1. pendahuluan kayu kamper

Upload: endwar-saragih-forstety

Post on 28-Mar-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pendahuluan Kayu Kamper

TRANSCRIPT

BAB 11.1Pendahuluan Kayu Kamper Peningkatan kebutuhan kayu sebagai bahan konstruksi menuntut upaya efisiensi dan optimalisasi, mengingat keterbatasan alam dalam menyediakan bahan baku. Dewasa ini pasokan kayu dari hutan alam sudah semakin menurun baik kualitas maupun kuantitasnya, sehingga cenderung dikembangkan pemanfaatan kayu berkualitas rendah yang disertai dengan efisiensi pemanfaatan kayu berkualitas tinggi. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa harus ada metode yang tepat untuk mengefisienkan dan mengoptimalkan penggunaan kayu, khususnya dalam aplikasi struktur bangunan, tanpa mengabaikan syarat-syarat konstruksi yang harus dipenuhi. Untuk itu sangat diperlukan data mengenai karakteristik kayu, terutama sifat mekaniknya sehingga dapat ditentukan dimana konstruksi kayu dapat diposisikan dan dalam bentuk apa. Dalam penelitian ini yang terutama ingin diperoleh adalah besaran-besaran mekanik kayu, yang dibatasi khusus pada jenis kayu kamper. Besaran-besaran itu akan menjadi dasar perhitungan struktur bangunan kayu, terutama untuk elemen tekan, tarik dan lentur. Besaran mekanik ini juga dapat dipakai sebagai data untuk mengklasifikasikan kayu kamper dalam kelompok kayu struktural atau non struktural.

1.2.Sejarah Pohon Kamper :Sebatang pobon tumbuh menjulang di tengah kebun karet. Lingkar batangnya tak terjangkau pelukan tangan orang dewasa, menandakan umurnya yang tak muda. Bekas sayatan pada akar menghasilkan getah berwarna putih berbau harum. Daunnya yang kecil lonjong pun mengeluarkan aroma wangi.Inilah pohon kapur itu, kata Jahiruddin Pasaribu, Kepala Desa Aek Dakka, Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Pohon kapur (Dryobalanops aromatic) dengan kulit berwarna merah kehitaman merupakan tanaman langka yang pernah memasyhurkan Pulau Suamtera sejak ribuan tahun silam.Penelitian Claude Guillot dalam buku Barus Seribu Tahun yang Lalu (2008) menyebutkan, catatan tentang kamper yang tertua berasal dari awal abad ke-4 Masehi. Catatan ini terdapat dalam kumpulan dokumen yang disebut Surat-surat Lama yang ditemukan di Dunhuang (China) dan ditulis pedagang Sogdian yang menelusuri jalur sutra dengan istilah berdasarkan pada ejaan China, kprwh.Istilah kamper, menurut Guillot, juga dimuat dalam kronik Dinasti Liang, China (502 557). Sumber ini menarik sekali karena kamper dinamakan kamper Po-lu, satu nama tempat yang biasa disamakan dengan Barus, tulis Guillot.Catatan pertama mengenai kamper di dunia Barat terdapat dalam karya Actius dari Amida (502 578 M), dokter Yunani yang tinggal di Mesopotamia. Juga dilaporkan, tahun 638 ketika pasukan Arab merebut Istana Chosroes II di Madan, tepi Sungai Tigris, ditemukan sejumlah tempayan berisi kamper yang pada mulanya dikira garam.Pada abad ke-9, ahli kimia dari Arab, Al-Kindi, menulis tentang manfaat dan pembuatan kapur barus dalamKitab Kimiya al-Itr. Catatan ini semakin menguatkan popularitas kapur barus.Hingga era kolonial, kapur barus masih menjadi komoditas menarik. Seperti disebut William Marsden, pegawai pemerintah kolonial Inggris di Bengkulu, dalam bukunya,History of Sumatera(1783), kapur barus memiliki peran penting dalam perdagangan di Sumatera.Menurut catatan Marsden, harga kapur barus saat itu sekitar 6 dollar Spanyol per pon (0,5 kg). Harga ini sama dengan harga emas di Sumatera saat itu. Di pasaran China, harga kapur barus lebih mahal, 9-12 dollar Spanyol per pon.Marsden menyebutkan, perdagangan kapur barus saat itu dimonopoli orang-orang Aceh yang bermukim di Singkel (Singkil). Mereka (orang Aceh) menjual kepada orang Batak, selanjutnya dibeli orang China dan Eropa, tulis Marsden.Tingginya harga kapur barus saat itu karena banyak permintaan. Kapur barus adalah obat berkhasiat yang membuat Sumatera dan Kalimantan termasyhur di kalangan tabib Arab, ujar Marsden.Selain tingginya permintaan, menurut Marsden, mahalnya harga juga disebabkan kesulitan mendapatkan kapur barus. Marsden menyebutkan, pohon kapur atau kamper memang banyak ditemukan di bagian utara Pulau Sumatera, terutama di hutan-hutan dekat pesisir. Namun, tak semua pohon bisa menghasilkan kapur barus.Setiap rombongan pencari kapur barus biasanya ditemani seorang ahli sihir yang dapat menentukan mana pohon (kamper) yang ada kapur barusnya, sebut Marsden. Sering orang-orang pencari kapur barus itu menjelajahi hutan selama 2-3 bulan tidak mendapatkan hasil memuaskan.Pohon yang telah ditebang, menurut Marsden, akan dikelompokkan dalam gelondongan-gelondongan kecil. Jika gelondongan itu mengandung kapur barus, minyak kapur barus mentah tinggal diambil dari bagian tengah kayu tersebut. Kapur barus berbentuk Kristal besar dan hampir transparan disebut kepala, yang lebih kecil dengan potongan yang bersih disebut perut, dan potongan kecil yang digerus dari kayunya langsung disebut kaki. Penamaan ini dibuat sesuai khasiatnya untuk obat.Marsden juga menyebutkan, selain kapur yang diambil dari bentuk Kristal, pohon kapur juga akan mengeluarkan cairan minyak saat ditebang. Setelah dipanaskan di terik matahari selama seminggu, akan terlihat seperti kapur barus asli. Tetapi, ini jenis kapur barus paling jelek, tulis Marsden.Mac Donald dalam makalahHasil-hasil Alamiah Sumaterayang dimuat dalam Asiatic Volume VI, tahun 1795, menyebutkan, ada atau tidaknya Kristal kapur dalam pohon kapur bergantung pada usianya. Semakin tua pohon kapur, minyak di dalam pohon akan mengeras sehingga membentuk kapur yang lebih banyak.

1.3.Definisi Kayu KamperDi Indonesia, kayu kamper telah lama menjadi alternatif bahan bangunan yang harganya lebih terjangkau. Meskipun tidak setahan lama kayu jati dan sekuat bangkirai, kamper memiliki serat kayu yang halus dan indah sehingga sering menjadi pilihan bahan membuat pintu panil dan jendela. Karena tidak segetas bangkirai, retak rambut jarang ditemui. Karena tidak sekeras bangkirai, kecenderungan berubah bentuk juga besar, sehingga, tidak disarankan untuk pintu dan jendela dengan desain terlalu lebar dan tinggi. Termasuk kayu dengan Kelas Awet II, III dan Kelas Kuat II, I. Pohon kamper banyak ditemui di hutan hujan tropis di kalimantan. Samarinda adalah daerah yang terkenal menghasilkan kamper dengan serat lebih halus dibandingkan daerah lain di Kalimantan. Ciri ciri yang lain adalah : tidak terlalu awet dan kuat serat halus dan indah, tidak tahan air tidak mempunyai lingkaran tahun mudah dikerjakan

1.4. Taksonomi Kayu KamperKayu kamper (Dryopbalanops sp) terdiri dari lima spesies seperti pada Tabel 2. (Martawijaya dan Kartasujana, 1977) dengan berat jenis dapat ditentukan berdasarkan ketentuan dalam Tabel 3 (RSNI 2002). Kayu kamper digolongkan dalam kayu dengan kelas kuat II III serta kelas awet II III dengan berat jenis 0,62 - 0,91tergantung spesiesnya (PKKI NI-5 1961).Secara visual terlihat arah serat kayu terpadudengan bau kamper yang tajam dan dapatdibedakan atau digolongkan menurut tekstur danwarna (Martawijaya dan Kartasurjana, 1977). Merah coklat atau merah kelabu untuk D.aromatica. Untuk D. lanceolata dan D. Oocarpaberwarna lebih muda dengan kayu gubal berwarnahampir putih sampai coklat kuning muda. Teksturagak kasar dan merata, permukaan kayu licin danmengkilap dengan bau kamper yang sangatmencolok pada D aromatica. Untuk jenis D.aromatica memiliki berat jenis 0,69; pH 4,10; dankadungan ekstraktif ,98%.Dalam hal ini kandungan ekstraktif menjadi satuhal yang perlu ditinjau, karena secara kimiawi akanmempengaruhi properties kayu dan cukupmenentukan tingkat keawetan dan kemudahanpengerjaannya (Moredo dan Sakuna, 1993).Berat jenis kayu merupakan besaran yangsangat penting sebagai parameter karakteristiksuatu jenis kayu. Dengan berat jenis dapatdiprediksi besaran-besaran fisik dan mekanik kayuyang lainnya (RSNI, 2002). Dalam hal ini terdapathubungan yang linier antara berat jenis dengankekuatan kayu, dalam arti makin tinggi berat jeniskayu, maka makin tinggi kelas kekuatannya.Penggolongan Kayu KamperSpesiesBerat JenisKelas AwetKelas Kuat

D.aromatica0.81II-IIIII-I

D.fusca0.84II-IIIII

D.lanceolata0.74IIIII-I

D.oocarpa0.59IVIII-II

D.rappa0.82I-IIIII

1.5.EKOLOGI KAYU KAMPER : Kayu juga memberikan pengaruh kepada sumber alam yang lain. Pengaruh ini melalui tiga faktor lingkungan yang saling berhubungan, yaitu iklim, tanah, dan pengadaan air bagi berbagai wilayah, misalnya, wilayah pertanian. Pertanyaan yang menarik menyangkut hubungan sebab- akibat antara iklim dan Kayu. Mengapa pertumbuhan pohon di wilayah yang kekurangan hujan sangat kecil?Apakah curah hujan yang kurang, yang menimbulkan kecilnya pertumbuhan pohon itu? Ataukah sebaliknya Dari perbandingan keadaan hutan yang sudah ditebang dengan masih utuh dapat disimpulkan, bahwa hutan memang mempunyai pengaruh terhadap keadaan iklim setempat (iklim mikro). Pada hutan yang sudah ditebang curah hujan memang kurang. Ada kesimpulkan keterangan mengenai pengaruh hutan dan belukar terhadap iklim mikro itu sebagai berikut. Pohon-pohon mampu mengurangi kecepatan angin, sehingga akibatnya mengurangi penguapan air (evaporasi) dari tumbuhan yang terlindung olehnya. Kalau tumbuhan itu tanaman pertanian, maka jelas tanaman ini akan memiliki lebih banyak persediaan air, karena penguapannya kurang, sehingga daya tumbuhnya baik. Tentu saja pengaruh hutan terhadap tanaman pertanian ini berlainan antara satu jenis tanaman dengan yang lain; juga berlainan menurut berbagai keadaan dan situasi. Sungguhpun demikian, secara kasar dapat diperkirakan, bahwa hasil panen dapat naik sampai 15% dengan adanya jalur-hijau (pohon-pohonan), meskipun dengan perhitungan, bahwa daerah jalur hijau itu sebetulnya masih dapat digunakan untuk tempat bercocok tanam.

Hutan juga memberikan pengaruh melunakkan iklim. Penebangan hutan menimbulkan amplitude variasi iklim yang lebih besar dari panas ke dingin, dan dari basah ke kering, sehingga menyebabkan daerah itu kurang cocok untuk pertumbuhan tanaman. Pepohonan hutan juga mempengaruhi struktur tanah dan erosi; jadi, mempunyai pengaruh terhadap pengadaan air di lereng gunung. Ada soerang ahli mengemukakan, bahwa sampah pohon - pohonan dalam hutan mencegah rintikan air hujan untuk langsung jatuh ke permukaan tanah dengan tekanan yang keras. Tanpa sampah, tanah itu akan terpadatkan oleh air hujan, sehingga kurang daya serapnya.

Jadi, kalau hutan di lereng gunung habis ditebang, air hujan akan mengalir deras, membawa partikel tanah permukaan, yang kemudian bercampur menjadi lumpur. Peristiwa ini sekaligus menutup pula pori tanah di permukaan, sehingga pada hujan berikutnya, lebih banyak lagi air yang mengalir di sepanjang lereng, karena makin kurangnya daya serap tanah. Kurangnya kapasitas daya serap air daripada tanah itulah yang dapat mengubah tanah di lereng gunung menjadi daerah yang gersang dan kerdil. Keadaan bisa semakin parah, kalau air yang mengalir dari lereng gunung tanpa rintangan, lalu menimbulkan banjir. Banjir mempunyai daya kekuatan yang besar untuk menghanyutkan lapisan humus pada permukaan tanah pertanian. Ini berarti menghanyutkan bagian terpenting daripada komponen tanah yang menjamin produktivitas biologi tanah pertanian tersebut. Jadi, singkatnya, hutan sangat penting bagi pertanian, karena: dapat memelihara keutuhan tanah supaya tetap produktif; dapat melunakkan aliran curah hujan ke daerah pertanian; dapat mengurangi kecepatan angin, daya penguapan, perubahan suhu, dan perubahan kelembaban udara relatif.

Dari uraian di atas nampaklah, bahwa penebangan hutan menciptakan suatu lingkaran setan. Makin banyak pepohonan ditebang, makin besar perubahan ekstrim faktor iklim mikro, sehingga makin sukar bagi sisa vegetasi untuk hidup.

Memang mudah difahami, bahwa vegetasi dengan keadaan iklim mikro membentuk suatu lingkaran yang saling mengumpan balik: vegetasi mempengaruhi iklim, dan sebaliknya iklim mempengaruhi vegetasi. Satu kali vegetasi itu dimusnahkan, perubahan iklim setempatpun diciptakan. Untuk mengembalikannya kepada keadaan vegetasi semula, atau bahkan kepada keadaan vegetasi apapun yang lain, akan menelan biaya terlalu tinggi. Jadi, untuk mempertahankan daerah itu tetap subur dan bermanfaat bagi manusia, tak ada jalan kecuali mengubahnya menjadi daerah pertanian yang memerlukan modal energy banyak. Hal ini jelas mendukung kebenaran asas 13, yang menyatakan pula, bahwa mengurangi keanekaragaman tumbuhan tidak saja mengurangi kemantapan komunitas, tetapi juga mengurangi kemantapan factor lingkungan fisiknya.

1.6.Etimologi Kayu KamperAda beberapa kayu Kalimantan yang sudah melekat di hati masyarakat jawa kususnya kayu yang di pergunakan untuk bangunan rumahKayu-kayu ini di pasarkan di pulau jawa sejak tahun 70 an yang mana saat itu awal mulainya masyarakat membangun baik membangun rumah atau apa saja di samping pemerintah sendiri yang mempunyai program membangun baik membangun jangka pendek ataupun jangka panjang maka bahan bangunan kayu ini sangat di butuhkan oleh banyak orangMula-mula kayu-kayu ini di jual di pulau jawa di datang kan dan di jual sendiri oleh orang-orang Kalimantan dengan cara mendirikan atau membuka galangan kayu yang pungsinya untuk memasarkan kayu-kayu tersebut hingga sampai sekarang maka tidak jarang orang jawa sudah banyak yang mengenal dari masing-masing jenis dan kuwalitasnya awalnya kayu Kalimantan yang di bawa ke pulau jawa antara lain:

1-kayu kamper2-kayu meranti3-kayu keruwing4-kayu balao/merbauSedangkan kayu-kayu di atas di pasarkan di pulau jawa dalam bentuk balok (jadiartinya balokan-balokan tersebut sudah di bentuk dalam ukuran yang sangat pas edial dan sangat meliputi semua ukuran teruma untuk kontroksi kayu rumah.Sehingga konsumen tidak perlu repot-repot sebab semua ukuran yang di butuhkan baik ukuran ataupun kuwalitas jenis kayu semua tersedia.Di samping haganya yang terjangkau kayu-kayu tersebut sangat mudah di dapat baik di desa atau pun di kota. Hal-hal di atas adalah hasil dari pada ke gigihan dan ketelatenan orang-orang kaliman untuk memper kenalkan dan memasarkan kayu-kayunya sebab di saat tahun 70 an itulah orang-orang jawa masih belum begitu manyak yang membangun rumahnya tidak seperti sekarang.