10 kajian stabilitas dan pemutakhiran defense scheme sistem sulselbar
DESCRIPTION
Defense SchemeTRANSCRIPT
1
Kajian Stabilitas dan Pemutakhiran Defense Scheme Sistem Sulselbar
Tim Kajian Stabilitas Sistem Sulselbar
Abstrak
Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat merupakan sistem yang terus mengalami perkembangan sampai saat
ini, baik dengan adanya pertumbuhan beban, penambahan pembangkit maupun instalasi baru. Hal tersebut
ditambah dengan 6 (enam) kali kejadian gangguan besar pada tahun 2012 melatar belakangi kebutuhan akan kajian
stabilitas dan pemutakhiran Defense Scheme Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang dapat dijadikan acuan untuk pola pengamanan dan operasi sistem. Dengan perubahan ini, diharapkan jika sampai terjadi island
operation yang disebabkan oleh gangguan besar di sistem Sulselbar, pembangkit-pembangkit di Sistem Sulsel dapat
sukses beroperasi secara island karena terpenuhinya capacity balance pembangkit serta adanya timing load
shedding dan islanding yang tepat.
Keywords : Defense Scheme, Sistem Sulselbar, Island Operation, Load Shedding
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem Tenaga Listrik Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Barat saat ini disuplai dari beberapa sentral
pembangkit besar yaitu PLTA Bakaru, PLTGU
Sengkang, PLTD Suppa, PLTU Barru, PLTU
Jeneponto dan beberapa unit pembangkit thermal
dengan bahan bakar minyak. Terpusatnya unit-unit
pembangkit besar dengan biaya operasi rendah di
bagian utara menyebabkan transfer daya dari utara ke
selatan masih cukup tinggi. Dalam pengoperasian sistem Tenaga Listrik
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, terdapat
batasan-batasan operasi yang harus dipatuhi. Batasan-
batasan operasi ini meliputi batasan transient, batasan
tegangan, maupun batasan kontingensi. Dengan
adanya pertumbuhan beban, penambahan pembangkit
baru, dan penambahan instalasi baru, tentu batasan-
batasan ini akan berubah. Perubahan batasan-batasan
ini akan mempengaruhi pola operasi yang akan
diterapkan di sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Barat. Selain itu, penambahan pembangkit baru juga
akan mengakibatkan peningkatan level hubung singkat sehingga berpotensi diperlukan adanya
penggantian peralatan-peralatan terkait.
Agar pengoperasian Sistem Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Barat berjalan dengan aman dan handal,
studi ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
pengoperasian maupun pengembangan selanjutnya.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk
mempelajari dan menemukan solusi permasalahan-
permasalahan yang terjadi pada Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dengan menggunakan
data-data yang valid dan terkini sehingga kejadian
padam total sistem tidak terulang lagi. Selain itu
penelitian ini juga bertujuan agar pengoperasian
Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat berjalan
dengan aman dan handal, serta menjadi acuan dalam
pengoperasian maupun pengembangan selanjutnya.
1.3. Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup pekerjaan kajian stabilitas
Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawsi Barat meliputi
kajian stabilitas transient, tegangan dan pola defense
scheme terkini yang sesuai untuk kondisi perubahan
instalasi (pembangkit dan transmisi) sistem sampai pertengahan tahun 2013. Adapun uraian pekerjaan
yang akan dilakukan adalah meliputi hal-hal berikut
ini :
a. Meninjau semua data yang ada berdasarkan kajian
sebelumnya, melakukan pengumpulan data dan
kunjungan ke lokasi pembangkit.
b. Penentuan prosedur standar, teknik dan
metodologi yang akan digunakan dalam kajian.
c. Kajian stabilitas transien berupa kajian pemulihan
frekuensi (pemutakhiran skema under frequency
load shedding dan islanding).
1.4. Metode Studi
Metode studi pada tahapan ini adalah untuk
membangun keperluan studi awal Stabilitas Sistem
Interkoneksi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat
dengan menggunakan perangkat lunak DigSilent
PowerFactory dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Meninjau semua data yang ada berdasarkan
studi sebelumnya.
b. Evaluasi terhadap skema UFR sistem saat ini
serta rekomendasi perbaikannya. Simulasi ini merupakan simulasi transient untuk mengetahui
dampak gangguan pada pembangkit besar
terhadap stabilitas sistem.
2
2. SKENARIO DASAR
2.1. Skenario Pembebanan
Skenario dasar studi disusun dengan
memperhatikan studi sebelumnya dan hasil empirik
kondisi operasi sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Barat. Dari hasil studi dan pengalaman operasi
tersebut maka dapat dikonstruksi permasalahan yang
menjadi dasar penyusunan skenario dasar studi. Konstruksi permasalahan tersebut adalah skema
Under Frequency Load Shedding masih sesuai
dengan batasan batasan operasi normal.
Berdasarkan realisasi operasi, stabilitas sistem
dipengaruhi kondisi musim dan perbedaan
pembebanan. Pada kondisi musim basah (PLTA
Bakaru beroperasi 2 unit) pada umumnya sistem akan
lebih stabil sedangkan pada kondisi musim kering
(PLTA Bakaru beroperasi 1 unit) jika terjadi
gangguan pada sistem cenderung tidak stabil. Pada
kondisi beban rendah terjadinya gangguan juga
mengakibatkan sistem cenderung tidak stabil. Kombinasi musim dan pembebanan yang
mungkin terjadi pada Sistem Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Barat ini menjadi dasar penyusunan 4
(empat) skenario simulasi. Ke-empat skenario
simulasi tersebut adalah :
Skenario 1 : Kondisi BP pada musim basah
Skenario 2 : Kondisi BP pada musim kering
Skenario 3 : Kondisi BR pada musim basah
Skenario 4 : Kondisi BR pada musim kering
2.2. Skenario Gangguan Gangguan yang diperkirakan akan
mengakibatkan gangguan meluas adalah :
1 unit PLTA Bakaru : 63 MW
2 unit PLTA Bakaru : 126 MW
1 unit PLTU Jeneponto : 100 MW
2 unit PLTU Jeneponto : 200 MW
PLTGU Sengkang blok 1 : 135 MW
2.3. Evaluasi Skema Eksisting Skenario skema UFR yang saat ini diterapkan
di Sistem Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1 : Skema under Frequency Load Shedding eksisting
WBR WBP
1 49.20 < 100 16.0 MW 25.0 MW
2 49.00 < 100 27.0 MW 44.0 MW
3 48.80 < 100 19.0 MW 30.0 MW
4 48.60 < 100 22.0 MW 36.0 MW
5 48.40 < 100 31.0 MW 50.0 MW
115.0 MW 185.0 MW
Frekuensi
HzTahap
Waktu
ms
Load Shedding
TOTAL
Gambar 1 : Skema Island Eksisting
3. REKOMENDASI SKEMA UFR
Berdasarkan evaluasi dan simulasi skema UFR
Eksisting yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
jika terjadi islanding pada sistem Sulsel (misalnya
saat terjadi gangguan pada 2 unit PLTU Jeneponto
saat musim kering) maka island tersebut gagal
bertahan. Oleh karena itu, maka diusulkan skema
UFR dan islanding baru sebagai berikut :
Gambar 2 : Rekomendasi Skema Island
Tabel 2 : Rencana Skema UFR Baru vs Eksisting
Makasar
(MW)
Barru
(MW)
Makasar
(MW)
Barru
(MW)
1 49.20 < 100 23.6 1.2 41.0 -
2 49.00 < 100 37.0 7.0 43.0 -
3 48.80 < 100 29.9 - 40.0 -
4 48.60 < 100 36.3 - 38.0 -
5 48.40 < 100 43.5 6.7 - 42.5
170.3 14.9 162 42.5
Rekomendasi
GRAND TOTAL 204.5
Eksisting
185.2
TOTAL
TahapFrekuensi
Hz
Waktu
ms
Usulan skema UFR baru ini didesain dengan sasaran
sebagai berikut :
1. Ketika terjadi island, maka semua island yang
memiliki pembangkit thermal harus berhasil
bertahan, dengan kriteria :
a. Frekuensi overshoot pada island tersebut tidak
melebihi 52.0 Hz
b. Frekuensi drop pada island tersebut tidak kurang dari 47.5 Hz
c. Frekuensi steady state pada island tersebut
dalam range 48.0 – 51.0 Hz
Island
Makassar
Island
Sengkang
Island
Bakaru
Island
Barru
3
Keberhasilan pembangkit thermal untuk
beroperasi island tersebut sangat penting,
mengingat jika sampai pembangkit thermal
berhenti beroperasi untuk waktu yang lama, maka
butuh waktu yang lebih lama untuk
mengoperasikan kembali pembangkit thermal
terutama PLTU. Sedangkan untuk pembangkit
hidro, waktu yang diperlukan untuk start
pembangkit jauh lebih cepat, sehingga jika pembangkit hidro trip lepas dapat segera di-start
dan mengasut jaringan atau sinkron kembali ke
grid.
2. Island baru boleh terjadi minimal ketika terjadi
gangguan simultan 2 unit pembangkit
(mensimulasikan gangguan tower transmisi yang
mengavakuasi daya dai pembangkit roboh)
3. Mengoptimalkan load shedding
3.1. Simulasi Beban Puncak Musim
Basah 3.1.1. Gangguan pada PLTA Bakaru
Gambar 3 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1
unit dan 2 unit PLTA Bakaru
Hasil simulasi gangguan pada 1 dan 2 unit PLTA Bakaru ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan
simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :
1. gangguan pada 1 unit PLTA Bakaru tidak
mengakibatkan UFR
2. gangguan pada 2 unit PLTA Bakaru
mengakibatkan UFR tahap 1
3.1.2. Gangguan pada PLTU Jeneponto
Gambar 4 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1
unit dan 2 unit PLTU Jeneponto
Hasil simulasi gangguan pada 1 dan 2 unit PLTU
Jeneponto ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan
simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :
1. gangguan pada 1 unit PLTU Jeneponto
mengakibatkan UFR tahap 1
2. gangguan pada 2 unit PLTU Jeneponto
mengakibatkan UFR tahap 3
3.1.3. Gangguan pada PLTGU Sengkang
Gambar 5 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada
PLTGU Sengkang Blok I
Hasil simulasi gangguan pada Blok-1 PLTGU Sengkang ditunjukkan pada Gambar 5.
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa
gangguan pada blok I PLTGU Sengkang
mengakibatkan UFR Tahap 3.
3.1.4. Gangguan pada 2 Unit PLTA Poso dan 2
Unit PLTA Bakaru
Gambar 6 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 2 unit
PLTA Bakaru dan 2 unit PLTA Poso
Hasil simulasi gangguan pada 2 unit PLTA
Bakaru dan 2 unit PLTA Poso ditunjukkan pada
Gambar 6. Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat
bahwa : 1. Terjadi islanding, dan semua island thermal
berhasil bertahan
a. Island Sengkang mencapai frekuensi
overshoot 51.62 Hz
b. Island Makassar mengalami drop frekuensi
hingga 47.96 Hz
4
c. Island Barru mengalami drop frekuensi
hingga 47.64 Hz
2. Island Poso dan Island Bakaru collapse, karena
gangguan disimulasikan berasal dari kedua island
tersebut
3.2. Simulasi Beban Puncak Musim Kering
3.2.1. Gangguan pada PLTA Bakaru
Gambar 7 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1 unit
PLTA Bakaru
Hasil simulasi gangguan pada 1 unit PLTA
Bakaru ditunjukkan pada Gambar 7.
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat
bahwa gangguan pada 1 unit PLTA Bakaru
tidak mengakibatkan UFR.
3.2.2. Gangguan pada PLTU Jeneponto
Gambar 8 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1
unit dan 2 unit PLTU Jeneponto
Hasil simulasi gangguan pada 1 dan 2 unit
PLTU Jeneponto ditunjukkan pada Gambar 8.
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :
1. gangguan pada 1 unit PLTU Jeneponto
mengakibatkan UFR tahap 1
2. gangguan pada 2 unit PLTU Jeneponto
mengakibatkan UFR tahap 5
3.2.3. Gangguan pada PLTGU Sengkang
Gambar 9 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada
PLTGU Sengkang Blok I
Hasil simulasi gangguan pada Blok-1
PLTGU Sengkang ditunjukkan pada Gambar 9.
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa gangguan pada blok I PLTGU Sengkang
mengakibatkan UFR Tahap 3.
3.2.4. Gangguan pada 2 Unit PLTA Poso dan 2
Unit PLTA Bakaru
Gambar 10 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1
unit PLTA Bakaru dan 3 unit PLTA Poso (PLTD
Dilepas pada Frekuensi 52 Hz)
Hasil simulasi gangguan pada 1 unit PLTA Bakaru
dan 3 unit PLTA Poso ditunjukkan pada Gambar 10.
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :
1. Terjadi islanding, dan island Sengkang serta Barru
berhasil bertahan.
a. Island Sengkang mencapai frekuensi overshoot 50.0 Hz
b. Island Barru mengalami drop frekuensi hingga
48.0 Hz serta overshoot hingga 51.345 Hz.
2. Island Poso dan Island Bakaru collapse, karena
gangguan disimulasikan berasal dari kedua island
tersebut
3. Island Makassar juga tidak berhasil bertahan. Hal
ini disebabkan frekuensi melambung terlalu tinggi
(> 52 Hz). Untuk mengatasi hal ini semua PLTD
yang masih dioperasikan di Makassar diset untuk
lepas dari sistem pada frekuensi 51 Hz. Hasil
simulasi ditunjukkan pada Gambar 11.
5
Gambar 11 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1
unit PLTA Bakaru dan 3 unit PLTA Poso (PLTD
Dilepas pada Frekuensi 51 Hz)
3.3. Simulasi Beban Rendah Musim Basah
3.3.1. Gangguan pada PLTA Bakaru
Gambar 12 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1
unit dan 2 unit PLTA Bakaru
Hasil simulasi gangguan pada 1 unit dan 2 unit
PLTA Bakaru ditunjukkan pada Gambar 12.
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :
1. Gangguan pada 1 unit PLTA Bakaru tidak
mengakibatkan UFR.
2. Gangguan pada 2 unit PLTA Bakaru
mengakibatkan UFR Tahap 2
3.3.2. Gangguan pada PLTU Jeneponto
Gambar 13 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1
unit dan 2 unit PLTU Jeneponto
Hasil simulasi gangguan pada 1 dan 2 unit
PLTU Jeneponto ditunjukkan pada Gambar 13.
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :
1. Gangguan pada 1 unit PLTU Jeneponto tidak
mengakibatkan UFR
2. Gangguan pada 2 unit PLTU Jeneponto
mengakibatkan UFR tahap 3
3.3.3. Gangguan pada PLTGU Sengkang
Gambar 14 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada
PLTGU Sengkang Blok I
Hasil simulasi gangguan pada Blok-1
PLTGU Sengkang ditunjukkan pada Gambar 14.
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa
gangguan pada blok I PLTGU Sengkang
mengakibatkan UFR Tahap 3.
3.3.4. Gangguan pada 2 Unit PLTA Poso dan 2
Unit PLTA Bakaru
Gambar 15 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 2
unit PLTA Bakaru dan 2 unit PLTA Poso (Droop
PLTU Jeneponto 5%)
Hasil simulasi gangguan pada 2 unit PLTA Bakaru
dan 2 unit PLTA Poso ditunjukkan pada Gambar 10.
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :
1. Terjadi islanding, dan island Sengkang serta
Barru berhasil bertahan.
a. Island Sengkang mencapai frekuensi
overshoot 50.937 Hz
b. Island Barru mencapai frekuensi overshoot
hingga 50.90 Hz
2. Island Poso dan Island Bakaru collapse, karena
gangguan disimulasikan berasal dari kedua
island tersebut 3. Island Makassar juga tidak berhasil bertahan.
Frekuensi di island Makassar cenderung
berosilasi. Hal ini mengindikasikan bahwa
6
damping torque di Island Makassar untuk
skenario ini masih kurang besar. Untuk
mengatasi hal ini, droop pada PLTU Jeneponto
kemudian diset pada 7%. Hasil Simulasi
ditunjukkan pada Gambar 16.
Gambar 16 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 2
unit PLTA Bakaru dan 2 unit PLTA Poso (Droop
PLTU Jeneponto 7%)
3.4. Simulasi Beban Rendah Musim Kering
3.4.1. Gangguan pada PLTA Bakaru
Gambar 17 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1
unit PLTA Bakaru
Hasil simulasi gangguan pada 1 unit PLTA
Bakaru ditunjukkan pada Gambar 17. Berdasarkan
simulasi tersebut dapat dilihat bahwa gangguan pada
1 unit PLTA Bakaru tidak mengakibatkan UFR.
3.4.2. Gangguan pada PLTU Jeneponto
Gambar 18 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1
unit dan 2 unit PLTU Jeneponto
Hasil simulasi gangguan pada 1 dan 2 unit PLTU
Jeneponto ditunjukkan pada Gambar 18. Berdasarkan
simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :
1. Gangguan pada 1 unit PLTU Jeneponto tidak
mengakibatkan UFR
2. Gangguan pada 2 unit PLTU Jeneponto
mengakibatkan UFR tahap 4
3.4.3. Gangguan pada PLTGU Sengkang
Gambar 19 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada
PLTGU Sengkang Blok I
Hasil simulasi gangguan pada Blok-1
PLTGU Sengkang ditunjukkan pada Gambar 19.
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa
gangguan pada blok I PLTGU Sengkang
mengakibatkan UFR Tahap 5.
3.4.4. Gangguan pada 2 Unit PLTA Poso dan 2
Unit PLTA Bakaru
Gambar 20 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 1
unit PLTA Bakaru dan 3 unit PLTA Poso (Droop
PLTU Jeneponto 5%)
Hasil simulasi gangguan pada 1 unit PLTA Bakaru
dan 3 unit PLTA Poso ditunjukkan pada Gambar 20.
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dilihat bahwa :
1. Terjadi islanding, dan island Sengkang serta
Barru berhasil bertahan. a. Island Sengkang mencapai frekuensi
overshoot 50.624 Hz
b. Island Barru mencapai frekuensi overshoot
hingga 51.168 Hz
2. Island Poso dan Island Bakaru collapse, karena
gangguan disimulasikan berasal dari kedua
island tersebut
3. Island Makassar juga tidak berhasil bertahan.
Frekuensi di island Makassar cenderung
berosilasi. Hal ini mengindikasi-kan bahwa
damping torque di Island Makassar untuk
skenario ini masih kurang besar. Untuk mengatasi hal ini, droop pada PLTU Jeneponto
7
kemudian diset pada 7% dan 6%. Hasil Simulasi
ini masing-masing ditunjukkan pada Gambar 21
dan Gambar 22.
Gambar 21 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 2
unit PLTA Bakaru dan 2 unit PLTA Poso (Droop
PLTU Jeneponto 7%)
Gambar 22 : Kurva frekuensi pada saat terjadi gangguan pada 2
unit PLTA Bakaru dan 2 unit PLTA Poso (Droop
PLTU Jeneponto 6%)
4. Kesimpulan.
1. Secara umum, beroperasinya pembangkit-
pembangkit baru di sistem Sulsel akan
memperbaiki stabilitas dan robustness sistem
Sulsel.
2. Meskipun demikian, diperlukan perubahan pola load shedding dan islanding pada
sistem Sulsel untuk memperkuat defense
scheme sistem Sulsel. Dengan perubahan ini,
diharapkan jika sampai terjadi island
operation yang disebabkan oleh gangguan
besar di sistem Sulsal, pembangkit-
pembangkit di Sistem Sulsel dapat sukses
beroperasi secara island karena terpenuhinya
capacity balance pembangkit serta adanya
timing load shedding dan islanding yang
tepat.
3. Agar operasi island pembangkit dapat
berhasil, maka semua pembangkit harus
dipastikan mampu beroperasi sesuai dengan
aturan jaringan, yaitu bahwa semua
pembangkit harus tetap terhubung ke
jaringan pada rentang frekuensi 47,5 – 52,0
Hz. Selain itu, ada beberapa hal khusus
sebagai berikut yang perlu
diimplementasikan untuk memperkuat stabilitas pasokan daya di island Makassar :
a. Semua PLTD di Island Makassar perlu
dilepas dari jaringan pada frekuensi 51,0
Hz
b. Droop PLTU Jeneponto perlu di-set lebih
besar dari 5% (Direkomendasikan 6%)
5. Referensi
[1] Kundur, Prabha S., Power System
Stability and Control, McGraw-Hill, inc,
1993.
[2] Stevenson, William D., and Grainger, John J., Power System Analysis,
McGraw-Hill, inc, 1994.
[3] Anderson, P.M, Fouad A.A, Power
System Control and Stability, IEEE
Press,2003.
[4] Andersson, PM, Power System
Protection, IEEE Press,1999.
Susunan Tim Kajian Stabilitas Sistem Sulselbar
1. Sudibyo - PLN Pusat DIVTRSIT
2. Nanang Hariyanto - STEI ITB 3. Rizky Rahmani - STEI ITB
4. M. Chaliq Fadli - PLN Wilayah KSKT
5. Ishak Burhani N - PLN Pusat DIVSIS
6. Sanggam Robaga - PLN Pusat DIVTRSIT
7. Ronald Hutahean - PLN AP2B Sulselrabar
8. Mudakir - PLN AP2B Sulselrabar
9. Yudha V - PLN AP2B Sulselrabar
10. Agus Riyadi - PLN AP2B Sulselrabar
11. Devi Hendriyono - PLN Puslitbang
12. Didik F Dakhlan - PLN Puslitbang
13. A.S Habibie - PLN Puslitbang 14. Muchtar Djafar - PLN Wil. Sulutenggo