142314841 kriteria keberhasilan implan
TRANSCRIPT
KRITERIA KEBERHASILAN IMPLAN :
Setelah kita melakukan implantasi, maka kita harus mengetahui apakah implan yang
telah ditanam telah mengikuti kriteria keberhasilan atau belum. Faktor yang mempengaruhi
keberhasilan suatu implan diantaranya (Pedlar dan Frame, 2001):
1. Biokompatibilitas dari implan material
2. Desain implan
3. Karakteristik permukaan implan
4. Kesehatan fisik dari pasien
5. Kondisi anatomi yang baik
6. Kooperasi pasien, status oral hygiene, kebiasaan merokok
7. Pengalaman operator
8. Beban implan setelah osseointegrasi.
Secara lokal pemeriksaan visual dan palpasi akan dijumpai keadaan-keadaan yang dapat
mengganggu pemasangan implan, misalnya jaringan lunak flabby yang berlebihan, ridge yang
sempit atau tajam, atau adanya undercut. Tetapi hal-hal tersebut akan tersamar bila jaringan
lunak yang menutupi tulang sangat padat, immobile dan tibious. Untuk berhasilnya suatu
implan sebaiknya kita perhatikan keadaan-keadaan dibawah ini (Karasutisna, 2002):
1. Ketebalan tulang di lingual ku rang lebih 1 mm dan 0,5 mm di sisi fasial dari implan
2. Jarak antar implan minimal 3 mm
3. Jarak antara implan dan nasal cavity minimal 1 mm
4. Jarak antara implan dan dasar sinus maksilaris minimal 1 mm
5. Ketinggian tulang yang adekuat umumnya dijumpai diantara nasal cavity dan sinus
maksilaris
6. Jarak antara implan dan canalis alveolaris inferior minimal 2 mm
Menurut Schnitman dan Schulman (1979) kriteria keberhasilan suatu implan meliputi
(Anusavice, 2003):
1. Pada pemeriksaan klinis, mobilitas implan kurang dari 1 mm
2. Tidak terdapat radiolusensi
3. Bone loss harus kurang dari satu per tiga tinggi implan.
4. Tidak terdapat infe ksi dan kerusakan struktur. Bila terdapat inflamasi harus
dilakukan perawatan
5. Tingkat kesuksesan implan 75% atau lebih setelah 5 tahun fungsi.
Sedangkan menurut Albrektsson,et. al., (1986) diantaranya:
1. Pada pemeriksaan klinis unattached implan tidak mobile
2. Secara radiograf tidak menunjukkan adanya periapikal radiolusen
3. Vertical bone loss kurang dari 0,2 mm pada tahun pertama pemakaian implan
4. Tidak terdapat gejala seperti nyeri, infeksi, neuropathy, parestesi, dan kelainan pada canalis
mandibularis
5. Tingkat kesuksesan 85% atau lebih padaakhir 5 tahun periode observasi dan 80% pada akhir
periode 10 tahun sebagai kriteria minimal kesuksesan impla
Komplikasi Intraoperatif
1. Hemoragi
Penyebab hemoragi diantaranya perforasi pada lingual cortical plate dan ruptur pembuluh
darah. Morfologi mandibula pada aspek lingual harus diketahui sebelum dilakukan preparasi
(Pedlar dan Frame, 2001). Pada regio maksila, hemoragi berasal dari pembuluh darah pada
dinding sinus dan dapat dikontrol dengan melakukan penekanan atau menunggu hingga
hemostasis alami terjadi. Jika hemoragi berlanjut dapat dilakukan elektro-kauterisasi (Sethi dan
Kaus, 2005).
2. Trauma Saraf
Trauma saraf terjadi pada mand ibula. Saraf yang terkait diantaranya : n. alveolaris inferior, n.
mentalis, n. lingualis. Untuk menghindari trauma saraf pada canalis mandibularis sebaiknya
tidak menggunakan anestesi block tetapi anestesi infiltrasi lokal (Schroeder, 1991).
3. Terbukanya Sinus Maksilaris
Pada saat merencanakan per awatan implan, hubungan antara implan dengan rongga hidung atau
sinus maksi lasis harus ditegakkan dengan foto radiograf. Perforasi sinus dapat ditegakk an
dengan blow test. Jika implanasi telah dilakukan, adanya infeksi dan sinusitis m aksilaris harus
dipert imbangkan kemungkinannya. Setelah lubang preparasi sembuh, dapat dilakukan implan
asi yang baru.
4. Kerusakan pada Gigi Tetangga
Pada kasus implan untuk menutup gap gigi tunggal ( single tooth gap ) kerusakan pada gigi
tetangga a tau gigi sebelahnya dapat terjadi saat dilakukan preparasi pelebaran kavitas.
Kerusakan seperti ini dapat dic egah dengan membuat foto radiograf perkiraan topog rafi yang
tepat, memilih ukuran implan yang tepat dan juga memperhatikan arah aksis longitudinal dari
gigi sebelahnya pada saat melakukan preparasi pelebaran kavitas.
5. Fraktur Implan dan Instrumen
Fraktur instrumen biasanya terjadi karena penggunaan instrumen yang salah, sterilisasi yang
terlalu sering dilakukan dan terlalu panas,dan adanya kerusakan pada material instrumen atau
cacat instrumen. Fraktur implan atau bagian instrumen yang telah tertanam dalam tulang harus
diangkat .
6. Benda Asing
Adanya benda asing dapat memba hayakan implan. Secara radiograf, benda asing yang terdeteksi
dapat berupa fragmen akar, m aterial pengisi saluran akar, fraktur instrumen endodontik, dan
yang lainnya. Benda asing ini harus diangkat sebelum dilakukan implanasi.
7. Emfisema di Bagian Wajah dan Leher
Jika terjadi emfisema, disaran kan untuk dilakukan kompres dingin juga pemberian antibiotik.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya emfisema pada bagian wajah
danleher diantaranya dengan tidak menggunakan turbin (kontraindikasi), hindari pembersihan
luka dengan menggunakan hidrogen peroksida, penutupan suture (jahitan luka) yang baik, juga
menginstruksikan pada pasien agar menghindari bersin atau meniup dengan hidung (tekanan
intrao ral) pada awal postoperatif.
Komplikasi Postoperatif
a. Komplikasi Awal
Yang termasuk komplikasi awal diantaranya:
1. Pembengkakan (wound edema)
Pembengkakan tergantung pada l amanya pembedahan dan banyaknya trauma jaringan lunak
intraoperatif. Semakin pendek atau kecil trauma pada saat operasi semakin kecil terjadinya
pembengkakan.
2. Hemoragi dan Hematoma Postoperatif
Perdarahan postoperatif tidak dapat dihentikan dengan kompres konvensional, tetapi
memerlukan perbaikan luka deng an menggunakan hemostatik yang sesuai dengan prinsip
konvensional. Hal ini dapat dilakukan di bawah lokal anestetik. Semakin luas area luka dan
besarnya operasi, semakin b esar kemungkinan terjadinya hematoma postoperatif. Bahaya
infeksi j uga dapat terjadi. Hematoma diantara permukaan tulang dan flap mukoperiosteal
harus segera dibuka dan diaspirasi. Pengisian kembali (re-filling) kavitas ak ibat hematoma
dicegah dengan meneka n balutan diatas jaringan lunak. Hemostasis yang tepat pada saa t
operasi dan aplikasi dingin lokal dapat mencegah terbentuknya hematoma.
3. Infeksi Awal
Manifestasi infeksi jaringan lunak diantaranya nyeri lokal, bengkak, dan adanya eksudat pada
daerah luka yang dapat dilakukan perawatan dengan membuka satu atau dua jahitan ( suture),
dan dilakukan insisi serta drainase dengan menggunakan desinfektan. Pada status febri s,
indikasi antibiotik diperlu kan. Jika implan menunjukkan peningkatan mobilitas yang mengarah
pada inflamasi (bengkak, eritem, nyeri, hipertermia), sebaiknyaimplan dilepaskan. Jika infeksi
sudah mulai memba ik maka implanasi baru dapat dilakukan.
4. Kerusakan Saraf
Pada regio n. mentalis, edema dan hematoma dapat menyebabkan kelai nan sensitivitas.
Sensitivitas terhadap penekanan pada implan merupakan indikasi adanya kontak langsung
implan terhada p saraf yang ada di dekatnya. Jika dibiarkan dapat menyebabkan osteomyelitis.
Pada kasus ini, implan harus diangkat.
b. Komplikasi Akhir
Yang termasuk komplikasi akhirdiantaranya:
1. Implan longgar
Faktor yang dapat menyebabkan implan menjadi longgar diantar anya ialah kurangnya stabilitas
primer, adanya infeksi di sekitar implan, dan panas yang berlebih saat preparasi. Adanya
peningkatan mobilitas implan mengindikasikan bahwa implan harus diangkat untuk menghindari
resorbsi tulang yang berlebih (bone loss).
2.. Infeksi akhir (late infection)
Sejalan dengan poket periodont al, poket yang dalam di sekita r implan dapat menyebabkan
infeksi yang menga rah pada terjadinya fistulasi dan poket abses. Perawatan yang dilakukan
yaitu kuretase dan eliminasi dari p oket. Jika terjadi rekuren abses maka pengangkatan implan
harus dilakukan. Jika tidak segera dilakukan pe ngangkatan, dapat terjadi osteit is atau bahkan
osteomyelitis. Daerah tetangga seperti sinus maksilaris, das ar hidung, dan isi dari canalis
mandibularis juga dapa t terlibat, mengarah pada terj adinya sinusitis maksilaris, sinus emfisema,
rhinitis, atau neuritis n. alveolaris inferior.
3. Degradasi Tulang
Setelah osteoplasty dan reamin g dari dasar implan dengan countersinking, degradasi tulang
ringan muncul pada batas tertentu di bawah kondisi normal. Kerusakan tulang karena panas
yang berlebih ( overheating) saa t reaming dasar implan dapat mengarah terhadapnekrosis tulang
dengan degradasi tulang, yang mana dapat menyebabkan implan menjadi longgar.Seperti
periodontitis kronis, proses inflamasi kronis pada daerah dasar implan mengarah terhadap
peningkatan kedalaman sulkus, pembentukan poket, resorbsi tulang, dan longgarnya implan.
Pada foto radiograf, perubaha n osteolisis pada awalnya ditemukan pada daerah abutment
kemudian menyebar ke seluruh permukaan badan implan.
4. Kerusakan Saraf Sekunder
Hipestesi ataupun parestesi yang muncul pada dae rah yang dilalui oleh n. mentalis setelah
pemakaian imp lan dalam jangka waktu yang la ma memerlukan klarifikasi radiologis untuk
memastikan apakah implan terbenam atau proses osteitis telah menekan isi canalis mand ibularis.
Pengangkatan implan merupakan sat u-satunya terapi yang dapat dilakukan.
5. Fraktur Implan
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan fraktur implan diantaranya kesalahan perencanaan,
premature loading, overloading protesa, kurangnya kooperasi p asien berkaitan dengan oral
hygiene (Schroeder, 1991). Jika terjad i hal ini maka implan harus diangkat dengan mengguna
kan trephine drill khusus dan tempatkan implan yang lebih lebar (Renouard danRangert, 1999
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, K.J. 2003. Philip’s of Dental Material 11Th ed. Saunders.
Karasutisna, T. 2002. Bahan Ajar Ilmu Bedah Mulut. Tinjauan Umum Dental Implan dan
Pengenalan Sistem Implan ITI. Bagian Bedah Mulut FKG UNPAD .
Pedlar,J and Frame, J.W. 2001. Oral and Maxillofacial Surgery; an Objective BasedText
Book. Churchill Livingstone
Renouard, F., and Rangert, B. 1999. Risk Factors in Implant Dentistry ; Simplified Clinical
analysis for Predictable Treatment. Quintessence Pub. Co., Inc
Sethi, A., and Kaus. T. 2005 Practical Implant Dentistry. Quintessence Publishing Co., Ltd.
Schroder, A., Sutter, F., Krekeler, G. 1991. Oral Implantology; Basics ITI Hollow Cylinder
System. Georg Thieme Verlag Stugart.
Straumann. 1995. Concept and surgical Procedure. Straumann Dental.
QuintessenzeVerlag, Berlin
KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI
Setelah persiapan dilakukan dengan sek sama, maka implantasi siap dilaksanakan. Namun
demikian harus diingat bahwa kejadian -kejadian yang tidak diharapkan bisa terjadi baik pada
waktu pemasangan maupun setelah pemasangan.
Komplikasi intra operatif
1. Perdarahan
Bila tehnik operasi dan garis insisi telah direncanakan dengan tepat, terjadinya perdarahan dapat
dihindari. Perdarahan dapat terjadi pada tul ang spongiosa pada waktu melakukan pengurangan
te rhadap tepi krista alveolar ya ng tajam. Perdarahan dalam hal ini dapatberhenti secara spontan.
Perd arahan yang sedang dapat terjadi pada saat preparasi endosseous yang akan dipasang
implan dan akan berhenti pada saat implan diinsersikan. Perdarahan cukupberat dapat terjadi
pada regio posterior mandibula bilakanalis mandibularis terlibatdan terjadi kerusakan pada
pembuluh darahnya. (Buserand Maeglin, 1996)
2. Kerusakan Saraf
Kerusakan saraf intraoperatif dapat terjadi pada mandibula b ila melibatkan nervus alveolaris
inferior, ne rvus mentalis dan nervus lingu alis. Untuk menghindari kerusakan nervus a lveolaris
inferior, alur anato mis kanalis mandibularis dan dimensi vertikal p ada tulang yang tersedia
harus diukur dan diperkirakan secara tepat sebe lum dilakukan pembedahan. Untu k mencegah
terjadinya merusakan nervus me ntalis, pada saat operasi regi o foramen mentalis harus dapat
terlihat dengan je las. Dan untuk menghindari kerusaka n nervus lingualis, dapat digunakan
periosteal elevator yang tipis antara permukaan lingual tulang dengan flap mukoperiost eal
untuk melindungi jaringan saraf pada saat preparasi tulang. (Buser and Maeglin,
1996)Kerusakan nervus mandibula dapat menyebabka n anestesia, parastesia atau disestesia pada
satu sisi atau pun kedua sisi. Keadaan ini dapat bersifat sem entara atau permanen. Implan yang
dipakai sebaiknya berada paling sedikit 3 mm di atas foramen. Pengeboran dilakukan dengan
hati -hati dan perlahan. Bila terasa terjadi perforasi kanalis mandibularis oleh pengeboran,
hentikan pen geboran untuk menghindari trauma jaringan sa raf secara langsung. (Shulman and
Shepherd, 1999) Perforasi pada kanalis d itandai dengan rasa sakit taja m dan terjadinya
perdarahan secara tiba-tiba. (McGlumphy and Larsen, 2003)Ukuran panjang implan yang
digunakan pada regio posterior biasanya adalah ukuran pendek yaitu (7,8,10 atau 11 mm).
Implan yang digunakan sebaikny a satu untuk setiap giginya karena p endeknya ukuran implan
sehingg a bila digunakan lebih dari satu gigi dapat ter jadi kemungkinan kegagalan kar ena beban
yang ditanggung terlalu berlebih. (Shulman and Shepherd, 1999)
3. .Perforasi pada Antrum atau Rongga Hidung
Dalam rencana perawatan, jarak ketinggian antara implan dan sinus maksilaris serta rongga
hidung harus dipe rhitungkan secara radiografis. Apabila selama pengeboran tulang diperkirakan
akan terjadi perforasi ke ant rum atau rongga hidung, ketinggian vertikal tu lang yang tersisa
harus d iperkirakan setepat mungkin dan dapat dibuat rontgent foto dengan pengukur ketinggia
n yang dimasukkan ke dalam tulang yan g telah dipreparasi. Implan jenis hollow cylinderatau
hollow screw tidak direkomenasikan pengguna annya karena bila implan ini berkontak langsung
dengan antrum atau rongga hidung yang telah perforasi akan dapat mengakibatkan terjadinya
infeksi retrograde. Dalam hal ini sebaiknya dipergunakan implan screw yang solid. Screw
dipasangkan dalam posisi verti kal untuk mencegah masuknya screw ke dalam antrum atau
rongga hidun g. (Buser and Maeglin, 1996) Namun bila perforasi implan pada sinus ha nya
sedikit dan lubang apikal implan masih berada pada tulang, mungkin tidakakan menimbulkan
masalah nantinya. (McGlumphy and Larsen, 2003)Implan dengan diameter kecil pada premolar
pertama dan implan premolar kedua dengan panjang 6 mm pada dasar sinus maksilaris(Buser
and Maeglin, 1996)
4. Kegagalan Sistem Implan
Komponen-komponen pada sistem implan seperti bor, post, superstructure dapat mengalami
masalah kimiawi dan mekanis seperti longgar, koros i, terpisahnya komponen dan patah.
(Shulman and Shepherd, 1999) P atahnya implan atau instrumen dalam pr oses pemasangan
implan adalah sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Hal ini dapat terjadi akibat manipu lasi
alat yang tidak tepat, terlalu banyak proses s terilisasi, pemanasan yang ter lalu tinggi dan juga
defek material. Fragmen atau p atahan implan yang masih tertanam di dalam tulang harus
diangkat dengan m engorbankan tulang seminimal mungkin. (Buser and Maeglin, 1996)Banyak
dari sistem implan menggunakan bor yang diirigasisecara internal untuk mendinginkan tulang
pada saat dilakukan preparasi. Bur -bur berbentuk hollow lebih rapuh dibandingkan dengan
bur-bur biasa pada umumnya, sehingga dalam penggunaannya untuk mengebor tulang kortikal
yang padat atau tulang dari hydroksilapatite sebelumnya sebaiknya dilakukandengan hati -hati.
(Shulman and Shepherd, 1999).Stabilitas primer implan yang baik dapat tercapai dengan
penggunaan drill dan bor yang sesuai dengan standar penggunaan. Kegagalan dalam
mempertahankanstabilitas implan dapat terjadi pada saat manipulasi prepara si tulang yang
kurang baik. Bila implan terlihat goyang pada saat diinsersikan disarankan untuk diangkat segera
karena implan tidak akan berinteg rasi dengan tulang dan kemungk inan besar akan mengalami
kegagalan. (Buser and Maeglin, 1996)
Komplikasi pasca operatif
1. Perdarahan dan hematoma pasca operatif
Bila perdarahan paska operatif tidak dapat dihentikan dengan cara penekanan yang ringan, luka
pa ska bedah harus tanggulangi de ngan cara konvensional di bawah anestesi lokal. Resiko
terjadinya infeksi pada hemato ma akan meningkat. Hematoma di an tara permukaan tulang dan
flap mukoperiosteal harus dibuka dan dievakuasi dengan suction. Hemostasis yang baik pada
saat pembedahan dan kompres dingin pasca operatif dapat mengurangi terj adinya hematoma.
Selain itu penggun aan kream heparin merupakan indikasi bil a terlihat hematoma pada jarin gan
lunak yang ditandai dengan adanya perubah an warna pada kulit dan mukosa . (Buser and
Maeglin, 1996)
2. Implan yang longgar
Ahli bedah harus memperhat ikan banyak faktor dalam menem patkan implan pada tulang.
Temperatur, posisi relatif implan terhadap gigi tetangga atau implan lainnya, densitas tulan g,
posisi gigi lawan, inklinasi implan, struktur vital, tehnik preparasi yang konsentr is, ketepatan
dan tid ak bergeraknya impan merupakan faktor -faktor penentu dalam keberhasi lan implan.
(Shulman and Shepherd, 1999)Setelah pencabutan gigi sebaik nya implanasi dilakukan setelah
tulang alveolar mengalami penyembuhan yaitu kurang lebih 9 sampai 1 2 bulan tergantung pada
besarnya tulang alveolar dan usia pasien. Pemeriksaan radiografis mutlak dilakukan sebelum
pemas angan implan untuk mengevaluasi proses penyembuhan tulang. Alternatif lain untuk
memperce pat penyembuhan tulang adalah dengan menggunakan guided bone rege neration
dengan Gore-Tex membrane. Penyembuhan akan terjadi leb ih cepat yaitu dalam 2 sampai 3
bulan dan prosedur implanasi dapat d ilakukan dengan segera. (Buser and Maeglin, 1996)
Kegagalan pemasangan juga dapa t diakibatkan oleh penggunaan handpiece yang tidak tepat.
Penggunaan dengan kecepatan tinggi yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya fr iksi dan
menyebabkan panas yan g berlebihan pada tulang. Panas yang direkomendasikan pada tepi
pemotongan harus dibawah
3. Bur dengan kecepatan sangat re ndah d engan irigasi internal
direkomendasikan dalam pemasan gan implan. Bila digunakan irigasi ekstern al, bur dilakukan
dengan cara memompa ke atas kebawah agar tulang dapat teririgasi dengan baik. Kontaminasi
pada permukaan implan oleh minyak, debu, benang atau protein dapat mengganggu prose s
osseointegrasi. (Shulman and Shepherd, 1999)
4. Infeksi dini
Infeksi akibat prosedur implan dapat terjadi walaupun jarang . Manifestasinya berupa sakit se
tempat, pembengkakan, terlepas nya jahitan dan eksudasi purulent da ri luka. Hal ini dapat
diterap i dengan melepaskan satu atau dua jahitan dan kumur dengan chlor-hexidine-gluconate
(0,12% tiga kali sehari) dan pemberian antibiotik selam a 5 hari. Adanya infeksi yang dini dapat
pula menyebabkan longgarnya implan akibat infe ksi sekunder pada jaringan tul ang peri-
implan. (Buser and Maeglin, 1996)
5. Kerusakan saraf
Pada kasus -kasus yang jarang, edema dan h ematoma yang berat pada region nervus mentalis
dapat m enyebabkan gangguan sensori. Rasa sakit pada pamakaian implan juga merupakan
indikasi kontak langsung implan dengan saraf di bawahnya. Untuk mencegah hal ini
pemeriksaan radiografis mutlak diperlukan untuk menentukan adanya kerusa kan saraf akibat
pemasangan im plan atau terdapatnya kontak antara impl an dengan jaringan sa raf. (Buser and
Maeglin, 1996)Implan traumatik yang terletakpada nervusmentalis dan alveolaris inferior
(Shulman and Shepherd, 1999)
Komplikasi yang lambat terjadi
1. Resesi gigiva
Resesi pada mukosa peri-implan dapat mengakibatkan resorpsi dinding tulang bukal, tarikan
pada frenulum bukal atau labial dan kesulitandalam membersihkan implan. (Buser and Maeglin,
1996)
2. . Implan yang longgar
Longgarnya implan setelah lebih dari 10 tahun bi asanya disebabkan oleh inflamasi peri-
implan. Penyebab lainnya kemungkinan d isebabkan oleh faktor oklusal. Hal yang harus diperh
atikan untuk mencegah terjadin ya hal ini adalah memperhitungkan beban yang optimum pada
sentrik oklusi dan p ada pergerakan mandibula. (Buser and Maeglin, 1996) Longgarnya implan
hollow silinder pada region kaninus atas kanan ditandai dengan resorpsitulang disekitar implan.
(Buser and Maeglin, 1996)
3..Infeksi peri-implan
Infeksi peri -implan akan menyebabkan lepasnya implan. Infeksi akut harus diterapi segera
dengan antibiotik. Antibiotik yang digunakan dalam terapi infeksi supuratif akut periimplan adal
ah kombinasi amoxicillin dan metronidazol k arena adanya keterlibatan bakteri an aerob.
Antibiotik diberikan se lama 10 hari dan dikombinasi dengan irigasi pok et jaringan lunak
dengan chlorhexidine digluconate0.12-0.2% tiga kali sehari selama 3 minggu untuk desinfeksi
lo kal. Setelah itu pasien diinstruksikan secara rutin untuk membersihkan sendiri dengan syringe
irigasi dan kontrol yang ketat . Tindakan bedah diindikasikan setelah pemberian antibiotik
namun inf eksi terjadi kembali dengan re sorpsi tulang yang terlihat secara radiografis.
Pembersihan dil akukan pada permukaan titanium dan jaringan lunak yang terinfeksi . Setelah
dilakukan flap, jari ngan granulasi dibersihkan, jaringan tulang d i sekitar implan diratakan
untuk mendapatkan permukaan implan. Permukaan ti tanium implan dibersihkan dengan larutan
iritasi, kemudian diberikan chlorhexidine gel selama 5 menit untuk topikal d esinfeksi. Setelah
itu flap mukoperiostea l dikembalikan dan dijahit den gan jahitan terputus dan ditutup dengan
periodontal dressing. Penggunaan membran untuk memperbaiki d efek periimplan yang
disebabkan oleh infeksi telah banyak dilakukan. Selain untuk menghentikan infeksi, membran
digunakan unt uk mendapatkan regenerasi tulang disekitar defek.Bila infeksi tidak dapat ditan
ggulangi, pelepasan i mplan merupakan indikasi. Pengeboran dengan bur diamond dilakukan
disekitar implan dengan hati-hati dengan putaran 800 rpm da n irigasi pendingin. Setelah i mplan
longgar, implan diambil dengan tang eks traksi dengan gerakan rotasi. Jaringan granulasi
dibersihkan dan defek diisi dengan kolagen untuk stabilisasi gumpalan darah. Flap dikembalikan
dan dijahitkan dengan jahitan terputus. (Buser and Maeglin, 1996)
4. .Implan yang patah
Patahnya implan merupakan komplikasi yang jara ng dilaporkan. Hal ini dapat terjadi akibat
beban yan g berlebih dikenakan pada impl an. Jenis implandengan hollow cylinder dan
hollow screw lebih beresiko patah dibanding kan dengan tipe solid. Implan yang patah bila
akan digantikan dengan yang baru harus diangkat, namun bila tidak dapat dibiarkan saja. (Buser
and Maeglin, 1996)
DAFTAR PUSTAKA
1. Buser, D. and Maeglin,' B. 1996. Complication with ITI Implants in Schroeder A, et
al.
5. McGlumphy, E.A and Larsen, P.E . 2003. Contemporary Implant Dentistry. In
Peterson, L,J. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery.
4"' ed. St.Louis: C.V Mosby Shulman, L.B.and Shepherd, J 1990.