13 ii. tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran sheet ... · teori keunggulan komparatif dan teori...
TRANSCRIPT
13
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber)
Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus
sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb
rubber) didasarkan pada penilaian sifat-sifat teknis dimana warna atau penilaian
visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe
maupun lateks pekat crumb rubber. Karet remah tergolong dalam karet spesifikasi
teknis karena penilaian mutunya didasarkan pada sifat teknis dari parameter dan
besaran nilai yang dipersyaratkan dalam penetapan mutu karet remah yang
tercantum dalam skema SIR. Berdasarkan jenis kualiatasnya karet remah di
klasifikasikan menjadi SIR 3CV, SIR 3L, SIR 3WF, SIR 5, SIR 10 dan SIR 20.
Karet remah (crumb rubber) dipak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan
ukuran seragam, ada sertifikat uji laboratorium, serta ditutup dengan lembaran
plastik polythene.
2.2. Definisi Daya Saing
Daya saing menurut Porter (1990) diidentikkan dengan produktivitas
dimana tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan.
Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan
tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan
teknologi (total faktor produktivitas). Pendekatan daya saing suatu komoditi
dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu negara untuk menghasilkan
14
barang dan jasa yang berskala internasional melalui mekanisme perdagangan yang
adil dan bebas, sekaligus menjaga dan meningkatkan pendapatan riil masyarakat
dalam jangka panjang. Daya saing yang baik dapat terlihat jika komoditi tersebut
memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di dalamnya.
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam kamus Bahasa
Indonesia tahun 1995, daya saing adalah kemampuan komoditi untuk memasuki
pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan didalam pasar tersebut.
Sedangkan menurut Simanjuntak dalam Febriyanti (2008) daya saing merupakan
kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya
yang cukup rendah sehingga harga-harga yang terjadi di pasar internasional
kegiatan produksi tersebut menguntungkan.
2.3. Konsep Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu
dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan
internasional tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah
satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi
pengeluaran suatu negara. Terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya
perdagangan internasional seperti perbedaan permintaan dan penawaran suatu
negara. Perbedaan ini terjadi karena : (a) tidak semua negara memiliki dan mampu
menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara
15
tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis serta kandungan buminya dan
(b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu
pada tingkat yang lebih efisien.
Perdagangan internasional sebuah negara harus memiliki keunggulan
komparatif dan keunggulan kompetitif guna menciptakan daya saing yang baik.
Daya saing yang baik tercipta lewat mutu dan kualitas suatu produk serta besarnya
permintaan terhadap produk tersebut. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai
teori keunggulan komparatif dan teori keunggulan kompetitif.
2.3.1. Teori Keunggulan Komparatif
David Ricardo menjelaskan hukum keunggulan komparatif dalam bukunya
yang berjudul Principles of Political Economy and Taxation pada tahun 1817.
Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien
dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam
memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan
perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus
melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang
memiliki kerugian absolut kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan
komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar
(komoditi ini memiliki kerugian kompetitif). Berdasarkan hukum keunggulan
komparatif David Ricardo terdapat sejumlah asumsi yang disederhanakan, yaitu :
(1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas,
(3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak
ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat
16
biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi dan (7) menggunakan teori
nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima, tetapi asumsi tujuh
tidak dapat berlaku dan seharusnya digunakan untuk menjelaskan keunggulan
komparatif.
2.3.2. Teori Keunggulan Kompetitif
Menurut Hadi (2001), keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang
dimiliki oleh suatu negara atau bangsa untuk dapat bersaing di pasar internasional.
Menurut Porter (1990), dalam persaingan global saat ini, suatu bangsa atau
Negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar
internasional bila memiliki empat faktor penentu dan dua faktor pendukung.
Empat faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi adalah kondisi
faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait
dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry), serta
kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure, and
rivalry). Ada dua faktor yang memengaruhi interaksi antara keempat faktor
tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah
(government). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam
peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond Theory.
1. Kondisi Faktor (Factor Condition)
Kondisi faktor merupakan suatu gambaran faktor sumberdaya yang
dimiliki suatu negara yang berkaitan dengan proses produksi suatu industri.
Peran faktor sumberdaya sangat penting dalam proses industri, karena faktor
sumberdaya merupakan modal utama dalam membangun keunggulan
17
kompetitif suatu industri. Menurut Porter (1990), faktor sumberdaya
diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu : sumber daya alam, sumber
daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), modal, dan
infrastruktur. Kelima kelompok tersebut akan menggambarkan keunggulan
yang dimiliki oleh suatu negara dan segala potensi yang dapat dikembangkan
oleh negara tersebut.
2. Kondisi Permintaan (demand condition)
Kondisi permintaan merupakan faktor penting yang memengaruhi posisi
daya saing nasional. Menurut Widayunita (2007), mutu produk dan
produktivitas suatu negara akan memengaruhi kondisi permintaan dan pada
akhirnya akan berpengaruh pada keunggulan kompetitif suatu negara. Mutu
persaingan di tingkat global memberikan tantangan bagi perusahaan-
perusahaan untuk meningkatkan dayasaingnya. Dalam pengembangan mutu,
perusahaan-perusahaan akan melakukan inovasi serta peningkatan kualitas
produk agar sesuai dengan permintaan konsumen.
3. Industri Terkait dan Industri Pendukung yang Kompetitif (related andsupporting industry)
Industri terkait dan industri pendukung merupakan salah satu faktor yang
dapat memengaruhi posisi daya saing suatu industri. Untuk itu perlu dijaga
hubungan dan koordinasi dengan para pemasok, khususnya untuk menjaga dan
memelihara rantai nilai produksi dari industri hulu hingga industri hilir.
Keberadaan industri hulu mampu menyediakan bahan baku untuk proses
produksi suatu industri sedangkan industri hilir menggunakan bahan baku
tersebut untuk diproses menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah.
18
Rantai nilai produksi antara industri hulu dan industri hilir yang terhubung
dengan baik akan menciptakan keunggulan kompetitif bagi suatu negara.
4. Kondisi struktur, Persaingan dan Strategi Industri (firm strategy, structure, andrivalry)
Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan
produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan
biaya, mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta
pelayanan. Pada akhirnya, persaingan di dalam negeri yang kuat akan
mendorong perusahaan untuk mencari pasar internasional (berorientasi ekspor).
Globalisasi ekonomi akan menyebabkan terjadinya ketergantungan
antarnegara. Masing-masing negara membangun perekonomiannya
berdasarkan kekayaan yang dimiliki, yang merupakan keunggulan
komparatifnya. Namun, keberhasilan pembangunan tersebut lebih ditentukan
pada keunggulan kompetitifnya dikarenakan ada pesaing-pesaing yang dekat,
yaitu negara lain yang membangun keunggulan perekonomian mereka di sektor
atau jenis industri yang sama dengan strategi serupa.
5. Peran Pemerintah (government)
Peran pemerintah merupakan faktor yang menentukan posisi daya saing
suatu industri. Peran pemerintah dapat terjadi secara langsung dan tidak
langsung. Secara tidak langsung pemerintah dapat memengaruhi permintaan
melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, sedangkan peran pemerintah
secara langsung adalah dengan bertindak sebagai pembeli produk jasa.
Pemerintah juga dapat memengaruhi berbagai sumber daya yang tersedia,
19
berperan sebagai pembuat kebijakan yang terkait dengan tenaga kerja,
pendidikan, pembentukan modal sumber daya alam dan standar produk.
6. Peran kesempatan (chance event)
Peran kesempatan merupakan suatu hal yang bersifat kecelakaan
(accidental), sehingga dalam kenyataan peran kesempatan bisa terjadi atau
tidak terjadi. Dalam hal ini peran kesempatan bisa menguntungkan atau
merugikan para pelaku usaha.
2.4. Penelitian Terdahulu
2.4.1. Penelitian Mengenai Karet
Penelitian tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi harga ekspor
karet alam Indonesia (Mamlukat, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia
ke pasar internasional. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan
perangkat lunak SAS dengan pendekatan simultan. Hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran preferensi importir karet alam ke karet
sintesis. Harga karet sintesis dipengaruhi oleh harga minyak dunia, fluktuasi harga
karet alam Indonesia sendiri dipengaruhi oleh produksi yang tidak stabil serta
elastisitas karet alam Indonesia yang rendah.
Penelitian tentang dinamika ekspor karet alam Indonesia (Julivanto, 2009).
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Vector Auto
Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM) untuk melihat
faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia. Pendekatan
Impulse Respon Function (IRF) digunakan untuk melihat respon dari variabel
20
tidak bebas selama beberapa waktu kedepan jika terjadi guncangan dari variabel
bebas lainnya sebesar satu standar deviasi dan pendekatan Forecast Error
Variance Decomposition (FEVD) untuk melihat seberapa besar kontribusi
variabel bebas terhadap tidak bebas selama periode tertentu. Berdasarkan hasil
IRF dan FEVD, variabel yang paling berpengaruh terhadap volume ekspor pada
saat terjadi guncangan adalah variabel produksi karet alam. Variabel bebas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah produksi karet alam Indonesia, harga
minyak mentah dunia, harga ekspor karet alam Indonesia, dan nilai tukar rupiah
terhadap dollar, sedangkan variabel tidak bebas yang digunakan adalah volume
ekspor karet alam Indonesia.
Penelitian mengenai analisis keunggulan komparatif karet alam Indonesia
tahun 2003-2007 (Soekarno, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk melihat daya
saing ekspor karet alam Indonesia dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia,
sehingga dapat diketahui perlunya pengembangan lebih mendalam untuk
meningkatkan produksi karet alam dari daya saing ekspor. Penelitian ini
menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Constant
Market Share (CMS). Hasil analisis menunjukkan bahwa daya saing ekspor karet
alam Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2007 cenderung mengalami
kenaikan yaitu dari 28,403 menjadi 37,388. Sedangkan Thailand turun dari 53,190
pada tahun 2003 menjadi 32,187 untuk tahun 2007. Hal yang sama juga terjadi
pada Malaysia di tahun 2003 mencapai 17,931 menjadi 10,623 tahun 2007. Hasil
analisis constant market share menunjukkan bahwa Indonesia sejak tahun 2003
sampai dengan 2007 memiliki daya saing yang positif. Dengan menggunakan
21
analisis RCA menunjukkan bahwa peluang Indonesia untuk menjadi pengekspor
utama karet sangat besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang terus meningkat
dari tahun 2003 yaitu 28,403 menjadi 37,388. Hasil perhitungan CMS
menunjukkan bahwa kinerja ekspor karet alam Indonesia memiliki daya saing
yang kuat, walaupun jika dilihat dari efek distribusi pasar masih lemah, untuk
meningkatkan kinerja ekspor karet maka perlu perhatian yang serius dari
pemerintah sehingga keunggulan kompratifnya dapat dipertahankan.
2.4.2. Penelitian Mengenai Daya Saing
Penelitian mengenai analisis daya saing kopi Indonesia di pasar
internasional (Mustopa, 2010). Penelitian ini menganalisis keunggulan komparatif
komoditas kopi Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
keunggulan komparatif komoditas kopi Indonesia, menganalisis kondisi faktor-
faktor keunggulan kompetitif komoditas kopi Indonesia, dan merumuskan strategi
dalam meningkatkan daya saing komoditas kopi Indonesia. Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk menganalisis keunggulan komparatif kopi Indonesia, Porter’s
Diamond untuk menganalisis kondisi faktor-faktor keunggulan kompetitif kopi
Indonesia dan metode Ordinary Least square (OLS) untuk mengetauhi faktor-
faktor yang memengaruhi keunggulan komparatif. Hasil penelitian dengan metode
RCA menunjukkan bahwa kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif
selama periode 1980-2008. Hasil metode OLS menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang memengaruhi keunggulan komparatif kopi Indonesia adalah produktifitas
kopi, volume ekspor kopi, harga ekspor kopi dan dummy krisis perkopian dunia.
22
Hasil analisis Porter’s Diamond menunjukkan bahwa kopi Indonesia memiliki
keunggulan kompetitif.
Penelitian mengenai analisis daya saing industri furniture kayu Indonesia
di Pasar Internasional (Fajri, 2010). Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif) industri furniture kayu
Indonesia. Selain itu, dianalisis pula daya saing (keunggulan komparatif) dan
faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor industri furniture kayu Indonesia.
Analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode Porter’s
Diamond Theory dan Revealed Comparative Advantage (RCA). Untuk
mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor furniture kayu
Indonesia menggunakan metode regresi linier berganda Ordinary Least Square
(OLS).
2.5. Kerangka Pemikiran Operasional
Indonesia merupakan produsen karet terbesar di dunia setelah Thailand.
Areal perkebunan karet yang dimiliki Indonesia mencapai 3,4 juta hektar. Karet
yang umum dipasarkan adalah karet alam dan karet sintesis. Karet alam dan karet
sintesis pada dasarnya bersaing dalam hal sifat dan mutunya di pasar baik dalam
negeri maupun internasional. Karet sintesis dengan segala kelebihannya mencoba
menggantikan posisi karet alam untuk memroduksi barang-barang yang
memerlukan karet untuk proses produksinya. Namun demikian, karet sintesis
belum dapat menyaingi karet alam karena sifat dan mutunya masih kurang baik.
Karet remah (crumb rubber) merupakan salah satu jenis karet yang banyak
23
diproduksi Indonesia dan dalam hal mutu karet remah bersaing dengan karet
sinrtesis.
Sebagian besar karet yang dijual Indonesia berupa karet alam atau mentah
sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat sedikit. Proses pengolahan karet
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah atau guna dari karet
tersebut. Salah satu bentuk olahan karet alam (lateks kebun) adalah karet remah
(crumb rubber). Karet remah merupakan karet alam yang diproduksi secara
khusus sehingga mutu teknisnya terjamin.
Permintaan karet meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan
industri otomotif. Jika dilihat dari luas areal perkebunan karet maka Indonesia
berpotensi untuk mengembangkan industri karet alam dalam hal ini adalah karet
remah. Namun, realita yang terjadi industri karet remah Indonesia masih kurang
berkembang dengan baik, salah satu faktornya adalah produktivitas yang masih
rendah, lahan karet yang dimiliki Indonesia kurang optimal dalam
pemanfaatannya, standar mutu karet remah Indonesia masih di bawah standar
mutu negara produsen karet remah lainnya dan nilai tukar rupiah yang
berfluktuatif. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam perkembangan industri
karet remah tersebut akan dianalisis menggunakan metode Porter’s Diamond.
Daya saing Industri karet remah Indonesia diduga dipengaruhi oleh
beberapa variabel (Gambar 2.1) antara lain kuantitas produksi karet remah
Indonesia, produktivitas, harga ekspor riil karet remah, nilai tukar rill dan krisis.
Luas lahan perkebunan karet di Indonesia terbagi menjadi tiga yaitu perkebunan
rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Perkebunan karet
24
Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat. Kuantitas produksi karet remah
dipengaruhi oleh luas lahan perkebunan total, produktivitas dan jumlah
perusahaan karet remah. Harga karet dipengaruhi oleh nilai tukar riil dan volume
ekspor karet remah Indonesia dan variabel dummy yang digunakan dalam
penelitian ini adalah krisis yang diduga berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan
daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat daya saing terkait
dengan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif karet remah Indonesia
di pasar internasional. Keunggulan komparatif dan posisi daya saing karet remah
Indonesia di pasar internasional dianalisis dengan menggunakan metode Revealed
Comparative Advantage (RCA). Keunggulan kompetitif terkait dengan karet
remah Indonesia dianalisis dengan Porter’s Diamond Theory. Sedangkan faktor-
faktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia akan dianalisis
dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Dari beberapa metode yang
digunakan untuk menganalisis keunggulan kompetitif dan komparatif karet remah
tersebut, maka akan dapat dirumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan
daya saing industri karet remah Indonesia di pasar internasional.
25
Gambar 2.1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
26
2.6. Hipotesis
1. Nilai RCA karet remah Indonesia lebih besar dari satu (RCA > 1), artinya
Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada komoditi karet remah.
2. Indeks RCA komoditas karet remah Indonesia lebih besar dari satu (indeks
RCA > 1), artinya terjadi peningkatan RCA atau kinerja ekspor komoditi
karet Indonesia di pasar internasional pada tahun tersebut lebih tinggi
daripada tahun sebelumnya.
3. Semua variabel bebas yang digunakan (kuantitas produksi karet remah,
produktivitas, harga ekspor karet remah, nilai tukar dan krisis) memiliki
pengaruh terhadap variabel tidak bebas (daya saing karet remah Indonesia)
- Kuantitas produksi karet remah berpengaruh positif terhadap daya
saing karet remah Indonesia, semakin banyak karet remah yang
dihasilkan maka daya saing karet remah Indonesia semakin tinggi.
- Produktivitas diartikan sebagai kemampuan suatu input untuk
menghasilkan hasil (komoditi) yang maksimal. Semakin besar
produktivitas maka semakin banyak komoditi yang dapat di pasarkan
kepada konsumen. Semakin banyak komoditi yang dihasilkan maka
daya saing akan komoditi tersebut akan semakin meningkat.
- Harga ekspor karet remah Indonesia berpengaruh positif terhadap daya
saing karet remah Indonesia.
- Nilai tukar rupiah terhadap Dollar berhubungan positif dengan daya
saing karet remah Indonesia ketika terjadi depresiasi nilai rupiah.
27
- Dummy krisis berhubungan positif dengan daya saing karet remah
Indonesia.