1. bab ii kajian pustaka reviu penelitian terdahulu

16
8 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu Penelitian Wicaksono dan Pamungkas (2017), analisis efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) pada tahun 2013 dengan kategori cukup efektif, tahun 2014 dan 2015 dengan kategori kurang efektif. Tingkat efektivitas tertinggi pada tahun 2013, sedangkan terendah pada tahun 2015. Tingkat efektivitas semakin menurun setiap tahunnya, karena target penerimaan PBB-P2 yang besar setiap tahunnya, tidak diimbangi dengan realisasi penerimaan PBB-P2 yang sesuai target. Analisis kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), pada tahun 2013-2015 masuk dalam kategori sangat kurang. Tingkat kontribusi tertinggi pada tahun 2013, sedangkan terendah ada tahun 2015. Tingkat kontribusi semakin menurun setiap tahunnya, hal ini karena realisasi PAD selalu meningkat setiap tahunnya, akan tetapi realisasi PBB-P2 masih bersifat fluktuatif atau naik turun untuk setiap tahun. Penelitian Mamuko et al. (2018), Tingkat Efektivitas Penerimaan PBB-P2 di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro di tahun 2015 tidak mencapai target yang ditetapkan terjadi karena pelimpahan dari pusat kedaerah sehingga validasi keakuratan data belum dilakukan pemerintah daerah secara maksimal. Sehingga pada saat pelimpahan ke daerah data tersebut ditolak wajib pajak karena tidak sesuai dengan kepemilikkan, yang mereka miliki sehingga masyarakat tidak dapat

Upload: others

Post on 06-Nov-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

8

1. BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Reviu Penelitian Terdahulu

Penelitian Wicaksono dan Pamungkas (2017), analisis efektivitas Pajak Bumi

dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) pada tahun 2013 dengan

kategori cukup efektif, tahun 2014 dan 2015 dengan kategori kurang efektif.

Tingkat efektivitas tertinggi pada tahun 2013, sedangkan terendah pada tahun 2015.

Tingkat efektivitas semakin menurun setiap tahunnya, karena target penerimaan

PBB-P2 yang besar setiap tahunnya, tidak diimbangi dengan realisasi penerimaan

PBB-P2 yang sesuai target. Analisis kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), pada

tahun 2013-2015 masuk dalam kategori sangat kurang. Tingkat kontribusi tertinggi

pada tahun 2013, sedangkan terendah ada tahun 2015. Tingkat kontribusi semakin

menurun setiap tahunnya, hal ini karena realisasi PAD selalu meningkat setiap

tahunnya, akan tetapi realisasi PBB-P2 masih bersifat fluktuatif atau naik turun

untuk setiap tahun.

Penelitian Mamuko et al. (2018), Tingkat Efektivitas Penerimaan PBB-P2 di

Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro di tahun 2015 tidak mencapai target

yang ditetapkan terjadi karena pelimpahan dari pusat kedaerah sehingga validasi

keakuratan data belum dilakukan pemerintah daerah secara maksimal. Sehingga

pada saat pelimpahan ke daerah data tersebut ditolak wajib pajak karena tidak

sesuai dengan kepemilikkan, yang mereka miliki sehingga masyarakat tidak dapat

Page 2: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

9

melunasi PBB-P2 terutang. Tahun 2016 naik cukup signifikan dikategorikan

efektif, hal ini terjadi karena adanya penambahan wajib baru dan objek pajak baru.

Penelitian Fadhlia (2017), efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan

perdesaan dan perkotaan di Kabupaten Aceh Besar mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Pengkategorian dinyatakan sangat efektif akan tetapi pemerintah belum

bisa dikatakan berhasil dalam pengelolaan PBB-P2 dikarenakan peningkatan

penerimaan PBB-P2 tidak di ikuti dengan meningkatkan penetapan target, sehingga

setiap tahun target yang ditetapkan sama. Kontribusi pajak bumi dan bangunan

perdesaan dan perkotaan di Kabupaten Aceh Besar dikategorikan sangat kurang,

menunjukkan bahwa Kabupaten Aceh Besar kurang dalam mengoptimalkan

sumber-sumber penerimaan PBB-P2 yang menyebabkan kontribusi terhadap

pendapatan asli daerah masih sangat kurang. Kontribusi yang diterima masih

kurang dikarenakan pertumbuhan penerimaan pendapatan asli daerah lebih besar

dibandingkan dengan pertumbuhan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan

perkotaan. pemerintah daerah telah berupaya meningkatkan kontribusi dengan

melakukan update data dan menggali potensi baru dengan melakukan pendataan ke

lapangan.

Menurut Tirie et al (2016), penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan

dan Perkotaan di Kota Tomohon tahun 2014 sampai tahun 2015 mengalami

penurunan, tingkat efektif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan di

Kota Tomohon menurut standarisasi efektivitas atau kriteria efektivitas yang ada

dinyatakan efektif untuk penerimaan atau pengambilan pajak dan pengolahan pajak

tersebut. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kota

Page 3: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

10

Manado tahun 2014 sampai tahun 2015 mengalami penurunan, tingkat efektif pajak

bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan di Kota Manado kurang efektif.

Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kota Bitung

tahun 2014 sampai tahun 2015, tingkat efektif pajak bumi dan bangunan perdesaan

dan perkotaan di Kota Bitung dinyatakan sangat efektif. Kontribusi pajak bumi dan

bangunan perdesaan dan perkotaan terhadap pendapatan asli daerah Kota Tomohon

dan Kota Bitung tahun 2014 sampai tahun 2015 memiliki koefisien kontribusi

kurang, Kota Manado tahun 2014 sampai tahun 2015 memiliki koefisien kontribusi

sangat kurang.

Penelitian Utiarahman (2016) menyatakan tingkat efektivitas pada tahun

2011-2012 pajak bumi dan bangunan yang masih dipungut oleh pemerintah pusat

dan dilakukan bagi hasil belum efektif, tahun 2013 sudah efektif, tahun 2014 yaitu

sangat efektif pada saat sudah dikelola pemerintah daerah, namun dalam segi

nominal mengalami penurunan dari tahun sebelumnya walaupun keduanya

memiliki kriteria tingkat efektivitas yang sangat efektif, pada tahun 2015

mengalami penurunan penerimaan. Target yang ditetapkan tidak diimbangi dengan

proses penilaian pajak kembali sehingga tidak mencapai target yang telah

ditetapkan. Kontribusi dari tahun 2011-2015 pajak bumi dan bangunan selalu

mengalami penurunan kontribusi dan hanya mengalami kenaikkan pada tahun

2013 kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah, tahun 2014-2015 terus

mengalami penurunan kontribusi.

Page 4: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

11

Tinjauan Pustaka

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan

yang muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi

bagi seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh

manfaat dari padanya. Menurut Siahaan (2010: 555) dasar hukum pemungutan

PBB-P2 pada suatu Kabupaten/Kota adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah

Kabupaen/Kota yang mengatur tentang PBB Perdesaan dan Perkotaan,

Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang PBB Perdesaan dan

Perkotaan sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang PBB

Perdesaan dan Perkotaan pada Kabupaten/Kota yang dimaksud. Pengesahan

terdapat dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pajak Bumi dan Bangunan yang diatur dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

adalah sektor Perdesaan dan Perkotaan. Berdasarkan Pasal 180 angka 5 UU

Nomor 28 Tahun 2009,. Selama masa transisi tersebut, daerah yang telah siap

dapat segera melakukan pemungutan PBB-P2 dengan terlebih dahulu

menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang PBB-P2 sebagai dasar hukum

pemungutan. Sebaliknya, apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2013

daerah belum juga menetapkan Perda tentang PBB-P2, maka daerah tersebut

tidak diperkenankan untuk melakukan pemungutan PBB-P2, dan bagi seluruh

Page 5: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

12

masyarakat di daerah yang bersangkutan tidak dibebani kewajiban untuk

membayar PBB-P2.

Pajak bumi dan bangunan, terdapat 5 jenis yang biasa disingkat menjadi

P2 dan P3. PBB-P2 sendiri adalah PBB sektor perdesaan dan perkotaan dengan

pengelolaan berada dibawah tanggungjawab daerah sedangkan PBB-P3 adalah

PBB sektor perkebunan, perikanan dan pertambangan dengan pengelolaan

berada dibawah tanggungjawab pusat. “Bumi dan bangunan merupakan dua

obyek dari PBB, yaitu bumi yang dapat didefinisikan sebagai permukaan bumi

yang berupa tanah dan perairan serta segala sesuatu yang dibawahnya,

sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanamkan atau

dilekatkan secara tetap pada tanah dan perairan di wilayah negara Indonesia.”.

(Adelina, 2013).

Menurut Isnanto (2014: 5) Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan

dan Perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai,

dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang

digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi dan

atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang

pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha

perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Objek PBB-P2 meliputi seluruh

kawasan Perdesaan dan Perkotaan yang meliputi semua tanah dan bangunan di

dalamnya. (Siahaan, 2010, 555).

Page 6: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

13

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.07/2018 “Pedoman

Penilaian PBB-P2”

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.07/2018

telah diuraikan pedoman penilaian Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan

Perkotaan dengan rincian sebagai berikut:

a. Asas Pajak Bumi dan Bangunan (Indonesia, 2018)

Asas Pajak Bumi dan Bangunan ada 4 yaitu :

1) Memberikan kemudahan dan kesederhanaan;

2) Mudah dimengerti dan adil;

3) Adanya kepastian dalam hukum;

4) Menghindari pajak berganda.

b. Objek pajak sektor Perdesaan dan Perkotaan

PBB-P2 dikenakan rutin atau terus-menerus setiap tahun pajak

terhadap objek pajak PBB yakni bumi atau bangunan. PBB di luar sektor

perdesaan perkotaan termasuk jenis pajak yang dikelola dan diadministrasi

oleh DJP, kementrian Keuangan. Objek pajak sektor Perdesaan dan

Perkotaan:

1) Klasifikasi dan besarnya NJOP Bumi untuk objek pajak sektor ini

adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II huruf A Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010. Jika nilai jual Bumi

lebih besar dari pada nilai jual tertinggi klasifikasi NJOP bumi yang

tercantum dalam Lampiran II huruf A Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 150/PMK.03/2010 maka nilai jual Bumi tersebut ditetapkan

sebagai NJOP Bumi.

Page 7: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

14

2) Klasifikasi NJOP Bangunan untuk objek pajak sektor ini adalah

sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II huruf B Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010. Jika nilai jual

Bangunan lebih besar dari pada nilai jual tertinggi klasifikasi NJOP

bumi yang tercantum dalam Lampiran II huruf B Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 maka nilai jual Bangunan

tersebut ditetapkan sebagai NJOP Bangunan.

c. Dasar Pengenaan PBB-P2

Dasar Pengenaan PBB-P2 Pasal 1 UU PBB menyebutkan dasar

pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yaitu harga rata-rata

yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Apabila

tidak terdapat transaksi jual beli maka NJOP ditentukan melalui

perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan

baru, atau nilai jual objek pajak pengganti. Terdapat 3 (tiga) pendekatan

penilaian untuk menentukan besarnya NJOP yaitu:

1) Pendekatan Perbandingan Harga atau Data Pasar yaitu menentukan

nilai suatu objek dengan membandingkan objek yang dinilai dengan

objek lain sejenis yang telah diketahui nilai jualnya.

2) Pendekatan Biaya yaitu menentukan nilai suatu objek dengan

menghitung biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek

tersebut. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya bangunan baru

kemudian dikurangi dengan jumlah penyusutannya.

Page 8: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

15

3) Pendekatan Pendapatan yaitu menentukan nilai suatu objek dengan

menghitung jumlah pendapatan bersih dari objek tersebt dengan

tingkat kapitalisasi tertentu.

Dasar Perhitungan PBB-P2 adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu

suatu persentase tertentu dari Nilai jual Objek Pajak (NJOP). Berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.07/2018, NJOP adalah

harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara

wajar, dan bila tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui

perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan

baru, atau NJOP pengganti. NJOP meliputi nilai jual permukaan bumi

(tanah, perairan pedalaman, serta laut wilayah Kabupaten/Kota) dan/atau

bangunan yang melekat di atasnya.

d. Penilaian Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan.

Pedoman Penilaian Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan

Perkotaan menjelaskan bahwa Penilai PBB-P2 adalah Pegawai Negeri Sipil

(PNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang ditunjuk oleh Kepala Daerah,

diberi tugas, wewenang, tanggung jawab, dan memiliki kemampuan untuk

melaksanakan Penilaian PBB-P2. (Yuniarto, 2019).

Penilaian Massal dan Penilaian Individual untuk menentukan NJOP

Bumi dilakukan dengan membentuk NIR dalam setiap ZNT. Penilaian

Massal untuk menentukan NJOP Bangunan dilakukan dengan menyusun

DBKB untuk setiap Jenis Penggunaan Bangunan. Jenis Penggunaan

Bangunan diklasifikasikan atas:

Page 9: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

16

1) Perumahan;

2) Perkantoran;

3) Pabrik;

4) Toko / apotek/ pasar / ruko;

5) Rumah sakit/klinik;

6) Olah raga/ rekreasi;

7) Hotel/ res to ran/ wisma;

8) Bengkel/ gudang/ pertanian;

9) Gedung pemerintah;

10) Bangunan tidak kena pajak;

11) Bangunan parkir;

12) Apartemen/kondominium;

13) Pompa bensin (kanopi);

14) Tangki minyak;

15) Gedung sekolah.

Penilaian Individual untuk menentukan NJOP bangunan dapat

dilakukan dengan cara:

1) Membandingkan dengan nilai Bangunan lain yang sejenis;

2) Menghitung nilai perolehan baru Bangunan dikurangi dengan

penyusutan; atau

3) Menghitung pendapatan dalam satu tahun dari pemanfaatan

Bangunan yang dinilai, dikurangi dengan biaya kekosongan dan

biaya operasi.

Page 10: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

17

e. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang

ditetapkan di pemerintah daerah Kabupaten Nganjuk berdasarkan Peraturan

Daerah Kabupaten Nganjuk Nomor 06 Tahun 2013 sebagai berikut:

1) Untuk nilai objek sama dengan atau diatas Rp.1.000.000.000,-

(satu milyar rupiah) sebesar 0,2 % ( nol koma dua persen); dan

2) Untuk nilai objek dibawah Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar

rupiah) sebesar 0,1 % ( nol koma satu persen).

Peraturan Daerah khusus Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan berlaku 1 Januari 2014.

f. Teknik Penilaian

Teknik Penilaian PBB-P2 dilaksanakan dengan Penilaian Massal dan

Penilaian Individual, yaitu:

1) Penilaian Massal

Dalam sistem ini NJOP tanah dihitung berdasarkan NIR yang

terdapat pada setiap ZNT, sedangkan NJOP Bangunan dihitung

berdasarkan DBKB. Dalam melakukan penilaian massal, baik untuk

tanah maupun bangunan dapat menggunakan program komputer

konstruksi umum CAV (Computer Assisted Valuation).

2) Penilaian Individual

Penilaian Individual diterapkan untuk objek pajak umum yang

bernilai tinggi (tertentu), baik objek pajak khusus, ataupun objek pajak

umum yang telah dinilai dengan CAV namun hasilnya tidak

mencerminkan nilai yang sebenarnya karena keterbatasan aplikasi

Page 11: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

18

program. Proses penilaiannya adalah dengan memperhitungkan seluruh

karakteristik dari objek pajak tersebut.

Proses penghitungan nilai dilaksanakan dengan menggunakan

formulir penilaian Objek Khusus PBB-P2 atau dengan lembaran khusus

untuk objek-objek tertentu seperti jalan tol, bandar udara, pelabuhan,

lapangan golf, stasiun pengisian bahan bakar.

Pengukuran tingkat keberhasilan Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)

a. Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata bahasa Inggris “efektivity” yang berarti

tingkat kejadian, tingkat pengadaan atau tingkat keberhasilan. Efektivitas

merupakan suatu ukuran untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu

organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas

menurut Ulum dan Sofyani (2016: 177) “Efektivitas adalah tingkat

pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan”. Organisasi yang

berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dapat dikatakan telah

berjalan dengan efektif. Hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan

potensi pajak itu sendiri merupakan hal yang diukur efektivitas. Efektivitas

penerimaan pajak bumi dan bangunan mengukur hubungan antara hasil

pungutan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dengan

potensi pajak bumi dan bangunan. Ditekankan pula bahwa tingkat efisiensi

juga berarti efektif, namun demikian tingkat yang efektif belum tentu

efisien. Efektivitas penerimaan PBB-P2 mengukur hubungan antara hasil

pungutan PBB dengan target yang diterima. Pengumpulan pajak daerah

Page 12: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

19

yang dilakukan pemerintah daerah dipandang sebagai kemampuan

pemerintah daerah hal ini dinilai sesuai dengan jumlah penerimaan pajak

yang ditargetkan menujukkan efektivitas pajak daerah tersebut.

Rumus pengukuran efektivitas PBB-P2 terhadap pajak daerah sebagai

berikut :

Efektivitas PBB-P2 = Realisasi Penerimaan PBB-P2

Target PBB-P2 X 100%

Tabel 1.1Nilai Interpretasi Efektivitas

Persentase (%) Kriteria

>100 Sangat Efektif

90-100 Efektif

80-90 Cukup Efektif

60-80 Kurang Efektif

<50 Tidak Efektif

Sumber: Munir dan Juanda (2004) dikutip dalam (Adelina, 2013)

b. Kontribusi

Kontribusi yaitu suatu tindakan untuk ikut serta bertindak aktif dengan

mengoptimalkan kemampuan sesuai bidang dan kapasitas masing-masing

yang dimaksudkan untuk memberi manfaat kepada masyarakat sekitar

(Wikipedia, 2016). Kontribusi dapat dilakukan dengan membandingkan

pernerimaan pajak daerah khususnya PBB-P2 periode tertentu dengan

penerimaan pajak periode tertentu pula. Semakin besar hasilnya berarti

semakin besar pula penerimaan pajak daerah, begitu pula sebaliknya jika

hasil perbandingannya terlalu kecil berarti peranan pajak daerah juga kecil.

Rumus pengukuran kontribusi PBB-P2 terhadap pajak daerah

sebagai berikut:

Kontribusi PBB-P2= Realisasi PBB-P2

Realisasi Penerimaan PADX 100%

Page 13: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

20

Tabel 1.2 Nilai Interpretasi Kontribusi

Presentase (%) Kriteria

0-10 Sangat Kurang

11-20 Kurang

21-30 Sedang

31-41 Cukup Baik

41-50 Baik

>50 Sangat Baik

Sumber: Tim Litbang Depdagri-Fisipol UGM 1991 dikutip

dalam (Adelina, 2013)

c. Laju Pertumbuhan

Laju pertumbuhan perlu dianalisis untuk mengetahui pertumbuhan

pendapatan suatu daerah setiap tahunnya. Analisis laju pertumbuhan

pendapatan suatu daerah menggambarkan adanya perubahan iklim ekonomi

disetiap tahunnya. Perubahan realisasi penerimaan pendapatan setiap tahun

mempengaruhi besar kecilnya laju pertumbuhan penerimaan pendapatan

suatu daerah tersebut. Semakin besar perubahan realisasi yang diberikan,

dari tahun sebelumnya, maka laju pertumbuhan yang terjadi besar pula,

sebaliknya bila dari hasil analisis semakin sedikit perubahan realisasi

penerimaan dari tahun sebelumnya laju pertumbuhan yang terjadi juga akan

semakin kecil.

Mengukur laju pertumbuhan Pajak Bumi dan Banguna Perdesaan

Perkotaan (PBB-P2) menurut Halim (2004) dikutip dalam Saputro (2014)

dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

GX = Xt − X(t − 1)

X(t − 1) X 100%

Keterangan :

Gx = Laju pertumbuhan PBB-P2 pertahun

Page 14: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

21

Xt = Realisasi penerimaan PBB-P2 pada tahun ini

X(t-1) = Realisasi penerimaan PBB-P2 pada tahun sebelumnya

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor

pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang

sah. Terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah kini mempunyai tambahan sumber

pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari Pajak Daerah, sehingga saat

ini jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari sebelas jenis pajak, yaitu pajak

hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan,

pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, dan pajak

sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, dan

bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

menyatakan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu

sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan

pemerintahan daerah. Pajak daerah adalah “pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah (misal: propinsi, kabupaten, kota) yang diatur berdasarkan

Peraturan Daerah masing-masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk

pembiayaan rumah tangga daerah” Kesit (2005: 1).

Fungsi pajak daerah dapat dibedakan menjadi 2 (dua) fungsi utama, yaitu

fungsi budgetory dan fungsi regulatory. (Indonesia, 2009)

Page 15: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

22

a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Fungsi yang paling utama dari pajak daerah adalah untuk mengisi kas

daerah. Fungsi ini disebut fungsi budgetair yang secara sederhana dapat

diartikan sebagai alat pemerintah daerah untuk menghimpun dana dari

masyarakat untuk berbagai kepentingan pembiayaan pembangunan daerah.

Fungsi ini juga tercermin dalam prinsip efisiensi yang menghendaki

pemasukan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran yang sekecil-

kecilnya dari suatu penyelenggaraan pemungutan pajak daerah.

b. Fungsi Pengaturan (Regulerend)

Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari sebelas jenis pajak, yaitu pajak

hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan,

pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, dan

pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan

perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Analisis SWOT

Menurut Richard L. Daft (2010:253) dikutip dalam Nisak (2013)

“Analisis SWOT (SWOT analysis) yakni mencakup upaya-upaya untuk

mengenali kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang menentukan

kinerja perusahaan. Informasi eksternal mengeni peluang dan ancaman dapat

diperoleh dari banyak sumber, termasuk pelanggan, dokumen pemerintah,

pemasok, kalangan perbankan, rekan diperusahaan lain. Banyak perusahaan

menggunakan jasa lembaga pemindaian untuk memperoleh keliping surat

Page 16: 1. BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviu Penelitian Terdahulu

23

kabar, riset di internet, dan analisis tren-tren domestik dan global yang

relevan.”

“SWOT Analysis has two dimensions: Internal and external. Internal

dimension includes organizational factors, also strengths and weaknesses,

external dimension includes environmental factors, also opportunities and

threats”.(Gürel dan Tat, 2017). “SWOT matrix can present four kinds of

strategies, that are weaknesses-threats (WT) strategies, strengths-threats (ST)

strategies, weaknesses-opportunities (WO) strategies, strengths-opportunities

(SO) strategies. SO strategies use an organisation’s strengths to take benefit of

external opportunities. WO strategies overcome weaknesses by taking

advantage of external opportunities. ST strategies use an organisation’s

strengths to avoid or decrease the impact of external threats” (Nikjoo dan

Saeedpoor, 2014).