1. bab i pendaluhuan 1.1. latar belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/bab i.pdf1 1. bab i pendaluhuan...

33
1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh komponen biosfer yaitu relief, tanah, batuan induk, atmosfer, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat aktivitas manusia di masa lalu dan masa sekarang yang mana aktivitas tersebut mempengaruhi penggunaan lahan di masa sekarang atau masa yang akan datang (Juhadi, 2007). Komponen-komponen lahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi komponen struktural dan komponen fungsional. Komponen struktural sering juga disebut dengan karakteristik lahan dan komponen fungsional sering disebut dengan kualitas lahan. Komponen-komponen tersebut sering dipandang sebagai faktor pembentuk sumber daya suatu lahan dalam hubungannya dengan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya (Worosuprojo, 2007). Sehingga dapat dikatakan bahwa lahan sebagai sumber daya alam bagi kehidupan manusia, dan aktivitas manusia tidak dapat lepas dari penggunaan lahan. Lahan memiliki keterbatasan dalam penggunaannya baik secara kuantitas maupun kualitas, oleh karena itu dibutuhkan peraturan untuk mengatur dan merencanakan penggunaan lahan. Salah satu bentuk peraturan dalam mengatur dan merencanakan penggunaan lahan yaitu dokumen Rencanan Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dokumen RTRW memuat berbagai peraturan untuk mengekfektifkan ruang dan mencegah terjadinya konflik antar fungsi dalam proses pemanfaatan ruang (Rosari, 2014). Salah satu peraturan dalam dokumen RTRW dalah peta RTRW Pola Ruang. Peta RTRW Pola Ruang berisi perencaan penggunaan lahan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan, dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan (Perda Kabupaten Sleman No. 12 Tahun 2012). Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan, dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya

Upload: others

Post on 12-Dec-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

1

1. BAB I

PENDALUHUAN

1.1. Latar Belakang

Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

komponen biosfer yaitu relief, tanah, batuan induk, atmosfer, hidrologi, tumbuhan

dan hewan, serta segala akibat aktivitas manusia di masa lalu dan masa sekarang

yang mana aktivitas tersebut mempengaruhi penggunaan lahan di masa sekarang

atau masa yang akan datang (Juhadi, 2007). Komponen-komponen lahan tersebut

dapat dikelompokkan menjadi komponen struktural dan komponen fungsional.

Komponen struktural sering juga disebut dengan karakteristik lahan dan komponen

fungsional sering disebut dengan kualitas lahan. Komponen-komponen tersebut

sering dipandang sebagai faktor pembentuk sumber daya suatu lahan dalam

hubungannya dengan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya

(Worosuprojo, 2007). Sehingga dapat dikatakan bahwa lahan sebagai sumber daya

alam bagi kehidupan manusia, dan aktivitas manusia tidak dapat lepas dari

penggunaan lahan.

Lahan memiliki keterbatasan dalam penggunaannya baik secara kuantitas

maupun kualitas, oleh karena itu dibutuhkan peraturan untuk mengatur dan

merencanakan penggunaan lahan. Salah satu bentuk peraturan dalam mengatur dan

merencanakan penggunaan lahan yaitu dokumen Rencanan Tata Ruang Wilayah

(RTRW). Dokumen RTRW memuat berbagai peraturan untuk mengekfektifkan

ruang dan mencegah terjadinya konflik antar fungsi dalam proses pemanfaatan

ruang (Rosari, 2014). Salah satu peraturan dalam dokumen RTRW dalah peta

RTRW Pola Ruang. Peta RTRW Pola Ruang berisi perencaan penggunaan lahan

kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang

ditetapkan, dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang

mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan (Perda Kabupaten Sleman

No. 12 Tahun 2012). Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan, dengan

fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya

Page 2: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

2

alam, sumber daya manusia, dan sumber daya hutan (Perda Kabupaten Sleman No.

12 Tahun 2012).

Setiap daerah tingkat kabupaten memiliki RTRW Pola Ruang yang

berfungsi sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat

dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah kabupaten, mengatur

keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang, dan sebagai dasar pemberian izin

pemanfaatan ruang pada wilayah kabupaten (Permen No. 16/PRT/M/2009).

Perumusan dokumen RTRW Pola Ruang wilayah kabupaten salah satunya

dirumuskan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah

kabupaten (Permen No. 16/PRT/M/2009). Oleh karena itu, sebagai sebuah

kabupaten yang memiliki peraturan tentang RTRW haruslah mampu

mengakomodasi berbagai potensi keruangan di wilayah tersebut serta mampu

meminimalisasi permasalahan yang ada, sehingga kemakmuran rakyat dapat

terwujudkan.

Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang memiliki RTRW Pola

Ruang sebagai salah satu peraturan untuk mengatur dan merencanakan penggunaan

lahannya. RTRW Pola Ruang di Kabupaten Sleman sangat penting perannya karena

melihat Kabupaten Sleman yang berada pada wilayah hulu, dan sebagian besar

wilayah Kabupaten Sleman termasuk ke dalam kawasan lindung yang harus

dilindungi dari kerusakan akibat aktivitas manusia (Ridhawati, 2014). Secara

ekologis, kawasan ini merupakan daerah sumber air dan resapan air yang membantu

persediaan air tanah di lingkungan sekitarnya maupun wilayah yang berada di

bagian bawahnya (hilir) yaitu Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Penentuan

lokasi pembangunan yang tidak memperhatikan potensi atau daya dukung lahan di

Kabupaten Sleman dapat mengakibatkan dampak negatif pada wilayah Kabupaten

Sleman sendiri seperti banjir, erosi, dan kelangkaan sumber daya air tanah

(Ridhawati, 2014).

Pada kenyataanya RTRW pada beberapa daerah masih mengalami ketidak

sesuaian dalam pembuatannya. Ketidak sesuaian tersebut didasarkan pada potensi

lahan yang ada pada daerah tersebut ataupun pada tingkat kerawanan bencananya.

Penelian oleh Iswari Nur Hidayati dan Yoga Toyibulah (2011) menunjukkan hasil

Page 3: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

3

evaluasi kesesuaian RTRW terhadap Indeks Potensi Lahan di Kabupaten Sragen.

Indeks Potensi Lahan (IPL) digunakan sebagai metode yang dapat mencerminkan

potensi suatu lahan. Hasil yang didapatkan yaitu sebesar 155,28 km2 (16,49%)

kawasan pada RTRW Tata Guna Lahan tidak sesuai dengan potensi lahannya.

Ketidak sesuaian tersebut terjadi salah satunya dikarenakan adanya lahan dengan

potensi rendah, tetapi pada peta RTRW Tata Guna Lahan Kabupaten Sragen Tahun

2010 – 2030 memiliki peruntukan kawasan sawah irigasi. Penelitian lainnya

dilakukan oleh Teresitas Oktavia Rosari (2014), yang mana penelitian tersebut

melakukan evaluasi RTRW kawasan budidaya di Kabupaten Sleman berdasarkan

peta risiko bencana di Kabupaten Sleman. Hasil yang didapatkan dari penelitan

tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat kawasan peruntukan permukiman

dalam peta RTRW kawasan budidaya Kabupaten Sleman yang terletak pada

kawasan risiko bencana tinggi.

Ketidak sesuaian pembuatan RTRW memungkinkan pula terjadi pada peta

RTRW Pola Ruang Kabupaten Sleman, karena berdasarkan data pada Badan Pusat

Statistik Kabupaten Sleman, tahun 2013 hingga 2018 Kabupaten Sleman

mengalami penurunan luas lahan sawah sebesar 26,79% (6.637 ha), dimana pada

tahun 2013 lahan sawah yang ada seluas 24.774 ha dan pada tahun 2018 seluas

18.137 ha. Penurunan lahan sawah di Kabupaten Sleman tahun 2013-2018 dapat

dilihat pada Gambar 1.1. Konversi lahan di Kabupaten Sleman mengakibatkan

berkurangnya lahan-lahan terbuka yang merupakan wilayah resapan utama untuk

air, seperti wilayah di Kecamatan Pakem. Lahan-lahan terbuka yang merupakan

wilayah resapan air yang berkurang di Kabupaten Sleman mengakibatkan

penurunan muka air tanah, yang mana penurunan muka air tanah terjadi sebesar 15-

30 cm setiap tahunnya (Data Dinas Pekerjaan Umum, Energi dan Sumber Daya

Mineral DIY, 2011). Penurunan muka air tanah akan berdampak pada terjadinya

kelangkaan air tanah. Saat ini 50 % wilayah di Kabupaten Sleman mengalami krisis

air tanah (Pakar Hidrologi UGM, Prof. Dr. Ig. L. Setyawan Purnama, M.Si., 2

September 2016). Selain itu, menurunnya permukaan air tanah dapat pula

menurunkan tingkat kelembapan tanah yang mengakibatkan berkurangnya

kesuburan tanah pada suatu lahan (Sahputra dkk, 2016).

Page 4: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

4

Gambar 1.1 Penurunan Lahan Sawah di Kabupaten Sleman Tahun 2013-2018

Sumber: BPS Kabupaten Sleman Tahun 2013-2019

Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai kesesuaian antara tujuan dan hasil

dari suatu kegiatan yang didasarkan pada suatu pedoman khusus (Rosari, 2014).

Evaluasi peta RTRW Pola Ruang Kabupaten dilakukan berdasarkan Indeks Potensi

Lahan (IPL). Data Indeks Potensi Lahan (IPL) berupa peta indeks potensi lahan

pertanian merupakan data penting yang dapat digunakan dalam memberikan

evaluasi dan informasi mengenai potensi lahan pertanian di Kabupaten Sleman

untuk dapat memanfaatkan lahan secara optimal. Indeks Potensi Lahan pertanian

dapat menggambarkan potensi lahan pertanian dengan memperhatikan kondisi fisik

lahan yaitu kemiringan lereng, kondisi tanah, kondisi batuan, kondisi hidrologi dan

kerawanan bencana sebagai faktor pembatas (Hidayati, 2011).

Data Indeks Potensi Lahan pertanian dapat diolah dengan memanfaatkan

Sistem Informasi Geografi (SIG). Kemampuan SIG dalam melakukan analisis

spasial berupa tumpang susun (overlay) memungkinkan dalam pengolahan

berbagai faktor yang mempengaruhi potensi lahan pertanian dan dihasilakan data

indeks potensi lahan pertanian dalam bentuk peta. Data dalam bentuk peta tersebut

dapat memberikan informasi mengenai agihan dan lokasi lahan beserta potensi

lahan tersebut. Indeks Potensi Lahan menunjukkan berbagai kelas potensi

produktifitas lahan (sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah),

sehingga dapat digunakan dalam memberikan evaluasi dan informasi mengenai

potensi lahan pertanian di Kabupaten Sleman untuk dapat memanfaatkan lahan

secara optimal (Hidayati, 2011).

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

2013 2014 2015 2016 2017 2018

Luas

Lah

an S

awah

(H

a)

Tahun

Page 5: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

5

Kegiatan evaluasi tata ruang wilayah pada prinsipnya adalah untuk menilai

keselarasan antara tujuan, strategi, dan kebijakan yang termuat dalam dokumen

RTRW. Evaluasi RTRW dilakukan untuk memonitoring seberapa besar kesesuaian

pembagian kawasan pada peta RTRW Pola Ruang Kabupaten Sleman

memperhatikan potensi lahan untuk pertanian berdasarkan peta Indeks Potensi

Lahan pertanian. Satuan analisis dalam penelitian ini adalah satuan kawasan pola

ruang dalam peta RTRW Pola Ruang yang kemudian dilakukan tumpang susun

(overlay) dengan peta indeks potensi lahan dengan SIG. Hasil dari evaluasi dapat

digunakan sebagai salah satu sumber informasi yang akan digunakan sebagai dasar

terbentuknya suatu kebijakan sehubungan dengan kemungkinan adanya

perbaikan/revisi rencana atau penyusunan rencana yang baru.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dirumuskan, rumusan

masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Bagaimana tingkat Indeks Potensi Lahan (IPL) di Kabupaten Sleman?

(2) Bagaiaman sebaran Indeks Potensi Lahan (IPL) di Kabupaten Sleman?

(3) Bagaimana kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pola

Ruang berdasarkan Indeks Potensi Lahan (IPL) pertanian di Kabupaten

Sleman?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan sebagai berikut.

(1) Mengetahui tingkat Indeks Potensi Lahan (IPL) di Kabupaten Sleman.

(2) Mengetahui sebaran Indeks Potensi Lahan (IPL) di Kabupaten Sleman.

(3) Mengetahui kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pola

Ruang berdasarkan indeks potensi lahan pertanian di Kabupaten Sleman.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan diharapkan mempunyai beberapa manfaat

atau kegunaan sebagai berikut.

(1) Memberikan informasi berupa tingkat dan sebaran Indeks Potensi Lahan

(IPL) di Kabupaten Sleman, sehingga dapat digunakan sebagai referensi

dalam perencaan penggunaan lahan yang efektif dan efisien.

Page 6: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

6

(2) Memberikan referensi salah satu penerapan atau aplikasi Sistem Informasi

Geografi (SIG) untuk kajian evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Pola Ruang berdasarkan Indeks Potensi Lahan (IPL).

1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya

1.5.1. Telaah Pustaka

a) Lahan

Pengertian lahan mengandung dua arti yaitu yang sepadan dengan land atau

lahan, dan yang sepadan dengan kata soil atau tanah yang di atasnya dapat

dimanfaatkan berbagai kepentingan manusia (Deliyanto, 2014). Pengertian land

atau lahan adalah tanah terbuka, tanah garapan, maupun tanah yang belum diolah

yang dihubungkan dengan arti atau fungsi sosio-ekonominya bagi masyarakat

(Kamus Tata Ruang, 1997). Pengertian soil atau tanah adalah permukaan bumi,

termasuk bagian tubuh bumi dan air serta ruang yang di atasnya sampai yang

langsung berhubungan dengan tata guna tanahnya (UUPA, 1960). Dengan kata lain,

lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen

biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di

bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah batuan induk, refief, hidrologi,

tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia.

Lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas berbagai

komponen, yaitu komponen struktural (karakteristik lahan) dan komponen

fungsional (kualitas lahan) (Juhadi, 2007). Kualitas lahan merupakan sekelompok

unsur-unsur lahan yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan bagi

macam pemanfaatan tertentu. Lahan sebagai suatu sistem mempunyai komponen-

komponen yang terorganisir secara spesifik. Komponen-komponen lahan ini dapat

dipandang sebagai sumber daya dalam hubungannya dengan aktivitas manusia

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Worosuprojo, 2007). Dengan dimikian

terdapat kategori utama dalam sumber daya lahan, yaitu sumber daya lahan yang

bersifat alamiah dan sumber daya lahan yang merupakan hasil aktivitas manusia

(budidaya manusia). Oleh karena itu, sumber daya lahan mencakup semua

karakteristik lahan dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, yang mana dengan

cara-cara tertentu dapat digunakan untuk kebutuhan hidup manusia.

Page 7: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

7

Deliyanto (2014) menjelaskan lahan sebagai sumber daya alam mempunyai

berbagai fungsi bagi manusia diantaranya adalah fungsi lingkungan, fungsi

ekonomi, dan fungsi sosial. Fungsi lingkungan dapat dilihat dari pandangan sebagai

muka bumi, berfungsi sebagai tempat kehidupan. Muka bumi yang dimaksudkan

adalah biosfer yang terdiri dari daratan (litosfer), air (hidrosfer), dan udara

(atmosfer). Fungsi ekonomi dapat dilihat dari lahan yang berperan sebagai sarana

produksi, yaitu sebagai tempat tumbuhnya tanaman sehingga dapat menunjang

kehidupan di muka bumi. Lahan juga dapat digunakan sebagai benda yang

diperjualbelikan, sebagai tempat usaha dan benda kekayaan. Fungsi sosial yaitu

fungsi lahan yang diatasnya terdapat hal atas tanah mempunyai fungsi sosial untuk

kepentingan masyarakat. Kegiatan sosial tersebut dapat berupa untuk kegiatan

dalam kepercayaan (agama), kesehatan, olahraga, politik dan pemerintahan,

ataupun kesehatan.

b) Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan adalah proses penilaian sumber daya lahan untuk pertanian

maupun non pertanian dalam rangka mengidentifikasi dan membandingkan

macam-macam kemungkinan penggunaan dan pengaruhnya sesuai dengan tujuan

evaluasi (Toyibulah, 2012). Tujuan Evaluasi lahan adalah untuk menyeleksi

penggunaan lahan yang optimal untuk satuan lahan tertentu, seperti penggunaan

lahan untuk pertanian ataupun non pertanian dengan mempertimbangkan faktor

fisik dan sosial ekonomi serta konservasi sumber daya lingkungan untuk

penggunaan yang lestari dan berjangka panjang (Rayes, 2007). Evaluasi lahan

dilakukan dengan membandingkan karakteristik kesesuaian untuk penggunaan

lahan yang akan diterapkan dengan kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang

akan digunakan. Penggunaan lahan yang tidak bersesuaian dengan karakteristik

penggunaan lahan yang sesuai dengan peruntukannya merupakan penggunaan

lahan yang tidak berdaya guna dan berhasil guna.

Kemampuan lahan merupakan kemampuan lahan menujukkan kapasitas

lahan untuk penggunaan secara umum. Evaluasi kemampuan lahan merupakan

evaluasi potensi lahan bagi penggunaan berbagai sistem pertanian secara luas dan

tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu ataupun tindakan-tindakan

Page 8: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

8

pengelolaannya (Sitorus, 1985). Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian

lahan atau komponen lahan secara sistematik dan pengelompokkannya ke dalam

beberapa kategori berdasarkan sifat-sifat yang merupkan potensi dan penghambat

dalam penggunaanya secara lestari (Arsyad, 1989).

Evaluasi potensi lahan bagi pertanian memerlukan berbagai informasi

faktor-faktor pendukung lahan dan faktor pembatas lahan. Faktor pendukung

merupakan suatu kondisi yang dapat meningkatkan nilai potensi suatu lahan untuk

penggunaan pertanian, sedangkan faktor pembatas merupakan faktor yang

mengurangi nilai potensi suatu lahan tersebut. Evaluasi potensi sumber daya lahan

yang berkaitan dengan keperluan pertanian ditunjang oleh kelompok-kelompok

data tanah, iklim, topografi, formasi geologi, dan hidrologi.

c) Indeks Potensi Lahan (IPL)

Indeks Potensi Lahan (IPL) merupakan suatu nilai yang dapat

mencerminkan potensi suatu lahan (Suharsono 1995 dalam Hidayati dan Toyibulah,

2011). IPL dapat mengelaskan lahan menjadi berbagai tingkat tinggi rendahnya

potensi suatu lahan berdasarkan faktor-faktor atau parameter pembanding kualitas

lahan. Tingkat tinggi rendahnya nilai dalam IPL menunjukkan kemampuan suatu

lahan (daya dukung lahan) untuk penggunaan yang paling optimal sehingga dapat

digunakan secara terus menerus. Oleh karena itu, IPL dapat digunakan sebagai

salah satu informasi penting dalam melakukan evaluasi penggunaan lahan.

Indeks Potensi Lahan (IPL) menilai potensi suatu lahan berdasarkan faktor

relief atau topgrafi, faktor litologi, faktor tanah, faktor hidrologi dan faktor

kerawanan bencana (Suharsono, 1995 dalam Hidayati dan Toyibulah, 2011). Faktor

relief atau topografi, faktor litologi, faktor tanah, dan faktor hidrologi merupakan

faktor pendukung dalam menentukan potensi lahan, dimana semakin tinggi nilainya

maka semakin tinggi pula potensi lahan tersebut. Faktor kerawanan bencana

merupakan faktor pembatas dalam menentukan potensi lahan. IPL membagi tingkat

tinggi rendahnya suatu potensi menjadi 4 kelas, dimana semakin menurun kelasnya

semakin menurun pula intensitas dan pilihan penggunaan lahannya. Karakteristik

lahan berdasarkan kelas IPL (Riyadi, 1999) adalah sebagai berikut.

Page 9: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

9

(1) Kelas Sangat Tinngi (Nilai IPL 25,5 – 34)

Kelas sangat tinggi dalam Indeks Potensi Lahan (IPL) menunjukkan kondisi

lahan yang sesuai untuk berbagai penggunaan. Lahan pada kelas sangat tinggi

hanya memiliki sedikit kendala yang membatasi penggunaan lahanya. Sebelum

melakukan penggunaan lahan pada kelas sangat tinggi memerlukan beberapa

perbaikan lahan terlebih dahulu seperti perataan, pencucian garam laut, atau

penurunan muka air tanah secara musiman. Lahan dalam kelas sangat tinggi

umumnya memiliki tanah dengan topografi yang datar – agak datar, bahaya erosi

(air maupun angin) termasuk ringan. Tanah umumnya memiliki kedalaman efektid

yang sangat dalam, berdrainase baik dan mudah diolah. Kapasitas menahan air baik,

kesuburan tanah cukup tinggi atau sangat tanggap terhadap pemupukan.

(2) Kelas Tinggi (Nilai IPL 17 – 25,4)

Kelas tinggi dalam Indeks Potensi Lahan (IPL) menunjukkan kondisi lahan

yang dibutuhkan pemilihan dalam penggunaan lahannya. Hal ini dikarenakan pada

lahan kelas tinggi memiliki beberapa kendala. Tanah pada lahan ini membutukan

pengelolaan tanah secara hati-hati, termasuk tindakan konservasi tanah untuk

mencegah kemerosotan tanah atau untuk meningkatkan hubungan air dan udara jika

tanah yang digunakan untuk pertanian. Penanganan yang diperlukan untuk

mengatasi permasalahan tersebut pada lahan kelas tinggi sangat sedikit dan mudah

untuk dilakukan. Penghambat yang ada pada kelas tinggi yaitu:

a. lereng landai,

b. erosi sedang,

c. kedalaman efektif tanah agak dalam,

d. struktur tanah dan kemampuan tanah untuk diolah agak kurang baik,

e. salinitas ringan sampai sedang atau terdapat garam natrium yang mudah

diatasi, tetapi mungkin dapat tibul kembali,

f. kadang-kadang mengalami luapan air (banjir) yang merusak,

g. kelebihan air yang dapat diatasi dengan drainase, tetapi air tetap ada

sebagai pembatas yang tingkatnya sedang, dan

h. keadaan iklim agak kurang sesuai sebagai tanaman dan pengelolaan.

Page 10: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

10

(3) Kelas Sedang (Nilai IPL 8,5 – 17,4)

Kelas sedang dalam Indeks Potensi Lahan (IPL) menunjukkan kondisi lahan

yang memiliki kendala berat sehingga mengurangi pilihan penggunaan atau

memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Hal ini dikarenakan pada

lahan kelas sedang memiliki kendala yang lebih besar dari kelas tinggi. Kendala

tersebut adalah terbatasnya waktu penggunaan dan waktu pengolahan, kendala-

kendala tersebut disebabkan oleh satu atau lebih dari sifat berikut:

a. lereng yang agak curam,

b. peka terhadap erosi atau telah mengalami erosi yang agak berat,

c. seringkali mengalami banjir yang dapat merusak tanaman,

d. lapisan bawah tanah permeabilitas sangat lambat,

e. terlalu basah atau terus-menerus jenuh air setelah didrainase,

f. kedalaman yang dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras (hardpan),

fragipan atau claypan yang menghambat perakaran dan simpanan air,

g. kapasitas menahan air rendah,

h. tingkat kesuburan rendah dan tidak mudah diatasi,

i. salinitas atau kandungan natrium sedang.

(4) Kelas Rendah (Nilai IPL 0 – 8,4)

Kelas rendah dalam Indeks Potensi Lahan (IPL) menunjukkan kondisi lahan

yang memiliki kendala yang sangat berat sehingga mengurangi pilihan penggunaan

atau memerlukan tindakan pengelolaan yang hati-hati atau keduanya. Hal ini

dikarenakan pada lahan kelas rendah memiliki kendala yang lebih besar dari kelas

sedang. Kendala pada lahan kelas rendah disebabkan oleh salah satu atau kombinasi

dari faktor-fakor berikut:

a. lereng curam,

b. sangat peka terhadap erosi,

c. telah mengalami erosi masa lalu yang parah,

d. tanah dangkal,

e. kapasitas menahan air rendah,

f. sering tergenang yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman,

g. kelebihan air bebas dan bahaya genangan setelah didrainase,

Page 11: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

11

h. salinitas atau kandungan natrium tinggi.

Potensi lahan yang dinilai dengan Indeks Potensi Lahan (IPL)

memperhatikan beberapa parameter/ faktor. Faktor tersebut berupa kondisi fisik

lahan sebagai berikut.

(1) Faktor Relief atau Topografi

Faktor relief atau topografi menilai potensi suatu lahan berdasarkan nilai

persentase kemiringan lereng lahan tersebut. Besaran kemiringan lereng memiliki

pengaruh terhadap hidrologi permukaan, erosi dan pengupasan permukaan.

Kemiringan lereng yang besar memiliki muka air tanah relatif dalam akibat adanya

drainase ke bawah tanah, sedangkan kemiringan lereng yang kecil memiliki air

tanah relatif dangkal dan terjadinya pelepasan air tanah melimpah (Prabaningrum

dkk, 2019). Kemiringan lereng mempengaruhi daya resapan air hujan ke dalam

tanah. Kemiringan lereng yang besar memiliki kemampuan untuk meresap air hujan

yang kecil dan langsung menjadi aliran permukaan (Maria, 2008). Aliran

permukaan mempengaruhi terjadinya erosi dan pengupasan permukaan. Semakin

besar aliran permukaan yang disertai dengan energi pengangkut material yang besar

dapat mengakibatkan peningkatan laju erosi tanah yang terjadi. Erosi yang terjadi

dapat mengurangi kesuburan tanah yang ada. Oleh karena itu, semakin datar

kondisi lereng suatu daerah, maka semakin tinggi pula potensi lahan daerah

tersebut. Kemiringan lereng mempengaruhi pula kemudahan dalam menggunakan

dan mengelola suatu daerah, dimana semakin besar kemiringan lereng suatu daerah

semakin sulit pula lahan tersebut untuk dijangkau dan dikelola oleh masyarakat

(Amalia, 2019).

(2) Faktor Litologi

Faktor litologi berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah yang ada pada suatu

lahan. Litologi merupakan deskripsi batuan pada singkapan berdasarkan

karakteristiknya (Dewi, 2014). Karakterstik batuan yang berpengaruh terhadap

sifat-sifat tanah adalah resistensinya terhadap pelapukan, umur, kandungan mineral

dan strukturnya. Karakteristik batuan dengan umur yang lebih tua akan lebih

menghasilkan induk tanah yang relatif lebih banyak. Hal ini dikarenakan batuan

yang lebih tua memiliki tingkat pelapukan yang lebih lanjut. Induk tanah yang

Page 12: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

12

relatif lebih banyak akan mengakibatkan tanah yang di atasnya lebih berkembang.

Karakteristik struktur batuan berpengaruh pada tingkat resistansi batuan terhadap

denudasi. Perlapisan batuan yang berbutir kasar memiliki lapisan yang tebal

sehingga biasanya sangat resisten terhadap denudasi. Batuan dengan perlapisan

yang lebih tipis tidak cukup resisten dibandingkan dengan batuan yang pertama.

Kandungan mineral dalam batuan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah yang ada

pada suatu lahan. Batuan piroklastik misalnya, batuan tersebut merupakan jenis

batuan yang berasal dari erupsi oleh gunung berapi oleh karena itu batuan tersebut

mengandung material yang dapat meningkatkan kesuburan tanah.

(3) Faktor Tanah

Karakteristik tanah berpengaruh dalam menentukan potensi suatu lahan

karena sifat fisik dan sifat kimia seperti kandungan bahan organik pada tanah

mempengaruhi tingkat kesuburan suatu tanah. Tanah yang subur mampu

menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk proses pertumubuhan dan

reproduksinya (Hardjowigeno, 2007). Kandungan bahan organik dalam tanah

berpengaruh pada berbagai sifat tanah sebeperti struktur tanah, konsistensi tanah,

porositas tanah, daya mengikat air, dam pengikatan ketanhanan terhadap erosi

(Atmojo, 2003). Kandungan bahan organik juga mempengaruhi kemantapan/

stabilitas agregat tanah (Yunagardasari, 2017). Kandungan bahan organik yang

rendah akan mengakibatkan tanah mudah hancur saat terkena air hujan atau saat

tergenang air. Hal ini menyebabkan pori tanah tersumbat oleh butiran-butiran tanah

yang terdispensi dan menurunkan kemampuan infiltrasi tanah.

Kemampuan tanah seperti drainase tanah dan infiltrasi juga mempengaruhi

nilai potensi tanah. Kemampuan infiltrasi tanah dominan dipengaruhi oleh tekstur

halus kasarnya tanah tersebut (Sarief, 1985). Tanah dengan tekstur yang semakin

kasar memiliki kemampuan infiltrasi yang tinggi, sehingga tanah dengan cepat akan

menyerap air ke dalam tanah. Tanah dengan tekstur yang halus memiliki

kemampuan menyerap air yang lebih lambat. Tanah dengan laju infiltrasi yang

buruk akan mudah mengakibatkan timbulnya limpasan permukaan meskipun curah

hujan yang turun rendah (Utomo, 1989). Air hujan yang sebagian besar membentuk

limpasan air dapat mengakibatkan terjadinya banjir dan erosi melalui run off yang

Page 13: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

13

terbentuk. Komposisi tanah mempengaruhi terbentuknya tekstur suatu tanah,

komposisi tersebut berupa kandungan pasir, debu dan liat pada tanah tersebut.

Tanah dengan kandungan pasir yang semakin banyak akan membentuk tanah

dengan tekstur yang kasar. Oleh karena itu, semakin banyak kandungan pasirnya

semakin baik pula kemampuan infiltrasi tanah tersebut.

(4) Faktor Hidrologi

Karakteristik faktor hidrologi yang digunakan dalam penilaian potensi lahan

adalah tingkat potensi air permukaan dan air tanah. Air tanah merupakan bagian

dari siklus hodrologi, dimana air tanah terbentuk dari proses penyerapan air hujan

atau air permukaan oleh tanah kemudian air tersebut mencapai zona jenuh air. Air

tanah adalah air yang terdapat pada ruang antar butir batuan atau celah-celah batuan

(Sutandi, 2012). Air tanah yang terserap oleh tanah dan dekat dengan permukaan

akan diuapkan kembali oleh tanaman (evaporasi). Air tanah memiliki peran penting

untuk menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan

rumah tangga ataupun industri. Kehidupan manusia sangat bergantung pada air

tanah, bahkan pada beberapa daerah ketergantungan terhadap pemasokan air bersih

dan air tanah telah mencapai kurang lebih 70% (Sutandi, 2012).

Keberadaan air tanah bergantung pada berbagai faktor fisik suatu lahan.

Faktor tersebut seperti lapisan batuan permukaan, topografi, penggunaan lahan,

vegetasi penutup, dan aktivitas manusia. Lapisan batuan mempengaruhi

kemampuan tanah dalam menyerap air (infiltrasi). Hal ini dikarenakan terdapat

batuan yang dapat meloloskan air (permeable) dan batuan yang tidak dapat

meloloskan air. Lapisan permukaan yang dapat meloloskan air seperti kerikil, pasir,

batuapung, dan batuan yang retak-retak, sedangkan lapisan yang sukar meloloskan

air terdiri dari napal, dan tanah liat atau tanah lempung. Air tanah mempengaruhi

tingkat kesuburan tanah pada suatu lahan, dimana semakin baik kualitas air

tanahnya maka semakin subur pula tanah pada lahan tersebut (Amalia, 2019). Oleh

karena itu, semakin baik kualitas air tanah yang ada pada suatu wilayah, maka nilai

potensi lahannya semakin tinggi.

Page 14: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

14

(5) Faktor Kerawanan Bencana

Kerawanan bencana pada penilaian potensi lahan berperan sebagai faktor

pembatas. Kerawanan bencana adalah kemungkinan dampak atau kerugian dari

adanya suatu bencana, seperti kematian, luka-luka, kegiatan ekonomi yang

terganggu, kerusakan properti atau kerusakan lingkungan (Amalia, 2019). Bencana

yang digunakan sebagai faktor pembatas dalam penilaian potensi suatu lahan adalah

erosi. Erosi dengan pengangkutan energi yang besar dapat menyebabkan terjadinya

longsor pada lereng yang curam. Erosi mempengaruhi pula tingkat kemampuan

pengolahan lahan, dimana semakin besar erosi yang terjadi maka semakin sulit

lahan tersebut untuk diolah. Sulitnya pengolahan lahan yang memiliki kerawanan

bencana erosi berat akan meningkatkan pula biaya produksi yang harus

dikeluarkan. Oleh karena itu, semakin besar erosi yang terjadi semakin rendah

potensi sutau lahan.

Erosi berkaitan dengan kemiringan lereng, jenis tanah, dan penggunaan

lahan yang ada (Amalia, 2019). Lereng yang curam memicu terjadinya erosi pada

suatu lahan. Lereng yang curam memiliki aliran air permukaan yang besar,

sehingga menyebabkan laju erosi yang semakin besar. Jenis tanah berpengaruh

terhadap kemampuan suatu tanah melakukan infiltrasi. Tanah dengan kemampuan

infiltrasi yang baik akan memperkecil kemungkinan terjadinya erosi yang

disebabkan oleh aliran air permukaan.

d) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Perencanaan Tata Ruang

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut, ruang udara

termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan

makhluk hidup lain, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya

(Perda Kabupaten Sleman No. 12 Tahun 2012). Ruang pada dasarnya memiliki

keterbatasan dalam pemanfaatannya, sehingga perlu dilakukan perencanaan dalam

penggunaanya. Peraturan tersebut mengatur dan merencanakan ruang agar dapat

dimanfaatkan secara efektif. Perencanaan penataan ruang adalah kegiatan yang

meliputi pengarutan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.

Page 15: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

15

Perencanaan tata ruang memuat perencaan dalam menentukan struktur ruang dan

pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

Budiharho dan Sujarto, 1999 merekomendasikan beberapa pemahanan agar

dalam peningkatan kualitas perencanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan

hidup di masa mendatang dapat berkelanjutan, sebagai berikut.

a. Pengelolaan dan tata ruang tidak lagi dilihat sebagai management od growth

atau management of changes melainkan lebih sebagai management of

conflict. Orientasi tujuan jangka panjang yang ideal perlu disenyawakan

dengan pemecahan masalah jangka pendek yang bersifat impremental.

b. Mekanisme development control yang ketat agar ditegakan, lengkap

dengan sanksi (dis intensif) untuk yang melanggar dan bonus (intensif bagi

mereka yang taat pada peraturan).

c. Penataan ruang kota secara total, menyeluruh dan terpadu dengan model-

model participatory planning dan over-the-board planning atay

perencanaan lintas sektoral sudah dilakukan secara konsekuen dan

berkesinambungan,

d. Kepekaan sosial-kultural para penentu kebijakan dan para profesional

khususnya di bidang tata ruang kota dan lingkungan hidup seyogyanya lebih

ditingkatkan melakui forum-forum pertemuan/ diskusi/ ceramah/ publikasi,

penataran dan pelatihan baik secara formal maupun non formal.

e. Dalam setiap perencanaan tata ruang kota dan pengelolaan lingkungan

hidup agar lebih diperhatikan perihal kekayaan khasanah lingkungan alam

termasuk iklim tropis yang bersahabat, yang selain akan memberikan

kenyamanan biologis sendiri juga akan lebih menghemat energi yang

sekarang sudah semakin mahal. Selain itu, sepatutnya segenap pihak

mencurahkan kepedulian yang tinggi terhadap warisan budaya. ].2

f. Peran serta penduduk dan kemitraan dengan swasta agar lebih digalakan

untuk bisa memecahkan mesalah tata ruaang kota dan pengelolaan

lingkungan hidup dengan prinsip win-win solution, tanpa ada yang merasa

terlalu dirugikan.

Page 16: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

16

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Non. 12 Tahun 2012

tentang Rencana Tata Ruas Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2031

menyatakan, penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang,

pemanfataan ruang dan pengendalian pemenfaatan ruang merupakan satu kesatuan

yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lainnya dan harus dilakukan

sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan

pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna, serta mampu mendukung

pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Penataan ruang yang didasarkan

pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta didukung oleh

teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan

kesinambungan subsistem. Hal itu berarti akan meningkatkan kualitas ruang yang

ada, karena pengelolaan subsistem yang satu berpengatuh pada subsistem yang

lainnya dan pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional

secara keselurhan termasuk provinsi dan kabupaten.

RTRW Kabupaten

Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 16 Tahun 2009, RTRW memiliki

berbagai tingkatan yaitu nasional, provinsi, kabupaten dan kota. Setiap tingkatan

tersebut saling terintegrasi satu sama lain sehingga mencapai tujuan yang sama

berdasarkan RTRW Nasional sebagai pedoman penataan ruang wilayah Provinsi

Daerah Tingkat I dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional merupakan strategi dan arahan

kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara yang berisikan tiga poin, yaitu

(1) penetapan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan kawasan tertentu yanng

ditetapkan secara nasional, (2) norma dan kriteria pemanfaatan ruang, (3) pedoman

pengendalian pemanfaatan ruang. RTRW Provinsi merupakan rencana tata ruang

yang bersifat umum dari wilayah provinsi, yang mengacu pada RTRW Nasional,

Rencana Tata Ruang Pulau/ Kepulauan dan Rencana Tata Ruang Kawasan

Strategis. RTRW Kabupaten/ Kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum

dari wilayah kabupaten/ kota, yang mengacu pada RTRW Nasional, Rencana Tata

Ruang Pulau/ Kepulauan, Rencana Tata Ruang Strategis Nasional, RTRW Provinsi

dan Rencana Ruang Kawasan Strategis Provinsi.

Page 17: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

17

Berdasarkan Pasal 26 ayat 7 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten ditetapkan

dengan peraturan daerah kabupaten tersebut. Tujuan penataan ruang wilayah

kabupaten adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah kabupaten yang

merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang

kabupaten pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya

ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan

berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Kedudukan RTRW

Kabupaten dalam sistem penataan ruang dan sistem perencanaan pembangunan

nasional dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Kedudukan RTRW Kabupaten dalam Sistem Penataan Ruang dan Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.16/PRTM/2009

RTRW kabupaten adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari

wilayah kabupaten, yang berisi sebagai berikut (Peraturan Menteri PU, No.

16/PRTM/2009).

(1) Tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten

Tujuan, kebijakan dan strategi yang termuat di dalam RTRW Kabupaten

merupakan terjemahan dari visi dan misi pengembangan kabupaten dalam

pelaksanaan pembangunan untuk mencapai kondisi ideal tata ruang wilayah

kabupaten yang diharapkan.

Page 18: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

18

(2) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan kerangka tata

ruang wilayah kabupaten yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan

yang berhierarki satu sama lain yang dihubungkan oleh sistem jaringan

prasarana wilayah kabupaten tertama jaringan transportasi.

(3) Rencana pola ruang wilayah kabupaten

Rencana pola ruang wilayah kabupaten merupakan rencana distribusi

peruntukan ruang dalam wilayah kabupaten yang meliputi rencana peruntukan

ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi

daya. Kawasan lindung merupakan kawasan yang memberikan perlindungan

terhadap kawasan di bawahnya. Kawasan budi daya adalah wilayah yang

ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dsar kondisi dan

potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

Rencana pola ruang wilayah kabupaten berfungsi:

a. sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi

masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan peruntukan ruang,

b. mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang,

c. sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah

lima tahunan untuk dua puluh tahun, dan

d. sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah

kabupaten.

(4) Penetapan kawasan strategis kabupaten

Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan bagian wilayah

kabupaten yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai

pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial

budaya, dan/atau lingkungan. Penentuan kawasan strategis kabupaten lebih

bersifat indikatif. Batasan fisik kawasan strategis kabupaten akan ditetapkan

lebih lanjut dalam rencana tata ruang kawasan strategis.

(5) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten

Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten merupakan perwujudan

rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama pentaan/

Page 19: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

19

pengembangan wilayah kabupaten dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima)

tahunan sampai akhir tahun perencanaan (20 tahun).

(6) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten

Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah

ketentuan yang diperuntukan sebagai alat penertiban penataan ruang, meliputi

ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan pemberian

insentif dan disintensif, serta arahan pengenaan sanksi dalam rangka

perwujudan rencana tata ruang wilayah kabupaten.

Fungsi dari RTRW Kabupaten yaitu:

1. acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

(RPJPD) dan Rencana Pengembangan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),

2. acuan dalam pemanfaatan ruang/ pengembangan wilayah kabupaten,

3. acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah

kabupaten,

4. acuan inverstasi dalam wilayah kabupaten yang dilakukan pemerintah,

masyarakat, dan swasta,

5. pedoman untuk penyusunan rencana rinsi ruang di wilayah kabupaten,

6. dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/ pengembangan

wilayah yang meliputi penataan peraturan zonasi, perizinan, pembarian

insentif dan disentif, serta pengenaan sanksi, dan

7. acuan dalam administrasi pertahanan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.16/PRTM/2009

proses penyusunan RTRW Kabupaten disyaratkan berlandaskan atas asas

keterpaduan, keserasian, keselarasan, dan kesinambungan, berkelanjutan,

keberdayagunaan, dan keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan

kemitraan, perlindungan kepentingan umum, kepastian hukum dan keadilan, serta

asas akuntabilitas. Proses penyusunan RTRW Kabupaten meliputi berbagai

tahapan, yaitu pengumpulan data yang dibutuhkan, pengolahan dan analisis data,

perumusan konsep RTRW Kabupaten, serta penyusunan raperda tentang RTRW

Kabupaten. Proses pembuatan RTRW Kabupaten dapat dilihat pada Gambar 1.3.

Page 20: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

20

Gambar 1.3. Proses Penyusunan RTRW Kabupaten

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.16/PRTM/2009

Page 21: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

21

Dari Gambar 1.4 dapat diketahui bahwa dalam proses penyusunan RTRW

Kabupaten diperlukan berbagai jenis data. Data yang digunakan untuk memenuhi

keperluan dalam pengenalan karakteristik tata ruang wilayah dan penyusunan

rencana tata tuang. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data primer yang dilakukan yaitu:

(a) penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui

penyebaran angket, temu wicara, wawancara orang per-orang, dan lain

sebagainya, dan

(b) pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah secara langsung

melalui kunjungan ke semua bagian wilayah kabupaten.

Data sekunder yang digunakan dalam penyusunan rencana tata ruang sekurang-

kurangnya sebagai berikut.

(a) peta-peta:

- Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau peta topgrafi skala 1:250.000

sebagai dasar,

- citra satelit (berumur tidak lebih dari satu tahun pada saat penyusunan

dan menggunakan citra satelit resolusi 10 m – 15 m) peta dasar dan

membuat peta tutupan lahan,

- peta batas wilayah administrasi,

- peta batas kawasan hutan,

- peta-peta masukan untuk analisis kebancanaan (longsor, banjir, tsunami,

dan bencana alam geologi),

- peta-peta masukan untuk identifikasi potensi sumber daya alam

(mineral, batubara, migas, panas bumi, dan air tanah), dan kesesuaian

lahan pertanian (tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan

sebagainya).

(b) data dan informasi, meliputi:

- data tentang kependudukan,

- data tentang sarana dan prasaran wilayah,

- data tentang pertumbuhan ekonomi wilayah,

- data tentang pertumbuhan keuangan pembangunan daerah,

Page 22: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

22

- data dan informasi tentang kebijakan penataan ruang terkait (RTRW

Kabupaten yang sebelumnya, RTRW Provinsi, RTRW Nasional dan

RTR pulau terkait),

- data dan informasi tentang kebijakan pembangunan sektoral, terutama

yang merupakan kebijakan pemerintah pusat, dan

- peraturan perundang-undangan terkait.

RTRW Kabupaten Sleman

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman yang saat ini

berlaku berada pada rentang waktu 2011-2031, hal tersebut didasarkan pada

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Pasal 24 ayat

(2) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang penyusunan dan penetapan

rencana umum. RTRW Kabupaten Sleman merupakan hasil perencanaan tata ryang

yang berisikasn tujuan, kebijaksanaan dan strategi, rencana struktur ruang wilayah,

rencana pola ruang wilayah, penetapan kawasan strategis, arahan pemanfaatan

ruang, dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Sleman.

Tujuan dalam penataan ruang wilayah kabupaten Sleman yaitu mewujudkan ruang

kabupaten yang tanggap terhadap bencana dan berwawasan lingkungan dalam

rangka menciptakan masyarakat yang sejahtera, demokratis. Dan berdaya saing.

RTRW Kabupaten Sleman memuat berbagai macam kebijakan dan strategi

untuk mencapai tujuan dari perencanaan penataan ruang wilayah kabupaten. Salah

satu kebijakan yang dimuat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12

Tahun 2012 tentang RTRW Tahun 2011-2031 yaitu pengembangan kawasan

pertanian dalam rangka keamanan dan ketahanan pangan. Dalam memenuhi

kebijakan tersebut, strategi pengembangan kawasan pertanian berupa

mengendalikan alih fungsi lahan pertanian dan mengembangkan agropolitan dan

minapolitan. Peraturan mengenai pemanfaatan kawasan peruntukan pertanian

terdapat pada rencana pola ruang wilayah kabupaten. Rencana pola ruang wilayah

Kabupaten Sleman terdiri atas kawasan lindung, dan kawasan budi daya. Kawasan

lingung dan Kawasan budi daya Kabupaten Sleman digambarkan dalam bentuk

peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000.

Page 23: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

23

Kawasan lindung merupakan kawasan yang memberikan perlindungan

terhadap kawasan bawahannya, sedangkan kawasan budi daya adalah wilayah yang

ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dsar kondisi dan potensi

sumber daya alam, manusia, dan buatan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten

Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang RTRW Tahun 2011-2031 kawasan

budidaya terdiri dari kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan

pertanian, perikanan, pertambangan, industri, pariwisata, permukiman, dan

peruntukan lainnya. Kawasan peruntukan pertanian di dalam RTRW Kabupaten

Sleman meliputi kawasan pertanian tanaman pangan, kawsan hortikultura, kawasan

perkebunan, dan kawasan peternakan. Kawasan pertambangan berupa

pertambangan mineral bukan logam dan pertambangan batuan. Kawasan

peruntukan industri meliputi industri menengah dan industri kecil dan mikro.

Kawasan peruntukan pariwisata meliputi wisata alam, budaya, perkotaan dan

perdesaan. Kawasan peruntukan permukiman meliputi permukiman perkotaan dan

permukiman perdesaan. Kawasan peruntukan lainnya di dalam RTRW Kabupaten

Sleman berupa kawasan pertahanan dan keamanan negara, serta kawasan

pendidikan tinggi.

e) Sistem Informasi Geografi (SIG)

Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sistem informasi berbasis komputer

yang digunakan secara digital untuk mengolah dan menganalisis berbagai data

spasial yang terkait dengan permukaan bumi beserta dengan data atribut-atribut non

spasialnya yang digabungkan dengan studi geografi (Fariski dkk, 2017).

Kemampuan SIG dalam mengolah data spasial membuat pengolahan data spasial

menjadi lebih mudah. Kemapuan SIG dalam mengolah data spasial diantaranya

kemapuan untuk kompilasi, pembaruan, penyimpanan, perubahan, manipulasi,

analisis, kombinasi, dan penyajian (Barkey dkk, 2009).

SIG dapat digunakan untuk menghubungkan berbagai data titik tertentu di

permukaan bumi, kemudian melakukan pengolahan berupa penggabungan, analisis,

dan pencetakan hasil baik dalam format grafi atau tabel. Data yang diolah oleh SIG

berupa data spasial yang memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar

Page 24: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

24

referensinya. Pengolahan data spasial dengan SIG dapat mengetahui berbagai

fenomena yang ada di permukaan bumi seperti lokasi, kondisi, kecenderungan/

trend, dan pola (Barkey dkk, 2009). Lokasi dapat menggambarkan apa yang ada

dan apa terjadi pada suatu tempat tertentu. Kondisi dapat menggambarkan

kenampakan suatu wilayah, seperti potensi, geomorfologi dan sebagainya.

Kecenderungan dapat mengambarkan suatu tingkatan fenomena yang ada pada di

suatu wilayah, seperti tingkat perkembangan penduduk ataupun tingkat kerawanan

bencana. Pola dapat menggambarkan kecenderungan arah penyebaran suatu

fenomena yang terjadi di suatu wilayah, seperti pola penyebaran penyakit, pola

pemudaan mangrove dan sebagainya. Selain kemampuan tersebut, SIG dapat

melakukan simulasi atau modeling dari suatu fenomena yang dapat terjadi di

permukaan bumi agar pemahaman terhadap suatu fenomena yang terjadi di

permukaan bumi lebih mudah dipahami.

Data spasial dalam pengolahan SIG terdiri dari dua jenis format data yaitu

data vektor dan data raster (Barkey dkk, 2009). Data vektor merupakan bentuk

representasi bumi yang ditunjukkan dalam kumpulan garis, area (daerah yang

dibatasi oleh garis yang saling bertemu di titik yang sama), dan titik. Data vektor

memiliki kelebihan dalam menentukan ketepatan mempresentasikan fitur titik,

batasan, dan garis lurus. Kelebihan tersebut bermanfaatan dalam menentukan

ketepatan posisi, selain itu data vektor dapat mendefinisikan hubungan spasial dari

beberapa fitur. Kelemahan yang dimiliki data vektor adalah ketidakmampuannya

dalam mengakomodasi perubahan gradual. Tampilan data vektor dapat dilihat pada

Gambar 1.4.

Gambar 1.4 Tampilan Data Vektor

Sumber: Amalia, 2019

Data raster merupakan data dengan bentuk sel grid atau yang disebut dengan

pixel. Data raster dihasilkan dari gambar berupa peta atau data dari penginderaan

jauh. Resolusi pixel mempengaruhi kualitas gambaran yang ditampilkan oleh data

Page 25: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

25

raster (Barkey dkk, 2009). Semakin kecil resolusi pixel pada data raster, maka

semakin tinggi kualitas data raster tersebut. Data raster memiliki kelebihan dalam

menampilakan batas-batas yang berubah secara gradual, seperti jenis tanah,

kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah dan sebagainya. Kekurangan yang ada pada

sata raster adalah keterbatasan pada resolusi pixel pada data tersebut, dimana

semakin tinggi resolusinya, semakin tinggi pula kapasitas penyimpanan yang

dibutuhkan untuk menyimpan data raster. Selain itu, kekurangan data raster terletak

pada presisi dalam menunjukkan lokasi. Tampilan data raster dapat dilihat pada

Gambar 1.5.

Gambar 1.5 Tampilan Data Raster

Sumber: Amalia, 2019

Sumber data Sistem Informasi Geografi (SIG) dapat berasal dari berbagai

sumber, diantaranya sebagai berikut (Barkey dkk, 2009).

(1) Peta Analog

Peta analog dibuat dengan teknik kartografi dan memiliki referensi spasial

seperti kooedinat, skala, arah mata angin dan sebaginya. Peta analog pada

awalnya memiliki format raster karena berupa hasil scan agar dapat

diinputkan dalam pemrosessan SIG. Peta analog yang merupakan data raster

dapat diubah menjadi data vektor melalui proses digitasi on screen dengan

software SIG.

(2) Citra Penginderaan Jauh

Citra penginderaan jauh merupakan salah satu sumber data yang penting

dalam SIG. Citra penginderaan jauh dapat digunakan untuk memantau

kondisi lahan secara luas dan temporal, sehingga memungkinkan untuk

melakukan pengamatan dan analisis perubahan kenampakan di permukaan

bumi. Citra penginderaan jauh dapat dilakukan pula perubahan susunan

warna pada band-nya, sehingga dapat menonjolkan kenampakan

permukaan bumi yang akan dianalisis, seperti tubuh air, tanah atau vegetasi.

Page 26: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

26

(3) Data Survei Lapangan

Data survei lapangan dapat berupa hasil pengukuran yang dilakukan

terhadap suatu objek atau hasil sesnsus.

1.5.2. Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian evaluasi

Rencana Tatat Ruang Wilayah (RTRW) berdasarkan Indeks Potensi Lahan (IPL),

diantaranya sebagai berikut.

(a) Yoga Toyibulah (2012) dengan judul “Evaluasi Rencana Tata Ruang

Wilayah Berdasarkan Indeks Potensi Lahan Melalui Sistem Informasi

Geografi di Kabupaten Sragen”. Penelitian tersebut bertujuan mengetahui

persebaran indeks potensi lahan dengan membuat peta indeks potensi lahan

di Kabupaten Sragen, dan mengetahui kesesuaian Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) terhadap Indeks Potensi Lahan (IPL) di Kabupaten

Sragen. Bahan yang digunakan dalam penelitian bersumber dari data

sekunder dalam bentuk data analog. Metode yang digunakan dalam

menentukan kelas IPL adalah dengan melakukan tumpang susun (overlay)

dari hasil skoring paaremeter IPL, dimana paramter yang digunakan adalah

lereng dan relief, kedalaman air tanah, litologi, tekstur tanah, dan kerawanan

bencana erosi. Kegiatan survei lapangan dilakukan dengan metode stratified

random sampling. Kegiatan survei lapangan dilakukan untuk mencocokkan

data peta yang ada dengan keadaan sebenarnya di lapangan serta untuk

mengetahui tingkat akurasi Indeks Potensi Lahan yang telah dilakukan.

Metode evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berdasarkan IPL

dilakukan pula dengan overlay antara keduanya, yang kemudian dianalisis

dengan metode subjective matching. Hasil yang didapatkan dari penelitian

adalah Peta Indeks Potensi Lahan dan Peta Evaluasi Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Tata Guna Lahan Terhadap Indeks Potensi Lahan (IPL)

di Kabupaten Sragen dengan skala 1:200.000.

(b) Teresita Oktavia Rosari (2014) dengan judul “Evaluasi Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman Berdasarkan Analisis Resiko

Bencana Gunung Merapi”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui

Page 27: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

27

sebaran tingkat risiko bencana Gunung Merapi di Kabupaten Sleman,

mengevaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman,

dan mengetahui penerapan aspek kebencanaan dalam penataan ruang di

Kabupaten Sleman. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah data

sekunder berupa peta tematik untuk melakukan analisis risiko bencana

Gunung Merapi, dan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kawasan

Budi daya Kabupaten Sleman. Peta tematik yang digunakan untuk membuat

peta risiko yaitu Peta Sebaran Tingkat Risiko dan Peta Sebaran Tingkat

Kerentanan di Kabupaten Sleman. Peta Sebaran Tingkat Risiko Kabupaten

tersebut digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap Peta RTRW

Kawasan budidaya di Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuantitatif berjenjang dengan teknik pengharkatan/

skoring pada tiap indikator yang mempengaruhi risiko bencana. Metode

dalam evaluasi Peta RTRW Kawasan Budi daya Kabupaten Sleman

berdasarkan Peta Sebaran Tingkat Risiko yang dihasilkan menggunakan

metode overlay, dimana hasil yang didapatkan berupa peta kesesuaian

rencana kawasan budi daya.

(c) Zidni Ilma Amalia (2019) dengan judul “Analisis Indeks Potensi Lahan

(IPL) Kabupaten Sleman”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

tingkat Indeks Potensi Lahan (IPL) di Kabupaten Sleman, mengetahui

sebaran IPL di Kabupaten Sleman, dan mengetahui perbandingan kelas IPL

tinggi dengan penggunaan lahan eksisting di Kabupaten Sleman. Bahan

yang digunakan dalam penelitian berupa data sekunder dan data primer.

Data sekunder merupakan sumber data untuk parameter penentuk IPL

(kemiringan lereng, litologi, jenis tanah, produktivitas air tanah, dan

kerawanan bencana) dan data penggunaan lahan di Kabupaten Sleman. Data

primer didapatkan dari hasil lapangan untuk melakukan uji akurasi dari data

parameter IPL dan penggunaan lahan di Kabupaten Sleman. Metode yang

digunakan dalam menentukan jumlah sampel untuk survei lapangan adalah

propotional random sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian

adalah tumpang susun (overlay) dari hasil skoring setiap parameter IPL.

Page 28: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

28

Hasil dari penelitian adalah Peta Indeks Potensi Lahan Kabupaten Sleman

skala 1:200.000.

Penelitian yang akan dilakukan memiliki metode yang sama dalam

menentukan Indeks Potensi Lahan, yaitu melakukan overlay dari hasil skoring

parameter kemiringan lereng, litologi, jenis tanah, hidrologi, dan kerawanan

bencana. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan metode tersebut memiliki

hasil yang baik dan akurat. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan

penelitian oleh Yoga Toyibulah adalah lokasi dari penelitian, dimana lokasi yang

akan dilakukan di Kabupaten Sleman sedangkan kedua penelitian tersebut

dilakukan di Kabupaten Sragen. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan

penelitian oleh Teresita Oktavia Rosari adalah data acuan yang digunakan dalam

melakukan evaluasi RTRW, dimana pada penelitian tersebut menggunakan Peta

Sebaran Tingkat Risiko Bencana Gunung Merapi dan pada penenlitian yang akan

dilakukan menggunakan data Peta Indeks Potensi Lahan Kabupaten Sleman.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Zidni Ilma Amalia adalah terletak pada

penggunaan Peta Indeks Potensi Lahan Kabupaten Sleman yang dihasilkan, dimana

peta tersebut digunakan untuk mengetahui kesesuaiannya terhadap penggunaan

lahan eksisting di Kabupaten Sleman. Perbandingan penelitian yang dilakukan

dengan penelitian sebelumnya secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Page 29: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

29

Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya No. Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

1. Yoga

Toyibulah

(2012)

Evaluasi Rencana

Tata Ruang Wilayah

Berdasarkan Indeks

Potensi Lahan

Melalui Sistem

Informasi Geografi

di Kabupaten Sragen

1. Mengetahui persebaran indeks

potensi lahan di Kabupaten

Sragen

2. Mengetahui kesesuaian Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW)

terhadap indeks potensi lahan di

Kabupaten Sragen

Tumpang susun (overlay) dari hasil

skoring setiap parameter Indeks

Potensi Lahan untuk mengetahui

indeks potensi lahan, kemudian

melakukan subjective matching

untukmelakukann evaluasi

kesesuaiannya dengan RTRW.

1. Peta Indeks Potensi Lahan

Kabupaten Sragen skala

1:200.000.

2. Peta Evaluasi RTRW Tata Guna

Lahan Terhadap Indeks Potensi

Lahan di Kabupaten Sragen

skala 1:200.000.

2. Teresita

Oktavia

Rosari

(2014)

Evaluasi Rencana

Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kabupaten

Sleman Berdasarkan

Analisis Risiko

Bencana Gunung

Merapi

1. Mengetahui sebaran tingkat risiko

bencana Gunung Merapi di

Kabupaten Sleman

2. Mengevaluasi Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten Sleman berdasarkan

perencanaan kawasan berbasis

kebencanaan

3. Mengetahui penerapan aspek

kebencanaan dalam penataan

ruang di Kabupaten Sleman.

Tumpang susun (overlay) dari hasil

skoring setiap indikator yang

mempengaruhi risiko bencana

berupa peta sebaran tingkat

ancaman dan peta sebaran tingkat

kerentanan untuk menghasilkan

peta sebaran tingkat risiko bencana

Gunung Merapi, kemudian

dilakukan overlay dengan Peta

RTRW Kawasan Budi daya untuk

melakukan evaluasi kesesuaiannya

berdasarkan tingkat risiko bencana

Gunung Merapi di Kabupaten

Sleman.

1. Peta Sebaran Tingkat Risiko

Bencana Gunung Merapi di

Kabupaten Sleman skala

1:200.000

2. Peta Kesesuaian Rencana Tata

Ruang Wilayah Kawasan Budi

Daya berdasarkan Risiko

Bencama Merapi Kabupaten

Sleman skala 1:200.000

3. Zidni Ilma

Amalia

(2019)

Analisis Indeks

Potensi Lahan (IPL)

Kabupaten Sleman

1. Mengetahui tingkat IPL di

Kabupaten Sleman.

2. Mengetahui Sebaran IPL di

Kabupaten Sleman.

3. Mengetahui perbandingan kelas

IPL dengan penggunaan lahan di

Kabupaten Sleman.

Tumpang susun (overlay) dari hasil

skoring setiap parameter Indeks

Potensi Lahan untuk mengetahui

indeks potensi lahan, kemudian

survei lapangan untuk melakukan

uji akurasi setiap parameter IPL.

Peta Indeks Potensi Lahan

Kabupaten Sleman skala

1:200.000.

Page 30: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

30

Lanjutan Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya No. Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

4. Rosiana Adi

Rofiqoh (2020)

Evaluasi Rencana Tata

Ruang Wilayah

Berdasarkan Indeks

Potensi Lahan

Kabupaten Sleman

1. Mengetahui tingkat Indeks

Potensi Lahan (IPL) di

Kabupaten Sleman.

2. Mengetahui sebaran Indeks

Potensi Lahan (IPL) di

Kabupaten Sleman.

3. Mengetahui kesesuaian

Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) di Kabupaten

Sleman.

Tumpang susun (overlay) dari

hasil skoring setiap parameter

Indeks Potensi Lahan (IPL)

untuk mengetahui indeks

potensi lahan, kemudian

dilakukan survei lapangan

untuk mencocokkan data pada

peta yang ada dan hasil IPL.

Metode subjective matching

digunakan untuk melakukann

evaluasi kesesuaiannya dengan

RTRW.

1. Peta Indeks Potensi Lahan

Kabupaten Sleman skala

1:200.000.

2. Peta Evaluasi RTRW Pola

Ruang Berdasarkan Indeks

Potensi Lahan di Kabupaten

Sleman skala 1:200.000.

Sumber: hasil kajian penulis, 2020

Page 31: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

31

1.6. Kerangka Penelitian

Perencanaan tata ruang wilayah dibuat dengan tujuan untuk mengatur dan

merencanakan penggunaan lahan pada suatu wilayah. Rencana tata ruang wilayah

tersebut disusun berdasarkan undang-undang yang mengikat dan betujuan untuk

mewujudkan terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berpotensi. Perencanaan

tata ruang wilayah tersebut berupa dokumen dalam bentuk peta Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW). Peta RTRW menunjukkan sebaran berbagai kawasan

dalam batasannya yang dinilai sesuai dengan potensi lahannya, baik dari sumber

daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, sehingga dapat

meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Peta RTRW

digunakan sebagai acuan dalam penggunaan lahan, baik untuk pertanian maupun

non pertanian pada suatu daerah.

Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu permasalahan yang

dihadapi dalam penggunaan lahan, dimana semakin meningkatnya jumlah

penduduk mengakibatkan semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan.

Kabupaten Sleman mengalami peningkatan jumlah penduduk pada setiap tahunnya,

peningkatan jumlah penduduk tersebut mengakibatkan penurunan luas lahan

pertanian yang ada. Penurunan lahan pertanian tersebut terjadi karena adanya alih

fungsi lahan pertanian menjadi lahan permukiman atau lahan terbangun lainnya.

Berkurangnya lahan pertanian tersebut menunjukkan adanya lahan yang berpotensi

sebagai pertanian disalahgunakan sebagai lahan permukiman atau lahan terbagun

lainnya.

Keterbatasan ketersediaan data yang lengkap dan akurat tentang potensi

sumber daya lahan pada suatu daerah dapat pula menjadi permasalahan dalam

penggunaan lahan. Peta indeks potensi lahan pertanian merupakan data penting

yang dapat digunakan dalam memberikan evaluasi dan informasi mengenai potensi

lahan pertanian di Kabupaten Sleman untuk dapat memanfaatkan lahan secara

optimal. Indeks Potensi Lahan (IPL) memberikan penilaian pada lahan bedasarkan

karakteristik fisik lahan, yaitu kemiringan lereng, kondisi tanah, litologi, hidrologi,

dan kerawanan bencana sebagai faktor pembatas. Peta indeks potensi lahan

pertanian menunjukkan persebaran spasial potensi lahan berdasarkan kelas

Page 32: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

32

klasifikasinya (sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah). Peta

sebaran indeks potensi lahan pertanian inilah yang kemudian dihubungkan dengan

peta RTRW pola ruang untuk melakukan evaluasi terhadap peta RTRW. Evaluasi

dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peta RTRW Kabupaten Sleman

memperhatikan potensi lahan untuk pertanian berdasarkan peta Indeks Potensi

Lahan pertanian di Kabupaten Sleman. Diagram kerangka penelitian dapat dilihat

pada Gambar 1.6.

Parameter Indeks Potensi Lahan:

1. Kemiringan lereng

2. Litologi

3. Jenis Tanah

4. Hidrologi

5. Kerawanan Bencana

Analisis Indeks Potensi Lahan (IPL)

Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW)

Gambar 1.6 Kerangka Penelitian

Sumber: Penulis, 2020

Peningkatan jumlah penduduk

di Kabupaten Sleman

Alih fungsi lahan pertanian

Evaluasi RTRW Kabupaten

Sleman

Page 33: 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakangeprints.ums.ac.id/85341/3/BAB I.pdf1 1. BAB I PENDALUHUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh

33

1.7. Batasan Operasional

Evaluasi lahan adalah suatu proses yang melakukan perbandingan antara kualitas

lahan dengan ketentuan karakteristik dari penggunaan lahan yang bersangkutan,

sehingga dapat memberikan pilihan penggunaan lahan dengan segala

pertimbangannya (termasuk aspek ekonomi) (FAO, 1976).

Indeks Potensi Lahan (IPL) adalah pengklasifikasian lahan ke dalam beberapa

kelas berdasarkan faktor pembanding kualitas lahan, sehingga dapat dilakukan

klasifikasi kemampuan lahan (Dewi, 2014).

Kemampuan lahan adalah potensi umum suatu lahan untuk keperluan

perencanaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Mega dkk, 2010).

Kesesuaian lahan adalah strata kecocokan dari suatu lahan terhadap suatu

penggunaan yang lebih spesifik dari kemampuan lahan (Mega dkk, 2010).

Lahan adalah suatu region di permukaan bumi yang memuat seluruh komponen

biosfer yaitu atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan,

serta segala akibat aktivitas manusia di masa lalu dan masa sekarang yang mana

aktivitas tersebut mempengaruhi penggunaan lahan masa sekarang atau masa yang

akan datang (Juhadi, 2007).

Rencacan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten adalah rencana tata ruang

yang bersifat umum dari wilayah kabupaten, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi

penataan ruang wilayah kabupaten. Penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan

pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan

ruang wilayah kabupaten (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2009)

Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem berbasis komputer yang

digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi yang bereferensi

geografis (Aronof, 1989).