1. kritis

Upload: alwan-zaenuri

Post on 02-Mar-2016

92 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Pada tahun-tahun belakang ini terlihat adanya kebutuhan organisasi jasa ntuk memperbaiki cara berhubungan dengan pelanggan (Cook, 2002). Rumah sakit sebagai organisasi yang bergerak dibidang jasa pelayanan dimana salah satu tujuannya adalah terciptanya kepuasan pelanggan. Untuk memenuhi tujuannya tersebut salah satunya dengan melakukan pengembangan sumber daya manusia melalui pemetaan tenaga kerja khusunya tenaga kerja perawat. Menurut DepKes (2000) mengatakan bahwa pengembangan tenaga kesehatan pada hakekatnya adalah proses pengembangan yang bersifat multidisiplin dan lintas sektor serta program untuk memeratakan dan meningkatkan mutu tenaga kesehatan melalui upaya penyusunan dan rencana, pedayagunaan, serta pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan.Globalisasi memberikan dampak positif bagi setiap profesi kesehatan untuk selalu berupaya meningkatkan kinerja profesionalnya dalam berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini sejalan dengan perkembangan pesat dalam teknologi kesehatan, perubahan sosial ekonomi, peningkatan konsumen terdidik dan peningkatan kesadaran klien akan haknya. Faktor tersebut membawa dampak bagi meningkatnya tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan. Masyarakat mampu memilih jenis dan kualitas pelayanan yang diinginkan.Tenaga profesional kesehatan termasuk didalamnya tenaga keperawatan dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pelayanan kesehatan yang berkualitas hanya dapat diwujudkan dengan pemberian layanan kesehatan yang profesional, demikian juga dengan pemberian asuhan keperawatan harus dilaksanakan dengan praktik keperawatan yang profesionalSemakin tingginya kepedulian masyarakat akan kesehatan telah membuat masyarakat berpikir secara kritis terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya, baik pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter maupun perawat. Kesadaran masyarakat tentang kesehatan tersebut akhirnya menimbulkan berbagai macam tuntutan antara lain pelayanan keperawatan yang berkualitas dan memberikan kepuasan kepada klien. Perawat yang berkerja di unit perawatan intensif tentunya akan berhadapan dengan masalah kesehatan yang sangat kompleks baik dari penyakit klien sendiri maupun teknologi yang tersedia di unit tersebut, bahkan harus bermitra dengan dokter yang memiliki kemampuan pengetahuan yang lebih tinggi. Untuk itu sangat diperlukan keterampilan dan kemampuan yang tinggi dalam menangani klien kritis bagi perawat tersebut. Pada era globalisasi tingkat pengetahuan dan perubahan tata nilai yang berlaku di masyarakat menyebabkan meningkatnya tuntutan terhadap tenaga kesehatan, hal ini berdampak pada meningkatnya berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh rumah sakit sebab rumah sakit sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan rawat jalan dan rawat inap yang hidup dalam lingkungan dinamis dan komprehensif. Pengelolaan rumah sakit harus dikelola dengan manajemen tata kelola yang komprehensif yang harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang muncul akibat perubahan - perubahan tersebut. Oleh karena itu rumah sakit harus mengembangkan diri baik sarana fisik maupun kemampuan sumber daya manusia sehingga mampu memberikan pelayanan keperawatan secara profesional dan bermutu.Pelayanan keperawatan profesional merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan, untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari secara mandiri. Kegiatan dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama (Primary Health Care) sesuai wewenang, tanggung jawab dan etika profesi keperawatan.Kontribusi pelayanan keperawatan terhadap pelayanan kesehatan, yang dilaksanakan di sarana kesehatan sangat tergantung pada manajemen pelayanan keperawatan. Manajemen pelayanan keperawatan merupakan suatu proses perubahan atau tranformasi dari sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan melalui pelaksanaan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengarahan, evaluasi, dan pengendalian mutu keperawatan.Tata kelola manajemen keperawatan adalah suatu proses kerja yang dilakukan oleh anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Dalam hal ini seorang manajer keperawatan dituntut untuk melakukan suatu proses yang meliputi lima fungsi utama yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan, pengarahan dan kontrol agar dapat memberikan asuhan keperawatan seefektif dan seefisien mungkin bagi klien dan keluarganya (Nursalam, 2002). Proses manajemen keperawatan dilaksanakan melalui tahap-tahap yaitu pengkajian (kajian situasional), perencanaan (strategi dan operasional), implementasi dan evaluasi.Manajemen keperawatan di rumah sakit terdiri dari manajemen asuhan dan manajemen unit. Manajemen asuhan sangat penting diterapkan pada seluruh tatanan praktik keperawatan. Perawat secara tepat harus dapat mengkaji, mengidentifikasi, merencanakan dan melakukan proses keperawatan sesuai dengan karakterisrtik klien dan permasalahannya. Dalam prosesnya manajemen asuhan harus dilaksanakan sesuai dengan SOP dan standar asuhan yang berlaku sehingga perawat dapat memberitahukan pelayanan keperawatan secara aman dan berkualitas.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengendalian Infeksi di ICU1.1.1 TerminologiInfeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi mikro organisme pathogen, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Mikro organisme, adalah agen penyebab infeksi berupa bakteri, virus, jamur, ricketsia, dan parasit.Infeksi Nosokomial, yaitu infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3x24 jam sesudah masuk kuman.1.1.2 PatogenesisInteraksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, dll), agen (mikroorganisme pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan, dll) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.

Pejamu

Lingkungan

Agen

Untuk bakteri, virus, dan agen infeksi lainya agar bertahan hidup dan menyebabkan penyakit tergantung dari factor-faktor kondisi tertentu harus ada:

AGEN

PEJAMU YANGRENTANWADUK

Tempat hidup agenOrang yang dapat terinfeksi

TEMPAT KELUARAgen memasuki pejamu

TEMPATMASUK

Agen meninggalkan pejamu

CARAPENGELUARAN

Bagaimana agen berpindah dari tempat lain

Sebagaimana tampak pada gambar ini, suatu penyakit memerlukan keadaan tertentu untuk dapat menyebar ke orang lain:1. Harus ada agen2. Harus ada waduk / pejamu : manusia, binatang, tumbuhan-tumbuhan, tanah, udara, dan air.3. Harus ada lingkungan yang cocok di luar pejamu untuk dapat hidup.4. Harus ada orang untuk dapat terjangkit. Untuk dapat terjangkit penyakit infeksi harus rentan terhadap penyakit itu.5. Agen harus punya jalan untuk dapat berpindah dari pejamunya untuk menulasi pejamu berikutnya, terutama melalui: udara, darah atau cairan tubuh, kontak, fektal-oral, makanan, binatang atau serangga.Mikroorganisme menjadi penyebab infeksi nosokomial tergantung dari factor dalam agen:1. Kemampuan menempel pada permukaan sel pejamu2. Dosis yang tidak efektif3. Kemampuan untuk invasi dan reproduksi4. Kemampuan memproduksi toksin5. Kemampuan menekan system imun pejamuSedangkan factor dalam pejamu yang mempengaruhi timbulnya infeksi nosokomial adalah:1. Usia2. Penyakit dasar3. System imun dan factor lingkungan:4. Factor fisik : suhu, kelembaban, lokasi (ICU, ruang rawat jangka panjang, sarana air).5. Factor biologik : serangga perantara6. Factor social : status ekonomi, perilaku, makanan dan cara penyajian.1.1.3 Sumber InfeksiSumber infeksi nosokomial dapat dibagi dalam 4 bagian:1. Petugas rumah sakit (perilaku)a. Kurang memahami cara penularan penyakitb. Kurang memperhatikan kebersihanc. Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptic dan antisepticd. Menderita penyakit tertentue. Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan 2. Alat yang dipakaia. Kotorb. Rusakc. Penyimpanan kurang baikd. Dipakai berulang-ulange. Kadaluarsa3. Pasiena. Kondisi yang sangat lemahb. Kebersihan kurangc. Menderita penyakit kronisd. Menderita penyakit menular4. Lingkungana. Tidak ada sinar matahari / penerangan yang masukb. Ventilasi udara kurang baikc. Ruangan lembabd. Banyak serangga.1.1.4 Transmisi MikroorganismeTransmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi dengan berbagai cara, bias lebih dari satu cara. Ada lima cara terjadinya trasmisi mikroorganisme yaitu: contact, droplet, airbone, common vehicle, dan vertorborne.1. Contact transmissionContact transmission adalah yang paling sering pada infeksi nosokomial, dibagi dalam dua grup; direct contact, dan indirect contact.2. Direct contact (kontak langsung)Transmisi mikroorganisme langsung permukaan tubuh ke permukaan tubuh, seperti saat memandikan, membalikkan pasien, kegiatan asuhan keperawatan yang menyentuh permukaan tubuh pasien, dapat juga terjadi di antara dua pasien.3. Indirect contact (kontak tidak langsung)Kontak dengan kondisi orang yang lemah melalui peralatan yang terkontaminasi, seperti peralatan instrument yang terkontaminasi : jarum, alat dressing, tangan yang terkontaminasi tidak dicuci, dan sarung tangan tidak diganti di antara pasien.4. Droplet transmission (Percikan)Secara teoritikal merupakan bentuk kontak transmisi, namun mekanisme transfer mikroorganisme pathogen ke pejamu agak ada jarak dari transmisi kontak. Mempunyai partikel sama atau lebih besar dari 5 mikron. Droplet transmisi dapat terjadi ketika batuk, bersin, beribicara, dan saat melakukan tindakan khusus, seperti saat melakukan pengisapan lendir, dan tidakan broschoskopi. Transmisi terjadi ketika droplet berisi mikroorganisme yang berasal dari orang terinfeksi dalam jarak dekat melalui udara menetap / tinggal pada konjunctiva, mukosa, hidung, dan mulut yang terkena. Karena droplet tidak meninggalkan sisa di udara, maka penangan khusus udara dan ventilasi tidak diperlukan untuk mencegah droplet transmisi.5. Airbone transimisi (melalui udara)Transimisi melalui udara yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen, memiliki partikel kurang atau sama dengan 5 mikron. Transmisi terjadi ketika menghirup udara yang mengandung mikroorganisme pathogen. Mikroorganisme dapat tinggal di udara beberapa waktu sehingga penanganan khusus udara dan ventilasi perlu dilakukan. Mikroorganisme yang ditransmisi melalui udara adalah mycrobacterium tubercolusis, rubeola, dan varicella virus.6. Common Vehicle TransmissionTransmisi mikroorganisme melalui makanan, minuman, alat kesehatan, dan peralatan lain yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen.7. Vectorborne transmissionTransmisi mikroorganisme melalui vector seperti nyamuk, lalat, tikus, serangga lainya.1.1.5 Upaya Pengendalian Infeksi NosokomialPengendalian infeksi nosokomial merupakana kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan denga tujuan untuk menurunkan kejadian infeksi nosokomial.Pengendalian infeksi sudah dilakukan sejak lama di AS sedangkan di Indonesia baru mulai dilakukan pada tahun 1980an dan dianggap sebagai salah satu managemen resiko dan kendali mutu pelayanan rumah sakit.Upaya pengendalian / pemberantasan infeksi nosokomial terutama ditujukan pada penurunan laju infeksi (VAP, ISK, decubitus, MRSA, dll). Untuk itu perlu disusun pedoman standar / kebijakan pengendalian infeksi nosokomial, meliputi: 1. Penerapan standar precaution (cuci tangan dan penggunaan alat pelindung)2. Isolasi precaution3. Antiseptik dan aseptic4. Desinfeksi dan sterilisasi5. Edukasi6. Antibiotik7. SurveliansTujuan pengendalian infeksi nosokomial ini terutama :1. Melindungi pasien2. Melindungi tenaga kesehatan, pengunjung3. Mencapai cost effectiveDampak yang dapat dirasakan apabila terjadi infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:1. Bagi pasiena. LOS lebih panjangb. Cost / pembiayaan meningkatc. Penyakit lain yang mungkin lebih berbahaya daripada penyakit dasarnyad. GDR meningkat2. Bagi staff: medis dan non medisa. Beban kerja bertambahb. Terancam rasa aman dalam menjalankan tugas / pekerjaanc. Memungkinkan terjadi tuntutan malpraktek1.1.6 Pencegahan Infeksi NosokomialInfeksi nosokomial merupakan kontributror penting pada morbiditas dan mortalitas. Infeksi akan lebih penting sebagai masalah kesehatan masyarakat dengan dampat ekonomis dan manusiawi karena:1. Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk2. Semakin seringnya masalah dengan gangguan imunitas3. Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika (Ducci 1995).Infeksi nosokomial merupakan focus penting pencegahan infeksi di negara berkembang. Infeksi ini adalah penyebab utama penyakit dan kematian yang dapat dicegah, yang paling penting adalah:1. Infeksi aliran darah2. Peritonitis (CAPD)3. Hepatitis (HD)Pengelolaan benda-benda tajamBenda-benda tajam yang sering dijumpai adalah :1. Jarum suntik / jarum hipodermik2. Jarum jahitan3. Silet4. Pisau scapelMemerlukan penanganan khusus karena benda-benda tajam ini dapat menyebabkan luka bagi petugas kesehatan, dan juga masyarakat sekitar jika sampah dibuang di tempat sampah umum.EnkapsulasiEnkapsulasi dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-benda tajam, benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan antibocor. Sesudah penuh, bahan seperti semen, pasien, atau bubuk plastic dimasukkan dalam wadah sampai penuh. Sesudah bahan menjadi padat dan kering, wadah ditutup, disebarkan pada tanah rendah, ditimbun dan dapat dikuburkan. Bahan sisa kimia dapat dimasukkan bersama dengan benda-benda tajam. (WHO 1999).Pembuangan di daerah tindakanIngat:1. Untuk menghindari luka tertusuk jarum, jangan membengkokkan, mematahkan, atau menyarugkan jarum ketika akan membuang.2. Tempatkan container di tempat yang mudah dicapai, sehingga petugas kesehatan tidak perlu membawa-bawa benda tajam.Langkah-langkah:1. Jangan menyarungkan kembali penutup atau melepaskan jarum spuit2. Masukkan benda-benda tajam tersebut dalam wadah yang tahan tusukan misalnya kotak kardus tebal, botol plastic, atau kaleng berpenutup. Bukaan penutup harus cukup lebar untuk mudah memasukkan benda-benda tersebut, tatapi cukup kecil supaya sukar untuk dikeluarkan lagi. (botol cairan infuse intravena dapat digunakan tetapi mudah pecah).3. Jika wadah sudah terisi , pindahkan dari area tindakan untuk dibuang.4. Waktu membuang benda-benda tajam:a. Pakailah sarung tangan rumah tangga yang tebalb. Jika container sudah penuh, tutup/sumbat atau plaster dengan rapat. Pastikan tidak ada bagian benda tajam yang menonjol keluar wadah.c. Buanglah wadah benda tajam tersebut secara dibakar, enkasulasi, atau dikubur.d. Lepaskan sarung tangan (cuci setiap hari atau setiap kali terlihat kotor dan keringkan)e. Cuci tangan dan keringkan dengan kain atau handuk bersih atau alat pengering lainya.1.1.7 Isolasi1. Early Isolation PractiseIsolation precaution pertama kali dipublikasikan di AS pada tahun 1877, dimana pada waktu itu buku pegangan rumah sakit merekomendasikan penempatan pasien infeksi di fasilitas terpisah. Penempatan pasien penyakit infeksi pada fasilitas terpisah pada akhirnya menjadi dikenal sebagai rumah sakit penyakit infeksi. Walaupun demikian pasien penyakit infeksi dipisahkan dari pasien penyakit non infeksi, transmisi infeksi nosokomial berlangsung terus, sebab pasien penyakit infeksi tidak dipisahkan menurut jenis penyakit infeksinya.Selanjutnya petugas di rumah sakit penyakit infeksi mulai memikirkn masalah transmisi penyakit infeksi nosokomial, dengan menata menempatkan pasien penyakit infeksi yang sama jenisnya dan melakukan teknik aseptic pada prosedur tindakan pada tahun 1890 1900.Pada tahun 1910 praktek isolasi di AS diubah dengan memperkenalkan system kubikel, dimana pasien pada system kubikel ini pasien penyakit infeksi ditempatkan di ruang multiple bed. Pada system kubikel petugas rumah sakit memakai gaun terpisah dan mencuci tangan dengan larutan antiseptic setelah kontak dengan pasien dan melakukan desinfeksi peralatan yang terkontaminasi dengan pasien. Prosedur perawatan ini dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen kepada pasien lain dan petugas rumah sakit dan akhirnya prosedur ini dikenal sebagai barrier nursing.Dengan menggunakan isolasi system kubikel dan prosedur barrier nursing maka rumah sakit umum mulai mengambil alternative menempatkan beberapa pasien di rumah sakit penyakit infeksi.Sepanjang tahun 1950 di AS rumah sakit penyakit infeksi mulai tutup kecuali khusus untuk pasien infeksi tuberculosis. Pada pertengahan tahun 1960 rumah sakit penyakit infeksi tuberculosis juga mulai tutup, Karena pasien-pasien tuberculosis lebih menyukai rumah sakit umum dan rawat jalan. Akhirnya pada tahun 1960 pasien penyakit infeksi ditempatkan di rumah sakit umum dengan menempatkan di ruang isolasi satu kamar atau multiple-patient room.

2. CDC Isolation ManualPada tahun 1970 di Centers of Dissease Control (CDC) mempublikasikan secara detail menual isolasi isolation techniques for Use in Hospital untuk membantu rumah sakit umum dalam isolation precaution. Direvisi pada tahun 1975. manual ini dapat diaplikasikan pada rumah sakit kecil dengan sumber-sumber terbatas.Manual ini memperkenalkan isolation precaution dengan system kategori. Direkomendasikan bajwa rumah sakit menggunakan satu dari tujuh kategori isolasi. Ketujuh kategori isolasi adalah: Stric Isolation, Respiratory Isolation, Protective isolation, Enteric Isolation, Wound and Skin Precaution, Discharge precaution, dan Blood Precaution. Pada pertengahan tahun 1970, 93% rumah sakit di US mengadopsi Isolation Manual ini.Pada tahun 1980 rumah sakit mengalami endemic dan epidemic masalah infeksi nosokomial, beberapa disebabkan oleh multi-drug resistant mikroorganisme, adanya pathogen yang baru dikenal, yang memerlukan isolation precaution yang berbeda dari kategori isolasi yang ada. Adanya peningkatan kebutuhan isolasi precaution ditunjukkan lebih spesifik pada transmisi nosokomial di unit perawatan khusus / intensif. Selanjutnya sesuai dengan epidemiologi dan metode transmisi beberapa penyakit infeksi, CDC perlu merevisi isolation manual.Pada tahun 1981 1983 CDC Hospital Infection Program bersama spesialis penyakit infeksi, pediatric bedah, epidemiologi rumah sakit, petgas pengendalian infeksi melakukan revisi Isolation Manual.1.1.8 Penerapan Isoslasi Protection Di Rumah SakitIsolation precaution merupakan bagian integral dari program pengendalian infeksi nosokomial1. TujuanIsolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen dari satu pasien ke pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya. Karena agen dan host lebih sulit dikontrol maka pemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation Precaution sangat diperlukan. 2. Airborne Precautiona. Penempatan pasienTempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai berikut:1) Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.2) Pertukaran udara 6 12 kali/jam.3) Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.4) Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar5) Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan pasien lain dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara kohort.6) Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.b. Respiratory Protection1) Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika memasuki rungan pasien yang diketahui infeksi pulmonary tuberculosis2) Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien yang diketahui atau diduga mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus memakai respiratory protection (N 95) respirator.3) Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella tidak perlu memakai perlindungan pernafasan.c. Patient Transport1) Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang penting saja.2) Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien3. Droplet Precautiona. Penempatan Pasien1) Tempatkan pasien di kamar tersendiri2) Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart3) Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan pasien lainyab. Masker1) Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft2) Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk ruanganc. Pemindahan pasien1) Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk tujuan yang perlu2) Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien dianjurkan pakai masker4. Contact Precaution1) Penempatan pasien1) Tempatkan pasien di kamar tersendiri2) Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart2) Sarung tangan dan cuci tangan.1) Gunakan sarung tangan sesuai prosedur2) Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi dengan mikroorganisme3) Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan4) Segera cuci tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub5) Setelah melepas sarung tangan dan cuci tangan yakinkan bahwa tangan tidak menyentuh peralatan atau lingkungan yang mungkin terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain.3) Gaun1) Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien bial diantisipasi bahwa pakaian akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau peratalan pasien di dalam kamar atau jika pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy, colonostomy, luka terbuka2) Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.3) Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak dengan permukaan lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain4) Transportasi pasien5) Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk tujuan yang penting saja. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan pencegahan dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan resiko transmisi mikroorganisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan dan peralatan.5. Peralatan Perawatan Pasiena. Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri, atau secara kohortb. Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan pembersihan atau desinfeksi sebelum dipakai kepada pasien lain.

6. Recommendation Isolation Precautionadministrative Controlsa. PendidikanMengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab dalam menjalankanya.Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan pencegahan) b. Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan adanya perbaikan langsung.

1.2 Pasien Safety1.2.1 PengertianKeselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)WHO Health Assembly ke 55 Mei 2002 menetapkan resolusi yang mendorong (urge) Negara untuk memberikan perhatian kepada problem Patient Safety meningkatkan keselamatan dan system monitoring. Oktober 2004 WHO dan berbagai lembaga mendirikan World Alliance for Patient Safety dengan tujuan mengangkat Patient Safety Goal First do no harm dan menurunkan morbiditas, cidera dan kematian yang diderita pasien. (WHO: World Alliance for Patient Safety, Forward Programme, 2004)1.2.2 Tujuan penanganan Pasien SafetyEnam tujuan penanganan patient safety menurut (Joint Commission International): 1. Mengidentifikasi pasien dengan benar2. Meningkatkan komunikasi secara efektif3. Meningkatkan keamanan dari high-alert medications4. Memastikan benar tempat, benar prosedur5. Benar pembedahan pasien6. Mengurangi resiko infeksi dari pekerja kesehatan, mengurangi resiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasienSalah satu penyebab utama kesalahan yang tidak dapat dihindarkan oleh pasien dalam organisasi perawatan kesehatan adalah kesalahan pengobatan. Pengobatan dengan risiko yang paling tinggi yang menyebakan luka melalui pnyalahgunaan (meliputi kemoterapi, konsentrasi cairan elektrolit, heparin, IV digoxin, dan adrenergic agonists) adalah dkenal sebagai high-alert drugs. Namun mungkin kesalahan atau mungkin tidak menjadi lebih banyak dengan obat-obatan tersebut dibandingkan obat yang lainnya, mungkin berhubungan dapat juga lebih menghancurkan atau memperburuk.1.2.3 Standar Keselamatan Pasien RS1. Hak pasienStandar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.Kriteria: Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.2. Mendidik pasien dan keluargaStandar : RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Kriteria : Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat : Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur, mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga, mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti, memahami dan menerima konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS, memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dan emenuhi kewajiban finansial yang disepakati.3. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambunganStandar : RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.Kriteria : Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari RS, terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar, terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan keselamatan pasienStandar : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.Kriteria : Setiap RS harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan "Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS", setiap RS harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan, setiap RS harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi, setiap RS harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasienStandar: Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organsasi melalui penerapan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit, pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi kejadian tidak diharapkan, pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan oordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien, pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan menigkatkan kinerja rumah sait serta meningkatkan keselamatan pasien dan pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas konribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien, tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari kejadian nyaris cedera (Near miss) sampai dengan Kejadian Tidak Diharapkan (Adverse event), Tersedia mekanisme kerja untuk menjmin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintregrasi dan berpatisipasi dalam program keselamatan pasien, tersedia prosedure cepat tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.6. Mendidik staf tentang keselamatan pasienStandar: rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.Kriteria: Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing, setiap rumah sakit harus megintregasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yan jelas tentang pelaporan insiden dan setiap rumah sakit harus menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Standar: Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keelamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.Kriteria: Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien, tesedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

(Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)1.2.4 Indikator Pasien Safety (IPS)Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada pasien. (Dwiprahasto, 2008).Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah sakit dan IPS tingkat area pelayanan.1. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini hanya mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya risiko pasca tindakan medik.2. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat (kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.Tujuan penggunaan Indikator Patient SafetyIndikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan:1. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.2. bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi sebagaimana yang diharapkan3. tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan 4. disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs swasta atau urban vs rural). (Dwiprahasto, 2008). Selain penjelasan diatas metode tim perlu menjadi strategi dalam penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. (Sitorus, 2006). Pada metode ini juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. Adanya pemberian asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. (Nursalam, 2002). Jadi dengan pemberian asuhan keperawatan yang menyeluruh kepada pasien diharapkan keselamatan pasien dapat diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan.1.2.5 Cara Mencapai Pasien Safety Di Rumah Sakit10 Cara untuk meningkatkan patient safety di rumah sakit:1. Identifikasi pasien secara benar.Gunakan setidaknya 2 cara untuk mengidentifikasi pasien. Contoh, gunakan nama pasien dan tanggal lahir. Ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa setiap pasien mendapatkan pengobatan dan tindakan yang sesuai untuk pasien yang bersangkutan.Contoh : pastikan bahwa benar pasien mendapatkan darah yang benar ketika mereka mendapatkan tranfusi darah dengan cara menanyakan 2 identitas pasien seperti : nama dan tanggal lahir2. Meningkatkan komunikasi karyawan.a. Baca kembali instruksi baik lisan maupun tulisan kepada orang yang memberikan instruksi.b. Buat daftar singkatan dan symbol yang tidak biasa digunakan untuk dijadikan standar RS.c. Dapatkan hasil pemeriksaan seperti : laboratorium, radiologi pada orang yang tepat/ petugas yang berwenang.d. Buat langkah langkah/ SPO (standar Prosedur Operasional) untuk karyawan ikuti ketika mengirimkan atau mengoperkan pasien kepada pengasuh selanjutnya/ keluarga. Langkah langkah tersebut harus membantu karyawan menjelaskan tentang perawatan pasien. Pastikan ada waktu untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dari pasien/klg pasien kepada karyawan. 3. Gunakan obat obatan secara benar.a. Buat daftar obat obatan yang memiliki nama yang mirip atau terdengar mirip. Revisi daftar tersebut setiap tahun.b. Berikan label pada semua obat obatan yang belum diberi label. Contohnya, obat obatan dalam spuit, mangkok atau container.c. Berikan perhatian khusus atau extra untuk pasien yang mendapatkan obat obatan pengencer darah.4. Cegah Infeksi.a. Gunakan cara cara mencuci tangan yang bersih dari WHO atau Pusat pencegahan dan pengontrolan infeksi.b. Laporkan adanya kematian atau kecelakaan yang diakibatkan infeksi pada pasien yang terjadi di RS.c. Gunakan petunjuk yang telah teruji untuk mencegah infeksi yang sulit untuk diobati.d. Gunakan petunjuk yang telah teruji untuk mencegah infeksi pada darah.e. Gunakan langkah langkah yang aman untuk mengobati/merawat bagian tubuh yang telah dioperasi.5. Cek obat obatan pasien.a. Cari tau setiap obat yang dipakai/ diminum oleh pasien. Pastikan bahwa penggunaan obat baru tidak ada kontraindikasi jika digunakan bersamaan dengan obat yang sedang diminum.b. Berikan daftar obat pasien kepada pasien/ keluarga pasien sebelum pasien pulang ke rumah. Dan jelaskan obat obatan yang diberikan.c. Beberapa pasien kadang mendapatkan obat obatan dalam jumlah yang kecil atau dalam waktu yang singkat. Pastikan bahwa obat obatan tersebut tidak memiliki kontraindikasi pada pasien yang saat ini sedang menggunakaan obat obatan. 6. Cegah pasien jatuh.Identifikasi pasien pasien yang berpotensial jatuh. Seperti: Apakah pasien menggunakan obat obatan yang bisa menyebabkan mereka lemah, pusing atau mengantuk? Ambil tindakan untuk mencegah pasien tersebut jatuh.7. Bantu pasient untuk terlibat dalam perawatan.Beritahukan setiap pasien dan keluarganya bagaimana melaporkan keluhan mereka tentang keselamatan.8. Identifikasi resiko keselamatan pasien.Identifikasi pasien mana yang beresiko untuk bunuh diri.9. Awasi pasien secara seksama jika ada perubahan dalam kondisi kesehatannya dan respon segera jika mereka membutuhkan bantuan.Buat sistem alur bagaimana mendapatkan pertolongan dari petugas yang terlatih khusus ketika kesehatan pasien terlihat memburuk. 10. Cegah kesalahan dalam pembedahan.a. Buat SPO (standar Prosedur Operasional) untuk petugas ikuti sehingga semua dokumen yang dibutuhkan untuk operasi diselesaikan sebelum operasi dimulai.b. Tandai bagian tubuh mana yang akan dilakukan operasi. Libatkan pasien dalam melakukan hal tersebut.

1.3 Asuhan Keperawatan Kritis Dengan Gangguan Sistem Cardiovaskuler Pada pasien dengan infark miocard acut (IMA)1.3.1 Konsep Penyakit1. PengertianInfark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplaii darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner & Sudarth, 2002 ; )Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Sudoyo, 1999 ; 437)Infark Miokard (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap iskemia miokard yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah 20 menit mengalami kekurangan oksigen. (Corwin, 2009 : 495).Acute Myocard Infark (AMI) adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinik berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard (Wikipedia, Maret 23,2010)

2. Penyebab/EtiologiInfark Miokard akut (AMI) terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:

a. Berkurangnya suplai oksigen ke miokardMenurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:1) Faktor pembuluh darahKaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis (arteroma mengandung kolesterol), spasme (kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan saluran), dan arteritis (peradangan arteri).Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (i) mengkonsumsi obat-obatan tertentu, (ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (iv) merokok.2) Faktor Sirkulasi Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta dekat katup) maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP)b. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen tidak mampu dikompensasi diantaranya dengan meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.Faktor risiko : a. Merokok terlalu berlebihan selama bertahun-tahun Menghirup asap rokok menyebabkan peningkatan kadar CO. Hemoglobin lebih mudah berikatan dengan CO daripada oksigen. Jadi oksigen yang disuplai ke jangtung juga berkurang sehingga kerja jantung semakin berat. Selain itu, asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan vasokonstrisi pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan adhesi trombosit yang menyebabkan peningkatan terbentuknya trombus. b. Diabetes MellitusPenderita Diabetes Mellitus memiliki prevalensi, prematuritas, dan keparahan aterosklerosis koroner yang lebih tinggi. DM menginduksi hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan timbulnya aterosklerosis. DM juga berkaitan dengan propilerasi sel otot polos dalam pembuluh arteri koroner; sintesis kolesterol; trigliserida; dan pospolipid ; peningkatan ADL/C ; dan kadar HDL yang rendah. Hiperglikemi yang terjadi pada penderita Dm juga menyebabkan peningkatan agregasi trombus. c. Hipertensi Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri; sehingga beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan kompensasi hipertropi akhirnya terlampaui, terjadi dilatasi dan payah jantung. Bila proses aterosklerosis berlanjut, penyediaan oksigen miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen pada miokradium terjadi akibat hipertropi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya akan menyebabkan Angina atau Infark Miokard. Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan angina pektoris yang kemudian dapat berkembang menjadi AMI. Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal. d. Hiperlipidemia Penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner disebabkan oleh penumpukan dari zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) yang makin lama makin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam (endotelium) dari dinding pembuluh nadi. Hal ini mengurangi atau menghentikan aliran darah ke otot jantung sehingga mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah. Kolesterol Total Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200 mg/dl berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat . Kadar kolesterol Total normal 240 mg/dl.LDL KolesterolLDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL Kolesterol; Normal < 130 mg/dl Agak tinggi (Pertengahan) 130-159 mg/dl Tinggi >160 mg/dl HDL Koleserol HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol) karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses arterosklerosis. Kadar HDL Kolesterol Normal 35 mg/dl Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok. Kadar Trigliserida Trigliserid terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar trigliserid yang tinggi merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK. Kadar Trigliserid Normal < 150 mg/dl Agak tinggi 150 250 mg/dl Tinggi 250-500 mg/dl Sangat Sedang >500 mg/dl e. Obesitas Obesitas meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan berperan pada gaya hidup pasif. Lemak tubuh yang berlebihan (terutama obesitas abdominal) dan ketidakaktifan fisik berperan dalam terbentuknya resistensi insulin.

f. Diet. Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-rata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cenderung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada orang Amerika.(Brunner & Suddarth. 2002 : 778 ; Wikipedia, Maret 23, 2010)3. Tanda dan Gejala Nyeri dada yang terasa berat dan menekan biasanya berlangsung minimal 30 menit. Nyeri dapat menyebar ke lengan atau rahang,kadang gejala terutama timbul dari epigastrium. Sesak nafas dapat disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan ventrikel kiri. Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka Kulit yang dingin dan pucat akibat vasokontriksi simpatis Takikardi akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan mendekati kematian sering terjadi, mungkin berhubungan dengan pelepasan hormon stres dan ADH (vasopresin) Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan aldosteron dan ADH Diaporesis (keringat berlebihan),sakit kepala,mual muntah,palpitasi, gangguan tidur Kehilangan kesadaran karena perfusi cerebral yang tidak adekuat dan syok kardiogenik, bisa juga menyebabkan kematian yang tiba-tiba. (Corwin, 2009 : 497; Gray dkk,2002 : 136-137)

Gambar : Ciri orang Infark Miokard Akut

Gambar : Area yang mengalami nyeriArea yang merah adalah daerah yang paling sering mengalami nyeri.Area merah muda adalah daerah lain yang memungkinkan terkena penyebaran nyeri.

4. Patofisiologi dan Pohon Masalah KeperawatanArterosklerosis, spasme pembuluh darah, dan emboli trobus merupakan etiologi yang paling sering menyebabkan terjadinya infark miokardium. Terjadinya penyumbatan pembuluh darah koroner menyebabkan aliran darah ke seluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut menjadi terhambat. Dengan terhambatnya aliran darah maka oksigen juga tidak dapat disuplai ke sel-sel miokardium. Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya infark miokardium.. Sel-sel miokardium tersebut mulai mati setelah 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Berkurangnya oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metabolism aerob menjadi metabolism anaerob. Metabolism anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolism aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukkan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolism anaerob yaitu penimbunan asam laktat yang menyebabkan nyeri dada yang bisa menyebar ke lengan atau rahang,kadang gejala terutama timbul dari epigastrium. Tanpa ATP, pompa natrium kalium berhenti dan sel terisi ion natrium dan air yang akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis, sel melepaskan kalium intrasel dan enzim intrasel, yang mencederai sel-sel di sekitarnya. Protein intrasel mulai mendapatkan akses ke sirkulasi sistemik dan ruang interstitial dan ikut menyebabkan edema dan pembengkakan interstitial di sekitar sel miokardium. Akibat dari kematian sel, tercetus reaksi inflamasi. Di tempat inflamasi, terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan faktor pembekuan. Terjadi degranulasi sel mast yang menyebabkan pelepasan histamin dan berbagai prostaglandin. Sebagian bersifat vasokontriksi. Dengan dilepaskannya berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat, jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau ventrikel atau terjadinya distritmia. Dengan matinya sel otot, pola listrik jantung berubah, pemompaan jantung menjadi kurang terkoordinasi sehingga kontraktilitasnya menurun. Volume sekuncup menurun sehingga terjadi penurunan tekanan darah sistemik. Penurunan tekanan darah merangsang respon baroreseptor, sehingga terjadi pengaktifan sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, dan peningkatan pelpasan hormon antidiuretik. Hormon stres (ACTH dan kortisol) juga dilepaskan disertai peningkatan produksi glukosa. Pengaktifan sistem saraf parasimpatis berkurang. Dengan berkurangnya perangsangan saraf parasimpatis dan meningkatnya rangsangan simpatis ke nodus SA, kecepatan denyut jantung meningkat. Demikian juga pada ginjal, terjadi penurunan aliaran darah sehingga produksi urin juga berkurang dan ikut merangsang sistem renin-angiotensin. Perangsangan simpatis ke kelenjar keringat dan kulit menyebabkan individu berkeringat dan merasa dingin.Secara singkat, semakin banyak darah (peningkatan preload) disalurkan ke jantung, jantung akan memompa lebih cepat untuk melawan arteri yang menyempit (peningkatan afterload) akibatnya beban jantung yang telah rusak tersebut meningkat. Kebutuhan oksigen jantung juga meningkat. Hal ini mengakibatkan semakin banyak sel jantung yang mengalami hipoksia. Apabila kebutuhan oksigen sel miokard tidak dapat dipenuhi, maka terjadi perluasan daerah sel yang cedera dan iskemik di sekitar zona nekrotik yang akan berisiko mengalami kematian. Akibatnya kemampuan pompa jantung semakin berkurang dan terjadi hipoksia semua jaringan dan organ. Ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa darah menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan tekanan ventrikel kiri dan vena pulmonal. Hal ini meningkatkan tekanan hidrostatik yang mengakibatkan cairan merembes keluar dan lolos ke jaringan alveoli di sekitarnya melalui hubungan antara bronkioli dan bronki. Cairan ini kemudian bercampur dengan udara selama pernapasan. Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk sehingga gangguan pertukaran O2 dan CO2. (Brunner & Suddarth. 2002 : 798 ; Corwin, 2009 : 495-496 ; Sylvia, 1995 ; 590)

Gambar : Zone Nekrosis

Metabolisme anaerob / mediasi kimiaArterosklerosisSpasme pembuluh darahEmboli TrombusPenyumbatan pembuluh darah koronerIskemia miocardNecrosis miocardPeningkatan asam laktatNyeri dadaCardiak out put menurunFungsi pompa jantung menurunNutrisi dan O2 ke jaringan menurunGangguan Perfusi jaringanDifusi O2 dan CO2Kerusakan pertukaran gasTerjadi bendungan di paru-paruCairan plasma keluar ke alveoli dan jaringan sekitarnyaEdema paruMekanisme kompensasi (Kerja Surfaktan)Produksi mukusBersihan Jalan Nafas Tidak EfektifPola Nafas Tidak EfektifHipoksiaKelemahanIntoleransi aktivitasPK Syok KardiogenikVolume darah menurunEkspansi paru tak maksimal

5. KlasifikasiAda dua jenis infark miokardial (Sylvia, 1995 ; 590)1. Infark TransmuralInfark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan oleh aterosklerosis koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis oklusif yang superimposed.

2. Infark SubendokardialTerbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu daerah yang secara normal mengalami penurunan perfusi.

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang1. Pemeriksaan EKGHasil EKG yang menunjukkan infark myocardium akut dikelompokkan menjadi infark gelombang Q, dan infark gelombang non-Q. Perubahan hasil EKG yang berhubungan dengan infark miocardium gelombang Q mencakup peningkatan segmen ST, inversi gelombang T dan gelombang Q yang nyata pada sadapan yang terpasang pada miocardium yang mengalami infark. Selang beberapa waktu segmen ST dan gelombang T akan kembali normal; hanya gelombang Q tetap bertahan pada hasil EKG yang menunjukkan adanya infark miocardium gelombang Q. Namun hanya separuh hingga dua per tiga pasien infark miocardium akut yang menunjukkan pemulihan elektrokardiografis klasik ini. Infark miocardium gelombang non-Q (non-Q-wave MI, NQWMI) terjadi pada sekitar 30% pasien yang didiagnosa menderita infark miocardium. Hasil pemeriksaan EKG pada NQWMI adalah penurunan segmen ST sementara atau inversi gelombang T (atau keduanya) pada sadapan yng dipasang pada daerah infark.2. Kreatinin kinase merupakan suatu enzim yang dilepaskan saat terjadi cedera otot dan memiliki 3 fraksi isoenzim, yaitu CK-MM, CK-BB, dan CK-MB, CK-BB paling banyak terdapat pada jaringan otak dan biasanya tidak terdapat dalam serum. Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB merupakan pertanda cedera otot yang paling spesifik seperti infark miocardium. Setelah infark miocardium akut, CK dan CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam dengan kadar puncak dalam 18 hingga 24 jam dan kembali menurun hingga normal setelah 2 hingga 3 hari.3. Troponin jantung spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) juga merupakan petunjuk adanya cedera miocardium. Troponin akan meningkat 4 hingga 6 jam setelah cedera moocardium setelah menetap selama 10 hari.4. Proten C-reaktiv (CRP) juga dianggap sebagai penanda biokimia pada cedera miocardium, meningkat 4 sampai 6 jam dan mencapai puncaknya selama 10 hari. 5. Elektrolit : Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat mempengaruhi kontraktilitas, contoh hipokalemia atau hiperkalemia.6. Sel Darah Putih : Leukosit (10.000 20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi.7. Kecepatan sedimentasi : Meningkat pada hari kedua sampai ketiga setelah MI, menunjukkan inflamasi.8. Kimia : Mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis.9. GDA/Oksimetri nadi : Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.10. Kolesterol/Trigeliserida serum : Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IM.11. Foto dada : Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisme ventrikuler.12. Ekokardiogram : Mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup/dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Terdapat gerakan abnormal dinding yang baru terjadi (namun sangat tergantung operator dan kecermatan pembacaan) 13. Pemeriksaan Pencitraan nuklir: - Thalium : Mengevaluasi aliran darah miokardia dan status sel miokardia,contoh lokasi/luasnya IM akut/sebelumnya.- Technetium : Terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik.14. Pencitraan darah jantung/MUGA: Mengevaluasi penamoilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional, dan fraksi ejeksi (aliran darah).15. Angiografi koroner : Menggambarkan penyempitan/sumbatan arteri koroner dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase akut IM kecuali mendekati bedah jantung angioplasty/emergensi.16. Digital substraction angiography (DSA): Teknik yang digunakan untuk menggambarkan status penanganan arteri dan untuk mendeteksi penyakit arteri perifer.17. Nuclear magnetic resonance (NMR): Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung/katup ventrikel, katup, lesi vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis/infark, dan bekuan darah.18. Test stress olahraga : Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas (sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan).19. Pemeriksaan radiologi disini seperti pemeriksaan EKG:Daerah InfarkPerubahan EKG

Anteriol Elevasi segmen ST pada lead V3-V4, perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.

InferiorElevasi segmen T pada lead II, II, aVF, perubahan resiproakal (depresi ST) V1-V6, I, aVL

Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5-V6

PosteriorPerubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama gelombang R pada V1-V2

Vetrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

Gambaran spesifik pada rekaman EKG:1. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai stemi2. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di UGD sebagai center untuk menentukan terapi3. EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara continue harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen st.(Corwin, 2009 : 496 ; Doenges, 1999 : 85 ; Hudag & Gallo : 386-387 ; Brunner & Suddarth. 2002 : 790).7. Komplikasi Tromboembolus : akibat kontraktilitas miokard berkurang Gagal jantung kongesti yang merupakan kongesti akibat disfungsi miokardium. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanisme yang paling sering terjadi setelah infark miokardium. Distritmia : paling sering terjadi, terjadi akibat perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan pH Syok kardiogenik : apabila curah jantung sangat kurang dalam waktu lama. Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudh mengalami infark yang masih, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Ruptur miokardium Perikarditis : terjadi sebagai bagian dari reaksi inflamasi setelah cedera dan kematian sel Setelah, infark miokard sembuh, muncul jaringan parut yang menggantikan sel-sel miokardium yang mati. Aneurisme ventrikel. penonjolan paradoks sementara pada iskemia miokardium sering terjadi, dan pada 15% pasien, aneurisme ventrikel akan menetap. Aneurisme ini sering terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung. Defek septum ventrikel ruptur jantung Disfungsi otot papilaris Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes ke luar dan menimbulkan dispnu yang sangat berat. Oedema terutama paling sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat MI acut. Perkembangan oedema paru menunjukan bahwa fungsi jantung sudah sangat tidak adekuat.(Corwin, 2009 : 498 ; Sylvia, A Price,1995 : 594-596 Brunner & Suddarth. 2002 : 798).

8. Terapi/PenatalaksanaanRencana tindakan yang dapat dilakukan :a. Pertahankan kepatenan jalan nafasb. Antisipasi dalam penggunaan alat bantu pernafasanc. Antisipasi dalam menggunakan ventilasi dengan bag valve mars (BVM) jika usaha ventilasi tidak adekuat.d. Persiapakan untuk ventilasi mekanik (dengan atau tanpa PEEP / positive End Exspiratory Pressure) Setelah menempatkan alat bantu nafas seperti inkubasi.e. Diberikan oksigen untuk meningkatkan oksigenasi darah sehingga beban atas jantung berkurang dan perfusi sistemik meningkatf. Jika tidak ada nadi awali dengan bantuan hidup dasar/Lanjutan (RJP)g. Dapatkan akses untuk IV, ambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium dan berikan Normal salin dengan frekuensi terbuka, Pada pasien IMA di indikasikan untuk terapi trombolitik, pemasukan jarum/ tindakan penusukan yang berlebihan seharusnya di hindari seperti untuk AGD dan kateter IV.h. Dapatkan rekaman EKG 12-15 lead dan koreksi gejala disritmia (Misalnya : Bradikardi dan Prematur Kontraksi Ventrikel).i. Koreksi awal adanya kekurangan cairan atau meningkatkan preload (Infark Ventrikel Kanan) dengan hati-hati, ini di kontraindikasikan pada pasien dengan kongesti Pulmonal.j. Berikan caiaran Infus dengan bolus kecil, normal salin, larutan ringer laktat, produk darah (Jika data laboratorium mendukung).k. Monitor status hemodinamik pasien l. Dapatkan sampel AGD untuk menetapkan :m. Koreksi ketidak seimbangan asam basa, alkalosis respiratori kemungkinan terjadi pada fase kompensasi, tidak diperlukan tindakan, kemungkinan asidosis metabolic pada fase trdak terkompensasi dan fase irreversible, pemberian sodium bikarbonat tidak di anjurkan untuk meningkatkan PH (koreksi asidosis metabolic terjadi sebagai hasil perbaikan perfusi dan oksigenasi)n. Atasi hipoksemiao. Pasang kateter urinep. Pasang NGT jika di indikasikan untuk mencegah aspirasiq. Berikan agen farmokologis tunggal atau kombinasi : Menurunkan preload ; furosemid (lasik), nitrat (nitrogliserin), morphin sulfat (digunakan untuk mengurangi nyari, reduksi preload adalah efek sekundernya). Meningkatkan kontraktilitas ; dofamin hidroklorida (intropin), dobutamin hidroklorida (dobutrex), amrinone laktat (inocor), milrinone (promacor). Menurunkan afterload ; nitropruside sodium (nipride), nitrat (nitrogliserin), angiotensin convertin enzim (ACE) inhibitor misalnya ; captopril (capoten), enapril (vasotec) Meningkatkan afterload ; norepinephrine bitartrate (levophed), epinefrin.r. Berikan agen farmokologis melalui IV atau rute intraosseous s. Persiapakan pasien untuk terapi reperfusi atau kaji alat misalnya ; PTCA / Percutaneous Transluminal Coronary Angiplasty, Intra Aortic Ballon Pump / IABP jika diperlukan.t. Pertahankan ketenanganu. Minimalkan rangsangan lingkungan .v. Monitoring secara berkelanjutan dan kaji respon pasien.(ENA, 2000 : 69 ; Corwin, 2009 : 499).

1.3.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian Primer assessmenta. Data Subjektifa) Keluhan utamaPasien mengatakan sesakb) Riwayat penyakit saat ini c) Riwayat sebelumnyaRiwayat merokok, riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, riwayat penyakit hipotensi, hipertensi, diabetes melitus, hipoksia, obesitas, hiperlipidemia

b. Data Objektifa) Airway Terdapat sumbatan atau penumpukan secret b) Breathing Pasien tampak sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat RR lebih dari 24 kali/menit, irama irreguler dangkal terdapat suara nafas wheezing, krekel pasien tampak menggunakan otot bantu nafas tampak ekspansi dada tidak penuhc) Circulation Takikardi / nadi teraba lemah dan cepat (Normal : 60 100 x/menit) TD meningkat / menurun Edema pada ekstremitas Akral dingin dan berkeringat Kulit pasien tampak pucat, sianosis pada mukosa mulut dan kuku Output urine menurun Mual dan muntah penurunan turgor kulit diaphoresis palpitasid) Disability Lemah/fatique Kehilangan kesadaran

Sekunder assessmenta) Eksposure Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung dan abdomen. Adanya edema.b) Five Intervention/Full set of vital sign Perubahan hasil EKG yang berhubungan dengan infark miocardium gelombang Q mencakup peningkatan segmen ST Pemeriksaan Tanda Vital (terjadi peningkatan denyut nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah) GDA/Oksimetri nadi : Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.c) Give Confort Nyeri dada yang terasa berat dan menekan biasanya berlangsung minimal 30 menit. Nyeri dapat menyebar ke lengan atau rahang,kadang gejala terutama timbul dari epigastrium.d) Head to toe Kepala dan leher : Adanya sianosis dan bendungan vena jugularis Daerah dada:Tidak ada jejas akibat trauma, suara nafas ronchi, suara jantung S4 / murmur. Daerahy Abdomen:Adanya hematomegali. Daerah Ektremitas:Adanya edema, penurunan kekuatan otot karena kelemahan, Kulit yang dingin dan pucat akibat vasokontriksi simpatise) Inspect the posterior surface Tidak ada jejas2. Diagnosa Keperawatan1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan.4. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kegagalan pompa jantung5. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen pada miokardium6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai energy.7. Pk : Syok kardiogenik

17

3. Rencana TindakanNO.DIAGNOSA KEPERAWATANTUJUAN DAN KRITERIA HASILINTERVENSIRASIONAL

1.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi mukus

Setelah diberikan askep selama...x 5 menit diharapkan jalan nafas pasien kembali efektif. Dengan kriteria hasil: Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang Frekuensi pernafasan dalam rentang normal ( 16 24 x / menit) Suara napas normal (vesikular) Pasien tampak dapat batuk efektif Tidak terdapat mukus

Mandiri 1. Auskultasi adanya suara napas tambahan seperti wheezing, krekel

2. Berikan posisi semi fowler jika tidak terdapat kontraindikasi.3. Bantu dan ajarkan pasien nafas dalam dan batuk efektif.4. Pantau tanda- tanda vital pasien terutama frekuensi pernafasan.5. Lakukan suction atas indikasi.

Kolaborasi1. Berikan O2 sesuai indikasi2. Berikan pengobatan atas indikasi: mukolitik, ekspoktoran, bronkodilator, serta analgesik.

Mandiri 1. Suara napas bronkial normal diatas bronkus dapat juga, ronkhi, terdengar sebagai respon dari akumulasi cairan, sekresi kental, dan spasme/obstruksi saluran napas.2. Memberikan kenyamanan dan meningkatkan ekspansi paru-paru.3. Batuk efektif merangsang secret untuk keluar.4. Adanya secret pada saluran pernafasan mempengaruhi frekuensi pernafasan.5. Menstimulasi batuk atau pembersihan saluran napas secara mekanis pada pasien yang tidak mampu melakukannya dikarenakan ketidakefektifan batuk atau penurunan kesadaran.Kolaborasi1. Membantu pemenuhan oksigen pasien.2. Membantu mengurangi bronkospasme dengan mobilisasi dri sekret. Analgesik diberikan untuk meningkatkan usaha batuk dengan mengurangi rasa tidak nyaman, tetapi harus digunakan sesuai penyebabnya.

2.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tak maksimal

Setelah diberikan askep selama ....x 5 menit diharapkan pola nafas pasien kembali efektif. Dengan kriteria: Secara verbal tidak ada keluhan sesak Tidak menggunakan otot bantu pernafasan Jumlah pernapasan dalam batas normal sesuai usia (16-20x/mnt) Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80-100 x/menit) Oksigen terpenuhi

Mandiri 1. Mengkaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran nasal.

2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya napas ronchi.

3. Pantau tanda vital

Kolaborasi1. Panatu nadi oksimetri

2. Berikan oksigen dengan metode yang tepat.Mandiri 1. Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi penigkatan kerja nafas (pada awal atau hanya tanda Efusi Pleura subakut). Kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik2. Suara napas bronkial normal diatas bronkus dapat juga, ronkhi, terdengar sebagai respon dari akumulasi cairan, sekresi kental, dan spasme/obstruksi saluran napas.3. Takikardia, takipnea dan perubahan pada tekanan darah terjadi dengan beratnya hipoksemia dan asidosis Kolaborasi1. Menentukan keefektifan dari ventilasi dan intervensi2. Memaksimalkan sedaan oksigen untuk pertukaran gas.

3.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi O2 dan CO2

Setelah diberikan askep selama...x 5 menit diharapkan pertukaran gas kembali efektif.Dengan kriteria :1. Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang2. Tidak terjadi sianosis3. Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100 mmHg)Mandiri 1. Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang2. Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat (circumoral)

3. Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta dispnea berat dan kelemahan. 4. Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika diindikasikan

Kolaborasi1. Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul dan masker2. Memonitor ABGs, pulse oximetry.

Mandiri 1. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya proses penyakit

2. Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik3. Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk memfasilitasi resolusi infeksi.

4. Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis secepatnya. Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi respirasi berat.

Kolaborasi1. Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg, oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien2. Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi perubahan dalam terapi oksigen

ASUHAN KEPERAWATAN KRITISGANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER PADA KLIEN DENGAN DECOMCORDIS (GAGAL JANTUNG)

A. DEFINISI Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh (Dr. Ahmad Ramali, 1994). Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998; Price ,1995). Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peningkatan pengisian ventrikel kiri (Noer,1996) . Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer,2001).

B. ETIOLOGIMekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995). Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab : Stroke volume : isi sekuncup Kontraksi kardiak Preload dan afterloadMeliputi : 1. Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi), infark myocarditis, myocarial fibrosis, aneurysma ventricular.2. Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle. Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri pulmonal, hipertensi pulmonary. Keterbatasan pengisian sistolik ventricular. Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang tinggi,tamponade, mitral stenosis. Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta, defek seftum ventricular. Menurut Smeltzer, (2001) ,penyebab gagal jantung meliputi :1) Kelainan otot jantung misalnya : aterosklerosis koroner (keadaan patologis dimana terjadi penebalan arteri koronoris oleh lemak streak).2) Hipertensi sistemik (peningkatan tekanan darah diatas 140/90 MmHg) atau hipertensi pulmonal (peningkatan tekanan darah diparu-paru akibat kongesti pulmonal).3) Peradangan dan penyakit degeneratif, misalnya : miokarditis (peradangan pada otot jantung), endokarditis (penyakit infeksi pada endokard atau katup jantung) rematik (setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada musculoskeletal)4) Penyakit jantung lain, misalnya : pada mekanisme gangguan aliran darah melalui jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup alveonar), pada peningkatan afterload mendadak hipertensi maligna (peningkatan tekanan darah berat disertai kelainan pada retina,ginjal dan kelainan serebal).5) Faktor siskemik, misal : pada meningkatnya laju metabolisme (demam tiroktosikosis) meningkatnya kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia atau berkurangnya oksigen dalam darah, anemia atau berkurangnya kadar hemoglobin), asidosis metabolik dan abnormal elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas otot jantung.

C. PATOFISIOLOGIPenyebab Decompensasi Cordis menurut Smeltzer (2001), yaitu mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal, bila curah jantung berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai maka volume sekuncuplah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya adalah kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga factor yaitu preload, kontraktilitas dan afterload ,jika salah satu dari ketiga factor tersebut terganggu maka curah jantungnya akan berkurang. Curah jantung yang menurun menyebabkan kongesti jaringan yang terjadi akibat peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi karena ventrikel kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong keparu, manifestasinya meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan. Bila ventrikel kanan gagal mengakibatkan kongesti visera dan jaringan perifer, sebagai akibat sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan darah secara adekuat. Manifestasinya yaitu Oedema dependen, hepatomegali, pertambahan berat badan, asites, distensi vena jugularis. Menurut Nettina (2002), penurunan kontraktilitas miokardium, pada awalnya hal ini hanya timbul saat aktivitas berat atau olah raga dan tekanan vena juga mulai meningkat dan terjadilah vasokontiksi luas, hal ini kemudian meningkatkan afterload sehingga curah jantung semakin turun. Menurut Hudak (1997), respon terhadap penurunan curah jantung untuk mempertahankan perfusi normal yaitu peningkatan tonus otot simpatis sehingga meningkatkan frekuensi jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi dan respon fisiologis kedua adalah terjadinya retensi air dan natrium, akibat adanya penurunan volume darah filtrasi.

Patofisiologi decompensasi cordis/ gagal jantung menurut Price (1995) adalah sebagai berikut:1. Gagal jantung kiriKegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah jantung menurun. Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau kelelahan. Sedangkan akibat ke belakang mengakibatkan toleran dan volume akhir diastole meningkat sehingga terjadi bendungan vena pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru. Akibat adanya sisa tekan di ventrikel kiri mengakibatkan rangsang hipertrofi sel yang menyebabkan kardiomegali. Beban atrium kiri meningkat dan akhirnya terjadi peningkatan beban vena pulmonalis, kemudian mendesak paru-paru dan akhirnya terjadi oedema. Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi kordis karena dinding kapiler jantung sangat tipis dan rentan sehingga dapat mengakibatkan perdarahan. 2. Gagal jantung kananGangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke paru-paru menurun ada akhirnya curah jantung menurun. Tekanan dan volume akhir diastole ventrikel meningkat sehingga terjadi bendungan di atrium kanan yang mengakibatkan bendungan vena kava. Akibat bendungan di vena kava maka aliran vena hepatikum, vena dari lien terbendung akhirnya timbul hepatosplenomegali, asites, edema perifer terutama kaki.

D. KLASIFIKASIAdapun klasifikasi Decompensasi Cordis adalah, gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri (Tambayong, 2000).1. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa diatol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi, makin lama terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru. Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg) sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama akan menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat kematian.Gagalnya kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung oksigen tubuh yang berakibat dua antara lain: Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort (sesak nafas pada akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring dan dapat dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak pada saat terbangun) Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia, Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses aktif yang tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel.2. Decompensasi cordis kanan / gagal jantung kananKegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam (edema perifer) (long, 1996). Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan diatrium kanan dan venakapa superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang cepat. Hal ini akibat vetrikel kanan pada saat sisitol tidak mampu memompa darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir diastolik ventrikel kanan makin meningkat demikian pula mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava supperior dan vena kava inferior serta seluruh sistem vena. Tampak gejala klinis adalah terjadinya bendungan vena jugularis eksterna, vena hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan bendungan-bedungan pada pada vena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma maka terjadinya edema perifer.Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut : I. Pasien dg P. Jantung tetapi tidak memiliki keluhan pd kegiatan sehari-hari II. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan aktivitas hanya sedikit, akan tetapi jika ada kegaiatn berlebih akan menimbulkan capek, berdebar, sesak serta angina III. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat terbatas dan hanya merasa sehat jika beristirahat. IV. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas. E. MANIFESTASI KLINIKAdapun tanda dan gejala decompensasi cordis menurut Chung (1995) adalah sebagai berikut:1. Kelelahan/ kelemahan.2. Dispnea. 3. Ortopne.4. Dispne nokturia paroksimal.5. Batuk.6. Nokturia.7. Anoreksia.8. Nyeri kuadran kanan atas.9. Takikardia.10. Pernapasan cheyne-stokes.11. Sianosis.12. Ronkhi basah13. Peninggian tingkat pulsasi vena jugularis.14. Hepatosplenomegali.15. Asites.16. Edema periferMenurut Tambayong (2000), gagal jantung (decompensasi cordis) dimanifestasikan sesuai klasifikasinya:1. Gagal jantung kiri, ditandai :a. Edema Pulmo (penumpukan cairan pada rongga dada)b. Dispnea (sesak nafas)c. Wheezing (mengijawa)d. Mudah lelahe. Ansietas (perasaan cemas)2. Gagal jantung kanan, ditandai :a. Oedem depend (penumpukan cairan pada daerah distal dari jantung)b. Hepatomegali (pembesaran hati)c. Asites (penumpukan cairan pada rongga peritoneum)d. Distensi vena jugularis (adanya bendungan pada vena jugularis)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1) EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.2) Scan jantung (Multigated Alquistion/MUGA), tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.3) Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas (Wilson Lorraine M, 2003).4) Rontgen dada : dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, perubahan pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal, bulging pada perbatasan jantung kiri dapat menunjukkan aneurisma ventrikel.5) Enzim hepar : meningkat dalam gagal kongesti hepar.6) Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. 7) Oksimetri nadi : saturasi oksigen mugkin rendah terutama jika gagal jantung kanan akut memperburuk penyakit paru abstruksi menahun atau gagal jantung kronis.8) Blood Urea Nitrogen, Kreatinin : peningkatan blood nitrogen menandakan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik blood urea nitrogen dan kreatin merupakan indikasi gagal ginjal.9) Albumin : mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.10) Hitung sel darah merah : mungkin terjadi anemia, polisitemia atau perubahan kepekatan menandakan retensi urine. Sel darah putih mungkin meningkat mencerminkan miokard infark akut, perikarditas atau status infeksi lain.11) Pemeriksaan tiroid : peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung kanan.12) Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.13) Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi fleura yang menegaskan diagnisa CHF.G. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi :

1) Non medikamentosa.Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benarbenar dengan tirah baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Sering tampak gejalagejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.2) MedikamentosaPengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung. Sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain N atriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut.3) OperatifPemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :a. Revaskularisasi (perkutan, bedah).b. Operasi katup mitral.c. Aneurismektomi.d. Kardiomioplasti.e. External cardiac support.f. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.g. Implantable cardioverter defibrillators (ICD).h. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.i. Ultrafiltrasi, hemodialisisH. PROGNOSISPada bayi dan anak lebih baik daripada orang dewasa bila ditolong dengan segera. Hal ini disebabkan oleh karena belum terjadi perburukan pada miokardium.Ada beberapa faktor yang menentukan prognosa, yaitu : Waktu timbulnya gagal jantung. Timbul serangan akut atau menahun. Derajat beratnya gagal jantung. Penyebab primer. Kelainan atau besarnya jantung yang menetap. Keadaan paru. Cepatnya pertolongan pertama. Respons dan lamanya pemberian digitalisasi. Seringnya gagal jantung kambuh

I. KOMPLIKASIKomplikasi dari decompensatio cordis adalah:1. Syok kardiogenik.2. Episode tromboemboli.3. Efusi dan tamporiade pericardium

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANA. PENGKAJIAN KEPERAWATANMenurut Doenges (2002), hal-hal yang perlu dikaji pada penderita decompensasi cordis antara lain :1. Aktivitas atau istirahata. Gejala : keletihan atau kelelahan, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga.b. Tanda : gelisah perubahan status mental (misal : letargi), tanda vital berubah pada aktivitas.2. Sirkulasia. Gejala : riyawat hipertensi infark miokartd akut, episode gagal jantung kanan sebelumnya, penyakit katup jantung, endokarditis siskemik lupus eritema tosus, anemia, syok septik, bengkak pada telapak kaki, abdomen.b. Tanda : tekanan darah mungkin rendah (gagal pemompaan),normal (gagal jantung kanan ringan atau kronis) atau tinggi (kelebihan beban cairan). Tekanan nadi : mungkin sempit menunjukkan penurunan volume sekuncup. Frekuensi jantung takikardi (gagal jantung kiri). Irama jantung: disritmia (misal: fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel premature atau takikardi, blok jantung). Nadi apikal penyakit miokard infark mungkin menyebar dan berubah posisi secara inferior ke kiri. Bunyi jantung : S3 (galiop), S4 dapat terjadi, S1 dan S2 melemah murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi : nadi perifer berkurang perubahan dalam kekuatan dapat terjadi, nadi sentral mungkin kuat (misal nadi jugularis, karotis, abdominalis). Warna kulit : sianosis, pucat, abuabu, kebiruan. Punggung kuku: pucat sianotik dan pengisian kapiler lambat. Hepar membesar. Bunyi nafas : krekels, ronkhi, edem mungkin depend, edem piting, khususnya ekstremitas,distensi vena jugularis.3. Integritas Egoa. Gejala : ansietas, kuatir, takut, stress, berhubungan dengan finansial atau penyakit.b. Tanda : berbagai manifestasi perilaku, (misal: ansietas, marah, ketakutan mudah tersinggung).4. Makanan atau cairana. Gejala : kehilangan nafsu makan, mual atau muntah, penambahan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstrimitas kbawah, pakaian atau sepatu terasa sesak, diet tinggi garam atau makanan yang telah diproses lemak, gula dan garam, kafein, penggunaan diuretik.b. Tanda : penambahan berat badan cepat, distensi abdomen(asites), edem (umum, dependen, tekanan, pitting).5. Hygienea. Gejala : keletihan atau kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.b. Tanda : penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.6. Neurosensoria. Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan.b. Tanda : latergi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung.7. Nyerti atau kenyamanana. Gejala : nyeri dada, angina akut atau kroni