1289-h-2011

20
i SINTESIS ALPHA-TERPINEOL DARI ALPHA-PINENE DENGAN MENARA DISTILASI REAKTIF Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Teknik Kimia Program Pascasarjana Fakultas Teknik Diajukan Oleh : Tya Indah Arifta 09/291905/PTK/6092 Kepada PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

Upload: mila-nurmila

Post on 16-Feb-2015

70 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

i

SINTESIS ALPHA-TERPINEOL DARI ALPHA-PINENE DENGAN MENARA DISTILASI REAKTIF

Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi Teknik Kimia Program Pascasarjana Fakultas Teknik

Diajukan Oleh : Tya Indah Arifta

09/291905/PTK/6092

Kepada PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2011

ii

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam

daftar pustaka.

Yogyakarta, Juni 2011

Tya Indah Arifta

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, karunia dan cahaya

petunjukNya yang tiada tara, sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat terselesaikan.

Tesis yang berjudul “Sintesis α-Terpineol dari α-Pinene dengan Menara Distilasi Reaktif”

ini merupakan hasil penelitian yang ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk

mendapatkan gelar akademik Magister (S2), pada program Pascasarjana Universitas Gadjah

Mada. Penulis sangat sadar bahwa apa yang telah kami raih bukanlah suatu hal mutlak yang

berdiri sendiri, kepedulian, bimbingan dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak juga

turut menentukan apa yang kami raih ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini tidak terlalu

berlebihan bila kami menyampaikan terimakasih terutama kepada yang terhormat:

1. Ir. Moh. Fahrurrozi, M.Sc., Ph.D, dan Dr. Ir. Sarto, M.Sc. selaku Ketua dan Sekretaris

Jurusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Ir. Hary Sulistyo, SU., Ph.D., selaku Ketua Pengelola Program Pascasarjana Magister

Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

3. Prof. Ir. Arief Budiman, MS., D.Eng., selaku Pembimbing yang telah mengarahkan,

menuntun, memberi perhatian yang menakjubkan, ekstra support serta berbagai bantuan

pada penulis, baik berupa moril maupun materiil.

4. Ir. Sutijan, MT., Ph.D selaku Pembimbing yang telah berusaha dengan sabar dan cermat

membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

5. Prof. Ir. Rochmadi, SU, Ph. D., selaku Penguji yang telah banyak memberikan arahan

serta masukan yang sangat berarti bagi penulis baik dari segi akademis maupun non

akademis.

6. Ahmad Tawfiqurrahman, ST, MT, D.Eng., selaku Penguji terimakasih untuk masukan

dan pengarahannya.

7. Seluruh Dosen Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang telah berkenan

mentransfer dan membuka cakrawala ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Papa & Mama tersayang yang tiada henti selalu memberikan perhatian, kasih sayang,

semangat, doa tulus serta pengertian yang sangat berarti.

9. Teman-teman seperjuangan di laboratorium Polimer tercinta, Teguh yang telah berlaku

sebagai pembimbig bayangan, Daniar, mbak Dyah, Ayap, Gilang, Dian, Tata, Meldha,

Rani, Ocha, mas Eko, Indah, bu Maria, bu Herti, bu Dewi, pak Zahrul, Nasrul, Lina, Widi

atas semangat, bantuan, doa serta keceriaan yang senantiasa disuguhkan pada penulis.

v

10. Johan, Haniif, Jati, mas Nurdin, Ade, Ina, Wisnu, Andika beserta semua teman-teman

yang senantiasa memberikan motivasi, rasa kebersamaan serta bantuan yang tak bisa

dinominalkan.

11. Teman-teman S2 Pascasarjana Teknik Kimia UGM serta adik-adik S1 2007 & 2008 yang

tidak bisa disebutkan satu per satu,

12. Seluruh karyawan Jurusan Teknik Kimia UGM, Pak Taryo, Pak Basirun yang telah

membantu di laboratorium, mbak Tika atas berbagai bantuannya.

13. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari laporan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata, semoga laporan tesis

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Yogyakarta, Juni 2011

Penulis

vi

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul…………………………………………………………………… i

Halaman Pengesahan…………………………………………………………… ii

Halaman Pernyataan…………………………………………………………… iii

Kata Pengantar…………………………………………………………………. iv

Daftar Isi………………………………………………………………………… vi

Daftar Tabel……………………………………………………………………. viii

Daftar Gambar…………………………………………………………………… ix

Daftar Lambang………………………………………………………………… x

Intisari…………………………………………………………………………… xi

Abstrak…………………………………………………………………………. xii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1

I.1. Latar Belakang……………………….……………………….. 1

I.2. Tujuan Penelitian……………………………………………… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………… 4

II.1. Terpentin………………………………………………………. 4

II.2. Alpha-Pinene…………………………………………………… 5

II.3. Alpha-Terpineol……………………………………………… 7

II.4. Menara Distilasi Reaktif……………………………………… 8

II.5. Landasan Teori………………………………………………… 13

II.6. Hipotesis……………………………………………………… 20

BAB III CARA PENELITIAN……………………………………………… 21

III.1. Bahan Baku…………………………………………………… 21

III.2. Alat Penelitian………………………………………………… 22

III.3. Variabel yang Dipelajari…………………………………….. 24

III.4. Cara Penelitian………………………………………………… 24

III.4.1. Persiapan Bahan Baku………………………………… 25

III.4.2. Penentuan Jumlah Stage Menara Distilasi Reaktif…… 26

III.4.3. Penentuan Waktu Tinggal……………………………… 27

III.4.4. Hidrasi α-Terpineol dari α-Pinene pada Menara

Distilasi Reaktif……………………………………… 29

vii

III.5. Analisis Hasil Penelitian……………………………………… 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………… 32

IV.1. Waktu Steady State dan Posisi Feed Plate…………………… 32

IV.2. Pengaruh Tekanan…………………………………………… 36

IV.3. Pengaruh Perbandingan Volume……………………………… 40

IV.4. Tempat Reaksi ……………………………………………… 46

BAB V KESIMPULAN……………………………………………………… 51

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 52

LAMPIRAN…………………………………………………………………… 55

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sifat fisis kandungan terpentin……………………………………….. 4

Tabel 2. Komposisi larutan terpentin dan α-pinene………………………….. 5

Tabel 3. Kemurnian α-terpineol dan α-pinene pada bottom produk untuk

berbagai waktu dengan variasi feed plate…......................................... 33

Tabel 4. Yield α-terpineol dengan variasi feed plate pada berbagai waktu …… 35

Tabel 5. Hubungan tekanan operasi dengan kemurnian dan yield α-terpineol

data percobaan dengan simulasi Aspen……………………………… 37

Tabel 6. Perbandingan kecepatan aliran larutan asam khloroasetat dan larutan

α-pinene ……………………………………………………………… 41

Tabel 7. Hubungan perbandingan volume larutan asam khloroasetat dan

larutan α-pinene dengan kemurnian dan yield α-terpineol data

percobaan dan simulasi Aspen ……………………………................ 42

Tabel 8. Hubungan perubahan perbandingan volume larutan asam

khlorosetat dan larutan α-pinene dan dengan kemurnian α-pinene

sisa dan produk samping……………………………………….……. 44

Tabel 9. Hubungan feed plate dengan kemurnian α-pinene dan α-terpineol

pada arus keluar reboiler dan recycle……………………………… 47

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rute sintesis produk turunan α-pinene…………………………. 6

Gambar 2. Skema pembuatan α-terpineol………………………………… 10

Gambar 3.a. Menara distilasi reaktif multi stage…………………………… 17

Gambar 3.b. Kesetimbangan stage………………………………………… 17

Gambar 4. Rangkaian alat penelitian…………………………………….. 23

Gambar 5. Hubungan waktu dan kemurnian α-terpineol di bottom pada berbagai variasi feed plate…………………………………….. 34

Gambar 6. Hubungan waktu dan kemurnian α-pinene sisa di bottom pada berbagai variasi feed plate……………………………………… 34

Gambar 7. Hubungan waktu dan yield α-terpineol pada berbagai variasi feed plate……………………………………………………… 35

Gambar 8. Hubungan tekanan dengan kemurnian α-terpineol data percobaan dan simulasi Aspen………………………………… 37

Gambar 9. Hubungan tekanan dengan yield α-terpineol data percobaan dan simulasi Aspen……………………………………………. 38

Gambar 10. Hubungan perbandingan volume larutan asam klorosetat dan larutan α-pinene dengan kemurnian α-terpineol data percobaan dan simulasi Aspen……………………………………………. 42

Gambar 11. Hubungan perbandingan volume larutan asam klorosetat dan larutan α-pinene dengan yield α-terpineol data percobaan dan simulasi Aspen………………………………………………… 43

Gambar 12. Rute sintesis turunan α-pinene dengan penambahan katalis asam…………………………………………………………… 45

Gambar 13. Hubungan antara penurunan kemurnian α-pinene dengan produk yang dihasilkan……………………………………….. 45

Gambar 14. Hubungan antara kemurnian α-terpineol yang diambil dari reboiler dan arus yang masuk recycle………………………… 47

Gambar 15. Hubungan antara kemurnian α-pinene yang diambil dari reboiler dan arus yang masuk recycle………………………… 48

x

DAFTAR LAMBANG

-rαp : kecepatan pengurangan α-pinene, [mol.ml-1.menit-1

k

]

1 : konstanta kinetika reaksi ke kanan, [ml.mol-1.menit-1

k

]

2 : konstanta kinetika reaksi ke kiri, [menit-1

C

]

αp

C

: konsentrasi α-pinene fasa minyak,[ mol/ml]

H2O

C

: konsentrasi air fasa minyak, [mol/ml]

αt

T : suhu, [K]

: konsentrasi α-terpineole fasa minyak, [mol/ml]

L1 : kuantitas pada fase cair 1,[ mol.menit-1

x

]

1

L

: fraksi mol komponen i pada fase cair 1

2 : kuantitas pada fase cair 2, [mol.menit-1

x

]

2

V : kuantitas pada fase gas, [mol.menit

: fraksi mol komponen i pada fase cair 2 -1

y : fraksi mol komponen i pada fase gas

]

yi

x

: fraksi mol komponen i pada fase gas

i

υ : kuantitas pada fase cair 1 yang bereaksi pada 1 stage [ml]

: fraksi mol komponen i pada fase cair

γi

P

: koefisien aktivitas komponen i

io

P : tekanan, [atm]

: tekanan uap murni komponen i, [atm]

VL

R : tetapan gas ideal, [L.atm.mol

: volume cairan, [L] -1.K-1

H

]

1L

H

: entalpi komponen i pada fase cair 1, [J/mol]

2L

H

: entalpi komponen i pada fase cair 2, [J/mol] V

H

: entalpi komponen i pada fase uap, [J/mol]

R

Q

: panas reaksi, [J/s]

SH

: panas side heater, [J/s]

xi

INTISARI Alpha-terpineol adalah suatu produk yang digunakan secara luas pada industri

kosmetik sebagai parfum, dalam industri farmasi sebagai anti jamur dan anti serangga, desinfektan dan lain-lain. Akhir-akhir ini α-terpineol sedang diteliti lebih lanjut untuk dikembangkan sebagai senyawa anti kanker. Alpha-terpineol dapat diproduksi dari terpentin yang merupakan hasil hutan non kayu yang berasal dari pohon pinus jenis Pinus Merkusii. Pengambilan minyak terpentin dilakukan dengan mengambil getahnya tanpa harus menebang pohonnya. Getah tersebut didistilasi untuk mendapatkan terpentin pada hasil atas dan gondorukem pada hasil bawah. Terpentin yang diperoleh memiliki komposisi α-pinene 73,30 %, carene 13,71 %, β-pinene 5,19 % sisanya berupa campene, limonene dan lain-lain. Alpha-pinene diperoleh dengan mendistilasi terpentin menggunakan menara distilasi yang dioperasikan pada tekanan vakum. Distilat yang didapat mengandung α-pinene dengan kadar 87,05 % dan sisanya berupa carene, β-pinene, camphene, dan lain-lain.

Menara distilasi reaktif merupakan alat yang mampu dioperasikan sebagai tempat terjadinya reaksi dan proses pemisahan. Umpan yang berupa α-pinene dan air dengan katalis asam khloroasetat direaksikan di dalam menara distilasi reaktif pada tekanan vakum dan refluks total. Variabel yang dipelajari dalam penelitian ini meliputi feed plate optimum, tekanan serta perbandingan jumlah larutan katalis dan larutan α-pinene terhadap yield α-terpineol yang diperoleh.

Posisi feed plate semakin ke bawah akan memberikan yield α-terpineol yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan posisi feed plate yang semakin ke bawah memberikan zona reaksi yang lebih pendek. Reaksi hidrasi pembuatan α-terpineol dari α-pinene ini merupakan reaksi endotermis. Kenaikan tekanan menyebabkan terjadinya kenaikan suhu mengakibatkan kesetimbangan reaksi bergeser ke arah produk sehingga yield yang diperoleh dengan kenaikan tekanan akan menjadi semakin tinggi. Dikarenakan ΔP yang variasikan pada penelitian ini cukup kecil, yaitu 19, 20, 21, 22 dan 23 inHg maka pengaruh kenaikan tekanan tidak memberikan kenaikan yield yang cukup signifikan atau bisa dikatakan relatif konstan. Peningkatan perbandingan jumlah larutan katalis dan larutan α-pinene diharapkan mampu mempercepat reaksi hidrasi serta meningkatkan yield yang diperoleh karena dengan penambahan jumlah larutan katalis berarti juga peningkatan jumlah reaktan yang berupa air sehingga menggeser reaksi ke kanan. Pada kenyataannya, konversi α-pinene meningkat dengan bertambanya perbandingan jumlah larutan katalis dan larutan α-pinene namun selektivitas α-terpineol menurun. Hal tersebut dikarenakan adanya reaksi samping dari α-pinene membentuk isomer-isomernya seperti limonene dan γ-terpinene. Dari dua tahap reaksi hidrasi α-pinene menjadi α-terpineol, reaksi yang mengontrol adalah hidrasi α-pinene menjadi terpine hydrate, tidak reaksi dehidrasi terpine hydrate menjadi α-terpineol. Kata kunci: hidrasi α-pinene, α-terpineol, menara distilasi reaktif

xii

ABSTRACT Alpha-terpineol is a product that used in perfume industry, in pharmaceutical as an

anti-fungal and an insect repellent, disinfectant and others. Recently, α-terpineol are being studied further to be developed as anti-cancer compounds. Alpha-terpineol can be produced from turpentine, which is a non-timber forest products originating from pine tree (Pinus merkusii). Gum turpentine is distilled to obtain turpentine as distillate and gondorukem as bottom product.Turpentine obtained has a composition of 73.30% α-pinene, 13.71% carene, 5.19%, β-pinene, campene, limonene and others. Alpha-pinene 87.05% is obtained by distilling turpentine using a distillation column operated at vacuum pressures.

Reactive distillation column is an equipment that can be operated as both a place of reactions and separation processes. Alpha-pinene and water react with catalyst (chloroacetic acid) in reactive distillation column at the vacuum pressure and total reflux. The variables studied in this research include optimum feed plate, pressure and the ratio of catalyst solution and solution of α-pinene to yield α-terpineol.

The lower of feed plate will give lower α-terpineol yields. This is because the lower position of feed plate provide a shorter reaction zone. Hydration of α-pinene is an endothermic reaction. The increase in pressure causes the temperature rises and equilibrium reaction shifted towards the the product and the yield will be higher. Because of ΔP in this study is quite small (19, 20, 21, 22 and 23 inHg) causes relatively constant yield. The increasing of ratio of catalyst solution and solution of α-pinene accelerate the hydration and increase the amount of water as reactant. In fact, the conversion of α-pinene increased with the increasing of ratio of catalyst solution and α-pinene solution but selectivity of α-terpineol decreased. This is due to isomerization of α-pinene producing limonene and γ-terpinene as byproducts. The two stages of the hydration of α-pinene into α-terpineol, which controls is the hydration of α-pinene into terpine hydrate, not dehydration of terpine hydrate to α-terpineol. Key words: hydration of α-pinene, α-terpineol, reactive distillation column

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara kedua dengan jumlah hutan tropis terluas di

dunia, setelah Brasil. Produk hutan Indonesia dapat diklasifikasi menjadi produk

kayu dan non kayu. Produk kayu dapat secara langsung dimanfaatkan dalam

bentuk kayu non olahan ataupun setelah melalui proses olahan secara mekanis

seperti plywood, timber, particle board dan fibre board. Akibat kegiatan

pengelolaan hutan berbasis produk kayu, laju berkurangnya hutan di Indonesia

mencapai 2,8 juta hektar per tahun dari total luas 120 juta hektar yang tersebar di

seluruh pelosok Indonesia. Dari total luas tersebut, sekitar 60 juta hektar atau 50%

nya sudah mengalami degradasi dan kerusakan (www.mangrovecentre.or.id). Dari

keadaan tersebut diperlukan usaha penyelamatan hutan Indonesia.

Upaya yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan hutan di Indonesia

adalah mengurangi pengelolaan hutan berbasis produk kayu dan mengembangkan

pengelolaan hutan berbasis non kayu. Salah satu potensi non kayu adalah

pengambilan getah dari kayu pinus. Pengelolaan getah tersebut diawali dengan

cara dipisahkan dari kotorannya dengan distilasi untuk menghasilkan minyak

terpentin yang dapat diolah menjadi berbagai produk turunannya yang memiliki

nilai tambah secara ekonomi. Hal ini diharapkan menjadi daya tarik masyarakat

untuk lebih memilih mengambil getah pinus tanpa menebang pohonnya, sehingga

hutan tetap terjaga dari kerusakan.

2

Pengelolaan hutan pinus yang merupakan bahan baku pembuatan

terpentin, saat ini ditangani oleh PT Perhutani yang merupakan BUMN dengan

tugas menyelenggarakan perencanaan, pengurusan, pengusahaan dan

perlindungan hutan. Dari tiga wilayah kerjanya dihasilkan terpentin sebanyak,

5.500 ton/tahun (Unit I/Jateng), 37.500 ton/tahun (Unit II/Jatim) dan 7000

ton/tahun (Unit III/Jabar, Banten). Produk terpentin sebagian kecil (3.000

ton/tahun) diolah oleh PT Perhutani Anugerah Kimia (anak perusahaan PT

Perhutani) dan sisanya (sekitar 94 %) diekspor langsung dalam bentuk minyak

terpentin.

Salah satu upaya agar terpentin mempunyai nilai jual tinggi adalah dengan

melakukan isolasi α-pinene dari campuran bahan kimia lainnya, sehingga

diperoleh kadar 97 % α-pinene (Guenther, 1948; Zinkel dan Russel, 1980).

Selanjutnya, dari α-pinene (97 %) akan bisa dibuat bahan kimia yang mempunyai

nilai jual tinggi seperti α-terpineol (Bianchini dkk, 1985), yang dapat digunakan

untuk bahan baku industri kosmetik, disinfektan, farmasi, dll.

Pada penelitian ini akan dilakukan sintesa α-terpineol dari α-pinene yang

beroperasi secara kontinyu menggunakan menara distilasi reaktif. Menara distilasi

reaktif merupakan alat yang mampu dioperasikan sebagai tempat terjadinya reaksi

dan proses pemisahan sehingga dengan menara distilasi reaktif ini diharapkan

proses hidrasi α-terpineol dari α-pinene menjadi lebih efektif.

3

I.2. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apakah reaksi hidrasi pembuatan α-terpineol dari α-pinene dapat

dijalankan pada menara distilasi reaktif.

2. Mempelajari pengaruh parameter-parameter proses pada menara distilasi

reaktif.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. TERPENTIN

Di Indonesia terpentin dihasilkan dari getah pinus jenis Pinus Merkusii

(Masten, 2002). Terpentin dihasilkan sebagai hasil atas proses distilasi dan hasil

bawahnya berupa gondorukem (Dorsky, 1991). Produk gondorukem dapat diolah

lebih lanjut untuk bahan baku industri kosmetik, antiseptik, perekat, cat, dll.

Sedangkan terpentin dapat digunakan untuk bahan baku industri minyak cat,

bahan pelarut, isolasi, farmasi, dll (Zinkel and Russel, 1980 ; Masten, 2002).

Kandungan minyak terpentin Indonesia adalah 65-85 % α-pinene, kurang

dari 1% camphene, 1-3% β-pinene, 10-18 %, carene dan limonene 1-3%. Adapun

sifat fisisnya dapat dilihat pada Tabel 1. Dari sifat fisis yang tertera pada Tabel 1,

terlihat rentang titik didih kelima bahan kimia tersebut cukup jauh, sehingga

pemisahan α-pinene dari komponen yang lain dapat dilakukan dengan cara

distilasi (Zinkel and Russel, 1980).

Tabel 1. Sifat fisis kandungan terpentin

No Komponen Titik didih, oC

760 mmHg 100 mmHg

1 α-pinene 156 89

2 camphene 158 91

3 β-pinene 165 98

4 carene 170 104

5 limonene 177 110

5

II.2. ALPHA-PINENE

Alpha-pinene dan β-pinene adalah komponen terpentin yang merupakan

material intermediet untuk sintesis berbagai macam produk turunan baik produk

politerpen maupun bentuk komponen dasar yang sangat penting di industri kimia

(Fridge, 2004).

Alpha-pinene dengan kemurnian tinggi mencapai 97% dapat diperoleh

dengan mendistilasi terpentin menggunakan menara distilasi pada tekanan vakum

(Budiman, 2009). Komposisi terpentin dan α-pinene yang digunakan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Produk turunan α-pinene dapat dilihat pada Gambar 1. Empat cincin pada

α-pinene 1 membuat ikatan hidrokarbon yang reaktif. Sebagai contoh, dengan

hidrasi atau penambahan hidrogen halida maka ikatan alkena akan membentuk

ikatan produk baru di bawah kondisi asam. Dengan asam sulfat dan etanol produk

utama adalah terpineol 2 dan ethyl ether 3. Jika asam asetat glasial akan terbentuk

ester asetat 4. Dengan asam encer, terpin hydrate 5 menjadi produk utama.

Dengan satu ekivalen molar anhydrous HCl, produk 6a dapat terbentuk pada suhu

Tabel 2. Komposisi larutan terpentin dan α-pinene

komponen terpentin α-pinene

α-pinene 73,30 87,05

camphene 2,09 1,64

β-pinene 5,19 2,88

carene 13,71 3,42

limonene 1,80 0,22

6

rendah dengan adanya eter, tetapi sangat tidak stabil. Pada suhu normal, atau jika

tidak ada eter, produk utamanya adalah bornyl chloride 6b, dengan sejumlah kecil

fenchyl chloride 6c.[2] . Selama beberapa waktu 6b juga biasa disebut "artificial

camphor") ditunjukkan sebagai "pinene hydrochloride", sampai dapat

diidentifikasikan bornyl chloride dibuat dari camphene. Jika lebih banyak HCl

digunakan, achiral 7 (dipentene hydrochloride) adalah produk utama diikuti

sejumlah 6b. Nitrosyl chloride dan oxime 8 dan "pinylamine" 9. Pada 8 and 9

adalah senyawa stabil terdiri dari empat ikatan cincin yang utuh, dan ini yang

membantu untuk identifikasi kerangka pinene (Righter,1945).

Gambar 1. Rute sintesis produk turunan α-pinene

7

II.3. ALPHA-TERPINEOL

Minyak pinus (pine oil) adalah produk yang mengandung 50 – 80 %

α-terpineol dan banyak dipakai oleh industri kertas, tekstil, pembersih rumah

tangga, coal washeries, ekstraksi tembaga, timbal dll. Proses pembuatannya

diawali proses hidrasi α-pinene dengan asam sulphat atau asam phospat untuk

menghasilkan terpin hidrat atau dikenal dengan minyak pinus (pine oil) (Williams

and Whittaker, 1971). Selanjutnya produk yang keluar dari reaktor dilakukan

proses dehidrasi untuk menghasilkan α-terpineol. Alpha-terpineol adalah suatu

produk yang secara luas digunakan pada industri kosmetik sebagai parfum, dalam

industri farmasi sebagai anti jamur dan anti serangga, desinfektan dan lain-lain

(Aguirre et al, 2005). Reaksi pembentukan α-terpineol dapat dilihat pada reaksi

(a) dan (b), dimulai dengan pembentukan terpine hydrate yang dilanjutkan dengan

pembentukan terpineol dari terpine hydrate.

Menurut Aguirre dkk, 2005, asam khloroasetat (ClCH2COOH) dapat

dipilih sebagai katalis karena konversi yang dicapai jika menggunakan asam ini

adalah 91% dengan selektivitas α-terpineol sekitar 69%. Hasil ini perlu mendapat

perhatian khusus untuk tujuan produksi pada skala industri. Keuntungan lain yang

didapat dengan penggunaan katalis ini adalah tidak ditemukannya produk khlorin,

dan kemampuan untuk mendapatkan kembali katalis dengan rekristalisasi yang

simpel. Asam khloroasetat bercampur dengan α-pinene dan larut dengan air,

karena alasan tersebut katalis ini mudah mentransfer OH- ke fase organik sehingga

pembentukan proton menjadi karbokation lebih baik. Untuk asam asetat

(CH3COOH), yang merupakan asam lemah, konversinya kecil, meskipun

memiliki afinitas yang baik dengan α-pinene.

8

Dengan asam chlorida (HCl), konversi α-pinene mampu mendekati 100%

pada menit pertama reaksi, namun produksi terpineolnya sedikit. Bornyl Chloride

menjadi produk utama reaksi ini, diikuti dengan isomer-isomer α-pinene, yang

paling utama adalah γ-terpinene dan limonene. Hal tersebut dikarenakan HCl

merupakan asam yang kuat sehingga sejak awal pembentukan karbokation,

halogen bersaing dengan air untuk membagi pasangan elektronnya dan ikatan Cl-

Untuk asam oksalat (HOOCCOOH), konversi α-pinene tertinggi hanya

sekitar 40%, dengan selektivitas α-terpineol nya 60%. Nilai tersebut dicapai

dengan waktu reaksi 1 jam dan perubahan sesudahnya minimum. Kecilnya

solubilitas asam oksalat menyebabkan kecilnya konversi α-pinene karena

rendahnya kemampuan proton pada fase organik, dan reaksi hidrasi yang utama

terjadi di interfase air/α-pinene. Hasil utama yang didapat jika menggunakan

katalis asam oksalat adalah senyawa non-oxygenated seperti limonene,

terpinolene, dan carene. Asam oksalat tidak meningkatkan interaksi air/pinene,

sehingga proton pada fase organik lebih dipromosikan pada isomerisasi seperti

pada proses isomerisasi α-pinene menjadi camphene.

menjadi karbokation. Dalam hal ini, selektivitas terpineol lebih kecil dari 10%.

II.4. MENARA DISTILASI REAKTIF

Pada umumnya, reaksi pembentukan terpin hidrat/pine oil pada reaksi (a)

dijalankan dalam reaktor dan reaksi pembentukan α-terpineol pada reaksi (b)

dijalankan didalam menara distilasi seperti terlihat pada Gambar 2.

Namun, dalam penelitian ini dicoba untuk melakukan modifikasi, yaitu

mengganti reaktor dan menara distilasi dengan satu alat yang dinamakan menara