118299537 pedoman akuntansi perkebunan bumn 05122011
TRANSCRIPT
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan
Berbasis IFRS
PT. Perkebunan Nusantara I-XIV (persero) PT. Rajawali Nusantara Indonesia
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
iv
-
Bab I SAMBUTAN
menteri negara badan usaha milik negara
Sambutan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
v
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
vi
Sambutan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
-
KATA SAMBUTAN
Assalamualaikum Wr. Wb Proses konvergensi ke International Financial Reporting S
tandards menyebabkan revisi seluruh Standar Akuntansi Keuangan yang ada. Penggun
aan nilai wajar dan pertimbangan profesional sangat dibutuhkan dalam penerapan k
etentuan akuntansi yang baru. Hal tersebut tentu berdampak terhadap perlakuan ak
untansi di BUMN Perkebunan, termasuk hal-hal lain yang terkait dengan pelaporan
keuangan, yang menjadi semakin kompleks. Untuk itu dibutuhkan sarana dan infrast
ruktur pendukung supaya BUMN Perkebunan mampu menyusun laporan keuangan sesuai d
engan ketentuan akuntansi yang baru, salah satunya dalam bentuk Pedoman Akuntans
i BUMN Perkebunan ini. Dengan penyusunan revisi pedoman akuntansi ini diharapkan
bisa memberikan keseragaman panduan akuntansi sehingga informasi yang dihasilka
n oleh laporan keuangan memenuhi tujuannya. Suatu pedoman akuntansi merupakan pe
njelasan dari ketentuan dalam Standar Akuntansi Keuangan, regulasi, dan praktik
yang ada, sehingga harus ditelaah secara regular untuk memastikan bahwa pengatur
annya masih sesuai dengan perkembangan dari faktor tersebut. Pedoman akuntansi b
ukan merupakan bagian dari produk yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI). Produk dari DSAK IAI berupa Pernya
taan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuang
an (ISAK). Sedangkan pedoman akuntansi umumnya dikeluarkan oleh regulator dan as
osiasi industri. Untuk itu, Ikatan Akuntan Indonesia menyampaikan penghargaan at
as sikap proaktif dan kepedulian Kementerian Negara BUMN yang telah mendorong BU
MN Perkebunan untuk melakukan pemutakhiran atas pedoman akuntansi ini. Keberadaa
n dari pedoman akuntansi ini diharapkan dapat memperkaya kazanah pelaporan keuan
gan di Indonesia, dan sekaligus sebagai kontribusi
Sambutan Ikatan Akuntan Indonesia
vii
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
kolektif dalam menjawab permasalaan praktik pelaporan keuangan serta untuk menin
gkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan. Akhirnya pada kesem
patan ini Ikatan Akuntan Indonesia mengucapkan terima kasih dan memberikan pengh
argaan kepada tim penyusun dan PT Perkebunan Nusantara I s.d. XIV (persero) dan
PT Rajawali Nusantara Indonesia (persero) atas usaha dan kerja samanya dalam pen
yusunan pedoman akuntansi ini. Semoga kerja sama ini dapat diteruskan lagi di ma
sa mendatang. Waalaikumsalam Wr. Wb. Dewan Pengurus Nasional
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA, Ak Ketua
viii
Sambutan Ikatan Akuntan Indonesia
-
Bab I SAMBUTAN
ketua tim koordinasi implementasi iFrs pt perkebunan nusantara i sampai dengan p
t pekebunan nusantara XiV dan pt rajawali nusantara indonesia (persero)
Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh
Adopsi IFRS bukanlah pilihan bagi Indonesia, tapi keharusan, mengapa? Karena Kon
vergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota
G20 forum. Menyikapi hal tersebut, BUMN perkebunan yang terdiri dari PT Perkebu
nan Nusantara (PTPN) I sampai dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV ditambah
PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) sepakat bersinergi mengimplementasikan IF
RS dalam pelaporan keuangan yang sudah mulai diberlakukan secara bertahap dalam
laporan keuangan tahun 2011, dan akan diberlakukan secara penuh dalam laporan ke
uangan tahun 2012. Bagi Indonesia, standar akuntansi yang berlaku umum adalah PS
AK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) yang belum mengadopsi penuh standar a
kuntansi international (IFRS). Standar akuntansi yang digunakan di Indonesia mas
ih mengacu pada US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard).
Dengan kondisi PSAK sedemikian yang juga berlaku bagi BUMN Perkebunan, akan menj
adi penghalang dan hambatan bagi BUMN Perkebunan dalam memasuki pasar global khu
susnya bagi BUMN yang akan melakukan listing di Bursa Efek Indonesia karena lapo
ran keuangan yang tidak standar dan dapat diinteprestasikan berbeda oleh calon i
nvestor.
ix
Sambutan Tim Koordinasi Implementasi IFRS
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Mempertimbangkan hal tersebut, seluruh BUMN Perkebunan bertindak proaktif bekerj
a sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melakukan konvergensi PSAK yang mas
ih mengacu pada US GAAP menjadi PSAK yang berbasis IFRS. Di mana tujuan dari kon
vergensi ini adalah agar informasi keuangan yang dihasilkan dapat diperbandingka
n, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif, meningkatkan kualitas Standa
r Akuntansi Keuangan (SAK), meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuan
gan, meningkatkan transparansi keuangan, menurunkan biaya modal dengan membuka p
eluang penghimpunan dana melalui pasar modal serta efisiensi penyusunan laporan
keuangan. Dengan keuntungan konvergensi PSAK yang berbasis IFRS, terdapat satu s
tandar akuntansi yang sama dan digunakan oleh seluruh negara akan semakin mendor
ong investor untuk masuk dalam pasar modal Indonesia, dikarenakan mutu dari lapo
ran keuangan yang dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, pengungkapan yang leb
ih luas, informasi keuangan yang relevan dan akurat serta dapat diperbandingkan
dan yang lebih penting adalah laporan keuangan tersebut dapat diterima secara in
ternasional serta mudah untuk dipahami. Walau dalam prosesnya penyusunan Buku Pe
doman Akuntansi Perkebunan Berbasis International Financial Reporting Standards
(IFRS) terdapat berbagai kendala terutama diversifitas laporan keuangan yang ber
beda di setiap BUMN Perkebunan, namun penyusunan buku pedoman tersebut dapat dis
elesaikan sebelum batas waktu yang ditetapkan bagi seluruh entitas bisnis dan pe
merintah untuk menggunakan IFRS adalah 1 Januari 2012. Buku Pedoman Akuntansi BU
MN Perkebunan berbasis IFRS tersebut diharapkan akan meningkatkan posisi BUMN In
donesia sebagai BUMN yang bisa dipercaya di Indonesia bahkan dunia dengan tata k
elola dan pertanggungjawaban kepada stakeholders-nya yang lebih baik dan konsist
en. Atas selesainya buku Buku Pedoman ini, saya selaku Ketua Tim Implementasi IF
RS PT Perkebunan Nusantara I sampai dengan PT Pekebunan Nusantara XIV dan PT Raj
awali Nusantara Indonesia (Persero) mengucapkan terima kasih dan penghargaan yan
g sebesar-besarnya bagi : 1. 2. 3.
x
Menteri Negara BUMN dan Jajarannya yang mendukung penyelesaian Buku Pedoman ini.
Seluruh Anggota Badan Musyawarah Direksi BUMN Perkebunan dan PT RNI. Seluruh Ja
jaran dan Pengurus Ikatan Akuntan Indonesia.
Sambutan Tim Koordinasi Implementasi IFRS
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
4.
5.
Seluruh anggota Tim Implementasi IFRS PT Perkebunan Nusantara I sampai dengan PT
Pekebunan Nusantara XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). Seluruh
pihak yang telah berjasa dan mendukung penyelesaian buku Pedoman ini.
Akhir kata, semoga semua yang telah dilakukan dan dikerjakan oleh kita semua dib
erkahi oleh Allah SWT. Amin.
Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ketua Tim Koordinasi Implementasi IFRS PT Perkebunan Nusantara I s/d PT Pekebuna
n Nusantara XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero)
Irwan Makdoerah
Sambutan Tim Koordinasi Implementasi IFRS
xi
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
xii
Sambutan Tim Koordinasi Implementasi IFRS
-
pelaksana penYusunan pedoman akuntansi bumn perkebunan ptpn rni berbasis iFrs
Ketua Tim Ketua Pelaksana Ketua Perumus Irwan Makdoerah ( PT RNI) Dicky Nugraha
(PT RNI) M Najib ( PT RNI )
Wakil Ketua Perumus Tanaman Semusim Zainul Muntoha (PTPN XI) Wakil Ketua Perumus
Tanaman Tahunan Arih Muli Bangun (PTPN III) Sekretaris Bendahara Pendamping Max
million (PT RNI) Silvana Irawati ButarButar (PT RNI) Yakub (IAI) Deny Poerhadiyan
to (IAI)
Tim Perumus Direksi
H.Dharmansyah Simamora Naif Ali Dahbul Johanes Sitepu Setia Dharma Sebayang Erwa
n Pelawi A.Karimuddin Boyke Budiono Ishak Z Soediredja A. Amien Mastur Dolly P P
ulungan Soenari Yono Sahala Hutasoit Budi Purnomo Direktur Keuangan PTPN I Direk
tur Keuangan PTPN II Direktur Keuangan PTPN III Direktur Keuangan PTPN IV Direkt
ur Keuangan PTPN V Direktur Keuangan PTPN VI Direktur Keuangan PTPN VII Direktur
Keuangan PTPN VIII Direktur Keuangan PTPN IX Direktur Keuangan PTPN X Direktur
Keuangan PTPN XI Direktur Keuangan PTPN XII Direktur Keuangan PTPN XIV
Pelaksana Penyusun Pedoman Akuntansi BUMN
xiii
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Anggota Tim Perumus
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 2
3. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
xiv
H Ruslan Nasution Lidya Suhendri Donny Amril Jarmidi Purba Ali Akbar Budi Susant
o Mili Mahardika Ali Musri T. Zaluchu Jesaya Ginting Hotmatua Syawaludin Hasibua
n Arfinaldi Eko Galih Pribadi Andy Fauzi Siregar Rizki Prima Lubis Sapta Yoga Ed
y Santoso Iyushar Ganda Saputra Dadang Mulyadi Hariyanto Arasuhara Adji Kaniawan
Umar Affandi Purdjoko Eriek Kristiono Adiatmo Ega Akhmad Juhri TP Harianja
PTPN I PTPN I PTPN II PTPN III PTPN IV PTPN IV PTPN IV PTPN IV PTPN IV PTPN V PT
PN V PTPN V PTPN V PTPN VI PTPN VI PTPN VI PTPN VI PTPN VII PTPN VII PTPN VII PT
PN VIII PTPN VIII PTPN VIII PTPN VIII PTPN IX PTPN IX PTPN IX PTPN IX PTPN IX PT
PN X
Pelaksana Penyusun Pedoman Akuntansi BUMN
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50.
51. 52. 53. 54. 55.
Nurul Fanch Aries Sutaringadi Sayogya Putranto Fallen Wicaksono Istighfani Gurit
Maharendra Bambang Widjanarko Hadisaroso Didik Kridatama P. Sinambela Edward Pa
ngaribuan V.T Moses Situmorang Akhmad Irfanjauhari Marudut P. Simamora Mardiayan
to Rudy karim Riswan M Ananto Widodo Widyo Utomo Nugraha Adi Prasetya Agus Sarwo
ko Yasir Ismail Yohanes Agung T. Della Christin Hutapea Yenny Agapitasari
PTPN X PTPN X PTPN X PTPN XI PTPN XI PTPN XI PTPN XII PTPN XII PTPN XII PTPN XII
I PTPN XIII PTPN XIII PTPN XIII PTPN XIII PTPN XIV PTPN XIV PTPN XIV PT RNI PT R
NI PT RNI PT RNI PT RNI PT RNI IAI IAI
Pelaksana Penyusun Pedoman Akuntansi BUMN
xv
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
xvi
Pelaksana Penyusun Pedoman Akuntansi BUMN
-
Bab I DAFTAR ISI
sambutan menteri negara badan usaha milik negara sambutan ikatan akuntan indones
ia sambutan ketua tim koordinasi implementasi iFrs daFtar isi bab i pendahuluan
LATAR BELAKANG TUJUAN DAN RUANG LINGKUP REFERENSI PENYUSUNAN KETENTUAN LAIN-LAIN
v vii ix xiii 1
1 2 2 3
bab
ii
laporan keuangan bumn perkebunan
KARAKTERISTIK ENTITAS BUMN PERKEBUNAN
Kegiatan Operasional Bentuk Usaha Kepemilikan
5
5 6 6 6 7 7 8 8 8 9 11 11 13 13 13 14 14 15 18 18 23 24
5
KETENTUAN UMUM LAPORAN KEUANGAN
Tujuan Laporan Keuangan Tanggung Jawab Atas Laporan Keuangan Komponen Laporan Ke
uangan Bahasa Laporan Keuangan Mata Uang Pelaporan Kebijakan Akuntansi Penyajian
Laporan Keuangan Konsistensi Penyajian Laporan Keuangan Perubahan Akuntansi Mat
erialitas dan Agregasi Saling Hapus Periode pelaporan Informasi Komparatif Lapor
an Keuangan Interim Laporan Keuangan Konsolidasian Ketentuan Mengenai Pihak-piha
k Berelasi Ketentuan Umum Aset Keuangan Ketentuan Umum Liabilitas Keuangan Keten
tuan Umum Pengungkapan Instrumen Keuangan
Daftar Isi
6
xvii
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
bab iii
akuntansi aset
PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK ASET ASET LANCAR
Kas dan Setara Kas Piutang Usaha Piutang Lain-lain Piutang Antar Badan Hukum Jan
gka Pendek Investasi Jangka Pendek Persediaan Aset Dimiliki untuk Dijual Biaya D
ibayar Dimuka Pajak Dibayar Dimuka Aset Lancar Lain
25
28 30 33 36 40 47 53 57 59 61 63 66 69 74 78 83 88 94 101 111 115 119
25 28
ASET TIDAK LANCAR
Piutang Pengembangan Perkebunan Rakyat Piutang Antar Badan Hukum Jangka Panjang
Investasi Jangka Panjang Investasi pada Entitas Lain Investasi pada Entitas Asos
iasi/Ventura Bersama Properti Investasi Aset Tanaman Semusim Aset Tanaman Tahuna
n Aset Tetap Aset Tidak Berwujud Aset/Liabilitas Pajak Tangguhan Aset Tidak Lanc
ar Lain
63
bab
iV
akuntansi liabilitas dan ekuitas
AKUNTANSI LIABILITAS
Pengertian dan Karakteristik Biaya Pinjaman
121
121 124 126 128 130 132 134 136 138 140 143 147 150 156
121 126
LIABILITAS JANGKA PENDEK
Utang Usaha Utang Pajak Biaya yang Masih Harus Dibayar Liabilitas Imbalan Kerja
Jangka Pendek Pendapatan Diterima Dimuka Utang Bank Jangka Pendek Liabilitas Jan
gka Pendek Lain Utang Antar Badan Hukum Utang Kepada Pemerintah Utang Bank Jangk
a Panjang Utang Sewa Pembiayaan Liabilitas Imbalan Kerja Jangka panjang
LIABILITAS JANGKA PANJANG
140
xviii
Daftar Isi
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Provisi Liabilitas Jangka Panjang Lain
159 164 166 167 169 171 174 176 178
AKUNTANSI EKUITAS
Pengertian dan Karakteristik Modal Disetor Tambahan Modal Disetor Selisih Kombin
asi Bisnis Entitas Sepengendali Pendapatan Komprehensif Lain Saldo Laba Kepentin
gan Nonpengendali
166
bab
V
laporan laba rugi komprehensiF
PENGERTIAN PENGHASILAN BEBAN
Pendapatan Usaha Pendapatan Nonusaha Beban Pokok Penjualan Beban Usaha Beban Non
usaha Pajak Penghasilan Pendapatan Komprehensif Lain
181
183 189 193 197 199 201 204
181 181 192
bab
Vi
perubahan ekuitas
PENGERTIAN DASAR PENGATURAN PENJELASAN
207
207 207 207
bab Vii
laporan arus kas
PENGERTIAN DASAR PENGATURAN PENJELASAN
211
211 212 212
bab Viii
Catatan atas laporan keuangan
217
Daftar Isi
xix
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
PENGERTIAN DASAR PENGATURAN PENJELASAN UNSUR-UNSUR
Kepatuhan terhadap SAK Gambaran Umum Entitas Ikhtisar Kebijakan Akuntansi Penjel
asan atas Pos-pos Laporan Keuangan
222 222 223 224
217 218 219 222
lampiran
229
xx
Daftar Isi
-
Bab I PENDAHULUAN
latar belakang
1.1. Usaha di bidang perkebunan mengalami perkembangan yang pesat dan semakin di
namis akhir-akhir ini. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut, se
perti perkembangan teknologi perkebunan yang semakin maju, meningkatnya perminta
an hasil perkebunan, dan munculnya otonomi daerah yang berdampak terhadap pengel
olaan usaha perkebunan. 1.2. Selain itu, semakin meningkatnya tuntutan transpara
nsi dan akuntabilitas pengelolaan usaha seiring keterbukaan informasi yang difas
ilitasi oleh keberadaan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin maju dan
semakin murah. Tata kelola korporasi yang baik (good corporate governance) meru
pakan suatu hal yang tidak terelakkan, apalagi bagi BUMN Perkebunan (untuk selan
jutnya disebut entitas) yang sahamnya dimiliki oleh negara. 1.3. Saat ini revisi a
tas Standar Akuntansi Keuangan terus dilakukan sesuai dengan program konvergensi
dengan International Financial Reporting Standards (IFRS), sehingga penyusunan
laporan keuangan menjadi lebih kompleks dengan banyak menggunakan konsep nilai w
ajar dan pertimbangan profesional. 1.4. Perkembangan dan kondisi di atas mempeng
aruhi entitas dalam pelaporan keuangannya supaya lebih sesuai dengan Standar Aku
ntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan I
ndonesia. Selama ini di antara entitas sering terjadi perbedaan perlakuan akunta
nsi untuk transaksi yang sama. Hal ini tentunya menjadi masalah tersendiri bagi
para pengguna laporan keuangan pada umumnya, khususnya pemegang saham, dalam men
gevaluasi kinerja setiap entitas. Untuk itu dipandang perlu menyempurnakan pedom
an akuntansi yang sudah ada.
Bab I: Pendahuluan
1
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
1.5. Dalam menghadapi permasalahan tersebut PT. Perkebunan Nusantara I s/d XIV d
an PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) bekerja . sama dengan Ikatan Akunta
n Indonesia berinisiatif untuk merevisi Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan (untuk
selanjutnya disebut Pedoman).
tujuan dan ruang lingkup
1. 2. 1.6. Tujuan dari penyusunan Pedoman, antara lain: membantu penyusun dalam
menyusun dan menyajikan laporan keuangan agar sesuai dengan tujuannya; menciptak
an keseragaman dalam penerapan perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuanga
n. Keseragaman penyajian sebagaimana diatur dalam pedoman ini tidak menghalangi
setiap entitas untuk menambah informasi yang relevan bagi pengguna laporan keuan
gan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan; menjadi acuan minimal dalam menyusun la
poran keuangan; menjadi referensi bagi pemerhati akuntansi untuk lebih mengenal
tentang penerapan perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan.
3. 4.
1.7. Ruang lingkup penerapan Pedoman ini adalah sebagai berikut: 1. pedoman ini
berlaku untuk laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh BUMN Perkebunan;
2. entitas selain BUMN Perkebunan dapat menggunakan Pedoman ini dalam menyusun l
aporan keuangan; 3. hal-hal yang tidak secara khusus diatur dalam Pedoman ini wa
jib mengacu kepada Standar Akuntansi Keuangan yang terkait.
reFerensi penYusunan
1.8. Penyusunan Pedoman ini didasarkan pada referensi yang relevan, antara lain:
1. Peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: a. Undang-Undang nomor 40
tahun 2007 tentang Perseroan T erbatas. b. Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tent
ang Pasar Modal.
2
Bab I: Pendahuluan
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
c.
2.
Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. d. Undang-Un
dang nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. e. Peraturan Pemerintah nomor 45 ta
hun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
f. Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pe
merintah nomor 14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/ Daera
h. g. Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik N
egara/Daerah. h. Anggaran Dasar masing-masing entitas. Standar Akuntansi Keuanga
n.
1.9. Jika Standar Akuntansi Keuangan memberikan pilihan atas suatu perlakuan aku
ntansi tertentu, maka entitas diwajibkan untuk mengikuti perlakuan akuntansi yan
g dipilih dalam Pedoman ini.
ketentuan lain-lain
1.10. Ilustrasi jurnal yang digunakan dalam Pedoman ini hanya merupakan ilustras
i dan tidak bersifat mengikat. Entitas dapat mengembangkan metode pencatatan dan
pengakuan sesuai sistem masing-masing sepanjang memberikan hasil yang tidak ber
beda. Ilustrasi jurnal yang dicantumkan dalam Pedoman ini menggambarkan pencatat
an akuntansi secara manual. 1.11. Transaksi yang dicantumkan pada Pedoman ini di
prioritaskan pada transaksi yang umum terjadi. 1.12. Jika terdapat transaksi khu
sus yang dipandang perlu untuk dituangkan dalam buku Pedoman ini, maka hal terse
but agar dikaji sebagai bahan masukan dalam penyempurnaan Pedoman ini. 1.13. Ped
oman ini secara periodik akan dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan usa
ha perkebunan, Standar Akuntansi Keuangan, ketentuan Pemerintah, dan ketentuan l
ain yang terkait dengan entitas. 1.14. Pedoman ini menetapkan bentuk, isi, dan p
ersyaratan dalam penyajian laporan keuangan yang harus dipenuhi oleh entitas unt
uk keperluan penyajian kepada pemegang saham maupun pemangku kepentingan lainnya
.
Bab I: Pendahuluan
3
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
1.15. Pedoman ini merupakan pedoman penyajian laporan keuangan secara umum. Bent
uk, isi, dan persyaratan dalam penyajian laporan keuangan mengikuti Standar Akun
tansi Keuangan. 1.16. Laporan keuangan dalam Pedoman ini sesuai dengan pengertia
n laporan keuangan yang termuat dalam Standar Akuntansi Keuangan, meliputi lapor
an posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, l
aporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
4
Bab I: Pendahuluan
-
Bab II LAPORAN KEUANGAN BUMN PERKEBUNAN
karakteristik entitas bumn perkebunan
Kegiatan Operasional
2.1. Entitas melakukan kegiatan usaha di bidang perkebunan meliputi: 1. kegiatan
pengusahaan budidaya tanaman, meliputi pembukaan, persiapan, dan pengelolaan la
han, pembibitan, penanaman, pemeliharaan serta kegiatan-kegiatan lain sehubungan
dengan budidaya tanaman tersebut; 2. kegiatan produksi, meliputi pemungutan has
il tanaman, dan pengolahan hasil tanaman sendiri atau pihak lain menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi; 3. kegiatan perdagangan, meliputi kegiatan pemas
aran berbagai macam hasil produksi dan kegiatan perdagangan lainnya yang berhubu
ngan dengan kegiatan usaha; 4. kegiatan pengembangan usaha di bidang perkebunan,
agrowisata, dan agrobisnis; 5. kegiatan usaha lain yang menunjang kegiatan usah
a di bidang perkebunan. 2.2. Dalam melakukan usaha di bidang perkebunan, jenis-j
enis kegiatan perkebunan yang dilakukan oleh entitas meliputi: 1. budidaya tanam
an, melalui perkebunan tanaman kelapa sawit, karet, teh, kopi, tebu, kakao, temb
akau, kina, dan lainnya; 2. proses produksi, melalui pabrik kelapa sawit, pabrik
pengolahan inti sawit, pabrik fraksionasi yaitu pengolahan minyak sawit, pabrik
pengolahan karet, pabrik teh kemasan, pabrik gula, pabrik spirtus/ alkohol, pab
rik pengeringan kakao, pengolahan teh dan lainnya;
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
5
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
3.
4. 5.
kegiatan perdagangan, melalui penjualan hasil tanaman dan hasil produksi ke pasa
r domestik dan luar negeri baik dilakukan sendiri maupun melalui Kantor Pemasara
n Bersama, serta mengimpor dan memasarkan beberapa komoditas seperti gula putih
dan raw sugar; pengembangan usaha di bidang perkebunan, melalui pendirian pabrik
karung goni, pabrik karung plastik, dan lainnya; dalam usaha lain, m i s a l n
y a entitas mendirikan rumah sakit, pusat penelitian, bengkel, dan lainnya.
Bentuk Usaha
2.3. Bentuk usaha entitas adalah perseroan terbatas (persero) yang dapat memilik
i unit usaha, entitas anak, entitas asosiasi, usaha patungan, dan lainnya.
Kepemilikan
2.4. Entitas dimiliki oleh Negara, baik seluruhnya atau sebagian besar.
ketentuan umum laporan keuangan
Tujuan Laporan Keuangan
2.5. L aporan keuangan bertujuan memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak
-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi, seperti: 1. peme
gang saham; 2. karyawan; 3. pemberi pinjaman; 4. pemasok dan kreditur usaha lain
nya; 5. pelanggan; 6. regulator; dan 7. masyarakat.
6
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
2.6. Pihak pengguna laporan keuangan entitas mempunyai kepentingan bersama dalam
rangka menilai: 1. usaha perkebunan dan usaha lainnya yang dilakukan entitas da
n kesinambungan usaha tersebut; 2. kinerja manajemen dalam melaksanakan tugas da
n tanggung jawabnya dalam mengelola entitas. 2.7. Laporan keuangan juga merupaka
n sarana pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber daya yang dipercay
akan kepada mereka. 2.8. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan memberi
kan informasi kepada pengguna laporan keuangan mengenai: 1. jumlah dan sifat ase
t, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban entitas; 2. pengaruh transaksi, per
istiwa, dan situasi lainnya yang mengubah nilai dan sifat ekuitas; 3. jenis dan
jumlah arus masuk dan arus keluar sumber daya dalam kurun waktu tertentu (satu p
eriode) dan hubungan antara keduanya; 4. cara entitas mendapatkan dan membelanja
kan kas, memperoleh pinjaman dan melunasi pinjaman, dan faktor lainnya yang berp
engaruh pada likuiditasnya; 5. hasil usaha perkebunan dan usaha lainnya yang ter
kait; 6. kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebaga
i pemilik; 7. keuntungan dan kerugian.
Tanggung Jawab Atas Laporan Keuangan
2.9. Manajemen entitas bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan k
euangan.
Komponen Laporan Keuangan
1. 2. 3. 4. 5. 2.10. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari: Laporan posisi
keuangan; Laporan laba rugi komprehensif; Laporan perubahan ekuitas; Laporan aru
s kas; Catatan atas laporan keuangan.
7
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Bahasa Laporan Keuangan
2.11. Laporan keuangan harus disusun dalam bahasa Indonesia. Jika laporan keuang
an disusun juga selain dalam bahasa Indonesia, maka laporan keuangan tersebut ha
rus memuat informasi dan waktu (tanggal laporan keuangan dan cakupan periode) ya
ng sama. 2.12. Jika terdapat perbedaan penafsiran akibat penerjemahan bahasa, ma
ka yang digunakan sebagai acuan adalah laporan keuangan dalam bahasa Indonesia.
Mata Uang Pelaporan
2.13. Mata uang pelaporan yang digunakan adalah rupiah. Jika entitas menggunakan
mata uang selain rupiah sebagai mata uang pelaporan, maka mata uang tersebut ha
rus memenuhi kriteria mata uang fungsional. 2.14. Mata uang fungsional adalah ma
ta uang pada lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi. 2.15. Laporan k
euangan konsolidasian yang disajikan dalam mata uang fungsional harus mempertimb
angkan indikator mata uang fungsional pada entitas induk dan entitas anak. 2.16.
Entitas harus menggunakan pengaturan kurs di bawah ini, yaitu: 1. pos moneter m
ata uang asing dijabarkan menggunakan kurs penutup; 2. pos nonmoneter yang diuku
r dalam biaya historis dalam mata uang asing dijabarkan menggunakan kurs pada ta
nggal transaksi; dan 3. pos nonmeneter yang diukur pada nilai wajar dalam mata u
ang asing dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal ketika nilai wajar ditentukan
.
Kebijakan Akuntansi
2.17. Kebijakan akuntansi harus mencerminkan prinsip kehati-hatian dan mencakup
semua hal yang material dan sesuai dengan ketentuan dalam Standar Akuntansi Keua
ngan yang berlaku.
8
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
2.18. Apabila Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang ada belum mengat
ur masalah pengakuan, pengukuran, penyajian atau pengungkapan suatu transaksi at
au peristiwa, maka manajemen entitas harus menetapkan kebijakan akuntansi sehing
ga laporan keuangan yang disajikan memuat informasi yang relevan dengan kebutuha
n para pengguna laporan. 2.19. Dalam menetapkan kebijakan akuntansi, manajemen e
ntitas harus memperhatikan: 1. persyaratan dan pedoman dalam PSAK yang mengatur
hal-hal yang serupa dengan masalah terkait; 2. definisi dan kriteria pengakuan d
an pengukuran aset, liabilitas, penghasilan, dan beban yang ditetapkan dalam Ker
angka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK); 3. pernyataan ya
ng dibuat oleh badan pembuat standar lain dan praktik industri yang lazim sepanj
ang konsisten dengan PSAK dan KDPPLK.
Penyajian Laporan Keuangan
2.20. Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja ke
uangan, dan perubahan posisi keuangan disertai pengungkapan yang diharuskan sesu
ai dengan ketentuan yang berlaku. 2.21. Dalam penyajian pada laporan posisi keua
ngan, aset diklasifikasikan secara terpisah sebagai aset lancar dan aset tidak l
ancar, dan liabilitas sebagai liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka pan
jang. 1. 2. 3. 4. 2.22. Entitas mengklasifikasikan aset sebagai aset lancar jika
: entitas memperkirakan akan merealisasikan aset, atau bermaksud untuk menjual a
tau menggunakannya, dalam siklus operasi normal; entitas memiliki aset untuk tuj
uan diperdagangkan; entitas memperkirakan akan merealisasi aset dalam jangka wak
tu 12 (dua belas) bulan setelah periode pelaporan; atau kas dan setara kas, kecu
ali aset tersebut dibatasi pertukaran atau penggunaannya untuk menyelesaikan lia
bilitas sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan setelah periode pelaporan.
2.23. Entitas mengklasifikasikan suatu aset sebagai aset tidak lancar jika tidak
memenuhi karakteristik aset lancar seperti yang dijelaskan dalam paragraf 2.22
di atas.
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
9
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
2.24. Entitas mengklasifikasikan liabilitas sebagai liabilitas jangka pendek jik
a: 1. entitas memperkirakan akan menyelesaikan liabilitas tersebut dalam siklus
operasi normalnya; 2. entitas memiliki liabilitas tersebut untuk tujuan diperdag
angkan; 3. liabilitas tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan setelah periode pelaporan; 4. entitas tidak memiliki hak t
anpa syarat untuk menunda penyelesaian liabilitas selama sekurang-kurangnya 12 (
dua belas) bulan setelah periode pelaporan. 2.25. Entitas mengklasifikasikan sua
tu liabilitas sebagai liabilitas jangka panjang jika tidak memenuhi karakteristi
k liabilitas jangka pendek seperti yang dijelaskan dalam paragraf 2.24 di atas.
2.26. Laporan laba rugi komprehensif menyajikan seluruh pos penghasilan dan beba
n yang diakui dalam bentuk satu format laporan. 2.27. Perubahan ekuitas disajika
n berdasarkan urutan waktu terjadinya.
2.28. Laporan arus kas disajikan berdasarkan klasifikasi menurut aktivitas opera
si, investasi, dan pendanaan dengan metode langsung. 2.29. Catatan atas laporan
keuangan harus disajikan secara sistematis dengan urutan penyajian sesuai kompon
en utamanya yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan keuangan. Infor
masi dalam catatan atas laporan keuangan harus berkaitan dengan pos-pos dalam la
poran posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas
, dan laporan arus kas yang sifatnya memberikan penjelasan kualitatif maupun kua
ntitatif. 2.30. Dalam catatan atas laporan keuangan tidak diperkenankan mengguna
kan kata sebagian besar untuk menggambarkan bagian dari suatu jumlah tetapi harus
dinyatakan dalam jumlah nominal atau persentase. 2.31. Pada setiap halaman lapor
an posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, d
an laporan arus kas, harus diberi pernyataan bahwa catatan atas laporan keuangan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan keuangan.
10
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Konsistensi Penyajian Laporan Keuangan
2.32. Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode har
us konsisten, kecuali: 1. telah terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat
operasi entitas atau apabila dalam mengkaji ulang atas laporan keuangan, terlih
at secara jelas bahwa penyajian atau pengklasifikasian yang lain lebih tepat unt
uk digunakan; 2. perubahan tersebut diatur oleh SAK. 2.33. Jika penyajian atau k
lasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan diubah, maka penyajian periode sebelum
nya harus direklasifikasi dan alasannya harus diungkapkan.
Perubahan Akuntansi
Perubahan Kebijakan Akuntansi
2.34. Perubahan kebijakan akuntansi dilakukan karena: 1. disyaratkan oleh SAK, d
imana perubahan kebijakan akuntansi tersebut diterapkan sesuai dengan ketentuan
transisi yang terdapat dalam SAK. Jika tidak diatur pada ketentuan transisi dala
m SAK maka harus dilakukan secara retrospektif; 2. dilakukan secara sukarela ole
h manajemen untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat memberikan informasi
lebih andal dan relevan. Perubahan kebijakan akuntansi tersebut diterapkan secar
a retrospektif. 2.35. Perubahan kebijakan secara retrospektif diterapkan dengan
melakukan penyesuaian terhadap: 1. saldo awal setiap komponen ekuitas yang terpe
ngaruh untuk periode sajian paling awal; dan 2. jumlah komparatif lainnya diungk
apkan untuk setiap periode sajian seolah-olah kebijakan akuntansi tersebut sudah
diterapkan sebelumnya. 2.36. Penerapan suatu perubahan kebijakan akuntansi seca
ra retrospektif adalah tidak praktis pada saat entitas tidak dapat menerapkan ke
bijakan akuntansi baru setelah melakukan seluruh upaya yang rasional.
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
11
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
2.37. Penerapan retrospektif atau penyajian kembali retrospektif adalah tidak pr
aktis untuk suatu periode lalu tertentu, jika: 1. dampaknya tidak dapat ditentuk
an; 2. memerlukan asumsi mengenai maksud manajemen yang ada pada periode lalu te
rsebut; 3. memerlukan estimasi jumlah yang signifikan dan tidak mungkin untuk me
mbedakan secara objektif informasi mengenai estimasi yang: a. menyediakan bukti
atas keadaan yang ada pada tanggal ketika jumlah tersebut diakui, diukur, atau d
iungkapkan; dan b. tersedia ketika penyelesaian laporan keuangan periode lalu de
ngan informasi lain. 2.38. Jika tidak praktis untuk menentukan dampak spesifik t
erhadap suatu periode, maka kebijakan akuntansi baru diterapkan secara prospekti
f pada awal periode paling awal ketika menjadi praktis serta membuat penyesuaian
saldo ekuitas yang terpengaruh. 2.39. Jika tidak praktis untuk menentukan dampa
k kumulatif terhadap periode lalu, maka informasi komparatif disesuaikan secara
prospektif sejak tanggal praktis paling awal.
Perubahan Estimasi Akuntansi
2.40. Estimasi akuntansi diubah jika terdapat perubahan jumlah tercatat aset dan
liabilitas atau jumlah konsumsi pemanfaatan periodik aset yang berasal dari pen
gujian status saat ini dan perkiraan manfaat masa depan dari aset dan liabilitas
. 2.41.
Kesalahan
Perubahan estimasi akuntansi diterapkan secara prospektif.
2.42. Kesalahan periode lalu dikoreksi dengan menyajikan kembali secara retrospe
ktif: 1. periode sajian komparatif yang lalu ketika kesalahan terjadi; 2. saldo
awal pos yang terkait pada periode sajian paling awal, jika kesalahan terjadi se
belum periode sajian.
12
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
2.43. Ketika tidak praktis untuk menentukan dampak kesalahan secara spesifik ter
hadap suatu periode, maka entitas menyajikan kembali saldo pembuka aset, liabili
tas, dan ekuitas untuk periode paling awal di saat penyajian kembali retrospekti
f adalah praktis. 2.44. Ketika tidak praktis untuk menentukan dampak kesalahan s
ecara kumulatif, maka entitas menyajikan kembali informasi komparatif untuk meng
oreksi kesalahan secara prospektif dari tanggal praktis paling awal.
Materialitas dan Agregasi
2.45. Penyajian laporan keuangan didasarkan pada konsep materialitas.
2.46. Pos-pos yang jumlahnya material disajikan tersendiri dalam laporan keuanga
n, sedangkan yang jumlahnya tidak material dapat digabungkan sepanjang memiliki
sifat dan fungsi yang sejenis. 2.47. Informasi dianggap material jika kelalaian
untuk mencantumkan, atau kesalahan dalam mencatat, informasi tersebut dapat memp
engaruhi keputusan yang diambil.
Saling Hapus
2.48. Jumlah aset dan liabilitas yang disajikan tidak boleh disalinghapuskan den
gan liabilitas atau aset lain kecuali sesuai dengan SAK dan saling hapus tersebu
t mencerminkan prakiraan realisasi atau penyelesaian aset atau liabilitas. 2.49.
Pos-pos pendapatan dan beban tidak boleh disalinghapuskan, kecuali pendapatan d
an beban yang disajikan secara neto sesuai dengan SAK.
Periode pelaporan
2.50. takwin. Laporan keuangan wajib disajikan secara tahunan berdasarkan tahun
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
13
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
2.51. Dalam hal entitas baru berdiri, laporan keuangan dapat disajikan untuk per
iode yang lebih pendek dari satu takwin. Selain itu, untuk kepentingan pihak lai
nnya, entitas dapat membuat dua laporan yaitu dengan menggunakan periode tahun t
akwin dan periode efektif, dengan mencantumkan: 1. alasan penggunaan periode pel
aporan selain periode satu tahunan; 2. fakta bahwa jumlah yang tercantum dalam d
ua periode pelaporan laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, la
poran perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan tid
ak dapat diperbandingkan.
Informasi Komparatif
2.52. Laporan keuangan harus disajikan secara komparatif dengan periode yang sam
a pada tahun sebelumnya. 2.53. Informasi komparatif untuk laporan keuangan bersi
fat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan periode sebelumnya diungkapkan
kembali jika relevan untuk pemahaman laporan keuangan periode berjalan. 2.54. La
poran keuangan harus disusun secara komparatif untuk 2 (dua) tahun buku terakhir
, agar lebih memberikan informasi yang jelas mengenai perkembangan keadaan keuan
gan entitas dari waktu ke waktu. 2.55. Entitas harus menyajikan tambahan laporan
posisi keuangan untuk posisi awal periode komparatif yang disajikan, jika: 1. m
enerapkan kebijakan akuntansi secara retrospektif; 2. membuat penyajian kembali
secara retrospektif akibat koreksi kesalahan; atau 3. membuat reklasifikasi pos-
pos dalam laporan keuangan.
Laporan Keuangan Interim
2.56. Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan lengkap untuk suatu perio
de interim yang diterbitkan di antara dua laporan keuangan tahunan. Penyusunan l
aporan keuangan interim dapat dilakukan secara triwulanan, semesteran atau perio
de lain yang kurang dari satu tahun.
14
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
1. 2. 3. 4. 5.
2.57. Laporan keuangan interim lengkap terdiri dari: Laporan posisi keuangan; La
poran laba rugi komprehensif; Laporan perubahan ekuitas; Laporan arus kas; dan C
atatan atas laporan keuangan.
2.58. Penyajian laporan keuangan interim triwulanan yang berakhir per 30 Septemb
er 20X1 adalah sebagai berikut:
Komponen Laporan Keuangan Laporan posisi keuangan Per Laporan laba rugi komprehe
nsif Untuk periode 9 bulan Untuk periode 3 bulan Laporan arus kas Untuk periode
9 bulan Laporan perubahan ekuitas Untuk periode 9 bulan Periode Interim 30 Septe
mber 20X1 1 Jan s/d 30 Sept 20X1 1 Juli s/d 30 Sept 20X1 1 Jan s/d 30 Sept 20X1
1 Jan s/d 30 Sept 20X1 Periode Komparatif 31 Desember 20X0 1 Jan s/d 30 Sept 20X
0 1 Juli s/d 30 Sept 20X0 1 Jan s/d 30 Sept 20X0 1 Jan s/d 30 Sept 20X0
Laporan Keuangan Konsolidasian
2.59. Entitas harus mengkonsolidasikan suatu entitas jika mempunyai pengendalian
atas entitas tersebut (entitas anak dan entitas bertujuan khusus). 2.60. Entita
s anak yang bergerak dalam jenis usaha yang berbeda atau tidak ada hubungannya d
engan jenis usaha entitas induk, dan memenuhi syarat pengendalian, maka laporan
keuangan entitas anak tersebut tetap dimasukkan dalam penyusunan laporan keuanga
n konsolidasian.
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
15
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Syarat Konsolidasi
2.61. Entitas memiliki pengendalian terhadap suatu entitas jika: 1. memiliki sec
ara langsung dan tidak langsung melalui entitas anak, lebih dari setengah kekuas
aan suara (voting power) entitas. 2. memiliki setengah atau kurang voting power
entitas, jika memenuhi salah satu dari hal-hal berikut ini: a. memiliki kekuasaa
n yang melebihi setengah hak suara (voting right) sesuai perjanjian dengan inves
tor lain; b. memiliki kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasiona
l entitas berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian; c. memiliki kekuasaan untu
k menunjuk atau mengganti sebagian besar dewan direksi atau dewan komisaris atau
organ pengatur setara dan mengendalikan entitas melalui dewan atau organ terseb
ut; d. memiliki kekuasaan untuk memberikan suara mayoritas pada rapat dewan dire
ksi dan dewan komisaris atau organ pengatur setara dan mengendalikan entitas mel
alui dewan direksi dan dewan komisaris atau organ tersebut; 2.62. Entitas memper
timbangkan hak suara potensial dalam menilai keberadaan pengendalian atas entita
s lain. 2.63. Hak suara potensial dapat timbul apabila entitas memiliki waran sa
ham atau opsi saham, atau instrumen lain yang dapat dikonversikan menjadi saham.
Kepemilikan instrumen tersebut memberikan potensi bagi entitas untuk menambah v
oting power kepada entitas lain atau mengurangi voting power dari pihak lain. 2.
64. Entitas menilai apakah hak suara potensial berkontribusi terhadap munculnya
suatu pengendalian, dengan cara: 1. menguji fakta dan keadaan timbulnya hak suar
a potensial; 2. menguji syarat pelaksanaan hak suara potensial; 3. menguji perja
njian kontraktual lain, yang dipertimbangkan secara individu maupun kombinasi.
16
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
2.65. Tetapi, entitas tidak mempertimbangkan hal berikut dalam menilai hak suara
potensial, yaitu: 1. menilai maksud manajemen untuk melaksanakan atau mengkonve
rsi hak tersebut; 2. menilai kemampuan keuangan untuk melaksanakan atau mengkonv
ersi hak tersebut.
Prosedur Konsolidasi
2.66. Dalam menyusun laporan keuangan konsolidasian, entitas menggabungkan secar
a satu per satu dengan menjumlahkan pos-pos sejenis dari aset, liabilitas, ekuit
as, penghasilan dan beban dari laporan keuangan entitas anak dan entitas bertuju
an khusus. 2.67. Entitas harus dapat menyajikan informasi keuangan dari kelompok
usahanya sebagai entitas ekonomi tunggal dalam laporan keuangan konsolidasian.
2.68. Prosedur yang harus dilakukan dalam melakukan laporan konsolidasian adalah
sebagai berikut: 1. mengeliminasi jumlah tercatat investasi entitas terhadap en
titas anak sebesar porsi entitas atas ekuitas entitas anak; 2. menentukan kepent
ingan nonpengendali atas laba atau rugi entitas anak selama periode pelaporan; 3
. menentukan secara terpisah kepentingan nonpengendali dan bagian kepemilikan en
titas atas aset neto entitas anak. Kepentingan non pengendali atas aset neto ter
diri dari: a. jumlah kepentingan nonpengendali pada tanggal kombinasi bisnis awa
l; b. bagian kepentingan nonpengendali atas perubahan ekuitas sejak tanggal komb
inasi bisnis awal. 2.69. Untuk tujuan konsolidasian, tanggal laporan keuangan en
titas anak harus sama dengan tanggal laporan keuangan entitas. Apabila tanggal l
aporan keuangan tersebut berbeda, maka entitas anak harus menyusun laporan keuan
gan tambahan dengan tanggal yang sama dengan laporan keuangan entitas. Apabila p
enyesuaian tanggal tersebut tidak dapat dilakukan, laporan
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
17
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
keuangan konsolidasian per tanggal laporan keuangan entitas masih dapat dilakuka
n sepanjang: 1. perbedaan tanggal laporan posisi keuangan tersebut tidak lebih d
ari 3 (tiga) bulan; dan 2. peristiwa atau transaksi material yang terjadi di ant
ara tanggal laporan posisi keuangan tersebut diungkapkan dalam catatan atas lapo
ran keuangan konsolidasian. 2.70. Laporan keuangan konsolidasian disusun dengan
menggunakan kebijakan akuntansi yang sama untuk peristiwa dan transaksi yang sej
enis antara entitas dengan entitas anak. 2.71. Kepentingan non pengendali disaji
kan dalam ekuitas, terpisah dari ekuitas milik entitas.
Ketentuan Mengenai Pihak-pihak Berelasi
2.72. Laporan keuangan entitas harus berisi pengungkapan bahwa posisi keuangan d
an laba rugi telah dipengaruhi oleh keberadaan pihak-pihak berelasi, transaksi d
an saldo, dan komitmen dengan pihak tersebut. 2.73. Entitas memiliki relasi deng
an pemerintah dan entitas lain yang dikendalikan, dikendalikan bersama, atau dip
engaruhi secara signifikan oleh pemerintah.
Ketentuan Umum Aset Keuangan
Pengertian Aset Keuangan
2.74. Aset keuangan adalah setiap aset yang berbentuk: 1. kas; 2. instrumen ekui
tas yang diterbitkan oleh entitas lain, misalnya saham entitas lain; 3. hak kont
raktual, yaitu hak yang timbul dari kesepakatan, baik tertulis maupun tidak tert
ulis untuk: a. menerima kas atau aset keuangan lainnya dari entitas lain, misaln
ya obligasi yang diterbitkan entitas lain dan piutang usaha; b. mempertukarkan a
set atau liabilitas keuangan dengan aset atau liabilitas keuangan entitas lain d
engan kondisi yang berpotensi menguntungkan.
18
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
1. 2. 3. 4.
2.75. Aset keuangan dikategorikan sebagai: diukur pada nilai wajar melalui lapor
an laba rugi/Fair Value Through Profit and Loss (FVTPL); dimiliki hingga jatuh t
empo/Held-to-Maturity (HTM); pinjaman yang diberikan dan Piutang/Loan and Receiv
able (LR); tersedia untuk dijual/Available-for-sale (AFS).
Kategori Aset Keuangan FVTPL
2.76. Persyaratan aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kategori FVTPL adala
h: 1. aset keuangan yang diklasifikasikan untuk tujuan diperdagangkan (trading);
atau 2. aset keuangan yang pada saat pengakuan awal telah ditetapkan untuk FVTP
L (fair value option/FVO). 2.77. Syarat aset keuangan yang termasuk kelompok dip
erdagangkan adalah: 1. diperoleh atau dimiliki terutama untuk tujuan dijual atau
dibeli kembali dalam waktu dekat; 2. merupakan bagian portfolio instrumen keuan
gan tertentu yang dikelola dan terdapat bukti mengenai adanya pola untuk mengamb
il untung dalam jangka pendek (short term profit taking) yang terkini; 3. deriva
tif. 2.78. Pengertian diperdagangkan mencerminkan aktivitas pembelian dan penjua
lan yang bersifat aktif dan berulang, dan umumnya digunakan untuk tujuan mempero
leh laba dari fluktuasi harga jangka pendek. 2.79. Persyaratan FVO dapat digunak
an untuk menghasilkan informasi yang lebih relevan karena untuk mengeliminasi at
au mengurangi secara signifikan ketidakkonsistenan suatu pengukuran atau pengaku
an yang akan timbul (accounting mismatch).
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
19
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
HTM
2.80. Persyaratan aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kategori HTM adalah:
1. aset keuangan nonderivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan
jatuh temponya telah ditetapkan; dan 2. entitas mempunyai intensi positif dan k
emampuan untuk memiliki aset keuangan tersebut hingga jatuh tempo.
LR
2.81. Syarat aset keuangan diklasifikasikan sebagai LR adalah: aset keuangan non
derivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan; dan 2. tidak mempunyai
kuotasi di pasar aktif. 1.
AFS
2.82. Syarat aset keuangan sebagai AFS adalah: aset keuangan nonderivatif yang d
iklasifikasikan sebagai tersedia untuk dijual; 2. aset keuangan tidak dapat dikl
asifikasikan sebagai FVTPL, HTM atau LR. 1.
Ringkasan Perlakuan Akuntansi Aset Keuangan
2.83. Ringkasan perlakuan akuntansi untuk setiap kategori aset keuangan tersaji
dalam tabel berikut:
Kategori Jenis Pengakuan Premium, instrumen awal diskonto dan biaya transaksi FV
TPL Efek Efek diukur Biaya transaksi ekuitas dan pada biaya diakui sebagai utang
perolehan beban dalam dikurangi laporan biaya laba rugi transaksi komprehensif
Laporan posisi keuangan Nilai wajar Dampak perubahan nilai wajar Keuntungan atau
kerugian diakui dalam laba rugi Penurunan dan pemulihan nilai
20
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Kategori Jenis Pengakuan Premium, instrumen awal diskonto dan biaya transaksi HT
M Efek utang Efek diukur Diamortisasi pada biaya dengan suku perolehan bunga efe
ktif dan diakui sebagai pendapatan bunga
Laporan posisi keuangan Biaya perolehan yang telah diamortisasi dengan suku bung
a efektif
Dampak perubahan nilai wajar -
Penurunan dan pemulihan nilai
LR
Efek utang
Efek diukur pada biaya perolehan
Diamortisasi dengan suku bunga efektif dan diakui sebagai pendapatan bunga
Biaya perolehan yang telah diamortisasi dengan suku bunga efektif
-
AFS
Efek utang
Harga perolehan
Efek ekuitas
Harga perolehan
Diamortisasi dengan suku bunga efektif dan diakui sebagai pendapatan bunga -
Nilai wajar
Kenaikan dan penurunan diakui dalam pendapatan komprehensif lain
Nilai wajar
Kenaikan dan penurunan diakui dalam pendapatan komprehensif lain
Penurunan nilai diakui sebagai kerugian dalam laba rugi Pemulihan nilai diakui s
ebagai keuntungan dalam laba rugi Nilai tercatat setelah pemulihan tidak boleh m
elebihi nilai tercatat seandainya tidak terjadi penurunan nilai pada tanggal pem
ulihan tersebut Penurunan nilai diakui sebagai kerugian dalam laba rugi Pemuliha
n nilai diakui sebagai keuntungan dalam laba rugi Nilai tercatat setelah pemulih
an tidak boleh melebihi nilai tercatat seandainya tidak terjadi penurunan nilai
pada tanggal pemulihan tersebut Penurunan nilai diakui sebagai kerugian dalam la
ba rugi Pemulihan nilai diakui sebagai keuntungan dalam laba rugi Nilai tercatat
setelah pemulihan tidak boleh melebihi nilai tercatat seandainya tidak terjadi
penurunan nilai pada tanggal pemulihan tersebut
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
21
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Kategori Jenis Pengakuan Premium, instrumen awal diskonto dan biaya transaksi In
strumen Harga ekuitas perolehan yang nilai wajarnya tidak dapat ditentukan secar
a andal
Laporan posisi keuangan Harga perolehan
Dampak perubahan nilai wajar -
Penurunan dan pemulihan nilai
Penurunan nilai diakui sebagai kerugian dalam laba rugi Tidak ada pemulihan nila
i
Metode Suku Bunga Efektif
2.84. Metode suku bunga efektif adalah metode yang digunakan untuk menghitung bi
aya perolehan yang diamortisasi dari aset keuangan dan metode untuk mengalokasik
an pendapatan bunga selama periode yang relevan. 2.85. Suku bunga efektif adalah
suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi pembayaran atau penerimaan
kas di masa depan selama perkiraan umur dari instrumen keuangan, atau jika lebi
h tepat, digunakan periode yang lebih singkat untuk memperoleh nilai tercatat ne
to dari aset keuangan. 2.86. Pada saat menghitung suku bunga efektif, entitas me
ngestimasi arus kas dengan mempertimbangkan seluruh persyaratan kontraktual dala
m instrumen keuangan tersebut (seperti pelunasan dipercepat, opsi beli dan opsi
serupa lainnya), namun tidak mempertimbangkan kerugian kredit di masa depan.
Penurunan Nilai
2.87. Penurunan nilai adalah suatu kondisi dimana terdapat bukti objektif terjad
inya peristiwa yang merugikan yang berdampak pada estimasi arus kas masa datang
(indikasi penurunan nilai). 2.88. Indikasi-indikasi penurunan nilai adalah: Kesu
litan keuangan signifikan yang dialami penerbit atau pihak peminjam; 2. Pelangga
ran kontrak, seperti terjadinya wanprestasi atau tunggakan pembayaran pokok atau
bunga; 1.
22
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
3. 4. 5. 6.
Pemberian keringanan pada pihak peminjam yang tidak mungkin diberikan jika pihak
peminjam tidak mengalami kesulitan; Terdapat kemungkinan pihak peminjam akan di
nyatakan pailit atau melakukan reorganisasi keuangan lainnya; Hilangnya pasar ak
tif dari aset keuangan akibat kesulitan keuangan, misalnya delisting; Data yang
dapat diobservasi mengindikasikan adanya penurunan estimasi arus kas masa depan
dari kelompok aset keuangan, meskipun belum dapat diidentifikasi secara individu
al, termasuk; a. memburuknya status pembayaran pihak peminjam dalam kelompok; b.
kondisi ekonomi nasional atau lokal yang berkorelasi dengan wanprestasi atas as
et dalam kelompok.
2.89. Uji penurunan nilai dilakukan secara individual untuk aset keuangan yang s
ignifikan yang terdapat indikasi penurunan nilai. Metode pembentukan candangan k
erugian penurunan nilai secara individual dengan perhitungan present value dari
estimasi arus kas masa depan dibandingkan jumlah tercatat. 2.90. Uji penurunan n
ilai dilakukan secara kolektif untuk aset keuangan yang tidak signifikan dan ase
t keuangan yang signifikan tetapi tidak memiliki indikasi penurunan nilai berdas
arkan data kerugian historis.
Ketentuan Umum Liabilitas Keuangan
2.91. Liabilitas keuangan adalah setiap kewajiban yang berupa kewajiban kontrakt
ual: 1. untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lainnya kepada entitas lain, mi
salnya utang usaha; atau 2. untuk mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas k
euangan dengan entitas lain dengan kondisi yang berpotensi merugikan entitas. 2.
92. Liabilitas keuangan diklasifikasikan dalam kategori diukur pada harga perole
han diamortisasi dengan metode suku bunga efektif (amortized cost).
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
23
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Ketentuan Umum Pengungkapan Instrumen Keuangan
2.93. Secara umum untuk aset keuangan dan liabilitas keuangan, hal-hal yang haru
s diungkapkan antara lain: 1. ikhtisar kebijakan akuntansi yang penting yang ter
masuk namun tidak terbatas pada: a. kategorisasi dan dasar pengukuran aset keuan
gan dalam penyusunan laporan keuangan; dan b. kebijakan akuntansi lainnya yang r
elevan dengan aset keuangan yang dapat mendukung pemahaman terhadap laporan keua
ngan; 2. metode dan teknik penilaian (valuasi) yang digunakan; 3. kategorisasi d
an nilai tercatat aset keuangan dan liabilitas keuangan; 4. perubahan nilai waja
r atas aset keuangan dalam kategori FVTPL; 5. jumlah aset keuangan yang berpinda
h dari atau ke setiap kategori dan latar belakang perpindahan kategori tersebut;
6. tujuan, kebijakan, dan proses pengelolaan risiko dan metode pengukuran risik
o aset keuangan dan perubahan dari periode sebelumnya (jika ada); 7. analisis te
rhadap aset keuangan berdasarkan karakteristik ekonomi yang sama; dan 8. jumlah
instrumen keuangan yang diterbitkan oleh pihak berelasi.
24
Bab II: Laporan Keuangan BUMN Perkebunan
-
Bab III AKUNTANSI ASET
pengertian dan karakteristik aset
3.1. Aset adalah sumber daya yang dikendalikan oleh entitas sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dimana manfaat ekonomis di masa depan diperkirakan akan dipe
roleh oleh entitas. 3.2. Manfaat ekonomis masa depan yang terwujud dalam aset ad
alah potensi dari aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun
tidak langsung, atas arus kas dan setara kas. Potensi tersebut dapat berbentuk
sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari aktivitas usaha. Mungkin pula b
erbentuk sesuatu yang dapat diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk ke
mampuan unt uk mengurangi pengeluaran kas. 3.3. Manfaat ekonomis masa depan yang
terwujud dalam aset dapat mengalir dengan beberapa cara, misalnya aset dapat: 1
. digunakan sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan jasa yang
dijual oleh entitas; 2. dipertukarkan dengan aset lain; 3. digunakan untuk meny
elesaikan liabilitas; atau 4. dibagikan kepada para pemilik. 3.4. Pada umumnya,
aset memiliki bentuk fisik. Namun demikian, bentuk fisik tersebut tidak esensial
untuk menentukan eksistensi aset. Oleh karena itu, misalnya aset tidak berwujud
merupakan aset kalau mendatangkan manfaat ekonomis di masa depan dan dikendalik
an oleh entitas. 3.5. Pada umumnya aset dihubungkan dengan hak menurut hukum, te
rmasuk hak milik, misalnya piutang dan properti. Namun demikian, eksistensi aset
ditentukan bukan semata-mata oleh adanya hak milik tetapi berdasarkan
Bab III: Akuntansi Aset
25
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
kemampuan untuk mengendalikan manfaat yang diharapkan dari aset tersebut, misaln
ya properti yang diperoleh melalui sewa pembiayaan (finance lease), maka propert
i tersebut diakui menjadi aset. Selain itu, suatu barang atau jasa dapat memenuh
i definisi aset meskipun tidak dikuasai berdasarkan hukum, misalnya pengetahuan
yang diperoleh melalui aktivitas pengembangan dapat memenuhi definisi aset jika,
dengan merahasiakan pengetahuan tersebut, maka entitas menikmati manfaat yang d
iperkirakan dari pengetahuan tersebut. 3.6. Aset berasal dari transaksi atau per
istiwa lain yang terjadi di masa lalu. Aset biasanya diperoleh melalui pembelian
, tetapi transaksi atau peristiwa lain juga dapat menghasilkan aset, misalnya pr
operti yang diterima dari pemerintah sebagai bagian dari program untuk merangsan
g pertumbuhan ekonomi nasional. 3.7. Transaksi atau peristiwa yang diharapkan te
rjadi di masa depan tidak dengan sendirinya memunculkan aset, misalnya maksud un
tuk membeli persediaan tidak dengan sendirinya memenuhi definisi aset. 3.8. Terd
apat hubungan erat antara terjadinya pengeluaran dan timbulnya aset, tetapi kedu
a peristiwa ini tidak perlu harus terjadi bersamaan. Apabila entitas melakukan p
engeluaran, maka peristiwa ini memberikan bukti bahwa entitas tersebut memperkir
akan manfaat ekonomis, tetapi belum merupakan bukti konklusif bahwa suatu barang
atau jasa yang memenuhi definisi aset telah diperoleh. Sama halnya dengan tidak
adanya pengeluaran tidak mengecualikan suatu barang atau jasa memenuhi definisi
aset dan dengan demikian terdapat kemungkinan untuk diakui dalam laporan posisi
keuangan, misalnya barang atau jasa yang telah diterima melalui donasi memenuhi
definisi aset. 3.9. Aset kontinjensi merupakan aset potensial yang timbul dari
peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak te
rjadinya satu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada
dalam kendali entitas. 3.10. Timbulnya aset kontinjensi biasanya b e r a s a l
dari peristiwa tidak terencana atau tidak diperkirakan yang menimbulkan kemungki
nan arus masuk manfaat ekonomis.
26
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
3.11. Aset kontinjensi tidak diakui dalam laporan keuangan karena dapat menimbul
kan pengakuan penghasilan yang mungkin tidak pernah terealisasikan. Akan tetapi,
apabila realisasi penghasilan sudah dapat dipastikan, aset tersebut bukan merup
akan aset kontinjensi, melainkan diakui sebagai aset. 3.12. Aset kontinjensi har
us dikaji ulang secara terus-menerus untuk memastikan bahwa perkembangannya tela
h tercermin dengan semestinya dalam laporan keuangan. Jika dapat dipastikan bahw
a entitas akan menerima arus masuk manfaat ekonomis, maka diakui sebagai aset da
n penghasilan terkait pada periode timbulnya kepastian tersebut. 3.13. Akan teta
pi, apabila yang timbul hanya kemungkinan besar (bahwa akan memperoleh arus masu
k manfaat ekonomis), maka diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Pengu
ngkapan tersebut meliputi uraian singkat mengenai karakteristik aset kontinjensi
pada tanggal laporan posisi keuangan dan, apabila praktis, estimasi dampak keua
ngannya.
Bab III: Akuntansi Aset
27
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
aset lanCar
Kas dan Setara Kas
Definisi
3.14. Kas adalah mata uang kertas dan logam baik rupiah maupun mata uang asing y
ang masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dan rekening giro. 3.15. Seta
ra kas adalah investasi yang sangat likuid, berjangka pendek, dan cepat dapat di
jadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang s
ignifikan.
Dasar Pengaturan
1. 2. 3. 4. 5.
3.16. Dasar pengaturan untuk kas dan setara kas antara lain: PSAK 2: Laporan Aru
s Kas; PSAK 23: Pendapatan; PSAK 50: Instrumen Keuangan: Penyajian; PSAK 55: Ins
trumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran; PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungk
apan.
Penjelasan
3.17. Kas dan setara kas merupakan aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kat
egori LR. 3.18. Suatu investasi dapat memenuhi syarat sebagai setara kas hanya j
ika segera akan jatuh tempo misalnya dalam waktu tiga bulan atau kurang sejak ta
nggal perolehannya. 1. 2. 3. 4. 3.19. Kas dan setara kas antara lain terdiri dar
i: kas, baik dalam rupiah maupun mata uang asing; giro pada bank; setoran dalam
perjalanan; deposit on call.
3.20. Deposit on call adalah simpanan yang hanya dapat ditarik dengan syarat pem
beritahuan sebelumnya.
28
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Perlakuan Akuntansi Pengakuan dan pengukuran
3.21. Kas dan setara kas diakui pada saat terjadinya sebesar nilai nominal.
Penyajian
3.22.
Kas dan setara kas disajikan dalam kelompok aset lancar.
Pengungkapan
1. 2. 3.
3.23. Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain: rincian jenis dan jumlah kas d
an setara kas; kas dan setara kas yang dibatasi penggunaannya; pengungkapan lain
nya.
3.24. Entitas juga harus mengungkapkan hal-hal yang diatur dalam pengungkapan in
strumen keuangan secara umum pada Bab II paragraf 2.93.
Ilustrasi Jurnal
1.
Pada saat penerimaan Db. Kas dan setara kas Kr. Pendapatan usaha/piutang/pos ter
kait Pada saat penggunaan Db. Utang usaha/beban usaha/pos terkait Kr. Kas dan se
tara kas
2.
Bab III: Akuntansi Aset
29
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Piutang Usaha
Definisi
3.25. Piutang usaha adalah hak tagih terhadap pihak lain atas kas, barang atau j
asa dari kegiatan usaha entitas.
Dasar Pengaturan
1. 2. 3. 4.
3.26. Dasar pengaturan untuk piutang usaha antara lain: PSAK 23: Pendapatan; PSA
K 50: Instrumen Keuangan: Penyajian; PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran; PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan.
Penjelasan
3.27. Piutang usaha merupakan tagihan kepada pihak lain atas penjualan barang at
au pemberian jasa yang merupakan bagian dari kegiatan usaha sesuai anggaran dasa
r. 3.28. Piutang usaha merupakan hak yang muncul dari penyerahan barang atau jas
a, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara entitas dan pihak lain, yang
mewajibkan pihak lain tersebut untuk melunasi pembayaran atas barang atau jasa y
ang telah diterimanya atau utangnya setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan. 3.29. Transaksi piutang usaha, antara lain, memiliki karakteristik
sebagai berikut: 1. adanya penyerahan barang atau jasa; 2. persetujuan atau kese
pakatan berutang; 3. jangka waktu tertentu. 3.30. Piutang usaha antara lain bera
sal dari penjualan produk atau jasa dari aktivitas utama entitas. 3.31. Piutang
usaha merupakan aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kategori LR.
30
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
3.32. Tata cara pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai piutang mengacu pa
da ketentuan umum aset keuangan pada Bab II paragraf 2.89 2.90. 3.33. Cadangan pe
nurunan nilai (yaitu cadangan penurunan piutang tidak tertagih yang sudah 100% d
ari jumlah piutang), tetap disajikan sebagai bagian piutang.
Perlakuan Akuntansi Pengakuan dan pengukuran
Pengakuan dan pengukuran awal 3.34. Piutang usaha diakui pada saat barang disera
hkan kepada pembeli sesuai dengan perjanjian penjualan barang. 1. FOB shipping p
oint diakui pada saat barang diterima entitas pengiriman untuk diserahkan kepada
pembeli; 2. FOB destination diakui pada saat barang diterima pembeli. Pengukura
n selanjutnya 3.35. Piutang usaha berkurang pada saat pembayaran diterima atau d
ihapuskan. 3.36. Penurunan nilai piutang usaha diakui sebagai kerugian pada peri
ode terjadinya. 3.37. Pemulihan nilai piutang usaha diakui sebagai keuntungan pa
da periode terjadinya. 3.38. Piutang usaha dihentikan pengakuannya pada saat dis
elesaikan melalui pelunasan atau dikompensasi dengan liabilitas atau aset lain.
3.39. Apabila terjadi pembayaran setelah piutang dihapusbukukan maka diakui seba
gai pendapatan nonusaha.
Penyajian
3.40.
Piutang usaha disajikan dalam kelompok aset lancar.
31
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Pengungkapan
1. 2. 3. 4. 5.
3.41. Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain: rincian jenis dan jumlah piuta
ng; jumlah piutang dengan pihak-pihak berelasi; metode pembentukan dan jumlah ca
dangan kerugian penurunan nilai piutang; jumlah piutang yang dijadikan agunan pi
njaman bank; pengungkapan lainnya.
3.42. Entitas juga harus mengungkapkan hal-hal yang diatur dalam pengungkapan in
strumen keuangan secara umum pada Bab II paragaraf 2.93.
Ilustrasi Jurnal
1.
Pada saat penjualan barang/jasa Db. Piutang usaha Kr. Penjualan ekspor/lokal Pad
a saat menerima pembayaran Db. Kas dan setara kas Kr. Piutang yang terkait Pada
saat terjadi penurunan nilai: Db. Beban penurunan nilai piutang Kr. Akumulasi pe
nurunan nilai piutang Pada saat hapus buku Db. Akumulasi cadangan penurunan nila
i piutang Db. Beban penghapusan piutang Kr. Piutang usaha Pada saat penerimaan p
elunasan piutang yang telah dihapusbukukan Db. Kas dan setara kas Kr. Pendapatan
nonusaha
2.
3.
4.
5.
32
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Piutang Lain-lain
Definisi
3.43. Piutang lain-lain adalah hak tagih terhadap pihak lain atas kas, barang at
au jasa dari kegiatan diluar kegiatan usaha entitas.
Dasar Pengaturan
1. 2. 3. 4.
3.44. Dasar pengaturan untuk piutang lain-lain antara lain: PSAK 23: Pendapatan;
PSAK 50: Instrumen Keuangan: Penyajian; PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan
dan Pengukuran; PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan.
Penjelasan
3.45. Piutang lain-lain adalah piutang selain dari kegiatan usaha atau piutang s
elain piutang usaha. 3.46. Piutang lain-lain merupakan hak yang muncul dari peny
erahan barang atau jasa diluar kegiatan usaha entitas, berdasarkan persetujuan a
tau kesepakatan antara entitas dan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain terseb
ut untuk melunasi pembayaran atas barang atau jasa yang telah diterimanya atau u
tangnya setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. 3.47. Piutang l
ain-lain antara lain berasal dari pemberian pinjaman kepada pihak lain, seperti
karyawan. 3.48. Piutang lain-lain merupakan aset keuangan yang diklasifikasikan
dalam kategori LR. 3.49. Tata cara pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai
piutang mengacu pada ketentuan umum aset keuangan pada Bab II paragraf 2.89 2.90
. 3.50. Cadangan penurunan nilai (yaitu cadangan penurunan piutang tidak tertagi
h yang sudah 100% dari jumlah piutang), tetap disajikan sebagai bagian piutang.
Bab III: Akuntansi Aset
33
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Perlakuan Akuntansi Pengakuan dan Pengukuran
Pengakuan dan pengukuran awal 3.51. Piutang lain-lain diakui pada saat aset, mis
alnya kas, diserahkan kepada pihak lain. Pengukuran selanjutnya 3.52. Piutang be
rkurang pada saat pembayaran diterima atau dihapuskan. 3.53. Penurunan nilai piu
tang lain-lain diakui sebagai kerugian pada periode terjadinya. 3.54. Pemulihan
nilai piutang lain-lain diakui sebagai keuntungan pada periode terjadinya. 3.55.
Piutang lain-lain dihentikan pengakuannya pada saat diselesaikan melalui peluna
san atau dikompensasi dengan liabilitas atau aset lain. 3.56. Apabila terjadi pe
mbayaran setelah piutang dihapusbukukan maka diakui sebagai pendapatan nonusaha.
Penyajian
3.57.
Piutang lain-lain disajikan dalam kelompok aset lancar.
Pengungkapan
1. 2. 3. 4.
3.58. Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain: rincian jenis dan jumlah piut
ang; jumlah piutang dengan pihak-pihak yang berelasi; metode pembentukan dan jum
lah cadangan kerugian penurunan nilai piutang yang dibentuk; pengungkapan lainny
a.
34
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
3.59. Entitas juga harus mengungkapkan hal-hal yang diatur dalam pengungkapan in
strumen keuangan secara umum pada Bab II paragraf 2.93.
Ilustrasi Jurnal
1.
Pada saat pengakuan awal Db. Piutang lain-lain Kr. Kas dan setara kas Pada saat
menerima pembayaran Db. Kas dan setara kas Kr. Piutang lain-lain Pada saat terja
di penurunan nilai Db. Beban penurunan nilai piutang Kr. Akumulasi penurunan nil
ai piutang Pada saat hapus buku Db. Akumulasi penurunan nilai piutang Db. Beban
penghapusan piutang Kr. Piutang lain-lain Pada saat penerimaan pelunasan piutang
yang telah dihapusbukukan Db. Kas dan setara kas Kr. Pendapatan nonusaha
2.
3.
4.
5.
Bab III: Akuntansi Aset
35
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Piutang Antar Badan Hukum Jangka Pendek
Definisi
3.60. Piutang antar badan hukum jangka pendek adalah piutang yang timbul sebagai
akibat dari transaksi nonusaha dengan pihak-pihak yang berelasi, selain untuk p
os yang telah ditentukan penyajiannya dan akan diselesaikan dalam satu periode s
etelah tanggal laporan posisi keuangan yang diselesaikan dengan menggunakan kas
atau aset keuangan lainnya. 3.61. Pihak-pihak berelasi adalah orang atau entitas
lain yang terkait dengan entitas yang menyiapkan laporan keuangan. 3.62. Transa
ksi pihak berelasi adalah suatu pengalihan sumber daya, jasa atau kewajiban anta
ra entitas pelapor dengan pihak-pihak berelasi, terlepas apakah ada harga yang d
ibebankan.
Dasar Pengaturan
3.63. Dasar pengaturan untuk piutang antar badan hukum jangka pendek antara lain
: 1. PSAK 7: Pengungkapan Pihak-pihak yang berelasi; 2. PSAK 50: Instrumen Keuan
gan: Penyajian; 3. PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran; 4. PSA
K 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan.
Penjelasan
3.64. Pihak-pihak berelasi yang dimaksud adalah hubungan antar entitas BUMN perk
ebunan. 3.65. Piutang antar badan hukum jangka pendek mencakup piutang yang timb
ul dari transaksi nonusaha antara entitas dengan entitas lain, entitas anak, dan
entitas asosiasinya yang berelasi, dimana akan diselesaikan dalam satu periode
setelah tanggal laporan posisi keuangan. Sedangkan untuk piutang yang timbul dar
i transaksi usaha, termasuk dalam bagian piutang usaha.
36
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
3.66. Piutang antar badan hukum terdiri dari antara lain: 1. piutang yang berasa
l dari transaksi di luar usaha melalui rekening antar badan hukum yang dilakukan
pelunasan piutang secara reguler, misalnya piutang atas pengobatan dan biaya ru
mah sakit untuk karyawan. Penyelesaian atas piutang tersebut dapat berupa kas at
au aset nonkeuangan lainnya; 2. piutang yang berupa modal kerja. 3.67. Piutang a
ntar badan hukum jangka pendek termasuk aset keuangan yang diklasifikasikan dala
m kategori LR. 3.68. Untuk piutang antar badan hukum yang akan dilakukan pelunas
an secara reguler, tidak perlu dilakukan uji penurunan nilai untuk menentukan ca
dangan kerugian penurunan nilai piutang. 3.69. Untuk piutang antar badan hukum y
ang berupa modal kerja perlu dilakukan uji penurunan nilai untuk menentukan cada
ngan kerugian penurunan nilai piutang. Metode untuk menentukan cadangan kerugian
penurunan nilai piutang adalah secara individual. 3.70. Tata cara pembentukan c
adangan kerugian penurunan nilai piutang mengacu pada ketentuan umum aset keuang
an pada Bab II paragraf 2.892.90.
Perlakuan Akuntansi Pengakuan dan pengukuran
Pengakuan dan pengukuran awal 3.71. Piutang antar badan hukum jangka pendek diak
ui pada saat penyerahan aset sebesar jumlah yang diserahkan. Pengukuran selanjut
nya 3.72. Untuk piutang modal kerja, biaya transaksi (jika ada amortisasi atas p
remium, diskon atau biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dengan
piutang tersebut) diamortisasi dengan suku bunga efektif. 3.73. Penurunan nilai
piutang antar badan hukum jangka pendek diakui sebagai kerugian pada periode ter
jadinya.
Bab III: Akuntansi Aset
37
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
3.74. Pemulihan nilai piutang antar badan hukum jangka pendek diakui sebagai keu
ntungan pada periode terjadinya. 3.75. Apabila terjadi pembayaran setelah piutan
g dihapusbukukan maka diakui sebagai pendapatan nonusaha. 3.76. Piutang antar ba
dan hukum dihentikan pengakuannya pada saat diselesaikan melalui pelunasan atau
dikompensasi dengan liabilitas atau aset lain.
Penyajian
3.77. Piutang antar badan hukum jangka pendek disajikan dalam kelompok aset lanc
ar.
Pengungkapan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
3.78. Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain: rincian piutang antar badan hu
kum jangka pendek berdasarkan jenis, umur dan jumlah; kebijakan dan metode akunt
ansi yang digunakan, termasuk kriteria pengakuan dan dasar pengukuran yang diter
apkan; nama entitas sebagai debitur (yang dikendalikan bersama oleh pemerintah)
dan sifat hubungannya dengan entitas; sifat dan jumlah setiap transaksi yang sec
ara individual signifikan; untuk transaksi yang signifikan secara kolektif; indi
kasi kuantitatif atau kualitatif luasnya transaksi; pengungkapan lainnya.
3.79. Entitas juga harus mengungkapkan hal-hal yang diatur dalam pengungkapan in
strumen keuangan secara umum pada Bab II paragraf 2.93.
Ilustrasi Jurnal
1.
Pada saat pengakuan awal Db. Piutang antar badan hukum jangka pendek Kr. Kas dan
setara kas
38
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
2.
Pada saat penyelesaian Db. Kas dan setara kas Kr. Piutang antar badan hukum jang
ka pendek Pada saat terjadi penurunan nilai Db. Beban kerugian penurunan nilai p
iutang Kr. Akumulasi kerugian penurunan nilai piutang Pada saat hapus buku Db. A
kumulasi kerugian penurunan nilai piutang Db. Beban penghapusan piutang Kr. Piut
ang antar badan hukum jangka pendek Pada saat penerimaan pelunasan piutang antar
badan hukum jangka pendek yang telah dihapusbukukan Db. Kas dan setara kas Kr.
Pendapatan nonusaha
3.
4.
5.
Bab III: Akuntansi Aset
39
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Investasi Jangka Pendek
Definisi
3.80. Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan d
imaksudkan untuk dimiliki selama satu tahun atau kurang, yang berbentuk aset keu
angan. 3.81. Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat di
lakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian dengan bank.
Dasar Pengaturan
1. 2. 3. 4.
3.82. Dasar pengaturan untuk investasi jangka pendek antara lain: PSAK 23: Penda
patan; PSAK 50: Instrumen Keuangan: Penyajian; PSAK 55: Instrumen Keuangan: Peng
akuan dan Pengukuran; PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan;
Penjelasan
3.83. Investasi jangka pendek adalah penanaman dana yang berisiko atau yang seje
nis yang dimaksudkan untuk memperoleh pendapatan yang diperkirakan akan direalis
asi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah periode pelaporan. 3.84. Inv
estasi jangka pendek yang dimaksud adalah penempatan dana di bank dan surat berh
arga (efek), antara lain dalam bentuk: 1. penempatan dana di bank, misalnya depo
sito berjangka yang akan jatuh tempo dalam satu tahun setelah tanggal laporan po
sisi keuangan; 2. penempatan dana pada efek utang, misalnya obligasi, yang akan
jatuh tempo dalam satu tahun setelah tanggal laporan posisi keuangan; 3. penempa
tan dana pada efek ekuitas, misalnya saham, yang bersifat jangka pendek. 3.85. I
nvestasi jangka pendek merupakan aset keuangan yang dikategorikan menjadi: 1. di
ukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi (FVTPL); 2. investasi dimiliki h
ingga jatuh tempo (HTM); 3. tersedia untuk dijual (AFS); 4. pinjaman yang diberi
kan dan piutang (LR).
40
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
3.86. Jenis investasi jangka pendek dengan kategori aset keuangan ditunjukkan da
lam matrik berikut ini:
No 1. 2. 3. Jenis Investasi Jangka Pendek Deposito berjangka Obligasi Saham FVTP
L HTM AFS LR -
Perlakuan Akuntansi Pengakuan dan pengukuran
Pengakuan dan pengukuran awal 3.87. Penempatan dana sebagai investasi jangka pen
dek di bank diakui pada saat dilakukan penyerahan dana sebesar nilai nominal. 3.
88. Penempatan dana sebagai investasi jangka pendek di surat berharga/ efek diak
ui pada saat dilakukan penyerahan dana sebesar biaya perolehan. 3.89. Biaya tran
saksi kategori FVTPL diakui sebagai beban periode berjalan. 3.90. Biaya transaks
i kategori AFS, LR, dan HTM diakui sebagai penambah biaya perolehan. Pengukuran
selanjutnya 3.91. Investasi jangka pendek dalam kategori FVTPL dan AFS diukur pa
da nilai wajar. 3.92. Investasi jangka pendek dalam kategori HTM dan LR diukur p
ada biaya perolehan yang diamortisasi dengan menggunakan suku bunga efektif (lih
at paragraf 2.85). Perubahan nilai wajar 3.93. Untuk investasi jangka pendek dal
am kategori FVTPL, kenaikan atau penurunan nilai wajar diakui dalam laba rugi.
Bab III: Akuntansi Aset
41
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
3.94. Untuk investasi jangka pendek dalam kategori AFS, kenaikan dan penurunan n
ilai wajar diakui dalam pendapatan komprehensif lain. Penurunan nilai 3.95. Untu
k investasi jangka pendek dalam kategori AFS, HTM dan LR, penurunan nilai diakui
sebagai kerugian. Pemulihan nilai 3.96. Untuk investasi jangka pendek dengan ka
tegori AFS, HTM dan LR, pemulihan nilai diakui sebagai keuntungan. 3.97. Jumlah
pemulihan nilai tersebut tidak boleh mengakibatkan jumlah tercatat pada saat pem
ulihan melebihi jumlah yang seharusnya jika tidak terjadi penurunan nilai. Penda
patan Investasi 3.98. Pendapatan bunga, dividen, keuntungan atau kerugian akibat
investasi jangka pendek diakui sebagai pendapatan dan beban nonusaha. Penghenti
an Pengakuan 3.99. Investasi jangka pendek dihentikan pengakuannya pada saat dil
epaskan misalnya dijual atau jatuh tempo. 3.100. Keuntungan atau kerugian dari p
elepasan invetasi jangka pendek diakui dalam laba rugi.
Penyajian
3.101. Investasi jangka pendek disajikan dalam kelompok aset lancar.
42
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Pengungkapan
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
3.102. Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain: cakupan dan sifat instrumen k
euangan, termasuk syarat dan kondisi signifikan yang mempengaruhi jumlah, waktu
dan tingkat kepastian arus kas di masa mendatang; kebijakan dan metode akuntansi
yang digunakan, termasuk kriteria pengakuan dan pengukuran; apakah pembelian da
n penjualan dicatat pada tanggal transaksi atau penyelesaian; nilai tercatat dar
i investasi jangka pendek yang dijadikan agunan; nilai tercatat dari investasi j
angka pendek yang termasuk bagian diperdagangkan; alasan reklasifikasi, jika mel
akukan reklasifikasi; item material dari pendapatan, beban, keuntungan atau keru
gian akibat investasi jangka pendek; sifat dan jumlah kerugian penurunan nilai.
3.103. Entitas juga harus mengungkapkan hal-hal yang diatur dalam pengungkapan i
nstrumen keuangan secara umum pada Bab II paragraf 2.93.
Ilustrasi Jurnal Kategori FVTPL
1.
Pada saat perolehan Db. Investasi jangka pendek FVTPL Kr. Kas dan setara kas Pad
a saat perubahan nilai wajar a. Terjadi keuntungan Db. Investasi jangka pendek F
VTPL Kr. Keuntungan b. Terjadi kerugian Db. Kerugian Kr. Investasi jangka pendek
FVTPL
2.
Bab III: Akuntansi Aset
43
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
3.
Pada saat pengakuan pendapatan investasi a. Pada saat pengakuan Db. Piutang divi
den/bunga Kr. Pendapatan dividen/bunga b. Pada saat penerimaan Db. Kas dan setar
a kas Kr. Piutang dividen/bunga
4.
Pada saat penjualan investasi Db. Kas atau setara kas Dr/Kr. Keuntungan/kerugian
Kr. Investasi jangka pendek
Kategori AFS
1.
Pada saat perolehan Db. Investasi jangka pendek AFS Kr. Kas dan setara kas Pada
saat penyesuaian nilai wajar a. Terjadi kenaikan Db. Investasi jangka pendek AFS
Kr. Penyesuaian nilai wajar (pendapatan komprehensif lain) b. Terjadi penurunan
Db. Penyesuaian nilai wajar (pendapatan komprehensif lain) Kr. Investasi jangka
pendek AFS Pada saat pengakuan pendapatan investasi Sama dengan ilustrasi jurna
l untuk kategori FVTPL di atas Pada saat penurunan nilai Db. Kerugian penurunan
nilai Db/Kr. Penyesuaian nilai wajar (pendapatan komprehensif lain) Kr. Investas
i jangka pendek AFS Pada saat pemulihan nilai Db. Investasi jangka pendek AFS Kr
. Keuntungan pemulihan nilai
2.
3. 4.
5.
44
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
6.
Pada saat pelepasan Db. Kas dan setara kas Db/Kr Penyesuaian nilai wajar (pendap
atan komprehensif lain) Db/Kr Kerugian/Keuntungan Kr. Investasi jangka pendek-AF
S
Kategori HTM dan LR
1.
Pada saat perolehan awal a. Diperoleh dengan premium Db. Investasi jangka pendek
HTM/LR Db. Investasi jangka pendek premium Kr. Kas dan setara kas b. Diperoleh
dengan diskonto Db. Investasi jangka pendek HTM/LR Kr. Investasi jangka pendek d
iskonto Kr. Kas dan setara kas c. Diperoleh pada par Db. Investasi jangka pendek
HTM/LR Kr Kas dan setara kas
2.
Pendapatan bunga a. Diperoleh dengan premium Db. Kas dan setara kas Db. Amortisa
si premium (pengurang pendapatan bunga) Kr. Investasi jangka pendek premium Kr.
Pendapatan bunga b. Dip erol eh dengan diskon Db. Kas dan setara kas Db. Investa
si jangka pendek diskonto Kr. Amortisasi diskonto (penambah pendapatan bunga) Kr
. Pendapatan bunga c. Diperoleh pada par Db. Kas dan setara kas Kr. Pendapatan b
unga
Bab III: Akuntansi Aset
45
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
3. 4.
Pada saat perubahan nilai wajar Tidak ada jurnal Pada saat penurunan nilai Db. K
erugian penurunan nilai Kr. Investasi jangka pendek HTM/LR Pada saat pemulihan n
ilai Db. Investasi jangka pendek HTM/LR Kr. Keuntungan pemulihan nilai Pada saat
jatuh tempo a. Dengan diskonto Db. Kas atau setara kas Db. Investasi jangka pen
dek diskonto Kr. Investasi jangka pendek HTM/LR Kr. Pendapatan bunga b. Dengan p
remium Db. Kas atau setara kas Db. Pendapatan bunga Kr. Investasi jangka pendek
premium Kr. Investasi jangka pendek HTM/LR c. Pada Par Db. Kas dan setara kas Kr
. Investasi jangka pendekHTM/LR Kr. Pendapatan bunga
5.
6.
46
Bab III: Akuntansi Aset
-
Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS
Persediaan
Definisi
1. 2. 3.
3.104. Persediaan adalah: aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha n
ormal; aset dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau aset yang ters
edia dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam pemberian pelaya
nan, proses produksi, dan mendukung kegiatan administratif.
3.105. Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset an
tar pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu t
ransaksi dengan wajar. 3.106. Nilai realisasi bersih adalah taksiran harga wajar
penjualan dalam kegiatan usaha normal dikurangi dengan taksiran biaya yang dipe
rlukan untuk melaksanakan penjualan, jika ada. 3.107. Produk utama adalah produk
yang dimaksudkan untuk dihasilkan dari suatu proses produksi yang serentak. 3.1
08. Produk sampingan adalah produk yang tidak dimaksudkan untuk dihasilkan dari
suatu proses produksi yang serentak dan mempunyai nilai yang relatif rendah.
Dasar Pengaturan
3.109. Dasar pengaturan untuk persediaan antara lain adalah PSAK 14: Persediaan.
Penjelasan Jenis Persediaan
3.110. Persediaan yang dimiliki entitas dalam bentuk hasil tanaman, barang dalam
proses, bahan baku, bahan pelengkap serta biaya persediaan tebu giling (biaya-b
iaya perawatan, pemupukan dan biaya lainnya yang berhu