123606396 peritonitis

19
BAB I PENDAHULUAN Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil- kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor- faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan

Upload: wijanarto-puspoyo

Post on 21-Oct-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 123606396 Peritonitis

BAB I

PENDAHULUAN

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di

rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan

utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa

tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi,

obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang

mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga

terjadilah peritonitis.

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering

terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,

salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi

post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri

(secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang

virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna

aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena

setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya

tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan

peritonitis. Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang

berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan

perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak

langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

Page 2: 123606396 Peritonitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang

menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk

penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal

maupun umum, melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur

appendiks atau divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya akibat

keluarnya asam lambung pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada

perforasi kandung empedu. Pada wanita peritonitis sering disebabkan oleh infeksi

tuba falopi atau ruptur ovarium.

2.2. Anatomi

Peritoneum adalah lapisan serosa yang paling besar dan paling komleks

yang terdapat dalam tubuh. Membran serosa tersebut membentuk suatu kantung

tertutup (coelom) dengan batas-batas:

a. Anterior dan lateral : permukaan bagian dalam dinding abdomen

b. Posterior : retroperitoneum

c. Inferior : struktur ekstraperitoneal di pelvis

d. Superior : bagian bawah dari diafragma

Peritoneum dibagi atas :

a. Peritoneum parietal

b. Peritoneum viseral

c. Peritoneum penghubung yaitu mesenterium, mesogastrin, mesocolon,

mesosigmidem, dan mesosalphinx.

d. Peritoneum bebas yaitu omentum

Page 3: 123606396 Peritonitis

Lapisan parietal dari peritoneum membungkus organ-organ viscera

membentuk peritoneum visera, dengan demikian menciptakan suatu potensi ruang

diantara kedua lapisan yang disebut rongga peritoneal.

Normalnya jumlah cairan peritoneal kurang dari 50 ml. Cairan peritoneal

terdiri atas plasma ultrafiltrasi dengan elektrolit serta mempunyai kadar protein

kurang dari 30 g/L, juga mempunyai sejumlah kecil sel mesotelial deskuamasi dan

bermacam sel imun.

2.3. Etiologi

Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa

inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak

lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena

perforasi organ berongga karena trauma abdomen.

a. Bakterial : Bacteroides, E.Coli, Streptococus, Pneumococus, proteus,

kelompok Enterobacter-Klebsiella, Mycobacterium

Tuberculosa.

b. Kimiawi : getah lambung,dan pankreas, empedu, darah, urin, benda

asing (talk, tepung).

2.4. Klasifikasi

1. Menurut Agen

a. Peritonitis Kimia

Misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam lambung, cairan

empedu, cairan pankreas yang masuk ke rongga abdomen akibat perforasi.

b. Peritonitis Septik

Merupakan peritonitis yang disebabkan kuman. Misalnya karena ada

perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus dapat sampai ke peritonium dan

menimbulkan peradangan.

Page 4: 123606396 Peritonitis

2. Menurut Sumber Kuman

a. Peritonitis Primer

Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari penyebaran

secara hematogen. Sering disebut juga sebagai Spontaneous Bacterial Peritonitis

(SBP). Peritonitis ini bentuk yang paling sering ditemukan dan disebabkan oleh

perforasi atau nekrose (infeksi transmural) dari kelainan organ visera dengan

inokulasi bakterial pada rongga peritoneum.

Kasus SBP disebabkan oleh infeksi monobakterial terutama oleh bakteri

gram negatif ( E.coli, klebsiella pneumonia, pseudomonas, proteus) , bakteri gram

positif ( streptococcus pneumonia, staphylococcus).

Peritonitis primer dibedakan menjadi:

1) Spesifik

Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang spesifik, misalnya

kuman tuberkulosa.

2) Non- spesifik

Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang non spesifik, misalnya

kuman penyebab pneumonia yang tidak spesifik.

b. Peritonitis sekunder

Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab utama, di

antaranya adalah:

1) Invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus gastrointestinal atau traktus

genitourinarius ke dalam rongga abdomen, misalnya pada perforasi appendiks,

perforasi gaster, perforasi kolon oleh divertikulitis, volvulus, kanker,

strangulasi usus, dan luka tusuk.

2) Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pankreas ke peritoneum saat terjadi

pankreatitis, atau keluarnya asam empedu akibat trauma pada traktus biliaris.

3) Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters

Terapi dilakukan dengan pembedahan untuk menghilangkan penyebab

infeksi (usus, appendiks, abses), antibiotik, analgetik untuk menghilangkan rasa

nyeri, dan cairan intravena untuk mengganti kehilangan cairan.

Page 5: 123606396 Peritonitis

Mengetahui sumber infeksi dapat melalui cara operatif maupun non

operatif.

1) Secara non operatif

Dilakukan drainase abses percutaneus, hal ini dapat digunakan dengan

efektif sebagai terapi, bila suatu abses dapat dikeringkan tanpa disertai kelainan

dari organ visera akibat infeksi intra-abdomen.

2) Secara operatif

Dilakukan bila ada abses disertai dengan kelainan dari organ visera

akibat infeksi intra abdomen.

Komplikasi yang dapat terjadi pada peritonitis sekunder antara lain

adalah syok septik, abses, perlengketan intraperitoneal.

c. Peritonitis tersier

Biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD), dan pada pasien imunokompromise. Organisme penyebab

biasanya organisme yang hidup di kulit, yaitu coagulase negative

Staphylococcus, S.Aureus, gram negative bacili, dan candida, mycobacteri dan

fungus. Gambarannya adalah dengan ditemukannya cairan keruh pada dialisis.

Biasanya terjadi abses, phlegmon, dengan atau tanpa fistula. Pengobatan

diberikan dengan antibiotika IV atau ke dalam peritoneum, yang pemberiannya

ditentukan berdasarkan tipe kuman yang didapat pada tes laboratorium.

Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah peritonitis berulang,

abses intraabdominal. Bila terjadi peritonitis tersier ini sebaiknya kateter dialisis

dilepaskan.

2.5. Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya

eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan

fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga

membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,

Page 6: 123606396 Peritonitis

tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan

obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran

mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,

maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti

misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga

membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena

tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit

oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya

meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen

mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler

organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum

dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem

dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.

Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada,

serta muntah.

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut

meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi

sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum

atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan

peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik;

usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam

lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.

Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan

dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan

ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan

peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa

ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh

Page 7: 123606396 Peritonitis

darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai

terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan

nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran

bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang

disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan

dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung,

sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di

ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan

dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi

pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri

kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans

muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang

mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis

generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan

peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat

seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah

epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau

enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh

perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase

peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium

berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi

keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena

fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi

mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun

elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena

Page 8: 123606396 Peritonitis

sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark

dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks

sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik

lokal maupun general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul

abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai

organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai

dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia

sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat

dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah

lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi

gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula

tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk

berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena

perangsangan peritonium.

2.6. Manifestasi Klinis

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan

tanda – tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri

tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di

bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan

sementara usus.

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik

dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.

Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan

pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu

penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif

berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes

lainnya.

Page 9: 123606396 Peritonitis

2.7. Diagnosis

1. Gambaran klinis

Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis

dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar,

atau umum. Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer

yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang

menurun atau menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial

sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan

pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar

keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-

mula dikarenakan penyebab utamanya, dan kemudian menyebar secara gradual

dari fokus infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda

lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam,

distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau

umum, dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang. Gambaran klinis

untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial.

Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya

keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal;

sedang peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen

yang hebat, demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2

minggu pasca bedah.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang

meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal

mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil

tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara

laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan

dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.

3. Pemeriksaan X-Ray

Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus

besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.

Page 10: 123606396 Peritonitis

2.8. Penatalaksanaan

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang

hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai,

dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,

pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila

mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.

Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting.

Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan

pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan

vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan

resusitasi.

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri

dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian

dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada

organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas

juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada

saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan

operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang

menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.

Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik

operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi

dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi

peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi,

atau mereseksi viskus yang perforasi.

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan

menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi

ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika (misal

sefalosporin) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila

Page 11: 123606396 Peritonitis

peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena

tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena

pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan

dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada

keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan

diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

2.9. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis,

gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu, dan lain-lain.

2.10. Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder,

dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut,

yaitu:

1. Komplikasi dini

a. Septikemia dan syok septic

b. Syok hipovolemik

c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan

kegagalan multi sistem

d. Abses residual intraperitoneal

e. Portal Pyemia (misal abses hepar)

2. Komplikasi lanjut

a. Adhesi

b. Obstruksi intestinal rekuren

2.11. Prognosis

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada

peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.

Page 12: 123606396 Peritonitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam

Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius

FKUI, Jakarta.

2. Kumpulan catatan kuliah, 1997, Radiologi abdomen, Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yogyakarta.

3. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I, 1999, Abdomen Akut, dalam Radiologi

Diagnostik, p 256-257, Gaya Baru, jakarta.

4. Sjaifoelloh N, 1996, Demam tifoid, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam;

Jilid 1;Ed:3;p 435-442.

5. Sulton, David,1995, Gastroenterologi, dalam Buku ajar Radiologi untuk

Mahasiswa Kedokteran, Ed:5,p 34-38, Hipokrates, Jakarta.

6. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Dinding Perut, dalam Buku ajar Ilmu

Bedah; 696, EGC, Jakarta.

7. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Gawat Abdomen, dalam Buku ajar

Ilmu Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.

8. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois College of

Medicine,third edition,1997, Toronto.

9. Schwartz, Shires, Spencer, Principles of Surgery, sixth edition,1989.

10. Balley and Love’s, Short Practice of Surgery, edisi 20, ELBS, 1988, England