146025154 4 pengaruh budaya organisasi terhadap pelayanan publik studi kasus rumah sakit dr m jamil...

20
31 PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP PELAYANAN PUBLIK (Studi Kasus Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang) Oleh: FEBRIANI, SE,MSi Dosen Tetap Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang Abstrak Budaya organisasi sangat penting dalam mencapai keunggulan organisasi, sehingga budaya yang berkembang seperti sekarang ini dapat diubah jika kelangsungan hidup organisasi sedang dipertaruhkan. Penelitian dilakukan di rumah sakit M. Djamil Padang untuk melihat bagaimana budaya organisasi tersebut. Karena rumah sakit merupakan suatu organisasi kompleks yang mempunyai sifat,ciri dan fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik serta mempunyai berbagai kelompok profesi dalam pelayanan pasien penderita. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk melihat bagaimana budaya yang ada pada rumah sakit tepat penelitian. Data yang diperoleh berupa data kualititaif dari survey dan wawancara yang dilakukan. Hasil penelitian menyatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi pelayanan publik karena memberikan jasa pelayanan, jasa pendidikan dan jasa penelitian dibidang kesehatan kepada masyarakat. Hubungan karyawan dengan keterkaitan lingkungan organisasi yang menunjukkan bahwa organisasi mereka sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat sehingga mereka harus memberikan pelayanan terbaik kepada pasien dan keluarganya, sehingga pasien adalah raja yang mana semua karyawan bergantung padanya, bukan pasien yang bergantung pada karyawan. Karyawan bekerja bukan untuk menolong pasien, namun keberadaan pasienlah yang menolong karyawan, karena telah memberikan peluang kepada karyawan untuk memberikan pelayanan. Hubungan karyawan dengan organisasi berorientasikan pada kelompok, karena kelompok merupakan media untuk mewujudkan sebuah gagasan atau ide sekaligus alat untuk mengimplementasikan gagasan yang telah dikemas dalam bentuk program dan kegiatan di dalam organisasi sebuah rumah sakit. Key word: Organisasi, Budaya organisasi, Rumah Sakit LATAR BELAKANG Budaya Rumah sakit adalah merupakan suatu organisasi yang unik dan kompleks karena ia merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri serta fungsi-fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai berbagai kelompok profesi dalam pelayananpasien penderita. Di samping melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi pendidikan dan penelitian (Boekitwetan 1997).

Upload: patrico-rillah-setiawan

Post on 28-Dec-2015

106 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

31

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP PELAYANAN PUBLIK

(Studi Kasus Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang)

Oleh:

FEBRIANI, SE,MSi

Dosen Tetap Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas

Tamansiswa Padang

Abstrak

Budaya organisasi sangat penting dalam mencapai keunggulan organisasi,

sehingga budaya yang berkembang seperti sekarang ini dapat diubah jika kelangsungan

hidup organisasi sedang dipertaruhkan. Penelitian dilakukan di rumah sakit M. Djamil

Padang untuk melihat bagaimana budaya organisasi tersebut. Karena rumah sakit

merupakan suatu organisasi kompleks yang mempunyai sifat,ciri dan fungsi yang

khusus dalam proses menghasilkan jasa medik serta mempunyai berbagai kelompok

profesi dalam pelayanan pasien penderita. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

untuk melihat bagaimana budaya yang ada pada rumah sakit tepat penelitian. Data yang

diperoleh berupa data kualititaif dari survey dan wawancara yang dilakukan. Hasil

penelitian menyatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi pelayanan publik

karena memberikan jasa pelayanan, jasa pendidikan dan jasa penelitian dibidang

kesehatan kepada masyarakat. Hubungan karyawan dengan keterkaitan lingkungan

organisasi yang menunjukkan bahwa organisasi mereka sangat dipengaruhi oleh

lingkungan masyarakat sehingga mereka harus memberikan pelayanan terbaik kepada

pasien dan keluarganya, sehingga pasien adalah raja yang mana semua karyawan

bergantung padanya, bukan pasien yang bergantung pada karyawan. Karyawan bekerja

bukan untuk menolong pasien, namun keberadaan pasienlah yang menolong karyawan,

karena telah memberikan peluang kepada karyawan untuk memberikan pelayanan.

Hubungan karyawan dengan organisasi berorientasikan pada kelompok, karena

kelompok merupakan media untuk mewujudkan sebuah gagasan atau ide sekaligus alat

untuk mengimplementasikan gagasan yang telah dikemas dalam bentuk program dan

kegiatan di dalam organisasi sebuah rumah sakit.

Key word: Organisasi, Budaya organisasi, Rumah Sakit

LATAR BELAKANG

Budaya Rumah sakit adalah merupakan suatu organisasi yang unik dan

kompleks karena ia merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan

ciri-ciri serta fungsi-fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan

mempunyai berbagai kelompok profesi dalam pelayananpasien penderita. Di samping

melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai

fungsi pendidikan dan penelitian (Boekitwetan 1997).

Page 2: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

32

Rumah sakit di Indonesia pada awalnya dibangun oleh dua institusi. Pertama

adalah pemerintah dengan maksud untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat umum terutama yang tidak mampu. Kedua adalah institusi keagamaan yang

membangun rumah sakit nirlaba untuk melayani masyarakat miskin dalam rangka

penyebaran agamanya. Hal yang menarik akhir-akhir ini adalah adanya perubahan

orientasi pemerintah tentang manajemen rumah sakit dimana kini rumah sakit

pemerintah digalakkan untuk mulai berorientasi ekonomis. Untuk itu, lahirlah konsep

Rumah Sakit Swadana dimana investasi dan gaji pegawai ditanggung pemerintah

namun biaya operasional rumah sakit harus ditutupi dari kegiatan pelayanan

kesehatannya (Rijadi 1994).

Dengan demikian, kini rumah sakit mulai memainkan peran ganda, yaitu tetap

melakukan pelayanan publik sekaligus memperoleh penghasilan (laba) atas

operasionalisasi pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Mengingat

adanya dinamika internal (perkembangan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin

berkembang, rumah sakit dihadapkan pada upaya penyesuaian diri untuk merespons

dinamika eksternal dan integrasi potensi-potensi internal dalam melaksanakan tugas

yang semakin kompleks. Upaya ini harus dilakukan jika organisasi ini hendak

mempertahankan kinerjanya (pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekaligus

memperoleh dana yang memadai bagi kelangsungan hidup organisasi). Untuk itu, ia

tidak dapat mengabaikan sumber daya manusia yang dimiliki termasuk perhatian atas

kepuasan kerjanya (Muluk.1999)

Pengabaian atasnya dapat berdampak pada kinerja organisasi juga dapat

berdampak serius pada kualitas pelayanan kesehatan. Dalam konteks tersebut,

pemahaman atas budaya pada tingkat organisasi ini merupakan sarana terbaik bagi

penyesuaian diri anggota-anggotanya, bagi orang luar yang terlibat (misalnya pasien

dan keluarganya) dan yang berkepentingan (seperti investor atau instansi pemerintah

terkait) maupun bagi pembentukan dan pengembangan budaya organisasi itu sendiri

dalam mengatasi berbagai masalah yang sedang dan akan dihadapi. Namun sayangnya

penelitian atau kajian khusus tentang persoalan ini belum banyak diketahui, atau

mungkin perhatian terhadap hal ini belum memadai.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengingat berbagai aspek dan

karakteristik budaya organisasi rumah sakit sebagai lembaga pelayanan public maka

Page 3: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

33

kecendrungan baru organisasi publik menunjukkan perhatian serius atas budaya

organisasi dari para pengambil kebijakan dan pimpinan puncak organisasi pelayanan

publik. Sehingga perhatian atas budaya organisasi menjadi semakin meningkat ketika

baik perspektif kebijakan publik maupun perspektif manajemen publik dalam

administrasi negara masih menyisakan sejumlah masalah dalam masa transisi di negara

sedang berkembang (Minogue, Polidano, Hulme : 1998, 3-4). Permasalahan tersebut

menunjuk pada nilai, kepercayaan, dan norma institusional dan dibarengi pula dengan

sikap-sikap individual. Hal ini mengarah pada substansi budaya organisasi dan

bagaimana mengubah budaya tersebut.

Tujuan dan manfaat penelitian adalah untuk menjelajahi budaya organisasi

pelayanan publik di Sumatera Barat khususnya rumah sakit umum Dr. M. Djamil

Padang. Meskipun kajian ini tidak cukup mewakili namun memberikan wacana

idiografis yang memadai bagi sebuah organisasi dalam mengambil kebijakan.

TINJAUAN TEORI

Definisi Budaya Organisasi

Konsep budaya telah menjadi arus utama dalam bidang antropologi sejak awal

mula dan memperoleh perhatian dalam perkembangan awal studi perilaku organisasi.

Bagaimanapun juga, baru-baru ini saja konsep budaya timbul ke permukaan sebagai

suatu dimensi utama dalam memahami perilaku organisasi (Hofstede 1986). Schein

(1984) mengungkapkan bahwa banyak karya akhir-akhir ini berpendapat tentang peran

kunci budaya organisasi untuk mencapai keunggulan organisasi. Mengingat keberadaan

budaya organisasi mulai diakui arti pentingnya, maka telaah terhadap konsep ini perlu

dilakukan terutama atas berbagai isi yang dikandungnya.

Banyaknya definisi tentang budaya organisasi diajukan oleh para pakar seperti

halnya Robbins (1996) yang telah mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu

"persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu dan menjadi suatu

sistem dari makna bersama." Sementara itu, Schein (1991) memilih definisi yang dapat

menjelaskan bagaimana budaya berkembang, bagaimana budaya itu menjadi seperti

sekarang ini, atau bagaimana budaya dapat diubah jika kelangsungan hidup organisasi

Page 4: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

34

sedang dipertaruhkan. Untuk itu diperlukan definisi yang dapat membantu memahami

kekuatan-kekuatan evolusi dinamik yang mempengaruhi suatu budaya berkembang dan

berubah.

Banyak teori budaya organisasi yang telah meluas dikenal di kalangan teoritisi

dan praktisi organisasi. Pertama adalah teori yang dikemukakan oleh Kluckhon-

Strodtbeck (dalam Robbins 1996) yang mengemukakan enam dimensi budaya dasar.

Masing-masing dimensi ini memiliki variasi yang membedakan antara budaya yang satu

dengan budaya lainnya antara lain:

1. Hubungan dengan lingkungan yang memiliki variasi dominasi terhadap

lingkungan, harmoni dengan lingkungan, dan tunduk atau didominasi oleh

lingkungan.

2. Orientasi waktu yang memiliki variasi tentang orientasi pada masa lalu, masa kini,

dan masa depan.

3. Kodrat atau sifat dasar manusia yang bervariasi tentang pandangan bahwa pada

dasarnya manusia itu baik, atau buruk, atau campuran antara baik dan buruk.

4. Orientasi kegiatan yang memiliki variasi adanya penekanan untuk melakukan

tindakan, penekanan untuk menjadi atau mengalami sesuatu, dan penekanan pada

upaya mengendalikan kegiatan.

5. Fokus tanggungjawab yang mempunyai variasi individualistis, kelompok, atau

hierarkis.

6. Kepemilikan ruang yang terbagi pada variasi pribadi, publik atau umum, dan

campuran antara keduanya.

Teori berikutnya diungkapkan oleh Hofstede (1980 dan 1984) setelah

mempelajari budaya organisasi di berbagai negara yang akhirnya melahirkan empat

dimensi budaya, yaitu: individualisme, jarak kekuasaan, penghindaran ketidak-pastian,

dan tingkat maskulinitas. Individualisme berarti kecenderungan akan kerangka sosial

yang terajut longgar dalam masyarakat dimana individu dianjurkan untuk menjaga diri

mereka sendiri dan keluarga dekatnya. Kolektivisme berarti kecenderungan akan

kerangka sosial yang terajut ketat dimana individu dapat mengharapkan kerabat, suku,

atau kelompok lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak. Isu

utama dalam dimensi ini adalah derajat kesaling-tergantungan suatu masyarakat

diantara anggota-anggotanya. Hal ini berkait dengan konsep diri masyarakat : "saya"

Page 5: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

35

atau "kami". Jarak kekuasaan merupakan suatu ukuran dimana anggota dari suatu

masyarakat menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak

didistribusikan secara merata. Hal ini mempengaruhi perilaku anggota masyarakat yang

kurang berkuasa dan yang berkuasa.

Orang-orang dalam masyarakat yang memiliki jarak kekuasaan besar menerima

tatanan hirarkis dimana setiap orang mempunyai suatu tempat yang tidak lagi

memerlukan justifikasi. Orang-orang dalam masyarakat yang berjarak kekuasaan kecil

menginginkan persamaan kekuasaan dan menuntut justifikasi atas perbedaan kekuasaan.

Isu utama atas dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat menangani perbedaan

diantara penduduk ketika hal tersebut terjadi. Hal ini mempunyai konsekuensi jelas

terhadap cara orang-orang membangun lembaga dan organisasi mereka (Hofstede

1983). Penghindaran ketidakpastian merupakan tingkatan dimana anggota masyarakat

merasa tak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan

mereka untuk mempercayai kepastian yang menjanjikan dan untuk memelihara

lembagalembaga yang melindungi penyesuaian.

Masyarakat yang memiliki penghindaran ketidakpastian yang kuat menjaga

kepercayaan dan perilaku yang ketat dan tidak toleran terhadap orang dan ide yang

menyimpang. Masyarakat yang mempunyai penghindaran ketidakpastian yang lemah

menjaga suasana yang lebih santai dimana praktek dianggap lebih dari prinsip dan

penyimpangan lebih dapat ditoleransi. Isu utama dalam dimensi ini adalah bagaimana

suatu masyarakat bereaksi atas fakta yang datang hanya sekali dan masa depan yang

tidak diketahui. Apakah ia mencoba mengendalikan masa depan atau membiarkannya

berlalu. Seperti halnya jarak kekuasaan, penghindaran ketidak pastian memiliki

konsekuensi akan cara orang-orang mengembangkan lembaga dan organisasi mereka.

Maskulinitas berarti kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi, kepahlawanan,

ketegasan, dan keberhasilan material. Lawannya, feminitas berarti kecenderungan akan

hubungan, kesederhanaan, perhatian pada yang lemah, dan kualitas hidup. Isu utama

pada dimensi ini adalah cara masyarakat mengalokasikan peran social atas perbedaan

jenis kelamin.

Semangat penelitian Hofstede (dalam Gibson & Ivanicevich & Donnely 1996)

ini mengundang perkembangan telaah budaya organisasi yang semakin meluas di

Page 6: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

36

kalangan teoritisi organisasi dan manajemen. Namun demikian beberapa kritik tetap

dilontarkan berkaitan dengan keterbatasan penelitian tersebut untuk digeneralisasikan,

serta keraguan akan validitas dan reliabilitas instrumen penelitian yang dipergunakan.

Selain itu, kritik terutama tertuju pada kemampuan empat dimensi tersebut menjelaskan

budaya yang sesungguhnya sehingga dianggap kurang mampu menjelaskan fenomena

budaya yang jauh lebih kompleks. Selanjutnya adalah teori yang dikemukakan Schein

(dalam Hatch 1997) yang mengungkapkan bahwa budaya organisasi dapat ditemukan

dalam tiga tingkatan antara lain:

1. Artifak (artifacts) dimana budaya bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat

diartikan.

2. Nilai (values) yang memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artifak.

3. Budaya diterima begitu saja (taken for granted), tidak kasat mata, dan tidak disadari.

Tingkat analisis artifak bersifat kasat mata yang dapat dilihat dari lingkungan

fisik organisasi, arsitektur, teknologi, tata letak kantor, cara berpakaian, pola perilaku

yang dapat dilihat atau didengar, serta dokumen-dokumen publik seperti anggaran

dasar, materi orientasi karyawan, dan cerita. Analisis pada tingkat ini cukup rumit

karena data mudah didapat tetapi sulit ditafsirkan. Dengan analisis ini dapat diuraikan

bagaimana suatu kelompok menyusun lingkungannya dan apa pola perilaku yang dapat

dilihat dari kalangan anggotanya, tetapi seringkali analisis ini tidak dapat memahami

logika yang mendasarinya, mengapa suatu kelompok berperilaku seperti yang mereka

lakukan. Untuk menganalisis mengapa anggota berperilaku seperti yang mereka

perlihatkan maka perlu diketahui nilai-nilai yang mengarahkan perilaku.

Namun nilai sulit diamati secara langsung, oleh karena itu seringkali perlu untuk

menyimpulkan mereka melalui wawancara dengan anggota-anggota kunci organisasi

atau menganalisis kandungan artifak seperti dokumen dan anggaran dasar. Tetapi,

dalam mengidentifikasi nilai-nilai tersebut biasanya mereka menggambarkan secara

akurat nilai-nilai yang didukung dalam budaya tersebut. Artinya, mereka difokuskan

pada apa yang dikatakan orang sebagai alasan perilaku mereka. Apa yang secara ideal

mereka harapkan merupakan alasan perilaku tersebut, dan yang seringkali merupakan

rasionalisasi (baca : pembenaran) bagi perilaku mereka. Namun alasan mendasar bagi

perilaku mereka tetap saja tersembunyi atau tidak disadari.

Page 7: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

37

Untuk benar-benar memahami suatu budaya dan untuk lebih memastikan secara

lengkap nilai-nilai dan perilaku nyata dari suatu kelompok, perlu diselidiki asumsi yang

mendasarinya, yang biasanya tidak disadari, tetapi secara aktual menentukan bagaimana

para anggota kelompok berpersepsi, berpikir, dan merasakan. Asumsi seperti ini dengan

sendirinya merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula sebagai nilai-nilai yang

didukung (espoused value). Tetapi ketika nilai menyebabkan perilaku dan ketika

perilaku tersebut mulai memecahkan masalah, maka nilai itu ditransformasi menjadi

asumsi dasar tentang bagaimana sesuatu itu sesungguhnya. Bila asumsi telah diterima

begitu saja, maka kesadaran menjadi tersisih.

Dengan kata lain perbedaan antara asumsi dengan nilai terletak pada apakah

nilai-nilai tersebut masih diperdebatkan atau tidak. Bila nilai tersebut diterima apa

adanya (taken for granted) maka ia disebut sebagai asumsi, namun bila ia masih bersifat

terbuka dan dapat diperdebatkan maka istilah nilai lebih sesuai (Schein 1991). Mengacu

kepada tingkatan asumsi dasar untuk memahami budaya organisasi, Schein memberikan

beberapa asumsi dasar yang membentuk budaya organisasi. Asumsi dasar ini dapat

dipergunakan sebagai alat untuk menilai budaya suatu organisasi adalah :

1. Keterkaitan lingkungan organisasi.

Aspek ini mengamati asumsi yang lebih mendasar tentang hubungan manusia

dengan alam dan lingkungan. Dapat dinilai dengan bagaimana anggota-anggota kunci

organisasi memandang hubungan tersebut. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini.

a. Bagaimana mereka memandang peran organisasi dalam masyarakat yang mana hal

ini dapat dilihat melalui jenis produk yang dihasilkan atau cara pelayanan yang

diberikan, atau dimana pasar utamanya, atau segmentasi pelanggan yang dibidik.

b. Tentang apa pandangan mereka terhadap lingkungan yang relevan dengan

organisasi, apakah lingkungan ekonomi, politik, teknologi, sosial-budaya, atau yang

lainnya.

c. Bagaimana pandangan mereka tentang posisi organisasi terhadap lingkungan,

apakah organisasi mendominasi, atau didominasi oleh, atau seimbang dengan

lingkungannya tersebut.

2. Hakikat realitas dan kebenaran.

Page 8: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

38

Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota organisasi tentang kaidah-

kaidah linguistik dan keperilakuan yang menetapkan mana yang riil dan mana yang

tidak, mana yang fakta, bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan, dan apakah

kebenaran diungkapkan atau ditemukan Ada empat dimensi dari aspek ini adalah:

a. Realitas fisik yang menyangkut persoalan criteria obyektif atas fakta.

b. Realitas sosial yang mempersoalkan konsensus atas opini, kebiasaan, dogma,

dan prinsip.

c. Realitas subyektif yang mempersoalkan pengalaman subyektif atas pendapat,

kecenderungan, dan cita rasa pribadi.

d. Mengenai kriteria kebenaran yang berarti bagaimana kebenaran itu seharusnya

ditentukan, apakah oleh tradisi, dogma, moral atau agama, pendapat orang-orang

bijak atau orang-orang yang berwenang, proses hukum, resolusi konflik, uji coba,

atau pengujian ilmiah.

3. Hakikat sifat manusia.

Aspek ini menyangkut pandangan segenap anggota organisasi tentang apa yang

dimaksud dengan manusia dan apa atribut-atribut yang dianggap intrinsik atau puncak?

Terdapat dua dimensi dari aspek ini adalah: Pertama, tentang sifat dasar manusia yaitu

apakah manusia pada dasarnya bersifat baik, buruk, atau netral? Kedua, mengenai

perubahan sifat tersebut yaitu apakah sifat manusia itu tetap (tidak dapat berubah)

ataukah dapat berubah dan disempurnakan? Mana yang lebih baik misalnya antara teori

X atau teori Y?

4. Hakikat kegiatan manusia.

Aspek ini menyangkut pandangan semua anggota organisasi tentang hal-hal

benar apa yang perlu dikerjakan oleh manusia atas dasar asumsi mengenai realitas,

lingkungan, dan sifat manusia diatas, apakah ia harus aktif, pasif, pengembangan

pribadi, fatalistik, atau yang lainnya? Apa yang dimaksud dengan kerja dan apa yang

dimaksud dengan main? Dimensi utama dari aspek ini adalah sikap mental manusia

terhadap lingkungan, yaitu apakah proaktif, reaktif, ataukah harmoni?

5. Hakikat hubungan antar manusia.

Aspek ini menyangkut pandangan manusia tentang apa yang dipandang sebagai

cara yang benar bagi manusia untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan

Page 9: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

39

kekuasaan atau cinta? Apakah hidup ini kooperatif atau kompetitif; individualistik,

kolaboratif kelompok atau komunal? Ada dua dimensi dari aspek ini adalah: Pertama,

struktur hubungan manusiawi yang memiliki alternatif linealitas, kolateralitas, atau

individualitas. Kedua, struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi otokrasi,

paternalisme, konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegialitas.

Selanjutnya Schein menambahkan pula dua asumsi dasar lagi dalam karyanya

tersebut sebagai sub dimensi hakikat realitas dan kebenaran. Dua asumsi ini adalah :

1. Hakikat waktu.

Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota organisasi tentang orientasi

dasar waktu. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini. Pertama, arahan focus yang

menyangkut masa lalu, kini, dan masa mendatang. Kedua, konsep dasar waktu tentang

apakah waktu itu bersifat linear (monokronik), atau polikronik, atau siklikal. Ketiga,

tentang apakah ukuran waktu yang relevan yang berlaku dalam organisasi tersebut,

yaitu apakah mempergunakan satuan detik, menit, jam, hari, minggu, bukan, tahun, dan

seterusnya.

2. Hakikat Ruang.

Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota organisasi mengenai konsep

ruang. Terdapat tiga dimensi dalam aspek ini. Pertama, ketersediaan ruang yang

menyangkut apakah ruang itu tersedia, ataukah tersedia namun terbatas, ataukah

terbatas dalam pandangan orang-orang tersebut. Kedua, penggunaan ruang sebagai

simbol yang berkenaan dengan pandangan apakah ruang itu berfungsi sebagai status dan

kekuasaan, atau untuk keakraban, atau berfungsi sangat pribadi. Ketiga, fungsi ruang

sebagai norma 'jarak', yaitu jarak antara formal-informal , dan jarak antara sahabat-

teman, serta jarak dalam pertemuan dan hubungan dengan orang luar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini berasal dari penelitian deskriptif yang mengambarkan budaya

organisasi saat ini dari objek penelitian ini yaitu rumah sakit umum M. Djamil Padang

dengan satuan dasar analisis adalah individu anggota organisasi atau karyawan rumah

Page 10: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

40

sakit umum M. Djamil Padang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan

permasalahan yang ada untuk memperbaiki metode dengan pengembangan teori yang

ada. Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif untuk mengeksplorasi hasil yang

diperoleh dengan teorinya dengan analisis deskriptif. Populasinya dalam penelitian ini

adalah seluruh karyawan rumah sakit tersebut dari berbagai tingkatan manajerial,

seluruh bagian yang ada, serta berbagai status kepegawaian yang ada, dengan masa

kerja lebih dari satu tahun. Sedangkan sampel dalam penelitian diambil secara acak

sederhana dilakukan berdasarkan pengelompokan kerja. Ukuran sample ditentukan

sebesar ± 40% dari populasi masing-masing unit kerja. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah: survey dan wawancara.

PEMBAHASAN

1 Karakteristik Budaya Organisasi Rumah M. Djamil Padang

Karakteristik dari Rumah sakit Dr. M. Djamil Padang adalah memberikan jasa

pelayanan, jasa pendidikan dan jasa penelitian dibidang kesehatan. Dalam memberikan

jasa pelayanan pada pasien rumah sakit juga menyelenggarakan pengembangan

pendidikan dan penelitian dalam bidang rehabilitas medik, bedah jantung dan pelayanan

UGD serta mendidik dan melatih sumber daya manusia yang professional dalam bidang

ilmu klinis, non klinis serta keperawatan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat (Lone Rahayu, Dwi, 2009) dengan asumsi: Pertama: karyawan tentang

keterkaitan lingkungan organisasi yang menunjukkan bahwa organisasi mereka

didominasi dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat khusus kota Padang dan

masyarakat Sumataera Barat umumnya.

Pada situasi seperti ini, karyawan harus menyadari betul fungsi yang harus

dimainkan ketika berhadapan dengan konsumen, yaitu mereka harus memberikan

pelayanan terbaik kepada pasien dan keluarganya, serta para pengunjung lainnya. Nilai-

nilai yang harus ditanamkan pihak rumah sakit kepada karyawan dalam memberikan

pelayanan kepada konsumennya adalah bahwa konsumen adalah orang terpenting dalam

pekerjaan mereka. Pasien adalah raja yang mana semua karyawan bergantung padanya

bukan pasien yang bergantung pada karyawan. Pasien bukanlah pengganggu pekerjaan

karyawan namun merekalah tujuan karyawan bekerja. Karyawan bekerja bukan untuk

Page 11: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

41

menolong pasien, namun keberadaan pasienlah yang menolong karyawan karena pasien

tersebut telah memberikan peluang kepada karyawan untuk memberikan pelayanan.

Salah satu contoh yang harus diberikan oleh karyawan rumah sakit M. DJamil

Padang terhadap pasien adalah berusaha memberikan pelayanan yang baik, sopan,

perhatian terhadap keluhan pasien serta memperhatikan kerbersihan, kerapian dan

kenyaman ruangan. Hal ini dilakukan tidak lain adalah meningkatkan kepuasan pasien

atau konsumen. Namun kenyataanya, justru karyawan yang kurang memperhatikan

kondisi pasien, sehingga kadang-kadang pasien berobat kerumah sakit bukannya

bertambah sehat malah kadang-kadang bertambah penyakitnya setelah melihat tingkah

laku dari karyawannya yang tidak sopan, berbicara tidak santun, dan sangat tidak

memperhatikan pasiennya. Disamping itu apabila terdapat perselisihan antara karyawan

dan pasien sebaiknya karyawan haruslah mengerti dengan kondisi pasien yang tidak

nyaman atau dalam kondisi tidak sehat maka seharusnya karyawan mengalah, karena

tidak ada yang pernah menang dalam berselisih dengan konsumen. Dengan demikian

adanya perbedaan antara asumsi yang seharusnya dijalankan oleh karyawan kepada

pasien dengan fungsi yang dicanangkan oleh pihak rumah sakit sebagai pelayan

masyarakat merupakan sumber natural rewards (imbalan natural) yang menciptakan

kepuasan kerja bagi karyawan (Manz & Sims, 1990).

Imbalan natural merupakan kandungan pekerjaan yang ditekuni oleh seseorang

dan berasal dari aktivitas pekerjaan itu sendiri yang merangsang pikiran dan perasaan

konstruktif dan positif tentang pekerjaan itu. Imbalan natural dapat dilacak dari

kesesuaian perasaan tujuan antara tujuan pribadi karyawan dengan tujuan pekerjaan

yang ditekuninya. Seseorang akan dapat menikmati pekerjaannya jika ia merasa

memiliki terhadap tujuan dari pekerjaan itu sendiri. Jika hal ini dapat disediakan oleh

pekerjaan itu maka seorang karyawan akan memiliki sikap kerja yang baik atas

pekerjaan tersebut, termasuk kepuasan kerja. Dengan demikian, tidak adanya kesesuaian

antara tujuan kerja pribadi yang terungkap melalui asumsi pelayanan dengan

karakteristik pekerjaan yang ditekuninya memang memberikan dan menuntut pelayanan

terhadap pasien, keluarga dan pengunjung lainnya. Sehingga, dapatlah dipahami

mengapa asumsi keterkaitan lingkungan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan

dan pasien di rumah sakit umum M. Djmail Padang.

Page 12: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

42

Kedua, tentang pandangan karyawan berkenaan dengan hakikat sifat dasar

manusia. Sebagian besar karyawan rupanya berasumsi bahwa manusia atau teman

sekerja mereka itu memiliki sifat yang pada dasarnya baik, yaitu rajin bekerja, sangat

memperhatikan waktu kerja (masuk dan pulang kerja tepat waktu), siap membantu

pekerjaan rekan-rekan lainnya. Namun demikian mereka juga berpandangan bahwa sifat

ini tidak selamanya berlaku konsisten. Akan ada selalu godaan atau kondisi yang dapat

mengubah sifat manusia. Mereka percaya betul bahwa tidak ada sifat yang kekal, sifat

baik dapat saja berubah menjadi buruk, begitu pula sifat buruk bisa berubah menjadi

baik.

Perubahan sifat manusia berarti seseorang yang memiliki sifat baik dapat saja

karena sesuatu hal berubah menjadi buruk begitu pula sifat buruk manusia karena

beberapa hal bisa berubah menjadi baik. Konsekuensi dari asumsi tersebut nampak dari

kebijakan organisasi dan pandangan karyawan juga bahwa untuk memelihara sifat baik

karyawan agar tetap tampil dalam perilaku positif maka diperlukan instrumen penguat

(reinforcement). Dalam hal ini maka terdapat dua jenis penguatan yang harus diterapkan

di rumah sakit M. Djamil Padang, yaitu penguatan yang bersifat positif dan penguatan

yang bersifat negatif. Penguatan positif berarti berbagai instrumen yang harus

diberlakukan untuk merangsang karyawan yang mempunyai sifat baik tetap berperilaku

baik dan karyawan yang bersifat buruk terangsang untuk berperilaku baik. Kebijakan

yang berkaitan dengan instrumen positif ini misalnya: (a) penghargaan atas lama

pengabdian (b) kenaikan pangkat dan jabatan istimewa bagi mereka yang menunjukkan

prestasi kerja luar biasa selama dua tahun berturut-turut; (c) peluang kenaikan pangkat

dan jabatan reguler bila masih ada lowongan jabatan di atasnya bagi mereka yang

menunjukkan prestasi kerja baik terus menerus; (d) peluang memperoleh tugas belajar.

Sementara penguatan negatif berarti instrumen yang diberlakukan untuk

mencegah karyawan yang bersifat baik berubah menjadi buruk dan mencegah karyawan

yang bersifat buruk leluasa berperilaku buruk sesuai dengan sifatnya tersebut. Beberapa

kebijakan yang berkenaan dengan instrumen negatif ini misalnya: (a) penggunaan

checkclock setiap karyawan datang dan pulang untuk mengendalikan disiplin waktu

kerja; (b) peringatan bertingkat atas pelanggaran larangan kategori ringan sampai

peringatan ketiga yang dapat berakhir dengan pemutusan hubungan kerja; (c)

Page 13: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

43

pemutusan hubungan kerja seketika jika karyawan melakukan pelanggaran larangan

kategori berat dengan tanpa mendapat ganti kerugian apapun.

Selain itu, tindakan indisipliner ringan, ketidakcakapan kerja, kemalasan,

pelayanan yang buruk yang tidak masuk kategori pelanggaran ringan sekalipun dapat

mengakibatkan karyawan terkena instrumen negatif yang berupa penundaan kenaikan

gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat dan jabatan, maupun kehilangan berbagai

kesempatan berkembang lainnya. Dengan membandingkan kedua jenis penguatan

tersebut maka karyawan merasakan bahwa penguatan positif merupakan hal yang

selayaknya mereka dapatkan, namun pandangan ini berbeda pada penguatan negatif

yang dirasakan terlalu berat dan bernada mengancam agar mereka selalu tampil baik.

Selain itu dirasakan pula bahwa mencapai penguatan positif tersebut lebih sulit jika

dibandingkan dengan kemungkinan memperoleh penguatan negatif. Hukuman yang

akan mereka terima lebih mudah jatuhnya dibandingkan dengan imbalan yang akan

diterima.

Banyak dan murahnya penguatan negatif inilah yang menyebabkan mengapa

asumsi hakikat sifat manusia memiliki arah pengaruh negatif. Karena justru semakin

protektif organisasi menyusun instrumen yang berusaha mencegah sifat buruk karyawan

maka justru akan menurunkan tingkat kepuasan kerja karyawan dan bahkan bisa

menjadi sumber ketidak-puasan kerja. Penguatan melalui instrumen negatif memang

mampu mencegah perilaku buruk karyawan namun karena sifatnya yang lebih berupa

sanksi dan ancaman maka jika dipergunakan secara berlebih akan mempengaruhi

bagaimana seseorang melakukan pekerjaannya dan terutama mempengaruhi sikap atau

perasaan seseorang atas pekerjaan yang dilakukannya. Teori penguatan (reinforcement

theory) memang mengkaitkan antara penguatan yang diberikan melalui instrumen

tertentu dengan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang, namun tidak mengkaitkan

antara bagaimana sikap seseorang dalam menerima penguatan tersebut.

Untuk hal ini, Manz & Sims (1990) mengungkapkan bahwa penguatan positif

mempunyai dampak yang lebih diinginkan oleh karyawan sementara penguatan negatif

memiliki dampak yang tidak diinginkan oleh karyawan. Semakin besar dan sering

penguatan yang diberikan maka semakin besar pula dampak yang diberikan. Karena

penguatan positif yang bersifat merangsang sementara penguatan negatif bersifat

mengancam maka penguatan positif jauh lebih mempunyai dampak yang bersifat

Page 14: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

44

meningkatkan kepuasan kerja ketimbang penguatan negatif. Dengan melihat faktor

tersebut maka dapat dimengerti mengapa penggunaan penguatan negatif yang jauh lebih

dominan dalam pelayanan di rumah saki M. Djamil Padang justru menurunkan tingkat

kepuasan kerja. Apalagi jika diketahui bahwa mereka berasumsi bahwa karyawan

mempunyai sifat baik sehingga akan lebih baik jika menggunakan instrumen yang

merangsang karyawan untuk berperilaku baik ketimbang menggunakan instrumen yang

mengancam jika berperilaku tidak baik. Akhirnya dapat dipahami mengapa asumsi sifat

manusia mempunyai arah pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja.

Keempat, mengenai asumsi karyawan tentang hakikat aktivitas manusia yang

menunjukkan bahwa aktivitas manusia itu selaras dengan aktivitas organisasi. Tidak

hanya aktivitas manusia saja yang mampu menentukan keberhasilan organisasi. Namun

mereka juga menolak bahwa aktivitas organisasi semata yang menentukan keberhasilan

organisasi karena mereka memandang bahwa aktivitasnya juga memberikan kontribusi

atas keberhasilan organisasi. Pada intinya, mereka memandang bahwa aktivitasnya yang

meliputi curahan waktu, tenaga, dan pikiran harus selaras dengan aktivitas organisasi

secara keseluruhan yang berupa kinerja sumber daya manusia, keuangan, aktiva tetap,

infra dan supra struktur organisasi. Misalnya, selama ini mereka telah bekerja keras

dengan harapan ada perbaikan atas nasib mereka dari pihak rumah sakit.

Namun demikian, terdapat kesadaran bahwa apa yang mereka berikan tidak

berdampak langsung terhadap perolehan imbalan pribadi masing-masing karyawan

secara signifikan melainkan terhadap organisasi secara keseluruhan. Kasus yang dapat

diungkapkan dalam konteks ini adalah kerelaan mereka untuk bekerja keras sebagai

manifestasi pandangan harmoni atas hakikat aktivitas manusia menghasilkan prestasi

organisasi berupa kemampuan untuk berswadana dalam beberapa tahun belakangan ini.

Kerja keras karyawan ternyata memang mampu meningkatkan kinerja organisasi namun

hanya berkait sedikit sekali dengan peningkatan kesejahteraan karyawan. Sebagai

contoh dapat diungkapkan apa yang diceritakan oleh beberapa karyawan dari berbagai

unit yang ada. Seorang pengemudi bertutur bahwa disaat liburpun mereka harus siap

sewaktu-waktu dipanggil bila dibutuhkan. Meskipun untuk hal ini disediakan uang

lembur sebagai kompensasinya namun jika disuruh memilih mereka akan memilih

untuk tidak dipanggil bekerja karena waktu tersebut merupakan waktu luang untuk

istirahat dan waktu untuk keluarga.

Page 15: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

45

Hal yang senada juga diungkapkan oleh karyawan di bagian bedah, dan

perawatan (rawat inap). Kondisi ini mereka sadari betul dan tidak sampai membuat

mereka tidak puas atas pekerjaan mereka, namun kompensasi langsung atas lembur

yang mereka lakukan juga tidak mampu mengangkat kepuasan kerja mereka menjadi

lebih baik lagi. Contoh lainnya, yang diungkapkan oleh banyak karyawan adalah

kurangnya jumlah karyawan pada masing-masing bagian dibanding dengan beban tugas

yang ada. Mereka sadar betul bahwa kurangnya jumlah personil ini disebabkan oleh

gerakan efisiensi yang dicanangkan oleh manajemen dalam rangka pengelolaan

keuangan rumah sakit. Mereka sadar betul bahwa kondisi ini merupakan kerja keras

yang mereka lakukan untuk kepentingan organisasi secara langsung dan untuk

kepentingan mereka sendiri juga secara tidak langsung (atau bisa juga disebut

kepentingan jangka panjang karyawan). Namun kerja keras ini juga tidak diikuti oleh

imbalan produktivitas secara langsung. Mereka mau bekerja keras atau tidak maka

upah/gaji berikut tunjangan yang mereka terima setiap bulannya mereka pandang tetap

saja dan tidak banyak perubahannya. Akhirnya disimpulkan bahwa kerja keras yang

dilakukan karyawan disebabkan karena mereka melakukannya secara sadar dan rela

dalam rangka kepentingan organisasi namun secara pribadi dampaknya tidak bersifat

langsung dirasakan dalam jangka pendek. Kondisi ini mengakibatkan kurangnya

pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan namun juga tidak sampai

menimbulkan ketidakpuasan kerja.

Kesadaran atas apa yang mereka kerjakan berpengaruh terhadap keberhasilan

kolektif membuat mereka merasa bertanggung jawab penuh atas yang dilakukan.

Selanjutnya, perpaduan antara kerja keras yang dilakukan dengan imbalan yang

diterima dirasakan bahwa keberhasilan bukan hanya hasil kerja orang perorang atau

karyawan tertentu saja karena setiap karyawan merasa memiliki andil atas keberhasilan

yang dicapai, baik itu keberhasilan aktivitas organisasi secara keseluruhan, atau

keberhasilan unit tertentu, maupun keberhasilan atas penanganan pasien tertentu yang

bersifat kasuistis.

Dalam proses penyembuhan seorang pasien bisa jadi melibatkan petugas UGD,

petugas kamar bedah, petugas laboratorium, petugas radiologi, petugas kamar

perawatan, petugas apotik, petugas instalatir dan sebagainya. Asumsi hubungan antar

karyawan yang berorientasi kelompok dan hubungan kolegialitas yang ditampilkan di

Page 16: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

46

tempat penelitian merupakan dasar iklim partisipatif dalam wacana supervisi. Kondisi

ini dapat berarti memperteguh komitmen atas aktivitas dan pengambilan keputusan.

Secara teoritik memang hal tersebut mempunyai dampak yang substansial

terhadap kepuasan kerja karyawan. Asumsi hubungan kerja seseorang dengan kelompok

kerjanya dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja karena kelompok salah satu alat

yang dapat dijadikan sarana untuk mencapai tujuan dan program (Elfindri dan Rimilton

Ridwan, 2008). Sehingga bagaimanapun bekerja dalam kelompok merupakan kekuatan

bersifat teknis maupun sosial yang dapat dijadikan sebagai alat perubahan ditengah

masyarakat, oleh sebab yang demikian kelompok sangat efektif untuk dapat dijadikan

salah satu media untuk mewujudkan sebuah gagasan, atau ide yang juga sekaligus untuk

mengimlementasikan gagasan yang telah dikemas dalam bentuk program. Khusus pada

rumah saki M. Djamil Padang kelompok kerja yang ramah dan kooperatif merupakan

sumber dukungan, kenyamanan, saran, bantuan operasional dan mental sehingga sangat

menentukan kepuasan kerja seorang karyawan secara individual.

Selain itu kesadaran atas apa yang mereka miliki serta kekhawatiran kehilangan

suasana kerja bila mereka harus pindah ke tempat kerja lain membangkitkan kesadaran

betapa kelompok kerja dan hubungan keorganisasian yang dimiliki sudah sesuai dengan

yang diharapkan. Kondisi inilah yang mendorong kepuasan kerja karyawan di rumah

sakit umum M. Djamil Padang.

Karakteristik budaya organisasi rumah sakit yang merupakan ciri khas dari

budaya organisasi. Karakteristik budaya organisasi rumah sakit M. Djamil Padang dapat

dilihat pada table 1 dibawah ini.

Tabel 1. Karakteristik Budaya Organisasi Rumah Sakit M. Djamil Padang

A s u m s i Karakteristik

Keterkaitan Lingkungan Organisasi

Hakikat Realitas & Kebenaran

Hakikat Sifat Manusia

Hakikat Hubungan Manusia

Institusi Pelayanan, pendidikan dan penelitian

Realitas Sosial & Kebenaran Rasional

Sifat Manusia Baik dan dapat dirubah

Kekeluargaan (collaterality)

Sumber: Data survey, 2009

Kombinasi karakteristik asumsi dasar yang terungkap di M. Djamil Padang di

atas memunculkan karakteristik budaya organisasi secara utuh bagi rumah sakit

tersebut. Karakteristik budaya organisasi di rumah sakit itu dapat dikategorikan sebagai

Page 17: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

47

budaya organisasi adaptif jika mengacu pada tipologinya Kotter & Heskett (1992) yang

membagi dua jenis budaya menjadi budaya organisasi yang adaptif dan budaya

organisasi yang tidak adaptif. Karakteristik budaya adaptif mencakup kepedulian

pimpinan dan anggota organisasi terhadap lingkungannya, konsumen, maupun

karyawan.

Pimpinan mempunyai penilaian yang kuat atas proses yang mampu

mengakomodasi perubahan yang bermanfaat bagi organisasi. Proses tersebut dapat

berupa asumsi perubahan sifat manusia, asumsi kekuatan aktivitas karyawan terhadap

lingkungan, dan hubungan antar karyawan dan hubungan keorganisasian yang kondusif

bagi terciptanya ide baru. Karakteristik asumsi budaya tersebut telah terinternalisasi

dengan baik sehingga dapat disebut rumah sakit mempunyai budaya organisasi yang

kuat karena tidak lagi terjadi pertentangan budaya dalam organisasi. Budaya yang ada

telah diterima sebagai sesuatu yang benar dalam merespons segala persoalan adaptasi

ekternal dan integrasi internal.

Internalisasi nilai-nilai secara mendalam oleh segenap elemen dalam suatu

organisasi yang dibarengi secara konsisten dengan perilaku setiap anggota organisasi

dan kebijakan organisasi akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan yang ada. Hal ini

dapat dengan jelas dilihat, kesesuaian asumsi dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam

aktivitas organisasi akan menekan atau mengurangi tingkat kesenjangan antara apa yang

diharapkan dengan kenyataan yang langsung dirasakan oleh karyawan. Semakin kecil

kesenjangan tersebut maka semakin tinggi kepuasan kerja yang ada. Semakin besar

kesenjangan tersebut maka semakin rendah kepuasan dan bahkan mungkin timbul

ketidakpuasan.

KESIMPULAN

Asumsi bahwa budaya organisasi mempengaruhi pelayanan publik dimana

rumah sakit Dr. M. Djamil Padang adalah memberikan jasa pelayanan, jasa pendidikan

dan jasa penelitian dibidang kesehatan kepada masyarakat. Dalam memberikan jasa

pelayanan pada pasien rumah sakit juga menyelenggarakan pengembangan pendidikan

dan penelitian dalam bidang rehabilitas medic, bedah jantung dan pelayanan UGD

dengan asumsi: Pertama: karyawan tentang keterkaitan lingkungan organisasi yang

menunjukkan bahwa organisasi mereka sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat

Page 18: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

48

khusus kota Padang dan masyarakat Sumatera Barat umumnya. Pada situasi seperti ini,

karyawan harus menyadari betul fungsi yang harus dimainkan ketika berhadapan

dengan konsumen, yaitu mereka harus memberikan pelayanan terbaik kepada pasien

dan keluarganya, serta para pengunjung lainnya. Nilai-nilai yang harus ditanamkan

pihak rumah sakit kepada karyawan dalam memberikan pelayanan kepada

konsumennya adalah tadi bahwa konsumen adalah orang terpenting dalam pekerjaan

mereka. Pasien adalah raja yang mana semua karyawan bergantung padanya, bukan

pasien yang bergantung pada karyawan. Pasien bukanlah pengganggu pekerjaan

karyawan namun merekalah tujuan karyawan bekerja. Karyawan bekerja bukan untuk

menolong pasien, namun keberadaan pasienlah yang menolong karyawan karena pasien

tersebut telah memberikan peluang kepada karyawan untuk memberikan pelayanan.

Asumsi hakikat hubungan manusia menunjukkan pandangan karyawan rumah

sakit M. Djamil terhadap struktur hubungan manusiawi didominasi oleh hubungan

kekeluargaan, dan struktur hubungan keorganisasian lebih didominasi oleh hubungan

kolegialitas atau hubungan lainnya. Kombinasi karakteristik dari asumsi dasar

memunculkan budaya organisasi yang bersifat integral. Kombinasi ini bisa

dikategorikan sebagai budaya adaptif sehingga mampu mendukung organisasi

memenangkan adaptasi eksternal. Pada saat yang sama konfigurasi atas asumsi dasar

juga menunjukkan tipologi budaya organisasi yang kuat. Dengan demikian

memudahkan organisasi mencapai tujuan dan sasaran program internal jika terdapat

kesesuaian antara karakteristik budaya dengan praktek manajemen.

DAFTAR PUSTAKA

Boekitwetan, P. (1997) Pemahaman rekam medik rumah sakit. Majalah Ilmiah FK

Universitas Trisakti Volume 16, No. 1, 1675-1685.

Elfindri & Rimilton Ridwan, 2008, Tahapan Pembentukan Kelompok dan Pendamping:

Sebuah Rekonstruksi, Jurnal Ipteks Terapan Vol. 2 No.2 Agustus 2008 Kopertis

Wilayah X Sumbar, Riau, Jambi & Kepri

Frost, P.J., et.al. (1985) Organizational Culture. Sage Publication, Inc., London. Gibson

& Ivanicevich & Donnely. (1996) Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses.

Penerjemah Adiarni, N. Binarupa Aksara, Jakarta.

Page 19: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad

49

Hofstede, G. (1983) The cultural relativity of organizational practices and theories.

Journal of International Bussines Studies Fall.

Hofstede, G. (1984) Cultural dimensions in management and planning. Asia Pacific

Journal of Management January.

Kotter, J.P. & Heskett, J.L. (1992) Corporate Culture and Performance. The Free Press,

New York.

Luthans, F. (1989) Organizational Behavior. Mc.Graw Hill Co.

Lone Rahayu, Dwi, 2009. Analisa Kualitas Pelayanan jasa dan Kepuasan Pelangan

Dengan Cara bayar Akses pada Instalasi Rawat Darurat RS. M. Djamil Padang,

Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

Muluk, Khairul, 1999, Budaya Organisasi Pelayanan Publik, Jurusan Administrasi

Universitas Brawijaya

Rijadi, S. (1994) Tantangan industri rumah sakit Indonesia 2020. Jurnal Administrasi

Rumah Sakit. Volume 2, No.2, 11-18.

Robbins, S.P. (1996) Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi.

Prenhallindo, Jakarta.

Schein, E.H. (1984) Coming to a new awareness of organizational culture. Sloan

Management Review winter.

Page 20: 146025154 4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Pelayanan Publik Studi Kasus Rumah Sakit Dr M Jamil Pad