10. pembaharuan dalam islam part 1

33
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam perbincangan tentang modernisasi telah menyita Perhatian dan konsentrasi para sarjana baik Muslim maupun non-Muslim dibuktikan dengan telah lahirnya beragam karya dan pemikiran dibidang ini menunjukkan modernisasi telah mendapat tempat yang cukup proporsional dalam kajian global atau dunia yang luas ini, bahkan ditambah lagi dengan intensnya upaya-upaya pembaharuan tersebut dilakukan secara serentak dan kompak baik dunia Islam sendiri maupun di luar dunia Islam, merupakan suatu kemajuan dan arus deras yang tidak dapat dihentikan demi menciptakan perbaikan dalam segala bidang kemanusiaanya. Sebagaimana gerakan modernis Islam yang berusaha mejembatani jurang pemisah antara orang- orang Islam tradisional dengan para pembaharu yang sekuler. Modernisasi Islam seperti tanggapan Muslim modern terhadap Barat pada abad ke-20 mempunyai sikap yang ambivalen terhadap Barat, yaitu tertari sekaligus menolak. Eropa dikagumi karena kekuatan, teknologi, ideal politiknya tentang kebebasan, keadilan dan persamaan, tetapi sering juga ditolak karena tujuan dan kebijaksanaan imperialisnya. Modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Agar emua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Namun bukan berarti pembaharuan mengubah isi Al-Quran dan Hadits. Mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad inilah daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai India. Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Di abad ini lahir para pemikir dan ulama besar seperti ;Maliki, Syafi’I, Hanafi, dan Hambali. Sesuatu dikatakan “jadid” ( baru ), jika bagian-bagiannya eart menyatu dan masih jelas maka upaya Tajdid ( pembaharuan ) seharusnya adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan dan 1

Upload: egakusuma

Post on 15-Jan-2016

97 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pembaharuan dlm islam

TRANSCRIPT

Page 1: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

BAB 1PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam perbincangan tentang modernisasi telah menyita Perhatian dan  konsentrasi para sarjana baik Muslim maupun non-Muslim dibuktikan dengan telah lahirnya beragam karya dan pemikiran dibidang ini menunjukkan modernisasi telah mendapat tempat yang cukup proporsional dalam kajian global atau dunia yang luas ini, bahkan ditambah lagi dengan intensnya upaya-upaya pembaharuan tersebut dilakukan secara serentak dan kompak baik dunia Islam sendiri maupun di luar dunia Islam, merupakan suatu kemajuan dan arus deras yang tidak dapat dihentikan demi menciptakan perbaikan dalam segala bidang kemanusiaanya. Sebagaimana gerakan modernis Islam yang berusaha mejembatani jurang pemisah antara orang-orang Islam tradisional dengan para pembaharu yang sekuler. Modernisasi Islam seperti tanggapan Muslim modern terhadap Barat pada abad ke-20 mempunyai sikap yang ambivalen terhadap Barat, yaitu tertari sekaligus menolak. Eropa dikagumi karena kekuatan, teknologi, ideal politiknya tentang kebebasan, keadilan dan persamaan, tetapi sering juga ditolak karena tujuan dan kebijaksanaan imperialisnya.

Modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Agar emua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Namun bukan berarti pembaharuan mengubah isi Al-Quran dan Hadits. Mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad inilah daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai India. Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Di abad ini lahir para pemikir dan ulama besar seperti ;Maliki, Syafi’I, Hanafi, dan Hambali.

Sesuatu dikatakan “jadid” ( baru ), jika bagian-bagiannya eart menyatu dan masih jelas maka upaya Tajdid ( pembaharuan ) seharusnya adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan dan kemurnian islam. Seputar tajdid ini Rasulullah SAW sendiri telah menegaskan dalam hadistnya tentang kemungkinan itu, beliau berkata : “Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid terhadap agamanya” ( HR. Abu Daud, No. 3740 ). Secara otomatis tajdid digenccarkan untuk menjawab hal-hal yang mustahdatsat persoalan-persoalan baru yang kontemporer dan untuk itu upaya tajdid sama sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-nash yang shohih atau menafsirkan teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma ulama islam.

Ada dua aspek yang melandasi kemunculan tajdid dalam Islam antara lain:1) Aspek Teologis

Aspek Teologis adalah landasan atau dasar-dasar keagamaan yang dijadikan rujukan dalam pelaksanaan tajdid.Dasar-dasar keagamaan yang dijadikan rujukkan digali dari sumber pokok ajaran Islam yaitu al-qur'an dan As-Sunnah sebagai penjelas yang dipahami dengan akal pikiran.

1

Page 2: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

2) Aspek HistorisAspek historis ialah tantangan-tantangan dan respon yang dimunculkan umat

Islam pada kurun waktu tertentu.Nabi Muhammad SAW adalah seorang Mujaddid, bila kita melihat dari sisi bahwa Nabi Muhammad SAW.

B. Rumusan Masalah1. Apakah pengertian pembaharuan/modernisasi dan Tajdid ?2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kemunduran umat Islam?3. Bagaimana periodisasi kebangkitan umat Islam?

C. Tujuan1. Untuk mengetahui pengertian pembaharuan/modernisasi dan Tajdid;2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran / kejatuhan umat

islam;3. Untuk mengetahui periodisasi kebangkitan umat islam.

D. ManfaatDalam makalah ini diharapkan adanya manfaat yang dapat diperoleh, yakni sebagai

berikut:1. Sebagai bahan bacaan;2. Merupakan stimulan bagi mereka yang berminat dalam mempelajari pembaharuan

dalam islam dan tajdid;3. Sebagai saran belajar bagi para pembaca.

2

Page 3: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Pembaharuan/Modernisasi dan Tajdid

Kata modern yang dikenal dalam bahasa Indonesia jelas bukan istilah original atau asli melainkan “diekspor” atau di amabil dari bahasa asing (modernization), berarti “terbaru” atau “mutakhir” menunjuk kepada prilaku waktu yang tertentu (baru). Akan tetapi, dalam pengertian yang luas modernisasi selalu saja dikaitkan dengan perubahan dalam semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas manusia. Dalam masyarakat Barat kata modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, isntitusi-institusi lama dan sebagainya agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan modern. Secara teoritis di kalangan sarjana Muslim mengartikan modernisasi lebih cenderung kepada suatu cara pandang meminjam defenisi Harun Nasution, modernisasi adalah mencakup pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainnya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam perspektif posmodernis yang berasal dari tradisi filsafat, bahwa modernisasi bisa disebut sebagai  semangat (elan) yang diandaikan ada pada menyemangati masyarakat intelektual dan semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress, semangat untuk meraih kemajuan, dan untuk humanisasi manusia yang dilandasi oleh semangat keyakinan yang sangat optimistik dari kaum modernis akan kekuatan rasio manusia. Sedangkan Fazlur Rahman, sarjana asalPakistan mendefenisikan modernisasi dengan “usaha-usaha untuk melakukan hormonisasi antara agama dan pengaruh modernisasi dan westernisasi yang berlangsung di dunia Islam”. Mukti Ali, tepat disebut sebagai orang yang mewakili sarjanaIndonesia mengartikan modernisasi sebagai “upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung”.

At-Tajdid menurut bahasa, maknanya berkisar pada menghidupkan, membangkitkan dan mengembalikan. Makna-makna ini memberikan gambaran tentang tiga unsur yaitu keberadaan sesuatu kemudian hancur atau hilang kemudian dihidupkan dan dikembalikan. Kata "Tajdid" dimambil dari bahasa Arab yang berkata dasar "Jaddada-Yujaddidu-Tajdiidan" yang artinya memperbarui. Kata ini kemudian dijadikan jargon dalam gerakan pembaruan Islam agar terlepas dari Bid'ah, Takhayyul dan Khurafat. Gerakan ini diilhami dari Gerakan Wahabi di Arab Saudi dan Pemikiran Al-Afghani yang dibuang di Mesir. Gerakan ini kemudian menjadi ruh dalam beberapa Organisasi seperti Sarekat Islam, Muhammadiyyah dan Al-Irsyad juga Persatuan Islam di Jawa. Gerakan ini pula pernah menjadi ruh perjuanganTuanku Imam Bonjol dalam menggerakkan kaum Paderi. Secara bahasa, kata tajdid berarti pembaharuan ia merupakan proses menjadikan sesuatu yang terlihat usang untuk dijadikan baru kembali.

Dalam hal ini tajdid-aktivitas koreksi ulang atau konseptualisasi ulang pada hakekatnya selalu berorientasi pada pemurnian yang sifatnya kembali pada ajaran asal dan bukan adopsi pemikiran asing dalam pelaksanaannya diperlukan pemahaman yang dalam akan paradigma dan pandangan hidup islam yang bersumber dari Al-Quran dan

3

Page 4: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

Sunnah, serta pendapat para ulama yang terdahulu yang secara ijma dianggap shohih. Definisi tajdid secara terminologi dan beberapa tokoh antara lain:1) Tajdid berarti pembaharuan. Yaitu mengembalikan kepada yang aslinya, ialah apabila

tajdid itu sasarannya mengenai soal-soal yang mempunyai sandaran, dasar, landasan dan sumber yang tidak berubah-ubah atau tetap.Masalah akidah dan ibadah adalah soal yang mempunyai sandaran, sumber atau dasar yang tegas dari al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Penyimpangan terhadap dua ajaran pokok Islam ini dengan mudah diketahui sehingga segera bisa dilakukan pembaharuan yaitu dalam pengertian mengembalikan kepada keasliannya.

2) Tajdid berarti pembaharuan yang bermakna modernisasi ialah apabila tajdid itu sasarannya mengenai hal-hal yang tidak mempunyai sandaran dasar, seperti metode, sistem, teknik, strategi-taktik dan lain-lainnya yang sebangsa dengan itu yaitu disesuaikan dengan situasi dan kondisi atau ruang dan waktu.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembaharuan islam bukanlah sesuatu yang evolutioner melainkan lebih cenderung devolusioner, dengan artian bahwa pembaharuan bukan merupakan proses perkembangan bertahap dimana yang datang kemudian lebih baik dari sebelumnya.

Pembaharuan islam adalah proses pemurnian dimana konsep pertama atau konsep asalnya dipahami dan ditafsirkan sehingga menjadi lebih jelas bagi masyarakat pada masanya dan lebih penting lagi penjelasan itu tidak bertentangan dengan aslinya. Disini bukan perubahan yang terjadi, tetapi peragaman makna dan penafsiran. Disamping itu, tajdid ini bisa berarti memperbaharui ingatan orang yang telah melupakan ajaran agama islam yang benar, dengan memberi penjelasan dan argumentasi-argumentasi baru sehingga meyakinkan orang yang tadinya ragu dan meluruskan kekeliruan atau kesalahpahaman merekan yang keliru dan salah paham.

Perbedaan Dengan ModernisasiKata yang lebih dikenal dan lebih populer untuk pembaharuan ialah modernisasi.

Dalam masyarakat Barat kata modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merobah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya agar semua itu dapat disesuaikan denagn pendapat-pendapat dan keadaan baru ditimbulkan pengetahuan modern. Pikiran dan aliran itu di periode yang disebut age of reason atau englightenment ( Masa Akal atau Masa Terang ) 1650 – 1800 M.

Pembaharuan dalam islam mempunyai tujuan yang sama. Tetapi, dalam pada itu perlu diingat bahwa dalam islam ada ajaran-ajaran yang bersifat mutlak yang tak dapat dirobah-robah, yang dapat dirobah hanyalah ajaran-ajaran yang tidak bersifat yaitu penafsiran atau interpretasi dari ajaran-ajaran yang bersifat mutlak itu. Dengan lain kata pembaharuan dapat dilakukan mengenai interpretasi tau penafsiran dalam aspek-aspek teologi, hukum, politik dan seterusnya dan mengenai lembaga-lembaga. Perkataan pembaharuan atau modernisasi islam kurang dapat dipakai yang tepat ialah “pembaharuan atau modernisasi dalam islam”.

4

Page 5: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

B. Masa Kemunduran Ummat Islam

1. Sketsa Kemunduran IslamSeperti banyak diketahui, bahwa Islam merupakan jembatan emas bagi kemajuan

Barat saat ini. Islam memberi sumbangan ilmu pengetahuan yang tak ternilai bagi Barat. Namun pada gilirannya kaum Nasrani dapat merebut pengetahuan yang berharga tersebut. Pada masa akhir kejayaan Islam di Andalusia (Spanyol) tepatnya pada tahun 609 H/1212 M, Kaum Nasrani melakukan agresi besar-besaran ke Andalusia. Dengan dalih perang suci di Eropa mereka menyerang Islam dipimpin oleh Alfonso VII , Raja Castile beserta sekutu-sekutunya. Serangan tersebut dihadapi oleh khalifah al-Mansur Billah bersama 600000 tentara di Las Navas de Toloso (Al ‘Uqub) sekitar 70 mil di sebelah timur Cordova.

Dalam peperangan tersebut tentara Muwahidun mengalami kekalahan besar bahkan menyebabkan berakhirya kekuasaan Islam di Andalusia(1235 M). Berakhirnya Islam puncaknya ketika peperangan antara pasukan Musa, Pasukan Abdullah melawan pasukan Ferdinand, Ferdinand mengirim pasukannya untuk menghancurkan pasukan Islam, tetapi Abdullah beserta pasukannya terjun ke medan peperangan dengan gagah berani,pada saat itu islam yang mengalami kemenangan dibantu oleh penduduk Granada, sehingga beberapa beneteng dapat direbut kembali.

Pada tahun 896 H/1491 M Ferdinand bersama Isabella melibatkan diri bersama 50.000 personil dengan mendengungkan perang suci. Namun pasukan Musa mendengungkan bahwa akan terus mempertahankan tanah ini walau hanya tinggal jasad saja , hal itu membuat semangat tempur pasukan islam, dan mengalahkan pasukan Ferdinand. Namun dengan kelicikannya, Ferdinand mengepung dan memblokade pasukan islam agar kelaparan. Apalagi di musim dingin (salju), sehingga keadaan kaum muslimin menjadi kritis. Abdullah menyerang atas desakan penduduk Granada yang kelaparan dan kedinginan. Sedangkan panglima Musa terus menyerang dan melawan pasukan ferdinand, sehingga mati terbunuh dalam medan peperangan. Abdullah bersama keluarganya pindah ke Maroko dan tinggal di kota Faz. Granada pada tanggal 2 Januari 1492 M dapat dikuasai kaum Nasrani dengan masuknya pasukan Castile . Dengan masuknya pasukan Castile . Dengan demikian, Salib telah menyingkirkan bulan Sabit.

2. Agresi Kolonial BaratMasa ini dimulai pada abad ke-19 ketika Eropa mendominasi dunia. Dalam abad

ke 19 dan awal abad 20 , didorong oleh kebutuhan ekonomi industri terhadap bahan-bahan baku dan pemasarannya , dan juga oleh kompetisi politik ekonomi satu sama lain, negara-negara Eropa menegakkan kerajaan teroterial dunia. Belanda menjajah Indonesia; Rusia mengambil Asia Dalam; Inggris mengkonsolidasi kerajaan mereka di India dan Afrika, dan mengontrol sebagian Timur tengah, Afrika Timur, Nigeria, dan sebagian Afrika Barat.

Pada permulaan abad ke-20 kekuatan Eropa hampir menguasai seluruh dunia Islam. Dengan didukung oleh pertumbuhan produksi pabrik dalam skala dan perubahan yang besar serta dengan metode komunikasi ditandai dengan ditemukannya kapal uap, kereta api, dan telegrap. Eropa telah siap untuk melakukan ekspansi perdagangan. Kesemuanya ini diiringi dengan peningkatan kekuatan angkatan bersenjata dari negara-negara besar Eropa; akibatnya Aljazair menjadi negara Arab pertama yang ditaklukkan oleh perancis (1830-1847 M). Negeri-negeri

5

Page 6: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

Islam dan masyarakatnya pada waktu itu tidak lengkap lagi hidup dalam keadaan stabil serta tidak mapan sistem kebudayaannya sehingga keperluan mereka yang mendesak adalah bagaimana menggerakkan kekuatan agar selamat dari dominasi bangsa lain.Kerajaan Utsmaniyah misalnya, harus mengadopsi metode-metode baru dalam pengorganisasian militer, administrasi dan kode-kode hukum pola Eropa, dan begitu juga yang dilakukan oleh dua penguasa otonomi dari propinsi kerajaan tersebut, Mesir dan Tunisia. Begitu seterusnya agresi kolonial barat yang meyebabkan perubahan demi perubahan dalam kejayaan Islam , banyak yang ternetralisir dengan sistem kebudayaan barat.

3. Penetrasi Barat Terhadap Dunia IslamPengaruh Eropa terhadap dunia Islam menyadarkan para pemimpin kerajaan

Utsmaniyah untuk mengadakan perubahan . Begitu pun pada masa Sultan Mahmud II padatahun 1820-an, sejumlah kecil para pejabat yang menyadari perlu adanya perubahan mengambil keputusan – keputusan yang cukup penting. Di Kairo, sepeninggal tentara Perancis, kekuasaan diambillah oleh Muhammad Ali (1805-48), orang Turki dari Macedonia yang dikirim oleh kerajaan Utsmaniyah melawan Perancis  . Dari uraian-uraian di atas, dapat ditarik gambaran bahwa pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 dunia Islam hampir seluruhnya berada dalam koloni barat , kecuali Hijaz , Persia, dan Afghanistan . Dunia Islam lainnya yang membentang dari Maroko hingga Indonesia merupakan negeri-negeri kolonial yang dijadikan “sapi perahan” untuk kemakmurann bangsa barat.

C. Sebab-Sebab Kejatuhan Umat Islam

“Kualitas ummat terbaik adalah ditemui pada generasi Nabi, generasi  sesudahnya (Tabiin) dan generasi sesudahnya lagi (Tabiit-Tabiin)” (HR Bukhari, dll). Kualitas itu diukur dengan kriteria yang unik, yakni pada aktivitasnya  dalam menyuruh yang ma'ruf dan mencegah yang mungkar (QS 3:110).  Tugas ini memerlukan tipe-tipe manusia muttaqin, mereka yang hanya takut  kepada Allah saja, dan tidak bisa dipungkiri, bahwa jumlah "muttaqin per kapita" yang terbanyak adalah di zaman Nabi.

Di zaman sesudahnya, jumlah ini makin menurun secara berangsur-angsur, meskipun wilayah Islam dan populasi muslim terus membesar, dan karya-karya peradaban baik dalam ilmu-ilmu agama maupun dalam iptek dan kesenian terasa menuju "masa keemasan"-nya. Namun dalam konteks Islam, ukuran yang standard adalah kontribusi bangsa itu dalam amar ma'ruf nahi munkar.  Jadi peradaban sesungguhnya hanyalah alat semata.  Motivasi amar ma'ruf nahi munkar-lah yang pernah membawa ummat Islam untuk menciptakan peradaban yang maju, karena berlaku prinsip: "apa yang diperlukan untuk memenuhi yang fardh, hukumnya juga fardh".

Bila kita analisis, maka proses kemunduran ummat Islam itu secara singkat bisa dibagi dalam tiga tahapan:1.   Kekaburan Fikrah Islamiyah (=ide atau fikiran)2.   Kekaburan Thariqah Islamiyah (=methode mewujudkan ide)3.   Kekaburan Relasi antara Fikrah dan Thariqah.

6

Page 7: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

1. Kekaburan Fikrah Islamiyah

a. Merebaknya MitosKekaburan fikrah mulai terjadi sejak dini (abad 2 H), saat derap perluasan

wilayah Islam kurang terimbangi dengan derap pewarisan fikrah Islam. Akibatnya, berbagai bangsa yang tadinya hidup dalam mitos dan filsafat serta mistik Yunani/Mesir, Persia atau India, tidak segera membuang mitos/filsafat/mistik itu dari alam fikirnya, melainkan mencoba "mengawinkannya dengan Islam" atau dengan kata lain: "mengislamkan mitos" dan "memitoskan Islam".

Contoh dari mitos ini banyak sekali.  Kita tahu, dalam semua ajaran lain, keyakinan dasarnya selalu berasal dari mitos, atau suatu aksioma dasar yang tidak bisa dilacak secara rasional.  Bangsa yang tadinya penganut mitos itu, ketika beralih ke Islam, pun memandang aqidah Islam sebagai mitos.  Person Rasul berubah dari sosok manusia yang bisa ditiru setiap muslim (sebagai uswatun hasanah) menjadi sosok keramat yang supranatural.  Bahkan belakangan, seorang 'alim yang aslinya hanyalah ilmuwan atau pakar, yang dalam ijtihadnya bisa benar maupun salah, tiba-tiba dipandang sebagai "orang suci" yang tidak mungkin salah, sebagaimana orang-orang Kristen memandang Paus, atau orang-orang Hindu memandang Sri Bhagawan.

Ketika seseorang bisa menjadi "kult-figur" karena mitos, maka orang-orang yang ada penyakit di hatinya berlomba untuk juga memiliki posisi di sana.  Mereka melegitimasi diri di depan orang-orang yang tidak tahu dengan ayat-ayat Qur'an yang diselewengkan tafsirnya, atau dengan hadits-hadits yang dhaif atau palsu.  Maka muncullah bid'ah di mana-mana.

b. Pengabaian Bahasa ArabKekaburan fikrah ini makin dipercepat tatkala bahasa Arab tidak lagi

dipelihara.  Hingga berakhirnya masa khilafah Abbasiyah, islamisasi selalu dilakukan bersama-sama dengan "arabisasi".  Dengan itulah, maka orang-orang yang berpotensi dari seluruh dunia Islam, meskipun berasal dari etnis bukan Arab, bisa memberikan kontribusinya yang besar pada Islam.  Bahasa Arab klasik sebagai bahasa Qur'an, yang memang paling  kaya di antara bahasa-bahasa di dunia, menjadi bahasa internasional, bahasa silaturahmi ummat Islam, dan bahasa ilmu pengetahuan Islam.  Tak ada suatu kata yang tidak bisa diungkapkan dalam bahasa Arab.

Adalah keputusan yang fatal dari suatu masa khilafah Utsmaniyah, ketika mereka memutuskan untuk meninggalkan tradisi tersebut, dengan alasan, agar Islam lebih mudah "diserap" tanpa barier bahasa Arab.  Namun akibatnya, di negeri-negeri yang belum berbahasa Arab, bahasa Arab menjadi "hak istimewa" selapis kecil kaum terpelajar saja, sedangkan bagi ummat, khasanah ilmu yang luar biasa, yang selama itu hanya ada dalam bahasa Arab, menjadi tertutup.

c. Surutnya IjtihadAkibatnya, ketika faktor bahasa Arab menjadi barier, maka ijtihad tidak lagi

dikerjakan dengan cukup.  Padahal ummat Islam hanya bisa terus menerus menghadapi zaman, bila mereka terus menerus berijtihad.  Sedangkan ijtihad

7

Page 8: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

hanya bisa dikerjakan dalam bahasa Arab klasik.  Ketika sebagian orang nekad berijtihad tanpa bekal yang memadai, timbullah berbagai "fatwa nyleneh", sehingga beberapa penguasa pada zaman itu merasa perlu untuk "menutup pintu ijtihad".  Suatu keputusan berniat baik namun gegabah dan justru memperburuk suasana.

Karena ijtihad tidak lagi dikerjakan, maka persoalan baru tampak menjadi muskil dipecahkan dengan Islam.  Maka ummat Islam pun mulai mengambil solusi dari luar Islam.  Mulai abad 17 (abad 11 H) sejalan dengan invasi Barat ke negeri-negeri muslim, ummat Islam mengambil sistem ekonomi kapitalis dan sistem hukum & politik sekuler, meskipun mereka masih "menguji" agar "tidak bertentangan dengan Islam".  Namun kekaburan ini sudah terlanjur menjadi, dan ummat Islam tidak lagi kritis, bahwa sistem asing yang diimpornya itu didasarkan pada mitos.  Bahkan lambat laun mereka cukup fanatik pada sistem asing itu, karena  telah ada seseorang yang juga sudah dimitoskan yang melegitimasinya.

2. Kekaburan Thariqah IslamiyahIslam bukanlah ajaran yang memberikan sekedar ide, melainkan juga

menunjukkan metode untuk mewujudkan ide tersebut, yang dikenal dengan term "thariqah".  Bila kita selidiki, semua perintah-perintah ilahi selalu termasuk fikrah (=ide) atau thariqah (=metode), dan tak ada perintah fikrah tanpa thariqah, atau thariqah tanpa fikrah.

Sebagai contoh, "Berimanlah" adalah perintah fikrah.  Perintah thariqah yang berkaitan dengan ini adalah hal-hal yang menyangkut mengamati alam serta melakukan pemikiran rasional yang menjadi landasan iman, dan perlindungan iman termasuk jihad serta hukuman mati bagi orang-orang yang murtad. Contoh lain, "Jiwamu, Hartamu dan Kehormatanmu adalah suci" adalah perintah fikrah.  Perintah thariqah yang berkaitan adalah perlindungan atas kesucian itu, seperti fasilitas kesehatan, polisi, pengawas pasar, peradilan keluarga, dan juga termasuk hukuman bagi pelanggaran atas tindak pidana yang terkait.

Kekaburan atas thariqah Islamiyah bisa dibagi dalam tiga tahap:

a. Kendurnya JihadPada awalnya ummat Islam sadar bahwa hidup mereka dipersembahkan untuk

Islam serta untuk memanggul dakwah Islam, dan ini berarti termasuk jihad al-qital (perang fisabilillah), agar tak ada lagi fitnah di muka bumi sehingga agama itu hanya untuk Allah belaka (QS 2:193).

Dan karena jihad memerlukan persiapan yang matang, maka otomatis kaum muslimin menyiapkan tubuh yang sehat dan kuat, keluarga yang intakt, negara yang adil, ekonomi yang mapan, IPTEK yang maju dan ibadah yang khusyu'.  Jihad sebagai alat dakwah sekaligus menjaga kaum muslimin agar selalu menjadi ummat terbaik di muka bumi (khairu ummat) agar ummat lain yakin, bahwa ajakan kepada Islam memang akan membawa mereka menjadi maju, adil, makmur dan diridhoi Allah.  Bila mereka perlu contoh, maka silakan melihat sendiri fakta di Daarul Islam. Saat itu, adakah negara yang lebih baik dari Daarul Islam?

8

Page 9: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

Namun lambat laun, bersamaan dengan kekaburan fikrah, maka orientasi ummat Islam mulai bergeser.  Di satu sisi, sebagian ummat lebih cenderung untuk "meresapi kehidupan religi" yang disalahtafsirkan sebagai "Jihad Qubra", sebagaimana tampak dalam ribuan sekte-sekte "sufi" yang menjauhi jihad serta amar ma'ruf nahi munkar.  Di sisi lain, sebagian ummat lebih cenderung "menikmati rejeki Allah" dengan hidup lux, walaupun dari rejeki yang halal.  Yang jelas, jihad mulai redup.  Dan dakwah mulai dikerjakan "sambil lalu".  Ini yang menjelaskan, mengapa dakwah ke Asia Tenggara praktis tanpa jihad, walau tetap pantas dikagumi, bahwa "dakwah sambil lalu" dari para pedagang itu toh masih memiliki kemampuan yang tinggi untuk mendesak suatu ajaran lama.  Namun fikrah yang masuk sudah tidak sejernih dakwah pada generasi awal Islam.

b. Lenyapnya Daulah KhilafahKetika qualitas ummat semakin redup, maka semakin turun pulalah kontrol

atas kekuasaan sesuai pepatah Arab ("Pemimpinmu itu sebagaimana kamu").  Daulah khilafah, meski saat itu masih ada dan diakui ummat Islam di seluruh dunia, namun kekuasannya mulai terbatas sekedar sebagai simbol persatuan spiritual, sedangkan di mana-mana mulai tampil raja-raja monarki, yang meskipun masih memerintah dengan Islam, namun tak lagi sepenuhnya menyemangatkan "Jama'atul Islamiyah" (=negara dunia Islam) melainkan "Jama'atul Qaumiyah" (=negara kebangsaan).

Akibatnya, potensi ummat Islam mulai tidak menyatu menjadi sinergi yang luar biasa.  "Take care" ummat Islam di suatu wilayah atas penderitaan ummat Islam di wilayah lain tinggal sebatas pada doa dan sedekah yang tidak seberapa, karena khilafah tidak lagi kuat untuk menjalankan fungsi baik komando maupun koordinasinya.  Di samping itu, bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu mulai kurang dipahami oleh ummat Islam sendiri, karena kurang dipelihara.

c. Lepasnya Bumi IslamKetika khilafah mulai lemah, sementara fikrah sudah sangat kabur, maka

relatif mudah bagi bangsa Barat untuk invasi dengan menggunakan politik devide et impera.  Antar raja-raja muslim karena semangat qaumiyahnya mulai gampang dihasut dan diadu domba.  Maka Barat menjanjikan bantuan pada salah satu pihak, dengan imbalan wilayah.  Para penguasa muslim tidak lagi sadar, bahwa adalah haram hukumnya meminta perlindungan pada orang-orang kafir, dan perselisihan antar kaum muslimin harus dicarikan penengah yakni dari khalifah.  Namun apa daya ketika khilafah sendiri mulai lemah?

Maka satu demi satu bumi Islam mulai lepas ke tangan penjajah.  Dan mulailah, sedikit demi sedikit penjajah memasukkan sistem kufur dalam kehidupan, dan menggeser sistem Islam.  Proses ini makin  dipercepat ketika kalangan elit muslim juga terpengaruh fikrahnya, apalagi melihat Barat secara material/fisik berada di atas angin. Ketika di abad-20 bumi Islam diberi kemerdekaan kembali karena desakan politik (pseudo) anti imperialisme dari Uni Soviet maupun Amerika Serikat,  sehingga kolonialisme gaya lama menjadi tidak "in" lagi, sistem yang berlaku pada mereka, serta fikrah yang lazim pada mereka, sudah sangat terkontaminasi dengan produk-produk mitos Barat.   Sementara khilafah, sebagai simbol persatuan ummat Islam, pun sejak 1924 secara formal sudah tidak ada lagi.

9

Page 10: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

3. Kekaburan Relasi Fikrah-ThariqahBila di kesempatan yang lalu kita sama-sama melihat secara terpisah bahwa

bidang fikrah maupun thariqah sama-sama terserang "penyakit", maka lepasnya kaitan antara fikrah dan thariqah lebih mempercepat lagi proses tersebut, atau setidaknya, menyulitkan proses penyembuhannya.  Ibarat seorang pasien penyakit jiwa yang juga mengalami penyakit jasmani,  maka mestinya penanganannya dilakukan secara holistis ("menyeluruh"), dan tidak sepotong-sepotong, karena kestabilan jiwa juga tergantung pada kesehatan jasmani, dan demikian pula sebaliknya.

a. Disintegrasi Studi IslamPada awalnya, kaum muslimin mempelajari Islam secara menyeluruh. 

Prioritas mempelajari ilmu tidak tergantung dari subyeknya, namun semata dari hukm syar'i amal/prakteknya (fardh-mustahab-mubah).  Suatu amalan yang fardh, maka semua ilmu yang terkait pun fardh.  Maka ketika jihad fardh, iptek pendukung jihad pun fardh.  Demikianlah, ketika studi Islam dikerjakan dengan benar, tak ada dikotomi antara so called "ilmu agama" dengan "ilmu dunia", tidak ada pemisahan antara hukum waris dengan aljabar, atau ilmu sholat dengan astronomi, dll.

Namun lambat laun, sejalan dengan merebaknya mitos dan melemahnya ijtihad, kaum muslimin lebih berkonsentrasi pada ilmu-ilmu "ide" namun mengabaikan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan metode pelaksanaan ide-ide tersebut.  Maka mereka memusatkan diri pada peraturan ibadat ritual (sholat/puasa) atau tentang nikah dan cerai; namun mengabaikan misalnya peraturan tentang jihad, khilafat, lembaga peradilan dan sistem ekonomi Islam.  Belakangan, sistem peradilan bahkan dipisah menjadi peradilan sistem (al-qadhi an-Nizhami) yang menjalankan hukum positif (non Islam) yang berkaitan dengan pidana, ekonomi, tata negara dsb; dan peradilan agama (al-qadhi as-Syar'i) yang cuma mengurusi keluarga (nikah, cerai, waris).  Hukum Islam tidak lagi dijadikan pegangan untuk semua jenis peradilan.

Mereka mempelajari Islam berlawanan dengan metode yang diperlukannya. Sebelumnya, fiqih selalu dipelajari secara praktis, yang sesuai masalahnya akan dijalankan oleh individu, keluarga atau negara sebagai organ exekutif.  Pada awalnya, fiqh berkembang di tangan para mujtahid yang diikuti oleh qadhi (=hakim), sehingga masalah yang dibahasnya selalu relevan dengan realita.  Maka ketika syari'ah tidak lagi dijadikan pegangan dalam menetapkan hukum positif, mulailah ia jauh dari realita.  Fiqh Islam didegradasi menjadi aspek teoretis-moral saja.  Ia tidak lagi menjadi alat untuk memberikan solusi bagi permasalahan sehari-hari ummat, dan para ahlinya diturunkan jabatannya menjadi sekedar penceramah atau missionaris yang membosankan masyarakat dengan khutbahnya yang selalu diulang-ulang, tanpa bisa melahirkan suatu energi yang produktif. Ujung-ujungnya, studi Islam dianggap "melangit" dan tidak "membumi". Akibatnya, pemuda-pemuda yang cerdas dari ummat Islam pada umumnya akan lebih condong pada studi yang lebih praktis seperti teknologi, kedokteran, ataupun "ilmu-ilmu sistem" yang dipakai, seperti ekonomi atau hukum positif, meskipun tidak berasal dari Islam.

Dan sebaliknya, studi Islam tinggal ditekuni oleh mereka yang secara umum "second class", walaupun tetap ada satu dua orang yang gemilang, sebagai

10

Page 11: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

perkecualian.  Sementara itu, secara keseluruhan, ummat menganggap studi Islam sebagai fardhu kifayah, dan gugurlah kewajiban mereka bila telah ada orang yang mengerjakannya.  Padahal mestinya, setiap muslim yang dewasa dan berakal sehat, fardhu ain untuk mengetahui segenap peraturan Islam yang diperlukan dalam hidupnya sehari-hari, karena ia diwajibkan untuk senantiasa beriorientasi pada perintah dan larangan Allah.  Hanya ijtihad untuk menurunkan hukm syar'i dari Qur'an dan Sunnah yang fardhu kifayah. Akibatnya, sprial kemunduran studi Islam makin menjadi-jadi.  Mereka yang akhirnya secara formal dianggap "pakar" dalam studi Islam, sering tidak lagi kompeten untuk mengajukan Islam sebagai solusi permasalahan aktual.  Bahkan tidak jarang, orang yang hanya mengenal Islam sepotong-sepotong, dengan mudah dijadikan masyarakat sebagai "tokoh Islam", yang didengar ucapannya, dan diikuti pendapatnya.

b. Evolusi IslamAkibat "the wrong man on the wrong place" ini, yang sering ada bukannya

"Islam meluruskan masyarakat" namun "Islam disesuaikan dengan masyarakat".  Karena ummat tidak mengetahui lagi metode menjalankan ide-ide asli Islam, maka Islam dicoba ditafsirkan kembali agar konform dengan "semangat zaman".  Yang dimasuki tidak cuma aspek-aspek hukum parsial, namun bahkan ushul fiqh yang fundamental.  Maka timbullah prinsip-prinsip nyeleneh seperti "Fiqh itu mengikuti tempat dan waktu", atau "Tradisi itu boleh menjadi sumber hukum", atau "Hukum boleh dihapus demi kemaslahatan", dsb. Bahkan tidak jarang, mimpi ataupun contoh kehidupan / pengalaman pribadi seorang tokoh muslim kontemporer dijadikan hujjah.

Mereka mulai menghalalkan bunga dengan alasan itu perlu untuk uang yang mengalami inflasi atau untuk mengisi kas anak yatim (=ada maslahat).  Pelacuran, judi atau konsumsi khamr mulai tidak dijauhi habis-habisan namun justru ditolerir secara terbatas dengan istilah "lokalisasi".  Kerjasama dengan negara perampok (Israel) dikatakan halal dengan alasan tidak ada mimpi yang melarangnya.  Dan muslimah difatwakan tidak usah berjilbab karena istri sang tokoh juga tidak berjilbab. Dan karena "semangat zaman", maka semua hukum Islam yang lain pun disesuaikan agar cocok dengan ideologi modern, entah itu kapitalisme, marxisme, sekulerisme/demokrasi, dsb.  Bahkan mereka menganggap "ada demokrasi dalam Islam" atau "ada kapitalisme dalam Islam".

Mereka tidak lagi mampu melihat mitos-mitos yang ada di balik isme-isme modern itu, sehingga menganggap asas musyawarah sebagai demokrasi, pasar bebas sebagai kapitalisme, dan toleransi mazhab sebagai sekularisme. Bahkan mereka anggap, syi'ar Islam bisa "ditinggikan" atau "disempurnakan" dengan slogan-slogan nasionalisme, demokrasi, hak asasi manusia, dsb. Mereka berpikir, dengan itu, Islam bisa ditampilkan dengan wajah yang lebih "ramah".  Namun pada hakekatnya, Islam justru semakin jauh dari kehidupan.  Andaipun nama Islam tampil, ia tak lebih sekedar sebagai "agama yang diakui negara", "agama negara" atau sekedar kenyataan bahwa "kekuasaan ada di tangan mereka yang mengaku muslim".   Dan ummat umumnya tanpa sadar sudah puas, bahwa kini mereka tidak lagi diperhamba oleh penjajah kafir, namun oleh "penjajah muslim".  Maka mereka menghentikan usaha untuk hanya diperhamba oleh Allah atau oleh hukum-hukum Allah saja.

11

Page 12: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

c. Terpojok di Sudut DefensifKetika fikrah Islam sudah sangat redup, mitos sudah merajalela, orang

menjadi mukmin tidak karena berpikir tetapi karena ikut-ikutan lingkungan, khilafah sebagai methode menerapkan Islam di masyarakat  tidak exist lagi, bahkan masyarakat semakin asing dari ajaran Islam yang murni karena studi Islam ditangani oleh orang-orang yang bukan ahlinya, yang tidak meluruskan masyarakat namun justru merubah Islam, di saat yang sama datang serangan yang telak dari orang-orang kafir: menyudutkan islam.

Musuh-musuh Islam sadar, bahwa tidak mungkin menghancurkan Islam dan ummat Islam dengan kekuatan senjata.  Karena itu, mereka berupaya  terus menerus tanpa henti, untuk minimal membuat Islam dan ummat Islam tidak lagi berbahaya bagi kepentingan mereka.  Andaikata ummat Islam masih tegar seperti pohon yang sehat dan berakar dalam, maka niscaya badai topan sebesar apapun akan dengan tatag dihadapinya.  Namun kini, ketika akar sang pohon sudah lapuk, maka terpaan angin sepoi-sepoi saja bisa membuatnya rubuh.

Maka ummat Islam dewasa ini umumnya kelimpungan, ketika dikonfrontasikan dengan berbagai ajaran Islam yang ada dalam Qur'an atau Sunnah sendiri.   Mereka tidak bisa menerangkan, mengapa Islam memerintahkan memotong tangan pencuri, atau membagi warisan bagi lelaki 2x wanita, atau bahwa seorang lelaki boleh menikahi sampai 4 istri, atau bahwa dalam Islam ada perintah jihad, dsb.  Ketika orang-orang kafir mengkritik hal itu sebagai barbarik, bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, atau Islam itu fanatik dan agresif, ummat Islam umumnya hanya bisa dengan terbata-bata membela diri.  Mereka mencoba menafsirkan kembali Islam, sekedar musuh-musuhnya puas, dan kritikan mereda.

Mereka katakan, perintah memotong tangan pencuri itu hanya metaforis.  Mereka katakan juga, bahwa sekarang ini warisan harus dibagi sama, karena wanita muslim sekarang sudah sama derajatnya.  Tentang polygami,  mereka katakan, sebenarnya di Qur'an diharamkan, karena manusia tidak  mungkin berlaku adil.  Dan tentang jihad, mereka katakan jihad itu hanya dilakukan bila ummat Islam diserang (defensif).

Betapa jauhnya tafsiran-tafsiran "modern" ini dengan ajaran Islam yang murni.  Karena dalam Sunnah-nya, Rasulullah telah menunjukkan sendiri bahwa ia memotong tangan pencuri, bahwa ia menikahi banyak istri, dan bahwa jihad yang dilakukan ummat Islam melawan Persia atau Romawi, sama sekali bukan jihad ketika ummat Islam diserang.  Dan ajaran Islam merupakan risalah terakhir yang diturunkan Allah di muka bumi, sehingga tetap berlaku hingga hari kiamat.  Maka betapa anehnya tafsiran-tafsiran baru, yang mungkin dilakukan dengan "niat baik", namun hasilnya malah justru memporak-porandakan ajaran Islam yang murni.  Kesalahan tafsir yang fatal ini terjadi karena ummat Islam memisahkan antara fikrah dan thariqah, karena semua hukum yang dihujjat tadi, memang tak bisa jalan sendiri-sendiri, melainkan hanya berfungsi dalam rangkaian metode yang tepat, dalam suatu negara yang islami, dalam suatu daulah khilafah.

Spiral kemunduran berputar semakin cepat.  Orang-orang yang ditokohkan berlomba mencari pembenaran atas perilakunya, sehingga banyak rakyat jelata

12

Page 13: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

yang karena kebingungan akhirnya memutuskan untuk beramai-ramai melepaskan kepercayaannya pada para ulama - termasuk ulama yang shaleh.  Bahkan mereka yang semula gembira dengan type ulama ini, karena merasa bisa "ngerti bahasanya", lambat laun akan dihadapkan dengan sejumlah besar kontradiksi.

Ummat yang masih tersisa ghirahnya pada Islam mencoba langsung mempelajari Islam dari sumbernya: Qur'an dan Sunnah.  Namun mereka lupa, bahwa untuk itu diperlukan seperangkat bekal, baik ilmu bahasa Quran (bahasa Arab klasik) maupun ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.  Karena mereka maju tanpa bekal ini, mereka akan terbentur ke sana ke mari.  Akhirnya kalau tidak terjerumus ke extremitas yang satu (menganggap yang hukum Islam itu cuma fardh semua dan yang lain haram semua), akan terpuruk ke extremitas lainnya (menolak memakai hadits, karena terlalu was-was dengan hadits yang "tidak jelas", dan ujung-ujungnya meragukan Qur'an, karena tanpa penjelasan dari hadits, Qur'an mustahil dipahami dengan benar).

FAKTOR PENYEBAB KEMUNDURAN ISLAMSetelah mengetahui asas kebangkitan peradaban Islam kini kita perlu mengkaji sebab-

sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu kita dapat mengambil pelajaran dan bahkan menguji letak kelemahan, kekuatan, kemungkinan dan tantangan (SWOT).  Kemunduran suatu peradaban tidak dapat dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena peradaban adalah sebuah organisme yang sistemik, maka jatuh bangunnya suatu perdaban juga bersifat sistemik. Artinya kelemahan pada salah satu organ atau elemennya akan membawa dampak pada organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor dengan faktor lainnya – yang secara umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal – berkaitan erat sekali. Untuk itu, akan dipaparkan faktor-faktor ekternal terlebih dahulu dan kemudian faktor internalnya.

Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara eksternal kita rujuk paparan al-Hassan yang secara khusus menyoroti kasus kekhalifahan Turkey Uthmani, kekuatan Islam yang terus bertahan hingga abad ke 20. Faktor-faktor tersebut adalah sbb:1. Faktor Ekologis dan Alami

Kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semi gersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti Nil, Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar. Faktor alam yang cukup penting adalah Pertama, Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain mengalami berbagai bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di Mesir terjadi paceklik (krisis pangan) disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka. Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak geografis yang rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan target serangan luar yang terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat dan Timur dan sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar.

2. Faktor EksternalFaktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam adalah Perang

Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-

13

Page 14: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

1300an. “Perang Salib”, menurut Bernard Lewis, “pada dasarnya merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.” Sedangkan tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di Timur seperti Samarkand, Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-1221). Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan serangan ke Syria dan Mesir. Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan Abbasiyah berakhir.

Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan Munculnya Kekuatan Barat    Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai

petualangannya. Dalam upayanya mencari rute ke India ia menempuh jalur yang melewati negara-negara Islam. Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-negara Islam. Di saat itu kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di darat dalam sudah memudar. Akhirnya pos-pos pedagangan itu dengan mudah dikuasai mereka. Pada akhir abad ke 16 Belanda, Inggris dan Perancis telah menjelma menjadi kekuatan baru dalam dunia perdagangan. Selain itu, ternyata hingga abad ke 19 jumlah penduduk bangsa Eropa telah meningkat dan melampaui jumlah penduduk Muslim diseluruh wilayah kekhalifahan Turkey Uthmani. Penduduk Eropa Barat waktu itu berjumlah 190 juta, jika ditambah dengan Eropa timur menjadi 274 juta; sedangkan jumlah penduduk Muslim hanya 17 juta. Kuantitas yang rendah inipun tidak dibarengi oleh kualitas yang tinggi.

Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul sebagai kekuatan baru, Muslim bukanlah peradaban yang mati seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit lagi. Peradaban Islam terus hidup dan bahkan berkembang secara perlahan-lahan dan bahkan dianggap sebagai ancaman Barat. Sesudah kekhalifahan Islam jatuh, negara-negara Barat menjajah negara-negara Islam. Pada tahun 1830 Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun 1881 masuk ke Tunisia. Sedangkan Inggris memasuki Mesir pada tahun 1882. Akibat dari jatuhnya kekhalifahan Turki Uthmani sesudah Perang Dunia Pertama, kebanyakan negara-negara Arab berada dibawah penjajahan Inggris dan Perancis, demikian pula kebanyakan negara-negara Islam di Asia dan Afrika. Setelah Perang Dunia Kedua kebanyakan negara-negara Islam merdeka kembali, namun sisa-sisa kekuasaan kolonialisme masih terus bercokol. Kolonialis melihat bahwa kekuatan Islam yang selama itu berhasil mempersatukan berbagai kultur, etnik, ras dan bangsa dapat dilemahkan. Yaitu dengan cara adu domba dan tehnik divide et impera sehingga konflik intern menjadi tak terhindarkan dan akibatnya negara-negara Islam terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.

Itulah di antara faktor-faktor eksternal yang dapat diamati. Namun analisa al-Hassan di atas berbeda dari analisa Ibn Khaldun. Bagi Ibn Khaldun justru letak geografis dan kondisi ekologis negara-negara Islam merupakan kawasan yang berada di tengah-tengah antara zone panas dan dingin sangat menguntungkan. Di dalam zone inilah peradaban besar lahir dan bertahan lama, termasuk Islam yang bertahan hingga 700 tahun, India, China, Mesir dll. Menurut Ibn Khaldun faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah peradaban lebih bersifat internal daripada eksternal. Suatu peradaban dapat runtuh karena timbulnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa dan masyarakat menerapkan gaya hidup malas yang disertai sikap bermewah-mewah. Sikap ini tidak hanya negatif tapi juga mendorong tindak korupsi dan dekadensi moral. Lebih jelas Ibn Khaldun menyatakan:   

14

Page 15: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

Tindakan amoral, pelanggaran hukum dan penipuan, demi tujuan mencari nafkah meningkat dikalangan mereka. Jiwa manusia dikerahkan untuk berfikir dan mengkaji cara-cara mencari nafkah, dan untuk menggunakan segala bentuk penipuan untuk tujuan tersebut. Masyarakat lebih suka berbohong, berjudi, menipu, menggelapkan, mencuri, melanggar sumpah dan memakan riba.Tindakan-tindakan amoral di atas menunjukkan hilangnya keadilan di masyarakat yang akibatnya merembes kepada elit penguasa dan sistem politik. Kerusakan moral dan penguasa dan sistem politik mengakibatkan berpindahnya Sumber Daya Manusia (SDM) ke negara lain (braindrain) dan berkurangnya pekerja terampil karena mekanimse rekrutmen yang terganggu. Semua itu bermuara pada turunnya produktifitas pekerja dan di sisi lain menurunnya sistem pengembangan ilmu pengertahuan dan ketrampilan.

Dalam peradaban yang telah hancur, masyarakat hanya memfokuskan pada pencarian kekayaan yang secepat-cepatnya dengan cara-cara yang tidak benar. Sikap malas masyarakat yang telah diwarnai oleh materialisme pada akhirnya mendorong orang mencari harta tanpa berusaha. Secara gamblang Ibn Khaldun menyatakan: …..mata pencaharian mereka yang mapan telah hilang…. jika ini terjadi terus menerus, maka semua sarana untuk membangun peradaban akan rusak, dan akhirnya mereka benar-benar akan berhenti berusaha. Ini semua mengakibatkan destruksi dan kehancuran peradaban.

Pada Intinya, dalam pandangan Ibn Khaldun, kehancuran suatu peradaban disebabkan oleh hancur dan rusaknya sumber daya manusia, baik secara intelektual maupun moral. Contoh yang nyata adalah pengamatannya terhadap peradaban Islam di Andalusia. Disana merosotnya moralitas penguasa diikuti oleh menurunnya kegiatan keilmuan dan keperdulian masyarakat terhadap ilmu, dan bahkan berakhir dengan hilangnya kegiatan keilmuan. Di Baghdad keperdulian al-Ma’mun, pendukung Mu’tazilah dan al-Mutawakkil pendukung Ash’ariyyah merupakan kunci bagi keberhasilan pengembangan ilmu pengetahuan saat itu.

Jatuhnya suatu peradaban dalam pandangan Ibn Khaldun ada 10, yaitu:1.      Rusaknya moralitas penguasa2.      Penindasan penguasa & ketidak adilan3.      Despotisme atau kezaliman4.      Orientasi kemewahan masyarakat5.      Egoisme6.      Opportunisme    7.      Penarikan pajak secara berlebihan8.      Keikutsertaan penguasa dalam kegiatan ekonomi rakyat9.      Rendahnya peran masyarakat terhadap agama10.  Penggunaan pena & pedang secara tidak tepat.

Kesepuluh poin ini lebih mengarah kepada masalah-masalah moralitas masyarakat khususnya penguasa. Nampaknya, Ibn Khaldun berpegang pada asumsi bahwa karena kondisi moral di atas itulah maka kekuatan politik, ekonomi dan sistem kehidupan hancur dan pada gilirannya membawa dampak terhadap terhentinya pendidikan dan kajian-kajian keislaman, khususnya sains. Menurutnya “ketika Maghrib dan Spanyol jatuh, pengajaran sains di kawasan Barat kekhalifahan Islam tidak berjalan.” Namun dalam kasus jatuhnya Baghdad, Basra dan Kufah ia tidak menyatakan bahwa sains dan kegiatan saintifik berhenti atau menurun, tapi berpindah ke bagian Timur kekhalifahan Baghdad, yaitu Khurasan dan Transoxania.

15

Page 16: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

D. Kebangkitan Kembali Umat IslamSetelah mengalami masa kebekuan dan kelesuan pemikiran selama beberapa abad,

para pemikir Islam berusaha keras untuk membangkitkan Islam kembali, termasuk di dalamnya hal pemikiran hukumnya. Kebangkitan kembali ini timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid yang membawa kemunduran dunia Islam secara keseluruhan. Maka kemudian muncullah gerakan-gerakan baru.

Fenomena-fenomena yang muncul pada akhir abad ke-13 H merupakan suatu wujud kesadaran dari kebangkitan hukum Islam. Bagi mayoritas pengamat, sejarah kebangkitan dunia Islam pada umumnya dan hukum Islam khususnya, terjadi karena dampak Barat. Mereka memandang Islam sebagai suatu massa yang semi mati yang menerima pukulan-pukulan yang destruktif atau pengaruh-pengaruh yang formatif dari barat. Fase kebangkitan kembali ini merupakan fase meluasnya pengaruh barat dalam dunia Islam akibat kekalahan-kekalahan dalam lapangan politik yang kemudian diikuti dengan bentuk-bentuk benturan keagamaan dan intelektual melalui berbagai saluran yang beraneka ragam tingkat kelangsungan dan intensitasnya. Periode kebangkitan ini berlangsung mulai sejak abad ke 19, yang merupakan kebangkitan kembali umat islam, terhadap periode sebelumnya, periode ini ditandai dengan gerakan pembaharuan pemikiran yng kembali kepada kemurnian ajaran islam. Tanda-tanda kemajuan :

1. Di Bidang Perundang-UndanganPeriode ini dimulai dengan berlakunya Majalah al Ahkam al Adliyah yaitu Kitab

Undang-undang Hukum perdata Islam pemerintahan Turki Usmani pada Tahun 1876 M.

2. Di Bidang PendidikanDiperguruan-perguruan agama islam di Mesir, Pakistan, maupun di Indonesia

dalam cara menpelajari fiqh tidak hanya dipelajari tertentu, tetapi juga dipelajari secara perbandingan, bahkan juga dipelajari hukum adat dan juga sistem hukum eropa. Dengan demikian diharapkan wawasan pemikiran dalam hukum dan mendekatkan pada hukum islam dan hukum yang selama ini berlaku.

a) Fiqh Kaum PembaharuKetika Islam memasuki periode perkembangan peradaban yang ditengarai makin

meluasnya wilayah kekuasaan Islam, di sana-sini terjadi akulturasi budaya antar bangsa, dan adanya persentuhan agama Islam dengan pengetahuan agama lain, maka ajaran Islam mulai dipahami dan diamalkan dengan semangat rasionalisme seiring dengan tumbuh dan berkembangnya pemikiran Islam. Muhammad al-Bahy menetapkan tiga pola upaya intelektualisasi ajaran Islam  yang melahirkan pemikiran Islam. Pertama, usaha menggali dan memahami hukum-hukum agama dari sumbernya baik yang terkait dengan pengaturan  hubungan manusia dengan Tuhan, maupun pengaturan hubungan sesama manusia, termasuk dalam usaha ini adalah mencari solusi hukum Islam bagi permasalahan baru yang belum terjadi pada masa Nabi Muhammad.  Kedua, usaha menyelaraskan prinsip-prinsip ajaran Islam (aspek normativitas) agar tetap aktual dalam setiap zaman.  Ketiga, usaha menggali argumen (rasional religius) untuk mempertahankan  akidah Islam sekaligus menolak paham-paham lain yang bertentangan, menjelaskan posisi Islam secara umum, dan juga menggali faktor-faktor yang dapat menjadi motivasi dalam memberdayakan pemikiran untuk menjaga spirit Islam agar ajarannya tetap eksis dan utuh.

16

Page 17: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

Dalam perjalanan sejarah, ajaran Islam mengalami penyimpangan-penyimpangan yang disebabkan oleh kesalahan dalam memahami dan mengamalkannya ataupun adanya penolakan masyarakat untuk menyesuaikan dengan prinsip-prinsip al-Qur’an dan  Hadis yang benar, sehingga mendorong munculnya usaha-usaha pemurnian dan pembaharuan pemikiran Islam oleh pembaharu (mujaddid). Demikian itu karena sejak permulaan sejarahnya, Islam telah mempunyai  tradisi pembaharuan (tajdid), sehingga orang Islam segera memberi jawaban dan merespon terhadap apa saja yang dipandang menyimpang dari ajaran Islam.

Pembaharuan dalam Islam mengandung tiga prinsip yang bersifat sistemik, yaitu;  Pertama,  sesuatu yang diperbaharui telah ada eksistensinya secara faktual.  Kedua,  sesuatu yang diperbaharui telah lama berlangsung atau telah mensejarah. Ketiga, sesuatu yang diperbaharui dikembalikan pada keadaan semula dalam kemurniannya. Dengan demikian, dalam konteks pembaharuan Islam yang di dalamnya antara lain tercakup konsep tentang purifikasi ajaran, karena misi pembaharuan (tajdid) yang esensial adalah untuk memurnikan ajaran Islam dan memformulasikan secara permanen validitas dan ketidakberubahan normativitas Islam kendati pada aspek historisitas bersifat dinamis dan responsif, tetapi prinsip di atas terkait pula dengan fungsi pembaharuan dalam Islam yang mengandung tiga fungsi pokok;  Pertama,  al-i’adah yaitu mengembalikn ajaran Islam kepada kondisi kemurnian dan keasliannya.  Kedua,  al-‘ibanah yaitu menyeleksi atau mensahkan ajaran Islam dari segala macam unsur-unsur lain yang telah mengotorinya.  Ketiga, al-ihya’ yaitu mendinamisasikan spiritual ajaran Islam sehingga mampu merespons dengan benar dan tepat, baik terhadap perubahan maupun dinamika kehidupan.

Berdasarkan pengertian pembaharuan di atas, upaya-upaya pembaharuan dalam Islam cenderung didasarkan pada keyakinan bahwa telah terjadi berbagai macam anomaly atau penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan ajaran Islam yang disebabkan oleh kesalahan memahami dan mengamalkan doktrin Islam, karena ajaran untuk  kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah serta praktik-praktik dan konvensi-konvensi keberagaman generasi salaf merupakan doktrin pokok kaum pembaharu. Mereka memandang, bahwa era kehidupan Islam dan metode keberagaman masa Nabi dan generasi salaf (minhaj tadayyun al-salaf) adalah cara Islam yang istimewa serta merupakan model keberagaman yang ideal, itulah sebabnya usaha-usaha yang dilakukan kaum pembaharu, meski dalam formulasi yang berbeda-beda sesuai dengan konteks yang dihadapi, namun memiliki benang merah kesatuan inspirasi dan arah dan keaslian dengan membersihkan hal-hal yang dipandang bid’ah.

b) Pembaharuan dan PengaruhnyaFungsi pembaharuan Islam adalah untuk menjaga kemurnian ajaran (al-

muhafadhah ‘ala al-qadim al-shalih) dan memotivasi semangat kebebasan  individual untuk menempatkan akal pikiran dengan segala konsekuensinya menjadi semakin tinggi. Hal itu mutlak diperlakukan bagi usaha dinamisasi ajaran Islam agar menjadi fungsional (al-Abu Azam Al Hadi akhdhu bi al-jadid al-aslah), karena hakekat kebebasan untuk memahami ajaran Islam adalah inti dari ijtihad sebagai lawan taqlid yang menjadi agenda kedua para pembaharu.

Muhammad ‘Abduh (1849-1905 M.) dan Muhammad Rashid Ridha (1865-1935 M.), melancarkan usaha pembaharuan dengan jalan memodernisasikan ajaran Islam di

17

Page 18: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

Mesir. Beberapa pengikutnya kelak dikenal dengan golongan Salafiyyah. Muhammad Abduh berupaya memodernisasikan ajaran Islam yang asli dengan penyesuaian perkembangan modern, usaha penyesuaian tersebut membutuhkan usaha baru untuk meniscayakan dibukanya pintu ijtihad.

a.   Madzhab SkriptualismeMazhab berpikir skriptualisme mempunyai landasan penilaian berdasarkan

teks atau wahyu (kitab suci), bahwa hanya dengan wahyu-lah kita bisa memberikan penilaian terhadap sebuah realitas dan dengan wahyu pulalah kita bisa mengatakan bahwa sesuatu itu benar dan salah, tanpa wahyu maka mustahil kita bisa memberikan sebuah penilaian.

Ada beberapa problem dalam mazhab skriptualisme antara lain:i. Sifat klaim akan selalu muncul terhadap pemahaman  ayat, padahal

pemahaman kita terhadap ayat tidak terlepas dari subyektifitas penafsir, sehingga tidak perlu adanya sifat otoritas tafsir dan klaim kebenaran dari penafsiran terhadap kitab tertentu dan klaim kebenaran.

ii. Agama yang memiliki kitab suci bukan cuma satu agama tapi banyak agama dan masing orang-orang yang memeluk agama yang berbeda sama-sama mengklaim bahwa merekalah pemilik kebenaran, pertanyaan kemudian, mungkinkah agama-agama itu bila sekiranya mengandung nilai kebenaran akan terjadi hal yang sifatnya kontradiksi, dan kalau memang mereka sama-sama meyakini kebenaran agama mereka dan kitab suci mereka, lalu kenapa mesti terjadi pengkafiran bahkan pembantaian, bahkan dalam sejarah keagamaan di dunia ini telah meninggalkan duka hitam yang sangat besar kepada ummat manusia, karena ratusan juta manusia telah menjadi korban pertikaian dan peperangan antar agama, yang sama-sama mengklaim pewaris kebenaran.

Dari dua problem diatas dan beberapa pertanyaan untuk mazhab skriptualisme, akan mengantarkan kita kepada suatu pemahaman bahwa ayat-ayat dan kitab suci bukanlah landasan penilaian dalam mengambil kesimpulan, akan tetapi Al-Qur’an ditempatkan sebagai data-data yang sifatnya metafisika dimana penelitian yang sifatnya emperikal tidak mampu menelitinya.

b. Madzhab LiberalismeKata liberal berasal dari bahasa asing (Inggris) yang berarti bebas, tidak picik

(pikiran).  Kemudian kata liberal ini telah menjadi kata baku bahasa Indonesia yang mengandung arti “Pandangan bebas, luas dan terbuka”. Menurut Arkoun, secara terminology mazhab liberalisme adalah aliran hukum yang sangat menekankan penggunaan rasio (akal). Aliran ini tak terikat dengan bunyi teks, tapi berusaha menangkap makna hakikinya, makna ini dianggap sebagai ruh agama Islam, tema umum Islam (maqashid al-syari’ah). Dengan  arti kata bahwa mazhab ini berusaha mendobrak kebekuan pemikiran Islam, seklaigus merupakan fiqh baru yang dapat menjawab masalah-masalah baru akibat perubahan masyarakat. Mereka meninggalkan makna lahir dari teks untuk menemukan makna dari dalam konteks.

Sejarah munculnya mazhab liberal ini dapat dilacak pada mazhab ahl al-ra’y di kalangan sahabat nabi, dua cara yang dilakukan para sahabat yang melahirkan dua mazhab besar di kalangan sahabat-sahabat ‘Alawi dan mazhab ‘Umari yang

18

Page 19: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

akhirnya mewariskan kepada kita sebagai Syiah dan ahl Sunnah. Mazhab fiqh liberalisme sering diidentikkan dengan  rasionalisme yaitu aliran Mu’tazilah dan Syiah. Dimana mazhab ini lebih menekankan rasio (akal) dalam memahami ayat-ayat al-Quran.

Aliran ini  tidak terikat dengan bunyi teks, melainkan berusaha menangkap makna hakikinya, maka peranan akal dalam ijtihad sangat dominan. Perbedaannya bahwa rasional dalam fiqh adalah suatu pemikiran yang ada hubungannya dengan nash-nash, namun apabila tidak ada hubungannya maka tidak disebut rasional tetapi liberal.

Akar-Akar Liberalisme IslamAkar-akar gerakan liberalisme Islam di Timur Tengah bisa ditelusuri hingga

awal abad ke-19, ketika apa yang disebut “gerakan kebangkitan” (harakah al-nahdhah) di kawasan itu secara hampir serentak dimulai. Pada awalnya, kecenderungan liberalisme tokoh-tokoh pembaharu Muslim di kawasan Arab dipicu oleh semangat pemberontakan terhadap kolonialisme Eropa pada satu sisi, dan terhadap keterbelakangan kaum Muslim pada sisi lain. Karenanya, misi para pembaru Muslim pada –meminjam istilah Albert Hourani— masa-masa liberal (liberal age) itu adalah pembebasan dari cengkeraman penjajahan dan pembebasan dari kebodohan. Dua misi ini terus berjalan secara beriringan hingga masa pertengahan abad ke-20, ketika sebagian besar negara-negara Muslim mendapatkan kemerdekaannya. Sementara misi kedua, proyek pembebasan dari kebodohan, masih terus berlanjut sampai sekarang.

Salah satu agenda penting dari misi kedua itu adalah memahami dan menafsirkan kembali ajaran-ajaran agama (Islam). Apa yang dilakukan tokoh-tokoh awal kebangkitan, seperti Muhammad Ibn Abd al-Wahab (1703-1791) di Jazirah Arab, Muhammad Ibn Ali al-Sanusi (1787-1860) di Aljazair dan Libia, Rifa’at Rafi’ al-Thahtawi (1801-1873) di Mesir, dan Khairuddin al-Tunisi (1822-1889) di Tunisia, tak lain dari upaya melakukan pembacaan ulang terhadap tradisi-tradisi Islam serta membangun kembali pemahaman keagamaan kaum Muslim secara benar dan bermakna. Sebagian gagasan rekonstruktif itu mendapatkan respons dari masyarakat Muslim, tapi sebagian lainnya, mengalami tantangan, khususnya dari ulama ortodoks yang dalam hal ini menjadi lawan serius dari gerakan pembaruan Islam.

Secara umum, para pembaharu Arab di masa-masa awal kebangkitan meyakini bahwa Islam adalah agama yang cocok bagi setiap masa dan tempat (shâlih li kulli zamân wa makân). Islam juga mampu beradaptasi dengan dunia modern, termasuk dengan pencapaian ilmu pengetahuan dan dalam beberapa hal nilai-nilai Barat. Jika terjadi konflik antara ajaran Islam dengan pencapaian modernitas, maka yang harus dilakukan, menurut mereka, bukanlah menolak modernitas, tetapi menafsirkan kembali ajaran tersebut. Di sinilah inti dari sikap dan doktrin Islam Liberal.

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan

19

Page 20: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

Modernisasi adalah upaya pembaharuan cara pandang termasuk keagamaan dengan inti pemikiran untuk berusaha merelevankan penafsiran dengan kondisi yang ada dan sedang berlangsung supaya benar-benar mampu menyahuti keberadaan zaman yang setiap saatnya mengalir untuk mencapai prestasi gemilang dalam membangun peradaban dianggap sebagaimana para modernis merupakan pengejentahan doktrin Islam itu sendiri, dan dapat dikatakan inilah yang memuluskan jalan modernisasi terjadi di dunia Islam.

Adapun yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran. Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan.Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. 

Tajdid dalam islam mempunyai 2 bentuk : pertama, memurnikan agama setelah perjalanannya berabad-abad lamanya dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Quran dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya mengejawantahkan islam dalam keseharian mereka.Kedua, memberikan jawaban setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus ingat, bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa islam mempunyai jawaban terhadap hal itu.

Secara garis besar umat Islam mengalami kemunduran dikarenakan kurang memperhatikan pelaksanaan ajaran agamanya dan dominasi Negara-negara barat dalam bidang politik dan peradaban.

Saran

Makalah ini berisi materi dari kajian pustaka yang bertujuan untuk menambag wawasan dan sebagai acuan dalam pembelajaran. Namun, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sebagai mana manusia yang tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu , kami sangat mengharapakan kritik dan saran dari para pembaca untuk perbaikan dan kesempurnaan pada makalah-makalah selanjut nya.

DAFTAR PUSTAKA

http://abdoel-azys.blogspot.com/2013/05/masa-keemasan-masa-kemunduran-dan-masa.html

20

Page 21: 10. Pembaharuan Dalam Islam Part 1

http://fentyyanti.wordpress.com/2012/09/28/kemajuan-kemunduran-dan-kebangkitan-dunia-islam/

http://argitauchiha.blogspot.com/2010/10/konsep-pembaharuan-dalam-islam.html

http://hudanuralawiyah.wordpress.com/2011/11/24/makalah-modernisasi-dalam-pandangan-islam/

http://dedynovriadi.blogspot.com/2011/03/pembaharuan-tajdid-dalam-islam.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Tajdid

http://zakyadisetiawan.blogspot.com/2013/02/sebab-sebab-ummat-islam-mengalami.html

Ahmad Choirul Rofiq. Sejarah peradaban islam (dari masa klasik hingga modern). Ponorogo: STAIN press. 2009. hlm 283.

Ibid. hlm. 285

Ibid. hlm 286

Nizar Samsul. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia (Jakarta: Kencana. 2007)

www.google.com/sejarahkemajuan,kemunduran,dankebangkitanduniaislam

www.google.com.masakemajuandankemunduranIslam.Minggu, 07 Februari 2010

Asmuni, Yusran. 1998. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mulkhan, Abdul Munir. 1995. Teologi dan Demokrasi Modernitas Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution, Harun. 2003. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.

Nata, Abuddin. 2008. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

http///www.google.com Afifi Fauzi Abbas

http///www.google.com. Muhammad Ikhsan, Tajdid dalam Syariat Islam Antara Upaya Pemurnian dan Usaha Menjawab Tantangan Zaman. (Ditulis oleh Administrator, 2006)

http///ww.google.com. Gunawan’s Site, Gerakan Pembaharuan IslamHaludhi, Khuslan dan Abdurrohim Sa’id. 2008. Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan Agama Islam. Solo: TS.

21