1025 variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... filesalah satu pemicu produksi senyawa...

12
1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... (Ruzkiah Asaf) VARIASI AKTIVITAS KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER SPONS BERDASARKAN KONDISI HABITAT Ruzkiah Asaf* ) , Budimawan** ) , dan Ahyar Ahmad** ) *) Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: [email protected] **) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar 90245, Sulawesi Selatan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons berdasarkan kondisi habitat. Kandungan senyawa bioaktif yang dihasilkan dari proses metabolit sekunder spons pada kondisi habitat yang berbeda dilakukan dengan mengambil sampel spons dari empat stasiun kemudian dilakukan uji terhadap anti bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, serta uji anti jamur Candida albicans dan Malassezia fulfur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi habitat berpengaruh secara nyata terhadap senyawa bioaktif yang dihasilkan. Spons Meloplus sarasinorum memiliki daya hambat terbesar untuk anti bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus serta anti jamur Candida albicans, dengan kondisi habitat yang didominasi oleh karang mati yang ditumbuhi alga. Spons Agelas clathroides memiliki daya hambat terbesar untuk anti jamur Malassezia fulfur dengan kondisi habitat yang didominasi oleh karang mati yang ditumbuhi alga. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan senyawa bioaktif dari metabolit sekunder spons berbeda berdasarkan kondisi habitat. KATA KUNCI: metabolit sekunder, spons, habitat PENDAHULUAN Metabolit sekunder dihasilkan oleh semua jenis biota dikenal dengan istilah natural produk merupakan hasil metabolisme dalam tubuh organisme. Pembentukan metabolit sekunder dipengaruh oleh lingkungan, sehingga diasumsikan bahwa pada lingkungan yang berbeda walaupun jenisnya sama akan menghasilkan metabolit yang berbeda. Spons adalah jenis invertebrata laut yang memproduksi metabolit sekunder yang merupakan sumber penghasil senyawa bioaktif terbesar di antara invertebrata laut lainnya. Dalam dekade terakhir dilaporkan sebanyak 50% senyawa bioaktif yang ditemukan dalam invertebrata laut, berasal dari filum porifera (Harper et al., 2001). Metabolit sekunder bagi invertebrata laut juga berperan dalam pencarian makanan, pengenalan dengan populasinya, penentuan habitat dan pasangan simbiotik yang sesuai. Selain itu, senyawa kimia yang dihasilkan oleh invertebrata laut, sebagai respons terhadap kompetisi dengan lingkungan. Kegunaan dari senyawa kimia bagi biota yang memproduksinya adalah sebagai pengikat reseptor dalam target ekologinya (Harper et al., 2001). Spons dalam mempertahankan kehidupannya melakukan adaptasi secara morfologis, anatomis, fisiologis, dan kimiawi. Produksi metabolit sekunder dari spons merupakan kompensasi akibat interaksi dengan lingkungan biotik, abiotik, dan sebagai senjata kimia terhadap predator. Salah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral dan untuk mencegah infeksi bakteri patogen. Banyak jenis spons yang ditemui di habitat karang tubuhnya dipenuhi jaringan hidup bluegreen alga. Pada beberapa jenis spons jaringan alga ini menyuplai hampir 100% kebutuhan nutriennya, diperkirakan terdapat sebanyak 10.000 spesies spons di laut. Identifikasi spons sering mengalami kesulitan karena spesies yang sama seringkali menunjukkan bentuk yang berbeda, tergantung pada kondisi habitatnya. Di tempat yang tenang dan terlindung, spesies yang sama akan dapat berbeda bentuknya bila berada di tempat yang berarus kuat di luar terumbu. Spons pada jenis yang sama pertumbuhannya cenderung semakin besar dan meninggi dengan bertambahnya kedalaman laut (Bergquist, 1978; Amir & Budiyanto, 1996). Faktor ekologis sangat berpengaruh terhadap bentuk

Upload: vuongnga

Post on 28-Apr-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... (Ruzkiah Asaf)

VARIASI AKTIVITAS KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER SPONS BERDASARKANKONDISI HABITAT

Ruzkiah Asaf*), Budimawan**), dan Ahyar Ahmad**)

*) Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air PayauJl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan

E-mail: [email protected]**) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar 90245, Sulawesi Selatan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons berdasarkankondisi habitat. Kandungan senyawa bioaktif yang dihasilkan dari proses metabolit sekunder spons padakondisi habitat yang berbeda dilakukan dengan mengambil sampel spons dari empat stasiun kemudiandilakukan uji terhadap anti bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, serta uji anti jamur Candidaalbicans dan Malassezia fulfur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi habitat berpengaruh secaranyata terhadap senyawa bioaktif yang dihasilkan. Spons Meloplus sarasinorum memiliki daya hambat terbesaruntuk anti bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus serta anti jamur Candida albicans, dengan kondisihabitat yang didominasi oleh karang mati yang ditumbuhi alga. Spons Agelas clathroides memiliki dayahambat terbesar untuk anti jamur Malassezia fulfur dengan kondisi habitat yang didominasi oleh karangmati yang ditumbuhi alga. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan senyawa bioaktif dari metabolit sekunderspons berbeda berdasarkan kondisi habitat.

KATA KUNCI: metabolit sekunder, spons, habitat

PENDAHULUAN

Metabolit sekunder dihasilkan oleh semua jenis biota dikenal dengan istilah natural produkmerupakan hasil metabolisme dalam tubuh organisme. Pembentukan metabolit sekunder dipengaruholeh lingkungan, sehingga diasumsikan bahwa pada lingkungan yang berbeda walaupun jenisnyasama akan menghasilkan metabolit yang berbeda. Spons adalah jenis invertebrata laut yangmemproduksi metabolit sekunder yang merupakan sumber penghasil senyawa bioaktif terbesar diantara invertebrata laut lainnya. Dalam dekade terakhir dilaporkan sebanyak 50% senyawa bioaktifyang ditemukan dalam invertebrata laut, berasal dari filum porifera (Harper et al., 2001).

Metabolit sekunder bagi invertebrata laut juga berperan dalam pencarian makanan, pengenalandengan populasinya, penentuan habitat dan pasangan simbiotik yang sesuai. Selain itu, senyawakimia yang dihasilkan oleh invertebrata laut, sebagai respons terhadap kompetisi dengan lingkungan.Kegunaan dari senyawa kimia bagi biota yang memproduksinya adalah sebagai pengikat reseptordalam target ekologinya (Harper et al., 2001). Spons dalam mempertahankan kehidupannya melakukanadaptasi secara morfologis, anatomis, fisiologis, dan kimiawi. Produksi metabolit sekunder dari sponsmerupakan kompensasi akibat interaksi dengan lingkungan biotik, abiotik, dan sebagai senjata kimiaterhadap predator. Salah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh sponsadalah adanya kompetisi dengan koral dan untuk mencegah infeksi bakteri patogen.

Banyak jenis spons yang ditemui di habitat karang tubuhnya dipenuhi jaringan hidup bluegreenalga. Pada beberapa jenis spons jaringan alga ini menyuplai hampir 100% kebutuhan nutriennya,diperkirakan terdapat sebanyak 10.000 spesies spons di laut. Identifikasi spons sering mengalamikesulitan karena spesies yang sama seringkali menunjukkan bentuk yang berbeda, tergantung padakondisi habitatnya. Di tempat yang tenang dan terlindung, spesies yang sama akan dapat berbedabentuknya bila berada di tempat yang berarus kuat di luar terumbu. Spons pada jenis yang samapertumbuhannya cenderung semakin besar dan meninggi dengan bertambahnya kedalaman laut(Bergquist, 1978; Amir & Budiyanto, 1996). Faktor ekologis sangat berpengaruh terhadap bentuk

Page 2: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 1026

dan pertumbuhan spons, yaitu kedalaman air, struktur dasar, arus, suhu, kandungan nutrien, dantingkat sedimentasi (Storr, 1976).

Terumbu karang merupakan habitat hidup bagi berbagai biota laut tropis lainnya sehingga terumbukarang memiliki keanekaragaman jenis biota yang sangat tinggi dan produktif. Dengan adanyakeanekaragaman biota laut yang berasosiasi pada terumbu karang sehingga memiliki bentuk sertawarna yang beraneka ragam pula, di antara berbagai jenis biota terumbu karang, spons menempatirelung ekologi yang sangat spesifik yaitu dasar perairan jernih yang masih cukup memperoleh sinarmatahari (Ahmad et al., 1996).

Pulau Kapoposang merupakan salah satu pulau yang terdapat di dalam gugusan KepulauanSpermonde. Pulau Kapoposang terletak di Kecamatan Liukang Tupabiring Kabupaten PangkajeneKepulauan (Pangkep). Pulau Kapoposang merupakan salah satu tipe perwakilan terumbu karangtepi/datar, lamun, dan mangrove di perairan Sulawesi. Di perairan Kapoposang terdapat ekosistemterumbu karang yang hidup di dalamnya berbagai jenis organisme di antaranya adalah spons. Darihal tersebut maka penelitian dilakukan untuk mengetahui keterkaitan kondisi habitat terhadapkandungan metabolit sekunder spons di Pulau Kapoposang.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Pulau Kapoposang yang merupakan salah satu pulau yang terdapat dalamgugusan Kepulauan Spermonde (Gambar 1). Jumlah tempat pengambilan sampel dibagi dalam 4stasiun.

Pengamatan kondisi lingkungan hidup spons dilakukan dengan mengetahui kondisi terumbukarang dan lingkungan sekitar tempat tumbuh spons ditemukan. Pengamatan kondisi terumbu karangdilakukan dengan metode transek garis (Dartnal & Jones, 1986; English et al., 1994). Adapunmetodenya adalah dengan meletakkan transek sepanjang 50 m, dengan menggunakan alat selamdan alat tulis di bawah air, semua biota yang ada pada garis transek dicatat dan diukur denganketelitian hingga cm.

Pengamatan kondisi habitat spons dilakukan dengan mengamati kondisi yang dominan di manaspons tersebut tumbuh kemudian ditentukan habitatnya.

Gambar 1. Lokasi penelitian di Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkep

Page 3: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

1027 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... (Ruzkiah Asaf)

Pengamatan aktivitas kandungan metabolit sekunder spons diambil dari empat stasiun dengansembilan jenis spons yang berbeda, dengan kondisi lingkungan yang berbeda pula dengan penyelamanSCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus), pada titik yang termonitor oleh alat globalpositioning system. Setiap sampel yang diambil dari empat stasiun didata kondisi lingkungan tempatsampel itu berada, kemudian diolah dan dilakukan proses ekstraksi dan partisi, selanjutnya dilakukanuji kandungan bioaktif metabolit sekunder terhadap bakteri dan jamur. Analisis bioaktivitas ekstrakmetanol spons dilakukan dengan pengamatan terhadap zona bening yang terbentuk dengan mengukurdiameter zona hambatan pada masing-masing konsentrasi ekstrak metanol yang diuji pada bakteridan jamur pada setiap karakteristik lingkungan yang berbeda.

Daya hambat kemudian dikelompokkan menurut jenis dan dibandingkan daya hambatnyaberdasarkan kondisi habitat spons melalui grafik histogram dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN BAHASAN

Kondisi Terumbu Karang

Hasil pengamatan terhadap kondisi terumbu karang pada perairan Pulau Kapoposang dapat dilihatpada Tabel 1.

Pada Tabel 1 terlihat bahwa pengamatan terhadap kondisi terumbu karang dilakukan pada empatstasiun dengan berbagai variasi kedalaman. Nilai persentase tutupan karang hidup berkisar 14,61%0-47,34%. Persentase tutupan karang hidup terbesar didapatkan pada stasiun I pada kedalaman 5 m,sedangkan persentase tutupan karang terkecil didapatkan pada stasiun II pada kedalaman 6 m. PadaStasiun I dengan dua variasi kedalaman terlihat bahwa, kisaran persentase tutupan karang pada HCLdan abiotik lebih besar dari komponen lainnya. Kondisi ini dapat dikatakan bahwa kondisi terumbukarang HCL pada stasiun ini berada dalam kategori sedang dan menjadi tempat tumbuh yang baikbagi spons.

Pada Stasiun II dengan kedalaman 6 m terlihat bahwa persentase tutupan karang pada DCA danOT lebih besar dari HCL dan Abiotik. Kondisi ini dapat dikatakan bahwa terumbu karang beradadalam kategori terumbu karang dalam kondisi yang rusak. Di samping itu, kondisi ini juga sangatbaik bagi spons untuk hidup dengan cara melekat pada pecahan karang, karang mati, dan padasubstrat berpasir. Hal ini didasari oleh sifat spons yang memiliki kemampuan bersaing denganorganisme lain dalam mendapatkan tempat untuk tumbuh dan suplai nutrien, atau dengan kata lainspons merupakan hewan pionir yang mampu beradaptasi terhadap lingkungan yang mengalamikerusakan.

Pada stasiun III terlihat bahwa persentase tutupan karang pada HCL dan abiotik lebih besar darikomponen lainnya, sehingga kondisi terumbu karang pada stasiun ini dapat dikatakan berada dalamkategori sedang dan baik untuk pertumbuhan spons. Pada Stasiun IV terlihat bahwa persentasetutupan karang abiotik lebih besar dari komponen lainnya. Kondisi terumbu karang pada stasiun ini

Tabel 1. Persentase terumbu karang pada perairan Pulau Kapoposang

HCL DCA Alga OT Abiotik

5 47,34 0 0 7,60 42,90 Sedang15 24,24 0 0 12,48 54,90 Rusak

6 14,61 39,96 0 40,43 5,00 Rusak15 28,40 2,40 0,52 18,78 49,90 Sedang

III 5 42,32 6,24 4,55 10,75 36,14 SedangIV 5 22,84 0 7,36 19,28 50,52 Rusak

Benthic lifeform (%)Kondisi

I

II

StasiunKedalaman

(m)

Page 4: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 1028

berada dalam kategori rusak. Sintasan spons pada stasiun ini didukung oleh besarnya persentasetutupan karang pada komponen abiotik.

Spons yang dijadikan sampel pada penelitian ini sebanyak sembilan jenis yang dominan didapatkanpada keempat stasiun pengamatan. Kemudian sampel spons dibandingkan berdasarkan genus dankondisi habitatnya. Keberadaan sampel spons dominan pada setiap stasiun pengamatan dapat kitalihat pada Tabel 2.

Pengamatan Kondisi Habitat Spons

Keberadaan sampel spons yang dominan pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat padaTabel 2 dengan kondisi habitat yang dominan pada masing-masing spons.

Pada Tabel 2, spons jenis Callyspongia aeresuza terdapat pada stasiun I,II, dan III, Callyspongia fallaxdidapatkan pada stasiun I dan pada stasiun II, masing-masing pada kedalaman dan kondisi habitatyang berbeda. Sedangkan Agelas sp. didapatkan pada stasiun III dan stasiun IV pada kedalaman danhabitat yang berbeda. Jenis spons yang lain (Agelas clathroides dan Meloplus sarasinorum) terdistribusimasing-masing pada stasiun I dan II. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua jenis spons ini tidakdapat hidup pada habitat yang berbeda. Jenis sampel spons dapat kita lihat pada Gambar 2, 3, 4, dan5.

Dari stasiun I, terdapat 3 jenis spons yang berbeda, ketiga jenis spons ini adalah Callyspongiaaeresuza, Agelas clathroides, dan Callyspongia fallax. Spons ditemukan hidup dan tumbuh pada habitatyang didominasi karang keras dan karang mati, dengan kondisi terumbu karang dalam kategorisedang.

Tabel 2. Jenis spons dan habitat yang dominan pada setiap stasiun

Stasiun pengamatan

Kedalaman (m)

Jenis spons Habitat dominan

15 Callyspongia aeresuza Karang hidup encrusting7 Agelas clathroides Karang mati yang ditumbuhi alga

10 Callyspongia fallax Karang hidup branching dan encrusting

6 Callyspongia aerizusa Karang hidup massive dan branching10 Callyspongia fallax Karang hidup encrusting dan massive5 Meloplus sarasinorum Karang mati yang ditumbuhi alga

7 Callyspongia aeresuza Karang hidup karang massive5 Agelas sp. Pasir dan pecahan karang

IV 3 Agelas sp. Lamun dan pasir

I

II

III

Gambar 2. Sampel spons stasiun I, Callyspongia aerizusa (kiri), Agelasclathroides, (tengah) dan Callyspongia fallax (kanan)

Page 5: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

1029 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... (Ruzkiah Asaf)

Pada stasiun II terdapat spons jenis Callyspongia aerizusa, dan Callyspongia fallax, serta jenis sponsyang lain yaitu jenis Meloplus sarasinorum. Jenis Agelas clathroides tidak ditemukan pada stasiun ini,ketiga jenis spons ini hidup dan tumbuh pada habitat yang didominasi karang keras dan karang matidengan kondisi terumbu karang kategori rusak. Terdapat perbedaan antara spons Agelas clathroidesdan Meloplus sarasinorum, yaitu spons jenis Agelas clathroides berada pada stasiun I dan Jenis Meloplussarasinorum berada pada stasiun II, yang berarti kedua jenis spons ini hidup dengan kondisi terumbukarang yang berbeda, sedangkan jenis Callyspongia aerizusa, dan Callyspongia fallax dapat hidup padastasiun I dan II. Diduga kedua jenis spons ini dapat hidup dengan kondisi terumbu karang dengankategori sedang dan rusak.

Jenis spons pada stasiun III dan IV adalah Callyspongia aerizusa dan Agelas sp., pada stasiun III jenisCallyspongia aerizusa dan Agelas sp. hidup pada habitat yang didominasi oleh karang keras, pasir danpecahan karang. Adapun kondisi terumbu karang pada stasiun III berada dalam kategori sedang.

Pada stasiun IV jenis Callyspongia aerizusa tidak ditemukan lagi dan yang ada pada stasiun iniadalah spons jenis Agelas sp. Jenis spons ini tumbuh pada habitat yang didominasi lamun dan pasir,dengan kondisi terumbu karang berada dalam kategori rusak.

Gambar 3. Sampel spons stasiun II, a. Callyspongia aerizusa, b. Callyspongiafallax, dan c. Meloplus sarasinorum

Gambar 4. Sampel spons stasiun III, Callyspongiaaerizusa (kiri), Agelas sp. (kanan)

Gambar 5. Sampel spons pada stasiun IV,Agelas sp.

Page 6: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 1030

Pengamatan Kandungan Metabolit Sekunder Spons

Skrining terhadap aktivitas anti-mikroba dilakukan dengan uji bakteri menggunakan bakteriEscherichia coli dan Staphylococcus aureus, dan uji jamur menggunakan Candida albicans dan Malasseziafurfur. Skrining terhadap aktivitas anti-mikroba dan anti jamur dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil skrining menunjukkan bahwa kandungan senyawa spons berdasarkan kelompok dapatdijadikan sebagai acuan dalam mengetahui senyawa yang terkandung dalam spons pada sampelpenelitian. Kandungan senyawa spons berdasarkan kelompok dari kelompok spons Callyspongidaediketahui mengandung senyawa Linear 3-alkylpiperidines dan kelompok Agelasidae mengandungPyrrole-2-carboxylic derivates, selain itu, juga terdapat kelompok Agelas dengan kandungan Di-dansesquiterpenes (Soest & Braekman, 1999).

Pada Tabel 3, nilai diameter hambatan untuk bakteri uji Escherichia coli berkisar 9,55-18,91 mmdan nilai hambatan untuk bakteri uji Staphylococcus aureus berkisar 11,70-19,96 mm. Pada Uji bakteriEscherichia coli dan Staphylococcus aureus tersebut, Meloplus sarasinorum memiliki daya hambat terbesar,sedangkan Callyspongia fallax pada stasiun I memiliki daya hambat terkecil. Besarnya daya hambatMeloplus sarasinorum menunjukkan bahwa spons jenis ini memiliki kandungan senyawa bioaktif berupatriterpenoid (Ariyanti et al., 2008). Besarnya daya hambat jenis spons ini terkait dengan habitatspons tersebut. Besarnya kandungan metabolit pada spons ini diduga oleh banyaknya predator,sehingga spons jenis ini banyak mengalami stres dan dalam mempertahankan diri spons ini memilikisenjata perisai menghasilkan senyawa kimia membentuk metabolit sekunder yang dapat meracunipredator di sekitarnya karena bersifat toksik (Webster, 2003). Jenis-jenis predator spons dapat dilihatpada Tabel 4.

Pada uji jamur Candida albicans semua jenis spons tidak memiliki daya hambat kecuali Meloplussarasinorum, diduga hal ini disebabkan karena jamur Candida albicans mempunyai struktur dindingsel yang kompleks, dengan ketebalan 100-400 nm, selain itu, dinding sel dari jamur ini terdiri atas

Tabel 3. Diameter hambatan hasil skrining aktivitas antimikroba ekstrak padaspons dengan konsentrasi 1.000 µg/mL

Keterangan:A : Callyspongia aerizusa; EC : Escherichia coli; B : Agelas clathroides;SA : Staphylococcus aureus; C : Callyspongia fallax; CA : Candida albicans;D : Callyspongia aerizusa; MF : Malassezia furfur; E : Callyspongia fallax;F : Meloplus sarasinorum; G : Callyspongia aerizusa; H : Agelas sp.I : Agelas sp.

EC SA CA MF

A 11,88 12,90 - 9,88B 16,48 19,30 - 20,94C 9,55 11,70 - -

D 10,60 12,01 - 13,97E - - - -F 18,91 19,96 17,39 18,09

G 16,81 17,28 - 18,95H 12,26 14,45 - 15,13

IV I - - -

Diameter hambatan (mm) ekstrak metanol

Bakteri Jamur

I

II

III

StasiunKode

sampel

Page 7: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

1031 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... (Ruzkiah Asaf)

lima lapisan yang berbeda. Pada uji jamur Malassezia furfur daya hambat berkisar 9,88-20,94 mm,selain itu, juga kandungan spons Meloplus sarasinorum dari triterpenoid terdapat senyawa saponinyang dapat mengganggu perkembangan protozoa dengan terjadinya ikatan antara saponin dengansterol pada permukaan membran sel protozoa sehingga menyebabkan membran pecah dan sel lisisakan mati. Keberadaan kolesterol pada membran sel eukariotik (termasuk protozoa), tetapi tidakterdapat pada sel bakteri prokariotik, saponin mempunyai tingkat toksisitas yang tinggi melawanjamur, mekanisme kerjanya sebagai anti jamur berhubungan dengan interaksi saponin dengan sterolmembran.

Pada uji jamur Malassezia furfur spons Agelas clathroides memiliki daya hambat terbesar dan dayahambat terkecil dimiliki oleh Callyspongia aerizusa. Pada uji jamur Malassezia furfur spons Agelasclathroides memiliki daya hambat terbesar, karena adanya kandungan senyawa pada kelompok sponsAgelas yaitu seskiterpenoid yang merupakan anti jamur, selain itu, juga besarnya bioaktivitas sponstersebut disebabkan oleh adanya kandungan kimia senyawa tersebut sebagai imunosupressive,neurosupressive, dan anti virus (Sipkema et al., 2005).

Callyspongia fallax yang didapatkan pada stasiun II dan Agelas sp. pada stasiun IV tidak memilikidaya hambat baik pada uji bakteri maupun pada uji jamur, hal ini diduga disebabkan karena kondisiterumbu karang yang tidak memungkinkan bagi pertumbuhan spons tersebut di mana berhubungandengan penyerapan senyawa yang terkandung pada lingkungan sekitarnya.

Dari hasil pengamatan kondisi terumbu karang serta habitat yang dominan pada sampel ujidengan daya hambat pada mikroba uji maka dapat dibandingkan dengan menggunakan gambarhistogram berdasarkan genus yang sama.

Pada Gambar 6 terlihat bahwa spons Callyspongia aeresuza yang hidup pada kondisi habitat yangdidominasi karang massive pada uji bakteri dan uji jamur dengan menggunakan jamur Malasseziafurfur memiliki daya hambat paling besar dibandingkan dengan kondisi habitat yang lain, sedangkanpada uji jamur Candida albicans tidak memiliki daya hambat. Kondisi habitat yang didominasi olehencrusting dan campuran karang massive dan branching pada uji bakteri memiliki daya hambat yangtidak terlalu jauh berbeda.

Tingginya nilai daya hambat kondisi habitat yang didominasi oleh karang massive pada uji bakteridan jamur kecuali uji jamur Candida albicans disebabkan oleh karang massive tergolong jenis hardcoral non acropora di mana kondisi tersebut didukung dengan kondisi terumbu karang yang tergolongkategori sedang sehingga pertumbuhan spons sangat baik, kondisi tersebut juga dipengaruhi olehbeberapa faktor oseanografi antara lain posisi terumbu karang yang menghadap arah angin, sehinggaarus dari arah laut lepas menyuplai banyak makanan dan mempertinggi difusi oksigen dari udarabebas (Suharyanto, 1998).

Selain itu, pula tingginya persentase karang hidup yang menyebabkan spons bersaing dengankarang hidup dan untuk menciptakan pertahanan diri spons menghasilkan senyawa kimia membentukmetabolit sekunder yang ditakuti dan dihindari dari predator, senyawa tersebut bersifat toksik danberkhasiat juga sebagai antikanker (cytotoxic) dan antibiotik (McConnaughey, 1970).

Sumber: Atoll Research Bulletin By Janiel Wulff

Tabel 4. Jenis-jenis predator spons

Jenis predator spons

Angelfish, Pornacanthus spp.Trunkfish, Acanthostracion spp.Filefish, Aluterus scriptusSpadefish, Chaefodipterus faberParrotfish, Sparisoma spp. Scarus isertiiStarfish, Oreaster reticulatzis

Page 8: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 1032

Pada Gambar 7 terlihat bahwa hanya spons Callyspongia fallax yang hidup pada kondisi habitatyang didominasi oleh campuran karang branching dan encrusting yang memiliki daya hambat untukbakteri uji, sedangkan pada jamur uji, kedua kondisi habitat tidak memiliki daya hambat. Hal inidisebabkan karena adanya kandungan senyawa yang lebih reaktif terhadap bakteri dan faktor-faktorlain yang memberikan efek pada perkembangan kandungan senyawa spons baik secara langsungmaupun tidak. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seperti laju pertumbuhan mikroorganisme,kepekaan organisme terhadap zat aktif, kemampuan dan laju difusi bahan aktif, serta ketebalan danviskositas medium.

Besarnya daya hambat bakteri Staphylococcus aureus dibandingkan bakteri Escherichia coli padadisebabkan karena perbedaan bioaktivitas yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Brenchet al. (1993), salah satu faktor yang mempengaruhi bioaktivitas adalah adanya resistensi bakteriyang disebabkan oleh perbedaan struktur dinding selnya. Bakteri Staphylococcus aureus merupakanbakteri gram positif di mana struktur dinding selnya lebih sederhana, dibanding bakteri Escherichia

Gambar 6. Histogram kondisi habitat yang dominan dengan diameter hambatanpada spons Callyspongia aeresuza pada stasiun I, II, dan III

11,8812,9

0

9,8810,6

12,01

0

13,97

16,81 17,28

0

18,95

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

EC SA CA MF

Day

a ha

mba

t (m

m)

Bakteri dan jamur uji

Encrusting

Massive & branching

Massive

Gambar 7. Histogram kondisi habitat yang dominan dengan diameterhambatan pada spons Callyspongia fallax pada stasiun I dan II

9,55

11,7

0 00 0 0 00

2

4

6

8

10

12

14

EC SA CA MF

Day

a ha

mba

t (m

m)

Bakteri dan jamur uji

Branching & encrusting

Encrusting & massive

Page 9: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

1033 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... (Ruzkiah Asaf)

coli yang merupakan bakteri gram negatif dengan struktur dinding sel lebih kuat dan lebih kompleks,sehingga sulit untuk diuaraikan. Bakteri gram negatif mempunyai struktur dinding sel yang tebaldan berlapis-lapis terdiri atas lipoprotein, peptidoglikan, dan lipopolisakarida, lapisan inilah yangmenyebabkan dinding sel tidak mudah dipisahkan dari sel bakteri oleh senyawa aktif (Moat, 1979dalam Kencanawati, 1993).

Daya hambat kondisi habitat brancing dan encrusting pada bakteri uji Staphylococcus aureus memilikinilai hambat lebih besar dibanding pada bakteri uji Escherichia coli. Pada jamur uji, kedua kondisihabitat tidak memiliki daya hambat. Hal ini disebabkan oleh kondisi habitat yang didominasi olehbranching dan encrusting didukung oleh kondisi terumbu karang kategori sedang di mana komponenyang mendominasi pada habitat ini juga mendukung dalam pertumbuhan spons sehingga dalampersaingan pemanfaatan nutrien semakin banyak yang dapat disaring untuk dapat dijadikan makananatau simbionnya yang akan meningkatkan bioaktivitasnya. Menurut Ailen (1997), nutrien yang disaringspons sangat kecil bahkan seukuran bakteri, spons juga dapat menyaring air sebanyak 4 hingga 5kali volume tubuhnya.

Pada Gambar 8 terlihat bahwa pada uji bakteri dan uji jamur kecuali jamur uji Candida albicans,spons Agelas yang hidup pada kondisi habitat yang didominasi oleh karang mati ditumbuhi algamemiliki nilai daya hambat lebih besar dari kondisi habitat pasir dan pecahan karang. Pada uji jamurCandida albicans kedua kondisi habitat tidak memiliki daya hambat. Kondisi habitat yang didominasioleh lamun dan pasir, baik pada uji bakteri dan jamur tidak memiliki daya hambat. Tingginya nilaihambat yang didominasi oleh karang mati ditumbuhi alga dan tidak adanya daya hambat yangdimiliki oleh kondisi habitat lamun dan pasir pada mikroba uji disebabkan oleh pada kondisi habitatkarang mati tersebut spons menghasilkan senyawa untuk mempertahankan diri terhadap kondisitersebut, sedangkan pada habitat lamun dan pasir organisme yang ada pada kondisi tersebut kurangsehingga spons tidak menghasilkan banyak senyawa kimia untuk mencegah predator dan bersaingdengan organisme lain. Beberapa jenis spons hanya dapat hidup pada daerah yang berarus pelan(Duckworth, 1997). Pada habitat tersebut pergerakan air lebih cepat. Menurut Nybakken (1988),menjelaskan bahwa pergerakan air di daerah pasir lebih cepat dibanding pada daerah lain. Hal iniyang mengakibatkan spons memiliki sedikit kesempatan untuk mendapatkan makanan danbersimbiosis dengan mikroorgnisme lainnya. Pergerakan air yang cepat ini menyebabkan laju gerakair tidak dapat menahan nutrien dan mikroorganisme akan hanyut yang seharusnya bermanfaat bagispons dalam meningkatkan bioaktifnya. Menurut Lee (2001), simbiosis spons dengan simbionnyaakan meningkatkan bioaktifnya.

Gambar 8. Histogram kondisi habitat yang dominan dengan diameterhambatan pada spons Agelas pada stasiun I, III, dan IV

16,48

19,3

0

20,94

12,26

14,45

0

15,13

0 0 0 00

5

10

15

20

25

EC SA CA MF

Day

a ha

mba

t (m

m)

Bakteri dan jamur uji

Karang mati ditumbuhi alga

Sand & rubble

Lamun & sand

Page 10: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 1034

Dari pembahasan, menunjukkan bahwa kandungan metabolit sekunder spons sangat dipengaruhioleh kondisi habitat yang didukung oleh kondisi terumbu karang. Fenomena ini juga dipengaruhioleh faktor adaptasi spons terhadap kondisi lingkungan di mana struktur tubuh spons dalammenyaring makanan, oksigen, serta mengeluarkan makanan dan CO2. Dalam penyaringan tersebut,ribuan sampai jutaan mikroba terperangkap, apabila konsentrasi mikroba sangat besar maka sponsakan terkena infeksi dan sakit, oleh karena itu, perlu memproduksi senyawa kimia yang mampumelumpuhkan mikroba yang terperangkap. Mikroba yang resisten terhadap senyawa kimia tersebutakan bertahan dan hidup bersimbiosis di dalam tubuh spons.

Senyawa kimia yang merupakan metabolit sekunder tersebut dirancang untuk melawanpertumbuhan sel yang sangat cepat, mirip ciri-ciri pertumbuhan sel kanker (Cetkovic & Lada, 2003),selain itu, juga dipengaruhi oleh akibat interaksi dengan lingkungan sekitar baik lingkungan biotikmaupun abiotik. Spons mentoleransi mikroorganisme yang masuk ke dalam pori-porinya karenamikroorganisme menyediakan sumber makanan atau produk metabolit tertentu yang bermanfaatuntuk spons (Guyot, 2000; Faulkner, 2000).

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan di perairan Pulau Kapoposang, maka dapat disimpulkan bahwa: Kondisi habitat spons berpengaruh terhadap kandungan senyawa bioaktif yang dihasilkan dari

proses metabolit sekunder spons dan besarnya daya hambat yang dihasilkan berbeda sesuai dengankondisi habitatnya.

Spons Meloplus sarasinorum memiliki daya hambat terbesar untuk mikroba uji dan dapat menghambatjamur uji Candida albicans dibanding spons jenis lain.

Spons Agelas clathroides memiliki daya hambat terbesar untuk jamur uji Malassezia furfur. Kondisi habitat yang didominasi oleh karang massive dan karang mati yang ditumbuhi alga memiliki

daya hambat terbesar untuk bakteri uji dan jamur uji Malassezia furfur, kecuali jamur uji Candidaalbicans.

DAFTAR ACUAN

Ahmad, T., Suryati, E., & Muliani. 1995. Screening Sponss for Bactericide To Be Use in Shrimp Culture.Indonesian Fisheries Research Journal.

Allen, G.R. & Steen, R. 1994. Indo-Pasific Coral Reef. Field Guide. Tropical Reef Research. Singapore,378 pp.

Allen, G.R. 1997. Tropical Marine Life of Indonesia. CV. Java Books. Jakarta.Amir, I. & Budiyanto, A. 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara Umum. Oseana, 21(2):

15-31.Amir, I. 1991. Fauna Sepon (porifera) dari Terumbu Karang Genteng Besar , Pulau-pulau Seribu. Oseanologi

di Indonesia 24. Jakarta, p. 103-104, 107, 118.Bergquist, P.R. 1978. Sponss. Hutchinson. London, 268 pp.Bhakuni, D.S., & Rawat, D.S. 2005. Bioactive Marine Natural Products. Anamaya, India.BKSDA. 2009. Taman Wisata Alam Pulau Kapoposang (online), (http://.www.ditjenphka.go,id.kawasa.html.

diakses 12 Februari 2009).Brown, B.E. & Scoffin, T.B. 1986. Human induced damage to coral reef.Diponegoro University Semarang and National Institute Oceanology, 42 pp.

Cetkovic & Lada. 2003. Protein from the Marine Spons Suberites domuncula. Food Technology andBiotechnology, (41)4: 361.

Clarke, S. 2003. Modern Medical Microbiology The Fundamental. Arnold Members Of Hodder Headline,London UK, p. 83-85.

Cole, G.A. 1988. Textbook of Limnology. Third edition. Waveland Press, Inc., Illinois, USA.Darby, E. 1995. A. Tutorial Superficial Fungal Infection of The Skin, (Online). http://www.lookshark.com/

showcase/fungus/versicolor.htm. diakses 7 Februari 2009).Dewi, A.S., Kustiariyah, T., & Uria, A.R. 2008. Marine Natural Products and Impacts on the Sustainable

Development in Indonesia. Proceeding of Indonesian Students’ Scientific Meeting. Delft, Netherland.

Page 11: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

1035 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... (Ruzkiah Asaf)

Djide, N., Sartini, & Kadir, S. 2004. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi.FMIPA UNHAS, Makassar, hlm. 283-284.

Duchassaing. 1864. Sponss Callyspongia fallax. http://www.Coralpedia.bio.Warwick.ac.uk/en/sponss.htm. Diakses 20 Agustus 2009.

Duckworth, A.R., Battershill, C.N., Schiel, D.R., & Berquist, P.R. 1997. Influence of Explant Producersand Environmental Factors on Cultur Succes of Three Sponss. Quensland Museum.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. English, S.C.; Wilkinson and Baker, V., 1997.Survei Manual for Tropical Marine Resources. Asean. ASEAN Australia Marine Science Project: LivingCoastal Resources.

Entjang, I. 2003. Mikrobiologi & Parasitologi. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 100-101.Faulkner, D.J. 2000. Marine Natural Products. Nat. Prod.Rep., 17: 7-55.Ganiswara, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran.

Universitas Indonesia. Jakarta, hlm. 572-573.Guyot, M. 2000. “Intricate aspects of spons chemistry”. ZOOSYSTEMA, 22: 419-431Hanani, E., Mun’im, A., Sekarini, R., & Wiryowidagdo, S. 2005. Uji aktivitas antioksidant beberapa

spons laut dari Kepulauan Seribu. Jurnal Bahan Alam Indonesia, 5(1): 5-12.Hardbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Mengekstraksi Tumbuhan. Edisi II.

Penerbit ITB Bandung.Harper, M.K., Bugni, T.S., Copp, B.R., James, R.D., Lindsay, B.S., Richadson, A.D., Schnabel, P.C. P.C.,

Tasdemir, D., van Wangoner, R.M., Verbitski, S.M., & Ireland, C.M. 2001. Introduction to the chemicalecology of marine natural product, Marine Chemical Ecology (James, B. McClintock & Bill J. Baker(Eds.) CRC Press USA. p. 3-29.

Haslam, S.M. 1995. River Pollution and Ecological Perspective. John Willey and Sons, Chichester, UK.Hutagalung, H.P. & Rozak, A. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota Laut. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.Jeffries, M. & Mills, D. 1996. Freshwater Ecology, Principles, and Aplications. John Wiley and Sons,

Chichester, UK.Janiel, Wulff. 2000. Spons Predators May Determine Differences In Spons Fauna Between Two Sets Of

Mangrove Cays. Belize Barrier Reef. Washington, D.C., U.S.A.Kencanawati, N. 1993. Ekstraksi Senyawa Aktif dari Famili Euphorbiaceae serta Pengaruhnya terhadap

Pertumbuhan Bakteri Eschercia coli dan Staphylococcus aureus. FMIPA. Institute Pertanian Bogor.Kobayashi, M. & Rachmaniar, R. 1999. Overview Of Marine Natural Product Chemistry Prosidings.

Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia 1998, Jakarta, 14-15 Oktober 1998, hlm. 151-158.Koesbiono. 1981. Biologi Laut. Fakultas perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.Lawson, M.P., Bergquist, P.R., & Cambie, R.C. 1984. Fattayacid Composition and The Classification of

The Porifera. Biochem. System and Ecol., 12(4): 375-394.Lee, Y.K. & Lee, J.H. 2001. Microbial Symbiosis in Marine Sponss. (http://mamidi.kord.re.kr/paper/

jm01-symbio.pdf) Diakses 20 Agustus 2009).Mahon, C.R. & Manuselis, G. 1995. Textbook of Diagnostic Microbiology. W.B. Saunders Company,

Tokyo.Mayer, A.M.S. 1999. Marine Pharmacology in 1998 : Antitumor and Cytotoxic Compounds. The

Pharmacologist, 41(4): 159-164.McNeely, R.N., Nelmanis, V.P., & Dwyer, L. 1979. Water Quality Source Book A Guide to Water Quality

Parameter. Inland Water Directorate. Water Quality Branch. Ottawa.Munro, M.H.G., Luibrand, R.T., & Blunt, J.W. 1987. The Search for Antiviral and Anticancer Compounds

from Marine Organism. In Scheuer, P.J. Bioorganic Marine Chemistry. Springer-Verlag, Berlin, 1: 94-165.

Nontji, A. & Djamali, A. 1980. Teluk Jakarta. Pengkajian Fisika, kimia, Biologi dan Geologi Tahun1975-1979. Lembaga Oseanologi Nasional-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Cetakan ke 3. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Page 12: 1025 Variasi aktivitas kandungan metabolit sekunder spons ... fileSalah satu pemicu produksi senyawa terpene, poliketida, dan alkaloid oleh spons adalah adanya kompetisi dengan koral

Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 1036

Nontji, A. & Satari, R. 1996. Potensi Pengembangan Bioteknologi Kelautan di Indonesia. DalamHerunadi, B., Mudita, I., & Udrekh (Eds.) Prosiding Konvensi Nasional Pembangunan Benua MaritimIndonesia dalam Rangka Mengaktualisasikan Wawasan Nusantara, Makassar, 18-19 Desember 1996,hlm. 49-56.

Noor, A. 2007. Riset Kelautan Berorientasi Terapan : Keperluan Mendesak Bagi Kawasan TimurIndonesia. Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah Untuk Kawasan Timur Indonesia. Pusat KegiatanPenelitian Universitas Hasanuddin, Makassar, 23-24 April.

Novotny, V. & Olem, H. 1994. Water Quality, Prevention, Identification and Management of DiffusePollution. Van Nostrans Reinhold. New York.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta.Parenrengi, A., Suryati, E., Dalfiah, & Rosmiati. 1999. Studi Toksisitas Ekstrak Spons Auletta sp.,

Callispongia sp., dan Callispongia pseudoreticulata Terhadap Nener Bandeng (Chanos chanos). PusatPenelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian, Jakarta. J. Pen. Perik. Indonesia, V(4).

Rogers, C.S., Garrison, G., Grober, R., Hillis, Z., & Ranke, M.A. 1994. Coral Reef Monitoring Manual forthe Carribean and Western Atlantic. Virgin Island National Park USVI.

Romimohtarto, K. & Juwana, S. 2005. Biologi Laut (Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut). Djambatan,Jakarta, hlm. 114-120.

Rosmiati & Suryati, E. 2001. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Bioaktif Spons (Callyspongia pseudoreticulata)terhadap bakteri patogen dan udang. Balai Penelitian, Maros. J. Bioteknologi Pertanian, 6: 16-21.

Ryan, M.J. 2007. Novel Secondary Metabolites from New Zealand Marine Sponss. University ofWellington, Victoria.

Sapar, A. & Kumanireng, A.S. 2004. Isolasi dan Penentuan Struktur Metabolit Sekunder Aktif DariSpons Biemma Triraphis Asal Pulau Kapodasang (Kepulauan Spermonde). Makassar. Marina ChimicaActa, 6(1).

Satari, R.R. 1999. Penelitian Produk alam laut di Indonesia, arah dan prospek. Seminar Nasional KimiaBahan Alam. Jakarta, hlm. 29-37.

SmallCrab.com. 2008. Karakteristik Candida albicans. http://www.smalcrab.com/kesehatan/25—healthy415-karak-candida-albicans . Diakses 20 Agustus 2009.

Soest, R.W.M. & Braekman, J.C. 1999. Chemosystematics of Porifera: A review. Mem. Queensl. Mus., 44:569-589.

Suharyanto, Parenrengi, A., & Suryati, E. 1997. Kelimpahan Spons Pada Kedalaman yang berbeda diPerairan Teluk Labuange Kabupaten Barru. Sulawesi Selatan. Laporan Penelitian. Balai PenelitianPerikanan Pantai, Maros, 10 hlm.

Suharyanto. 1998. Studi Distribusi dan Persentasi Penutupan Spons Pada Kedalaman dan KondisiTerumbu Karang yang Berbeda di Perairan Pulau Barrang Lompo. Program Pascasarjana UniversitasHasanuddin.

Suparno. 2005. Kajian Bioaktif Spons Laut (Porifera: Demospongiae) Suatu Peluang Alternatif PemanfaatanEkosistem Karang Indonesia dalam Bidang Farmasi, (Online), (http://www.tumoutou.net/pps702_10245/suparno.pdf., diakses 7 Januari 2009).

Storr. 1976. Ecological; Factors controlling spons distribution in the gulf of Mexicomand the resultingzonation. In F.W. Harrison and R.R. Cowden (Eds). Aspec of spons Biology. A Subsidiary of HarcourtBrace Jovanovich, Publishers. Academic press. New York. San Fransisco. London, p. 261-276.

Tomascik, T., Mah, A.J., Nontji, A., & Moosa, M.K. 1997. The Ecology of the Indonesia Seas. Part One.The Ecology of Indonesian Series Vol. VII. Periplus Edition (HK) Ltd.

Webster, N. 2003. Sponss (http://www.aad.gov.au/default.asp/ ? casid = 5942. Diakses 19 Agustus2009.

Wetzel, R.G. 1975. Limnology. W.B. Saunders Co. Philadelphia, Pennsylvania.Widjoyo, 2001. Zoologi Dasar. Erlangga, Jakarta.