115580616-case-tb-paru
DESCRIPTION
tb paruTRANSCRIPT
0
Laporan kasus
TUBERKULOSIS PARU
OLEH
AULIA JANER, S.Ked
0608114131
Pembimbing :
Dr. Azizman Saad, Sp.P (K)
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM-PULMONOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2012
1
TUBERKULOSIS PARU
1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan paru
disebabkan infeksi basil Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis).1
2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang penting
khususnya di negara berkembang. Pada bulan Maret tahun 1993 World Health
Organization (WHO) telah mendeklarasikan tuberkulosis sebagai “Global Health
Emergency”. Berdasarkan laporan Penanggulangan TB Global yang dikeluarkan oleh
WHO pada tahun 2007, angka insidensi TB pada tahun 2007 mencapai 555.000 kasus
(256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus
baru. Asia termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia
sebesar 33%. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat
penyakit ini.2,3,4
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah
Cina dan India Perkiraan kejadian BTA positif di Indonesia adalah 266.000 kasus
tahun 1998. TB menempati peringkat nomor 3 sebagai penyebab kematian teringgi di
Indonesia setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh
kalangan usia.2
3. Etiologi
Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium yang
paling banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang,
bersifat aerob, dinding sel mengandung; lipid, fosfatida polisakarida, tuberkulo
protein, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada
suhu 600C), dan apabila terkena sinar ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan
2
hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan ruangan yang lembab. Ia mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA).1,4,5
3. Cara Penularan
Penularan penyakit ini melalui inhalasi droplet khususnya yang didapat dari
pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan Dahak). Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernapasan. Dalam 1 tahun, 1 penderita TB BTA positif menularkan
10-15 orang. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan,
kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, salura napas,atau penyebaran langsung
kebagian-bagian tubuh lainnya.1,5,6
Risiko mendapat infeksi Mycobacterium tuberculosis ditentukan terutama
oleh faktor-faktor eksogen :3
a. Kontak dengan penderita BTA positif (seberapa dekat dan seberapa lama)
b. Lingkungan tempat kontak (lingkungan yang padat dan ventilasi ruang yang
buruk)
Sedangkan faktor-faktor endogen :3
a. Daya tahan tubuh
b. Usia
c. Penyakit penyerta (infeksi HIV, silikosis, limfoma, leukemia, malnutrisi,
gagal ginjal kronis, diabetes melitus, orang dengan terapi imunosupresif dan
hemophilia)
3
4. Patogenesis
4.1 Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan ke alveolus dan menetap di sana.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Di sini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang
di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
kompleks primer atau fokus Ghon. Kompleks primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer
adalah 3-8 minggu.1-4
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis.3,4,6
Kompleks primer tersebut
selanjutnya dapat menjadi:2
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena
kuman yang dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
4
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.
4.2 Tuberkulosis Post Primer (Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post
primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.
Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol,
penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini
dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior
lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan
tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang
pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu
granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi
oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.1-4
Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mengikuti salah satu jalan
sebagai berikut:2-4
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
serbukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersubut dapat menjadi aktif
kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila
jaringan keju dibatukkan keluar.
5
3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis,
kemudian dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).
Kavitas tersebut akan menjadi:
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang baru.
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, dan mungkin
aktif kembali, mencair lagi dan terus menjadi kavitas lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang.
Gambar. 1 Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer
6
5. Klasifikasi Tuberkulosis
A. Tuberkulosis paru.
TB paru diklasifkasikan atas:2,7
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. TB paru BTA(+)
2. TB paru BTA (-)
b. Berdasarkan lokasi
1. TB paru
2. TB extra paru
c. Berdasarkan tipe pasien
1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan.
2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA
(+).
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan ≥ 1
bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatan selesai.
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali
positif pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.
7
B. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput
otak, perikard, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif
atau patologi anatomi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan
pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan
konsisten dengan TB ekstra paru aktif.3
6. Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala lokal
(repiratorik) dan gejala sistemik.
a. Gejala Respiratorik2,3,8
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
1. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk ≥ 2
minggu dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat adanya
peradangan pada bronkus batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna
untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid
atau purulen.
2. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk
darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk
darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat
terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah yang paling sering
membawa penderita berobat ke dokter.
8
3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik/melepaskan nafasnya.
4. Wheezing
Terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan, jaringan granulasi dan ulserasi.
5. Dispneu
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang
cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapatkan.
b. Gejala sistemik-4,8,9
1. Demam
Demam merupakan gejala pertama dari TB paru, biasanya subfebril, mirip
demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan
virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan,
9 bulan (multiplikasi 3 bulan). Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40-41°C.
2. Keringat malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis
paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada
orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini.
3. Malaise dan nafsu makan berkurang
Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak enak
badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala dan
mudah lelah.
7. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar1,3,4,8
:
9
a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik dan
keluhan sistemik.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus
atau berat badan menurun.
Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi meliputi
alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini berupa konsolidasi serta
didapatkan sekret dibronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun,
maka biasanya penderita datang dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan
fisik mudah diketahui, berupa:
- Kelainan parenkim yaitu konsolidasi, fibrosis, atelektasis, dan/atau kerusakan
parenkim dengan sisa suatu kavitas.
- Kelainan saluran pernafasan : berupa radang dari mukosa disertai dengan
penyempitan maupun penimbunan sekret.
- Kelainan pleura : oleh karena proses terletak dekat pleura, maka hampir selalu
terjadi reaksi pleura berupa penabalan atau nyeri pleura.
Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan saluran pernafasan yang
masih terbuka akan meningkatkan penghantaran getaran suara sehingga fremitus
suara meningkat. Suara nafas menjadi bronko-vesikuler atau bronkial, didapatkan
bronkofoni atau suara bisik yang disebut whispered pectoraliloque.
Sekret yang berada didalam bronkus akan menyebabkan suara tambahan berupa
ronki basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung dari tempat sekret berada.
Penyempitan saluran pernafasan menimbulkan ronki kering, dan penyempitan ini
disertai kavitas dapat terdengar suara yang disebut hallow sound sampai amforik.
10
c. Pemeriksaan laboratorium
Sputum
Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan bronkus, jaringan paru,
pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan
tinja. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan
dahaknya. Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit
ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit
ini terbuka ke luar. Cara pengambilan sputum yaitu 3 kali (sewaktu-pagi-sewaktu).
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaaan sputum dilakukan dengan menggunakan skala
International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD), sebagai
berikut:
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+), minimal
dibaca 50 lapang pandang.
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+), minimal
dibaca 20 lapang pandang.
Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen
SPS hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan
lebih lanjut yaitu pemeriksaan rontgen dada atau pemeriksaan sputum SPS diulang.
11
Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan untuk
menyokong diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak menunjukkan
gambaran yang khas. Tapi gambaran darah kadang-kadang dapat membantu
menentukan aktivitas penyakit.
- Laju endap darah
Laju endap darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap
darah yang normal tidak dapat mengesampingkan proses tuberkulosis
aktif.
- Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses yang
aktif.
- Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan anemi derajat
sedang. Bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi.
Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria patogen lainnya.
4. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif1 :
- Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah paru.
12
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut:
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas
- Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
8. Diagnosis Banding
Pada proses paru minimal sebagai diagnosis banding adalah simple
bronchopneumonia, kanker paru stadium dini, dan pneumonia lobaris. Pada proses
tuberkulosis menahun perlu diingat bahwa ada penyakit paru non tuberkulosis yang
bersifat menahun, seperti bronkiektasis, bronkitis, emfisema dan kanker paru.4,8
9. Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, yang dibagi atas:2
- Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, dan laringitis
13
- Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (SOPT : Sindrom Obstruksi Paska
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor pulmonal,
sindrom gagal nafas, yang sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
10. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase
yaitu fase intensif dan fase lanjutan:1-4,6
a. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap
intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak
menular dalam 2 minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi
negatif pada akhir pengobatan
b. Tahap lanjutan
Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan obat
tambahan.
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a. Isoniazid (INH), bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan.
b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman yang
tidak dapat dibunuh INH.
c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam
sel dengan suasana asam.
d. Streptomisin, bersifat bakterisid.
e. Ethambutol, bersifat bakteriostatik.
14
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi
(Fixed Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila tidak dilakukan
pengawasan menelan obat.6
Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan paduan
OAT:2
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif
rontgen positif yang sakit berat, dan penderita TB paru ekstra paru berat.
2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)
Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan
penderita dengan pengobatan lalai (drop out).
3. Kategori III (2HRZ/4H3R3)
Diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan,
pasien ekstra paru ringan yaitu limfadenitis TB, TB kulit, TB tulang (kecuali
tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
4. Obat sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori I atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori II
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif.
15
Dosis OAT yaitu:3
Dosis Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Dosis Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
TAHAP INTENSIF
BB SELAMA 2 BULAN
PENDERITA TIAP HARI TIAP HARI* 3 X SEMINGGU*
( Kg ) TABLET 4FDC TABLET 2FDC TABLET 2FDC
R150+H75+Z400+E275 R150+H75 R150+H150
30 -37 2 TABLET 2 TABLET 2 TABLET
38 - 54 3 TABLET 3 TABLET 3 TABLET
55 - 70 4 TABLET 4 TABLET 4 TABLET
> 71 5 TABLET 5 TABLET 5 TABLET
KETERANGAN: 1 BULAN = 28 HARI.
UTK TAHAP LANJUTAN, PILIH SALAH SATU CARA PEMBERIAAN,
APAKAH TIAP HARI ATAU 3 KALI SEMINGGU.
TAHAP LANJUTAN*
SELAMA 4 BULAN
TAHAP
BERAT LANJUTAN
BADAN TIAP HARI TIAP HARI 3 X SEMINGGU
2 BULAN 1 BULAN SELAMA 5 BULAN
30 - 37 Kg 2 Tab 4FDC 2 Tab 4FDC 2 Tab 2FDC
+ 2 ml Strepto + 2 Tab Etamb
38 - 54 Kg 3 Tab 4FDC 3 Tab 4FDC 3 Tab 2FDC
+ 3 ml Strepto +3 Tab Etamb
55 - 70 Kg 4 Tab 4FDC 4 Tab 4FDC 4 Tab 2FDC
+ 4 ml Strepto +4 Tab Etamb
> 70 Kg 5 Tab 4FDC 5 Tab 4FDC 5 Tab 2FDC
+ 4 ml Strepto +5 Tab Etamb
TAHAP INTENSIF
SELAMA 3 BULAN
16
11. Pencegahan
a. Terhadap Infeksi tuberkulosis4
1. Pencegahan terhadap sputum yang infeksius
- bila batuk, mulut ditutup
- Isolasi penderita dan mengobati penderita
- Ventilasi harus baik, kepadatan penduduk dikurangi.
- Jangan sembarangan membuang dahak bila batuk
2. Pasteurisasi susu sapi dan membunuh hewan yang terinfeksi oleh
Mikobakterium bovis akan mencegah tuberkulosis bovin pada manusia
b. Meningkatkan daya tahan tubuh1,4
1. Memperbaiki standar hidup
2. Usahakan peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG
Imunisasi BCG diberikan dibawah usia 2 bulan, jika baru diberikan setelah
usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux dahulu. Vaksinasi dilakukan bila hasil
tes tersebut negatif.
12. Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis7
Enam Standar Diagnosis
Standar 1
Setiap individu dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang
tidak dapat dipastikan penyebabnya harus dievaluasi untuk TB.
Standar 2
Semua pasien yang diduga menderita TB paru, (dewasa, remaja, dan anak-
anak yang dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan dahak secara
17
mikrokopis sekurang-kurangnya 2 kali dan sebaiknya 3 kali. Bila kemungkinan
minimal 1 kali pemeriksaan dahak pagi hari.
Standar 3
Semua pasien yang diduga menderita TB ekstra paru (dewasa, remaja dan
anak) harus menjalani pemeriksaan spesimen yang didapat dari lokasi kelainan yang
dicurigai. Bila fasilitas dan sumber daya tersedia, sebaiknya dilakukan juga
pemeriksaan biakan dan histopalagi.
Standar 4
Semua individu dengan gambaran foto toraks yang dicurigai TB harus
menjalani pemeriksaaan dahak secara mikrobiologi
Standar 5
Diagnosis TB paru BTA negatif harus berdasarkan kriteria berikut: paling
kurang 3 kali pemeriksaan hasilnya negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi
hari), foto toraks menunjukkan gambaran TB, tidak ada respon terhadap pemberian
antibiotik spektrum luas (catatan: pemakaian fluorokuinolon sebaiknya dihindari
karena mempunyai efek melawan Mycobacterium tubercolosis yang dapat
menyebabkan perbaikan sesaat pada individu dengan tuberkulosis). Pada pasien
dengan atau diduga HIV, evaluasi diagnostik tersebut di atas harus dilakukan
sesegera mungkin.
Standar 6
Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura, kelenjar getah bening
hilus/mediastinal) pada anak dengan gejala TB dan BTA negatif sebaiknya
berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan TB, adanya riwayat kontak dengan pasien
TB menular atau bukti adanya infeksi TB (uji tuberkulin/interferon gamma release
assay positif). Pada pasien tersebut dilakukan pemmeriksaan biakan dari spesimen
dahak (yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau induksi dahak).
18
Sembilan Standar Pengobatan
Standar 7
Setiap dokter yang mengobati pasien TB harus menyadari pentingnya
tanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat. Untuk memenuhi tanggung jawab
ini, dokter tidak hanya memberikan panduan obat yang sesuai tetapi juga harus
memantau kepatuhan berobat sekaligus menemukan kasus-kasus yang tidak patuh
terhadap pengobatan. Dengan melakukan hal tersebut petugas dapat menjamin
kepatuhan hingga pengobatan selesai.
Standar 8
Semua pasien (termasuk ODHA) yang belum pernah diobati sebelumnya, harus
diberikan paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan
obat yang bioavailabilitinya sudah diketahui. Fase awal terdiri dari dari INH,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase lanjutan yang
dilanjutkan yang dianjurkan adalah INH dan Rifampisin yang diberikan selama 4
bulan. Pemberian INH dan Etambutol selama 6 bulan merupakan panduan alternatif
untuk fase lanjutan yang digunakan bila kepatuhan pasien tidak dapat dinilai namun
berkaitan dengan angka kegagalan dan kekambuhan yang tinggi khususnya pada
ODHA.
Dosis obat anti tuberkulosis ini harus sesuai dengan rekomendasi internasional. FDC
(Fixed Dose Combination) yang terdiri dari 2 obat (INH dan Rifampisin), 3 obat
(INH, Rifampisin, Pirazinamid) yang terdiri dari 4 obat (INH, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol) sangat dianjurkan khususnya bila tidak dilakukan
pengawasan menelan obat.
Standar 9
Untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan perlu dikembangkan
suatu pendekatan yang terpusat kepada pasien berdasarkan kebutuhan pasien dan
hubungan yang saling menghargai antara pasien dan petugas Supervisi dan dukungan
harus sensitif gender dan kelompok usia tertentu serta sesuai dengan intervensi yang
dianjurkan dan pelayanan pendukung yang tersedia termasuk edukasi dan konseling
19
pasien. Elemen utama pada strategi yang terpusat kepada pasien adalah kegiatan yang
digunakan untuk menilai dan meningkatkan kepatuhan terhadap panduan pengobatan
serta dapat menangani bila terjadi ketidakpatuhan terhadap pengobatan. Kegiatan ini
harus dirancang secara individual sesuai dengan keadaan masing-masing individu dan
dapat diterima baik oleh pasien maupun petugas. Kegiatan-kegiatan dapat meliputi
pengawasan menelan obat secara langsung oleh PMO yang dapat diterima dan dapat
dipertanggungjawabkan oleh pasien dan sistem kesehatan.
Standar 10
Semua pasien harus dimonitor hasil pengobatannya. Penilaian terbaik pada pasien TB
paru adalah dengan pemeriksaan dahak ulang (2 kali) paling sedikit pada akhir fase
awal (2 bulan), bulan kelima dan pada akhir pengobatan. Pasien dengan BTA positif
dalam bulan kelima pengobatan dianggap sebagai gagal pengobatan dan diberikan
pengobatan dengan modifikasi yang sesuai (lihat standar 14 dan 15). Penilaian hasil
pengobatan pada pasien TB ekstra paru dan anak-anak, paling sedikit dinilai secara
klinis. Penilaian dengan pemeriksaan foto toraks umumnya tidak diperlukan dan
mungkin menyesatkan (misleading).
Catatan tertulis mengenai semua obat yang diberikan, respon bakteriologik dan efek
samping obat harus terdokumentasi dan tersimpan secara baik untuk semua pasien.
Standar 11
Catatan tertulisnmengenainsemua obat yang diberikan, respon bakteriologik dan efek
samping obat haruss terdokumentasi dan tersimpan secara baik untuk semua pasien.
Standar 12
Pada daerah dengan angka prevalensi HIV yang tinggi pada populasi umum dengan
kemungkinan ko-infeksi TB-HIV, maka konseling dan testing HIV diindikasikan
untuk seluruh pasien TB sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah
dengan prevalensi HIV rendah, konseling dan testing HIV hanya diindikasikan pada
pasien TB dengan keluhan dan tanda-tanda yang diduga berhubungan dengan HIV
dan pada pasien TB dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV.
20
Standar 13
Semua pasien TB-HIV harus dievaluasikan untuk menentukan apakah mempunyai
indikasi untuk diberi terapi anti retroviral dalam masa pengobatan TB pengaturan
untuk memperoleh obat antiretroviral harus dilakukan pada pasien yang memenuhi
indikasi. Dengan adanya kompleksitas pemberian ARV dan OAT secara bersamaan
maka dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter yang ahli di bidang tersebut
sebelum memulai pengobatan TB dan HIV tanpa mempertimbangkan penyakit yang
muncul lebih dahulu. Meskipun demikian pemberian OAT jangan sampai ditunda.
Semua pasien TB-HIV harus mendapatkan kotrimoksazol sebagai profilaksis untuk
infeksi lainnya.
Standar 14
Penilaian terhadap kemungkinan resistensi obat harus dilakukan pada semua pasien
yang berisiko tinggi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, pajanan terhadap
kasus yang sudah resisten dan prevalensi resistensi obat pada masyarakat. Pada
pasien dengan kemungkinan MDR, pemeriksaan biakan uji sensitifitas terhadap INH,
Rifampisin dan Etambutol harus dilakukan secar tepat.
Standar 15
Pasien TB dengan MDR harus diterapi dengan paduan khusus yang terdiri dari atas
obat-obatan lini kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang diketahui atau
dianggap sensitif dan diberikan paling sedikit selama 18 bulan. Untuk memastikan
kepatuhan diperlukan kegiatan yang berorientasi kepada pasien. Konsultasi dengan
dokter yang berpengalaman dalam pengobatan penderita dengan MDR harus
dilakukan.
Dua Standar Tanggung Jawab Kesehatan Masyarakat
Standar 16
Semua petugas yang melayani pasien TB harus memastikan bahwa individu
(terutama anak usia dibawah 5 tahun dan ODHA) yang kontak erat dengan pasien TB
harus dievaluasi dan dilakukan penanganan sesuai dengan rekomendasi internasional.
21
Anak dibawah usia 5 tahun dan ODHA yang kontak dengan kasus menular (penderita
TB BTA positif) harus dievaluasi baik untuk TB yang laten maupun yang aktif.
Standar 17
Semua petugas harus melaporkan semua kasus TB (kasus baru maupun kasus
pengobatan ulang) dan hasil pengobatannya kepada dinas kesehatan setempat sesuai
dengan ketentuan hukun dan kebijakan yang berlaku.
22
ILUSTRASI KASUS
Identitas pasien :
Nama : Tn. E
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Status : Belum Menikah
ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan Utama :
Batuk berdarah sejak 1 minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS)
Riwayat Penyakit Sekarang :
- 2 bulan SMRS, Pasien mengeluh batuk kering. Batuk kemudian berubah
menjadi batuk berdahak yang berwarna kekuningan. Pasien juga mengeluh
sesak nafas, sesak bertambah saat batuk. Terjadi penurunan nafsu makan pada
pasien. Pasien mengeluh terjadi penurunan berat badan, merasa lemah,
menggigil dan berkeringat di malam hari. Pasien juga mengaku sering demam
hilang timbul. Demam tidak begitu tinggi, dan sering terjadi pada malam
hari, membaik di pagi hari.
- 1 minggu SMRS, Pasien batuk berdarah warna merah segar lebih kurang satu
sendok teh, disertai demam, sesak napas, mual (+), muntah (-), pasien juga
mengeluhkan nyeri pada ulu hati. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
23
Riwayat Penyakit Dahulu
- 3 tahun yang lalu pernah mengalami penyakit yang sama, dan dirawat
dirumah sakit
- 7 tahun yang lalu pernah mengalami penyakit yang sama
- Asma (-)
- Riwayat minum obat enam bulan (+), namun tidak tuntas
Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluarga menderita penyakit yang sama (+)
- Riwayat asma dalam keluarga (-)
Riwayat Pekerjaan, sosioekonomi, dan kebiasaan
- Pasien bekerja swasta
- Riwayat merokok (+)
- Riwayat minum alkohol (+)
- Rumah pasien lembab, sinar matahari kurang, ventilasi kurang.
Pemeriksaan umum
- Kesadaran : komposmentis
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 98 x/menit
- Nafas : 20 x/menit
- Suhu : 39 oc
- Keadaan gizi : BB = 45 kg TB = 167 cm IMT= 16,18 (Gizi kurang)
24
Pemeriksaan fisik
Kepala
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat,
isokor, reflek cahaya (+/+)
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Toraks
- Paru:
Inspeksi : Bentuk dan gerakan dada kanan=kiri
Palpasi : Fremitus suara kanan < kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi :Vesikuler, ronkhi basah (+) pada hemitoraks dextra,
wheezing (-)
- Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari medial LMC sinistra kiri RIC V
Perkusi : Batas jantung kanan : Linea sinistra dekstra
Batas jantung kiri : 2 jari medial LMC sinistra
Auskultasi : Suara jantung normal, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : perut datar, venektasi (-)
Palpasi : Perut supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba
25
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas
Look : Bengkak (-), scar (-).
Feel : Akral hangat (-), pitting udem (-).
Move : Nyeri pada pergerakan (-).
Pemseriksaan penunjang
- Laboratorium darah rutin :
Hb : 14,5 gr %
Leukosit : 15.100/mm3
Trombosit : 256.000 / mm3
- Kimia darah:
Glukosa Sewaktu :70 mg/dl
Kolesterol :109 mg/dl
HDL : 9,4 mg/dl
TGB : 122 mg/dl
D Bilirubin : 0,2 mg/dl
Total bilirubin : 1,3 mg/dl
BUN : 10 mg/dl
CR-S : 1 mg/dl
26
Uric : 6,3 mg/dl
AST : 35 IU/L
ALT : 35 IU/L
Albumin : 3,0 gr/dl
Total protein : 7,3 gr/dl
Ureum : 21,4
LDL –Chol : 75,2 mg/dl
Globulin : 4,3 mg/dl
Indirect Bil : 1,1 mg/dl
Sputum BTA : (+) pada hari pertama
27
Rontgen toraks PA:
Dari foto rontgen thoraks terdapat cavitas pada bagian superior pulmo dekstra
28
Daftar Masalah
- TB Paru Relaps
- Gizi Kurang
- Hipoalbumin
Pengkajian Masalah
Penegakkan diagnosis TB paru dapat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan batuk
berdahak dan batuk berdarah, badan lemah, keringat malam hari, tidak nafsu makan
dan penurunan berat badan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ronki (+) pada lapangan paru kanan, vokal
fremitus kanan melemah. Pemeriksaan sputum BTA (+). Pada foto toraks didapatkan
gambaran infiltrat pada hemitoraks dextra. Hasil ini menunjukkan aktivitas penyakit
dari pasien ini masih dalam status aktif.
Gizi kurang disimpulkan dari indeks massa tubuh 16,18 Kg/m3. Gizi kurang
merupaka n gejala sistemik pada penderita TB dikarenakan penurunan intake
makanan sebagai akibat penurunan nafsu makan. Penurunan Albumin 3,0 g/dl juga
merupakan dampak dari inatake kurang pada penderita TB.
Rencana Penatalaksanaan :
Non farmakologi :
- Makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan protein.
- Pola hidup sehat, dan mengatur kembali ventilasi serta pencahayaan tempat
tinggal pasien.
- Membuang dahak pada tempat khusus yang disediakan
29
Farmakologi :
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Ranitidin Tab 2 x 1
- Ceftrizoxim 2 x 1
- Pengobatan TB Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)
Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan
penderita dengan pengobatan lalai (drop out).
Tabel Pengobatan TB Kategori II
TAHAP
BERAT LANJUTAN
BADAN TIAP HARI TIAP HARI 3 X SEMINGGU
2 BULAN 1 BULAN SELAMA 5 BULAN
30 - 37 Kg 2 Tab 4FDC 2 Tab 4FDC 2 Tab 2FDC
+ 2 ml Strepto + 2 Tab Etamb
38 - 54 Kg 3 Tab 4FDC 3 Tab 4FDC 3 Tab 2FDC
+ 3 ml Strepto +3 Tab Etamb
55 - 70 Kg 4 Tab 4FDC 4 Tab 4FDC 4 Tab 2FDC
+ 4 ml Strepto +4 Tab Etamb
> 70 Kg 5 Tab 4FDC 5 Tab 4FDC 5 Tab 2FDC
+ 4 ml Strepto +5 Tab Etamb
TAHAP INTENSIF
SELAMA 3 BULAN
30
Penyuluhan:
Penyakit pasien adalah penyakit menular, sehingga pasien harus menutup
mulutnya saat batuk dan tidak membuang dahak sembarangan. Pasien perlu
diingatkan untuk tidak menghentikan pengobatan selama 6 bulan agar tidak putus
obat, pasien terus dimotivasi untuk makan obat secara rutin sehingga penting sekali
peran Pengawas Minum Obat dalam hal ini suami pasien. Pasien juga diberitahu
tentang efek samping obat seperti Rifampisin yang dapat mengakibatkan air seni
berwarna merah, sehingga jika ditemukan kondisi tersebut pasien tidak menghentikan
minum obat. Pasien juga perlu untuk menata kembali ventilasi tempat tinggalnya
serta istirahat yang cukup.
31
Follow Up
1 Juli 2012
S : sesak napas (+), batuk berdahak (+)
O : TD 110/700 mmhg, Nadi 95x/menit, RR 30/menit, T 38 C, wheezing (-) dan ronki
halus (+/+)
A : Susp. TB paru, hasil BTA hari pertama +
P : - IVFD RL 20 tts/i
- O2 1-3 L/i
- Inj. Ceftriaxon 1x1
- Salbutamol tab 3x1
- OBH syrup 3x2
2 Juli 2012
S : sesak napas (+) berkurang, batuk berdahak(+).
O : TD 110/70 mmhg, Nadi 80x/menit, RR 28/menit, T 38 C, wheezing (-) dan ronki
halus (+/+)
A : Susp. TB paru, hasil BTA hari kedua (-)
P : th/ lanjut
3 Juli 2012
S : sesak napas (+) berkurang, batuk berdahak(+).
O : TD 110/70 mmhg, Nadi 80x/menit, RR 28/menit, T 38 C, wheezing (-) dan ronki
kering (+/+)
A Susp. TB paru, hasil BTA hari ketiga (+)
P : th/ lanjut
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Raviglion MC, O’Brien RJ. Tuberculosis. In: Harrison’s Principles of internal
medicine. 15th
Edition. USA: McGraw-Hill, 2001.
2. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 988-993
3. Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006
4. Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Paru. Jakarta: Airlangga, 2002. 73-108
5. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS, Ornston LN.
Mikrobiologi Kedokteran, Buku II Edisi I Jakarta: Salemba Medika, 2005.
6. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Program Penanggulangan
Tuberkulosis. http://www.tbcindonesia.or.id [Diakses 16 Februari 2011]
7. WHO. Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 2006
8. Yunus F. Diagnosis Tuberkulosis. http://www.kalbe.co.id/files/cdk [Diakses 22
Oktober 2009]
9. Permatasari A. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS.
http://www.Adln.lib.unair.ac.id/go.php.id=jiptunair [Diakses 22 Oktober 2009]