bab i pendahuluan 1.1. latar belakang masalahdigilib.unimed.ac.id/24499/4/8. nim. 8136172061 chapter...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Tujuan pembelajaran di sekolah menurut kurikulum 2013 adalah untuk
mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai
pribadi yang beriman dan produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu
berkonstribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menurut
NCTM 2000 (Van de walle, 2008 : 3) kurikulum lebih dari sekedar kumpulan
aktivitas, kurikulum harus koheren, difokuskan pada matematika yang penting dan
berkaitan dengan baik antar tingkat kelas.
Matematika sebagai ratunya ilmu pengetahuan (queen of sciences) sangat
dibutuhkan dalam era globalisasi, karena melalui matematika ilmu pengetahuan
yang lain menjadi sempurna dalam menjawab berbagai masalah kehidupan sehari-
hari. Melihat pentingnya peranan matematika dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi serta dalam kehidupan sehari-hari maka matematika perlu dipahami
oleh peserta didik mulai dari tingkat pendidikan prasekolah hingga tingkat
perguruan tinggi.
Maka pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan dari tahun ke
tahun, salah satunya matematika. Pendidikan matematika dari hari ke hari
semakin berkembang dan senantiasa menjadi penyokong dalam perkembangan
teknologi, sains dan dalam dunia bisnis.
Dengan perkembangan IPTEK yang semakin pesat diperlukan adanya
sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global. Untuk
mencapai tujuan tersebut dalam pendidikan matematika kita dituntut untuk
2
mempersiapkan insan yang dapat berpartisipasi dalam meningkatkan pendidikan
matematika. Setidaknya seseorang itu bisa dalam matematika dasar dan untuk
lebih spesifiknya mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order
thinking). Akan tetapi pada kenyataannya, kita tidak dapat memungkiri bahwa
masih banyak guru matematika sekarang ini yang masih menganut paradigma
transfer of knowledge dalam hal mengambil keputusan di kelas, di mana interaksi
dalam pembelajaran hanya terjadi satu arah yaitu dari guru sebagai sumber
informasi dan siswa sebagai penerima informasi, dalam hal ini siswa tidak
diberikan banyak kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM) di kelas, dengan kata lain pembelajaran lebih berpusat
pada guru, bukan pada siswa. Pembelajaran matematika yang dilaksanakan
dewasa ini orientasinya lebih cenderung ditujukan pada pencapaian target materi
ataupun pencapaian hasil belajar.
Salah satu mata pelajaran yang merefleksikan tujuan dari kurikulum 2013
adalah matematika. Teknologi penting dalam belajar dan mengajar matematika,
teknologi mempengaruhi matematika yang diajarkan dan meningkatkan proses
belajar siswa (Van de walle, 2008: 3). Karena matematika merupakan ilmu yang
berkembang sesuai dengan perkembangan IPTEK menyebabkan matematika
dipandang sebagai ilmu yang terstruktur, hubungan cara berpikir dan memahami
dunia sekitar. Siswa diharapkan dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajarai berbagai ilmu
lainnya yang penekanannya pada penataan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika.
Menurut Soedjadi bahwa pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yang
3
meliputi pertama tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan pada
penataan nalar anak serta pembentukan pribadi anak kedua tujuan yang bersifat
material yang memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan
memecahkan masalah matematika. Hal ini di perkuat oleh NCTM (2000: 67) yang
merekomendasikan lima kompetensi standar matematika yaitu kemampuan
pemecahan masalah (Problem Solving), Komunikasi (Communication), Koneksi
(Connection),Penalaran(Reasoning), dan Representasi (Representation). Kelima
standar kompetensi yang dikenal sebagai keterampilan matematika (Doing Math )
ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik pada masa kini dan
masa datang melalui tugas matematika yang dapat mendukung tujuan di atas.
Masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika di Indonesia adalah
rendahnya penguasaan siswa tentang matematika.Hal ini dapat dilihat dari
rendahnya prestasi siswa di tingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan
rangking TIMSS 2011 Indonesia jauh di bawah Internasional yaitu menempati
rangking ke 52 dari 56 negara yang berpartisipasi dalam kompetisi matematika
(http://nces.ed.gov/timss/tables11.asp) sedangkan dalam rangking PISA 2012
Indonesia menempati rangking 64 dari 65 negara
(http://www.kopertis12.or.id/2013/12/05/skor-pisa-posisi-indonesia-nyaris-jadi-
juru-kunci.html). Keberhasilan belajar siswa di pengaruhi oleh beberapa faktor,
ada yang berasal dari diri siswa itu sendiri dan ada juga faktor dari luar seperti
dalam pembelajaran.
Peneliti pernah bertanya kepada siswa SMP NURUL ISLAM INDONESIA
MEDAN tentang bagaimana tanggapan siswa terhadap pelajaran matematika.
Pada umumnya siswa mengatakan bahwa pelajaran matematika sulit dipahami,
4
karena itu siswa menjadi malas dan enggan untuk membuka pelajaran
matematika.Jadi pada akhirnya dari ketidaksukaan siswa dalam mempelajari
matematika, maka menurunlah prestasi belajar matematika siswa. Rata-rata nilai
yang diperoleh siswa disekolah hanya mencapai KKM yang ditentukan oleh
sekolah.Dimana nilai matematika yang diperoleh siswa masih banyak yang hanya
sebatas KKM sementara KKM yang ditentukan sekolah adalah 70. Hal ini dilihat
dari nilai rapor siswa dimana dari 30 siswa dalam kelas tersebut masih 40 % siswa
yang mendapatkan nilai di atas KKM.
Salah satu yang menjadi permasalahan dalam pembelajaran matematika
adalah rendahnya koneksi matematis dan kemandirian belajar siswa. Kurikulum
2013 tentang matematika SMP siswa dituntut memiliki kemampuan berpikir
tingkat tinggi. Menurut Fauzi (2011 : 1) pemahaman erat kaitannya dengan
koneksi matematis (mathematics conection), dikarenakan dalam pemahaman
siswa dituntut untuk memahami lebih dari satu konsep dan merelasikannya.
Dalam pembelajaran matematika siswa harus menguasai kemampuan koneksi
matematis yaitu siswa harus mampu mengaitkan antara ide-ide dan konsep yang
ada dalam pelajaran matematika.
Matematika sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematik mengandung arti
bahwa konsep dan prinsip dalam matematika adalah saling berkaitan antara satu
dengan lainnya.Dalam belajar matematika untuk mencapai pemahaman yang
bermakna siswa harus memiliki kemampuan koneksi matematis yang memadai.
Menurut NCTM (2000) berpikir matematis melibatkan mencari koneksi dan
membuat koneksi untuk membangun pemahaman matematik. Tanpa koneksi,
siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak konsep dan keterampilan.
5
Melalui koneksi matematis siswa juga bisa membangun pemahaman baru pada
pengetahuan sebelumnya.Agar siswa lebih berhasil dalam belajar matematika,
maka siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat keterkaitan
antara konsep-konsep yang satu dengan yang lainnya.
Menurut NCTM oleh Yulianti (Rendya, dkk, 2012 : 1) koneksi matematik
merupakan bagian penting yang harus mendapatkan penekanan disetiap jenjang
pendidikan. Sedangkan tujuan koneksi matematis menurut NCTM dalam Herdian
(Rendya, dkk, 2012 : 1) yang diberikan pada siswa di sekolah menengah adalah
agar siswa dapat: 1) Mengenali representasi yang ekuivalen dari suatu konsep
yang sama, 2) Mengenali hubungan prosedur satu representasi ke prosedur
representasi yang ekivalen, 3) Menggunakan dan menilai koneksi beberapa topik
matematika, 4) Menggunakan dan menilai koneksi antara matematika dan disiplin
ilmu yang lain
Kenyataan yang terjadi, kemampuan koneksi matematis siswa masih belum
baik. Hasil pekerjaan siswa masih tidak sesuai dengan prosedur penyelesaian yang
diajarkan, dimana siswa belum mampu mengaitkan konsep-konsep yang telah
mereka pelajari sebelumnya dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan
topik pelajaran. Salah satu hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kemampuan
koneksi matematis masih rendah adalah hasil penelitian Ruspiana (Nurul, ddk ,
2013 :151) yang menunjukkan nilai rata-rata kemampuan koneksi matematis
siswa sekolah menengah masih rendah yaitu kurang dari 60 pada skor 100 (22,2%
untuk koneksi matematis pada pokok bahasan lain, 44% untuk koneksi pada
bidang studi lain, dan 67,3% untuk koneksi matematika pada kehidupan sehari-
hari)
6
Dari hal di atas diperkuat oleh hasil penelitian awal yang dilakukan peneliti
dengan memberikan soal kepada siswa untuk melihat bagaimana siswa
menyelesaikan soal tersebut. Dari 30 orang siswa hanya 5 orang yang menjawab
benar dan lengakap. Jawaban siswa tentang soal yang diberikan sebagai berikut.
Pada tempat parkir yang luasnya 870 terdapat bus dan mobil dimana jumlah
bus dan mobil adalah 40 buah. Jika tiap bus membutuhkantampat 24 dan tiap
mobil membutuhkan tempat 6 . Maka banyak bus pada tempat parkir tersebut
adalah…(jika model semua parkir bus dan mobil sama).
Gambar: 1.1 Model penyelesaian yang dibuat oleh siswa dalam tes kemampuan
koneksi matematis
Dari jawaban soal siswa tersebut terlihat bahwa siswa mengalami kesulitan
untuk memahami maksud soal tersebut, mengidentifikasi unsur-unsur yang
diketahui dan unsur-unsur yang ditanya, merumuskan apa yang diketahui dari soal
7
tersebut, menentukan rumus yang digunakan, dan rencana penyelesaian siswa
tidak terarah dan strategi penyelesaian dari jawaban yang dibuat siswa tidak
benar. Kemampuan koneksi matematis siswa belum nampak dari penyelesaian
yang dibuat oleh siswa. Dimana siswa belum bisa menghubungkan
penyelesaiannya menggunakan sistem persamaan linear dua variabel dengan
kehidupan sehari-hari. Siswa juga belum mampu menguraikan langkah-langkah
dalam menggunakan strategi koneksi matematis serta belum bisa memberikan
argumentasi yang baik dalam pembuktian kebenaran pilihan jawaban yang
disajikan. Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan koneksi
matematis siswa masih kurang. Siswa menunjukkan kemampuan koneksi
matematis ketika mereka memberikan bukti bahwa mereka dapat memenuhi
indikator matematis menurut NCTM yaitu: 1) Mengenali dan menggunakan
hubungan antar ide-ide dalam matematika, 2) Memahami keterkaitan ide-ide
matematika dan membentuk ide satu dengan yang lain sehingga mengahsilkan
suatu keterkaitan yang menyeluruh, 3) Mengenali dan mengaplikasikan
matematika ke dalam dan lingkungan di luar matematika.
Dengan koneksi matematis diharapkan siswa mampu memahami apa yang
menjadi akar persoalan dan mencari strategi yang tepat untuk persoalan yang
dimaksud, serta memiliki kemampuan untuk memeriksa kembali hasil yang
diperoleh. Oleh karenanya penelitian ini diharapkan akan mampu memperbaiki
proses pembelajaran. Selain dari koneksi matematis kemandirian belajar siswa
sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah dan prestasi belajar siswa.
Dalam pembelajaran matematika kemandirian sangat penting karena
kemandirian merupakan sikap pribadi yang sangat diperlukan oleh setiap individu.
8
Kebanyakan siswa masih banyak yang belum mampu secara mandiri menemukan,
mengenal, merinci hal-hal yang berlawanan dan menyusun pertanyaan-pertanyan
yang timbul dari masalahnya. Dikarenakan siswa masih terfokus terhadap guru
dan masih tergantung kepada guru. Hal ini senada dengan Fauzi (2011)
pentingnya kemandirian belajar matematika karena dituntut kurikulum agara
siswa dapat menghadapi persoalan di dalam kelas maupun di luar kelas yang
semakin kompleks dan mengurangi ketergantungan siswa dengan orang lain
dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, peserta didik mengatur pembelajarannya sendiri
dengan mengaktifkan kognitif, afektif dan perilakunya yang ada pada dirinya
sehingga tercapai tujuan belajar yang diinginkan. Pada kemandirian belajarhal
yang paling penting adalah adanya inisiatif dan motivasi dalam diri siswa sendiri
sehingga pembelajaran akan lebih efektif. Ada beberapa indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur kemandirian belajar yaitu: 1) inisiatif belajar, 2)
mendiagnosa kebutuhan belajar, 3) menetapkan target dan tujuan belajar, 4)
memonitor, mengatur dan mengontrol kemajuan belajar, 5) memandang kesulitan
sebagai tantangan, 6) memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, 7)
memilih dan menerapkan strategi belajar, 8) mengevaluasi proses dan hasil belajar
dan 9) memiliki self -concept atau konsep diri (Sumarmo:2010).
Perlunya pengembangan kemandirian belajar pada individu yang belajar
matematika juga didukung oleh beberapa hasil studi temuan antara lain adalah
individu yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi cenderung belajar lebih
baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif;
menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya, mengatur belajar dan waktu
9
secara efisien, dan memperoleh skor yang lebih tinggi dalam pelajaran sains
(Hargis dalam Sumarmo, 2010).
Guru dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar harus mampu
memilih metode yang sesuai dengan materi pelajaran. Kesulitan belajar yang di
rasakan oleh siswa bukan semata – mata sulitnya materi pelajaran matematika,
tetapi disebabkan juga oleh metode penyampaian guru dalam mengelola
pembelajaran matematika kurang efektif. Menurut Turmudi (2008 : 24)
pembelajaran matematika yang efektif memerlukan pemahaman apa yang siswa
ketahui dan perlukan untuk dipelajari, kemudian memberikan tantangan dan
dukungan kepada mereka agar siswa dapat belajar dengan baik.
Untuk mengoptimalkan kemampuan koneksi matematis siswa dan
kemandirian belajar siswa khususnya siswa kelas VIII SMP NURUL ISLAM
INDONESIA MEDAN dengan solusi memperbaiki strategi pembelajaran
matematikanya.Perbaikan yang dilakukan adalah mencari pendekatan
pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa
dan kemandirian belajar siswa yakni pendekatan yang lebih bermakna.Melalui
pendekatan tersebut siswa mampu menemukan sendiri pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkanya.
Untuk menyikapi permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran
matematika, perlu dicari solusi pendekatan pembelajaran yang dapat
mengakomodasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan
minat belajar siswa terhadap pelajaran matematika. Menyarankan perubahan
dalam pembelajaran matematika ke paradigma baru, dengan menciptakan suasana
10
siswa aktif belajar dalam pencarian pengetahuan dan belajar yang menyenangkan
yang akan mencegah kebosanan ketika belajar.
NCTM (Van de Walle, 2008) menyarankan reformasi pembelajaran
matematika:
“Mengubah kelas dari sekedar kumpulan siswa menjadi komunitas
matematika, menjauhkan otoritas guru untuk memutuskan suatu
kebenaran,mementingkan pemahaman daripada hanya mengingat prosedur.
Mementingkan membuat dugaan, penemuan, pemecahan masalah dan
menjauhkan dari tekanan pada penemuan jawaban secara mekanis,
mengaitkan matematika ide-ide dan aplikasinya dan tidak memperlakukan
matematika sebagai kumpulan konsep dan prosedur yang terasingkan”
Untuk merealisasikan reformasi pembelajaran matematika seperti yang
dikemukakan di atas, diperlukan suatu pengembangan materi pembelajaran
matematika yang dekat dengan kehidupan siswa, sesuai dengan tahap berpikir
siswa, serta metode evaluasi yang terintegrasi pada proses pembelajaran yang
tidak hanya berujung pada tes akhir.
Agar siswa lebih mudah memahami dan menghubungkan konsep-konsep
dalam belajar matematika digunakan pendekatan realistik. Pendekatan realistik,
ini dipilih karena di dalam pendekatan ini terkandung proses yang bersifat
membangun pemahaman konsep matematika siswa melalui pengetahuan informal
yang mereka miliki. Pendekatan matematika realistik adalah pendekatan dalam
pendidikan matematika yang berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah
aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap
konteks sehari-hari. De corte, dkk. (dalam Dar dan Fisher, 2004), mengemukakan
komponen-komponen pengajaran yang membantu perkembangan kemandirian,
yaitu: 1) Memberikan tugas-tugas realistik dan menantang. 2) Adanya variasi
dalam metode pengajaran, latihan terbimbing, bekerja dalam kelompok kecil dan
11
pengajaran klasikal. 3) Menciptakan ruang kelas yang membantu perkembangan
disposisi positif terhadap pembelajaran matematika.
Memberikan masalah yang kontekstual dan melihat keterkaitan antara
materi matematika dan bidang lainnya pada siswa yang merupakan karakteristik
dari PMR.Karakteristik dari PMR diduga dapat memberikan korelasiyang positif
dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematis dan perkembangan
kemandirian belajar siswa.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan realistik tidak hanya berhubungan
dengan dunia nyata saja, tetapi juga menekankan pada masalah nyata yang dapat
dibayangkan. Artinya penekanannya pada membuat sesuatu masalah itu menjadi
nyata dalam pikiran siswa. Dengan demikian konsep-konsep yang abstrak dapat
sesuai dan menjadi masalah siswa selama konsep itu nyata dan dapat diterima
pikiran siswa.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Dan
Kemandirian Belajar Siswa SMP Nurul Islam Indonesia Medan Melalui
Pendekatan Matematika Realistik”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dikemukakan beberapa
permasalahan yakni:
1. Hasil belajar matematika siswa SMP Nurul Islam Indonesia Medan masih
rendah
2. Kemampuan koneksi matematis siswa SMP Nurul Islam Indonesia Medan
tentang konsep masih rendah
12
3. Kurangnya kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran matematika
4. Pembelajaran di SMP Nurul Islam Indonesia Medan masih bersifat
konvensional
5. Pemilihan strategi dalam peningkatan kemampuan koneksi matematis kurang
efektif
6. Kurangnyainteraksi antara guru dengan siswa pada saat proses pembelajaran.
1.3. Batasan Masalah
Beberapa masalah yang sudah teridentifikasi di atas, peneliti perlu
membatasi penelitian ini supaya yang diteliti bisa terfokus pada permasalahan
yang mendasar dan member dampak yang luas terhadap hasil belajar apabila
permasalahan ini di teliti. Penelitian ini dibatasi pada permasalahan:
1. Kemampuan koneksi matematis dan kemandirian belajar siswa SMP Nurul
Islam Indonesia Medan
2. Pembelajaran matematika yang digunakan adalah pendekatan matematika
realistik.
3. Respon siswa terhadap pendekatan matematika realistik
4. Tidak nampaknya proses penyelesaian jawaban siswa dalam mengoneksikan
masalah matematika
1.4. Rumusan masalah
Sesuai pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana efektivitas pembelajaran melalui pendekatan realistik dalam
meningkatkan kemampuan koneksi matematis dan kemandirian belajar siswa
pada sub pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel?
13
2. Bagaimana peningkatan kemampuan koneksi matematis dan kemandirian
belajar siswa kelas VIII SMP Nurul Islam Indonesia Medan di pokok bahasan
sistem persamaan linear dua variabel pada pembelajaran dengan pendekatan
realistik?
3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
pendekatan matematik realistik?
4. Bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa dalam mengoneksikan
matematika pada sub bahasan sistem persamaan linear dua variabel?
1.5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui efektivitas pembelajaran menggunakan pendekatan realistik pada
sub pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel kelas VIII SMP
Nurul Islam Indonesia Medan.
2. Mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa setelah
mengikuti pembelajaran melalui pendekatan realistic mathematics education
3. Mengetahui peningkatan kemandirian belajar siswa setelah mengikuti
pembelajaran melalui pendekatan realistic mathematics education
4. Mendiskripsikan proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam
mengkoneksikan konsep-konsep dalam sistem persamaan linear dua variabel
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Siswa untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan koneksi
matematis dan kemandirian belajar serta memperoleh informasi cara belajar
dengan pendekatan realistik.
14
2. Guru diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran tentang upaya merancang
pembelajaran menggunakan pendekatan realistic mathematics education pada
materi lain yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi pada siswa
3. Peneliti dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.7. Defenisi Operasional
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan
dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa istilah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan koneksi matematis siswa adalah keahlian siswa dalam
mengaitkat atau menghubungkan konsep-konsep matematika baik antar
konsep matematika sendiri, dengan konsep bidang lain maupun dengan
kehidupan sehari-hari.
2. Kemandirian belajar siswa adalah keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
khususnya dalam bidang matematika.
3. Pendekatan realistik adalah salah satu pendekatan yang ada pada PMR yang
memiliki 5 karakteristik yaitu (1) menggunakan konteks dunia nyata, (2)
model-model, (3) produksi dan konstruksi, (4) interaktif, (5) keterkaitan
(intertwinment)
4. Respon siswa adalah tanggapan siswa tentang senang, tidak senang, baru,
tidak baru terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran,
berminat,tidakberminat mengikuti pembelajaran berikutnya dan pendapat
siswa terhadap lembar aktivitas siswa.
15
5. Proses penyelesaian jawaban siswa dalam mengoneksikan matematika adalah
suatu rangkaian tahapan penyelesaian secara lebih rinci dan benar berdasarkan
indikator koneksi yaitu:
- Menyelesaikan masalah menggunakan grafik, hitungan numerik, ljabar
dan representasi verbal
- Menerapkan konsep dan prosedur yang telah diperoleh pada situasi baru
- Menyadari hubungan antar topik dalam matematika
- Memperluas ide-ide matematika