komando

agar penderita dapat dilakukan evakuasi.

C. PENUTUP

Penyelenggaraan Brigade Siaga Bencana

dapat berjalan dengan baik jika ada komitmen dari

semua unsur – unsur yang terlibat baik lintas sektor

maupun lintas sektor terkait maupun lintas program

serta dukungan penuh dari masyarakat dan profesi

–profesi terkait.

Dengan terbentuknya Brigade Siaga

Bencana, maka sebagai salah satu unsur penting

pada Gerakan Masyarakat Sehat dan Aman (safe

Comunity) diharapkan dapat meminimalkan angka

kematian dan kecacatan yang tidak perlu.

Sehubungan dengan itu, agar penyelenggaraan

Brigade Siaga Bencana dapat tepat dan cepat

dalam gerak dan langkahnya dituntut kesiapan

unsur-unsur penunjang peklaksana tugas baik dari

instansi pemerintah maupun masyarakat pada

umumnya. Sehingga setiap saat begitu terjadi

bencana, segera dapat ditanggulangi secara besar

melalui itu Brigade Siaga Bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Hendro Wartatmo, Kesiagaan Dan Respon Akut Sektor Kesehatan Pada Penanggulangan Bencana (Preparedness and Acute Responsof Health Sector in Disaster Relief), www.google.com

John A. Boswick, Perawatan Gawat Darurat, Editor dr. Petrus Adrianto, Penerbit Buku Kedokteran, 1997, Jakarta

Lisda Yulianti H, Depkes & Kesos Bentuk Brigade Siaga Bencana, www.google.com

Nur Abadi, Emergency Medical Servis 119, Pelatihan Penanggulangan Gawat Darurat, 2008, Jakarta

Tim PUSBANKES 119 BAKER-PGDM PERSI DIJ, Materi Pelatihan PPGD & Plus, Edisi 2007

www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release, Bagian Humas Biro Umum dan Humas Setjen Depkes RI

Undang-undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Undang-undang No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan

UU no 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah

UU no 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Propisnsi

UU no 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Propinsi

Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 28/Menkes/SK/VI/1995 tentang Petunjuk Pelaksanaan Umum Penanggulangan Medik Korban Bencana

Keputusan Presiden RI nomor 111 tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi

Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 979/Menkes/SK/IX/2001 tentang Prosedur

Page 11: 1577-3902-1-PB

Pandecta Vol.4 . No. 1, Januari – Juni 2010

Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan Pengungsi

Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala Kepolisian RI nomor : 1078/MENKES/SKB/VII/2003 dan no. Pol : B/3889/VII/2003 tentang Penanganan Identifikasi Korban Mati pada Musibah Massa