1410-7686-2009-1-001

5
Prosiding Seminar Nasional Hamburan Neutron dan Sinar-X ke 7 Serpong, 27 Oktober 2009 ISSN : 1411-1098 Difraksi Sinar-X untuk Sidikjari dalam Analisis Nanostruktur Suminar Pratapa Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya Laboratorium Difraksi Sinar-X, LPPM ITS ABSTRAK Difraksi Sinar-X untuk Sidikjari dalam Analisis Nanostruktur. Pengembangan teori difraksi dan kemajuan di bidang komputasi serta perangkat kerasnya menjadikan metode difraksi sinar-x berkemampuan untuk mendukung karakterisasi ukuran kristal nanomaterial. Tulisan ini dimaksudkan untuk menunjukkan kemampuan metode itu sebagai sidikjari (fingerprint) ukuran kristal dengan contoh dari nanomaterial serbuk-serbuk oksida spinel MgAl 2 O 4 , Y 2 O 3 dan MgO hasil proses kopresipitasi yang diasumsikan tidak memiliki efek pelebaran puncak selain dari ukuran kristal. Kata Kunci : difraksi, sinar-X, nano, struktur 1 Pendahuluan Rontgen (1895) melihat gejala yang ditimbulkan suatu berkas yang belum diketahui sifat dasarnya dan kemu- dian menamakannya sinar-x. Selanjutnya muncul perde- batan apakah sinar-x bersifat gelombang atau partikel (se- belum dualisme keduanya diteorikan). Berdasarkan gejala yang ditimbulkan, Laue mengusulkan teori yang meny- atakan bahwa, jika berupa gelombang, sinar-x dipastikan memiliki panjang gelombang sangat kecil (dalam orde sepersepuluh nm) [1]. Dan jika demikian, sinar-x da- pat dihamburkan (scattered) oleh material kristalin. Ia berhasil membuktikan terjadinya difraksi sinar-x secara eksperimen. Bragg dan Bragg [2] lalu menelurkan teori mengenai difraksi sinar-x (yang kemudian berlaku un- tuk difraksi kristal dengan radiasi apa pun), yang biasa disebut Hukum Bragg. Pada perkembangannya, ham- buran sinar-x secara umum menjadi patokan untuk pe- manfaatan sinar-x dalam karakterisasi material, namun difraksi sinar-x telah menjadi metode baku dan rutin untuk karakterisasi material kristal. Dalam dua dasawarsa ter- akhir, seiring perkembangan nanomaterial, difraksi sinar- x (terutama dengan radiasi sinkrotron) semakin mendapat tempat dalam mendukung karakterisasi mikro- dan nanos- truktur material [3-5]. Dalam hal karakterisasi ukuran ge- ometris butiran (grain size) dan partikulat (particle size), pemakaian mikroskopi elektron masih merupakan pilihan terbaik, namun biasanya harus didahului dengan preparasi sampel yang memadai. Oleh sebab itulah difraksi sinar- x (terutama dengan instrumen di laboratorium riset dasar) dapat digunakan sebagai sidikjari untuk penentuan ukuran kristal. Tulisan ini membahas peran difraktometri sinar-x sebagai metode karakterisasi nanomaterial, terutama un- tuk memperkirakan atau menentukan ukuran kristal. Be- berapa contoh hasil pengukuran dan analisis diuraikan un- tuk memberikan ilustrasi peran itu. 2 Metode Difraksi untuk Karakteriasi Nanomaterial Difraksi adalah peristiwa terhamburnya gelombang oleh adanya suatu gangguan (misalnya kisi), diikuti oleh ham- buran ke segala arah yang menimbulkan penguatan dan pelemahan pada kondisi tertentu. Difraksi terjadi jika ada kesetaraan orde geometris antara panjang gelombang dengan lebar kisi. Hasil penguatan hamburan menggam- barkan karakter dari penghambur atau gangguan itu. Jika berkas dengan panjang gelombang seorde dengan jarak antar bidang kristal ditembakkan ke suatu material kristal, maka akan terjadi difraksi kristal. Prinsip dasar difraksi adalah terpenuhinya Hukum Bragg yang persamaannya adalah 2d hkl sinθ hkl = λ (1) dengan d hkl adalah jarak antar bidang kristal (hkl) dan 2θ hkl adalah sudut difraksi. Persamaan (1) memberikan posisi-posisi puncak Bragg berbentuk fungsi delta yang 1

Upload: herry-purwanto-panjaitan

Post on 10-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

dwadadw

TRANSCRIPT

Page 1: 1410-7686-2009-1-001

Prosiding Seminar Nasional Hamburan Neutron dan Sinar-X ke 7Serpong, 27 Oktober 2009ISSN : 1411-1098

Difraksi Sinar-X untuk Sidikjari dalam Analisis Nanostruktur

Suminar PratapaJurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya

Laboratorium Difraksi Sinar-X, LPPM ITS

ABSTRAKDifraksi Sinar-X untuk Sidikjari dalam Analisis Nanostruktur. Pengembangan teori difraksi dan kemajuan dibidang komputasi serta perangkat kerasnya menjadikan metode difraksi sinar-x berkemampuan untuk mendukungkarakterisasi ukuran kristal nanomaterial. Tulisan ini dimaksudkan untuk menunjukkan kemampuan metode itusebagai sidikjari (fingerprint) ukuran kristal dengan contoh dari nanomaterial serbuk-serbuk oksida spinel MgAl 2O4,Y2O3 dan MgO hasil proses kopresipitasi yang diasumsikan tidak memiliki efek pelebaran puncak selain dari ukurankristal.

Kata Kunci : difraksi, sinar-X, nano, struktur

1 Pendahuluan

Rontgen (1895) melihat gejala yang ditimbulkan suatuberkas yang belum diketahui sifat dasarnya dan kemu-dian menamakannya sinar-x. Selanjutnya muncul perde-batan apakah sinar-x bersifat gelombang atau partikel (se-belum dualisme keduanya diteorikan). Berdasarkan gejalayang ditimbulkan, Laue mengusulkan teori yang meny-atakan bahwa, jika berupa gelombang, sinar-x dipastikanmemiliki panjang gelombang sangat kecil (dalam ordesepersepuluh nm) [1]. Dan jika demikian, sinar-x da-pat dihamburkan (scattered) oleh material kristalin. Iaberhasil membuktikan terjadinya difraksi sinar-x secaraeksperimen. Bragg dan Bragg [2] lalu menelurkan teorimengenai difraksi sinar-x (yang kemudian berlaku un-tuk difraksi kristal dengan radiasi apa pun), yang biasadisebut Hukum Bragg. Pada perkembangannya, ham-buran sinar-x secara umum menjadi patokan untuk pe-manfaatan sinar-x dalam karakterisasi material, namundifraksi sinar-x telah menjadi metode baku dan rutin untukkarakterisasi material kristal. Dalam dua dasawarsa ter-akhir, seiring perkembangan nanomaterial, difraksi sinar-x (terutama dengan radiasi sinkrotron) semakin mendapattempat dalam mendukung karakterisasi mikro- dan nanos-truktur material [3-5]. Dalam hal karakterisasi ukuran ge-ometris butiran (grain size) dan partikulat (particle size),pemakaian mikroskopi elektron masih merupakan pilihanterbaik, namun biasanya harus didahului dengan preparasisampel yang memadai. Oleh sebab itulah difraksi sinar-

x (terutama dengan instrumen di laboratorium riset dasar)dapat digunakan sebagai sidikjari untuk penentuan ukurankristal. Tulisan ini membahas peran difraktometri sinar-xsebagai metode karakterisasi nanomaterial, terutama un-tuk memperkirakan atau menentukan ukuran kristal. Be-berapa contoh hasil pengukuran dan analisis diuraikan un-tuk memberikan ilustrasi peran itu.

2 Metode Difraksi untuk KarakteriasiNanomaterial

Difraksi adalah peristiwa terhamburnya gelombang olehadanya suatu gangguan (misalnya kisi), diikuti oleh ham-buran ke segala arah yang menimbulkan penguatan danpelemahan pada kondisi tertentu. Difraksi terjadi jikaada kesetaraan orde geometris antara panjang gelombangdengan lebar kisi. Hasil penguatan hamburan menggam-barkan karakter dari penghambur atau gangguan itu. Jikaberkas dengan panjang gelombang seorde dengan jarakantar bidang kristal ditembakkan ke suatu material kristal,maka akan terjadi difraksi kristal.

Prinsip dasar difraksi adalah terpenuhinya HukumBragg yang persamaannya adalah

2dhklsinθhkl = λ (1)

dengan dhkl adalah jarak antar bidang kristal (hkl) dan2θhkl adalah sudut difraksi. Persamaan (1) memberikanposisi-posisi puncak Bragg berbentuk fungsi delta yang

1

Page 2: 1410-7686-2009-1-001

Suminar Pratapa

’tidak mempunyai lebar’, sedangkan kristal dengan uku-ran berhingga menghasilkan puncak-puncak Bragg den-gan lebar berhingga (Gambar 1a). Pelebaran oleh ke-berhinggaan ukuran kristal ini, secara prinsip, diberikanmelalui Persamaan Scherrer [6] yang kemudian menjadidasar terpenting dalam karakterisasi ukuran kristal meng-gunakan metode difraksi. Persamaannya adalah

βhkl =Kλ

Lhklcosθ(2)

dengan K adalah konstanta yang tergantung geometrikristal (misal 0,89 untuk sferik; 0,94 untuk kubik), βmenyatakan pelebaran puncak, dan Lhkl = ndhkl dengann adalah integer yang menentukan jumlah bidang (tebal)kristal. Jika ukuran kristal berorde nanometer, PersamaanBragg (1) digantikan oleh Persamaan Debye [7] namuntetap dengan basis Persamaan (2) untuk perhitungan uku-ran kristal [8]. Dari aspek intensitas difraksi, fungsi profilpuncak difraksi terukur (h) merupakan konvolusi (⊗ ) darifungsi profil instrumen (g) dan fungsi profil spesimen ( f ),atau

h = f ⊗g+L (3)

dengan L menyatakan profil latar (Gambar 1b). Uku-ran kristal adalah salah satu kontributor pada profil f .Untuk menentukannya, f harus diekstrak dari h. Se-cara tradisional, cara yang biasa digunakan adalah den-gan dekonvolusi, misalnya menggunakan metode Fourier.Pada era komputer ini, metode yang lazim digunakanadalah pencocokan pola difraksi dengan fungsi profil pun-cak atau model (pro f ile f itting atau pro f ilemodelling)(Scardi and Leoni, 2006).

Metode analisis yang digunakan biasanya tetap berba-sis Persamaan Scherrer yang hanya menentukan ukurantunggal. Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa distribusiukuran kristal turut berperan dalam pelebaran puncak [7,9, 10], sehingga metode analisis nanostruktur dengan datadifraksi juga harus melibatkan parameter ini.

Ada dua metode standar yang digunakan untuk mem-perkirakan distribusi ukuran kristal, yaitu metode yangberdasarkan pada (1) integral-breadth, yang darinyadiperoleh volume-weighted average size, 〈DV 〉 , dan (2)koefisien Fourier, yang darinya didapat area-weighted av-erage size, 〈DA〉 . Kedua metode tersebut hanya terbataspada penentuan rata-rata ukuran yang tegak lurus den-gan bidang hkl. Distribusi ukuran kristal dapat mengikutifungsi normal (Gaussian) atau non-normal. Fungsi dis-tribusi lognormal lebih sesuai untuk kebanyakan po-likristal dan memiliki bentuk

f (R) =1

R√

2πln(1+ cexp

{− ln2

[RR̄

√1+ c

]2ln(1+ c)

}(4)

dengan R̄ adalah radius rata-rata, c = σ2R/R̄

2 dan σ2R meny-

atakan dispersi distribusi.

2 (°)

Inte

nsit

as

P uncak B ragg Ideal Puncak Terukur

42. 0 42. 5 43. 0 43. 5 44. 0

2 (° )

Inte

nsitas

Prof il inst rumen ( g)

Prof il t erukur ( h)

(a)

(b)

Gambar 1: (a) Pola difraksi ideal menurut syarat Bragg dan poladifraksi terukur sebenarnya, (b) profil puncak difraksi terukur(h) dan profil kontribusi dari instrumen (g), dianggap dapatdinyatakan dengan fungsi profil pseudo-Voigt).

Beberapa perangkat lunak pencocokan/pemodelanprofil difraksi yang dapat digunakan untuk mengekstraksiinformasi nanostruktur dari data difraksi adalah Rietica[11], MAUD [12], FullProf [13], MarqX [14], dan WPPM[15]. Tiga perangkat lunak pertama berbasis metode Ri-etveld [16, 17] dan MAUD digunakan dalam tulisan ini.

Untuk analisis nanostruktur dengan MAUD, fungsibentuk puncak yang digunakan adalah pseudo-Voigt (atauVoigt) [18] dengan pelebaran puncak pada komponenGaussian dan Lorentzian dihubungkan dengan sudut ham-buran θ sebagai berikut:

FW 2G =Utan2θ+Vtanθ+W +

Pcos2θ

(5)

dan

FWL =X

cosθ+Ytanθ+Z (6)

dengan FW adalah FWHM (full-width at half maximum)dari puncak dan U , V , W , X , Y , dan Z adalah parameter-parameter yang dapat diperhalus (refinable parameters)

2

Page 3: 1410-7686-2009-1-001

Difraksi Sinar-X untuk Sidikjari dalam Analisis Nanostruktur

dan L dan G berturut-turut menyatakan Lorentzian danGaussian. Ukuran kristal terbobot volume (DV ) diekstrakdari parameter P dan X , sedangkan regangan tak seragamdiekstrak dari U dan Y dengan relasi diperluas dari yangsudah ada sebelumnya [19]. Hasil ekstraksi itu dikaitkandengan distribusi ukuran (dengan asumsi bentuk kristalsferik) menurut persamaan [3]

DV =3R̄(1+ c)3

2(7)

DA =4R̄(1+ c)2

3(8)

dengan DA adalah ukuran kristal terbobot luas. Hubungankeduanya dan ukuran sesungguhnya adalah menurut [3]

D =43

DV =32

DA (9)

untuk bentuk kristal sferik.

3 Data Difraksi sebagai Sidikjari untukMemperkirakan Ukuran Nanokristal

Secara prinsip diketahui bahwa kekristalan material dapat’dilihat’ dengan difraksi. Menurut Persamaan (3), karak-ter material yang berefek pada pelebaran puncak difraksidapat diekstrak dari f . Ada 2 karakter utama materialyang berefek demikian, yaitu ukuran kristal dan regangan-mikro (microstrains). Secara prinsip efek keduanya dapatdilihat dari kebergantungan terhadap sudut ukur 2 . Efekyang kedua dapat disebabkan oleh adanya regangan geser(shear strain), dislokasi, atau fault dan analisis rinci untukitu cukup kompleks. Pada beberapa penelitian yang di-lakukan menggunakan metode kopresipitasi dan kalsinasi,seperti yang sebagian hasilnya dilaporkan dalam tulisanini, diasumsikan bahwa efek kedua tidak ada akibat prosessintesis yang bottom-up. Dengan demikian data difraksidapat digunakan untuk mengenali apakah material yangditeliti termasuk dalam kategori nanomaterial dan berapaestimasi ukuran kristal material tersebut serta bagaimanadistribusinya.

Gambar 2 berikut menunjukkan pola difraksi daribeberapa material, yang cara sintesisnya dapat dilihatpada Tabel 1, beserta perkiraan ukuran kristal yang ’di-hitung’ menggunakan MAUD. Metode pencocokan pro-fil difraksi seperti pada Rietica, MAUD dan Fullprofmenggunakan fungsi profil matematis yang hubungan an-tar parameter-parameternya dengan parameter fisika di-

dasarkan pada asumsi-asumsi tertentu, sedangkan pemod-elan profil menggunakan parameter-parameter fisika se-cara langsung dalam ’pencocokan’-nya [15, 23]. Pe-modelan fisis dapat memberikan informasi mengenai dis-tribusi ukuran kristal memiliki akurasi tinggi terhadap dis-tribusi ukuran butir menurut mikroskopi elektron trans-misi (TEM). Kelemahan pemodelan fisis adalah diper-lukannya deret Fourier dalam perhitungan yang mengak-ibatkan lamanya waktu analisis. Sebagai contoh, sebuahpola dengan 8 puncak dapat dianalisis menggunakan pros-esor berkecepatan 1 GHz dalam waktu 3 jam [24] un-tuk satu putaran perhitungan; bandingkan dengan peng-gunaan pemodelan matematis yang hanya membutuhkanwaktu beberapa detik. Namun demikian, hasil analisisdata difraksi dengan cara itu dapat dijadikan sebagai sidik-jari dalam menentukan ukuran kristal. Beberapa catatanpenting mengenai hal ini antara lain (fungsi profil pseudo-Voigt):

• Pada spinel, ukuran rata-rata sekitar 2-3 nm ditandaidengan lebar puncak (full-width at half-maximum,FWHM) yang bisa mencapai 3-4◦ 2θ dan denganbentuk puncak yang super-Lorentzian.

• Pada yttria, ukuran rata-rata sekitar 16 nm ditandaidengan lebar puncak sekitar 1,2◦ 2θ dan denganbentuk puncak yang Lorentzian.

• Pada MgO, ukuran rata-rata sekitar 30 nm di-tandai dengan lebar puncak sekitar 0,3◦ 2θ dan den-gan bentuk puncak kombinasi antara Gaussian danLorentzian. Di ukuran yang lebih tinggi, misalnya100 nm (Gambar 2 bawah), lebar puncak adalah0,1◦ 2θ .

Perlu dicatat bahwa nominal pelebaran puncak di atastidak dikoreksi pelebaran oleh instrumen menurut Per-samaan 3 dan radiasi yang digunakan adalah CuKα den-gan setting pengukuran rutin yang lazim digunakan di lab-oratorium penulis. Akurasi perhitungan bisa saja tidaksangat tepat, apalagi asumsi bentuk puncak dan pelebaranyang disebabkan oleh satu kontributor ditemukan tidaktepat untuk beberapa spesimen [9, 23, 24], namun adanyahasil analisis ini setidaknya dapat memberikan gambaranmengenai kisaran ukuran kristal yang sebenarnya. Saat inipenulis sedang melanjutkan riset untuk mengkonfirmasiakurasi hasil analisis tersebut dengan TEM.

3

Page 4: 1410-7686-2009-1-001

Suminar Pratapa

Material Poladifraksi sinar-x Distribusi ukuran kristal

Spinel

0.0 50.0 100. 150. 200.

Ukuran Kristal, D (angstrom)

Fre

kuensi

Y2O3

0.0 250. 500. 750. 1000

Ukuran Kristal, D (angstrom)

Fre

kuensi

MgO

(500 C)

0.0 500. 1000 1500 2000

Ukuran Kristal, D (angstrom)

Fre

kuensi

MgO

(1200 C)

0.0 1500 3000 4500 6000

Ukuran Kristal, D (angstrom)

Fre

kuensi

Gambar 2: Pola difraksi sinar-x (radiasi CuKα, difraktometer sinar-x laboratorium dengan sistem optik Bragg-Brentano) beberapaoksida (lihat Tabel 1) dan estimasi distribusi ukuran kristal hasil analisis dengan MAUD. Perhatikan kesamaan skala 2θ untuk poladifraksi dan perbedaan skala untuk ukuran kristal. Pola difraksi sinar-x dapat dijadikan sidikjari untuk estimasi ukuran kristal.

Tabel 1: Beberapa oksida yang dihasilkan dengan proses ko-presipitasi dan menghasilkan pola difraksi dan estimasi ukurankristal seperti pada Gambar 2.

MaterialBahandasar

Media ko-presipitasi

Pustaka

Spinel -MgAl2O4

Serbuk Aldan Mg

HCl danNH4OH

[20]

Y2O3 Y2O3HNO3 danNH4OH

[21]

Periklas -MgO

MgHNO3,H2O danNH4OH

[22]

4 Kesimpulan

Beberapa kemajuan dalam teori difraksi menjadikan datadifraksi dapat dimanfaatkan untuk estimasi ukuran kristal,terutama untuk nanomaterial dengan ukuran isotropik.Dengan demikian data difraksi sinar-x, terutama dapatdijadikan sebagai sidikjari untuk memperkirakan ukurankristal. Analisis lebih lanjut memberikan pola distribusiukuran itu. Meskipun demikian, masih diperlukan upayauntuk memverifikasi akurasi hasil analisis data difraksi itudengan ukuran menurut TEM.

4

Page 5: 1410-7686-2009-1-001

Difraksi Sinar-X untuk Sidikjari dalam Analisis Nanostruktur

Daftar Pustaka

[1] A. Guinier, X-ray diffraction in crystals, imper-fect crystals and amorphous bodies, San Francisco(1963) 378 .

[2] L. Bragg, D. Phillips, and H.S. Lipson, The develop-ment of x-ray analysis, Bell, London (1975) 270.

[3] D. Balzar et al., ”Size-strain line-broadening analy-sis of the ceria round-robin sample”, J. Appl. Crys-tallogr., 37 (2004) 911-924.

[4] M. Leoni et al., ”X-ray Diffraction Methodologyfor the Microstructural Analysis of NanocrystallinePowders: Application to Cerium Oxide”, J. Am. Ce-ram. Soc., 87 (2004) 1133-1140.

[5] M. Leoni and P. Scardi, ”Nanocrystalline domainsize distributions from powder diffraction data”, J.Appl. Crystallogr., 37 (2004) 629-634.

[6] P. Scherrer, Nachr. Ges. Wiss. Gottingen, 2 (1918)98-100.

[7] P. Scardi, Microstructural Properties: Lattice De-fects and Domain Size Effects, in Powder Diffrac-tion. Theory and Practice, R.E. Dinnebier andS.J.L. Billinge, Editors, RSC Publishing, Cam-bridge, (2008) 376-413.

[8] P. Scardi and M. Leoni, Featuring ICDD PDF-4+/DDView+ 2008: Applications to Nanomaterials,ICDD, Warsaw, Poland (2008).

[9] J.I. Langford, D. Louer, and P. Scardi, ”Effect of acrystallite size distribution on x-ray diffraction lineprofiles and whole-powder-pattern fitting”, J. Appl.Crystallogr., 33 (2000) 964-974.

[10] R.A. Young and A. Sakhtivel, ”Bimodal distribu-tions of profile-broadening effects in Rietveld refine-ment”, J. Appl. Crystallogr., 21 (1988) 416-425.

[11] B.A. Hunter, ”Rietica”, Newsletter of InternationalUnion of Crystallography, Commission on PowderDiffraction, Sydney, (1998) 21.

[12] L. Lutteroti, MAUD: Material Analysis usingDiffraction, (2006) [cited 2009, 5 March 2009];Available from: http://www.ing.unitn.it/ maud.

[13] J. Rodriguez-Carvajal, ”Recent Developments ofthe program FULLPROF”, Commission on PowderDiffraction Newsletter IUCr, (2001) 12-19.

[14] Y.H. Dong and P. Scardi, ”MarqX: a new programfor whole-powder-pattern fitting”, J. Appl. Crystal-logr., 33 (2000) 184-189.

[15] P. Scardi and M. Leoni, ”Whole powder patternmodelling”, Acta Crystallogr., A58 (2002) 190-200.

[16] H.M. Rietveld, ”Line profiles of neutron powderdiffraction peaks for structure refinement”, ActaCrystallogr., 22 (1967) 151-152.

[17] H.M. Rietveld, ”A profile refinement method for nu-clear and magnetic structures”,. J. Applied Crystal-logr., 2 (1969) 65-71.

[18] M. Ahtee et al., ”Voigtian as profile shape function inrietveld refinement”, J. Appl. Crystallogr., 17 (1984)352-357.

[19] S. Pratapa, B.H. O’Connor, and B. Hunter, ”A com-parative study of single-line and Rietveld strain-size evaluation procedures using MgO ceramics”, J.Appl. Crystallogr., 35 (2002) 155-162.

[20] Y.A.S. Insany and S. Pratapa, ”KarakterisasiMikrostruktur Nanokristal Spinel-MgAl2O4 HasilPenggilingan”, dipresentasikan pada Seminar Na-sional Pascasarjana IX ITS, Surabaya (2009).

[21] L. Susanti and S. Pratapa, ”Perbandingan Penghalu-san Pola Difraksi Sinar-X Menggunakan PerangkatLunak Rietica Dan Maud: Kasus Serbuk YttriaNanokristal”, dipresentasikan pada Seminar Fisikadan Aplikasinya 2009, ITS Surabaya (2009).

[22] Z. Afiati, S. Pratapa, and L. Atmaja, ”X-ray Diffrac-tion Analysis of Brucite and Periclase NanopowdersSynthesised using Co-precipitation Method”, pre-sented in International Conference in Materials andMetallurgical Technology 2009 (ICOMMET 2009),ITS Surabaya (2009).

[23] P. Scardi, M. Leoni, and R. Delhez, ”Line broaden-ing analysis using integral breadth methods: a crit-ical review”, J. Appl. Crystallogr., 37 (2004) 381-390.

[24] P. Scardi and M. Leoni, ”Line profile analysis: pat-tern modelling versus profile fitting”, J. Appl. Crys-tallogr., 39 (2006) 24-31.

5