118109938-tb-paru

21
 1 Tuberkulosis Paru Krissaesha Novera Suhin 10 2008 034 Mahasiswi semester VI Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510 [email protected]  SKENARIO 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan 3 bulan. Anak perempuannya (R, 9 tahun) saat ini sedang batuk-batuk sudah 3 minggu tidak kunjung reda, karena ketiadaan uang hanya minum obat dari took obat dan jamu. Keluarga Bapak M tinggal di sebuah rumah semi permanen 4x11 meter di  pemukiman yang padat penduduk . I. PENDAHULUAN Data yang dilaporkan WHO Indonesia menempati urutan nomor tiga setelah india dan cina yaitu dengan angka 1,7 juta orang Indonesia, menurut teori apabila tidak diobati, tiap satu orang penderita tuberkulosis akan menularkan pada sekitar 10 sampai 15 orang dan cara penularannya dipengaruhi berbagai factor. Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosa. Penularan kuman dipindahkan melalui udara ketika seseorang sedang batuk, bersin, yang kemudian terjadi droplet. Seseorang penderita TBC akan mengalami tanda dan gejala seperti kelelahan, lesu, mual, anoreksia, penurunan berat-badan, haid tidak teratur pada wanita, demam sub febris dari beberapa minggu sampai beberapa bulan, malam batuk, produksi sputum mukuporolent atau disertai darah, nafas bunyi crakles (gemercik), Wheezing (mengi). Keringat banyak malam hari, kedinginan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi tuberkulosis menurut Alsagaff (2001) adalah adanya sumber infeksi (sering kontak dengan penderita), penurunan daya tahan tubuh

Upload: r4hayu

Post on 04-Oct-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asdjhhlfhllfdssdfsfsfdfsdfsdfssdfsdfksdlfklslfksfsuhkhkjhkjhkjkjsfkjskdfjksf

TRANSCRIPT

  • 1

    Tuberkulosis Paru

    Krissaesha Novera Suhin

    10 2008 034

    Mahasiswi semester VI Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

    Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

    [email protected]

    SKENARIO 1

    Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M

    mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan 3 bulan. Anak perempuannya (R, 9 tahun) saat

    ini sedang batuk-batuk sudah 3 minggu tidak kunjung reda, karena ketiadaan uang hanya minum obat

    dari took obat dan jamu. Keluarga Bapak M tinggal di sebuah rumah semi permanen 4x11 meter di

    pemukiman yang padat penduduk.

    I. PENDAHULUAN

    Data yang dilaporkan WHO Indonesia menempati urutan nomor tiga setelah india dan cina

    yaitu dengan angka 1,7 juta orang Indonesia, menurut teori apabila tidak diobati, tiap satu orang

    penderita tuberkulosis akan menularkan pada sekitar 10 sampai 15 orang dan cara penularannya

    dipengaruhi berbagai factor.

    Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah.

    Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh mycobacterium

    tuberkulosa. Penularan kuman dipindahkan melalui udara ketika seseorang sedang batuk, bersin,

    yang kemudian terjadi droplet. Seseorang penderita TBC akan mengalami tanda dan gejala seperti

    kelelahan, lesu, mual, anoreksia, penurunan berat-badan, haid tidak teratur pada wanita, demam

    sub febris dari beberapa minggu sampai beberapa bulan, malam batuk, produksi sputum

    mukuporolent atau disertai darah, nafas bunyi crakles (gemercik), Wheezing (mengi). Keringat

    banyak malam hari, kedinginan.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi tuberkulosis menurut Alsagaff (2001)

    adalah adanya sumber infeksi (sering kontak dengan penderita), penurunan daya tahan tubuh

  • 2

    (pasien infeksi HIV, pengguna obat-obat terlarang atau alkohol), faktor lingkungan (pemukiman

    yang penuh, kumuh), virulensi tinggi dan jumlah basil banyak (perilaku buang dahak sembarangan),

    faktor imunologis, faktor psikologis, dan kelompok sosio ekonomi rendah (nutrisi dan sebagainya).

    Penatalaksanaan TBC meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Penatalasanaan

    secara promotif yaitu Peningkatan kesehatan diberikan pada individu dan keluarga baik yang

    kontak dengan penderita TBC maupun tidak, adapun cara-cara untuk meningkatkan kesehatan

    terkait dengan TBC meliputi hal-hal : menghindari factor resiko, mengelola stress, menjaga

    kebersihan diri (Personal higiene), nutrisi yang seimbang, imunisasi, pemeriksaan rutin

    (laboratorium).

    Pengetahuan penderita TBC dan keluarga pada tingkatan tahu adalah mengingat penyebab

    kambuhnya batuk, tertarik menjadi tahu setelah melihat iklan obat batuk dan dengan obat batuk

    tersebut gejala batuk bisa reda. Contoh dari pengetahuan tingkat kedua (memahami) adalah

    mampu menjelaskan tanda dan gejala penyakit TBC, ataupun penyakit lainya. Pengetahuan yang

    terkait pada aplikasi misalnya adalah seorang penderita atau keluarga yang mampu memilih

    berobat secara rutin ke puskesmas atau Balai Paru untuk pengobatan sakit TBC.

    II. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

    A. Etiologi 1, 2, 3

    Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculocis,

    yang masih keluarga besar genus Mycrobacterium. Dari anggota keluarga Mycrobacteriumyang

    diperkirakan lebih dari 30, hanya 3 yang dikenal bermasalah dengan kesehatan masyarakat.

    Mereka adalah Mycrobacterium tuberculocis, M.bovisyang terdapat pada susu sapi yang tidak

    dimasak, dan M.leprae yang menyebabkan penyakit kusta.

    Mycrobacterium tuberculocis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal

    0,3-0,6 mikron, tahan terhadap pewarnaan yang asam sehingga disebut dengan Bakteri Tahan

    Asam (BTA). Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuat lebih tahan

    asam. Bisa hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya

    oksigen terutama pada bagian apical posterior.

  • 3

    B. Cara Penularan 1,2

    Penularan TB dikenal melalui udara, terutama pada udara tertutup seperti udara dalam

    rumah yang pengap dan lembab, udara dalam pesawat terbang, gedung pertemuan, dan kereta

    api berpendingin. Prosesnya tentu tidak secara langsung, menghirup udara bercampur bakteri

    TB lalu terinfeksi, lalu menderita TB, tidak demikian. Masih banyak variabel yang berperan

    dalam timbulnya kejadian TB pada seseorang, meski orang tersebut menghirup udara yang

    mengandung kuman.

    Sumber penularan adalah penderita TB dengan BTA (+). Apabila penderita TB batuk,

    berbicara atau bersin, maka ribuan bakteri TB akan berhamburan bersama droplet nafas

    penderita yang bersangkutan, khususnya pada penderita TB aktif dan luka terbuka pada

    parunya.

    Daya penularan dari seseorang ke orang lain ditentukan oleh banyaknya kuman yang

    dikeluarkan serta patogenesitas kuman yang bersangkutan, serta lamanya seseorang

    menghirup udara yang mengandung kuman tersebut. Kuman TB sangat sensitif terhadap

    cahaya ultra violet. Cahaya matahari sangat berperan dalam membunuh kuman di lingkungan.

    Oleh sebab itu, ventilasi rumah sangat penting dalam manajemen TB berbasis keluarga atau

    lingkungan.

    C. Periode Prepatogenesis 4

    Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)

    Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau

    antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang

    lama.

    Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium

    Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung

    dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering

    muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan

    mengembangkan obat baru.

    Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk

    transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital

    yang jarang terjadi.

  • 4

    Faktor Lingkungan

    Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan

    prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa

    dipengaruhi musim dan letak geografis.

    Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis

    menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup

    pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi.

    Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas

    perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya

    pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus

    peningkatan epidemi penyakit ini.

    Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan

    hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

    Faktor Host

    Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan

    kematian :

    1. paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita,

    2.paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan,

    perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita,

    3. puncak sedang pada usia lanjut.

    Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku

    pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak

    terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang

    diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi

    memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan

    rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit

    terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum

    dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut

    memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status

    gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme

  • 5

    pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi

    primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.

    D. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) 2,4

    Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan

    pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian

    berdormansi sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi

    berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.

  • 6

    Basil TB yang masuk ke dalam paru melalui bronkhus secara langsung dan pada manusia

    yang pertama kali kemasukan disebut primary infection. Infeksi pertama (primer) terjadi ketika

    seseorang pertama kali kemasukan basil atau kuman TB umumnya tidak terlihat gejalanya. Dan

    sebagian besar orang, berhasil menahan serangan kuman tersebut dengan cara melakukan

    isolasi dengan cara dimakanmacrophages, dan dikumpulkan pada kelenjar regional disekitar

    hilus paru. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri

    di paru yang menyebabkan peradangan di dalam paru. Oleh sebab itu, kemudian disebut

    sebagai kompleks primer. Pada saat terjadi infeksi, kuman masuk hingga pembentukan

    kompleks primer sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat diketahui dengan reaksi positif pada

    tes tuberkulin.2

    Biasanya hal tersebut terjadi pada masa kanak-kanak dibawah umur 1 tahun. Apabila

    gagal melakukan containment kuman, maka kuman TB masuk melalui aliran darah dan

    berkembang, maka timbulah peristiwa klinik yang disebut TB milier. Bahkan kuman bisa dibawa

    aliran darah ke selaput otak yang disebut meningitis radang selaput otak yang sering

    menimbulkan sequele gejala sisa yang permanen.2

    Secara umum tubuh memiliki kemampuan perlawanan, kecuali pada penderita

    AIDS/HIV. Di Amerika 95% anak-anak tubuhnya mampu melawan kuman TB. Di negara-negara

    yang mempunyai status gizi buruk, angka tersebut jauh lebih besar. Ada ukuran Annual Risk of

    Tubercolosis Infection (ARTI). Indonesia tercatat memiliki ARTI sebesar 1-2%, sedangkan Eropa

    memiliki ARTI 0,1-0,3%. Pada ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 orang

    penduduk akan ada 10 orang yang tertular. Sebagian besar yang tertular belum tentu

    berkembang menjadi TB klinis, hanya sekitar 10% menjadi TB klinis. Dengan ARTI sebesar 1%

    maka diantara 100.000 penduduk, rata-rata 1000 orang penderita TB baru setiap tahunnya,

    dimana 100 orang diantaranya adalah BTA positif.2

    Sebagian besar dari kuman TB yang beredar dan masuk ke dalam paru orang-orang yang

    tertular mengalami fase atau menjadi dormant dan muncul bila kondisi tubuh mengalami

    penurunan kekebalan, gizi buruk, atau menderita HIV/AIDS (Achmadi, 2005). TB secara teoritis

    menyerang berbagai organ, namun terutama menyerang organ paru. Sedangkan pada paru-

    paru tempat yang paling disukai atau tempat yang sering terkena adalah apical pasterior. Hal

    ini disebabkan karenaMycrobacterium tubercolocis bersifat aerobik, sedangkan pada daerah

    tersebut adalah bagian paru-paru yang banyak memiliki oksigen.2

  • 7

    E. Manifestasi Klinis 1

    Gejala Sistemik Tuberkulosis

    Secara sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam. Demam

    berlangsung pada sore dan malam hari, disertai keringat dingin meskipun tanpa aktifitas,

    kemudian kadang hilang. Gejala ini akan timbul lagi beberapa bulan kemudian seperti demam,

    influenza biasa, dan kemudian seolah-olah sembuh tidak ada demam.

    Gejala lain adalah malaise (perasaan lesu) bersifat berkepanjangan kronis, disertai rasa

    tidak fit, tidak enak badan, lemah, lesu, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin

    kurus, pusing, serta mudah lelah. Gejala sistemik ini terdapat baik pada TB Paru maupun TB

    yang menyerang organ lain.

    Gejala Respiratorik Tuberkulosis

    Adapun gejala repiratorik atau gejala saluran pernafasan adalah batuk. Batuk bisa

    berlangsung secara terus-menerus selama 3 mingggu atau lebih. Hal ini terjadi apabila sudah

    melibatkan brochus. Gejala respiratorik lainnya adalah batuk produktif sebagai upaya untuk

    membuang ekskresi peradangan berupa dahak atau sputum. Dahak ini kadang bersifat purulent.

    Kadang gejala respiratorik ini ditandai dengan batuk berdarah. Hal ini disebabkan karena

    pembuluh darah pecah, akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Batuk darah inilah yang

    sering membawa penderita berobat ke dokter. Apabila kerusakan sudah meluas, timbul sesak

    nafas dan apabila pleura sudah terkena, maka disertai pula dengan rasa nyeri pada dada.

    III. PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA 5

    Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan primer

    yang komprehensif, kontinu, integrative, holistic, koorddinatif, dengan mengutamakan

    pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan

    kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.

    Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada seorang

    lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap Dokter

    Keluarga secara garis besarnya ialah :

    a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga.

    b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam pelayanan

    kedokteran keluarga.

  • 8

    c. Menguasai keterampilan berkomunikasi, menyelenggarakan hubungan professional dokter-

    pasien untuk:

    Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan perhatian

    khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga.

    Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk bekerja sama menyelesaikan

    masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta

    pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga.

    Dapat bekerjasama secara professional secara harmonis dalam satu tim pada

    penyelenggaran pelayanan kedokteran/ kesehatan.

    Karakteristik Dokter keluarga menurut IDI (1982) adalah :

    a. Memandang pasien sebagai individu, bagian dari keluarga dan masyarakat.

    b. Pelayanan menyeluruh dan maksimal

    c. Mengutamakan pencegahan, tingkatan taraf kesehatan

    d. Menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan memenuhinya

    e. Menyelenggarakan pelayanan primer dan bertanggung jawab atas kelanjutannya.

    Tugas Dokter Keluarga, meliputi :

    a. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna

    penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan.

    b. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat.

    c. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit.

    d. Memberikan pelayanan kedokteran kepada nidividu dan keluarganya.

    e. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan,

    pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi.

    f. Menangani penyakit akut dan kronik.

    g. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke rumah sakit.

    h. Tetap bertanggung jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di RS.

    i. Memantau pasien yang telah dirujuk atau dikonsultasikan

    j. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.

    k. Mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien.

    l. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar

  • 9

    m. Melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara umum dan ilmu

    kedokteran keluarga secara khusus.

    IV. KESEHATAN LINGKUNGAN 6

    Kesehatan lingkungan tempat tinggal penduduk merupakan salah satu dari factor risiko

    terjadinya TBC, meliputi :

    1. Kepadatan hunian kamar tidur

    Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai

    bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak

    menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi

    oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular

    kepada anggota keluarga yang lain.

    Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas

    minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.

    Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas

    lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi

    tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni

    lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin

    volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.

    2. Pencahayaan

    Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20%

    luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng

    kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam

    rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya

    yang cukup.

    Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux., kecuali

    untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup.

    Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses

    mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca

    tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui

    kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar

    matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar

    penghuni akan sangat berkurang.

  • 10

    3. Ventilasi

    Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara

    didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh

    penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya

    oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban

    udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan

    penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-

    bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.

    Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri,

    terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri

    yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar

    ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.

    Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas

    lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil

    (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur

    dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22 30C dari

    kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.

    4. Kondisi rumah

    Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap, dinding dan

    lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan

    akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi

    berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.

    5. Kelembaban udara

    Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang

    optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30C. Kuman TB Paru akan cepat mati

    bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di

    tempat yang gelap dan lembab.

  • 11

    V. UPAYA PREVENTIF 2, 4, 7

    Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari TBC,

    maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :

    1. Pencegahan Primer

    Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun

    hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan

    sebelumnya yang sudah tinggi.

    Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko ( masa Pra-

    Kesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:

    Penyuluhan penduduk untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan lingkungan.

    Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah rangkaian

    kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana

    individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara

    memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu dilakukan

    karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat.

    Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, peran serta masyarakat

    dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan

    penting secara langsung ataupun menggunakan media.

    Penyuluhan langsung bisa dilakukan perorangan maupun kelompok.

    Dalam program penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan sangat penting

    artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini ditujukan

    kepada suspek, penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan secara

    teratur sampai sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan

  • 12

    meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB. Penyuluhan dengan

    menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat

    yang lebih luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB-dari suatu penyakit yang

    tidak dapat disembuhkan dan memalukan, menjadi suatu penyakit yang berbahaya, tetapi

    dapat disembuhkan. Bila penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita

    secara pasif.

    Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan PMO,

    sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain dilakukan oleh

    tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector, termasuk kalangan media massa.

    a. Penyuluhan Langsung Perorangan

    Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk berhasil dibanding

    dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan langsung perorangan, unsur

    yang terpenting yang harus diperhatikan adalah membina hubungan yang baik antara

    petugas kesehatan (dokter, perawat,dll) dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan

    di rumah, puskesmas, posyandu, dan lain-lain sesuaia kesepakatan yang ada. Supaya

    komunikasi dengan penderita bisa berhasil, petugas harus menggunakan bahasa yang

    sederhana yang dapat dimengerti oleh penderita. Gunakan istilah-istilah setempat yang

    sering dipakai masyarakat untuk penyakit TB dan gejala-gejalanya. Supaya komunikasi

    berjalan lancar, petugas kesehatan harus melayani penderita secara ramah dan

    bersahabat, penuh hormat dan simpati, mendengar keluhan-keluhan mereka, serta

    tunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan demikian,

    penderita mau bertanya tentang hal-hal yang masih belum dimengerti.

    Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama

    Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan tentang penyakit

    apa yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan berusaha memahami perasaan

    penderita tentang penyakit yang diderita serta pengobatannya.

    Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor manusia yang

    dapat menghambat terciptanya komunikasi yang baik.

    b. Penyuluhan Kelompok

    Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada sekelompok orang

    (sekitar 15 orang), bias terdiri dari penderita TB dan keluarganya. Penggunaan flip chart

    (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan lainnya sangat berguna untuk memudahkan

  • 13

    penderita dan keluarganya menangkap isi pesan yang disampaikan oleh petugas. Dengan

    alat peraga (gambar atau symbol) maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat

    dimengerti gunakan alat Bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar yang singkat

    dan jelas.

    c. Penyuluhan Massa

    Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi penderita, tetapi

    juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan penanggulangan TB sangat

    tergantung tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TB

    melalui media massa (surat kabar, radio, dan TV) akan menjangkau masyarakat umum.

    Bahan cetak berupaleaflet,poster,billboard hanya menjangkau masyarakat terbatas,

    terutama pengunjung sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu memperhitungkan

    kesiapan unit pelayanan, misalnya tenaga sudah dilatih, obat tersedia dan sarana

    laboratorium berfungsi. Hal ini perlu dipertimbangkan agar tidak mengecewakan

    masyarakat yang dating untuk mendapatkan pelayanan. Penyuluhan massa yang tidak

    dibarengi kesiapan UPK akan menjadi bumerang (counter productive)

    Penyuluhan Penderita Tuberkulosis

    Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara berkala

    memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka, ceramah dan mass

    media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan TB-paru.

    Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu kunjungan rumah

    dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai upaya mengurangi penyebaran

    penyakit.

    Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar penderita mau

    berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain.

    Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara

    pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.

    Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi

    tercapainya masyarakat yang sehat.

    Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang mempunyai

    gejala-gejala penyakit TB paru.

  • 14

    Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB paru bukan bagi

    penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan seperti halnya penyakit lain.

    Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya sesuai

    formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.

    Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.

    Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang

    dahak tidak disembarangan tempat.

    Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus harus

    diberikan vaksinasi BCG. Vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan

    perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun

    ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.

    Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara

    lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.

    Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian

    khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur, pakaian), ventilasi

    rumah dan sinar matahari yang cukup.

    Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan

    hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.

    Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect gambas,

    sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect,

    perawatan.

    Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan pasteurisasi

    air susu sapi.

    2. Pencegahan Sekunder

    Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC

    yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.

    a. Diagnosis TB

    Mengacu pada program nasional penanggulangan TB, diagnosis dilakukan dengan

    pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Adapun diagnosis pastinya adalah

    melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun, pemeriksaan kultur memerlukan

  • 15

    waktu yang lama, hanya akan dilakukan bila diperlukan atas indikasi tertentu, dan tidak

    semua unit pelayanan kesehatan memilikinya. Pemerintah melalui gerakan terpadu

    nasional, memiliki upaya untuk meningkatkan kemampuan Puskesmas untuk melakukan

    diagnosis TB berdasarkan pemeriksaan BTA ini. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3

    kali, yaitu pengambilan dahak sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai menderita

    TB, kemudian pemeriksaan kedua dilakukan keesokan harinya, yang diambil adalah dahak

    pagi. Sedangkan pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika penderita memeriksakan dirinya

    sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab itu, disebut pemeriksaan SPS (Sewaktu-Pagi-

    Sewaktu).

    Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA

    pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila

    sedikit 2 dari 3 pemeriksaan spesimen SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif.

    Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu

    rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau dalam pemeriksaan radiologi,

    dada menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah kepada TB maka yang

    bersangkutan dianggap positif menderita TB. Kalau hasil radiologi tidak menunjukkan

    adanya tanda-tanda TB, maka pemeriksaan dahak SPS harus diulang. Sedangkan

    pemeriksaan biakan basil atau kuman TB, hanya dilakukan apabila sarana mendukung

    untuk itu.

    Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberikan antibiotik berspektrum

    luas selama 1 hingga 2 minggu, amoksilin atau kotrimoksasol. Bila tidak berhasil, dan

    penderita yang bersangkutan masih menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka ulangi

    pemeriksaan dahak SPS. Selanjutnya prosedur terdahulu dilakukan, yakni kalau dalam

    pemeriksaan ulang ternyata dahak SPS positif, maka yang bersangkutan adakah positif

    menderita TB. Namun, apabila dahak negatif, maka ulangi pemeriksaan radiologi. Apabila

    hasil radiologi mendukung TB dianggap sebagai penderita TB dengan BTA negatif,

    radiologi positif. Apabila baik radiologi tidak mendukung TB, spesimen dahak negatif,

    maka yang bersangkutan bukan TB.

    Karena tingginya prevalensi TB di Indonesia, maka tes tuberkulin pada orang dewasa,

    tidak memiliki makna lagi. Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga diagnosis TB

    pada anak didapat dari gambaran klinik, radiologi dan uji tuberkulin.

    Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, kalau terdapat gejala seperti:

    1. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA positif.

    2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu 3-7 hari.

    3. Terdapat gejala umum TB.

  • 16

    Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:

    1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut, tanpa sebab yang jelas dan tidak naik

    dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan gizi yang baik.

    2. Nafsu makan tidak ada, dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan

    memadai.

    3. Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, disertai keringat malam, tanpa

    sebab-sebab lain yang jelas. Misalnya infeksi saluran napas bagian atas yang akut,

    malaria, tipus, dan lain-lain.

    4. Pembesaran kelenjar limpa superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran ini

    biasanya multiple, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.

    5. Batuk lama lebih dari 30 hari, disertai tanda adanya cairan di dada.

    6. Gejala dari saluran pencernaan, misalnya adanya diare berulang yang tidak sembuh

    dengan pengobatan diare, adanya benjolan massa di daerah dan adanya tanda-tanda

    cairan abdomen.

    Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan ( yakni di

    dalam kulit), dengan tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU ( Tuberculin Unit ). Pembacaan

    dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan, dan diukur diameter dari peradangan atau

    indurasi yang dinyatakan dalam milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi sebesa r > 10

    mm pada anak dengan gizi baik, dan pada anak-anak dengan gizi buruk.

    Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern

    kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga.

    Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai

    pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang

    resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling

    efektif.

    b. Penatalaksanaan TB

    Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-

    obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur,

    waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat,

    dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

    Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup efektif

    untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis. Berbagai penelitian

  • 17

    yang telah dilakukan terhadap orang dewasa yang menderita infeksi HIV terbukti

    bahwa pemberian rejimen alternatif seperti pemberian rifampin dan pyrazinamide

    jangka pendek ternyata cukup efektif. Pemberian terapi preventif merupakan prosedur

    rutin yang harus dilakukan terhadap penderita HIV/AIDS usia dibawah 35 tahun.

    Apabila mau melakukan terapi preventif, pertama kali harus diketahui terlebih dahulu

    bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada orang-orang

    dengan imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh karena ada risiko

    terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada pemberian isoniasid, maka

    isoniasid tidak diberikan secara rutin pada penderita TB usia diatas 35 tahun kecuali

    ada hal-hal sebagai berikut: infeksi baru terjadi (dibuktikan dengan baru terjadinya

    konversi tes tuberkulin); adanya penularan dalam lingkungan rumah tangga atau dalam

    satu institusi; abnormalitas foto thorax konsisten dengan proses penyembuhan TB

    lama, diabetes, silikosis, pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid atau

    pengobatan lain yang menekan kekebalan tubuh, menderita penyakit yang menekan

    sistem kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS. Mereka yang akan diberi pengobatan

    preventif harus diberitahu kemungkinan terjadi reaksi samping yang berat seperti

    terjadinya hepatitis, demam dan ruam yang luas, jika hal ini terjadi dianjurkan untuk

    menghentikan pengobatan dan hubungi dokter yang merawat. Sebagian besar fasilitas

    kesehatan yang akan memberikan pengobatan TB akan melakukan tes fungsi hati

    terlebih dahulu terhadap semua penderita; terutama terhadap yang berusia 35 tahun

    atau lebih dan terhadap pecandu alkohol sebelum memulai pengobatan.

    Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif dalam

    pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk diberlakukan di AS.

    Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan sistem DOPT, sedangkan Indonesia

    sebagai negara anggota WHO telah mengadopsi dan mengadaptasi sistem yang sama

    yang disebut DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Penderita TBC

    hendaknya diberikan OAT kombinasi yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang

    teratur. Untuk penderita yang belum resisten terhadap OAT diberikan regimen selama

    6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), Rifampin (RIF) dan pyrazinamide (PZA) selama

    2 bulan kemudia diikuti dengan INH dan PZA selama 4 bulan. Pengobatan inisial dengan

    4 macam obat termasuk etambutol (EMB) dan streptomisin diberikan jika infeksi TB

    terjadi didaerah dengan peningkatan prevalensi resistensi terhadap INH. Namun bila

  • 18

    telah dilakukan tes sensititvitas maka harus diberikan obat yang sesuai. Jika tidak ada

    konversi sputum setelah 2-3 bulan pengobatan atau menjadi positif setelah beberapa

    kali negatif atau respons klinis terhadap pengobatan tidak baik, maka perlu dilakukan

    pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat dan tes resistensi. Kegagalan

    pengobatan umumnya karena tidak teraturnya minum obat dan tidak perlu merubah

    regimen pengobatan. Perubahan Supervisi dilakukan bila tidak ada perubahan respons

    klinis penderita. Minimal 2 macam obat dimana bekteri tidak resisten harus ada dalam

    regiemen pengobatan. Jangan sampai menambahkan satu jenis obat baru pada kasus

    yang gagal. Jika INH atau rifampisin tidak dapat dimasukkan kedalam regimen maka

    lamanya pengobatan minimal selama 18 bulan setelah biakan menjadi negatif. 551

    Untuk penderita baru TBC paru dengan BTA (+) di negara berkembang, WHO

    merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2 bulan yang

    teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH dan RIF 3 kali seminggu

    selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi secara langsung, jika pada

    pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan pengawasan langsung maka diberikan

    pengobatan substitusi dengan INH dan EMB selama 6 bulan. Walaupun pengobatan

    jangka pendek dengan 4 macam obat lebih mahal daripada pengobatan dengan jumlah

    obat yang lebih sedikit dengan jangka waktu pengobatan 12- 18 bulan namun

    pengobatan jangka pendek lebih efektif dengan komplians yang lebih baik. Penderita

    TBC pada anak-anak diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit

    modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari penderita dewasa

    yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan limfadenopati hilus hanya diberikan

    INH dan RIF selama 6 bulan. Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC

    tulang/sendi minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan

    cukup selama 9 bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada anak

    sampai anak cukup besar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta warna (biasanya

    usia > 5 tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan yang mengancam jiwa harus

    diberikan pengobatan inisial dengan regimen dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak

    boleh diberikan selama hamil. Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi

    efek samping yang berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada kasus MDR.

  • 19

    Sediakan fasilitas perawatan penderita dan fasilitas pelayanan diluar institusi untuk

    penderita yang mendapatkan pengobatan dengan sistem (DOPT/DOTS) dan sediakan

    juga fasilitas pemeriksaan dan pengobatan preventif untuk kontak.

    Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan dengan

    pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum biasanya terjadi

    dalam 4 8 minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit hanya dilakukan

    terhadap penderita berat dan bagi penderita yang secara medis dan secara sosial tidak

    bisa dirawat di rumah. Penderita TB paru dewasa dengan BTA positif pada sputumnya

    harus ditempatkan dalam ruangan khusus dengan ventilasi bertekanan negatif.

    Penderita diberitahu agar menutup mulut dan hidung setiap saat batuk dan bersin.

    Orang yang memasuki ruang perawatan penderita hendaknya mengenakan pelindung

    pernafasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron. Isolasi tidak

    perlu dilakukan bagi penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya negatif, bagi

    penderita yang tidak batuk dan bagi penderita yang mendapatkan pengobatan yang

    adekuat (didasarkan juga pada pemeriksaan sensitivitas/resistensi obat dan adanya

    respons yang baik terhadap pengobatan).Penderita remaja harus diperlakukan seperti

    penderita dewasa. Penilaian terus menerus harus dilakukan terhadap rejimen

    pengobatan yang diberikan kepada penderita.

    Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:

    1. Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,Streptomisin,

    Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggidengan toksisitas yang masih

    dapat ditolerir, sebagian besar dapatdipisahkan dengan obat-obatan ini.

    2. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,Amikasin,

    Kapreomisin, Kanamisin.

    3. Pencegahan Tersier

    Rehabilitasi menrupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit. Rehabilitasi

    merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa

    trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama

    fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung

    situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan

    untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

  • 20

    KESIMPULAN

    TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh Mycobacterium

    tuberculosis yang utama menyerang organ paru manusia. TBC merupakan salah satu problem utama

    epidemiologi kesehatan didunia. Agent, Host dan Lingkungan merupakan faktor penentu yang saling

    berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC baik periode Prepatogenesis maupun

    Patogenesis. Interaksi tersebut dapat digambarkan dalam Bagan Segitiga Epidemiologi TBC.

    Meningkatnya angka penderita TBC disebabkan berbagai faktor diantaranya karakteristik

    demografi keluarga, social ekonomi, sikap keluarga itu sendiri, seperti ketidaktahuan akan akibat,

    komplikasi dan cara merawat anggota keluarganya yang menderita TBC di rumah dan sikap penderita

    TBC. Selain itu penularan dalam keluarga juga disebabkan kebiasaan sehari-hari keluarga yang kurang

    memenuhi kesehatan seperti kebiasaan membuka jendela, kebiasaan membuang dahak penderita.

    Faktor lain yang berpengaruh adalah pengetahuan keluarga yang kurang tentang penyakit TBC seperti

    penyebab, akibat dan komplikasinya, sehingga menyebabkan keluarga dan penderita TBC kurang

    termotivasi untuk berobat yang berakibat terjadinya penularan dalam keluarga. Akibat lebih jauh dari

    hal tersebut adalah terjadinya penularan penderita TBC dalam keluarga dan masyarakat yang kemudian

    akan berdampak pada masalah pembangunan kesehatan kesehatan di Indonesia karena meningkatnya

    angka penderita TBC.

    Pencegahan terhadap infeksi TBC sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yang terdiri dari

    pencegahan primer, sekunder dan tersier (rehabilitasi).

  • 21

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

    2005.

    2. Chin J (Ed), Kandun IN (Editor Penterjemah). Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta:

    Infomedika. 2006.

    3. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. 2006.

    4. Universitas Indonesia (FKUI). 2004. Kuliah Tuberculosis. Diunduh dari http://ui.org/

    fk/kuliah/respirasi/tuberculosis.htm. 10 Juli 2011.

    5. Soetono, Sadikin, & Zanilda. Membangun Praktek Dokter Keluarga Mandiri.

    Jakarta : Pengurus Besar IDI. 2006

    6. Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

    2001.

    7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen

    Kesehatan RI. 2002