1.1. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78437/potongan/s1-2015... · geologi...
TRANSCRIPT
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Timor Leste merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,
terutama dibagian Timor yang dimana termasuk dalam suatu cekungan Timor
bagian selatan yang memiliki kondisi geologi yang begitu menarik. Serta
terdapatnya permukaan berupa rembesan minyak dan gas yang merembes
disepanjang pantai selatan sebagai indikasi bahwa migrasi minyak bumi yang
telah terjadi hingga saat ini dan juga merupakan suatu faktor utama yang
menjelaskan bahwa didaerah tersebut mempunyai petroleum sistem yang masih
aktif, serta adanya kemungkinan keterdapatan suatu cekungan sedimen yang
memungkinkan terdapatnya batuan induk yang kaya akan material organik,
adanya lapisan sedimen bersifat impermeabel (lapisan penyekat) dan lapisan
yang bersifat porous dan permeabel (reservoir), serta struktur yang berkembang
didaerah penelitian yang sangat mendukung untuk di pelajari secara detail. Hal
juga tersebut yang membuat Timor Leste berusaha untuk mengali potensi alam
tersebut supaya dapat dipergunakan untuk menujang suatu kesejahteraan,
pembagunan dan kemakmuranr akyat.Oleh karena penulis mengambil kajian
salah satu aplikasi penginderaan jauh untuk ekplorasi, yaitu : “ Penggunaan
Citra Landsat 7 ETM + Untuk Indentifikasi Struktur Geologi, Daerah
kajian : Suai (Timor Leste)”.
1
2
Dalam Pemetaan geologi merupakan suatu pekerjaan pengumpulan dan
penyajian data geologi, baik di darat maupun lautan dengan berbagai macam
metode. Pemetaan geologi cukup penting untuk memberikan informasi tentang
suatu daerah. Pemetaan geologi terdahulu telah dilakukan,dalam memperoleh
suatu data geologi itu suatu wilayah atau daerah yang luas itu sangat
membutuhkan biaya yang banyak. Untuk mengefisienkan suatu pekerjaan itu,
dimana teknologi sistem penginderaan jauh sangat bermanfaat diterapkan untuk
tujuan tersebut. Keadaan geologi itu dapat diamati dengan data penginderaan
jauh dalam mengidentifikasi, mendeteksinya dan memetakan kenampkan bumi
pada permukaan. Pengideraan jauh merupakan ilmu dan seni yang mempelajari
tentang kenampakan bumi yang memperoleh suatu informasi tentang suatu
obyek, pada daerah atau fenomena yang melalui analisis data yang diperoleh
melalui suatu alat tampa adanya kontak lansung dengan obyek, daerah atau
fenomena yang dikaji. Lillesand and Kiefer, 1997. Perolehan data dalam bidang
geologi , pengideraan jauh lebih mudah dan cepat dari pada cara terestrial.
Geologi merupakan ilmu pengetahuan kebumian(earth sciense). Setiap
wilayah di bumi yang akan diubah untuk pengembangan wilayah tertentu melalui
ilmu ini agar tidak menimbulkan dampak negatif berupa kebencaan atau
kerusakan alam. Pengembagan wilayah yang mengubah ruang muka bumi terjadi
pada pertambangan, peletakan infrastruktur (Jalan dan bendungan). Maka peta
geologi adalah salah satu alat komunikasi (Zakaria Zufialdi, 2008). Untuk
perolehan data geologi suatu daerah yang luas itu memerlukan biaya yang sangat
banyak. Untuk mengenfisienkan pekerjaan, sistem penginderaan jauh sangat
bermaanfat diterapkan untuk tujuan tersebut dan keadaan struktur geologi. Maka
akan dapat diketahui pula keadaan geologi dapat diamati dengan data
penginderaan jauh untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan memetakan
kenampakan bumi pada permukaan. Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni
untuk memperoleh informasi tetang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui
analisi data yang diperoleh dengan sutau alat tampa kontak lansung dengan obyek,
daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1997). Dalam bidang
geologi, penginderaan jauh memungkinkan perolehan data struktur geologi suatu
3
daerah dengan lebih cepat dan lebih mudah dari pada cara terestrial. Struktur
geologi adalah salah satu unsur utuma dalam bentanglahan yang turut menetukan
konfigurasi permukaan bumi utumanya relief. Struktur geologi akan ditelitih
diantarnya berupa kelurusan-kelurusan seperti sesar, kekar, lipatan seperti
antiklinal dan sinklinal.
1.2. Perumusan Masalah
Citra Landsat 7 ETM+ itu berdasarkan resolusi spasialnya cukup tinggi
sekitar 30 meter pada band 1 sampai band 5 serta 7,60 meter pada band 6 dan 15
meter pada band pankromatik. Citra ini memiliki kekurangan untuk kajian
struktur geologi khususnya di Indonesia dikarenakan respon spektralnya diambil
dari penutup lahan utamanya vegetasi. Walapun sedemikian citra Landsat 7
ETM+ mampu mengungkap struktur dari sisi spektral, seperti pada kelurusan
yang dideteksi dari respon vegetasi pada patahan tersebut.
Untuk mengetahui sejauh mana manfaat citra Landsat 7 ETM+ untuk
menganalisi struktur geologi dimana sebagai bahan untuk memetakan struktur
geologi pada daerah penelitian merupakan hal-hal yang perlu diketahui
manfaatnya. Berdasarkan keterangan tersebut, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah kurang diketahui manfaat citra landsat 7 ETM+ sebagai
sumber data untuk kajian karakteristik geologi serta pemanfaatan citra untuk
pemetaan struktur. Dalam memecahakan kesenjangan tersebut, maka dirumuskan
masalah yang akan ditelitih sebagai berikut ini :
1. Bagaiamana manfaat citra Landsat 7 ETM + untuk analisis struktur
geologi?
2. Bagaimana tingkat ketelitian interpretasi struktur geologi pada daerah
penelitian dengan memanfaatkan teknik penginderaan jauh dalam hal citra
Landsat 7 ETM +?
4
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji tingkat ketelitian interpretasi struktur geologi pada daerah
penelitian dengan memanfaatkan teknik penginderaan jauh dengan citra
Landsat 7 ETM +?
2. Melakukan pemetaan struktur geologi pada daerah penelitian berdasarkan
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur geologi (Relief, Drainase patten,
kelurusan, sesar, tekstur dan dip/strike)
3. Mengevaluasi manfaat dan kemampuan citra landsat 7 ETM+ untuk
analisis dan survei struktur geologi
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dalam penelitian adalah untuk mengembagkan teknik
penginderaan jauh dalam menyadap informasi struktur geologi, serta memberikan
sumbangan suatu pemikiran dalam memanfaatkan teknik penginderaan jauh untuk
menyadap berbagai informasi bentukan muka bumi guna untuk mendukung
kegiatan yang berkaitan dengan interpretasi citra dibidang geologi dalam rangka
identifikasi struktur geologi melalui karakteristik medan yang ada.
1.5. Telaah Pustaka
1.5.1. Geologi Regional Daerah Penelitian
1.5.1.1. Geomorfologi
Menurut Surastopo Hadisumomarno (1945) dalam Endarto Danang
(2007). geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan (landfrom),
yaitu mengenai proses yang terjadi pada genesanya, serta berhubungan dengan
lingkungan, serta studi yang menguraikan bentuk lahan dan proses yang
mempengaruhi pembentukannya, serta menyelidiki hubungan timbal balik antara
lahan dan proses dalam tatanan keruangannya, dari batasan tersebut tersirat bahwa
bentuk lahan tidak hanya memberikan gambaran bentuk luar (konfigurasi
permukaan), tetapi juga memberikan gambaran tentang asal mula terjadinya dan
struktur perlapisan bahwa permukaannya. Pada hakekatnya yang tampak pada
citra satelit adalah kondisi permukaansuatu daerah sehingga dengan
5
mempertimbangkan unsur dasar pengenalan citra serta unsur dasar interpretasi
geologi maka dapat dilakukan deteksi, deliniasi dan identifikasi bentuk lahan.
Kenampakan morfologi juga akan memberikan kesan dip dan srike dari sutau
lapisan. Perkembangan lembah dikontrol oleh struktur geologi. Lembah yang
dikontol oleh patahan bisanya menujukan kelurusan yang memanjang. Untuk
mengidentifikasi lembah , itu didasarkan pada pada bentuk, pola dan morfologi
yang terkontrol oleh struktur. Terdapat tiga tipe lembah yang tekontrol oleh
struktur geologi, dan dapat digunakan untuk mengenali kenamapkan lembah, yaitu
lembah patahan, lembah sinklinal dan lembah antiklinal.
1.5.1.2. Stratigrafi
Menurut Soetikno (1995) pada antiklin yang belum tererosi dan belum
membalik,maka batuan yang termuda adalah yang berada di daerah sumbu
antiklin (puncak antiklin). Antiklin yang sudah tererosi lanjut sehingga terjadi
pembalikan relief, maka batuan yang tua ada di daerah sumbu antiklin, sedangkan
yang muda ada di daerah sayap antiklin, kesimpulannya makin jauh dari sumbu
antiklin batuan tersebut akan semakin muda.
1.5.1.3. Geologi
Menurut Munir (1996) geologi menjelaskan berbagai aspek proses
terbentuknya susunan, manusia hewan binatang, serta fungsi perantara bagi
manusia. Struktur geologi adalah ilmu yang mempelajari batuan yang terformasi
yang membetuk lapisan atas dari bumi. Untuk deformasi itu sendiri adalah suatu
proses yang merubah bentuk atau ukuran dari batuan dan meninggalkan hasil
yang permanen dibatuan. Kondisis dari struktur geologi yang dapat diamati atau
di pelajari adalah pada proses patahannya pada kerak bumi yang dapat
menimbulkan timbulnya struktur penyerta dalam batuan yaitu, seperti pelipatan,
rekahan dan patahan-patahan kecil (dalam Harsolumakso Agus H. Sapiie
Benjamin, 2001)
6
1.5.1.4. Struktur Geologi
Geologi struktur merupakan ilmu yang mempelajari tentang susunan bumi
serta hubungan dengan jenis-jenis batuan yang terbentuk di suatu kerak bumi.
Geologi struktur ini terkait dengan gaya/tenaga yang bekerja dengan kerak bumi
dan bentukan yang dihasilkannya. Tenaga tersebut adalah tenaga endogen
(pengakatan dan penurunan) dan tenaga eksogen (erosi dan sedimentasi), sehingga
permukaan bumi tersebut memiliki struktur geologi yang kompleks (Billings,
1960).
Menurut Murnir (1996) terdapat beberapa struktur geologi yang yaitu
sebagai berikut yaitu : pelipatan, patahan, dan retakan
Pelipatan (fold) merupakan suatu gerakan yang mengombak patahan
batuan di bumi ini. Lipatan ini terbentuk karena disebabkan adanya tekanan
lembah secara horizontal serta berlansung dalam waktu yang lama. Besarnya
tekanan masih terdapat dibawah titik patah batuan, sehingga batuan tersebut
masih dapat dinetralisirkan oleh lapisan batuan itu. Didalam lipatan terdiri atas
puncak (antiklinal) lembah (sinklinal). Fold umumnya terdapat pada batuan
sedimen, dapat mengetahui antiklinal dan siklinalnya melalui kemiringan lereng.
Retakan (jointing) merupakan suatu struktur yang terbentuk karena adanya
tegangan, sehingga batuan yang retak-retak itu tetap bersambung. Gaya yang
bekerja tegak lurus pada bidang permukaan retakan, mengarah kedua arah
berlawanan dan bisanya batuan ini terjadi pada batuan yang sudah rapu, maka
dengan tenaga yang kecil saja sudah dapat membuat batuan ini retak-retak.
Retakkan ini pada umumnya sering ditemukan pada puncak antiklinal, dimana
yang sering dikenal sebagai retakan tektonik (Munir, 1996). Pada batuan sedimen,
retakan dapat terjadi meliputi daerah yang luas dan dengan arah yang relatif tetap
dalam sistem tunggal. Retakan memiliki kemiringan yang curam dan jarak liniasi
yang banyak dan pendek dan teksturnya berbetuk blok-blok. Retakan pada batuan
yang keras itu cenderung menjadi luas dan erosinya pun kuat dan sebagai
akibatnya akan menujukan hasil erosi yang parallel atau berpotongan. Retakan
7
menujukan jalur lurus dan gelap yang disebabkan oleh adanya kelembaban yang
tinggi, dan kombinasi dengan ada kerapatan vegetasi.
Sesar (fault) adalah suatu retakan yang dapat memotong dan mengalami suatu
pergeseran, sedangkan untuk arah pergeseran pada umumnya selaluh selaluh
sejajar dengan bidang retakan (Park, 1983 dalam Sidarto Ir., 2010). Fault biasnya
memiliki beda tinggi yang mencolok pada daerah yang sempit. Mempunyai
resistensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hampir
sama. Fault biasanya memberikan kenampakan yang datar/depresi yang sempit
dan memanjang, serta pola konturnya yang lurus dan rapat (dijumpai sistem gawir
yang lurus). Fault juga biasanya terdapat pada batas yang curam antara
perbukitan/pegunungan dengan dataran yang rendah. Adanya kelurusan sungai
melalui zona patahan, dan membelok tiba-tiba dan menyimpang dari arah umum.
Sering dijumpai (kelurusan) mata air pada bagian yang naik/terangkat. Pola
penyaluran pada fault yang umumnya dijumpai berupa rectangular, trellis,
concorted serta modifikasi ketiganya.
Menurut Anderson (1951) dalam Sidarto (2010) membagi sesar menjadi
tiga berdasarkan arah utmanya, yaitu :
1. Sesar naik : gaya utama yang terbesar dan menengah relatif mendatar,
sedangkan untuk arah gaya utama terkecil vertikal, untuk sudut bidang
sesar kecil yaitu : <45o (bidang sesar naik).
2. Sesar normal merupakan sesar yang terbetuk jika arah gaya utamanya
terbesar vertikal.
3. Sesar mendatar yang terbentuk gaya utama terbesar dan terkecil itu relatif
horisontal, serta gaya utama relatif vertikal.
1.5.1.5. Analisis Litologi
Berdasarkan jenisnya batuan dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut ini
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembentukan magma baik
yang masih ada di dalam kerak bumi (batuan beku dalam) maupun yang membeku
diluar permukaan bumi (batuan beku luar). Batuan beku ini cenderung
8
menghasilkan bentuklahan yang homogen (Mekel,1978). Batuan sedimen
merupakan batuan yang terbentuk akibat dari litifikasi bahan rombokan batuan
hasil dari denudasi atau hasil dari kegiatan organisme.
Menurut Soetikno (1983) komposis kimia , batuan beku dikelompokan dalam
3 macam yaitu: batuan beku basa, batuan beku asam dan batuan intermedier.
Batuan basa merupakan batuan yang jarang memiliki penyebaran dan ukuran
seperti pada tubuh batuan beku asam. Akan tetapi bentuk topografinya sangat
mirip dengan batuan beku asam.Untuk joint dan pecahannya kurang rapat dan
resistensi terhadap erosi rendah. Sedangkan batuan asam ini merupakan suatu
batuan yang memiliki kandungan mineral yang sangat cerah dan presentasenya
juga sangat tinggi tonenya terang sampai abu-abu sedang. Batuan sedimen dalam
suatu kepentingan foto udara geologi, batuan sedimen itu dibagi dalam tiga yaitu
; batuan sedimen klastik berbutir kasar , batuan sedimen berbutir halus, batuan
sedimen karbonat.
1.5.2. Interpretasi Struktur Geologi
Geologi struktur dengan tenaga atau suatu gaya yang bekerja didalan kerak
bumi dan bentukan yang dihasilkan. Tengan ini merupakan tenaga endogen dan
eksogen sehingga permukaan bumi memiliki struktur yang kompleks. Tenaga
yang bekerja didalam kerak bumi itu akan menghasilkan suatu bentukan-bentukan
yang di pada citra Landsat ETM+ diantaranya yaitu : patahan, diping dan joint
(Allum, 1966). .
1.5.3. Pemetaan Geologi Menggunakan Data Penginderaan Jauh
Pada awal penginderaan jauh yang digunakan untuk suatu pemetaan
geologi adalah pengideraan jauh cetakan, yang dimana terdiri dari : foto udara
(potret udara), dan citra dalam Sidarto (2010). Geologi foto berkembang karena
adanya keterbatasan pada survei teresterial yang dimana geologi langsung terjun
kelapangan mengidentifikasi jenis batuan dan struktur geologi berdasarkan
fenomena yang terjadi dan fakta-fakta yang ada dilapangan kemudian plot dalam
peta topografi. Survei teresterial ini semakin terarah, karena setelah adanya
9
geologi foto. Karena sebelumnya geologi terjun dilapangan dilalui oleh proses
intrepertasi struktur geologi. Dengan adanya geologi terjun kelapangan dapat
membantu mengetahui distribusi singkapan batuan, morfologi, bentang budaya
dan lainnya, maka dapat megetahui pemahaman tentang kondisi lapangan secara
merata atau menyeluruh ( Allum 1966).
1.5.4. Interpretasi Geologi Citra Penginderaan Jauh
Secara umum interpretasi citra untuk survei geologi dalam rangka
pencarian struktur geologi bumi harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu :
a. Unsur – unsur dasar pengenalan citra diantaranya
1. Rona/awan
2. Bentuk
3. Ukuran,
4. Tekstur
5. Pola
6. Asosiasi,
7. Situs
8. Banyangan
b. Unsur – unsur pengenalan geologi Diantaranya
1.5.4.1. Relief
Relief adalah perbedaan bedah tinggi rendah dari suatu tempat dengan
tempat lainnya pada suatu daerah dan juga curam landainya lereng-lereng yang
ada. Menurut Desaunettes (1977) dalam Sidarto (2010),berdasarkan kemiringan
relief dapat dibedakan menjadi lima, yaitu: dataran, berombak, bergelombang,
bukit, dan peggunungan. Termasuk dalam pengertian relief ini adalah bentuk-
bentuk bukit, lembah, dataran, gunung dan sebagainya. Sedangkan Zuidam (1985)
10
dalam Sidarto (2010) telah membagi relief berdasarkan kelerengan dan beda
tinggi. Untuk mengenali batuan dapat dilihat bentuk, pola, dan ukuran relief.
Sebagai contoh bentang alam perbukitan atau pegunungan berbentuk kerucut
yang mencerminkan batuan gunung api, dan bentang alam perbukitan yang
berpola siz-zag diduga batuan sedimen terlipat, sedangkan bentang alam
menujukan batuna yang lunak merupakan batuan lunak. Relief juga
mencerminkan beda tinggi antara puncak timbulan dan dasar lembah serta curam
landainya lereng-lerang yang ada didaerah tersebut. Relief ini lebih
mencerminkan daya tahan batuan terhadap tenaga eksogenik.
1.5.4.2. Pola penyaluran (Drainage patern)
Pola penyaluran adalah kenampakan pola sungai pada foto udara, yang
membantu dalam interprestasi keadaan geologi. Pola aliran sungai (drainase)
umumnya di kontrol oleh batuan, lereng, dan struktur geologi. Howard
(1987)dalam Sidarto (2010) telah memperlihatkan bermacam-macam pola aliran,
yaitu dendritik, parallel, radial, rectangular, trellis, anular, multibasinal, dan
contorted (Gmabar: 2.6, ( Von Bandat,1962 dan Strandberg ,1967 ). Setiap pola
aliran tersebut di atas dikontrol oleh kondisi geologi di bawahnya.
a. Pola aliran denritik,mencirikan kemiringan landai, batuan seragam, dan tidak
dipengaruhi oleh struktur geologi.
b. Pola Aliran Parallel,mencirikan pada morfologi sedang-agak curam yang
terdapat pada perbukitan memanjang, mungkin dipengaruhi oleh struktur
geologi.
c. Pola Aliran Radial,yang bersistem sentrifugal membentuk aliran sungai yang
menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada tubuh intrusi dan kerucut
gunung api, sedangkan sistem sentripetal arah sebarannya ke arah pusat
(cekungan) yang biasanya terdapat pada struktur antiklin tererosi atau struktur
sinklin.
d. Pola Aliran Rectangular,yang dicirikan oleh induk sungai dengan anak sungai
memperlihatkan lengkungan hampir tegak lurus yang sering memperlihatkan
11
aliran tidak menerus. Pola ini dikontrol oleh sesar dan batuan penyusunnya
tidak mempunyai perlapisan berulang.
e. Pola Aliran Trellis, memperlihatkan induk sungainya membentuk lengkungan
dan memotong alur-alur sungai punggungan. Pola ini dikontrol oleh struktur
lipatan, batuan meta sedimen.
f. Pola Aliran Annular, mempunyai bentuk seperti cincin, induk sungai
memotong anak sungai hampir tegak lurus. Pola ini mencirikan struktur kubah
yang sudah terkikis, dan tersusun oleh perselingan batuan keras dan batuan
lunak.
g. Pola Aliran Multibasinal, mencerminkan daerah gerakan tanah, pelarutan
batugamping, dan lelehan salju.
h. Pola aliran contorted terbentuk pada batuan malih dengan intrusi, vein yang
menunjukan daerah dengan batuan keras. Anak sungai yang lebih panjang ke
arah lengkungan subsekuen.
Gambar 1.1 . Jenis-jenis pola aliran dalam DAS
(Sumber : Von Bandat,1962 dan Strandberg ,1967)
Tekstur drainase merupakan variasi densitas kanal per unit luas (ditentukan
secara subjektif). Tekstur dibagi dalam 3 kategori, yaitu :
- Drainase bertekstur halus, memiliki densitas drainase yang tinggi dan
terbentuk pada formasi yang mudah mengalami erosi sehinggga runoff
12
permukaan tinggi. Tekstur ini dapat berasosiasi dengan strata sedimentasi
lemah atau tanah berpermeabilitas kecil (misalnya serpih dan lempung).
- Drainase bertekstur sedang, memiliki densitas drainase sedang dan
terbentuk di tanah atau bedrock yang memiliki permeabilitas sedang
(misalnya batupasir dengan perlapisan tipis)
- Drainase bertekstur kasar, memiliki densitas drainase rendah dan
terbentuk pada formasi batuan keras dan resitan (misalnya granit, gneiss,
dan kuarsit) serta pada material yang sangat permeable (misalnya pasir dan
kerikil) sehingga hanya sedikit air yang dapat menjadi runoff permukaan.
-
Gambar 1.2. Sketsa dari pola drainase dendritik dengan tekstur halus,sedang dan
kasar ( Sumber : diambil dari gambar di U.S Geologicall society).
1.5.5. Konsep Dasar penginderaan Jauh
Penginderan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh infomasi
tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh
dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau
gejala yang dikaji. (Lillesand dan Kiefer, 1990)
Gambar 1.3. Proses yang berlangsung di atmosfir selama gelombang
menjalar ke permukaan bumi
13
Citra yang meliputi daerah yang luas dan menguntukan karena
memugkinkan pengamatanya untuk mengkaji hubungan antara objek-objek
dengan lingkungan sekitarnya. Dalam pekerjaan ini sering sulit dilakukan oleh
pengamat yang bekerja di lapangan karena terbatasnya jarak pandang. Pengamat
dilapangan dapat melihat lebih detil dan telitih akan tetapi kesempatan untuk
mengkaji secara keseluruhan menjadi sangat terbatas dengan menggunakan citra.
Pengamatan secara utuh atas daerah luas sekaligus dapat dilakukan oleh setiap
pengamat (Sutanto, 1995).
Menurut Sutanto (1986). Komponen dan interaksi antara komponen dalam
system penginderaan jauh dapat di kelompokan sebagai berikut ini :
1) Sumber Tenaga ,dalam penginderaan jauh harus ada sumber tenaga, baik
sumber tenaga alamiah (pasif) maupun sumber tenaga buatan (system
aktif). Tenaga ini mengenai obyek di permukaan bumi yang kemudian di
pantulkan ke sensor.Jumlah tenaga yang diterimah oleh sensor tergantung
pada jumlah tenaga asal ada karakteristik obyeknya. Semakin banyak
tenaga yang diterimah oleh sensor, maka semakin cerah wujud obyeknya
pada citra itu.
2) Atmosfer, Sebelum mengenai obyek, energi yang dihasilkan sumber
tenaga merambat melewati atmosfer. Atmosfer membatasi bagian
spektrum elektromagnetik yang dapat digunakan dalam penginderaan
jauh. Pengaruh atmosfer merupakan fungsi panjang gelombang dan
bersifat selektif terhadap panjang gelombang dan pengarunnya atmosfer
adalah fungsi dari panjang gelombang. Karena pengaruhnya yang
selektif, inilah yang dinamakan dengan istilah jendelah atmosfer yang
memiliki bagi spektrum elektromageniknya dapat mencapai bumi. Dalam
jendelah atmosfer adanya hambatan atmosfer, adalah suatu kendalah yang
disebabkan oleh hamburan pada spektrum tampak dan serapan yang
terjadi pada spektrum inframera termal.
3) Interaksi antara Tenaga dan Obyek, pada tiap obyek mempunyai
karakteristik tertentu dalam memantulkan atau memancarkan tenaga ke
sensor. Pengenalan obyek pada dasarnya dilakukan dengan menyidik
14
karakteristik spectral obyek yang tergambar pada citra. Obyek yang
banyak memancarkan atau memantulkan tenaga akan tampak cerah pada
citra, sedangkan obyek pancaranya atau pantulanya sedikit gelap.
Meskipun demikian, tidak sederhana. Juga terdapat obyek yang berlainan,
akan tetapi mempunyai karakteritik spectral sama, sehingga dapat
menyulitkan pengenalannya pada citra. Dalam hal tesebut dapat diatasi
dengan menyidik karaktersitik lain selain karakterstik spectral. Misalnya
seperti : bentuk, ukuran dan pola.
4) Sensor, berdasarkan proses perekamannya sensor dibedahkan atas sensor
fotogarfik dan sensor elektronik. Pada sensor fotografik proses
perekamannya berlansung secara kimiawi. Tenaga elektromagnetik
diterimah dan direkam pada lapisan emulsi flim yang bisa diproses akan
menghasilkan foto. Akan tetapi berbedah dengan system fotografik,
sensor elektronik mengunakanan tenaga elektrik dalam bentuk sinyal
elektrik. Sinar elektrik yang direkam pada tiap magnetik ini kemudian
dapat diproses menjadi data visual dan data yang bias disebut citra.
Beberapa kelebihan sistem fotografik dan sistem elektronik. keuntungan
sistem fotografik yakni: caranya sederhana, tidak mahal, resolusi
spasialnya baik, dan integritas geometriknya baik.Tenaga yang datang
dari obyek di permukaan bumi diterima dan direkam oleh sensor. Tiap
sensor mempunyai kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum
elektromagnetik. disamping itu juga kepekaan berbeda dalam mereka
obyek terkecil yang masih dapat dikenali dan dibedakan terhadap obyek
lain atau terhadap lingkungan sekitarnya. kemampuan sensor untuk
menyajikan gambaran obyek terkecil ini disebut resolusi spasial. Semakin
kecil obyek yang dapat direkam oleh sensor menandakan semakin baik
kualitas sensor tersebut.
5) Perolehan data perolehan data dapat dilakukan dengan cara manual yakni
dengan interpretasi secara visual, dan dapat pula dilakukan dengan cara
numerik atau cara digital yaitu dengan menggunakan komputer. foto
udara umumnya diinterpretasi secara manual, sedang data hasil
15
penginderaan jauh secara elektronik dapat diinterpretasi secara manual
maupun secara numerik.
6) Pengguna Data, dalam komponen yang penting dalam sitem penginderaan
jauh. Untuk kedalaman, kerincian dan kesesuaian terhadap kebutuhan
pengguna sangat menentukan diterima atau tidak dirterimanya data
penginderaan jauh oleh para penggunanya.
1.5.6. Sistem Penginderaan Jauh Landsat 7 ETM +
Landsat 7 diluncurkan pada tanggal 15 Desember 1998 dan merupakan
satelit paling ahkir dari program Landsat. Satelit Landsat 7 diluncurkan dengan
ketinggian orbit 705 km. Tujuan utama Landsat 7 adalah untuk memperbaharui
arsip citra satelit, dan meyediakan citra yang up-to-date dan bebas dari awan.
Meskipun program ini dikembangkan oleh NASA,dari data Landsat 7
dikumpulkan dan didistribusi oleh USGS. Instrument utama landsat 7 ialah
Enhanced Thematic Mapper(ETM+).
Satelit Landsat 7 diluncurkan dengan ketinggian orbit 705 km. Orbit yang
rendah ini dipilih untuk membuat satelit secara potensial dapat dicari oleh pesawat
ruang angkasa dan untuk meningkatkan resolusi tanah pada sensor. Setiap orbit
membutuhkan kira-kira 99 menit dengan lebih dari 14,5 orbit dilengkapi setiap
hari. Landsat 7 dirancang untuk dapat bertahan 5 tahun, dan juga memiliki
kapasitas untuk mengumpulkan dan mentrasmisikan hingga 532 citra setiap
harinya. Masa satelit tersebut 1973 kg, memiliki panjang gelombang 4,04 meter
,dan diameter 2,74 meter.
16
(http://wikipedia.org/wiki/Landsat_7#Spesifikasi_Satelit).
Gambar 1.4. Satelit Landsat ETM+
(Sumber :http://www.eoc.jaxa.jp/satellite/sendata/etm_e.html)
Tabel 1.1 Tabel Karakteristik level Landsat 7 ETM+
Level Karakteristik
OR Level ini dapat dikatakan sebagai data mentahnya Landsat
7, dimana dalam data Landsat belum mengalami koreksi
radiometrik dan geometric
1R Produk pada level ini adalah level O-R yang telah
mengalami koreksi radiometric
1G Produk pada level ini adalah level I-R yang telah
mengalami koreksi geometrik pada proyeksi tertentu.
Terdapat 7 pilihan proyeksi yang biasa digunakan yaitu:
v Universal Transverse Mercator
v Lambert Conformal Conic
v Polyconic
v Transverse Mercator
v Polar Stereografik
17
v Hotine Oblique Marcator A
v Space Oblique Mercator
Table 1.2 Karakteristik dan kegunaan Band Satelit Landsat ETM+
Ban
d
Spektrum Panjang
Gelombang
(µm)
Kegunaan
1 Biru 0,45 - 0,52 Tanggap terhadap penetrasi tubuh air
Mendukung analisis sifat khas
penggunaan lahan, tanah dan vegetasi
2 Hijau 0,52 – 0,60 Mengindera puncak pantulan vegetasi,
perbedaan vegetasi dan nilai kesuburan
3 Merah 0,63 – 0,69 Untuk memisahkan vegetasi
Memperkuat kontras kenampakan
vegetasi dan non vegetasi
4 Inframerah dekat 0,76 – 0,90 Tanggap terhadap biomasa vegetasi dan
identifikasi tanaman
Memperkuat kontras tanaman, tanah dan
air
5 Inframerah jauh 1,55 – 1,75 Menentukan jenis tanaman dan
kandungan air
Membantu menentukan kondisi
kelembaban tanah
6 Inframerah
thermal
10,4 – 12,5 Deteksi perubahan suhu obyek
Analisis gangguan vegetasi
7 Inframerah
sedang
2,08 – 2,35 Formasi batuan dan analisis bentuklahan
8
Pankromatik 0,50 – 0,90 Resolusi spasialnya relatif lebih tinggi
Digunakan untuk aplikasi yang
memerlukan akurasi tinggi
18
(Sumber: Hardiyanti, 2001 dan Lillesand & Kieffer (1996)
1.5.6.1. Karakteristik Citra Landsat 7 ETM+
1.5.6.1.1. Karakteristik spasial
Karakteristik spasial ditandai dengan resolusi spasial yang digunakan
sensor untuk mendeteksi obyek. Resolusi spasial adalah daya pilah sensor yang
diperlukan untuk bisa membedakan obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi.
Istilah lain yang umum digunakan untuk resolusi spasial adalah medan pandang
sesaat (Intantenous Field of View /IFOV).
Table 1.3 Tabel IFON pada masing-masing Saluran
(Sumber :http://www.fwi.or.id/papua)
1.5.6.1.2. Karakteristik Spektral
Karakteristik spektral terkait dengan panjang gelombang yang digunakan
untuk mendeteksi obyek-obyek yang ada di permukaan bumi. Semakin sempit
julat (range) panjang gelombang yang digunakan maka, semakin tinggi
kemampuan sensor itu dalam membedakan obyek.
1.5.6.1.3. Karakteristik Temporal
Landsat 7 merupakan satelit dengan orbit yang selaras matahari (sun
synchronous), dan melintas di ekuator pada waktu lokal pukul 10:00 pagi. Landsat
TM memiliki kemampuan meliput scenes yang sama (revisit oppotunity) setiap 16
hari.
1.5.6.1.4. Interaksi gelombang elektromagnetik dengan obyek
19
Ketika energi matahari mengenai obyek maka terdapat 5 kemungkinan
interaksi yang terjadi yaitu: Trasmisi, absorpsi, refleksi, dan emusi.
Tabel 1.4Tabel Nama gelombang dan range panjang gelombang pada
masing-masing saluran.
Tabel 1.5 Tabel interaksi gelombang elektromagnetik dengan obyek
Citra Landsat yang digunakan memiliki level 1G dengan mengunakan
proyeksi Universal Transverse Mercator, sehingga tidak melakukan koreksi
geometri.
1.5.7. Pengolahan Data Citra Penginderaan Jauh
1.5.7.1. Koreksi Radiometrik
Pada koreksi radiometrik ini dibutukan atas dasar dua alasan, yaitu untuk
memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus memperbaki kualitas nilai-nilai
piksel yang sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral obyek yang
sebenarnya. Koreksi radiometrik citra merupakan suatu citra yang ditampilkan
untuk memperbaiki kualitas visual citra berupa pengisian kembali baris yang
20
kosong karena doup-out baris maupun masalah kesalahan awal pepindahan
(scanning start).
1.5.7.2. Koreksi Geometrik
koreksi geometrik merupakan suatu trasformasi yang memperbaiki
hubungan spasial antara piksel-piksel yang terdapat dalam citra yang dikoreksi.
Beberapa sumber yang dapat menyebabkan terjadinya distorsi geometri pada citra
hasil liputan, antara lain adalah : kesalahan pada alat, perubahan kecepatan akibat
satelit bergerak secara elipsoid, perubahan lokasi, perubahan altitude, dan
perubahan attitude dan obyek (seperti rotasi bumi dan kelengkunagan bumi)
(Sarjono Dipowirjo. Dkk, 1991).
1.5.7.3. Kombinasi Band
Penyusunan citra komposit yang dimaksudkan untuk memperolah
gambaran visual yang lebih baik, sehingga pengamatan obyek, pemilihan sampel,
dan aspek estetika citra dapat diperbaiki (Danoedoro, 1996). Citra komposit
adalah paduan citra dari beberapa saluran. Dalam teori warna dikenal adanya tiga
warna dasar, yaitu biru, hijau dan merah. Pada kombinasi dalam ketiga warna ini
akan menghasilkan warna-warna lain.
Untuk citra penginderaan jauh multispektral dan multitemporal setelah
dikoreksi, yaitu koreksi radiometrik dan geometrik maka dilakukan interpretasi
atau klasifikasi. Namun sebelum dilakukan interpretasi, baik secara manual
mampu digital perluh dibuat kompositnya, yaitu dimana untuk menguji apakah
setiap citra sudah sama karena proses geometrik maupun radiometrik dilakukan
setiap citra sendiri-sendiri. Registrasi citra merupakan proses untuk membuat
posisi lokasi dari setiap piksel pada beberapa citra saling cocok (sesuai) satu sama
lain. Registrasi dapat dilakukan pada citra multispektral, citra multitemporal, dan
antara citra dengan peta. Dua citra dapat diregistrasi satu sama lain dengan cara
melalukan registrasi setiap citra pada peta yang sama secara terpisah. Teknik ini
dilakukan apabilah diperlukan georeferecing (posisi citra disamakan dengan
koordinat peta atau koordinat bumi). Apabilah tidak diperlukan georeferecing
21
registrasi dapat dilakukan terhadap citra lain yang digunakan sebagai referensi.
Penyesuaian pada lokasi-lokasi titik-titk piksel dari suatu citra dalam basis
koordinat peta (koordinat lintang dan bujur) disebut geocoding. Hal pokok dalam
proses registrasi adalah penetuan jarak spasial antara titik-titik dari suatu citra
dengan citra referensi atau peta dasar. Jarak spasial dapat didefenisikan dalam
bentuk jarak pergeseran (translansi) pemutaran (jarak rotasi), dan jarak skala(
scala distanse). Citra yang sudah terregistrasi tersebut, selanjutnya dapat
diperoleh citra.
1.5.7.4. Pemfilteran
Menurut Jensen (1986), karakteristik citra penginderaan jauh satunya
adalah adanya parameter yang disebut ferkuensi spasial yang didefenisikan
sebagai jumlah perubahan nilai keabuhan pada citra. Algoritma untuk membentuk
penjaman disebut sebagai filter. Dalam teknik untuk matematikan untuk
memisakan citra kedalam frekuensi komponen spasial disebut sebagai analisi
fourier. Akan tetapi prakteknya tidak harus melalui tarsformasi fourier.
Terdapat beberapa macam filter digital, tetapi dalam konteks penjamaan
citra terdapat dua filter utama yaitu : filter high pass dan filter low-pass.
Keduanya menghasilkan efek yang berlawanan. Filter high pass menghasilkan
citra dengan variasi nilai kecerahan yang besar dari piksel ke piksel, sedangkan
filter low-pass justru berfungsi sebaliknya.
Untuk kesederhanan filter frekuensi rendah dievaluasi dari nilai keabuhan
piksel input, BV ini dan piksel disekitar piksel input, serta nilai keabuhan piksel
output baru, yang dalam hal ini adalah konvolusi. Ukuran mask atau kernel (n)
biasanya 3x3, 5x5, 7x7, 9x9 dan seterusnya. Pemfilteraan ferkuensi tinggi
diterapkan pada citra untuk menghasilkan variasi local frenkunesi tinggi. Filter
frekuensi tinggi dihitung dengan mengurangi filter frekuensi tinggi dari dua kali
nilai piksel tengan citra aslinya,
BV5 :
HFF5,out=(2 x BV5) – LFF5,out
22
Pada banyak kajian tentang geologi atau ilmu-ilmu kebumian, informasi
yang sangat bernilai adalah tepi dan batas. Penjamaan perluh dilakukan untuk
menojolkan kenampakan tepi, sehingga mudah dikenal. Chaves dan Beur, 1982
(dalam Jensen , 1986). Menyatakan bahwa ukuran kernel atau topeng terboboti
yang secara khas digunakan dalam filter penjaman tepi, merupakan fungsi
kekasaran permukaan dan karakteristik sudut matahari saat data dikumpulkan,
proses yang berdasarkan “pembeda dalam arah mendata” dari citra masukan
dengan menggunkan persamaan, sebagi berikut :
Diff BVi , j = BVi + 1,j – BV i , j +126
Persamaan ini diterapkan untuk setiap baris ke i pada citra atau setiap baris
ke m menghasilkan citra derivatif atau pembeda utama. Simpangan baku dari citra
ini dihitung dan dikalikan 2.3 menghasilkan nilai delta,maka ukuran dari krenel
ini dapat dihitung dengan persamaan, sebagai berikut :
Ukuran Kernel =12-Δ
Tabel 1.6 Hubungan Kekasaran Permukaan, Ukuran Kernel, dan Nilai
Delta
Delta (
mendekati)
Kekasaran
permukaan
Ukuran kernel
Kurang dari 3
4
5
6
7
8
9
10
Sangat halus
Halus
Agak halus
Halus /kasar
Kasar/halus
Agak kasar
Kasar
Sangat kasar
9 x 9
7 x 7
5 x 5
3 x 3
1 x 1
Sumber : Chaves dan Bauer (1982 dalam Jensen, 1986)
23
1.5.7.5. Penajamaan Kontras
Penjamaan citra adalah bertujuan untuk meningkatkan mutu citra, baik
untuk memperoleh keindahan gambar maupun untuk kepentingan analisis citra.
Penjaman citra pada data penginderaan jauh dilakukan sebelum interpretasi visual,
dan juga untuk analisis kuantitatif. Yang dimaksudkan dengan operasi penjaman
adalah untuk mempertajamkan kontras yang tampak pada wujud gambaran yang
terekam pada citra. Penjaman citra secara sederhanan dapat diartikan
mentranformasikan data kebentuk yang lebih ekspresif (Purwadhi, 2001).
1.6. Penelitian Sebelumnya
Hendro Sukmono(1987), dalam skripsinya memanfaatkan citra Landsat
komposit warna dalam rangka survei pendahuluan pencarian jebakan minyak
bumi di Jawa Timur bagian utara, menggunakan metode penelitian survei
bertingkat. Tingkat I adalah interpretasi citra landsat komposit warna secara
visual, tingkat II interpretasi foto udara dan tingkat III berupa kajian lapangan.
Penekanan dalam pelaksanaan interpretasi pada penelitian ini adalah pada struktur
geologi dan unit batuan.Hasil ahkir berupa peta geologi tinjau interpretasi citra
landsat.
Inda Crystiana(2001),dalam skripsinya memanfaatkan citra RADARSAT
untuk survey geologi dalam rangka identifikasi awal jebakan minyak bumi, studi
kasus di Kabupaten Blora, Bojonegoro dan sekitarnya. Metode yang digunakan
adalah interpretasi visual dan digital struktur geologi yang berupa bentukan
antiklinal, sinklinal, sesar normal, sesar geser, sesar turun dan lipatan. Sedangkan
untuk satuan batuan yang dapat diidentifikasi yaitu Formasi Lidah, Formasi
Mundu, Formasi Ledok, Formasi Wonocolo, Formaso Bulu, Formasi Ngrayong
dan Formasi Tawun. Dalam proses pengolahan, dilakukan fusi citra RADARSAT
dan Landsat TM dengan konversi trasformasi HIS-RGB (Intensity Hue
Saturation-Red-Green-Blue) dan teknik multiplicative. Hasil penelitian berupa
peta struktur geologi skala 1 : 50.000, peta stratigrafi daerah penelitian dengan
skala 1:50.000 dan peta daerah yang berpotensi sebagai jebakanminyak bumi.
24
Dianovita (2004), dalam skripsinya memanfaatkan citra radar JERS-I
SAR untuk menyadap informasi struktur geologi, studi kasus di Lapangan Minyak
Prabumulih. Dalam penelitian ini, digunakan penajamaan citra untuk memperjelas
kenampakan geologi yang difokuskan pada struktur geologi dan unit batuan.
Tahap interpretasi batuan (litologi) dan interpretasi struktur geologi dengan
pendekatan geomorfologi maupun morfologi berdasarka sifat resistensi,
permeabilitas batuan dan pola aliran. Hasil berupa peta geologi hasil interpretasi
citra JERS-I SAR sebagian kabupaten Muaraenim dan Kabupaten Ogan
Komering Ulu skala 1 :250.000.
Isobadianto (2004), dalam skripsinya memanfaatkan citra landsat 7 ETM+
untuk pemetaan struktur geologi dan litologi, studi kasus di daerah Arjawinangun
dan sekitarnya, Propinsi Jawa Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah
membandingka beberapa teknik penajaman citra, yang meliput : perentangan
linier, equalisasi histogram, pemfilteran spasial, kombinasi saluran dan
penisbahan saluran. Metode pendekatan untuk pemetaan litologi : klasifikasi
batuan sedimen berdasarkan ukuran butir, batuan beku berdasarkan genetisnya.
Dari penelitian tersebut, didapatkan bahwa kombinasi saluran RGB 752 yang
dipadukan dengan equalisasi histogram merupakan penajaman yang paling
optimal untuk menajamankan aspek kelurusan yang terkait dengan patahan
didaerah penelitian. Hasil penelitian berupa peta geologi daerah penelitian.
Havid (1998), dalam penelitiannya melakukan kajian struktur geologi
daerah Ungaran-Salatiga, Jawa Tengah dengan memanfaatkan citra ERS-1 (SAR)
dan citra Landsat Thematic Mapper. Hasil penelitiannya adalah memanfaatkan
citra ERS-1 (SAR) skala 1 : 100.000 untuk memetakan struktur geologi yang
diperolek ketelitian hasil interpretasi dan pemetaan sebesar 83,33 %.dari citra
Landsat TM skala 1 : 250.000 diperoleh ketelitian hasil interpretasi dan pemetaan
sebesar 73,68 %. Hasil
25
1.7. Kerangka Pemikiran
Pada pemanfaatan teknik penginderaan jauh ini terus mengalami
perkembagan, hingga saat ini teknik penginderaan jauh tidak hanya digunakan
untuk pemanfaatna fenomena dipermukaan bumi akan tetapi juga dimaanfaatkan
untuk indentifikasi, fenomena dibawah permukaan bumi. Salah satu pemanfaatan
fenomen dibawah permukaan yang telah dilakukan ialah indentifikasi struktur
geologi. Dalam indentifikasi fenomena dibawah permukaan bumi khususnya
struktur geologi tidak dapat langsung diketahui dari foto udara.
Struktur geologi merupakan bentuk suatu struktur dari batuan yang
ditimbulkan oleh suatu proses. Struktur ini terbentuk karena dengan adanya
pelenturan-pelenturan pada permukaan bumi yang ditimbulkan oleh gaya-gaya
akibat pengaruh pengerakan bumi. Akibat dari gaya-gaya yang menyimpan batuan
tersebut mengakibatkan batuan menjadi rerak-retak, terlipat dan atau tersesarkan
dari kedudukan semulah. Hasil ahkir dari tersingapan dipermukaan bumi.
Singkapan batuan ini menjadi sangatlah penting, karena kenampaan geologis
daerah tersebut dapat diketahui.
Dengan adanya penggunaan data penginderaan jauh dapat membantu
pengenalan kondisi geologi karena mencakup area yang lebih luas, sehingga
memungkinkan dilakukan analisis skala regional. Informasi geologi mampu
disadap melalui citra penginderaan jauh, yaitu jenis batuan , informasi batas,
stratigrafi (dalam hal ini singkapan atau pelapisan batuan) dan struktur
geologinya. Dimana jenis batuan dan batasnya dapat dikenali dari rona yang
dihasilkan, selain itu juga lembah dan bentuk igir juga akan memberikan
informasi tingkat resistensi batuan. Batuan yang resistensi biasanya mempuyai
igir yang runcing dengan igir yang sempit. Struktur berlapis dapat dikenali dari
adanya selang seling dari batuan yang tampak resisten membentuk bukit yang
memanjang dan batuan lunak yang membentuk lembah-lembah. Alur sungai akan
berada pada lembah-lembah ini, sehingga terdapat pola aliran trellis dan sungai
utama akan memotong lapisan pada sesar, kekar atau bagian yang lemah. Pada
struktur geologi, dalam hal struktur lipatan, dapat diketahui dari kedudukan pola
26
singkapan dan pelapisann batuan. Untuk kedudukan pelapisan batuan yang relatif
berlawanan dapat diperkirakan sebagai struktur antiklinal, maupun sinklinal.
Apabila arah kemiringan pelapisaan batuan yang berlawanan mengarah keluar,
maka dapat diperkirakan sebagai struktur antiklin. Sedangkan bila mengarah
kedalam, dapat diperkirakan sebagai struktur sinklinal.
Berdasarkan kenampakan dalam penginderaan jauh. Ada beberapa
indikator yang dapat digunakan sebagai kunci pegangan untuk mengindentifikasi
struktur geologi yaitu, stratifikasi (pelapisan) posisi bidang pelapisan batuan
terhadap bidang horizontal yang meliputi pola aliran, dip, jurus atau srike,
kontinuintas kelurusan, dan dislokasi. Kualitas citra untuk keberhasilan
interpretasi sangatlah dibutuhkan, untuk itu penanganan data penginderaan jauh
sebelumnya digunakan adalah diperlukan. Karakteristik kenampakan pada citra
dalam bentuk piktorial atau bentuk numerik dipengaruhi oleh interaksi antara
sumber energi, perjalana energi melalui atmosfer, interaksi energi dengan
kenampakan dimuka bumi, dan sensor.
Pada singkapan-singkapan batuan ialah kunci suatu pengenalan suatu
fenomena geologis pada suatu daerah. Singkapan-singkapan dapat menujukan
kenampakan pelapisan batuan maupun struktur geologi, seperti kekar, sesar,
maupun lipatan. Selain memanfaatkan singkapan-singkapan kenampakan khas
seperti kelurusan vegetasi dan deretan mata air pada citra dapat pula digunakan
sebagai kunci interpertasi struktur geologi. Melalui kenamapakan kelurusan
vegetasi maupun deretan mata air dapat diindetinfikasikan bahwa daerah tersebut
adalah jalur sesar. Kenampakan kelurusan-kelurusan yang tipis pendek, bepolah
teratur, dan saling berpotongan dapat diinterpretasikan sebagai sistem struktur
kekar sedangkan kelurusan yang memanjang jelas, menerus, dan disertai bidang
permukaan segitiga faset adalah struktur gawir sesar.Apabilah kelurusan-
kelurusan tersebut sejajar mengikuti pola agihan batuan menujukan adanya bidang
pelapisan.
Dalam tahap interpretasi geologi citra meliputi interpretasi batuan
(litologi) dan interpretasi stuktur geologi. Strukur geologi adalah bentuk suatu
struktur dari batuan yang ditimbulkan oleh suatu proses. Sturktur ini terbentuk
27
karena dengan adanya peratura pada permukaan bumi yang ditimbulkan oleh
gaya-gaya akibat pengaruh pengerakan bumi. Akibat dari gaya-gaya yang
menyimpan batuan tersebut mengakibatkan batuan menjadi rerak-retak, terlipat
dan atau tersesarkan dari kedudukan semulah. Hasil ahkir dari tersingkapan
dipermukaan bumi. Singkapan batuan ini menjadi sangatlah penting, karena
kenampuan geologis daerah tersebut dapat diketahui.
Citra landsat 7 ETM+ sebagai sumber data primer dalam penelitian ini,
Sebelum melakukan interpretasi visual pada citra, pada awalnya perlu dilakukan
pemorsesan citra. Dimaksudkan untuk mengolah data mentah menjadi data yang
siap dipakai karena perluh diolah terlebih dahulu supaya, dapat mempermudah
dalam interpretasi struktur geologi. Dalam pengolahan tersebut yang meliputi
koreksi radiometrik dan koreksi Geometrik, pemfilteran, dan penajaman citra
untuk memperoleh kualitas citra yang baik untuk interptretasi struktur geologi.
Pemfilteran yang diterapkan pada citra memiliki konsekuensi perubahan informasi
spasial terutama nilai kecerahan. Kesulitan dalam dalam mempelajari pemfilteran
ini adalah terdapatnya keragaman jenis filter dan bentuk variasi koefisien yang
ada pada masing-masing filter. Filter yang diterapkan adalah filter high pass.
Pemfilteran dilakukan dengan melakukan uji coba filter frekuensi tinggi dan
pemilihan tipe filter terbaik untuk penajaman kenampakan geologi. Filter yang
digunakan dalam penelitian ini ialah filter high pass karena mampu mengnikatkan
kontras nilai bringhtness value (BV), sehingga mampu menjamankan batas tepi
antara objek pada citra. Jenis filter yang digunakan ialah filter direcional dan
undirectional. Pemfilteran dilakukan dengan melakukan uji coba masing-masing
filter pada citra, hingga diperoleh filter yang benar-benar mampu menampilkan
formasi geologi yang dibutukan dengan baik. Dalam melakukan penajamaan citra
Landsat untuk meningkatkan mutu citra dengan meningkatkan kontras yang
tampak pada ujud gambaran citra. Interpretasi visual terhadap kenampakan
struktur geologi dan litologi dilakukan dengan hasil interpretasi berupa peta
tentatif bentuk lahan,peta tentatif stratigrafi dan peta tentatif struktur geologi.
Kenampakan Digital Elevation Model (DEM) akan membantu dalam proses
interpretasi. DEM dibuat dari digitasi terhadap garis kontur yang diperoleh dari
28
peta topogarfi untuk memperoleh kenampakan tiga dimensi daerah penelitian.
Dari peta topogarfi juga dilakukan digitasi peta dasar menjadi peta dasar digital
untuk membantu dalam proses penetuan daerah sampel.
Pada tahap uji lapangan, dilakukan pengukuran-pengukuran dan
pencatatan informasi yang tidak bisa didapatkan dari interpretasi citra. Kegiatan
uji lapangan yang meliputi pengukuran dip dan strike, pengambilan gambaran
lapangan, pengambilan sampel batuan serta pengecekan terhadap kondisi
geomorfologi daerah, untuk informasi lapangan dengan mencacat dan mengamati
dari pengamatan dilapangan. Selanjutnya dilakukan tahap reinterpretasi yaitu
dilakukan dengan mengkoreksi dan memperbaiki hasil interpretasi. Setelah itu
penelitian ini, juga dilakukan analisis ketelitian dan kemampuan citra landsat 7
ETM+ untuk indentifikasi struktur geologi. Pada hal-hal tersebut dimana untuk
mengetahui, kemampuan citra landsat 7 ETM+. Hasil ahkir dalam penelitian ini
berupa peta struktur geologi dengan skala 1 : 250.0000.
29
Gambar Kerangka pemikir 1.5.
30
Gambar 1.6. Diagram Alir Penelitian